A. Pengertian
Bronkhitis berasal dari bronchus (saluran napas) dan itis artinya menunjukkan
adanya suatu peradangan. “Bisa disimpulkan bronkitis merupakan suatu gejala
penyakit pernapasan.” bronkhitis adalah suatu penyakit yang ditanda oleh adanya
inflamasi bronkus. Secara klinis pada ahli mengartikan bronkitis sebagai suatu
penyakit atau gangguan respiratorik dengan batuk merupakan gejala yang utama dan
dominan. Ini berarti bahwa bronkitis bukan penyakit yang berdiri sendiri melainkan
bagian dari penyakit lain tetapi bronkitis ikut memegang peran.( Ngastiyah, 1997 )
Bronkhitis pada anak berbeda dengan bronchitis yang terdapat pada orang
dewasa. Pada anak, bronchitis merupakan bagian dari berbagai penyakit saluran nafas
lain, namun ia dapat juga merupakan penyakit tersendiri.
Bronkhitis berarti infeksi bronkus. Bronkitis dapat dikatakan penyakit
tersendiri, tetapi biasanya merupakan lanjutan dari infeksi saluran peranpasan atas
atau bersamaan dengan penyakit saluran pernapasan atas lain seperti Sinobronkitis,
Laringotrakeobronkitis, Bronkitis pada asma dan sebagainya (Gunadi Santoso, 1994)
Sebagai penyakit tersendiri, bronkhitis merupakan topik yang masih diliputi
kontroversi dan ketidakjelasan di antara ahli klinik dan peneliti. Bronkitis merupakan
diagnosa yang sering ditegakkan pada anak baik di Indonesia maupun di luar negeri,
walaupun dengan patokan diagnosis yang tidak selalu sama.(Taussig, 1982; Rahayu,
1984).
Kesimpangsiuran definisi bronkitis pada anak bertambah karena kurangnya
konsesus mengenai hal ini. Tetapi keadaan ini sukar dielakkan karena data hasil
penyelidikan tentang hal ini masih sangat kurang.
B. Klasifikasi
Bronkhitis dapat diklasifikasikan sebagai :
1. Bronkhitis Akut
Bronkhitis akut pada bayi dan anak biasanya bersama juga dengan trakheitis,
merupakan penyakit infeksi saluran nafas akut (ISNA) bawah yang sering
dijumpai. Penyebab utama penyakit ini adalah virus. Batuk merupakan gejala
yang menonjol dank arena batuk berhubungan dengan ISNA atas. Berarti bahwa
peradangan tersebut meliputi laring, trachea dan bronkus. Gangguan ini sering
juga disebut laringotrakeobronkhitis akut atau croup dan sering mengenai anak
sampai umur 3 tahun dengan gejala suara serak, stridor, dan nafas berbunyi.
2. Bronkhitis Kronis atau Batuk Berulang
Belum ada persesuaian pendapat mengenai bronchitis kronik, yang ada ialah
mengenai batuk kronik dan atau berulang yang di singkat (BKB). BKB ialah
keadaan klinis yang disebabkan oleh berbagai penyebab dengan gejala batuk yang
berlangsung sekurang-kurangnya 2 minggu berturut-turut dan atau berulang
paling sedikit 3 kali dalam 3 bulan, dengan atau tanpa disertai gejala respiratorik
dan non respiratorik lainnya. Dengan memakai batasan ini secara klinis jelas
bahwa bronchitis kronik pada anak adalah batuk kronik dan atau berulang (BKB)
yang telah disingkirkan penyebab-penyebab BKB itu misalnya asma atau infeksi
kronik saluran napas dan sebagainya.
Walaupun belum ada keseragaman mengenai patologi dan patofisiologi
bronchitis kronik, tetapi kesimpulan akibat jangka panjang umumnya sama.
Berbagai penelitian menunjukkan bahwa bayi sampai anak umur 5 tahun yang
menderita bronchitis kronik akan mempunyai resiko lebih besar untuk menderita
gangguan pada saluran napas kronik setelah umur 20 tahun, terutama jika pasien
tersebut merokok akan mempercepat menurunnya fungsi paru.
C. Etiologi
Penyebab bronchitis sampai sekarang masih belum diketahui dengan jelas.
Pada kenyataannya kasus-kasus bronchitis dapat timbul secara congenital maupun
didapat.
1. Kelainan kongenital
Dalam hal ini bronchitis terjadi sejak dalam kandungan. Factor genetic atau
factor pertumbuhan dan factor perkembangan fetus memegang peran penting.
Bronchitis yang timbul congenital ini mempunyai ciri sebagai berikut :
a. Bronchitis mengenai hampir seluruh cabang bronkus pada satu atau kedua
paru.
b. Bronchitis konginetal sering menyertai penyakit-penyakit konginetal
lainya, misalnya : mucoviscidosis ( cystic pulmonary fibrosis ), sindrom
kartagener ( bronkiektasis konginetal, sinusitis paranasal dan situs
inversus ), hipo atau agamaglobalinemia, bronkiektasis pada anak kembar
satu telur ( anak yg satu dengan bronkiektasis, ternyata saudara
kembarnya juga menderita bronkiektasis), bronkiektasis sering bersamaan
dengan kelainan congenital berikut : tidak adanya tulang rawan bronkus,
penyakit jantung bawaan, kifoskoliasis konginetal.
2. Kelainan didapat
Kelaianan didapat merupakan akibat proses berikut :
a. Infeksi
Bronchitis sering terjadi sesudah seseorang menderita pneumonia
yang sering kambuh dan berlangsung lama, pneumonia ini merupakan
komplikasi pertusis maupun influenza yang diderita semasa anak,
tuberculosis paru dan sebagainya.
b. Obstruksi bronkus
Obstruksi bronkus yang dimaksud disini dapat disebabkan oleh
berbagai macam sebab : korpus alineum, karsinoma bronkus atau tekanan dari
luar terhadap bronkus
Penyebab utama penyakit Bronkhitis Akut adalah adalah virus.
Sebagai contoh Rhinovirus, Respiratory Sincytial Virus (RSV), Infulenza
Virus, Para-influenza Virus, Adenovirus dan Coxsakie Virus. Bronkitis Akut
sering terjadi pada anak yang menderita Morbilli, Pertusis dan infeksi
Mycoplasma Pneumonia. Belum ada bukti yang meyakinkan bahwa bakteri
lain merupakan penyebab primer Bronkitis Akut pada anak. Infeksi sekunder
oleh bakteri dapat terjadi, namun ini jarang di lingkungan sosio-ekonomi yang
baik.
Faktor predisposisi terjadinya bronchitis akut adalah alergi, perubahan
cuaca, polusi udara, dan infeksi saluran napas atas kronik, memudahkan
terjadinya bronchitis.
Sedangkan pada Bronkitis Kronik dan Batuk Berulang adalah sebagai berikut :
a. Spesifik
1. Asma
2. Infeksi kronik saluran napas bagian atas (misalnya sinobronkitis).
3. Infeksi, misalnya bertambahnya kontak dengan virus, infeksi mycoplasma,
hlamydia, pertusis, tuberkulosis, fungi/jamur.
4. Penyakit paru yang telah ada misalnya bronkietaksis.
5. Sindrom aspirasi.
6. Penekanan pada saluran napas
7. Benda asing
8. Kelainan jantung bawaan
9. Kelainan sillia primer
10. Defisiensi imunologis
11. Kekurangan anfa-1-antitripsin
12. Fibrosis kistik
13. Psikis
b. Non-spesifik
1. Asap rokok
2. Polusi udara
D. Patofisiologi
Virus (penyebab tersering infeksi) - Masuk saluran pernapasan - Sel mukosa
dan sel silia - Berlanjut - Masuk saluran pernapasan(lanjutan) - Menginfeksi saluran
pernapasan - Bronkitis - Mukosa membengkak dan menghasilkan lendir - Pilek 3 – 4
hari - Batuk (mula-mula kering kemudian berdahak) - Riak jernih - Purulent - Encer
- Hilang - Batuk - Keluar - Suara ronchi basah atau suara napas kasar - Nyeri subsernal
- Sesak napas - Jika tidak hilang setelah tiga minggu - Kolaps paru segmental atau
infeksi paru sekunder (pertahanan utama) (Sumber : dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah
3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)
Apabila bronchitis kongenital patogenesisnya tidak diketahui diduga erat
hubungannya dengan genetic serta factor pertumbuhan dan perkembangan fetus
dalam kandungan. Pada bronchitis yang didapat patogenesisnya diduga melelui
beberapa mekanisme : factor obstruksi bronkus, factor infeksi pada bronkus atau
paru-paru, fibrosis paru, dan factor intrinsik dalam bronkus atau paru.
Patogenesis pada kebanyakan bronchitis yang didapat melalui dua mekanisme
dasar:
1. Infeksi bacterial pada bronkus atau paru, kemudian timbul bronchitis. Infeksi
pada bronkus atau paru akan diikuti proses destruksi dinding bronkus daerah
infeksi dan kemudian timbul bronchitis.
2. Obstruksi bronkus akan diikuti terbentuknya bronchitis, pada bagian distal
obstruksi dan terjadi infeksi juga destruksi bronkus.
Mengenai infeksi dan hubungannya dengan patogenesis bronchitis, data
dijelaskan sebagai berikut ;
1. Infeksi pertama ( primer )
Kecuali pada bentuk bronchitis kongenital. Masih menjadi pertanyaan
apakah infeksi yang mendahului terjadinya bronchitis tersebut disebabkan
oleh bakteri atau virus. Infeksi yang mendahului bronchitis adalah infeksi
bacterial yaitu mikroorgansme penyebab pneumonia. Dikatakan bahwa hanya
infeksi bakteri saja yang dapat menyebabkan kerusakan pada dinding bronkus
sehingga terjadi bronchitis, sedangkan infeksi virus tidak dapat ( misalnya
adenovirus tipe 21, virus influenza, campak, dan sebagainnya ).
2. Infeksi sekunder
Tiap pasien bronchitis tidak selalu disertai infeksi sekunder pada lesi,
apabila sputum pasien yang semula berwarna putih jernih kemudian berubah
warnanya menjadi kuning atau kehijauan atau berbau busuk berarti telah
terjadi infeksi sekunder oleh kuman anaerob misalnya : fusifomis fusiformis,
treponema vincenti, anaerobic streptococci. Kuman yang erring ditemukan
dan menginfeksi bronkus misalnya : streptococcus pneumonie, haemophilus
influenza, klebsiella ozaena.
Pathway bronkhitis
F. KOMPLIKASI
a. Bronkitis Akut yang tidak ditangani cenderung menjadi Bronkitis Kronik
b. Pada anak yang sehat jarang terjadi komplikasi, tetapi pada anak dengan gizi
kurang dapat terjadi Othithis Media, Sinusitis dan Pneumonia
c. Bronkitis Kronik menyebabkan mudah terserang infeksi
d. Bila sekret tetap tinggal, dapat menyebabkan atelektasisi atau Bronkietaksis
e. Gagal jantung kongestif
f. Pneumonia
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Foto Thorax : Tidak tampak adanya kelainan atau hanya hyperemia
b. Laboratorium : Leukosit > 17.500.
H. PENATALAKSANAAN
a. Tindakan Perawatan
1. Pada tindakan perawatan yang penting ialah mengontrol batuk dan
mengeluarakan lender/secret.
2. Sering mengubah posisi.
3. Banyak minum.
4. Inhalasi.
5. Nebulizer
6. Untuk mempertahankan daya tahan tubuh, setelah anak muntah dan tenang
perlu diberikan minum susu atau makanan lain.
b. Tindakan Medis
1. Jangan beri obat antihistamin berlebih
2. Beri antibiotik bila ada kecurigaan infeksi bacterial
3. Dapat diberi efedrin 0,5 – 1 mg/KgBB tiga kali sehari
4. Chloral hidrat 30 mg/Kg BB sebagai sedative
.
I. Pencegahan
Menurut Ngastiyah (1997), untuk mengurangi gangguan tersebut perlu
diusahakan agar batuk tidak bertambah parah.
a. Membatasi aktivitas anak
b. Tidak tidur di kamar yang ber AC atau gunakan baju dingin, bila ada yang
tertutup lehernya
c. Hindari makanan yang merangsang
d. Jangan memandikan anak terlalu pagi atau terlalu sore, dan mandikan
anak dengan air hangat
e. Jaga kebersihan makanan dan biasakan cuci tangan sebelum makan
f. Menciptakan lingkungan udara yang bebas polusi
g. Jangan mengkonsumsi makanan seperti telur ayam, karena bisa
menambah produksi lendirnya. Begitu juga minuman bersoda bisa jadi
pencetus karena saat diminum maka sodanya akan naik ke hidung dan
merangsang daerah saluran pernapasan.
ASUHAN KEPERAWATAN BRONKHITIS
2. Kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas oleh sekresi,
spasme bronchus.
Tujuan : Menunjukkan perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan yang adekuat
dengan GDA dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan./Rasional : Berguna dalam evaluasi
derajat distress pernafasan dan kronisnya proses penyakit.
b. Tinggikan kepala tempat tidur, dorong nafas dalam./Rasional : Pengiriman
oksigen dapat diperbaiki dengan posisi duduk tinggi dan
c. Latihan nafas untuk menurunkan kolaps jalan nafas, dispenea dan kerja nafas.
d. Auskultasi bunyi nafas./Rasional : Bunyi nafas makin redup karena
penurunan aliran udara atau area konsolidasi
e. Awasi tanda vital dan irama jantung/Rasional : Takikardia, disritmia dan
perubahan tekanan darah dapat menunjukkan efek hipoksemia sistemik pada
fungsi jantung.
f. Awasi GDA/Rasional : PaCO¬2 biasanya meningkat, dan PaO2 menurun
sehingga hipoksia terjadi derajat lebih besar/kecil.
g. Berikan O2 tambahan sesuai dengan indikasi hasil GDA/Rasional : Dapat
memperbaiki/mencegah buruknya hipoksia.
3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan broncokontriksi, mukus.
Tujuan : perbaikan dalam pola nafas.
Rencana Tindakan:
a. Ajarkan pasien pernafasan diafragmatik dan pernafasan bibir/Rasional :
Membantu pasien memperpanjang waktu ekspirasi. Dengan teknik ini pasien
akan bernafas lebih efisien dan efektif.
b. Berikan dorongan untuk menyelingi aktivitas dan periode istirahat/Rasional :
memungkinkan pasien untuk melakukan aktivitas tanpa distres berlebihan.
c. Berikan dorongan penggunaan pelatihan otot-otot pernafasan jika
diharuskan/Rasional : menguatkan dan mengkondisikan otot-otot pernafasan.
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan dispnoe, anoreksia,
mual muntah.
Tujuan : Menunjukkan peningkatan berat badan.
Rencana Tindakan:
a. Kaji kebiasaan diet./Rasional : Pasien distress pernafasan akut, anoreksia
karena dispnea, produksi sputum.
b. Auskultasi bunyi usus/Rasional : Penurunan bising usus menunjukkan
penurunan motilitas gaster.
c. Berikan perawatan oral/Rasional : Rasa tidak enak, bau adalah pencegahan
utama yang dapat membuat mual dan muntah.
d. Timbang berat badan sesuai indikasi./Rasional : Berguna menentukan
kebutuhan kalori dan evaluasi keadekuatan rencana nutrisi.
e. Konsul ahli gizi/Rasional : Kebutuhan kalori yang didasarkan pada kebutuhan
individu memberikan nutrisi maksimal.
5. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan menetapnya sekret, proses
penyakit kronis.
Tujuan : mengidentifikasi intervensi untuk mencegah resiko tinggi
Rencana Tindakan:
a. Awasi suhu./Rasional : Demam dapat terjadi karena infeksi atau dehidrasi.
b. Observasi warna, bau sputum./Rasional : Sekret berbau, kuning dan kehijauan
menunjukkan adanya infeksi.
c. Tunjukkan dan bantu pasien tentang pembuangan sputum./Rasional :
mencegah penyebaran patogen.
d. Diskusikan kebutuhan masukan nutrisi adekuat./Rasional : Malnutrisi dapat
mempengaruhi kesehatan umum dan menurunkan tekanan darah terhadap
infeksi.
e. Berikan anti mikroba sesuai indikasi/Rasional : Dapat diberikan untuk
organisme khusus yang teridentifikasi dengan kultur.
F. Impelementasi
Pada tahap ini untuk melaksanakan intervensi dan aktivitas yang telah dicatat
dalam rencana perawatan pasien. Agar implementasi/pelaksanaan perencanaan ini
dapat tepat waktu dan efektif maka perlu mengidentifikasi prioritas perawatan,
memantau dan mencatat respon pasien terhadap setiap intervensi yang dilaksanakan
serta mendokumentasikan pelaksanaan perawatan. Pada pelaksanaan keperawatan
diprioritaskan pada upaya untuk mempertahankan jalan nafas, mempermudah
pertukaran gas, meningkatkan masukan nutrisi, mencegah komplikasi,
memperlambat memperburuknya kondisi, memberikan informasi tentang proses
penyakit (Doenges Marilynn E, 2000, Rencana Asuhan Keperawatan)
G. Evaluasi
Pada tahap akhir proses keperawatan adalah mengevaluasi respon pasien
terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang diharapkan
telah dicapai,
Evaluasi merupakan proses yang interaktif dan kontinyu, karena setiap
tindakan keperawatan, respon pasien dicatat dan dievaluasi dalam hubungannya
dengan hasil yang diharapkan kemudian berdasarkan respon pasien, revisi, intervensi
keperawatan/hasil pasien yang mungkin diperlukan. Pada tahap evaluasi mengacu
pada tujuan yang telah ditetapkan yaitu : jalan nafas efektif, pola nafas efektif,
pertukaran gas adekuat, masukan nutrisi adekuat, infeksi tidak terjadi, intolerans
aktivitas meningkat, kecemasan berkurang/hilang, klien memahami kondisi
penyakitnya. (Keliat Budi Anna, 1994, Proses Keperawatan)
DAFTAR PUSTAKA
- Doenges, Marilynn E, 1999, Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien, ; alih bahasa, I Made Kariasa ; editor, Monica
Ester, Edisi 3, Jakarta : EGC
- Dona L. Wong, 2004, Pedoman Klinis Keperawatan Pediatrik Edisi 4, Jakrta : Buku
Kedokteran EGC
- Keliat, Budi Anna, Proses Keperawatan
- Ngastiyah, 1997. Perawatan Anak Sakit, Jakarta : Buku Kedokteran EGC
- dr.Rusepno Hasan, Buku Kuliah 3 Ilmu Kesehatan Anak, 1981)