Anda di halaman 1dari 17

BAB I

LAPORAN KASUS

A. IDENTITAS
Nama : Tn. S
Jenis Kelamin : Laki - laki
Usia : 80 tahun
Alamat : Kec. Pabelan
Status : Menikah
Pekerjaan : Petani
Masuk RS : 10 Agustus 2019
B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Sesak Napas
2. Riwayat Penyakit Sekarang (RPS)
Pasien datang ke Poli RSUD Salatiga dengan keluhan sesak napas sejak
± 1 hari SMRS, disertai batuk tetapi jarang-jarang, batuk berdahak (-),
sedikit nyeri dada. Keluhan juga disertai adanya mual muntah ± 3x berisi
cairan dan makanan dan minuman yang dikonsumsi, muntah darah (-),
demam (-), pilek (-), BAB hitam atau darah (-), BAK dan BAB tidak ada
keluhan. Pasien dari poli menuju IGD RSUD salatiga untuk di rawat
inapkan.
3. Riwayat Penyakit Dahulu (RPD)
Pasien ± 1 bulan yang lalu pernah di rawat disalah satu RSPAW dengan
keluhan serupa sebelumnya pasien sudah 3 kali dilakukan penyedotan
cairan dan pasien terdiagnosis efusi pleura. Riwayat darah tinggi, asma,
kencing manis, penyakit jantung, dan asam urat disangkal.
4. Riwayat Penyakit Keluarga
Keluarga pasien tidak ada yang mengalami keluhan serupa. Penyakit
darah tinggi, kencing manis, asam urat, asma, penyakit jantung dan
penyakit ginjal dikeluarga disangkal.

5. Riwayat Sosial Ekonomi

1
Pasien memiliki asuransi BPJS kelas III. Sehari-hari pasien bekerja
sebagai petani. Pasien jarang berolahraga. Makan sehari 2-3x. Merokok
(+), minum alkohol (-). Alergi obat (-).
C. PEMERIKSAAN FISIK
Kesan Umum Cukup baik
Kesadaran Compos mentis (GCS E4V5M6)
Tekanan Darah : 140/90 mmHg
Vital Signs / Nadi : 72 x/menit reguler, tekanan dan isi cukup
Respirasi :22 x/menit tidak ada nafas kusmaul, tidak ada
Tanda-Tanda
nafas cynec stokes
Vital SpO2 :96%
Suhu : 37 0C
Kepala dan
Leher
Inspeksi Conjungtiva anemis (-/-), Sklera Ikterik (-/-), deviasi
trakea (-) leher membengkak (-).
Palpasi Pembesaran Limfonodi (-), deviasi trakea (-), JVP tidak
meningkat (5+2) perabaan leher lunak.
Thorax ( pulmo )
Inspeksi Bentuk dada datar dan simetris, tidak terdapat jejas dan
kelainan bentuk, tidak ada spider nervi, tidak ada atrofi
otot dada, ginekomasti (-)
Palpasi Tidak ada ketertinggalan gerak dan vokal fremitus dada
kanan menurun sedangkan dada kiri normal.
Perkusi Sonor pada lapang paru kiri, sedangkan lapang paru
kanan redup pada bagian lateral dan basal.
Auskultasi Suara Dasar Vesikuler (SDV) : +/+ menurun
Suara ronkhi: +/+
Suara whezzing :+/-

Thorax ( Cor )
Inspeksi Pulsasi tidak terlihat
Palpasi Teraba ictus cordis di SIC V linea midclavicularis
sinistra
Perkusi Jantung tidak membesar, batas paru-jantung:
Batas kanan atas : SIC II linea parasternalis dextra
Batas kiri atas : SIC II linea parasternalis sinistra
Batas kanan bawah : SIC IV linea parasternalis dextra
Batas kiri bawah : SIC V linea midclavicularis sinistra
Auskultasi Suara S1 dan S2 terdengar regular dan tidak ada bising
ataupun suara tambahan jantung

2
Abdomen
Inspeksi Bentuk datar (+), spider nevi (-), striae (-), jejas (-)
Auskultasi Peristaltik usus (+) 10x/menit
Palpasi Perut teraba supel. Nyeri tekan (-), undulasi (-), hepar
teraba 2 cm dibawah arcus costae dan lien tidak teraba
Perkusi Perut bagian lateral redup dan perut bagian medial
timpani. Shifting dullness (-),
Ekstremitas
Inspeksi Edema (-/-)
Palpasi Pitting edema (-/-), akral hangat pada semua extermitas,
sianosis (-) capillary refill 2 detik

3
D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (10-08-2019)
Pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
Hematologi
Leukosit 9.30 4,5 – 11 ribu/ul
Eritrosit 4.97 4,5 – 6,5 juta/ul
Hemoglobin 14.2 13 – 18 gr/dL
Hematokrit 42.6 40 – 54 vol%
MCV 85.8 85 – 100 Fl
MCH 28.6 28 – 31 Pg
MCHC 33.3 30 – 35 gr/dL
Trombosit 370 150 – 450 ribu/ul

Hitung Jenis
Eosinophil 0.9 1–6 %
Basophil 0.7 0–1 %
Limfosit 28.3 20 – 45 %
Monosit 6.0 2–8 %
Neutrofil 64.1 40 – 75 %
KIMIA
Glukosa darah sewaktu 88 <140
Ureum 37 10-50 mg/dl
Creatinin 0.8 1-1.3
SGOT 21 <37, <31 U/I
SGPT 38 <42, < 32
Albumin 3.1 3.5-4.2 g/dl

2. Hasil Pemeriksaan Radiologi (10-08-2019)


a. Rontgen thorax (PA)

4
Gambar 1. Rontgen
- Tampak opasitas homogenmasif di hemithorax dextra
- Tampak infiltrate suprahiler sinistra
- Tak tampak pelebaran plural space bilateral
- Tak tampak pembesaran limfonodi hilus sinistra
- Diafgrama bilateral licin dan tak mendatar
- Cor, CTR tak valid dinilai, batas kanan tertutup opasitas. Tampak
kalsifikasi arcus aorta
- Sistema tulang yang tervisualisasi intak
Kesan :
Efusi Pleura dextra Masif
- Tampak infiltrate suprahiler sinistra dengan pembesaran
limfonodi hilus sinistra mengarah TB pulmo.
- Besar Cor tak valid di nilai dengan aortosclerosis
E. ASSESMENT
Efusi pleura dextra
G. PENATALAKSANAAN
1. IGD dari poli
- Infus RL
- Neurobion
- Aminofluid

2. Bangsal pada tanggal 10 Agustus 2019


- O2 5 lpm
- Infus RL 10 tpm
- Neurobion 1Amp/24 jam
- Aminofluid 1 flash/24 jam
- Foto thorax AP , Periksa darah rutin , SGOT, SGPT, GDS, Albumin.
Persiapkan untuk thoracosintesis
- Abocat no 14
- Tranfusi set 1
- Urin bag 1
- Pehacain 1 amp 1

5
- Three way stop cok wit 1
- Spuit 3cc 2
- Spuit 5cc 1
- Handscoon 7,5 1
- i.v kateter no 16
3. Bangsal pada tanggal 11 Agustus 2019
- O2 5 lpm
- Infus RL 10 tpm
- Neurobion 1 Amp/24 jam
- Aminofluid 1 flash/24 jam
- Rencana pungsi tanggal 12/8/19
4. Bangsal pada tanggal 12 Agustus 2019
- O2 5 lpm
- Infus RL 10 tpm
- Neurobion 1 Amp/ 24 jam
- Aminofluid 1 flash/24 jam
- Telah dilakukan pungsi efusi pleura didapatkan 1.300cc

6
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. DEFINISI
Efusi pleura adalah penimbunan cairan berlebihan dalam rongga
pleura. Disebabkan oleh peningkatan terbentuknya cairan pleura dalam
interstisial paru, pleura parietalis, atau rongga peritoneum atau karena
penurunan pembuangan cairan pleura oleh limfatik pleura parietalis (Light,
2014).
Di Amerika Serikat, 1,5 juta kasus efusi pleura terjadi tiap
tahunnya.14 Sementara pada populasi umum secara internasional,
diperkirakan tiap 1 juta orang, 3000 orang terdiagnosa efusi pleura.
Di Indonesia, belum ada data nasional yang menggambarkan
prevalensi efusi pleura. Namun, beberapa studi telah dilakukan oleh beberapa
rumah sakit. Hasil catatan medis di RS Dokter Kariadi Semarang jumlah
prevalensi penderita efusi pleura untuk wanita 66,7.% dan laki-laki 33,3%.
Studi lain di RSUP H. Adam Malik Medan pada tahun 2011 dengan 136
kasus menunjukan prevalensi wanita 34,6% dan laki-laki 65,4%.
B. KLASIFIKASI
1. Efusi pleura transudat
Dalam keadaan normal cairan pleura yang berjumlah sedikit
adalah cairan transudat. Transudat terjadi apabila hubungan normal antara
tekanan kapiler hidrostatik dan koloid osmotik menjadi terganggu
sehingga terbentuk transudat. Contoh : 1) gagal jantung kiri; 2) sindrom
nefrotik; 3) obstruksi vena cava superior; 4) ascites pada sirosis hepatis
(Halim, 2014).
2. Efusi pleura eksudat
Eksudat merupakan cairan yang terbentuk melalui membran
kapiler yang permiabelnya abnormal dan berisi protein berkonsentrasi
tinggi. Terjadi perubahan permiabel membran karena proses: 1)
peradangan pada pleura; 2) infark paru; 3) neoplasma (Halim, 2014).

Biokimia Transudat Eksudat


Kadar protein dalam efusi <3 >3
Kadar protein dalam serum < 0,5 > 0,5
Kadar LDH dalam efusi < 200 > 200
Kadar LDH dalam serum < 0,6 > 0,6
Berat jenis cairan efusi < 1,016 > 1,016

7
Rivalta Negative Positif
Tabel 2.1. Perbandingan Cairan Transudat dan Eksudat (Halim, 2014)
C. ETIOLOGI
Etiologi secra umum
a. Neoplasma seperti bronkogenik dan metastatic
b. Kardiovaskular seperti CHF, embolus pulmo, dan pericarditis
c. Penyakit pada abdomen seperti pankreatitis, asites, abses, sindroma
meigs
d. Infeks yang disebabkan oleh bakteri, virus, jamur, mikrobakterial dan
parasite
e. Trauma
f. Lain-lain seperti SL, rheumatoid arthritis, sindroma nefrotik dan
anemia.
Faktor resiko
- Usia
- Hipertensi
- Merokok
- Alkohol
- Terkena paparan debu
D. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Light (2014) efek yang ditimbulkan oleh akumulasi cairan di
rongga pleura bergantung pada jumlah dan penyebabnya. Efusi dalam jumlah
yang kecil sering tidak bergejala. Bahkan efusi dengan jumlah yang besar
namun proses akumulasinya berlangsung perlahan hanya menimbulkan
sedikit atau bahkan tidak menimbulkan gangguan sama sekali. Jika efusi
terjadi sebagai akibat penyakit inflamasi, maka gejala yang muncul berupa
gejala pleuritis pada saat awal proses dan gejala dapat menghilang jika telah
terjadi akumulasi cairan. Gejala yang biasanya muncul pada efusi pleura yang
jumlahnya cukup besar yakni :
1. Gejala penyakit yang mendasari: CKD, CHF, TB
2. Sesak napas
3. Rasa penuh di dada
4. Nyeri dada (nyeri pleuritik)
5. Batuk kering
6. Peningkatan suhu tubuh jika ada infeksi
(Light, 2014; Ward et al., 2007).
E. PATOGENESIS PATOFISIOLOGI
Proses penumpukan cairan dalam rongga pleura dapat disebabkan oleh
peradangan. Bila proses radang oleh kuman piogenik akan terbentuk
pus/nanah, sehingga empiema/piotoraks. Bila proses ini mengenai pembuluh
darah sekitar pleura dapat menyebabkan hemothoraks. Proses terjadinya
pneumothoraks karena pecahnya alveoli dekat parietalis sehingga udara akan

8
masuk ke dalam rongga pleura. Proses ini sering disebabkan oleh trauma dada
atau alveoli pada daerah tersebut yang kurang elastik lagi seperti pada pasien
emfisema paru (Halim, 2014).
Efusi cairan dapat berbentuk transudat, terjadinya karena penyakit lain
bukan primer paru seperti gagal jantung kongestif, sirosis hati, sindrom
nefrotik, dialisis peritoneum. Hipoalbuminemia oleh berbagai keadaan.
Perikarditis konstriktiva, keganasan, atelektasis paru dan pneumothoraks
(Halim, 2014).
Efusi eksudat terjadi bila ada proses peradangan yang menyebabkan
permeabilitas kapiler pembuluh darah pleura meningkat sehingga sel
mesotelial berubah menjadi bulat atau kuboidal dan terjadi pengeluaran cairan
ke dalam rongga pleura. Penyebab pleuritis eksudativa yang paling sering
adalah karena mikobakterium tuberculosis dan dikenal sebagai pleuritis
eksudativa tuberkulosa (Halim, 2014).

9
Gambar 2.1. Patofisiologi Efusi Pleura
F. PENEGAKAN DIAGNOSIS
1. Anamnesis
- Gejala penyakit yang mendasari
- Sesak napas
- Rasa penuh di dada
- Nyeri dada (nyeri pleuritik)
- Batuk kering
(Light, 2014; Ward et al., 2007).

2. Pemeriksaan fisik
 Pemeriksaan fisik thorax
- Inspeksi: ketertinggalan gerak dan tampak lebih cembung
- Palpasi : vokal fremitus menurun
- Perkusi: redup dan batas jantung bergeser

10
- Auskultasi: SDV menurun/ negatif, ronkhi (+)
(Firdaus, 2012).
3. Pemeriksaan penunjang
a. Foto thorax (X ray)
Pada foto dada posterior anterior (PA) permukaan cairan yang
terdapat dalam rongga pleura akan membentuk bayangan seperti
kurva radio opaque, dengan permukaan daerah lateral lebih tinggi
dari pada bagian medial, tampak sudut kostrofrenikus menumpul.
Pada pemeriksaan foto dada posisi lateral dekubitus, cairan bebas
akan mengikuti posisi gravitasi (Halim, 2014).

Gambar 2.2. Foto Thorax Efusi Pleura


b. Torakosentesis
Aspirasi cairan pleura (torakosentesis) sebagai sarana diagnostik
maupun terapeutik. Pelaksanaannya sebaiknya dengan posisi duduk.
Aspirasi dilakukan pada bagian bawah paru sela iga V garis aksilaris
posterior dengan jarum abbocath nomor 14 atau 16. Pengeluaran
cairan pleura sebaiknya tidak melebihi 1000-1500 cc pada setiap
aspirasi. Untuk diagnosis cairan pleura dilakukan pemeriksaan:
1. Warna cairan.
Cairan pleura bewarna agak kekuning-kuningan (serous-
santrokom).
2. Biokimia.
Terbagi atas efusi pleura transudat dan eksudat.
3. Sitologi.

11
Digunakan untuk diagnostik penyakit pleura, terutama bila
ditemukan sel-sel patologis atau dominasi sel-sel tertentu.
- Sel neutrofil: pada infeksi akut
- Sel limfosit: pada infeksi kronik (pleuritis tuberkulosa
atau limfoma maligna).
- Sel mesotel: bila meningkat pada infark paru
- Sel mesotel maligna: pada mesotelioma
- Sel giant: pada arthritis rheumatoid
- Sel L.E: pada lupus eritematous sistemik
- Sel maligna: pada paru/metastase.
c. Bakteriologi.
Cairan pleura umumnya steril, bila cairan purulen dapat
mengandung mikroorganisme berupa kuman aerob atau anaerob.
Paling sering pneumokokus, E.coli, klebsiela, pseudomonas,
enterobacter.
d. Biopsi Pleura.
Dapat menunjukkan 50%-75% diagnosis kasus pleuritis
tuberkulosis dan tumor pleura. Komplikasi biopsi adalah
pneumotoraks, hemotoraks, penyebaran infeksi atau tumor pada
dinding dada
(Halim, 2014).

Gambar 2.3. Pendekatan Diagnosis Efusi Pleura (Porcel et al., 2016)


G. DIAGNOSIS BANDING

12
1. Atelektasis
2. Pneumothorax
3. Tumor paru
(Slamet, 2002).
H. PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana penyakit yang mendasari
2. Torakosentesis
Pungsi pleura (torakosintesis) merupakan tindakan invasif dengan
menginsersi jarum melalui dinding toraks untuk mengeluarkan cairan
dari rongga pleura. Indikasi torakosintesis pada kasus efusi pleura
meliputi indikasi diagnostik dan terapeutik: berikut (Ahmad, 2009;
Hanley & Welsh, 2003).
a. Diagnostik
Saat melakukan torakosentesis, sampel cairan pleura dapat
diambil dan diperiksakan untuk menentukan penyebab efusi. Untuk
pemeriksaan laboratorium dibutuhkan 50 – 100 ml. Sebagian besar
efusi pleura yang masih baru terukur lebih dari 10 mm pada foto
toraks posisi lateral dekubitus, CT scan toraks, atau USG toraks.
b. Terapeutik
Tujuan lain dilakukan torakosentesis adalah untuk
mengurangi gejala yang ditimbulkan misalnya meringankan sesak
napas yang diakibatkan jumlah cairan yang besar dan membutuhkan
evakuasi segera.k untuk mengurangi tekanan mekanik terhadap paru.
 Kontraindikasi:
- Trombositopenia <20.000 /mm3.
- Gangguan koagulasi : PT-APTT memanjang > 1,5. Dalam
terapi anti koagulan.
- Batuk atau cegukan yang tidak terkontrol.
 Pengawasan paska tindakan:
- Dilakukan foto toraks kontrol segera untuk melihat
keberhasilan pungsi yang telah dilakukan.
- Amati komplikasi yang mungkin terjadi.
3. Chest tube (pemasangan selang dada)
Pemasangan selang dada dapat dilakukan pada pasien dengan efusi
pleura ataupun pneumotoraks dengan ukuran moderat sampai large,
pasien dengan riwayat aspirasi cairan pleura berulang, efusi pleura yang
berulang, pada pasien yang dilakukan bedah toraks, pasien dengan

13
pneumotoraks yang berhubungan dengan trauma, hemotoraks, kilotoraks,
empiema, atau pada keadaan lain misalnya untuk pencegahan setelah
tindakan pembedahan untuk evakuasi darah dan mencegah tamponade
jantung (Halim, 2014).
4. Pleurodesis
Pleurodesis adalah tindakan untuk menutup rongga pleura dimana
melekatkan pleura visceralis dan parietalis, sehingga akan mencegah
penumpukan cairan pluera kembali. Hal ini dipertimbangkan untuk efusi
pleura yang rekuren seperti pada efusi karena keganasan. Pipa selang
dimasukan di ruang sela iga dan cairan efusi dialrikan perlahan. Setelah
tidak ada lagi cairan yang keluar, masukan tetrasiklin 500 mg
(oksitetrasiklin) yang dilarutkan dalam 20 cc NaCl, kemudian dimasukan
de cavum pleura, dan dimasukan kembali 20 cc NaCl. Kunci selang
selama 6 jam dan selama itu pasien diubah-ubah posisinya, agar
tetrasiklin dapat terdistribusi ke saluran cavum pleura. Langkah
selanjutnya, cairan dalam cavum pleura kembali dikeluarkan, kemudian
selang dicabut (Halim, 2014).
I. KOMPLIKASI
a. Kollaps paru : hal ini terjadi jika paru-paru dikelilingi kumpulan
cairan dalam waktu yang lama.
b. Empyema : bila cairan pleura terinfeksi menjadi abses, yang akan
membutuhkan drainase yang lama.
c. Pneumothoraks, hematothoraks, dan infeksi : dapat merupakan
komplikasi dari torakosentesis
d. Gagal nafas
(Price & Lorraine, 2012).
J. PROGNOSIS
Prognosis efusi pleura bervariasi dan bergantung dari etiologi yang
mendasarinya, derajat keparahan saat pasien masuk, serta analisa biokimia
cairan pleura. Namun demikian, pasien yang lebih dini memiliki
kemungkinan lebih rendah untuk terjadinya komplikasi. Pasien pneumonia
yang disertai dengan efusi memiliki prognosa yang lebih buruk dibanding
pasien dengan pneumonia saja. Namun begitupun, jika efusi parapneumonia
ditangani secara cepat dan tepat, biasanya akan sembuh tanpa sekuele yang

14
signifikan. Namun jika tidak ditangani dengan tepat, dapat berlanjut menjadi
empiema, fibrosis konstriktiva hingga sepsis (Light, 2014).
Efusi pleura maligna merupakan pertanda prognosis yang sangat
buruk, dengan median harapan hidup 4 bulan dan rerata harapan hidup 1
tahun. Pada pria hal ini paling sering disebabkan oleh keganasan paru,
sedangkan pada wanita lebih sering karena keganasan pada payudara. Median
angka harapan hidup adalah 3-12 bulan bergantung dari jenis keganasannya.
Efusi yang lebih respon terhadap kemoterapi seperti limfoma dan kanker
payudara memiliki harapan hidup yang lebih baik dibandingkan kanker paru
dan mesotelioma. Analisa sel dan analisa biokimia cairan pleura juga dapat
menentukan prognosa. Misalnya cairan pleura dengan pH yang lebih rendah
biasanya berkaitan dengan massa keadaan tumor yang lebih berat dan
prognosa yang lebih buruk (Light, 2014).

15
BAB III
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

1. PEMBAHASAN
Pasien datang ke Poli RSUD Salatiga dengan keluhan sesak napas sejak
± 1 hari SMRS, disertai batuk tetapi jarang-jarang, batuk berdahak (-), Keluhan
juga disertai adanya mual muntah ± 3x berisi cairan dan makanan dan
minuman yang dikonsumsi, muntah darah (-), demam (-), pilek (-), BAB hitam
atau darah (-), BAK dan BAB tidak ada keluhan. Pasien dari poli menuju IGD
RSUD salatiga untuk di rawat inapkan.
Pemeriksaan fisik didapatkan pemeriksaan pulmo didapatkan vokal
fremitus dada kanan menurun dan perkusi dada kanan redup dikarenakan masih
terdapat cairan di cavum pleura dextra. Suara ronki (+/+), wheeze (+/-). Perut
pasien datar perabaan supel. Pemeriksaan penunjang laboratorium didapatkan
hasil normal. Hasil pemeriksaan rontgen thorax efusi pelura dextra.
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan
penunjang pasien didiagnosis efusi pleura dextra. Penatalaksanaan pada kasus
ini adalah 1) mengobati penyakit dasar 2) menghilangkan cairan abnormal di
cavum pleura, dengan cara toracosintesis; 3) mencegah terbentuknya kembali
cairan abnormal tersebut.
2. KESIMPULAN
a. Efusi pleura adalah akumulasi cairan yang berlebihan pada rongga pleura,
dapat berupa cairan transudat ataupun eksudat.
b. Etiologi efusi pleura yaitu 1) pleuritis; 2) kelainan intra abdomen; 3)
penyakit kolagen; 4) gangguan sirkulasi; 5) neoplasma; 6) lain-lain

16
c. Penegakan diagnosis efusi pleura berupa anamnesis, pemeriksaan fisik
terutama pemeriksaan fisik thorax, dan pemeriksaan yaitu 1) foto thorax;
2) torakosentesis; 3) biopsi pleura.
d. Prinsip penatalaksanaan efusi pleura berupa 1) mengobati penyakit dasar;
2) menghilangkan cairan abnormal di cavum pleura; 3) mencegah
terbentuknya kembali cairan abnormal tersebut.

DAFTAR PUSTAKA

Ahmad, Z., Krishnadas, R. & Froeschle, P. (2009). Pleural Effusion: Diagnosis


And Management. J Perioper Pract, 19, 242-7.

Firdaus, D. (2012). Efusi Pleura. RSUD Dr.H.Abdul Moeloek. Bandar Lampung.

Halim, H. (2014). Efusi Pleura. Dalam: Setiati, S., Alwi, I., Sudoyo, A.W.,
Simadibrata, M., Setiyohadi, B., & Syam, A.F. (2014). Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Edisi 6. (pp. 1633-1640). Jakarta: Interna
Publishing.

Hanley, M. E. & Welsh, C. H. (2003). Current diagnosis & treatment in


pulmonary medicine. [New York]: McGraw-Hill Companies.
Light, R.W. (2014). Kelainan pada pleura, mediastinum danm diafragma. In:
Isselbacher, K.J.,Braunwald, E., Wilson, J.D., Martin, J.B., Fauci, A.S., &
Kasper, D.L. (Eds.). Harrison Prinsip-Prinsip Ilmu Penyakit Dalam.
Volume3. Edisi 13. (pp.1385-1390). Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran
EGC.
Porcel, J.M., Azzopardi, M., Koegeelenberg, C.F., Maldonado, F., Rahman, N.M.
& Lee, Y.C.G. (2015). The diagnosis of pleural effusions. Expert. Rev.
Respir. Med., 1(2), 1-15.

Price, Sylvia A & Lorraine. (2012). Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses
Penyakit. Edisi 6 Volume 2. Jakarta: EGC

Slamet H. (2002). Efusi Pleura. Dalam : Alsagaff H, Abdul Mukty H, Dasar-


Dasar Ilmu Penyakit Paru. Surabaya: Airlangga University Press.

17

Anda mungkin juga menyukai