Anda di halaman 1dari 28

PERAN AGAMA SEBAGAI ALAT UTAMA UNTUK MERAIH

KEBAHAGIAAN DUNIA DAN AKHIRAT

Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Agama Islam

Dosen Pengampu :

Dr. Afiful Ikhwan, M.Pd.I

Oleh :

Widi Rohayati (18321947)

Ria Anggelia Putri (18321954)

Zulva Amaliya (18321964)

Pendidikan Matematika – SMT 1

PROGRAM SARJANA PENDIDIKAN MATEMATIKA

UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PONOROGO

Oktober 2018
Kata Pengantar

Syukur Alhamdulillah kami ucapkan kehadirat Allah SWT yang telah


memberikan taufik dan hidayah kepada hamba yang dicintai-Nya dan juga
shalawat serta salam disanjungkan kepada Nabi besar Muhammad SAW. yang
telah mengantarkan manusia dari kegelapan jaman jahiliyah kepada cahaya iman
dan ilmu pengetahuan serta akhlak mulia. Berkat limpahan dan rahmat-Nya kami
mampu menyelesaikan tugas makalah ini guna memenuhi tugas makalah Agama
Islam.
Kemudian dari pada itu, kami sadar bahwa dalam penyusunan tugas makalah
ini, kami mendapat arahan serta informasi yang membantu dalam menyelesaikan
tugas makalah ini. Mengingat hal itu dengan segala hormat kami sampaikan rasa
terima kasih yang sedalam-dalamnya kepada :
1. Rektor Universitas Muhammadiyah Ponorogo (Umpo) Dr. H. Sulton,
M.Si.
2. Dosen pengampu mata kuliah Agama Islam Dr. Afiful Ikhwan, M.Pd.I
3. Seluruh pihak yang ikut berpartisipsi dalam penyusunan makalah ini.
Atas bimbingan, petunjuk dan dorongan tersebut kami hanya dapat berdoa dan
memohon kepada Allah SWT semoga amal dan jerih payah mereka menjadi amal
sholeh di sisi Allah SWT. Aamiin.
Akhirnya kami tetap berharap semoga tugas makalah ini dapat memberikan
wawasan yang lebih luas khususnya para mahasiswa Universitas Muhammadiyah
Ponorogo. Aamiin.

Ponorogo, 4 Oktober 2018

Penyusun

ii
DAFTAR ISI

Halaman Judul .................................................................................................... i

Kata Pengantar .................................................................................................. ii

DAFTAR ISI ..................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN ................................................................................... 1

A. Latar Belakang Masalah ............................................................................ 1

B. Rumusan Masalah ..................................................................................... 3

C. Tujuan Masalah ......................................................................................... 3

BAB II PEMBAHASAN .................................................................................... 4

A. Kebahagiaan Hakiki .................................................................................. 4

1. Kebahagiaan dunia ................................................................................. 6

2. Kebahagiaan akhirat .............................................................................. 7

B. Urgensi Agama dalam Meraih Kebahagiaan ............................................ 11

1. Makna Kebahagiaan Berdasarkan Kondisi Masa Kini .......................... 11

2. Agama Dapat Membahagikan Manusia ? ............................................. 14

C. Konsep tauhid dalam islam dan implementasinya dalam kehidupan......... 17

1. Pengertian Tauhid ................................................................................ 17

2. Pembagian Tauhid ............................................................................... 18

3. Hakekat dan Inti Tauhid ....................................................................... 20

4. Implementasi Tauhid dalam Kehidupan ............................................... 21

5. Pengaruh Tauhid dalam Kehidupan Seorang Muslim ........................... 22

BAB III PENUTUP .......................................................................................... 23

Kesimpulan .................................................................................................... 23

DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................... 25

iii
1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah

Manusia ialah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, baik secara fisik
maupun psikis. Makhluk yang diciptakan dengan akal, emosi, nafsu dan
sebagainya. Dengan segala kelebihan yang telah diberikan itulah, manusia
dituntut untuk menciptakan kehidupan yang seimbang dan selaras di dunia ini.
Manusia ialah makhluk sosial yang butuh dan perlu untuk berinteraksi satu
dengan lainnya dalam rangka meraih tujuannya.
Tujuan setiap manusia tentulah berbeda. Apabila tujuan dalam hidupnya
untuk mengumpulkan harta, jabatan tinggi, kekuasaan dan kenikmatan lainnya di
dunia ini, maka kesuksesan dalam meraih hal-hal tersebut adalah kebahagiaannya.
Sedangkan apabila tujuan dalam hidup ini untuk bertaqwa, beriman, beramal
sholeh, dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa agar dapat
memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak, maka yang seperti itu juga merupakan
sumber kebahagiaannya.
Aristoteles berpendapat bahwa, bahagia bukanlah suatu perolehan untuk
manusia, tetapi corak bahagia itu berlain-lain dan berbagai ragam menurut
perlainan corak dan ragam orang yang mencarinya. Kadang-kadang sesuatu yang
dipandang bahagia oleh seseorang, tidak oleh orang lain. Sebab itu menurut
undang-undang Aristoteles, bahagia itu ialah suatu kesenangan yang dicapai oleh
setiap orang menurut kehendak masing-masing. 1
Dalam agama Islam sendiri telah diajarkan bagaimana berkasih sayang
adalah suatu akhlak yang mulia. Oleh karena itu saling berbagi kasih sayang
terhadap sesama juga merupakan kebahagiaan, terlebih kasih sayang kepada Allah
SWT karena kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya lebih besar daripada kasih
seorang ibu pada anaknya.
Dalam Al-qur’an telah ditunjukkan berbagai ayat yang memberi informasi
bahwa dunia ini hakikatnya adalah kebahagiaan yang semu dan bersifat

1
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia Itu Dekat Dengan Kita Ada Dalam Diri Kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018. Hlm. 19.
2

sementara. Kebahagiaan di dunia ini silih berganti antara suka, duka atau perasaan
biasa saja. Firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 96,

َ َ‫ٱَّللِ َباقۡۡ َولَنَجۡ ِز َي هن ٱلهذِين‬


ْ‫ص َب ُروۡا‬ ‫َما ِعندَ ُكمۡ َينفَدُ َو َما ِعندَ ه‬
2
َ ۡ‫أَجۡ َرهُم ِبأَح‬
٩٦ َ‫س ِن َما َكانُواْ َيعۡ َملُون‬
“ Apa yang ada di sisimu akan lenyap, dan apa yang ada di sisi Allah adalah
kekal. Dan sesungguhnya Kami akan memberi balasan kepada orang-orang yang
sabar dengan pahala yang lebih baik dari apa yang telah mereka kerjakan.”

Berdasarkan surah tersebut kita ketahui bahwa kebahagiaan atau apapun yang ada
di dunia ini tidaklah kekal, kebahagiaan yang kekal adalah bagi mereka yang
mengusahakan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Tentunya dalam meraih tujuan
kita untuk mencari kebahagiaan akhirat bukanlah hal mudah. Semua perlu
keteguhan dan keimanan yang tinggi.

Seseorang yang beriman tentunya memiliki sikap tauhid yang kuat. Apa
sih tauhid itu? Dalam kamus besar bahasa indonesia kata tauhid merupakan kata
benda yang berarti keesaan Allah, kuat percaya bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa arab, masdar dari wahhada yuwahhidu,
tauhidan. Secara etimologi, tauhid berarti keesaan. Adapun yang dimaksud
dengan tauhid adalah mengesakan tuhan yang satu yaitu Allah swt. Adapun
macam-macam tauhid yaitu tauhid rububiyah, tauhid ululhiyah dan tauhid sifat
dan nama-Nya.

2
Al-Qur’an surah An-Nahl/16:96.
3

B. Rumusan Masalah

1. Bagaimana definisi kebahagiaan dunia akhirat itu?


2. Bagaimana urgensi agama dalam meraih kebahagiaan?
3. Apa itu tauhid ?
4. Bagaimana hakekat dan inti tauhid?

C. Tujuan Masalah

1. Diharapkan dapat memahami definisi kebahagiaan dunia akhirat.


2. Mengetahui dan memahami urgensi agama dalam meraih kebahagiaan.
3. Memahami konsep tauhid dan implementasi dalam beragama.
4

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kebahagiaan Hakiki

Menurut Imam Al-Ghazali, “ Kesempurnaan bahagia itu bergantung


kepada tiga kekuatan: a) kekuatan marah, b) kekuatan syahwat, c) kakuatan
ilmu.”3
Menurut pendapat filosof islam Al- Ghazali bahwa ada 5 tingkatan
kebahagiaan, bagian pertama bahagia akhirat. Itulah bahagia yang baka dan
tidak ada fananya. Disanalah suka cita dan tidak ada duka cita padanya. Bagian
kedua keutamaan akal budi. Keutamaan ini terbagi menjadi 4 bagian;
1)sempurna akal ialah dengan ilmu, 2) sempurnanya ‘iffah (dapat menjaga
kehormatan diri), 3) syaja’ah yakni berani karena benar takut karena salah, 4) al-
‘adl atau keadilan. Ketiga keutamaan pada tubuh. 4 keutamaan tubuh yaitu,
sehat, kuat, elok, dan umur panjang. Keempat keutamaan dari luar badan,
yaitu kaya akan harta benda, kaya dengan famili, anak istri, kaum kerabat, lalu
terpandang dan terhormat, mulia turunan. Kelima keutamaan yang datang
lantaran taufik dan pimpinan Allah. Mengandung 4 perkara, hidayah Allah
(petunjuk), irsyad(pimpinan), tasdid Allah (sokongan), ta’jid Allah (bantuan).4
Dengan begitu terdapat lima tingkatan dan keutamaan yang harus
ditempuh untuk memperoleh kebagahiaan, yaitu mencapai bahagia akhirat dengan
membahagiaan budi, tubuh luar, jasad, dan pimpinan, yang saling terkait dan tidak
dapat terpisahkan. Kebahagiaan tidak terletak pada apa yang kita inginkan, tetapi
terletak pada manfaat yang bisa kita dapatkan dari kebahagiaan tersebut.
Mengikuti petunjuk Allah, itulah jalan kebahagiaan. Kebahagiaan merupakan
kondisi dimana jiwa terdapat perasaan tenang, damai, ridha terhadap diri sendiri,
dan puas terhadap ketetapan Allah. Dan juga kebahagiaan merupakan keimanan
kepada Allah dan penguasaan terhadap makna dari ibadah serta memahaminya

3
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia Itu Dekat Dengan Kita Ada Dalam Diri Kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018. Hlm.16.
4
Ibid., hlm 41.
5

dengan pemahaman yang sempurna dan menerapkannya dalam kehidupan


seluruhnya baik yang berkenaan dengan perkara umum ataupun khusus.
Kebahagiaan adalah hasil dari perbuatan di dunia yang langsung
dirasakan. Tetapi ada juga kebahagiaan yang dinikmati di akhirat, yaitu di dalam
surga yang kenikmatannya tidak pernah terputus. Adapula manusia yang sukses
atau bahagia di dunia, namun celaka atau menderita di akhirat dan mendapatkan
tempat di neraka. Hal ini seperti yang dijelaskan oleh firman Allah Surat
Hud/11:105-108,

ۡ‫س ِعيد‬ َ ۡ‫س ِإ هَل ِبإِذۡنِ ِهۦۚ َف ِمنۡهُم‬


َ ‫ش ِقيۡ َو‬ ٌ ۡ‫ت ََل تَ َكله ُم نَف‬ ِ ۡ‫َيوۡ َم َيأ‬
َ‫ َٰ َخ ِلدِين‬١٠٦ ‫يق‬ َ ‫ار لَ ُهمۡ ِفي َها زَ ِفيرۡ َو‬
ٌ ‫ش ِه‬ َ َ‫ فَأ َ هما ٱلهذِين‬١٠٥
ِ ‫شقُواْ فَ ِفي ٱلنه‬
ۡ‫ض إِ هَل َما شَاۡ َء َرب َُّك ۚۡ إِ هن َرب َهك فَعهال‬ ُ ۡ‫س َٰ َم َٰ َوتُ َوٱلۡأَر‬
‫ت ٱل ه‬
ِ ‫فِي َها َما دَا َم‬
ِ ‫س ِعدُواْ فَ ِفي ٱلۡ َجنه ِة َٰ َخ ِلدِينَ فِي َها َما دَا َم‬
‫ت‬ ُ َ‫ ۞ َوأَ هما ٱلهذِين‬١٠٧ ُ‫ِل َما يُ ِريد‬
ۡ‫طاۡ ًء غَيۡ َر َمجۡذُوذ‬ َ ‫ض ِإ هَل َما شَاۡ َء َرب َُّكۡ َع‬ ُ ۡ‫س َٰ َم َٰ َوتُ َوٱلۡأَر‬ ‫ٱل ه‬
5
١٠٨
“Di kala datang hari itu, tidak ada seorangun yang berbicara, melainkan dengan
izin-Nya; Maka di antara mereka ada yang celaka dan ada yang berbahagia
(105). Adapun orang-orang yang celaka, Maka (tempatnya) di dalam neraka, di
dalamnya mereka mengeluarkan dan menarik nafas (dengan merintih) (106).
Mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan bumi, kecuali jika Tuhanmu
menghendaki (yang lain). Sesungguhnya Tuhanmu Maha Pelaksana terhadap apa
yang Dia kehendaki (107). Adapun orang-orang yang berbahagia, Maka
tempatnya di dalam syurga, mereka kekal di dalamnya selama ada langit dan
bumi, kecuali jika Tuhanmu menghendaki (yang lain); sebagai karunia yang tiada
putus-putusnya (108).”

Dalam meraih kebahagiaan tersebut baik di dunia maupun di akhirat ‘Aidh Al-
Qarni di dalam bukunya La Tahzan menuliskan bahwa ada 6 sumber kebahagiaan
diantaranya , 1) Amal salih, 2) istri shalihah, 3) rumah yang luas, 4) penghasilan
yang baik, 5) akhlak yang baik dan penuh kasih sayang kepada sesama, 6)
terhindar dari impitan hutang dan sifat boros.6

5
Al-Qur’an surah Hud/11:105-108
6
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 180.
6

1. Kebahagiaan dunia

Islam telah menetapkan beberapa hukum dan kriteria yang mengarahkan


manusia untuk mencapai kebahagiaan hidupnya di dunia. Hanya saja Islam
menekankan bahwa kehidupan dunia, tidak lain, hanyalah jalan menuju akhirat.
Sedangkan kehidupan yang sebenarnya yang harus dia upayakan adalah
kehidupan akhirat. Allah Ta'ala berfirman dalam Al-Qashash/28:77,

َ‫َصي َب َك ِمن‬ َ ‫هار ٱلۡأۡ ِخ َرةَۡ َو ََل ت‬


ِ ‫َنس ن‬ ‫َوٱبۡت َِغ فِي َماۡ َءات ََٰى َك ه‬
َ ‫ٱَّللُ ٱلد‬
َ‫ساد‬َ َ‫ٱَّللُ ِإلَيۡ َكۡ َو ََل تَبۡغِ ٱلۡف‬
‫سنَ ه‬َ ۡ‫ٱلدُّنۡ َياۡ َوأَحۡ ِسن َك َماۡ أَح‬
7
٧٧ َ‫ٱَّللَ ََل يُ ِحبُّ ٱلۡ ُمفۡ ِسدِين‬
‫ضۡ ِإ هن ه‬ ِ ۡ‫ِفي ٱلۡأَر‬
"Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah kepadamu (kebahagiaan)
negeri akhirat, dan janganlah kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan)
duniawi dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana Allah telah
berbuat baik kepadamu, dan janganlah kamu berbuat kerusakan di bumi.
Sungguh, Allah tidak menyukai orang uang berbuat kerusakan."

Dan dalam firman Allah SWT dalam surah At- Taubah/9:38,

ۡ‫ٱَّللِ ٱثهاقَلۡتُم‬ َ ‫يۡأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُواْ َما لَ ُكمۡ ِإذَا قِي َل لَ ُك ُم ٱن ِف ُرواْ فِي‬
‫س ِبي ِل ه‬ َ َٰ
‫ضيتُم ِبٱلۡ َحيَ َٰوةِ ٱلدُّنۡيَا ِمنَ ٱلۡأۡ ِخ َرةِ ۚۡ فَ َما َم َٰتَ ُع‬ ِ ‫ض ۚۡ أَ َر‬ ِ ۡ‫ِإلَى ٱلۡأَر‬
8
٣٨ ‫ٱلۡ َح َي َٰوةِ ٱلدُّنۡ َيا فِي ٱلۡأۡ ِخ َرةِ ِإ هَل قَ ِلي ٌل‬
"Wahai orang-orang yang beriman ! mengapa apabila dikatakan kepada kamu,
“berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah”, kamu mersa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehdupan di dunia
daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit."

7
Al-Qur’an Surah Al-Qashash/28:77.
8
Ibid., At- Taubah/9:39.
7

2. Kebahagiaan akhirat

Kebahagiaan akhirat merupakan kebahagiaan abadi yang sifatnya kekal,


menjadi balasan atas segala perbuatan, amal ibadah setiap hamba selama hidup di
dunia. Allah berfirman dalam surah An- Nahl/16:30,

َ‫َوقِي َل ِللهذِينَ ٱتهقَوۡاْ َماذَاۡ أَنزَ َل َربُّ ُكمۡ ۚۡ قَالُواْ خَيۡرۡاۡ ِللهذِين‬
ۡۚ ۡ‫ار ٱلۡأۡ ِخ َرةِ خَيۡر‬ َ ‫سنُواْ فِي َٰ َه ِذ ِه ٱلدُّنۡ َيا َح‬
ُ َ‫سنَةۡ ۚۡ َولَد‬ َ ۡ‫أَح‬
9
٣٠ َ‫ار ٱلۡ ُمتهقِين‬ ُ َ‫َولَ ِنعۡ َم د‬
"Dan kemudian dikatakan kepada orang yang bertaqwa, “Apakah yang telah
diturunkan oleh Tuhanmu? “ mereka menjawab, “Kebaikan”. Bagi orang yang
berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya
kampung akhirat adalah lebih baik. Dan sesungguhnya negeri akhirat pasti lebih
baik. Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa."

Islam telah menetapkan tugas manusia sebagai khalifah (pepimpin) di


muka bumi. Bertugas memakmurkan bumi dan merealisasikan kebutuhan manusia
yang ada di sana. Hanya saja dalam pelaksanaannya senantiasa ada kesulitan
sehingga diperlukan usaha yang sungguh-sungguh dan senantiasa bersabar. Hidup
tidak hanya kemudahan sebagaimana yang diinginkan dan diangankan orang.
Bahkan dia selalu berganti dari mudah ke sulit, dari sehat ke sakit, dari miskin ke
kaya, atau sebaliknya. Hal itu akan menuntun manusia untuk selalu bersabar,
berkeinginan kuat, bertawakkal, berani berkorban, dan berakhlak mulia. Semua
ini akan mendatangkan ketenangan, kebahagiaan, dan ridha.
Allah Swt. Berfirman dalam suranh Al-Baqarah/2 : 155-157:

َ‫ف َوٱلۡ ُجوعِ َونَقۡصۡ ِمن‬ ِ ۡ‫َو َلنَبۡلُ َو هن ُكم ِبشَيۡءۡ ِمنَ ٱلۡخَو‬
ۡ‫ ٱلهذِينَ ِإذَا‬١٥٥ َ‫ص ِب ِرين‬ ‫تۡ َو َبش ِِر ٱل َٰ ه‬ ِ ‫ٱلۡأَمۡ َٰ َو ِل َوٱلۡأَنفُ ِس َوٱلث ه َم َٰ َر‬
‫ أ ُ ْو َٰ َلۡئِ َك‬١٥٦ َ‫صيبَةۡ قَالُوۡاْ إِنها ِ هَّللِ َوإِنهاۡ إِلَيۡ ِه َٰ َر ِجعُون‬ ِ ‫صبَتۡهُم ُّم‬ َ َٰ َ‫أ‬
‫صلَ َٰ َوتۡ ِمن هربِ ِهمۡ َو َرحۡ َمةۡۡ َوأ ُ ْو َٰ َلۡئِ َك ُه ُم‬ َ ۡ‫َعلَيۡهِم‬
10
١٥٧ َ‫ٱلۡ ُمهۡتَدُون‬

9
AL-Qur’an Surah An-Nahl/16:30.
10
Ibid., Al-Baqarah/2:155-157.
8

"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (155), (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji`uun" (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.(157)"

Makna kebahagiaan di dunia dan akhirat yang dijelaskan dalam Al-quran


merupakan penjelasan yang memberi makna bahwa bagaimana kesuksesan dapat
menjadi suatu kenikmatan, yakni ketika seseorang memperoleh surga (mendapat
keridhaan Allah) dan ketika kesuksesan itu berasal dari ketenangan jiwa dan
keadilan antara manusia. Mereka yang berbahagia adalah hamba Allah SWT yang
paling banyak timbangan kebaikannya ketika datang hari perhitungan (yaum al-
hisab). Allah berfirman dalam surah Al - A’raf/7:8

‫َوٱلۡ َوزۡ ُن َيوۡ َم ِئ ٍذ ٱلۡ َح ُّق ۚۡ فَ َمن ثَقُلَتۡ َم َٰ َو ِزينُهۥُ فَأ ُ ْو َٰ َلۡ ِئ َك ُه ُم‬
11
٨ َ‫ٱلۡ ُمفۡ ِل ُحون‬
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barang siapa berat
timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”

Mereka yang termasuk orang berbahagia juga yang telah bertaubat setelah
berbuat dosa dengan sebenar-benarnya taubat, beriman dan selalu beramal shaleh.
Seperti dalam firman Allah dalam surah Al – Qashash/28:67,

َ‫س َٰىۡ أَن يَ ُكونَ ِمن‬ َ ‫فَأ َ هما َمن ت‬


َ َٰ ‫َاب َو َءا َمنَ َو َع ِم َل‬
َ َ‫ص ِلحۡا فَع‬
12
٦٧ َ‫ٱلۡ ُمفۡ ِل ِحين‬
“Adapun orang yang bertaubat dan beriman, serta mengerjakan amal yang saleh,
semoga Dia termasuk orang-orang yang beruntung”
Dengan definisi apapun, ternyata kebahagiaan hanya berarti satu.
Kebahagiaan adalah karena Allah, bersama Allah, dekat dengan Allah, mengenal-
Nya dan merasa memiliki-Nya dalam jiwa dan keseharian kita. Maka

11
Al-Qur’an Surah Al-A’raf/7:8.
12
Ibid., Al-Qashas/28:67.
9

berbahagialah, wahai manusia yang senantiasa melekatkan hatinya, mensandarkan


harapannnya hanya kepada Allah dan tidak mengkhianatinya walaupun dia tengah
sendiri. Berbahagialah wahai jiwa- jiwa yang damai yang tahu bagaimana cara
mensyukuri sebuah kebahagiaan dan pandai berterimakasih selalu kepada sang
pemberinya.
Menurut Usman Kusumana, dalam tulisannya yang berjudul “Menemukan
Makna Kebahagiaan Sesungguhnya” terdapat empat golongan orang yang
dikatakan berbahagia, yakni :
a. Pertama, manusia yang termasuk “Sa’iidun fiddunyaa wa sa’iidun fil akhirat”
orang yang bahagia di dunia dan bahagia di akhirat. Itulah karakter orang
yang menemukan ‘hasanah fiddunya, hasanah fil akhirat”. Jabatan tinggi,
harta berlimpah, keluarga sehat, dia taat beribadah kepada Allah dan banyak
memberi kemanfaatan terhadap sesama.
b. Kedua, manusia yang termasuk “Sa’iidun fiddunya, saqiyyun fi aakhirat”
orang yang “bahagia” hidup di dunianya tapi tidak bahagia (celaka)
kehidupan akhiratnya. Terdapat tanda petik dalam kalimat bahagia, karena
kebahagiaan yang dimaksud sebatas pengertian lahiriah manusia, dia bahagia
dalam segala keberlimpahan materi, tapi dia jauh dari Allah, tidak pernah
mau berbagi dan memberi manfaat pada sesama manusia.
c. Ketiga, manusia yang termasuk “Saqiyyun fiddunya, Wa Sa’iidun fil
aakhirat” orang yang tidak bahagia atau sengsara hidup di dunianya, tetapi dia
bahagia hidup di akhiratnya. Boleh jadi dia hidup dalam serba kekurangan,
tidak bahagia dalam pandangan manusia kebanyakan, miskin harta, tapi dia
rajin beribadah kepada Allah, memiliki sikap yang baik dalam menjalani
kehidupan, menikmati kemiskinannya dan baik pergaulannya dengan sesama
manusia, banyak memberi manfaat dengan apapun yang dimilikinya.
d. Keempat, manusia yang tergolong “Saqiyyun Fiddunya wa Saqiyyun fil
akhirat” orang yang tidak bahagia di dunia dan tidak bahagia juga hidupnya
di akherat pada golongan inilah yang paling sengsara dan celakanya manusia.
Dia hidup miskin, serba kurang, sombong, malas beribadah, sama orang
10

bermusuhan, dan ketika meninggal dalam kehidupan akhirat kelak lebih


celaka.13

13
Bhanu Wayan Mehrunisa, “Bagaimanakah Konsep Kebahagiaan Menurut Islam?”, 2017,
https://www.dictio.id/t/bagaimanakah-konsep-kebahagiaan-menurut-islam/8316/. Diakses pada 2
desember 2018 pukul 09.34.
11

B. Urgensi Agama dalam Meraih Kebahagiaan

Pada dasarnya, bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya,
kebahagiaan merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Bahagia sudah
seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, karena manusia adalah makhluk yang
paling baik dan sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Hiruk pikuknya
kehidupan manusia tidak terlepas dengan harapan untuk meraih hidup bahagia,
baik bahagia secara individu maupun bahagia dalam kehidupan bersama dengan
masyarakat dan dengan negaranya dimana manusia itu bertempat tinggal.
Kebahagian adalah sebuah pohon yang airnya, makanannya, udarany, dan
cahayanya adalah keimanan kepada Allah dan akhirat.14 Oleh karenanya agama
diperlukan sebagai tuntunan agar kita dapat lebih dekat kepada Tuhan dan sebagai
bimbingan kita untuk keluar dari kegelapan dunia. Kebahagiaan itu tidak ada
dalam garis keturunan, harta benda, dan emas berlian. Tapi kebahagiaan itu
terdapat dalam agama, ilmu, sopan santun, dan tujuan yang kesampaian. 15

1. Makna Kebahagiaan Berdasarkan Kondisi Masa Kini

Bahagia merupakan suatu kebutuhan, karena bahagia itu dibutuhkan maka


manusia akan mencari bahagia itu dengan sungguh-sunggguh untuk merasakan
nilai kebahagiaan di dalam hidupnya. Dalam kesungguh-sungguhannya untuk
meraih kebahagiaan, manusia akan terjebak di dalam pilihan-pilihan yang ekstrim
di dalam pekerjaannya, karena pandangan seseorang dalam mendefinisikan
bahagia tentunya berbeda-beda bergantung bagaimana pendapat masing-masing
individu. Ada orang yang melihat bahagia secara empiris, artinya bahagia
dirasakan seseorang hanya semata-mata dilihat dari sisi kehidupan nyata berdasar
fakta fisik, materi dan kekayaan yang dimiliki seseorang. Banyak orang yang
tidak mampu melihat indahnya kehidupan ini dan hanya terfokus pada harta
benda.

‘Aidh al-Qarni menulis, “Maka, meskipun berjalan melewati sebuah taman


yang rindang, bunga-bunga yang cantik mempesona, air jernih yang memancar

14
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 520.
15
Ibid., hlm. 522.
12

deras, burung-burung yang berkicau riang, mereka sama sekali tidak tertarik
dengan semua itu. di mata dan pikirannya hanya ada uang.” 16
Seperti pada era
kehidupan modern ini telah menunjukkan bahwa manusia telah dihantui dengan
nilai-nilai materialistik dan budaya konsumtif dalam pemenuhan hidup bahagia.
Dengan kata lain ini merupakan budaya hedonisme. 17 Dimana uang menjadi
sarana dalam membangun suatu kebahagiaan. Namun sayangnya mereka justru
membalikkan semuannya. Mereka menjual kebahagiaan hidupnya hanya demi
mendapatkan uang dan bukan bagaimana membeli kebahagiaan hidup dengan
uang. Misalnya , memiliki mobil mewah dua kali lipat lebih banyak, makan keluar
lebih sering. Memang menurutnya kegiatan tersebut dapat membuatnya bahagia,
tetapi justru menimbulkan masalah lain yaitu hutang kartu kredit semakin
membengkak dan barang yang dibeli semakin menumpuk. Bukan mendapatkan
kebahagiaan yang diharapkannya tetapi malah menimbulkan kecemasan, rasa
takut, dan bimbang. Pemikiran seseorang yang seperti itu hanya akan
mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia, sehingga apa yang diusahakannya
hanya seputar masalah tersebut. Itulah yang banyak terjadi mengenai cerminan
masyarakat saat ini. Dampaknya, materialisme dapat merampas kesejahteraan,
ketenangan dan kualitas hidup kita. Hiduplah dengan cara sederhana, dan jauhi
semua bentuk foya-foya dan pemborosan. Sebab setiap kali bada diajak berfoya-
foya, maka jiwa akan semakin terhimpit.18 Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah surah Al-Hajj/22:11,

‫صابَهۥُ َخيۡ ٌر‬ َ َ‫ٱَّللَ َعلَ َٰى َحرۡفۡۡ فَإِنۡ أ‬ ‫اس َمن يَعۡبُدُ ه‬ ِ ‫َو ِمنَ ٱلنه‬
‫ب َعلَ َٰى َوجۡ ِه ِهۦ َخس َِر ٱلدُّنۡيَا‬ َ َ‫صابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَل‬َ َ‫ٱطۡ َمأ َ هن بِ ِهۦ َوإِنۡ أ‬
١١ ‫ين‬ ُ ‫ان ٱلۡ ُم ِب‬ ُ ‫َوٱلۡأۡ ِخ َرةَ ۚۡ َٰذَ ِل َك ه َُو ٱلۡ ُخسۡ َر‬
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di
tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika

16
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 58.
17
Hedonisme ialah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia
dengan mencari kebahagiaan sebanyak munkin. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hedonisme,
diakses pada 6 Januari 2019 pukul 14.29.
18
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 516.
13

ia ditimpa oleh suatu bencana, berbaliklah ia ke belakang. Rugilah ia di dunia


dan di akhirat. Yang demikian itu adalah kerugian yang nyata.”
Di samping itu, ada orang melihat kebahagia berdasarkan kepada nilai-
nilai rohaniah (hati nurani atau batin). Jika seseorang telah terpenuhi unsur
rohaniahnya secara benar dan terencana maka orang itu sudah merasakan hidup
bahagia. Kebahagiaan itu sangat subjektif karena tergantung dari sudut pandang
kita masing-masing dalam merasakan suatu nilai bagi diri kita. Untuk merasa
bahagia maka kita tidak banyak menuntut sesuatu terhadap orang lain maupun
terhadap diri sendiri. Karena kebahagiaan itu ada di dalam hati dan perasaan kita
sendiri. Kebahagiaan lebih banyak berhubungan dengan ketenangan pikiran,
kedamaian batin, perasaan nikmat dan nyaman serta kehidupan yang tentram dan
aman.
Untuk memperoleh kebahagiaan, manusia melakukan apapun yang
memungkinkan untuk itu, karena kebahagiaan adalah cita-cita tertinggi manusia.
Kebahagiaan itu ada dalam pengorbanan dan pengingkaran terhadap (keinginan)
diri sendiri. Juga, di dalam usaha mengeluarkan semua upaya dan mencegah
semua bahaya. 19 Jadi untuk mencapai suatu kebahagiaan perlu adanya tahapan
atau proses berupa usaha. Kebahagiaan tidak datang secara tiba-tiba, kebanyakan
mereka memperolehnya setelah adanya penderitaan. Mereka mengubah kondisi
penderitaan yang dialaminya dengan penghayatan terhadap kenyataan hidup yang
tidak bermakna, sehingga mereka mampu menemukan hikmah dari penderitaan.
Setiap melihat kesulitan, mereka menjadikannya sebagai pemacu diri untuk
mengalahkan kesulitan tersebut. Berbeda dengan manusia yang selalu risau, setiap
kali menjumpai kesulitan maka ia akan meninggalkannya dan melihatnya sebagai
sesuatu yang memberatkan dirinya. Penyair Inggris, Milton, berata, “Fungsi dan
sifat akal itu bisa membuat surga menjadi neraka dan neraka menjadi surga.” 20

19
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 524-525.
20
Ibid., hlm. 145.
14

2. Bagaimana Agama Dapat Membahagikan Manusia ?

a) Definisi Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia dan
manusia dengan lingkungannya. Agama (Ad-din) diartikan secara bahasa sebagai
agama. Adapun arti sesungguhnya adalah menyembah, menundukkan diri atau
memuja.
b) Tujuan Agama
Agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing manusia
yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Selain itu, agama juga mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya
agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat yang ada
disekitarnya.
c) Peran Agama dalam Meraih Kebahagiaan
Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenangan jiwa
yang merupakan suatu anugrah dari Allah SWT yang sangat berharga. Setiap
orang pasti menginginkannya, namun hanya sedikit sekali orang yang
mendapatkannya. Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam surah Al-
Fath/48:4,

َ‫ب ٱلۡ ُموووووووو ۡ ِم ِنووووووووين‬ ِ ‫سوووووووو ِكينَةَ ِفووووووووي قُلُووووووووو‬ ‫وووووووو ٱلهووووووووذِيۡ أَنووووووووزَ َل ٱل ه‬
َ ‫ُهو‬
‫ِليَووووووووزۡدَادُوۡاْ إِي َٰ َموووووووونۡا هموووووووو َع إِي َٰ َموووووووونِ ِهمۡۡ َو ِ هَّللِ ُجنُووووووووودُ ٱل ه‬
ِ ‫سوووووووو َٰ َم َٰ َو‬
‫ت‬
21
٤ ‫ٱَّللُ َع ِلي ًما َح ِكيمۡا‬ ‫ض ۚۡ َو َكانَ ه‬ ِ ۡ‫َوٱلۡأَر‬
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Diantara kenikmatan terbesar adalah kegembiraan, ketentraman, dan
ketenangan hati. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan berpikir,

21
Al-Qur’an surah Al-Fath/48:4.
15

produktivitas yang bagus, dan keriangan jiwa. 22 Ketenangan didapatkan dengan


senantiasa mendekatkan diri kepada Sang Pencipta. Dalam firman-Nya pada surah
Ar-Ra’d/13:28,

‫ٱَّللِۡ أَ ََل ِبذِكۡ ِر ه‬


‫ٱَّللِ تَطۡ َم ِئ ُّن‬ ‫ٱلهذِينَ َءا َمنُو ْا َوتَطۡ َم ِئ ُّن قُلُوبُ ُهم ِبذِكۡ ِر ه‬
23
٢٨ ‫وب‬ ُ ُ‫ٱلۡقُل‬
“(yaitu) orang-orang yang beriman dan hati mereka manjadi tenteram dengan
mengingat Allah. Ingatlah, hanya dengan mengingati Allah-lah hati menjadi
tenteram.”
Adapun modal utama untuk meraih kebahagiaan adalah kekuatan atau
kemampuan diri dalam menanggung beban kehidupan, tidak mudah tergoyahkan,
tidak mudah menyerah dan senantiasa bersabar dan bersyukur.
Keimanan adalah rahasia di balik kerelaan, ketenangan, dan rasa aman.
Sebaliknya, kebingungan dan kesengsaran selalu mengiringi kekufuran dan
keraguan. 24
Artinya Agama merupakan unsur penting dalam meraih kebahagiaan yang
hakiki atau kebahagiaan yang sesungguhnya. Agama yang kuat, maka di dalam
diri manusia tertanam sifat-sifat seperti malu (menjaga kehormatan dan
kemuliaan), amanat (bisa dipercaya), shiddiq (benar). Dengan demikian, agama,
iman, Islam dan i’tiqad yang kuat, sudah dapat mencapai bahagia batin dan
hubungan yang baik dengan Allah.
Seseorang dikatakan mencapai kebahagiaan jikalau tercapai empat perkara
yaitu, i’tikad yang bersih, yakin, iman, dan Agama. 25 Jadi agama benar-benar
dapat membantu orang dalam mengendalikan dirinya dan membimbingnya dalam
segala tindakan. Begitu pula kesehatan jiwa dapat dipulihkan dengan cepat
apabila keyakinan kepada Allah (iman) dan ajarannya dilaksanakan.
Marilah bina diri masing-masing dengan menjalankan ajaran agama
sehingga kebahagiaan dapat dicapai dan dipertahankan. Meskipun kekayaan,

22
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 68.
23
Al-Qur’an surah Ar-Ra’d/13:28.
24
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 69.
25
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia itu dekat dengan kita ada di dalam diri kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018) hlm 337
16

pangkat, kedudukan dan atribut-atribut kesenangan dunia lainnya tidak menjadi


syarat mutlak untuk mencapai kebahagiaan, tetapi semuanya itu merupakan sarana
yang dapat menghantarkan manusia menuju tercapainya kebahagiaan. Oleh karena
itu, Islam tidak melarang untuk menuntut kenikmatan dunawi tersebut, malah
menyuruhnya untuk kebahagiaan hidup manusia sebagai khalifah dan sekaligus
sebagai hamba Allah. Tetapi, Islam memperingatkan agar kenikmatan duniawi itu
jangan sampai menghalangi manusia untuk mengabdi kepada Allah dan berbuat
baik kepada sesama manusia dan alam lingkungannya. Jadi, meskipun
kebahagiaan hanya dapat dirasakan oleh hati sanubari seseorang, namun
kebutuhan fisik juga perlu dipenuhi, diantaranya kesehatan badan, selain itu
membukakan pikiran, mencerdaskan akal, juga dapat menyebabkan kebersihan
jiwa. Karena jiwa yang sehat adalah awal dari bahagia.
Pada dasarnya kekayaan, keamanan, kesehatan, dan agama adalah pilar
kebahagiaan. Logikanya saat orang tidak punya apa-apa, yang dilanda ketakutan,
kekawatiran, orang yang sakit dan tidak memiliki agama, semua itu tidak akan
mendapatkan kebahagiaan. Mereka semua berada dalam kesengsaraan. Namun
perlu diingat Islam mengajarkan kepada umatnya agar tidak hidup menganggur
berpangku tangan menunggu datangnya kenikmatan. Namun juga melarang
umatnya yang hanya semata-mata bekerja mengejar dunia sampai berlebihan tidak
tahu waktu hingga melupakan akhiratnya. Jalan yang terbaik yang ditempuh Islam
adalah hidup penuh keseimbanganantara dunia dan akhirat, di satu sisi lain
manusia mengerjakan untuk akhiratnya karena pada akhirnya ia akan mati.
Jadi dapat disimpulkan, puncak dari segala kebahagiaan adalah
kebahagiaan akhirat. Kebahagiaan akhirat merupakan titik kebahagiaan terakhir
yakni ketika kehidupan manusia di dunia berganti dengan kehidupan akhirat.
Dalam menjalankan kehidupan disana yang menjadi parameternya bukan harta
kekayaan, pangkat dan jabatan yang tinggi,ataupun ketenangan, tetapi keseluruhan
amal yang mendatangkan keridhaan Allah swt.
17

C. Konsep tauhid dalam islam dan implementasinya dalam kehidupan

1. Pengertian Tauhid

Islam meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa secara mutlak, tidak
berbilang dan tidak bersekutu dalam hal apapun. Siapa saja yang meyakini
sebaliknya,maka ia telah jatuh pada kezhaliman dan dosa yang besar (syirk).
Dimensi terpenting dari persoalan tauhid adalah masalah keesaan Allah ini, karena
itu ushuluddin pertama ini di sebut at‐tauhid. Tauhid berasal dari akar kata ahad
atau wahid yang artinya satu. Dalam Islam, ia adalah asas keyakinan (akidah)
bahwa Tuhan itu hanya satu, yakni Allah SWT dan tidak ada yang setara juga
sekutu dengan‐Nya.
Dia yang wajib disembah dan dimintai pertolongan. Hanya Dia yang
ditaati dan ditakuti. Hanya Dia yang menentukan segala sesuatu di dunia dan
akhirat nanti. Tauhid dirangkum dalam kalimat tahlil, Laa ilaaha illallaah (tidak
ada Tuhan selain Allah). Tapi bukan berarti semua orang yang mengucapkan
kalimat “Laa ilaaha illa Allah”, serta merta menjadi orang yang sudah bertauhid
(merealisasikannya). Akan tetapi, menurut para ulama, agar menjadi seorang yang
bertauhid (muwahhid) mesti memenuhi tujuh syarat berikut ini 26 :
1. Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid itu.
2. Yakin, yaitu meyakini dengan seyakin-yakinnya akan komitmen (dari kalimat
tauhid itu).
3. Menerima dengan hati dan lisan (perkataan) dari segala konsekuensinya.
4. Tunduk dan patuh akan apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-
Nya.
5. Benar dalam perkataan. Artinya, apa yang dikatakannya dengan lisan harus
sesuai dengan apa yang diyakininya dalam hati.
6. Ikhlas dalam melakukan sesuatu.
7. Mencintai kalimat tauhid dengan segala konsekuensinya.

Didalam surat Al‐Ikhlas sudah di jelaskan dengan tegas akan keesaan


Allah SWT, dan salah seorang Ulama Besar pernah menyebutkan “Satu alasan

26
Yulian Purnama, “Inilah 7 Syarat “ Laa Ilaaha ilallah”,2014, https://muslim.or.id/22183-
syarat-laa-ilaaha-ilallah.html. diakses 2 Agustus 2018 pukul 13.00.
18

lain kenapa al‐Ikhlash di turunkan adalah untuk menjawab


pertanyaan‐pertanyaan di masa depan tentang Tuhan, dari sebagian kamu yang
meraguinya. “Qulhuwallahu ahad Allahu somad” Katakanlah, Dialah Allah
Yang Maha Esa.Allah adalah Tuhan yang bergantung kepada-Nya segala
sesuatu.”
Selain menyebutkan keesaan Allah SWT. Ayat ini juga tersirat makna
bahwa Allah itu satu dan tunggal, di ayat ini Allah juga memerintahkan hamba-
Nya untuk mengesakan-Nya. Allah adalah sebaik-baiknya Maha Pencipta dan
yang Maha mengatur serta Maha perencana atas apa yang terjadi kepada makhluk
ciptaannya. Jadi sudah semestinya kita hanya bergantung kepada Allah. “Lam
yalid walam yulad” Dia tidak beranak dan tidak pula diperanakan. Allah SWT itu
tunggal dan berdiri sendiri. Karna jika tidak, maka Allah sama seperti kita
makhluk hidup. Sungguh sesuatu hal yang mustahil karna bagaimana mungkin
kita makhluk hidup dapat membuat keturunan yang beragam dan berbeda. Dan
bagaimana mungkin makhluk hidup dapat menciptakan langit yang secara ilmiah
sampai saat ini tidak diketahui ujungnya dan tidak dapat digapai oleh satupun
makhluk hidup.
“Wa lam yakun lahu kufuwan ahad” Dan tidak ada seorangpun yang
setara dengan dia. Diayat ini juga, memiliki maksud bahwa pencipta tak sama
dengan yang diciptakan. Sebagai contoh : sebuah meja tidak sama dengan
pembuat meja tersebut dalam sifat ataupun bentuk. Dan makna lain yang
terkandung dalam ayat ini adalah keagungan dan kesempurnaan yang hanya
dimiliki oleh Allah SWT dengan Asmaul Husna-Nya.

2. Pembagian Tauhid

Berdasarkan apa yang didakwahkan oleh para rasul dan kitab‐kitab yang
telah diturunkan,Tauhid terbagi menjadi tiga :
a) Tauhid Rububiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT lah yang menciptakan,
memiliki, membolak‐balikan, mengatur alam ini, dan yang Maha mengetahui
segala sesuatu. 27

27
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
terj. Ainul Haris, (Jakarta:Yayasan Al-Sofwa, 1998),9.
19

Seperti yang telah disebutkan Dalam QS. Asy‐Syura/26:11

َ‫ض ۚۡ َج َع َل لَ ُكم ِمنۡ أَنفُ ِس ُكمۡ أَزۡ َٰ َوجۡا َو ِمن‬ِ ۡ‫ت َوٱلۡأَر‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
‫اط ُر ٱل ه‬ ِ َ‫ف‬
ۡۡ‫س َك ِمثۡ ِل ِهۦ شَيۡء‬ َ ۡ‫ٱلۡأَنۡ َٰ َع ِم أَزۡ َٰ َوجۡا َيذۡ َر ُؤ ُكمۡ ِفي ِه ۚۡ لَي‬
28
١١ ‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫س ِمي ُع ٱلۡ َب‬ ‫َوه َُو ٱل ه‬

“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri yang berpasangan, dan dari jenis binatang ternak pula yang berpasangan
dan berkembang biak. Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah
yang maha mendengar juga maha melihat.”

Hal ini diakui hampir oleh seluruh umat manusia, adapun kaum yang pernah
mengingkarinya adalah kaum atheis, yang pada kenyataannya mereka
memperlihatkan keingkarannya hanya karna kesombongan mereka. Padahal jauh
di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan yang mengaturnya. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. At-Tur/52:35-36).,

ْ‫ أَمۡ َخلَقُوا‬٣٥ َ‫أَمۡ ُخ ِلقُواْ ِمنۡ غَيۡ ِر شَيۡءٍ أَمۡ ُه ُم ٱلۡ َٰ َخ ِلقُون‬
29
َ ۡ‫ت َوٱلۡأَر‬
٣٦ َ‫ض ۚۡ بَل هَل يُوقِنُون‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
‫ٱل ه‬
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan?
Ataukah mereka yang menciptakan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini
(apa yang mereka katakan)”.

b) Tauhid Uluhiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT memiliki hak terhadap
semua makhluk-Nya. Hanya Dialah yang berhak untuk disembah, bukan yang
lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jeis ibadah
seperti : berdoa, shalat, meminta tolong, tawakal dan lain-lain. 30 Melainkan hanya
untuk Allah SWT semata.

28
Al-Qur’an surah As-Syura/26:11.
29
Ibid., At-Tur/52:35-36.
30
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
terj. Ainul Haris, (Jakarta:Yayasan Al-Sofwa, 1998),13.
20

َ ‫ٱَّللِ إِ َٰلَ ًها َءاخ ََر ََل بُرۡ َٰ َهنَ لَهۥ ُ بِ ِهۦ فَإِنه َما ِح‬
ُ‫سابُهۥُ ِعندَ َر ِب ۚ ِهۦ ِإ هنهۥ‬ ‫َو َمن يَدۡعُ َم َع ه‬
31
١١٧ َ‫ََل يُفۡ ِل ُح ٱلۡ َٰ َك ِف ُرون‬
“Dan barang siapa yang menyembah tuhan lain selain Allah, padahal tidak ada
satu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungan di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya orang kafir itu tidak ada yang beruntung.”
Kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini, oleh sebab itulah Allah mengutus
para rasul, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka agar mereka beribadah
kepada Allah saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.

c) Tauhid Sifat atau Asma


Adalah meyakini bahwa sifat-sifat yang ada pada Allah seperti ilmu,
kuasa, hidup, dan sebagainya. Dan juga merupakan hakikat Dzat-Nya, dan Allah
memiliki nama dan sifat baik (asma’ul husna) yang sesuai dengan keagungan-
Nya. Sifat-sifat itu tidak sama dengan sifat-sifat makhluk, yang masing-masing
berdiri sendiri dan terpisah dari yang lainnya. Dengan Asmaul husna Allah
memerintahkan kita untuk berdoa dan bertawasul kepadanya. Maka hal ini
menunjukkan keagungan dan kecintaan Allah kepada doa yang disertai dengan
nama nama-Nya. Allah berfirman dalam surat Asy-Syura/42:11,

َ‫ض ۚۡ َج َع َل لَ ُكم ِمنۡ أَنفُ ِس ُكمۡ أَزۡ َٰ َوجۡا َو ِمن‬ِ ۡ‫ت َوٱلۡأَر‬ ِ ‫س َٰ َم َٰ َو‬
‫اط ُر ٱل ه‬ ِ َ‫ف‬
ۡۡ‫س َك ِمثۡ ِل ِهۦ شَيۡء‬ َ ۡ‫ٱلۡأَنۡ َٰ َع ِم أَزۡ َٰ َوجۡا َيذۡ َر ُؤ ُكمۡ فِي ِه ۚۡ لَي‬
32
١١ ‫ير‬
ُ ‫ص‬ِ ‫س ِمي ُع ٱلۡ َب‬ ‫َوه َُو ٱل ه‬
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan
Melihat”

3. Hakekat dan Inti Tauhid

Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua
perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh

31
Al-Qur’an surah Al-Mukminun/23:117.
32
Ibid., Asy-Syura/42:11.
21

kepada selain-Nya tanpa sebab atau perantara, juga mentaati perintah‐Nya dan
menjauhi larangan‐Nya. Dengan adanya tauhid seseorang dapat dengan mudah
melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dengan
keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan tauhid pula seorang muslim
hanya akan menyembah‐Nya dan mengesakan‐Nya dan tidak menyembah kepada
yang lain.

4. Implementasi Tauhid dalam Kehidupan

Contoh penerapan tauhid dalam kehidupan sehari-hari adalah dengan


selalu menaati perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya seperti
beribadah,puasa,nadzar,berdoa hanya kepada Allah swt. Ibadah apapun yang
dilakukan semata mata di niatkan hanya karna Allah,tidak berlebih lebihan dalam
mencintai sesuatu. Tawakal dan bersabar dalam mengadapi musibah. Sikap tauhid
merupakan sikap mental hati yang kurang stabil akan menyebabkan sikap ini
mudah berubah-ubah.
Jika seseorang sudah benar-benar bertauhid kepada Tuhannya dengan
jalan akal dan hati, maka hal itu akan menjadikan jiwanya kokoh dan kuat dan
meninggalkan kesan yang baik dan mulia. Selain itu akan mengarahkan ketujuan
dan pandangan yang baik dan benar, malah ketingkat keluhuran dan keindahan.
Diantaranya;

a. Kemerdekaan jiwa dari kekuasaan orang lain.


b. Keimanan yang hakiki dapat menimbulkan jiwa keberanian dan ingin terus
maju karena membela kebenaran.
c. Akan menimbulkan keyakinan yang sesungguh-sungguhnya bahwa hanya
Allah jualah Yang Maha Kuasa memberikan rizki.
d. Ketenangan atau thumakninah.
e. Dapat mengangkat seseorang dari kekuatan maknawiyah.
f. Kehidupan yang baik, adil dan makmur.33

33
Sayid Sabiq, Aqidah Islam pola hidup manusia beriman, terj. Anggota IKAPI,(Bandung: CV
Diponegoro, 1997), 133.
22

5. Pengaruh Tauhid dalam Kehidupan Seorang Muslim

Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang
kuat, maka seorang muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya
kepada Allah tanpa merasa berat dan terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka
hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu dengan Tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam
berbagai aspek kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan
manusia dengan alam. Ketiga hubungan tersebut akan terwujud secara selaras dan
harmonis, karena memang itulah perintah Allah. Dengan mempunyai aqidah yang
kuat, maka seluruh rintangan hidup dapat dilaluinya dengan baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global,
seorang muslim harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan
dan pengaruh global yang dating banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-
tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan pada kesenangan dunia sebagai
muatan dunia kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng untuk
mempertahankan diri dari arus negative globalisasi tersebut.
23

BAB III

PENUTUP

Kesimpulan

1. Kebahagiaan merupakan kondisi dimana jiwa terdapat perasaan tenang,


damai, ridha terhadap diri sendiri, dan puas terhadap ketetapan Allah.Tetapi
kebanyakan orang jaman sekarang berpikir bahwa kebahagiaan dapat diraih
dengan berlimpahnya harta, tingginya jabatan atau gelar, profesi, dan lain
sebagainya. Kebahagiaan tersebut bersifat sementara yaitu hanya dirasakan di
dunia saja. Sedang kebahagiaan yang sifatnya kekal (kebahagiaan akhirat)
ialah kebahagiaan yang tujuannya beriman kepada Allah dan penguasaan
terhadap makna dari ibadah serta memahaminya dengan pemahaman yang
sempurna dan menerapkannya dalam kehidupan seluruhnya baik yang
berkenaan dengan perkara umum ataupun khusus.

2. Untuk memperoleh kebahagiaan, manusia melakukan apapun yang


memungkinkan untuk itu, karena kebahagiaan adalah cita-cita tertinggi
manusia. Dalam memperoleh kebahagiaan tidak datang secara tiba-tiba, tetapi
melalui beberapa proses. Banyak manusia memperoleh kebahagiaan setelah
sebelumnya menderita. Mereka mengubah kondisi penderitaan yang
dialaminya dengan penghayatan terhadap kenyataan hidup yang tidak
bermakna, sehingga mereka mampu menemukan hikmah dari penderitaan.
Dalam meraih kebahagiaan tersebut peran agama begitu penting yaitu
sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing manusia yang berakal untuk
berusaha mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Selain itu, agama
juga mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya agar
mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat yang ada
disekitarnya. Agama benar-benar dapat membantu orang dalam
mengendalikan dirinya dan membimbingnya dalam segala tindakan. Marilah
bina diri masing-masing dengan menjalankan ajaran agamasehingga
24

kebahagiaan dapat dicapai dan dipertahankan. Meskipun kekayaan, pangkat,


kedudukan dan atribut-atribut kesenangan dunia lainnya tidak menjadi syarat
mutlak untuk mencapai kebahagiaan, tetapi semuanya itu merupakan sarana
yang dapat menghantarkan manusia menuju tercapainya kebahagiaan.

3. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat tentunya manusia atau umat
Islam harus memahami mengenai ajaran tauhid yaitu meyakini dan
mengesakan Allah sebagai Tuhan dan sebagai hamba-Nya kita wajib menaati
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Dengan adanya tauhid seseorang
dapat dengan mudah melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang
berbahaya dengan keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan
tauhid pula seorang muslim hanya akan menyembah‐Nya dan
mengesakan‐Nya dan tidak menyembah kepada yang lain.
4. Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua
perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak
menoleh kepada selain-Nya tanpa sebab atau perantara, juga mentaati
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan adanya tauhid seseorang
dapat dengan mudah melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang
berbahaya dengan keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan
tauhid pula seorang muslim hanya akan menyembah-Nya dan mengesakan-
Nya dan tidak menyembah kepada yang lain.
25

DAFTAR PUSTAKA

Al-Qur’an.

Al-Qarni, ‘Aidh. 2016.“ La Tahzan; Jangan Bersedih!” Terjemahan oleh Samson


Rahman. Jakarta: Qisthi Press.

Aziz, Abdul. 1998. “Pelajaran Tauhid” untuk Tingkat Lanjutan. Terjemahan oleh
Ainul Haris. Cetakan ke-1. Jakarta: Yayasan Al-sofwa.

Aziz, Abdul. 1998. “Pelajaran Tauhid” untuk pemula. Terjemahan oleh Ainul
Haris. Cetakan ke-1. Jakarta: Yayasan Al-sofwa.

Hamka. 2018. “Tasawuf Modern : Bahagia itu dekat dengan kita ada di dalam
diri kita”.Jakarta : Republika.

Mehrunisa, Bhanu Wayan. 2017. “Bagaimanakah Konsep Kebahagiaan Menurut


Islam?”. https://www.dictio.id/t/bagaimanakah-konsep-kebahagiaan-menurut-
islam/8316/. Diakses pada 2 desember 2018 pukul 09.34.

Sabiq, Sayid. 1997. “Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman”. Terjemahan
oleh IKAPI. Cetakan ke-10. Bandung: CV Diponegoro.

https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hedonisme. akses pada 6 Januari 2019 pukul


14.29.
Purnama, Yulian. 2014 “Inilah 7 Syarat “ Laa Ilaaha ilallah”.
https://muslim.or.id/22183-syarat-laa-ilaaha-ilallah.html. diakses 2 Agustus 2018 pukul
13.00

Anda mungkin juga menyukai