Dosen Pengampu :
Oleh :
Oktober 2018
Kata Pengantar
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
Kesimpulan .................................................................................................... 23
iii
1
BAB I
PENDAHULUAN
Manusia ialah ciptaan Tuhan yang paling sempurna, baik secara fisik
maupun psikis. Makhluk yang diciptakan dengan akal, emosi, nafsu dan
sebagainya. Dengan segala kelebihan yang telah diberikan itulah, manusia
dituntut untuk menciptakan kehidupan yang seimbang dan selaras di dunia ini.
Manusia ialah makhluk sosial yang butuh dan perlu untuk berinteraksi satu
dengan lainnya dalam rangka meraih tujuannya.
Tujuan setiap manusia tentulah berbeda. Apabila tujuan dalam hidupnya
untuk mengumpulkan harta, jabatan tinggi, kekuasaan dan kenikmatan lainnya di
dunia ini, maka kesuksesan dalam meraih hal-hal tersebut adalah kebahagiaannya.
Sedangkan apabila tujuan dalam hidup ini untuk bertaqwa, beriman, beramal
sholeh, dengan tujuan untuk mendekatkan diri pada yang Maha Kuasa agar dapat
memperoleh kebahagiaan di akhirat kelak, maka yang seperti itu juga merupakan
sumber kebahagiaannya.
Aristoteles berpendapat bahwa, bahagia bukanlah suatu perolehan untuk
manusia, tetapi corak bahagia itu berlain-lain dan berbagai ragam menurut
perlainan corak dan ragam orang yang mencarinya. Kadang-kadang sesuatu yang
dipandang bahagia oleh seseorang, tidak oleh orang lain. Sebab itu menurut
undang-undang Aristoteles, bahagia itu ialah suatu kesenangan yang dicapai oleh
setiap orang menurut kehendak masing-masing. 1
Dalam agama Islam sendiri telah diajarkan bagaimana berkasih sayang
adalah suatu akhlak yang mulia. Oleh karena itu saling berbagi kasih sayang
terhadap sesama juga merupakan kebahagiaan, terlebih kasih sayang kepada Allah
SWT karena kasih sayang-Nya terhadap hamba-Nya lebih besar daripada kasih
seorang ibu pada anaknya.
Dalam Al-qur’an telah ditunjukkan berbagai ayat yang memberi informasi
bahwa dunia ini hakikatnya adalah kebahagiaan yang semu dan bersifat
1
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia Itu Dekat Dengan Kita Ada Dalam Diri Kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018. Hlm. 19.
2
sementara. Kebahagiaan di dunia ini silih berganti antara suka, duka atau perasaan
biasa saja. Firman Allah SWT dalam surah An-Nahl ayat 96,
Berdasarkan surah tersebut kita ketahui bahwa kebahagiaan atau apapun yang ada
di dunia ini tidaklah kekal, kebahagiaan yang kekal adalah bagi mereka yang
mengusahakan dunia untuk kebahagiaan akhirat. Tentunya dalam meraih tujuan
kita untuk mencari kebahagiaan akhirat bukanlah hal mudah. Semua perlu
keteguhan dan keimanan yang tinggi.
Seseorang yang beriman tentunya memiliki sikap tauhid yang kuat. Apa
sih tauhid itu? Dalam kamus besar bahasa indonesia kata tauhid merupakan kata
benda yang berarti keesaan Allah, kuat percaya bahwa Allah hanya satu.
Perkataan tauhid berasal dari bahasa arab, masdar dari wahhada yuwahhidu,
tauhidan. Secara etimologi, tauhid berarti keesaan. Adapun yang dimaksud
dengan tauhid adalah mengesakan tuhan yang satu yaitu Allah swt. Adapun
macam-macam tauhid yaitu tauhid rububiyah, tauhid ululhiyah dan tauhid sifat
dan nama-Nya.
2
Al-Qur’an surah An-Nahl/16:96.
3
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan Masalah
BAB II
PEMBAHASAN
A. Kebahagiaan Hakiki
3
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia Itu Dekat Dengan Kita Ada Dalam Diri Kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018. Hlm.16.
4
Ibid., hlm 41.
5
Dalam meraih kebahagiaan tersebut baik di dunia maupun di akhirat ‘Aidh Al-
Qarni di dalam bukunya La Tahzan menuliskan bahwa ada 6 sumber kebahagiaan
diantaranya , 1) Amal salih, 2) istri shalihah, 3) rumah yang luas, 4) penghasilan
yang baik, 5) akhlak yang baik dan penuh kasih sayang kepada sesama, 6)
terhindar dari impitan hutang dan sifat boros.6
5
Al-Qur’an surah Hud/11:105-108
6
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 180.
6
1. Kebahagiaan dunia
ۡٱَّللِ ٱثهاقَلۡتُم َ يۡأَيُّ َها ٱلهذِينَ َءا َمنُواْ َما لَ ُكمۡ ِإذَا قِي َل لَ ُك ُم ٱن ِف ُرواْ فِي
س ِبي ِل ه َ َٰ
ضيتُم ِبٱلۡ َحيَ َٰوةِ ٱلدُّنۡيَا ِمنَ ٱلۡأۡ ِخ َرةِ ۚۡ فَ َما َم َٰتَ ُع ِ ض ۚۡ أَ َر ِ ِۡإلَى ٱلۡأَر
8
٣٨ ٱلۡ َح َي َٰوةِ ٱلدُّنۡ َيا فِي ٱلۡأۡ ِخ َرةِ ِإ هَل قَ ِلي ٌل
"Wahai orang-orang yang beriman ! mengapa apabila dikatakan kepada kamu,
“berangkatlah (untuk berperang) di jalan Allah”, kamu mersa berat dan ingin
tinggal di tempatmu? Apakah kamu lebih menyenangi kehdupan di dunia
daripada kehidupan di akhirat? Padahal kenikmatan hidup di dunia ini
(dibandingkan dengan kehidupan) di akhirat hanyalah sedikit."
7
Al-Qur’an Surah Al-Qashash/28:77.
8
Ibid., At- Taubah/9:39.
7
2. Kebahagiaan akhirat
ََوقِي َل ِللهذِينَ ٱتهقَوۡاْ َماذَاۡ أَنزَ َل َربُّ ُكمۡ ۚۡ قَالُواْ خَيۡرۡاۡ ِللهذِين
ۡۚ ۡار ٱلۡأۡ ِخ َرةِ خَيۡر َ سنُواْ فِي َٰ َه ِذ ِه ٱلدُّنۡ َيا َح
ُ َسنَةۡ ۚۡ َولَد َ ۡأَح
9
٣٠ َار ٱلۡ ُمتهقِين ُ ََولَ ِنعۡ َم د
"Dan kemudian dikatakan kepada orang yang bertaqwa, “Apakah yang telah
diturunkan oleh Tuhanmu? “ mereka menjawab, “Kebaikan”. Bagi orang yang
berbuat baik di dunia ini mendapat (pembalasan) yang baik. Dan sesungguhnya
kampung akhirat adalah lebih baik. Dan sesungguhnya negeri akhirat pasti lebih
baik. Dan itulah sebaik-baik tempat bagi orang yang bertakwa."
َف َوٱلۡ ُجوعِ َونَقۡصۡ ِمن ِ َۡو َلنَبۡلُ َو هن ُكم ِبشَيۡءۡ ِمنَ ٱلۡخَو
ۡ ٱلهذِينَ ِإذَا١٥٥ َص ِب ِرين تۡ َو َبش ِِر ٱل َٰ ه ِ ٱلۡأَمۡ َٰ َو ِل َوٱلۡأَنفُ ِس َوٱلث ه َم َٰ َر
أ ُ ْو َٰ َلۡئِ َك١٥٦ َصيبَةۡ قَالُوۡاْ إِنها ِ هَّللِ َوإِنهاۡ إِلَيۡ ِه َٰ َر ِجعُون ِ صبَتۡهُم ُّم َ َٰ َأ
صلَ َٰ َوتۡ ِمن هربِ ِهمۡ َو َرحۡ َمةۡۡ َوأ ُ ْو َٰ َلۡئِ َك ُه ُم َ َۡعلَيۡهِم
10
١٥٧ َٱلۡ ُمهۡتَدُون
9
AL-Qur’an Surah An-Nahl/16:30.
10
Ibid., Al-Baqarah/2:155-157.
8
"Dan sungguh akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan,
kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan berikanlah berita
gembira kepada orang-orang yang sabar (155), (yaitu) orang-orang yang apabila
ditimpa musibah, mereka mengucapkan, "Innaa lillaahi wa innaa ilaihi
raaji`uun" (156) Mereka itulah yang mendapat keberkatan yang sempurna dan
rahmat dari Tuhan mereka, dan mereka itulah orang-orang yang mendapat
petunjuk.(157)"
َوٱلۡ َوزۡ ُن َيوۡ َم ِئ ٍذ ٱلۡ َح ُّق ۚۡ فَ َمن ثَقُلَتۡ َم َٰ َو ِزينُهۥُ فَأ ُ ْو َٰ َلۡ ِئ َك ُه ُم
11
٨ َٱلۡ ُمفۡ ِل ُحون
“Timbangan pada hari itu (menjadi ukuran) kebenaran. Maka barang siapa berat
timbangan kebaikannya, maka mereka itulah orang-orang yang beruntung”
Mereka yang termasuk orang berbahagia juga yang telah bertaubat setelah
berbuat dosa dengan sebenar-benarnya taubat, beriman dan selalu beramal shaleh.
Seperti dalam firman Allah dalam surah Al – Qashash/28:67,
11
Al-Qur’an Surah Al-A’raf/7:8.
12
Ibid., Al-Qashas/28:67.
9
13
Bhanu Wayan Mehrunisa, “Bagaimanakah Konsep Kebahagiaan Menurut Islam?”, 2017,
https://www.dictio.id/t/bagaimanakah-konsep-kebahagiaan-menurut-islam/8316/. Diakses pada 2
desember 2018 pukul 09.34.
11
Pada dasarnya, bahagia adalah fitrah atau bawaan alami manusia. Artinya,
kebahagiaan merupakan sesuatu yang melekat dalam diri manusia. Bahagia sudah
seharusnya dimiliki oleh setiap manusia, karena manusia adalah makhluk yang
paling baik dan sempurna dibanding dengan makhluk lainnya. Hiruk pikuknya
kehidupan manusia tidak terlepas dengan harapan untuk meraih hidup bahagia,
baik bahagia secara individu maupun bahagia dalam kehidupan bersama dengan
masyarakat dan dengan negaranya dimana manusia itu bertempat tinggal.
Kebahagian adalah sebuah pohon yang airnya, makanannya, udarany, dan
cahayanya adalah keimanan kepada Allah dan akhirat.14 Oleh karenanya agama
diperlukan sebagai tuntunan agar kita dapat lebih dekat kepada Tuhan dan sebagai
bimbingan kita untuk keluar dari kegelapan dunia. Kebahagiaan itu tidak ada
dalam garis keturunan, harta benda, dan emas berlian. Tapi kebahagiaan itu
terdapat dalam agama, ilmu, sopan santun, dan tujuan yang kesampaian. 15
14
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 520.
15
Ibid., hlm. 522.
12
deras, burung-burung yang berkicau riang, mereka sama sekali tidak tertarik
dengan semua itu. di mata dan pikirannya hanya ada uang.” 16
Seperti pada era
kehidupan modern ini telah menunjukkan bahwa manusia telah dihantui dengan
nilai-nilai materialistik dan budaya konsumtif dalam pemenuhan hidup bahagia.
Dengan kata lain ini merupakan budaya hedonisme. 17 Dimana uang menjadi
sarana dalam membangun suatu kebahagiaan. Namun sayangnya mereka justru
membalikkan semuannya. Mereka menjual kebahagiaan hidupnya hanya demi
mendapatkan uang dan bukan bagaimana membeli kebahagiaan hidup dengan
uang. Misalnya , memiliki mobil mewah dua kali lipat lebih banyak, makan keluar
lebih sering. Memang menurutnya kegiatan tersebut dapat membuatnya bahagia,
tetapi justru menimbulkan masalah lain yaitu hutang kartu kredit semakin
membengkak dan barang yang dibeli semakin menumpuk. Bukan mendapatkan
kebahagiaan yang diharapkannya tetapi malah menimbulkan kecemasan, rasa
takut, dan bimbang. Pemikiran seseorang yang seperti itu hanya akan
mendapatkan kenikmatan sesaat di dunia, sehingga apa yang diusahakannya
hanya seputar masalah tersebut. Itulah yang banyak terjadi mengenai cerminan
masyarakat saat ini. Dampaknya, materialisme dapat merampas kesejahteraan,
ketenangan dan kualitas hidup kita. Hiduplah dengan cara sederhana, dan jauhi
semua bentuk foya-foya dan pemborosan. Sebab setiap kali bada diajak berfoya-
foya, maka jiwa akan semakin terhimpit.18 Sebagaimana dijelaskan dalam firman
Allah surah Al-Hajj/22:11,
صابَهۥُ َخيۡ ٌر َ َٱَّللَ َعلَ َٰى َحرۡفۡۡ فَإِنۡ أ اس َمن يَعۡبُدُ ه ِ َو ِمنَ ٱلنه
ب َعلَ َٰى َوجۡ ِه ِهۦ َخس َِر ٱلدُّنۡيَا َ َصابَتۡهُ فِتۡنَةٌ ٱنقَلَ َٱطۡ َمأ َ هن بِ ِهۦ َوإِنۡ أ
١١ ين ُ ان ٱلۡ ُم ِب ُ َوٱلۡأۡ ِخ َرةَ ۚۡ َٰذَ ِل َك ه َُو ٱلۡ ُخسۡ َر
“Dan di antara manusia ada orang yang menyembah Allah dengan berada di
tepi; maka jika ia memperoleh kebajikan, tetaplah ia dalam keadaan itu, dan jika
16
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 58.
17
Hedonisme ialah pandangan hidup yang menganggap bahwa orang akan menjadi bahagia
dengan mencari kebahagiaan sebanyak munkin. https://id.m.wikipedia.org/wiki/Hedonisme,
diakses pada 6 Januari 2019 pukul 14.29.
18
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 516.
13
19
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 524-525.
20
Ibid., hlm. 145.
14
a) Definisi Agama
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, agama adalah sistem yang
mengatur tata keimanan (kepercayaan) dan peribadatan kepada Tuhan Yang Maha
Kuasa serta tata kaidah yang berhubungan dengan pergaulan antar manusia dan
manusia dengan lingkungannya. Agama (Ad-din) diartikan secara bahasa sebagai
agama. Adapun arti sesungguhnya adalah menyembah, menundukkan diri atau
memuja.
b) Tujuan Agama
Agama adalah sebagai tatanan Tuhan yang dapat membimbing manusia
yang berakal untuk berusaha mencari kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Selain itu, agama juga mengajarkan para penganutnya untuk mengatur hidupnya
agar mendapatkan kebahagiaan untuk dirinya maupun masyarakat yang ada
disekitarnya.
c) Peran Agama dalam Meraih Kebahagiaan
Sumber kebahagiaan sejati adalah ketenangan hati atau ketenangan jiwa
yang merupakan suatu anugrah dari Allah SWT yang sangat berharga. Setiap
orang pasti menginginkannya, namun hanya sedikit sekali orang yang
mendapatkannya. Allah telah menjelaskan dalam firman-Nya dalam surah Al-
Fath/48:4,
َب ٱلۡ ُموووووووو ۡ ِم ِنووووووووين ِ سوووووووو ِكينَةَ ِفووووووووي قُلُووووووووو وووووووو ٱلهووووووووذِيۡ أَنووووووووزَ َل ٱل ه
َ ُهو
ِليَووووووووزۡدَادُوۡاْ إِي َٰ َموووووووونۡا هموووووووو َع إِي َٰ َموووووووونِ ِهمۡۡ َو ِ هَّللِ ُجنُووووووووودُ ٱل ه
ِ سوووووووو َٰ َم َٰ َو
ت
21
٤ ٱَّللُ َع ِلي ًما َح ِكيمۡا ض ۚۡ َو َكانَ ه ِ َۡوٱلۡأَر
“Dialah yang telah menurunkan ketenangan ke dalam hati orang-orang mukmin
supaya keimanan mereka bertambah di samping keimanan mereka (yang telah
ada). Dan kepunyaan Allah-lah tentara langit dan bumi dan adalah Allah Maha
Mengetahui lagi Maha Bijaksana.”
Diantara kenikmatan terbesar adalah kegembiraan, ketentraman, dan
ketenangan hati. Sebab, dalam kegembiraan hati itu terdapat keteguhan berpikir,
21
Al-Qur’an surah Al-Fath/48:4.
15
22
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 68.
23
Al-Qur’an surah Ar-Ra’d/13:28.
24
Dr. ‘Aidh Al-Qarni, La Tahzan; Jangan Bersedih!, Terj. Samson Rahman (Jakarta: Qisthi
Press,2016), hlm. 69.
25
Prof. Dr. Hamka, Tasawuf Modern: Bahagia itu dekat dengan kita ada di dalam diri kita,
(Jakarta: Republika Penerbit, 2018) hlm 337
16
1. Pengertian Tauhid
Islam meyakini bahwa Allah SWT adalah Esa secara mutlak, tidak
berbilang dan tidak bersekutu dalam hal apapun. Siapa saja yang meyakini
sebaliknya,maka ia telah jatuh pada kezhaliman dan dosa yang besar (syirk).
Dimensi terpenting dari persoalan tauhid adalah masalah keesaan Allah ini, karena
itu ushuluddin pertama ini di sebut at‐tauhid. Tauhid berasal dari akar kata ahad
atau wahid yang artinya satu. Dalam Islam, ia adalah asas keyakinan (akidah)
bahwa Tuhan itu hanya satu, yakni Allah SWT dan tidak ada yang setara juga
sekutu dengan‐Nya.
Dia yang wajib disembah dan dimintai pertolongan. Hanya Dia yang
ditaati dan ditakuti. Hanya Dia yang menentukan segala sesuatu di dunia dan
akhirat nanti. Tauhid dirangkum dalam kalimat tahlil, Laa ilaaha illallaah (tidak
ada Tuhan selain Allah). Tapi bukan berarti semua orang yang mengucapkan
kalimat “Laa ilaaha illa Allah”, serta merta menjadi orang yang sudah bertauhid
(merealisasikannya). Akan tetapi, menurut para ulama, agar menjadi seorang yang
bertauhid (muwahhid) mesti memenuhi tujuh syarat berikut ini 26 :
1. Ilmu, yaitu mengetahui makna dan maksud dari kalimat tauhid itu.
2. Yakin, yaitu meyakini dengan seyakin-yakinnya akan komitmen (dari kalimat
tauhid itu).
3. Menerima dengan hati dan lisan (perkataan) dari segala konsekuensinya.
4. Tunduk dan patuh akan apa yang diperintahkan-Nya dan apa yang dilarang-
Nya.
5. Benar dalam perkataan. Artinya, apa yang dikatakannya dengan lisan harus
sesuai dengan apa yang diyakininya dalam hati.
6. Ikhlas dalam melakukan sesuatu.
7. Mencintai kalimat tauhid dengan segala konsekuensinya.
26
Yulian Purnama, “Inilah 7 Syarat “ Laa Ilaaha ilallah”,2014, https://muslim.or.id/22183-
syarat-laa-ilaaha-ilallah.html. diakses 2 Agustus 2018 pukul 13.00.
18
2. Pembagian Tauhid
Berdasarkan apa yang didakwahkan oleh para rasul dan kitab‐kitab yang
telah diturunkan,Tauhid terbagi menjadi tiga :
a) Tauhid Rububiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT lah yang menciptakan,
memiliki, membolak‐balikan, mengatur alam ini, dan yang Maha mengetahui
segala sesuatu. 27
27
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
terj. Ainul Haris, (Jakarta:Yayasan Al-Sofwa, 1998),9.
19
َض ۚۡ َج َع َل لَ ُكم ِمنۡ أَنفُ ِس ُكمۡ أَزۡ َٰ َوجۡا َو ِمنِ ۡت َوٱلۡأَر ِ س َٰ َم َٰ َو
اط ُر ٱل ه ِ َف
ۡۡس َك ِمثۡ ِل ِهۦ شَيۡء َ ۡٱلۡأَنۡ َٰ َع ِم أَزۡ َٰ َوجۡا َيذۡ َر ُؤ ُكمۡ ِفي ِه ۚۡ لَي
28
١١ ير
ُ صِ س ِمي ُع ٱلۡ َب َوه َُو ٱل ه
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri yang berpasangan, dan dari jenis binatang ternak pula yang berpasangan
dan berkembang biak. Tidak ada satupun yang serupa dengan-Nya, dan dialah
yang maha mendengar juga maha melihat.”
Hal ini diakui hampir oleh seluruh umat manusia, adapun kaum yang pernah
mengingkarinya adalah kaum atheis, yang pada kenyataannya mereka
memperlihatkan keingkarannya hanya karna kesombongan mereka. Padahal jauh
di dalam lubuk hati mereka, mereka mengakui bahwa tidaklah alam semesta ini
terjadi kecuali ada yang membuat dan yang mengaturnya. Sebagaimana firman
Allah SWT dalam QS. At-Tur/52:35-36).,
ْ أَمۡ َخلَقُوا٣٥ َأَمۡ ُخ ِلقُواْ ِمنۡ غَيۡ ِر شَيۡءٍ أَمۡ ُه ُم ٱلۡ َٰ َخ ِلقُون
29
َ ۡت َوٱلۡأَر
٣٦ َض ۚۡ بَل هَل يُوقِنُون ِ س َٰ َم َٰ َو
ٱل ه
“Apakah mereka diciptakan tanpa sesuatu ataukah mereka yang menciptakan?
Ataukah mereka yang menciptakan bumi itu? Sebenarnya mereka tidak meyakini
(apa yang mereka katakan)”.
b) Tauhid Uluhiyah
Yaitu meyakini dan mengakui bahwa Allah SWT memiliki hak terhadap
semua makhluk-Nya. Hanya Dialah yang berhak untuk disembah, bukan yang
lain. Karena itu tidak diperbolehkan untuk memberikan salah satu dari jeis ibadah
seperti : berdoa, shalat, meminta tolong, tawakal dan lain-lain. 30 Melainkan hanya
untuk Allah SWT semata.
28
Al-Qur’an surah As-Syura/26:11.
29
Ibid., At-Tur/52:35-36.
30
Dr. Abdul Aziz bin Muhammad Alu Abd. Lathif, Pelajaran Tauhid Untuk Tingkat Lanjutan,
terj. Ainul Haris, (Jakarta:Yayasan Al-Sofwa, 1998),13.
20
َ ٱَّللِ إِ َٰلَ ًها َءاخ ََر ََل بُرۡ َٰ َهنَ لَهۥ ُ بِ ِهۦ فَإِنه َما ِح
ُسابُهۥُ ِعندَ َر ِب ۚ ِهۦ ِإ هنهۥ َو َمن يَدۡعُ َم َع ه
31
١١٧ َََل يُفۡ ِل ُح ٱلۡ َٰ َك ِف ُرون
“Dan barang siapa yang menyembah tuhan lain selain Allah, padahal tidak ada
satu dalilpun baginya tentang itu, maka sesungguhnya perhitungan di sisi
Tuhannya. Sesungguhnya orang kafir itu tidak ada yang beruntung.”
Kebanyakan manusia mengingkari tauhid ini, oleh sebab itulah Allah mengutus
para rasul, dan menurunkan kitab-kitab kepada mereka agar mereka beribadah
kepada Allah saja dan meninggalkan ibadah kepada selain-Nya.
َض ۚۡ َج َع َل لَ ُكم ِمنۡ أَنفُ ِس ُكمۡ أَزۡ َٰ َوجۡا َو ِمنِ ۡت َوٱلۡأَر ِ س َٰ َم َٰ َو
اط ُر ٱل ه ِ َف
ۡۡس َك ِمثۡ ِل ِهۦ شَيۡء َ ۡٱلۡأَنۡ َٰ َع ِم أَزۡ َٰ َوجۡا َيذۡ َر ُؤ ُكمۡ فِي ِه ۚۡ لَي
32
١١ ير
ُ صِ س ِمي ُع ٱلۡ َب َوه َُو ٱل ه
“(Dia) Pencipta langit dan bumi. Dia menjadikan bagi kamu dari jenis kamu
sendiri pasangan-pasangan dan dari jenis binatang ternak pasangan-pasangan
(pula), dijadikan-Nya kamu berkembang biak dengan jalan itu. Tidak ada
sesuatupun yang serupa dengan Dia, dan Dialah yang Maha Mendengar dan
Melihat”
Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua
perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak menoleh
31
Al-Qur’an surah Al-Mukminun/23:117.
32
Ibid., Asy-Syura/42:11.
21
kepada selain-Nya tanpa sebab atau perantara, juga mentaati perintah‐Nya dan
menjauhi larangan‐Nya. Dengan adanya tauhid seseorang dapat dengan mudah
melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang berbahaya dengan
keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan tauhid pula seorang muslim
hanya akan menyembah‐Nya dan mengesakan‐Nya dan tidak menyembah kepada
yang lain.
33
Sayid Sabiq, Aqidah Islam pola hidup manusia beriman, terj. Anggota IKAPI,(Bandung: CV
Diponegoro, 1997), 133.
22
Tauhid adalah akar dari keimanan seorang muslim. Dengan tauhid yang
kuat, maka seorang muslim akan mampu menjalankan proses penghambaannya
kepada Allah tanpa merasa berat dan terpaksa, karena hanya satu tujuan mereka
hidup yaitu keinginan mereka untuk bertemu dengan Tuhannya Allah SWT.
Implementasi penghambaan mutlak kepada Allah SWT tersebut terwujud dalam
berbagai aspek kehidupan seorang muslim, mulai hubungan antara manusia
dengan Allah, hubungan manusia dengan manusia lainnya, serta hubungan
manusia dengan alam. Ketiga hubungan tersebut akan terwujud secara selaras dan
harmonis, karena memang itulah perintah Allah. Dengan mempunyai aqidah yang
kuat, maka seluruh rintangan hidup dapat dilaluinya dengan baik dan ringan.
Di era modern ini, dengan berbagai tantangan dan pengaruh global,
seorang muslim harus mempunyai tauhid yang kuat. Hal itu disebabkan tantangan
dan pengaruh global yang dating banyak memuat unsur-unsur negative yang anti-
tauhid. Manakala seorang muslim dihadapkan pada kesenangan dunia sebagai
muatan dunia kapitalis, maka manusia membutuhkan benteng untuk
mempertahankan diri dari arus negative globalisasi tersebut.
23
BAB III
PENUTUP
Kesimpulan
3. Untuk mencapai kebahagiaan dunia dan akhirat tentunya manusia atau umat
Islam harus memahami mengenai ajaran tauhid yaitu meyakini dan
mengesakan Allah sebagai Tuhan dan sebagai hamba-Nya kita wajib menaati
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya.Dengan adanya tauhid seseorang
dapat dengan mudah melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang
berbahaya dengan keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan
tauhid pula seorang muslim hanya akan menyembah‐Nya dan
mengesakan‐Nya dan tidak menyembah kepada yang lain.
4. Hakekat dan inti tauhid adalah agar manusia memandang bahwa semua
perkara berasal dari Allah SWT, dan pandangan ini membuatnya tidak
menoleh kepada selain-Nya tanpa sebab atau perantara, juga mentaati
perintah-Nya dan menjauhi larangan-Nya. Dengan adanya tauhid seseorang
dapat dengan mudah melihat yang baik dan buruk, yang berguna dan yang
berbahaya dengan keyakinan semuanya berasal dari Allah SWT. Dengan
tauhid pula seorang muslim hanya akan menyembah-Nya dan mengesakan-
Nya dan tidak menyembah kepada yang lain.
25
DAFTAR PUSTAKA
Al-Qur’an.
Aziz, Abdul. 1998. “Pelajaran Tauhid” untuk Tingkat Lanjutan. Terjemahan oleh
Ainul Haris. Cetakan ke-1. Jakarta: Yayasan Al-sofwa.
Aziz, Abdul. 1998. “Pelajaran Tauhid” untuk pemula. Terjemahan oleh Ainul
Haris. Cetakan ke-1. Jakarta: Yayasan Al-sofwa.
Hamka. 2018. “Tasawuf Modern : Bahagia itu dekat dengan kita ada di dalam
diri kita”.Jakarta : Republika.
Sabiq, Sayid. 1997. “Aqidah Islam : Pola Hidup Manusia Beriman”. Terjemahan
oleh IKAPI. Cetakan ke-10. Bandung: CV Diponegoro.