PENDAHULUAN
1
Tak jarang mucul olokan yang ditujukan pada anggota LGBT
khususnya gay. Hal-hal seperti ini, opini pribadi akan ketidaksukaan pada
gay atau LGBT secara umum akan muncul, kemudian bergulir menjadi
opini publik melahirkan pandangan gay itu mengganggu dan membahayakan
apalagi jika ia dalam lingkungan sekolah. Dengan anggapan utama gay dapat
menular, serta dengan sengaja menularkan. Artinya, masih ada mispersepsi
publik terhadap persoalan LGBT.
Masih adanya pandangan buruk masyarakat membuat seorang gay
mesti sedikit mlipir alias menyingkir atau menepi. Mereka kemudian tidak
bebas memilih kawan, juga tidak leluasa berekspresi sebagai bagian
masyarakat . Akibatnya seorang gay ini harus berhati-hati jika ingin
berekspresi. Bahkan dalam mencari teman cerita, tidak sembarang orang
dapat dijadikan tempat curhat yang baik. Maka dicarilah solusi paling baik
menurut mereka, bahwa mereka harus mencari dan mendapatkan teman
sesama gay. Dimulailah masa mencari teman sesama gay dalam lingkungan
mereka. Mencari teman sesama gay dilakukan dengan berbagai cara,
umumnya menggunakan jejaring sosial internet atau melalui kolega-kolega
yang ada. Bukan dengan mendatangi seseorang secara acak lantas
menodong pertanyaan.
Keberadaan teman sesama gay didasari butuhnya dukungan kawan
senasib sependeritaan, agar ada teman berbagi sekaligus tempat mengadu.
Setelah mendapatkan teman sesama gay, pertemuan-pertemuan pun terjadi.
Seseorang yang awalnya tidak saling mengenal dapat bertemu kawan baru,
bahkan tidak menutup kemungkinan mendapatkan kekasih dari pertemuan ini.
Atas dasar itu muncul wacana membuat perkumpulan khusus .
Kelompok gay telah berdiri dan memiliki anggota. Anggotanya pun
tersebar di berbagai lingkungan. Sarana alternatif yang dianggap baik adalah
melalui media jejaring sosial alias internet. Komunitas gay pasti memiliki
grup, khusus anggotanya di situs Facebook yang tidak semua orang gampang
temukan. Tidak semua anggota merasa dapat dengan cepat mengakses
informasi tentang gay. Maka dibutuhkan alternatif lain agar informasi sampai
lebih cepat. Dunia maya dianggap mampu menghadirkan sedikit rasa aman
2
bagi mereka berkomunikasi. Komunitas gay kini hadir dengan bentuk samar-
samar, tersembunyi apik dalam jejaring sosial, pertemuan terbatas dan jauh
dari tempat-tempat ramai.
3
BAB II
PEMBAHASAN
4
LGBT itu setelah melakukan berbagai macam percobaan, penelitian, maupun
pengamatan sosial.
LGBT masih menjadi perdebatan diantara kalangan sosial dan hukum
yang juga mempertanyakan keadilan dan sisi kemanusiaan. Beberapa negara
sudah terbuka dengan kebebasan memilih pasangan dan memberikan
kebebasan pada LGBT, bahkan untuk melakukan pernikahan sesama jenis
kelamin. Namun di Indonesia sendiri, hal ini masih menjadi hal yang tahu dan
dianggap perilaku menyimpang yang tidak pantas, dan juga menyimpang dari
ajaran agama. Perilaku LGBT bisa muncul pada seseorang dipengaruhi oleh
lingkungan sosialnya, sehingga perlu adanya didikan dan dampingan yang
baik saat tumbuh kembang anak. Perilaku menyimpang ini sulit untuk
disembuhkan dari seseorang, namun bukan berarti merupakan patologis yang
bersifat menular. Sehingga perlua danya dukungan dari keluarga, orang
terdekat, dan juga lingkungan untuk bisa menjauhkan diri dari perilaku
menyimpang ini.
LBGT menuai banyak perhatian sosial dan kontra atau penolakan
penolakan terhadap adanya komunitas ini. Namun, LGBT pun juga
merupakan seorang manusia yang normal dan tidak merugikan sekitarnya,
sehingga apapun pilihan mereka untuk menentukan identitas diri tidaklah
sebaiknya dihina atau dikuciilkan, namun perlu dukungan positif dan rasa
kasih sayang yang membantu mereka menemukan identitas yang benar dan
tidak menyimpang.
5
bertujuan untuk melegalkan perkawinan sesama jenis di Indonesia. Tentu
gerakan yang mendukung perkawinan sesama jenis akan menimbulkan
konflik di masyarakat Indonesia yang masih kental dengan budaya ketimuran
dan memegang teguh nilai-nilai agama.
6
Dengan adanya dukungan dari Dewan HAM PBB membuat Komisaris
Tinggi Dewan HAM PBB, Zaid Ra'ad Al Hussein membahas LGBT dalam
kunjungannya ke Indonesia pada awal tahun 2018. Seperti yang dilansir pada
nasional.kompas.com,Dalam kunjungannya Zaid meminta kepada Presiden
Joko Widodo agar Indonesia tidak mengkriminalisasi LGBT didalam KUHP
yang baru.
7
keinginan luhur, supaya berkehidupan kebangsaan yang bebas, maka rakyat
Indonesia menyatakan dengan ini kemerdekaannya".
8
MPR Zulkifli Hasan menyebut ada lima fraksi yang menyetujui perilaku
LGBT berkembang di Indonesia. Pernyataan itu disampaikan usai Zulkifli
menyosialisasikan empat pilar kebangsaan di i kampus Universitas
Muhammadiyah (UM).
9
dilandasi Ketuhanan yang Maha Esa. Oleh sebab itu di Indonesia untuk
melaksanakan perkawinan syarat pertamanya adalah calon pasangan
yang ingin melakukan perkawinan harus terdiri dari pria dan wanita.
Syarat kedua untuk melakukan perkawinan adalah setiap calon harus
memenuhi syarat-syarat untuk yang terdapat pada agama masing-masing
dan tidak boleh bertentangan dengan agamanya masing-masing
dikarenakan perkawinan di Indonesia harus berlandaskan agama.
Apabila kedua hal tersebut tidak dijalankan maka perkawinan itu
bukanlah perkawinan yang sah dan tidak dapat diakui. Hingga saat ini
pula tidak ada agama yang mengizinkan perkawinan sejenis. Memang di
Indonesia nilai-nilai agama dan kepercayaan tidak bisa ditinggalkan
sebab konstitusi Indonesia menjadikan Ketuhanan Yang Maha Esa
sebagai salah satu nilai yang ada di dalam konstitusi tepatnya pada alinea
ke-4 Pembukaan UUD 1945. Di dalam alinea ke-3 Pembukaan UUD
1945 juga menyebutkan "Atas berkat rahmat Allah Yang Maha Kuasa
dan dengan didorongkan oleh keinginan luhur, supaya berkehidupan
kebangsaan yang bebas, maka rakyat Indonesia menyatakan dengan ini
kemerdekaannya".
Dengan begitu bisa dikatakan bahwa Indonesia menganggap ajaran
atau nilai-nilai ketuhanan sebagai suatu hal yang sakral yang tidak bisa
ditinggalkan. Dengan adanya nilai-nilai ketuhanan di dalam konstitusi
Indonesia memang bisa dikatakan bahwa Indonesia sedikit menganut
paham teokrasi yang mengedepankan nilai-nilai ketuhanan. Dikarenakan
ajaran dan nilai-nilai ketuhanan sudah tertera dalam konstitusi maka
ajaran dan nilai-nilai ketuhanan tidak bisa dapat ditinggalkan. Oleh sebab
itu apabila ingin melegalkan LGBT maka Indonesia harus merubah pula
konstitusi Indonesia. Namun untuk mengubah konstitusi di Indonesia
bukanlah hal yang mudah sebab konstitusi di Indonesia bersifat rigid dan
akan menimbulkan berbagai pertentangan khususnya dari para pakar
hukum.Oleh karena itu dengan ketidaksesuaian LGBT terhadap hukum
positif di Indonesia membuat perkawinan sesama jenis tidak bisa
dilaksanakan di Indonesia.
10
Solusinya antara lain :
- Badan hukum yang berwenang untuk membuat undang-undang
(DPR) harus merancang undang-undang terkait dengan ketentuan
pidana LGBT agar terciptanya kepastian hukum.
- pemerintah juga harus membuat sarana dan prasarana untuk
merehabilitasi anggota LGBT yang memiliki sifat ketertarikan
yang menyimpang agar dapat kembali seperti fitrahnya manusia
sebagaimana seharusnya.
- Kementerian Sosial bisa membuat sebuah badan khusus untuk
menyusun program-program mengembalikan fungsi sosial para
LGBT
- Kementerian Agama (Kemenag) untuk mulai membuat aturan
tegas bahwa warga Indonesia yang mau menikah harus punya
sertifikat pendidikan pranikah. Konsekuensinya, Kemenag, harus
lebih optimal memfasilitasi pendidikan pranikah.
- Pemerintah sebaiknya mengatur perubahan klausul pada Pasal 292
KUHP yang terkait perbuatan cabul sesama jenis ke dalam
Undang-Undang sebagaimana hal pernah dilakukan dalam
pemerintahan Presiden Habibie dalam melakukan perubahan Kitab
Undang-Undang Hukum Pidana Berkaitan Dengan Kejahatan
Terhadap Keamanan Negara. Ini merupakan alternatif pengaturan
sanksi pidana bagi LGBT sebelum diatur kemudian hari di RUU
KUHP.
Sumber:
https://www.kompasiana.com/mfa/5ad4813616835f6a0c390cc2/dram
a-legalitas-lgbt-di-indonesia
https://news.detik.com/opini/d-3780145/alternatif-pengaturan-pidana-
lgbt-dalam-kuhp
11
Solusi Pribadi
- Perilaku ini dapat diatasi dengan terapi. Yang paling utama dalam
terapi ini adalah dengan adanya motivasi yang kuat yang berasal
dari dalam diri individu itu sendiri. Sedangkan agar meminimalisir
kemungkinan LGBT maka pada saat masih kanak-kanak, individu
harus diberikan pendidikan secara proporsional oleh kedua orang
tua. Seorang ayah harus memerankan perannya sebagai seorang
bapak yang baik dan begitu pula seorang ibu harus memerankan
perannya sebagai seorang ibu secara baik pula. Oleh karena itu
pola asuh orang tua yang baik dapat meminimalisir kemungkinan
individu menjadi LGBT.
- Pemerintah harus mengambil langkah cepat dalam membuat
pengaturan pidana atas delik tersebut tanpa harus menunggu
disahkannya KUHP yang baru sehingga moral dan budaya bangsa
ini tetap terlindungi melalui norma hukum sesuai dengan prinsip
negara hukum.
- Penanganan terhadap mereka dibedakan dari faktor penyebabnya
antara lain faktor genetik, psikologis maupun kultural. Dengan
memahami faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dapat
dirumuskan solusi yang tepat untuk seseorang yang mengidap
penyakit LGBT tersebut. Secara umum, solusi untuk
penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua) yaitu
solusi internal dan solusi eksternal. Solusi internal misalnya perlu
adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan
melakukan perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa
dukungan keluarga dan orang-orang dekat, serta membebaskan
diri dari lingkungan LGBT.
12
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Dari penulisan makalah ini maka dapat disimpulkan bahwa, tidak
dibenarkan apabila kaum LGBT menjadi legal di negara Indonesia mengingat
kembali Indonesia adalah negara hukum dengan masyarakat yang menghargai
agamanya masing-masing. Dengan maraknya golongan LGBT yang sudah
terang-terangan di Indonesia membuat golongan masyarakat normal merasa
tidak nyaman dengan keberadaan LGBT itu sendiri. Jika para kaum LGBT ini
masih terus memaksa agar pemerintah di Indonesia melegalkan tindakan
LGBT dengan menggunakan alasan Hak Asasi Manusia, seharusnya para
kaum LGBT ini sadar akan tindakannya yang melanggar aturan-aturan hukum
di Indonesia
3.2 Saran
Beberapa saran dapat dilakukan berdasarkan faktor penyebab
munculnya LGBT. Penanganan terhadap mereka dibedakan dari faktor
penyebabnya antara lain faktor genetik, psikologis maupun kultural. Dengan
memahami faktor-faktor tersebut, maka diharapkan dapat dirumuskan solusi
yang tepat untuk seseorang yang mengidap penyakit LGBT tersebut. Secara
umum, solusi untuk penyembuhan penyakit LGBT ini terbagi menjadi 2 (dua)
yaitu solusi internal dan solusi eksternal. Solusi internal misalnya perlu
adanya kesadaran dan kemauan untuk sembuh, serta kesungguhan melakukan
perubahan. Sedangkan solusi eksternal dapat berupa dukungan keluarga dan
orang-orang dekat, serta membebaskan diri dari lingkungan LGBT.
13
DAFTAR PUSTAKA
https://www.kompasiana.com/mfa/5ad4813616835f6a0c390cc2/drama-legalitas-
lgbt-di-indonesia
https://www.republika.co.id/berita/nasional/umum/16/02/22/o2y096359
pemerintah-harus-siapkan-langkah-konkret-sebagai-solusi-lgbt
https://news.detik.com/opini/d-3780145/alternatif-pengaturan-pidana-lgbt-dalam-
kuhp
https://www.republika.co.id/berita/jurnalisme-warga/wacana/16/02/29/o3a5s0388-
lgbt-dalam-perspektif-hukum-di-indonesia
http://www.medanbisnisdaily.com/news/read/2018/02/06/336472/perlu_solusi_ter
kait_lgbt/
14
LAMPIRAN
Bertalian dengan hal tersebut, pada kenyataannya kajian hukum tidak hanya tentang
norma hukum positif tapi juga sejarah hukum dan politik hukum yang berada dalam taraf
pembangunan hukum, penegakan hukum, dan pengawasan hukum. Hal ini diperpanjang
dengan fakta adanya kekosongan hukum, interpretasi hukum, norma hukum yang kabur,
saling tumpang tindih atau bahkan saling bertentangan. Sehingga, selalu ada ruang bagi
gagasan atau perilaku apapun, baik yang tidak masuk akal sekalipun, untuk terus eksis di
kancah kajian atau pendapat hukum. Inilah suatu logical plot yang dikenal dengan istilah
democratic and constitutional welfare state sebagai muatan glosarium ketatanegaraan
Indonesia.
Oleh karenanya, bagi setiap warga negara Indonesia, isu Lesbian, Gay, Biseksual, dan
Transgender (LGBT) dalam konteks yang paling sederhana, setidaknya dapat dipetakan
dalam tiga taraf logis dengan menjawab serangkaian pertanyaan. Pertama, apakah
perilaku LGBT dapat dibenarkan? Kedua, apakah konsesi norma hukum Indonesia
menerima pelanggengan perilaku LGBT? Ketiga, bagaimana secara aktif mengawal
penegakan hukum tersebut?
LGBT saat ini lebih dari sekadar sebuah identitas, tetapi juga merupakan campaign
substance and cover atas pelanggengan Same Sex Attraction (SSA). Perilaku LGBT
dimulai dari suatu preferensi homoseksual, kemudian mewujud dalam perbuatan
homoseksual, lalu pada akhirnya melekat dalam bentuk perjuangan untuk diterima
sebagai perilaku normal dalam membentuk institusi keluarga.
Preferensi homoseksual itu hadir dalam keyakinan atas aktualisasi diri, pemikiran berisi
pembenaran preferensi tersebut, dan keinginan yang mendorong untuk merealisasikannya.
Perbuatan homoseksual itu mewujud dalam hubungan interpersonal sesama homoseksual.
Selanjutnya, pembentukan keluarga LGBT adalah fase paling mutakhir dalam
melanggengkan kedua perilaku yang lainnya, baik preferensinya maupun perbuatannya
sebagai homoseksual.
Perilaku LGBT pada gilirannya akan mendorong hadirnya pemahaman yang menyimpang
tentang seksualitas. Dikatakan menyimpang karena tidak dapat menyatukan antara
keinginannya dengan prinsip-prinsip dasar kehidupan, sehingga terjadi gangguan
keberfungsian sosial. Faktanya, tidak ada satu pun agama, nilai kemanusiaan, atau nilai
kemanfaatan manapun yang membenarkan perilaku demikian. Barangkali satu-satunya
15
dasar pemikiran yang membenarikan ialah falsafah etis hedonisme yang tidak
rampung. Aristippus sebagai tokoh falsafah hedonisme dan murid Socrates menyebutkan
bahwa yang terpenting dalam hidup manusia adalah kesenangan. Namun, apabila kita
melihat seluruh catatan filsafat Barat tentang filsafat hedonisme, tidak ada yang
menyebutkan bahwa kesenangan yang dimaksud itu adalah hal yang secara langsung
diingini oleh hasrat yang fana. Seluruhnya mengarahkan pada pemikiran untuk mencapai
kesenangan yang hakiki dimana berlaku pengendalian diri dan kesejatian insani. Telah
nyata bahwa wahyu Tuhan mengutuk perilaku homoseksual. Juga tidak akan ada akal
sehat yang membenarkannya. Pun tidak akan ada pandangan berwawasan kebangsaan
yang akan membelanya. Di luar itu, cuma akal dan pandangan yang bertekuk lutut di
bawah hasrat pemenangan diri sendiri atau ketidaksadaran atas perusakan tatanan
kemasyarakatan yang bermartabat saja yang mungkin mendukungnya.
Bangsa Indonesia ini, kata Soepomo, dibangun dalam suatu tatanan integralistik. Artinya,
kita adalah masyarakat organis. Setiap diri kita adalah anggota dari rumpun keluarga-
keluarga. Model kemanusiaan kita sebagai orang Indonesia adalah pemuliaan generasi
dengan jelasnya garis keturunan yang membentuk rumpun-rumpun kemasyarakatan.
Inilah jati diri pertama dalam bangunan hukum nasional pasca proklamasi kemerdekaan
pada 1945.
Dalam merumuskan konsesi kehidupan bernegara, konstitusi kita tidak memuat konteks
berpikir sebagaimana dalam tertuang dalam konstitusi Amerika:
“We the people of the United States, in order to form a more perfect union, establish
justice, insure domestic tranquility, provide for the common defense, promote the general
welfare, and secure the blessings of liberty to ourselves and our posterity, do ordain and
establish this Constitution for the United States of America.”
… to reaffirm faith in fundamental human rights, in the dignity and worth of the human
person, in the equal rights of men and women and of nations large and small, and to
establish conditions under which justice and respect for the obligations arising from
treaties and other sources of international law can be maintained….”
16