b. Klasifikasi
Perilaku bunuh diri terbagi menjadi tiga kategori (Stuart, 2006):
Ancaman bunuh diri yaitu peringatan verbal atau nonverbal bahwa seseorang tersebut
mempertimbangkan untuk bunuh diri. Orang yang ingin bunuh diri mungkin mengungkapkan
secara verbal bahwa ia tidak akan berada di sekitar kita lebih lama lagi atau mengomunikasikan
secara non verbal.
Upaya bunuh diri yaitu semua tindakan terhadap diri sendiri yang dilakukan oleh individu yang
dapat menyebabkan kematian jika tidak dicegah.
Bunuh diri yaitu mungkin terjadi setelah tanda peringatan terlewatkan atau diabaikan. Orang
yang melakukan bunuh diri dan yang tidak bunuh diri akan terjadi jika tidak ditemukan tepat
pada waktunya.
Sementara itu, Yosep (2010) mengklasifikasikan terdapat tiga jenis bunuh diri, meliputi:
Bunuh diri anomik
Bunuh diri anomik adalah suatu perilaku bunuh diri yang didasari oleh faktor lingkungan yang
penuh tekanan (stressful) sehingga mendorong seseorang untuk bunuh diri.
Bunuh diri altruistik
Bunuh diri altruistik adalah tindakan bunuh diri yang berkaitan dengan kehormatan seseorang
ketika gagal dalam melaksanakan tugasnya.
Bunuh diri egoistik
Bunuh diri egoistik adalah tindakan bunuh diri yang diakibatkan faktor dalam diri seseorang
seperti putus cinta atau putus harapan.
1
c. Faktor predisposisi
Stuart (2006) menyebutkan bahwa faktor predisposisi yang menunjang perilaku Risiko bunuh
diri meliputi:
Diagnosis psikiatri
Tiga gangguan jiwa yang membuat pasien berisiko untuk bunuh diri yaitu gangguan alam
perasaan, penyalahgunaan obat, dan skizofrenia.
Sifat kepribadian
Tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan peningkatan Risiko bunuh diri adalah rasa
bermusuhan, impulsif, dan depresi.
Lingkungan psikososial
Baru mengalami kehilangan, perpisahan atau perceraian, kehilangan yang dini, dan
berkurangnya dukungan sosial merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
Riwayat keluarga
Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri merupakan faktor Risiko untuk perilaku
Risiko bunuh diri
Faktor biokimia
Proses yang dimediasi serotonin, opiat, dan dopamine dapat menimbulkan perilaku Risiko bunuh
diri.
d. Stressor pencetus
Stuart (2006) menjelaskan bahwa pencetus dapat berupa kejadia yang memalukan, seperti
masalah interpersonal, dipermalukan di depan umum, kehilangan pekerjaan, atau ancaman
pengurungan. Selain itu, mengetahui seseorang yang mencoba atau melakukan bunuh diri atau
terpengaruh media untuk bunuh diri, juga membuat individu semakin rentan untuk melakukan
perilaku bunuh diri.
e. Penilaian stressor
Upaya bunuh diri tidak mungkin diprediksikan pada setiap tindakan. Oleh karena itu, perawat
harus mengkaji faktor Risiko bunuh diri pada pasien
f. Sumber koping
Pasien dengan penyakit kronis, nyeri, atau penyakit yang mengancam kehidupan dapat
melakukan perilaku destruktif-diri. Sering kali pasien secara sadar memilih untuk bunuh diri.
g. Mekanisme koping
Stuart (2006) mengungkapkan bahwa mekanisme pertahanan ego yang berhubungan dengan
perilaku destruktif-diri tidak langsung adalah penyangkalan, rasionalisasi, intelektualisasi, dan
regresi.
2
h. Rentang respon
RENTANG RESPON RISIKO BUNUH DIRI
Isolasi sosial
3
IV. Diagnosa Keperawatan
Risiko Bunuh Diri
4
bermanfaat dengan pasien mencetuskan perilaku
destruktif-diri
tingkatkan hubungan meningkatkan
keluarga yang sehat kepercayaan diri pasien
dan mencegah perilaku
destruktif-diri
pasien akan mampu libatkan pasien dan pemahaman dan peran
menjelaskan rencana orang terdekat dalam serta dalam
pengobatan dan perencanaan asuhan perencanaan pelayanan
rasionalnya kesehatan
meningkatkan
kepatuhan
jelaskan karakteristik pemahaman dalam
dari kebutuhan proses perawatan dan
pelayanan kesehatan pengobatan
yang telah meningkatkan
diidentifikasi, kepatuhan dan
kebutuhan asuhan mendukung proses
keperawatan, diagnosis penyembuhan
medis, pengobatan, dan
medikasi yang
direkomendasikan
DAFTAR PUSTAKA
Fitria,Nita.2009. Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan dan Strategi
Pelaksanaan Tindakan Keperawatan ( LP & SP ) untuk 7 Diagnosis Keperawatan Jiwa Berat
bagi Program S1 Keperawatan. Salemba Medika : Jakarta
5
STRATEGI PELAKSANAAN
TINDAKAN KEPERAWATAN HARI KE 1
A. PROSES KEPERAWATAN
1. Kondisi pasien:
2. Diagnosa keperawatan
Risiko bunuh diri
3. Tujuan khusus
Mengamankan pasien dari tindakan bunuh diri
Pasien dapat mengendalikan dorongan untuk bunuh diri
4. Tindakan keperawatan
Mengidentifikasi benda-benda yang dapat membahayakan pasien
Mengamankan benda-benda yang dapat membahayakan pasien
Melakukan kontrak treatment
Mengajarkan cara mengendalikan dorongan bunuh diri
Melatih cara mengendalikan dorongan bunuh diri
2. Evaluasi/ validasi
“Bagaimana kabar mbak hari ini?“
“Mbak sepertinya terlihat bingung dan gelisah. Apakah mbak mau menceritakan pada saya apa
yang mbak rasakan?”
“Saya dapat menjamin kerahasiaan dari setiap informasi yang mbak ceritakan kepada saya”.
6
KERJA
“Bagaimana perasaan mbak setelah peristiwa ini terjadi? Apakah dengan adanya masalah ini,
mbak merasa paling menderita di dunia ini? Apakah mbak merasa kehilangan percaya diri? Apa
merasa tidak berharga?”
“Apakah mbak merasa sulit untuk berkonsentrasi? Apakah mbak, berniat untuk mencederai diri?
Apa yang mbak rasakan?”
(Jika pasien menyampaikan keinginan bunuh diri,segera lakukan tindakan keperawatan untuk
melindungi pasien)
“Saya akan memeriksa seluruh isi kamar mbak ya, untuk memastikan tidak ada benda-benda
yang membahayakan diri mbak”.
“Karena mbak, tampak memiliki keinginan untuk mengakhiri hidup, maka saya tidak
membiarkan mbak sendiri ya”.
“Apa yang mbak lakukan saat keinginan untuk bunuh diri muncul? Kalau keinginan untuk bunuh
diri muncul, mbak langsung minta bantuan perawat di ruangan atau keluarga untuk menemani
mbak diruangan sehingga mbak tidak sendirian di ruangan. Jadi, mbak jangan sendirian di kamar
ya”.
TERMINASI
1. Evaluasi respon klien terhadap tindakan keperawatan:
Subyektif:
“Bagaimana perasaan mbak sekarang setelah mengetahui cara mengendalikan perasaan ingin
bunuh diri?”
Obyektif:
“Coba mbak sebutkan kembali cara tersebut?”
“Bagus sekali mbak, sekarang mbak sudah mengerti cara mengendalikan perasaan ingin bunuh
diri.”
2. Tindak lanjut klien (apa yang perlu dilatih klien sesuai dengan hasil tindakan yang telah
dilakukan):
“Baik mbak, tadi kita sudah berdiskusi iya mbak tentang cara mengendalikan perasaan ingin
bunuh diri. Tugas untuk mbak yaitu berlatih cara mengendalikan perasaan bunuh diri ya mbak.
Nanti pada pertemuan selanjutnya, saya akan melihat jadwal kegiatan latihan mbak ya. Mari kita
masukkan ke dalam jadwal kegiatan hariannya ya mbak”.
7
8