Anda di halaman 1dari 19

A.

Pengertian
1. Definisi
Kejang demam adalah kejang yang dihubungkan dengan suatu penyakit yang
dicirikan dengan demam tinggi (suhu 38,9o−40,0oC). Kejang demam berlangsung
kurang dari 15 menit, generalisata, dan terjadi pada anak-anak tanpa kecacatan
neurologik. (Muscari, 2005)
Kejang demam juga dapat diartikan sebagai suatu kejang yang terjadi pada usia
antara 3 bulan hingga 5 tahun yang berkaitan dengan demam namun tanpa adanya
tanda-tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. (Meadow, 2005)
Kejang demam merupakan bangkitan kejang yang dapat terjadi karena
peningkatan suhu akibat proses ekstrakranium dengan ciri terjadi antara usia 6 bulan -
4 tahun, lamanya kurang dari 15 menit dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam
setelah timbulnya demam. (Hidayat, 2008)
Dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kejang demam
merupakan bangkitan kejang yang terjadi karena peningkatan suhu tubuh sebagai
akibat proses ekstrakranium (pajanan dari suatu penyakit yang dicirikan dengan demam
tinggi dimana suhunya berkisar antara 38,9o − 40,0oC) namun tanpa adanya tanda-
tanda infeksi intrakranial atau penyebab yang jelas. Kejang demam ini lebih sering
terjadi pada anak usia 6 bulan – 5 tahun, dengan lama kejang kurang dari 15 menit
dapat bersifat umum dan dapat terjadi 16 jam setelah timbulnya demam
2. Etiologi
Penyebab kejang demam sampai saat ini masih belum diketahui secara jelas.
Kejang demam biasanya dikaitkan dengan infeksi saluran pernapasan atas, infeksi
saluran kemih dan roseola. Kejang ini merupakan kejang umum dengan pergerakan
klonik selama kurang dari 10 menit. SSP normal dan tidak ada tanda-tanda defisit
neurologis pada saat serangan telah menghilang. Sekitar sepertiga akan mengalami
kejang demam kembali jika terjadi demam, tetapi sangat jarang yang mengalami kejang
setelah usia 6 tahun. Kejang yang lama, fokal, atau berulang, atau gambaran EEG yang
abnormal 2 minggu setelah kejang, menunjukkan diagnosis epilepsi (kejang nondemam
berulang). (Meadow, 2005)
Menurut Lumban Tobing & Mansjoer (2005), faktor yang berperan dalam
menyebabkan kejang demam antara lain :
a. Demam itu sendiri
b. Efek produk toksik dari pada mikroorganisme (kuman dan virus terhadap otak).
c. Respon alergik atau keadaan imun yang abnormal oleh infeksi.
d. Perubahan keseimbangan cairan atau elektrolit.
e. Ensefalitis viral (radang otak akibat virus) yang ringan yang tidak diketahui atau
ensekalopati toksik sepintas.
f. Gabungan semua faktor tersebut di atas.
Menurut Amin dan Hardhi (2013) penyebab kejang demam dibedakan menjadi
intrakranial dan ekstrakranial.
a. Intrakranial meliputi :
1) Trauma (perdarahan): perdarahan subarachnoid, subdural atau ventrikuler.
2) Infeksi: bakteri, virus, parasit misalnya meningitis.
3) Congenital : disgesenis, kelainan serebri
b. Ekstrakranial meliputi:
1) Gangguan metabolik: hipoglikemia, hipokalsemia, hipomagnesia, gangguan
elektrolit (Na dan K) misalnya pada pasien dengan riwayat diare sebelumnya.
2) Toksik : intoksikasi, anastesi lokal, sindroma putus obat.
3) Congenital: gangguan metabolisme asam basa atau ketergantungan dan
kekurangan piridoksin.

Beberapa faktor risiko berulangnya kejang yaitu :


1) Riwayat kejang dalam keluarga
2) Usia kurang dari 18 bulan
3) Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam,
semakin kecil kemungkinan kejang demam akan berulang.
4) Lamanya demam sebelum kejang. Semakin pendek jarak mulainya demam dengan
kejang, maka semakin besar risiko kejang demam berulang.
3. Klasfikasi
Adapun klaisifikasi dari kejang demam adalah sebagai berikut :
a. Kejang Parsial (Fokal, Lokal)
1) Kejang Parsial Sederhana
Kesadaran tidak terganggu, dapat meliputi satu atau kombinasi dari hal-hal
berikut :
a) Tanda motorik – kedutan pada wajah, tangan, atau suatu bagian tubuh,
biasanya gerakan yang sama terjadi pada setiap kejang, dan dapat menjadi
merata.
b) Tanda dan gejala otomatis – muntah, berkeringat, wajah merah, dilatasi
pupil.
c) Gejala-gejala somatosensori atau sensori khusus – mendengar suara
musaik, merasa jatuh dalam suatu ruang, parestesia.
d) Gejala-gejala fisik – déjă vu (sepertiga siaga), ketakutan, penglihatan
panoramik. (Betz, 2009)
2) Kejang Parsial Kompleks
a) Gangguan kesadaran, walaupun kejang dapat dimulai sebagai suatu
kejang parsial sederhana.
b) Dapat melibatkan gerakan otomatisme atau otomatis – bibir mengecap,
mengunyah, mengorek berulang, atau gerakan tangan lainnya.
c) Dapat tanpa otomatisme – tatapan terpaku. (Betz, 2009)
b. Kejang Menyeluruh (Konvulsif atau Nonkonvulsif)
1) Kejang Lena
a) Gangguan kesadaran dan keresponsifan.
b) Dicirikan dengan tatapan terpaku yang biasanya berakhir kurang dari 15
detik.
c) Awitan dan akhir yang mendadak, setelah anak sadar dan mempunyai
perhatian penuh.
d) Biasanya dimulai antara usia 4 dan 14 tahun dan sering hilang pada usia
18 tahun. (Betz, 2009)
2) Kejang Mioklonik
a) Hentakan otot atau kelompok otot yang mendadak dan involunter.
b) Sering terlihat pada orang sehat saat mulai tidur, tetapi bila patologis
melibatkan hentakan leher, bahu, lengan atas, dan tungkai secara sinkron.
c) Biasanya berakhir kurang dari 5 detik dan terjadi berkelompok.
d) Biasanya tidak ada atau hanya terjadi perubahan tingkat kesadaran
singkat. (Betz, 2009)
3) Kejang Tonik-klonik (grand mal)
a) Dimulai dengan kehilangan kesadaran dan bagian tonik, kaku otot
ekstremitas, tubuh, dan wajah secara keseluruhan yang berakhir kurang
dari satu meit, sering didahuluioleh suatu aura.
b) Kemungkinan kehilangan kendali kandung kemih dan usus.
c) Tidak ada respirasi dan sianosis.
d) Bagian tonik yang diikuti dengan gerakan klonik ekstremitas atas dan
bawah.
e) Letargi, konfusi, dan tidur pada fase postictal. (Betz, 2009)
4) Kejang Atonik
a) Kehilangan tonus tiba-tiba yang dapat mengakibatkan turunnya kelopak
mata, kepala terkulai, atau orang tersebut jatuh ke tanah.
b) Singkat dan terjadi tanpa peringatan. (Betz, 2009)
5) Status Epileptikus
a) Biasanya kejang tonik-klonik, menyeluruh yang berulang.
b) Kesadaran antara kejang tidak didapat.
c) Potensial depresi pernapasan, hipotensi, dan hipoksia.
d) Memerlukan penanganan medis darurat segera. (Betz, 2009)
B. Tanda dan Gejala

Adapun tanda gejala yang dapat ditemukan yaitu :


1. Sebagian besar aktivitas kejang berhenti pada saat anak mendapatkan pertolongan
medis, tetapi anak mungkin dalam keadaan tidak sadar. (Muscari, 2005)
2. Orang tua atau pemberi asuhan akan menggambarkan manifestasi kejang tonik-tonik
(yi., tonik−kontraksi otot, ekstensi ekstremitas, kehilangan kontrol defekasi dan
kandung kemih, sianosis, dan kehilangan kesadaran; klonik−kontraksi dan relaksasi
ekstremitas yang teratur (ritmik); fase postiktal dikarakteristikkan dengan
ketidaksadaran persisten). (Muscari, 2005)
3. Sering ditemukan adanya riwayat keluarga dengan kejang demam. (Muscari, 2005)
4. Suhu tubuh mencapai 39oC. (Dewanto, 2009)
5. Kepala anak seperti terlempar ke atas, mata mendelik, tungkai dan lengan mulai kaku,
bagian tubuh anak menjadi berguncang, gejala kejang bergantung pada jenis kejang.
(Dewanto, 2009)
6. Kulit pucat dan mungkin menjadi biru. (Dewanto, 2009)

C. Pohon Masalah
Terlampir

D. Pemeriksaan Diagnostik

1. Elektroensefalografi (EEG) : dipakai untuk membantu menetapkan jenis dan fokus


kejang. (Betz, 2009)
2. CT scan : menggunakan kajian sinar X yang lebih sensitif dri biasanya untuk
mendeteksi perbedaan kerapatan jaringan. (Betz, 2009)
3. Magneti Resonance Imaging (MRI): menghasilkan bayangan dengan menggunakan
lapanganmagnetik dan gelombang radio, berguna untuk memperlihatkan daerah –
daerah otak yang itdak jelas terliht bila menggunakan pemindaian CT. (Betz, 2009)
4. Pemindaian Positron Emission Tomography (PET) : untuk mengevaluasi kejang yang
membandel dan membantu menetapkan lokasi lesi, perubahan metabolik atau alirann
darah dalam otak. (Betz, 2009)
5. Uji laboratorium
a. Pungsi lumbal: menganalisis cairan serebrovaskuler – terutama dipakai untuk
menyingkirkan infeksi.
b. Hitung darah lengkap: mengevaluasi trombosit dan hematokrit
c. Panel elektrolit
d. Skrining toksik dari serum dan urin
e. GDA
f. Kadar kalsium darah
g. Kadar natrium darah
h. Kadar magnesium darah. (Betz, 2009)

E. Penatalaksanaan Medis

Dalam penatalaksanaan kejang demam ada 3 hal yang perlu dikerjakan yaitu:
1. Pengobatan Fase Akut
Seringkali kejang berhenti sendiri. Pada waktu kejang pasien dimiringkan
untuk mencegah aspirasi ludah atau muntahan. Jalan napas harus bebas agar
oksigennisasi terjami. Perhatikan keadaan vital seperti kesadaran, tekanan darah, suhu,
pernapasan dan fungsi jantung. Suhu tubuh tinggi diturunkan dengan kompres air dan
pemberian antipiretik.
Obat yang paling cepat menghentikan kejang adalah diazepam yang
diberikan intravena atau intrarektal. Dosis diazepam intravena 0,3-0,5 mg/kgBB/kali
dengan kecepatan 1-2 mg/menit dengan dosis maksimal 20 mg. bila kejang berhenti
sebelum diazepam habis, hentikan penyuntikan, tunggu sebentar, dan bila tidak timbul
kejang lagi jarum dicabut. Bila diazepam intravena tidak tersedia atau pemberiannya
sulit gunakan diazepam intrarektal 5 mg (BB<10>10kg). bila kejang tidak berhenti
dapat diulang selang 5 menit kemudian. Bila tidak berhenti juga, berikan fenitoin
dengan dosis awal 10-20 mg/kgBB secara intravena perlahan-lahan 1 mg/kgBb/menit.
Setelah pemberian fenitoin, harus dilakukan pembilasan dengan Nacl fisiologis karena
fenitoin bersifat basa dan menyebabkan iritasi vena.
Bila kejang berhenti dengan diazepam, lanjutkan dengan fenobarbital
diberikan langsung setelah kejang berhenti. Dosis awal untuk bayi 1 bulan -1 tahun 50
mg dan umur 1 tahun ke atas 75 mg secara intramuscular. Empat jama kemudian
diberikan fenobarbital dosis rumat. Untuk 2 hari pertama dengan dosis 8-10
mg/kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis, untuk hari-hari berikutnya dengan dosis 4-5
mg/kgBB/hari dibagi 2 dosis. Selama keadaan belum membaik, obat diberikan secara
suntikan dan setelah membaik per oral. Perhatikan bahwa dosis total tidak melebihi
200mg/hari. Efek sampingnya adalah hipotensi,penurunan kesadaran dan depresi
pernapasan. Bila kejang berhenti dengan fenitoin,lanjutkna fenitoin dengan dosis 4-
8mg/KgBB/hari, 12-24 jam setelah dosis awal.
2. Mencari dan mengobati penyebab
Pemeriksaan cairan serebrospinalis dilakukan untuk menyingkirkan
kemungkinan meningitis, terutama pada pasien kejang demam yang pertama.
Walaupun demikian kebanyakan dokter melakukan pungsi lumbal hanya pada kasus
yang dicurigai sebagai meningitiss, misalnya bila ada gejala meningitis atau kejang
demam berlangsung lama.
3. Pengobatan profilaksis
Ada 2 cara profilaksis, yaitu (1) profilaksis intermiten saat demam atau (2) profilaksis
terus menerus dengan antikonvulsan setiap hari. Untuk profilaksis intermiten diberian
diazepam secara oral dengan dosis 0,3-0,5 mg/kgBB/hari dibagi menjadi 3 dosis saat
pasien demam. Diazepam dapat diberikan pula secara intrarektal tiap 8 jam sebanyak
5mg (BB<10kg)>10kg) setiap pasien menunjukkan suhu lebih dari 38,5 0 C. efek
samping diazepam adalah ataksia, mengantuk dan hipotonia.
Profilaksis terus menerus berguna untuk mencegah berulangnya kejang demam berat
yang dapat menyebabkan kerusakan otak tapi tidak dapat mencegah terjadinya epilepsy
dikemudian hari. Profilaksis terus menerus setiap hari dengan fenobarbital 4-
5mg.kgBB/hari dibagi dalam 2 dosis. Obat lain yang dapat digunakan adalah asam
valproat dengan dosis 15-40 mg/kgBB/hari. Antikonvulsan profilaksis selama 1-2
tahun setelah kejang terakhir dan dihentikan bertahap selama 1-2 bulan
Profilaksis terus menerus dapat dipertimbangkan bila ada 2 kriteria (termasuk poin 1
atau 2) yaitu :
a. Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada kelainan neurologist atau
perkembangan (misalnya serebral palsi atau mikrosefal)
b. Kejang demam lebih dari 15 menit, fokal, atau diikuti kelainan neurologist
sementara dan menetap.
c. Ada riwayat kejang tanpa demma pada orang tua atau saudara kandung.
d. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan atau terjadi
kejang multiple dalam satu episode demam.
Bila hanya mmenuhi satu criteria saja dan ingin memberikan obat jangka panjang
maka berikan profilaksis intermiten yaitu pada waktu anak demam dengan
diazepam oral atau rectal tuap 8 jam disamping antipiretik.

F. Pengkajian Keperawatan
1. Data subyektif
a. Badan terasa panas
b. Adanya mual dan muntah
c. Merasa haus
d. Adanya kesulitan saat bernafas
e. Adanya aktivitas kejang berulang, pergerakan otot tidak terkoordinasi, kelemahan
f. Merasa tidak nyaman, gerah.
g. Adanya kekhawatiran orang tua.
2. Data obyektif
a. Suhu meningkat / tinggi
b. Badan teraba panas
c. Membran mukosa / kulit kering
d. Perubahan tonus/kekuatan otot, gerakan involunter/ kontraksi sekelompok otot.
e. Penurunan kesadaran, pernafasan stridor.
f. Tingkah laku distraksi/gelisah
g. Tampak kecemasan, kebingungan.
h. Saliva keluar berlebih.
G. Diagnosa Keperawatan

1. Ketidakefektifan termoregulasi b.d metabolism meningkat ditandai dengan suhu tubuh


makin meningkat
2. Risiko ketidakefektifan perfusi jaringan otak b.d gangguan aliran darah ke otak akibat
kerusakan sel neuron otak,hipoksia dan edema cerebral ditandai dengan TIK
meningkat, sakit kepala, kejang
3. Risiko cedera b.d ketidakefektifan orientasi, kejang
4. Risiko aspirasi b.d penurunan tingak kesadaran,penurunan reflek menelan
5. Risiko keterlambatan perkembangan b.d gangguan pertumbuhan

H. Rencana Keperawatan
NO Diagnosa Tujuan dan Kriteria Intervensi (NIC) Rasional
Keperawatan Hasil
(NOC)
1. Ketidakefektifa NOC NIC Temperaturure
n termoregulasi Hidration Temperaturure regulation( regulation( pengaturan
b.d metabolism Adherence behavior pengaturan suhu) suhu)
meningkat Immune status  Monitor suhu tiap 2 jam 1. Mengerahui
ditandai dengan Risk Control  Rencanakan monitoring suhu perubahan suhu, suhu
suhu tubuh Risk detection secara kontinu diatas 38oC
makin Setelah dilakukan  Monitor TD,nadi dan RR menunjukkan proses
meningkat tindakan keperawatan  Monitor warna dan suhu kulit inflamasi
selama …x24 jam  Monitor tanda-tanda 2. Untuk memantau suhu
diharapkan hipertermi dan hipotermi tetap dalam batas
termoregulasi pasien  Tingkatkan intake cairan dan normal
membaik. nutrisi 3. Untuk mengetahui
Kriteria Hasil  Selimuti pasien untuk keadaan umum pasien
 Keseimbangan mencegah hilangnya akibat demam
antara produksi kehangatan tubuh 4. Warna kulit pucat
panas, panas yang menunjukkan adanya
diterima, dan  Ajarkan kepada pasien cara sianosis, kemerahan
kehilangan panas mencegah keletihan akibat menunjukkan adanya
 Seimbang anatra panas inflamasi dan suhu
produksi panas,  Diskusikan tentang yang tinggi dapat
panas yang diterima pentingnya pengaturan suhu menunjukkan adanya
dan kehilangan dan kemungkinan efek infeksi
panas selama 28 hari negative dari kedinginan 5. Untuk mencegah
pertama kehidupan  Beritahu tentang indikasi terjadinya hipotermi
 Keseimbangan terjadinya keletihan dan dan hipertermi
asam bayi baru lahir penangan emergency yang 6. Untuk menjaga
 Temperature stabil : dipelukan keseimbangan cairan,
36,5-370C  Ajarkan indikasi dari deman/ suhu yang
 Tidak ada kejang hipotermi dan penangan yang tinggi dapat
 Tidak da perubahn diperlukan menyebabkan
warna kulit  Berikan antipiretik jika perlu kehilangan cairan
 Glukosa darah stabil dalam tubuh
 Pengendalian risiko 7. Untuk mencegah
: Hipertermia hilangnya kehangatan
 Pengendalian risiko tubuh
: hportermia 8. Kelelah disebabkan
 Pengendalian risiko karena kehilanga
: Proses menular garam dan air melalui
 Pengendalian risiko keringat secara
: paparan sinar berlebih
matahari 9. Untuk mencegah
terjadinya hipotermi
dan hipertermi
10. Untuk tentang
indikasi terjadinya
keletihan
11. Untuk memahami
penanganan dari
hipotermi
12. Obat antipiretik
bekerja sebagai
pengatur kembali
pusat pengatur panas

2. Risiko NOC NIC Peripheral Sensation


ketidakefektifan Circulation status Management(
Peripheral Sensation
perfusi jaringan Manajemen sensasi
Tissue prefusion : Management( Manajemen
otak b.d perifer)
cerebral sensasi perifer)
gangguan aliran 1. Untuk mengetahui
 Monitor adanya daerah
darah keotak Setelah dilakukan status sirkulasi
tertentu yang hanya peka
akibat kerusakan tindakan keperawatan 2. Untuk mengetahui
terhadap
sel neuron selama…x24 jam adanya takikardi
panas/dingin/tajam/tump
otak,hipoksia dan diharapkan pasien tidak 3. Koaborasi keluarga
ul
edema serebral lagi berisiko mengalami mempermudah
 Monitor adanya paretese
ditandai dengan ketidakefektifan perfusi perawatan klien
 Instrusikan keluarga
TIK jaringan otak sehingga tujuan
untuk mengobservasi
meningkat,sakit Kriteria Hasil: perawatan dapat
kulit jika ada isi atau
kepala, kejang Mendemostrasikan tercapai dengan baik
laserasi
status sirkulasi yang 4. Untuk memproteksi
 Gunakan sarung tangan
ditandai dengan diri
 Batasi gerakan pada
 Tekanan systole dan 5. Untuk meminimalkan
gerakan kepala,leher dan
diastole dalam rasa nyeri
punggung
rentang yang 6. Menilai status
 Monitor kemampuan
diharapkan elektrolit
BAB
 Tidak ada ortostatik 7. Untuk memblok
 Kolaborasi pemberian
hipertensi reseptor nyeri
analgetik
 Tidak ada tanda-  Monitor adanya sehingga nyeri tidak
tanda peningkatan tromboplebitis dapat dipersepsikan
tekanan intrakanial(  Diskusikan mengenai 8. Untuk mengetahui
tidak lebih dari penyebab perubahan adanya tanda infeksi
15mmHg) sensasi 9. Memantau kondisi/
 Mendemostrasikan keluhan yang dialami
kemampuan klien
kognitif yang
ditandai dengan
 Berkomunikasi
dengan jelas dan
sesuai dengan
kemampuan
 Menunjukan
perhatian,konsentra
si dan orientasi
 Memproses
informasi
 Membuat keputusan
dengan benar
 Menunjukan fungsi
sensori motori
cranial yang utuh :
Tingkat kesadaran
membaik, tidak ada
gerakan-geraan
involunter

3. Risiko cedera NOC NIC NIC


b.d Risk Control
ketidakefektifan
orientasi(kesada Setelah dilakukan Environtment Environtment
ran umum), tindakan keperawatan Management(Manajemen Management(Manajem
kejang selama …x24 jam Lingkungan) en Lingkungan)
diharapkan pasien  Sediakan lingkungan yang 1. Untuk menjaga pasien
tidak lagi berisiko aman untuk pasien safety
cedera.  Identifikasi kebutuhan 2. Untuk memenuhi
Kriteria Hasil: keamanan pasien sesuai kebutuhan
 Klien terbebas dari dengan kondisi fisik dan keselamatan pasien
cedera fungsi kognitif pasien dan 3. Untuk mencegah hal
 Klien mampu riwayat terdahulu pasien yang tidak diinginkan
menjelaskan  Menghindarkan lingkungan 4. Untuk menurunkan
cara/metode untuk yang berbahaya (misalnya risiko jatuh/ cedera
mencegah memindahkan perabotan) 5. Agar pasien tetap
injury/cedera  Memasang side rail tempat nyaman walau dalam
 Klien mampu tidur kondisi sakit
menjelaskan faktor  Menyediakan tempat tidur 6. Untuk memudahkan
risiko dari yang nyaman dan bersih pasien menjangkau
lingkungan/perilaku  Menempatkan saklar lampu saklar
personal di tempat yang mudah 7. Agar mendapatkan
 Mampu dijangkau pasien waktu yang cukup
memodifikasi gaya  Membatasi pengunjung untuk beristirahat
hidup untuk  Menganjurkan keluarga 8. Untuk mempermudah
mencegah injury untuk menemani pasien perawatan klien
 Menggunakan  Mengontrol lingkungan dari sehingga tujuan
fasilitas kesehatan kebisingan perawatan dapat
yang ada  Memindahkan barang- tercapai dengan baik
 Mampu mengenali barang yang dapat 9. Agar pasien tidak
perubahan status membahayakan merasa terganggu
kesehatan  Berikan penjelasan pada 10. Untuk mencegah
pasien dan keluarga atau terjadinya cedera
pengunjung adanya
perubahan status kesehatan 11. Agar pasien, keluarga
dan penyebab penyakit maupun pengenjung
ngetahui mengenai
perubahan status
kesehatan dan
penyebab penyakit

4. Risiko aspirasi Respiratory Status : NIC Aspiration precaution


b.d penurunan Ventilation Aspiration precaution 1. Meningkatkan
tingkat Aspiration Control  Monitor tingkat kesadaran, ekspansi paru
kesadaran, Swallowing Status reflek batuk dan kemampuan maksimal dan alat
penurunan reflek Kriteria Hasil: menelan pembersihan jalan
menelan  Klien dapat bernafas  Monitor status paru pelihara napas
dengan mudah,tidak jalan nafas 2. Untuk
irama, frekuensi  Lakukan suction jika mempertahankan
pernafasan normal diperlukan jalan napas
 Pasien mampu  Cek nasogastrik sebelum 3. Untuk mengeluarkan
menelan, mengunyah makan secret yang
tanpa terjadi aspirasi,  Hindari makan kalau residu mengganggu
dan mampu masih banyak pernapasan
melakukan oral hygine  Potong makanan kecil-kecil 4. Untuk memastikan
 Jalan nafas paten,  Haluskan obat sebelum ketepatan posisi
mudah bernafas, tidak pemberian nasogastric
merasa tercekik dan  Posisi tegak 90 derajat atau 5. Residu > 50 cc, tunda
tidak ada suara nafas sejauh mungkin pemberian makan
abnormal  Jauhkan manset trakea sampai 1 jam
meningkat 6. Untuk memudahkan
 Periksa penempatan tabung pemberian
NGT atau gastrostomy 7. Untuk memudahkan
sebelum menyusui pemberian melalui
nasogastric
 Periksa tabung NGT atau 8. Untuk memberikan
gastrostomy sisa sebelum posisi yang nyaman
makan bagi pasien
 Hindari makan jika residu 9. Klien mampu
tinggi tempat, pewarna dalam menelan makanan
tabung pengisi NGT yang lunak/ cair/
 Hindari cairan atau kental
menggunakan zat pengental 10. Menetralkan
 Penawaran makanan atau hiperekstensi,
cairan yang data dibentuk membantu mencegah
menjadi menjadi bolus aspirasi dan
sebelum menelan meningkatkan
 Potong makanan menjadi kemampuan dalam
potongang-potongan kecil menelan
 Istirahat atau menghancurkan 11. Untuk proses
pil sebelum pemberian oencernaan makanan
 Sarankan pidato/berbicara pada tubuh pasien
patologi, berkonsultasi 12. Menurunkan risiko
terjadinya spirasi
13. Untuk memudahkan
pencernaan
14. Untuk memudahkan
pemberian
15. Untuk memberikan
waktu tubuh dalam
memcerna makanan
terlebih dahulu
sebelum pemberian
pil
16. Untuk mengevaluasi
kepatenan jalan napas

5. Risiko NOC NIC Pendidikan orang tua :


keterlambatan Growth and Pendidikan orang tua : massa massa bayi
perkembangan development delayed bayi 1. Agar orang tua
b.d Family Coping  Ajarkan kepada orang tua mengetahui seperti
gangguanguan Breaastfeeding tentang penanda apa perkembangan
pertumbuhan ineffective perkembangan normal yang normal
Nutritional Status:  Demonstrasikan aktivitas 2. Untuk memudahkan
nutrient intake yang menunjang penyampaian
Parenting perkembangan informasi kepada
performance  Tekankan pentingnya orangtua
Kriteria Hasil: perawatan prenatal sejak 3. Agar orangtua
 Recovery adanya dini memahami mengenai
kekerasan  Ajarkan ibu mengenai perawatan prenatal
 Recovery pentingnya perawatan sejak dini
kekerasan prenatal sejak dini 4. Agar nantinya ibu
emosional  Ajarkan ibu mengenai dapat menerapkan
 Recorvery neglect pentingnya berhenti secara mandiri
 Performance orang mengonsumsi alkohol, mengenai perawatan
tua: pola asuh merokok dan obat-obatan prenatal
prenatal selama kehamilan 5. Untuk
 Pengetahuan orang  Ajarkan cara-cara menginformasikan
tua terhadap memberikan rangsan yang kepada ibu mengenai
perkembangan berarti untuk ibu dan bayi bahaya dan efeknya
anak meningkat  Ajarkan tentang perilaku yang akan
 Berat badan= yang sesuai dengan usia ditimbulkan
index masa tubuh anak 6. Untuk dapat
 Perkembangan memandirikan ibu
anak 1 bulan : sehingga dapat
penanda  Ajarkan tentang mainan dan menerapkannya
perkembangan benda-benda yang sesuai sendiri dirumah
fisik, kognitif dan dengan anak 7. Agar ibu memahami
psikosial pada usia  Berikan model atau peran mengenai perilaku
1 bulan intervensi perawatan yang sesuai dengan
 Perkembangan perkembangan untuk bayi tahapan
anak 2 bulan premature perkembangan usia
penanda  Diskusikan hal-hal yang naka
perkembangan terkait kerjasama antara 8. Agar ibu mengetahui
fisik,kognitif,dan orang tua dan anak mainan yang sesuai
psikosial 2 bulan dengan anak sesuai
 Perkembangan dengan usianya
anak 4 bulan 9. Agar ibu memiliki
:peananda gambaran mengenai
perkembangan intervensi perawatan
fisik, kognitif dan perkembangan untuk
psikososial usia 4 bayi premature
bulan 10. Untuk menambah
 Penuan fisik : informasi kepada
perubahan normal ortangtua terkait
fisik yang biasanya pentingnya kerjasama
sering terjadi orangtua dan anak
seiring penuaan
usia
 Kematangan fisik
wanita dan pria :
perunahan fisik
normal pada
wanita yang terjadi
dengan transisi
dari masa kanak-
kanak ke dewasa
 Fungsi GI anak
adekuat
 Makanan dan
asupan cairan
bergizi
 Kondisi Adekuat
I. Referensi
Betz, Cecily Lynn. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Ed. 5. Jakarta : EGC

Dewanto, George dkk. 2009. Panduan Praktis Diagnosis & Tata Laksana Penyakit Saraf.
Jakarta : EGC

Hidayat, A. Aziz Alimul. 2008. Pengantar Ilmu Kesehatan Anak untuk Pendidikan
Kebidanan. Jakarta : salemba Medika

Meadow, Sir Roy. 2005. Lecture Notes Pediatrika Ed. 7. Jakarta : Erlangga

Muscari, Mary E. 2005. Panduan Belajar : Keperawatan Pediatrik Ed.3. Jakarta : EGC

Anda mungkin juga menyukai