Anda di halaman 1dari 15

LAPORAN PENDAHULUAN

BRONCHOPNEUMONIA

DISUSUN OLEH:

Adi Kristanto

Anita Prihastuti

Eko Sukarno

Endang Ismiarti Utami

Erwin Tri Dharma

STIKES MUHAMMADIYAH KLATEN

2014
A. PENGERTIAN

Bronchopneumoni adalah salah satu jenis pneumonia yang

mempunyai pola penyebaran berbercak, teratur dalam satu atau lebih area

terlokalisasi di dalam bronchi dan meluas ke parenkim paru yang

berdekatan di sekitarnya. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572)

Bronchopneomonia adalah penyebaran daerah infeksi yang

berbercak dengan diameter sekitar 3 sampai 4 cm mengelilingi dan juga

melibatkan bronchi. (Sylvia A. Price & Lorraine M.W, 1995 : 710)

Menurut Whaley & Wong, Bronchopneumonia adalah bronkiolus

terminal yang tersumbat oleh eksudat, kemudian menjadi bagian yang

terkonsolidasi atau membentuk gabungan di dekat lobulus, disebut juga

pneumonia lobaris.

Bronchopneumonia adalah suatu peradangan paru yang biasanya

menyerang di bronkeoli terminal. Bronkeoli terminal tersumbat oleh

eksudat mokopurulen yang membentuk bercak-barcak konsolidasi di

lobuli yang berdekatan. Penyakit ini sering bersifat sekunder, menyertai

infeksi saluran pernafasan atas, demam infeksi yang spesifik dan penyakit

yang melemahkan daya tahan tubuh.(Sudigdiodi dan Imam Supardi, 1998)

Kesimpulannya bronchopneumonia adalah jenis infeksi paru yang

disebabkan oleh agen infeksius dan terdapat di daerah bronkus dan sekitar

alveoli.
B. ETIOLOGI

Secara umun individu yang terserang bronchopneumonia

diakibatkan oleh adanya penurunan mekanisme pertahanan tubuh terhadap

virulensi organisme patogen. Orang yang normal dan sehat mempunyai

mekanisme pertahanan tubuh terhadap organ pernafasan yang terdiri atas :

reflek glotis dan batuk, adanya lapisan mukus, gerakan silia yang

menggerakkan kuman keluar dari organ, dan sekresi humoral setempat.

Timbulnya bronchopneumonia disebabkan oleh virus, bakteri,

jamur, protozoa, mikobakteri, mikoplasma, dan riketsia. (Sandra M.

Nettiria, 2001 : 682) antara lain:

1. Bakteri : Streptococcus, Staphylococcus, H. Influenzae,

Klebsiella.

2. Virus : Legionella pneumoniae

3. Jamur : Aspergillus spesies, Candida albicans

4. Aspirasi makanan, sekresi orofaringeal atau isi lambung ke dalam

paru-paru

5. Terjadi karena kongesti paru yang lama.

Sebab lain dari pneumonia adalah akibat flora normal yang terjadi

pada pasien yang daya tahannya terganggu, atau terjadi aspirasi flora

normal yang terdapat dalam mulut dan karena adanya pneumocystis

cranii, Mycoplasma. (Smeltzer & Suzanne C, 2002 : 572 dan Sandra M.

Nettina, 2001 : 682)


C. PATHOFISIOLOGI

Bronchopneumonia selalu didahului oleh infeksi saluran nafas

bagian atas yang disebabkan oleh bakteri staphylococcus, Haemophillus

influenzae atau karena aspirasi makanan dan minuman.

Dari saluran pernafasan kemudian sebagian kuman tersebut

masukl ke saluran pernafasan bagian bawah dan menyebabkan terjadinya

infeksi kuman di tempat tersebut, sebagian lagi masuk ke pembuluh darah

dan menginfeksi saluran pernafasan dengan ganbaran sebagai berikut:

1. Infeksi saluran nafas bagian bawah menyebabkan tiga hal, yaitu

dilatasi pembuluh darah alveoli, peningkatan suhu, dan edema antara

kapiler dan alveoli.

2. Ekspansi kuman melalui pembuluh darah kemudian masuk ke dalam

saluran pencernaan dan menginfeksinya mengakibatkan terjadinya

peningkatan flora normal dalam usus, peristaltik meningkat akibat

usus mengalami malabsorbsi dan kemudian terjadilah diare yang

beresiko terhadap gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit.

(Soeparman, 1991)
D. PATHWAY

Bakteri Stafilokokus aureus


Bakteri Haemofilus influezae

 Penderita sakit berat yang dirawat di RS


 Penderita yang mengalami supresi
sistem pertahanan tubuh
 Kontaminasi peralatan RS

Saluran Pernafasan Atas

Kuman berlebih di Kuman terbawa di Infeksi Saluran Pernafasan Bawah


bronkus saluran pencernaan

Proses peradangan Infeksi saluran Dilatasi Peningkatan suhu Edema antara


pencernaan pembuluh darah kaplier dan
alveoli
Akumulasi sekret
di bronkus Peningkatan flora
Eksudat plasma Septikimia Iritasi PMN
normal dalam usus
masuk alveoli eritrosit pecah

Gangguan difusi
Bersihan jalan Mukus bronkus Peningkatan dalam plasma Peningkatan Edema paru
nafas tidak meningkat peristaltik usus metabolisme
efektif
Gangguan
Bau mulut tidak Malabsorbrsi pertukaran gas Evaporasi Pengerasan
sedap meningkat dinding paru

Anoreksia Diare Penurunan


compliance paru

Intake kurang
Gangguan Suplai O2
keseimbangan menurun
cairan dan eletrolit
Nutrisi kurang dari
kebutuhan Hipoksia

Hiperventilasi
Metabolisme
anaeraob meningkat
Dispneu

Akumulasi asam
Retraksi dada / laktat
nafas cuping
hidung
Fatigue

Gangguan pola
nafas
Intoleransi
aktivitas
E. MANIFESTASI KLINIS

Bronchopneumonia biasanya didahului oleh suatu infeksi di saluran pernafasan

bagian atas selama beberapa hari. Pada tahap awal, penderita bronchopneumonia

mengalami tanda dan gejala yang khas seperti menggigil, demam, nyeri dada pleuritis,

batuk produktif, hidung kemerahan, saat bernafas menggunakan otot aksesorius dan bisa

timbul sianosis.

(Barbara C. long, 1996 :435)

Terdengar adanya krekels di atas paru yang sakit dan terdengar ketika terjadi

konsolidasi (pengisian rongga udara oleh eksudat).

(Sandra M. Nettina, 2001 : 683)

F. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Untuk dapat menegakkan diagnosa keperawatan dapat digunakan cara:

1. Pemeriksaan Laboratorium

 Pemeriksaan darah

Pada kasus bronchopneumonia oleh bakteri akan terjadi leukositosis

(meningkatnya jumlah neutrofil). (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

 Pemeriksaan sputum

Bahan pemeriksaan yang terbaik diperoleh dari batuk yang spontan dan dalam.

Digunakan untuk pemeriksaan mikroskopis dan untuk kultur serta tes sensitifitas

untuk mendeteksi agen infeksius. (Barbara C, Long, 1996 : 435)

 Analisa gas darah untuk mengevaluasi status oksigenasi dan status asam basa.

(Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

 Kultur darah untuk mendeteksi bakteremia


 Sampel darah, sputum, dan urin untuk tes imunologi untuk mendeteksi antigen

mikroba. (Sandra M. Nettina, 2001 : 684)

2. Pemeriksaan Radiologi

 Rontgenogram Thoraks

Menunjukkan konsolidasi lobar yang seringkali dijumpai pada infeksi

pneumokokal atau klebsiella. Infiltrat multiple seringkali dijumpai pada infeksi

stafilokokus dan haemofilus. (Barbara C, Long, 1996 : 435)

 Laringoskopi/ bronkoskopi untuk menentukan apakah jalan nafas tersumbat oleh

benda padat. (Sandra M, Nettina, 2001)

G. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum. (Doenges, 1999 : 166)

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,

gangguan kapasitas pembawa aksigen darah, ganggguan pengiriman oksigen.

(Doenges, 1999 : 166)

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli.

(Doenges, 1999 :177)

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilangan cairan

berlebih, penurunan masukan oral. (Doenges, 1999 : 172)

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kebutuhan metabolik

sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia yang berhubungan dengan

toksin bakteri bau dan rasa sputum, distensi abdomen atau gas.( Doenges, 1999 :

171)
6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas sehari-

hari. (Doenges, 1999 : 170)

H. FOKUS INTERVENSI

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan inflamasi trakeobronkial,

pembentukan edema, peningkatan produksi sputum

Tujuan :

- Jalan nafas efektif dengan bunyi nafas bersih dan jelas

- Pasien dapat melakukan batuk efektif untuk mengeluarkan sekret

Hasil yang diharapkan :

- Mempertahankan jalan nafas paten dengan bunyi nafas bersih/ jelas

- Menunjukkan perilaku untuk memperbaiki bersihan jalan nafas

Misalnya: batuk efektif dan mengeluarkan sekret.

Intervensi :

a. Auskultasi bunyi nafas, catat adanya bunyi nafas. Misalnya: mengi, krekels dan

ronki.

Rasional: Bersihan jalan nafas yang tidak efektif dapat dimanifestasikan dengan

adanya bunyi nafas adventisius

b. Kaji/ pantau frekuensi pernafasan, catat rasio inspirasi/ ekspirasi

Rasional: Takipnea biasanya ada pada beberapa derajat dan dapat ditemukan pada

penerimaan atau selama stres/ adanya proses infeksi akut. Pernafasan

dapat melambat dan frekuensi ekspirasi memanjang dibanding

inspirasi.
c. Berikan posisi yang nyaman buat pasien, misalnya posisi semi fowler

Rasional: Posisi semi fowler akan mempermudah pasien untuk bernafas

d. Dorong/ bantu latihan nafas abdomen atau bibir

Rasional: Memberikan pasien beberapa cara untuk mengatasi dan mengontrol

dipsnea dan menurunkan jebakan udara

e. Observasi karakteristik batik, bantu tindakan untuk memoerbaiki keefektifan

upaya batuk.

Rasional: Batuk dapat menetap, tetapi tidak efektif. Batuk paling efektif pada

posisi duduk tinggi atau kepala di bawah setelah perkusi dada.

f. Berikan air hangat sesuai toleransi jantung.

Rasional: Hidrasi menurunkan kekentalan sekret dan mempermudah pengeluaran.

2. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolus kapiler,

gangguan kapasitas pembawa oksigen darah, gangguan pengiriman oksigen.

Tujuan :

- Perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan dengan GDA dalam rentang normal

dan tidak ada distres pernafasan.

Hasil yang diharapkan :

- Menunjukkan adanya perbaikan ventilasi dan oksigenasi jaringan

- Berpartisispasi pada tindakan untuk memaksimalkan oksigenasi

Intervensi :

a. kaji frekuensi, kedalaman, dan kemudahan pernafasan

Rasional :Manifestasi distres pernafasan tergantung pada derajat keterlibatan paru

dan status kesehatan umum


b. Observasi warna kulit, membran mukosa dan kuku. Catat adanya sianosis

Rasional :Sianosis menunjukkan vasokontriksi atau respon tubuh terhadap

demam/ menggigil dan terjadi hipoksemia.

c. Kaji status mental

Rasional :Gelisah, mudah terangsang, bingung dapat menunjukkan hipoksemia.

d. Awsi frekuensi jantung/ irama

Rasional :Takikardi biasanya ada karena akibat adanya demam/ dehidrasi.

e. Awasi suhu tubuh. Bantu tindakan kenyamanan untuk mengurangi demam dan

menggigil

Rasional :Demam tinggi sangat meningkatkan kebutuhan metabolik dan

kebutuhan oksigen dan mengganggu oksigenasi seluler.

f. Tinggikan kepala dan dorong sering mengubah posisi, nafas dalam, dan batuk

efektif

Rasional :Tindakan ini meningkatkan inspirasi maksimal, meningkatkan

pengeluaran sekret untuk memperbaiaki ventilasi.

g. Kolaborasi pemberian oksigen dengan benar sesuai dengan indikasi

Rasional :Mempertahankan PaO2 di atas 60 mmHg.

3. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan proses inflamasi dalam alveoli

Tujuan:

- Pola nafas efektif dengan frekuensi dan kedalaman dalam rentang normal dan

paru jelas/ bersih

Intervensi :

a. Kaji frekuensi, kedalaman pernafasan dan ekspansi dada.


Rasional :Kecepatan biasanya meningkat, dispnea, dan terjadi peningkatan kerja

nafas, kedalaman bervariasi, ekspansi dada terbatas.

b. Auskultasi bunyi nafas dan catat adanya bunyi nafas adventisius.

Rasional :Bunyi nafas menurun/ tidak ada bila jalan nafas terdapat obstruksi kecil.

c. Tinggikan kepala dan bentu mengubah posisi.

Rasional :Duduk tinggi memungkinkan ekspansi paru dan memudahkan

pernafasan.

d. Observasi pola batuk dan karakter sekret.

Rasional :Batuk biasanya mengeluarkan sputum dan mengindikasikan adanya

kelainan.

e. Bantu pasien untuk nafas dalam dan latihan batuk efektif.

Rasional :Dapat meningkatkan pengeluaran sputum.

f. Kolaborasi pemberian oksigen tambahan.

Rasional :Memaksimalkan bernafas dan menurunkan kerja nafas.

g. Berikan humidifikasi tambahan

Rasional :Memberikan kelembaban pada membran mukosa dan membantu

pengenceran sekret untuk memudahkan pembersihan.

h. Bantu fisioterapi dada, postural drainage

Rasional :Memudahkan upaya pernafasan dan meningkatkan drainage sekret dari

segmen paru ke dalam bronkus.

4. Gangguan keseimbangan cairan dan elektrolit berhubungan dengan kehilngan cairan

berlebih, penurunan masukan oral.

Tujuan : Menunjukkan keseimbangan cairan dan elektrolit


Intervensi :

a. Kaji perubahan tanda vital, contoh :peningkatan suhu, takikardi,, hipotensi.

Rasional :Untuk menunjukkan adnya kekurangan cairan sisitemik

b. Kaji turgor kulit, kelembaban membran mukosa (bibir, lidah).

Rasional :Indikator langsung keadekuatan masukan cairan

c. Catat lapporan mual/ muntah.

Rasional :Adanya gejala ini menurunkan masukan oral

d. Pantau masukan dan haluaran urine.

Rasional :Memberikan informasi tentang keadekuatan volume cairan dan

kebutuhan penggantian

e. Kolaborasi pemberian obat sesuai indikasi.

Rasional :Memperbaiki ststus kesehatan

5. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan kebutuhan

metabolik sekunder terhadap demam dan proses infeksi, anoreksia, distensi abdomen.

Tujuan :

- Menunjukkan peningkatan nafsu makan

- Mempertahankan/ meningkatkan berat badan

Intervensi :

a. Identifikasi faktor yang menimbulkan mual/ muntah.

Rasional :Pilihan intervensi tergantung pada penyebab masalah

b. Berikan wadah tertutup untuk sputum dan buang sesering mungkin, bantu

kebersihan mulut.
Rasional :Menghilangkan bahaya, rasa, bau,dari lingkungan pasien dan dapat

menurunkan mual

c. Jadwalkan pengobatan pernafasan sedikitnya 1 jam sebelum makan.

Rasional :Menurunkan efek mual yang berhubungan dengan pengobatan ini

d. Auskultasi bunyi usus, observasi/ palpasi distensi abdomen.

Rasional :Bunyi usus mungkin menurun bila proses infeksi berat, distensi

abdomen terjadi sebagai akibat menelan udara dan menunjukkan

pengaruh toksin bakteri pada saluran gastro intestinal

e. Berikan makan porsi kecil dan sering termasuk makanan kering atau makanan

yang menarik untuk pasien.

Rasional :Tindakan ini dapat meningkatkan masukan meskipun nafsu makan

mungkin lambat untuk kembali

f. Evaluasi status nutrisi umum, ukur berat badan dasar.

Rasional :Adanya kondisi kronis dapat menimbulkan malnutrisi, rendahnya

tahanan terhadap infeksi, atau lambatnya responterhadap terapi

6. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan insufisiensi oksigen untuk aktifitas hidup

sehari-hari.

Tujuan : Peningkatan toleransi terhadap aktifitas.

Intervensi :

a. Evakuasi respon pasien terhadap aktivitas.

Rasional :Menetapkan kemampuan/ kebutuhan pasien dan memudahkan pilihan

intervensi

b. Berikan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung selama fase akut.
Rasional :Menurunkan stres dan rangsangan berlebihan, meningkatkan istirahat

c. Jelaskan pentingnya istitahat dalam rencana pengobatan dan perlunya

keseimbamgan aktivitas dan istirahat.

Rasional :Tirah baring dipertahankan untuk menurunkan kebutuhan metabolik

d. Bantu aktivitas perawatan diri yang diperlukan.

Rasional :Meminimalkan kelelahan dan membantu keseimbangan suplai dan

kebutuhan oksigen
DAFTAR PUSTAKA

Doenges, Marilynn E. (1999). Rencana Asuhan Keperawatan :Pedoman Untuk Perencanaan dan

Pendokumentasian Perawatan Pasien. Jakarta :EGC

Nettina, Sandra M. (1996). Pedoman Praktik Keperawatan. Jakarta :EGC

Long, B. C.(1996). Perawatan Madikal Bedah. Jilid 2. Bandung :Yayasan Ikatan Alumni

Pendidikan Keperawatan

Soeparma, Sarwono Waspadji. (1991). Ilmu Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta :Balai Penerbit

FKUI

Sylvia A. Price, Lorraine Mc Carty Wilson. (1995). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses

Penyakit. Jakarta :EGC

Anda mungkin juga menyukai