Fatir M.Natsir
( Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia (UMI) Makassar)
Masalah HIV/AIDS adalah masalah besar yang Virus HIV yang termasuk dalam famili retrovirus genus
mengancam Indonesia dan banyak Negara di seluruh lentivirus diketemukan oleh Luc Montagnier, seorang
dunia. UNAIDS memperkirakan jumlah ODHA di ilmuwan Perancis (Institute Pasteur, Paris 1983), yang
seluruh dunia pada Desember 2004 adalah 35,9 – 44,3 mengisolasi virus dari seorang penderita dengan gejala
juta orng. Saat ini tidak ada Negara yang terbebas dari limfadenopati, sehingga pada waktu itu dinamakan
HIV/AIDS. Kasus pertama AIDS di dunia dilaporkan Lymphadenopathy Associated Virus (LAV). Gallo
pada tahun 1981. Meskipun demikian, dari beberapa (national Institute of Health, USA 1984) menemukan
literature sebelumnya ditemukan kasus yang cocok Virus HTLV-III (Human T Lymphotropic Virus) yang
dengan definisi surveilans AIDS pada tahun 1950 dan juga adalah penyebab AIDS. Pada penelitian lebih lanjut
1960-an di Amerika Serikat. Kasus pertama AIDS di dibuktikan bahwa kedua virus ini sama, sehingga
Indonesia dilaporkan secara resmi oleh Departemen berdasarkan hasil pertemuan International Committee on
Kesehatan tahun 1987 yaitu pada seorang warga negara Taxonomy of Viruses (1986) WHO member nama resmi
Belanda di Bali. Dan kini, kasus HIV/AIDS ini kini HIV. Pada tahun 1986 di Afrika ditemukan virus lain
semakin meluas dan menyerang berbagai lapisan dan yang dapat pula menyebabkan AIDS, disebut HIV-2, dan
strata sosial. (1) berbeda dengan HIV-1 secara genetic maupun antigenic.
HIV-2 dianggap kurang patogen dibandingkan dengan
2.1 DEFINISI HIV-1. Untuk memudahkan, kedua virus itu disebut
sebagai HIV saja. (1,6)
HIV atau Human Immunodeficiency Virus,
adalah virus yang menyerang system kekebalan tubuh 2.3 PATOGENESIS HIV(4)
manusia dan kemudian menimbulkan AIDS (Acquired
Immunodeficiency Syndrome). AIDS dapat diartikan HIV adalah retrovirus yang menggunakan RNA
sebagai kumpulan gejala atau penyakit yang disebabkan sebagai genom. Untuk masuk ke dalam sel, virus ini
oleh menurunnya kekebalan tubuh akubat infeksi HIV. berikatan dengan receptor (CD4) yang ada di permukaan
AIDS merupakan tahap akhir dari infeksi HIV. sel. Artinya, virus ini hanya akan menginfeksi sel yang
memiliki receptor CD4 pada permukaannya. Karena
2.2 EPIDEMIOLOGI biasanya yang diserang adalah sel T lymphosit (sel yang
berperan dalam sistem imun tubuh), maka sel yang
Pada tahun 2005, jumlah ODHA di seluruh diinfeksi oleh HIV adalah sel T yang mengekspresikan
dunia diperkirakan sekitar 40,3 juta orang dan yang CD4 di permukaannya (CD4+ T cell). (1,8)
terinfeksi HIV sebesar 4,9 juta orang. Jumlah ini terus
bertambah dengan kecepatan 15.000 pasien per hari. Setelah berikatan dengan receptor, virus berfusi
Jumlah pasien di kawasan Asia Selatan dan Asia dengan sel (fusion) dan kemudian melepaskan genomnya
Tenggara sendiri diperkirakan berjumlah sekitar 7,4 juta ke dalam sel. Di dalam sel, RNA mengalami proses
pada tahun 2005. reverse transcription, yaitu proses perubahan RNA
menjadi DNA. Proses ini dilakukan oleh enzim reverse
Menurut catatan Departemen Kesehatan, pada transcriptase. Proses sampai step ini hampir sama dengan
tahun 2005 terdapat 4.186 kasus AIDS. (1,6,7.8,9) . Saat ini, beberapa virus RNA lainnya. Yang menjadi ciri khas dari
dilaporkan adanya pertambahan kasus baru setiap 2 jam, retrovirus ini adalah DNA yang terbentuk kemudian
dan setiap hari minimal 1 pasien meninggal karena AIDS bergabung dengan DNA genom dari sel yang
di Rumah Sakit Ketergantungan Obat dan di Rumah diinfeksinya. Proses ini dinamakan integrasi
Tahanan. Dan di setiap propinsi ditemukan adanya ibu (integration). Proses ini dilakukan oleh enzim integrase
hamil dengan HIV dan anak yang HIV atau AIDS.(1,6,7,8,9) yang dimiliki oleh virus itu sendiri. DNA virus yang
terintegrasi ke dalam genom sel dinamakan provirus. (1,8)
1
Gambar : pathogenesis virus hiv (4)
Dalam kondisi provirus, genom virus akan stabil ( SIV ). SIV dapat menginfeksi limfosit CD4+ dan
dan mengalami proses replikasi sebagaimana DNA sel monosit pada mukosa vagina. (1,8)
itu sendiri. Akibatnya, setiap DNA sel menjalankan
proses replikasi secara otomatis genom virus akan ikut Virus dibawa oleh antigen presenting cells ke
bereplikasi. Dalam kondisi ini virus bisa memproteksi kelenjar getah bening regional. Pada model ini, virus
diri dari serangan sistem imun tubuh dan sekaligus dideteksi pada kelenjar getah bening dalam 5 hari setelah
memungkinkan manusia terinfeksi virus seumur hidup (a inokulasi. Sel individual di kelenjar getah bening yang
life long infection). (1,8) mengekspresikan SIV dapat di deteksi dengan hibridisasi
in situ dalam 7- 14 hari setelah inokulasi. Viremia SIV
Spesifikasi HIV terhadap CD4+ T cell ini dideteksi 7-21 hari setelah infeksi . Puncak jumlah sel
membuat virus ini bisa digunakan sebagai vektor untuk yang mengekspresikan SIV di kelenjar getah bening
pengobatan gen (gene therapy) yang efisien bagi pasien berhubungan dengan puncak antigenemia p26 SIV.
HIV/AIDS. Soalnya, vektor HIV yang membawa gen Jumlah sel yang mengekspresikan virus di jaringan
anti-HIV hanya akan masuk ke dalam sel yang sudah dan limfoid kemudian menurun secara cepat dan di
akan diinfeksi oleh virus HIV itu sendiri. Limfosit CD4+ hubungkan sementara dengan pembentukan respon imun
merupakan target utama infeksi HIV karena virus spesifik. Koinsiden dengan menghilangnya viremia
mempunyai afinitas terhadap molekul permukaan CD4. adalah peningkatan sel limfosit CD8. Walaupun
Limfosit CD4+ berfungsi mengkoordinasikan sejumlah demikian tidak dapat dikatakan bahwa respon sel limfosit
fungsi imunologis yang penting. Hilangnya fungsi CD8+ menyebabkan kontrol optimal terhadap replikasi
tersebut menyebabkan gangguan respon imun yang HIV. Replikasi HIV berada pada keadaan ‘ steady-state ‘
progresif. Kejadian infeksi HIV primer dapat dipelajari beberapa bulan setelah infeksi . Kondisi ini bertahan
pada model infeksi akut Simian Immunodeficiency Virus relatif stabil selam beberapa tahun, namun lamanya
sangat bervariasi. Faktor yang mempengaruhi tingkat
2
replikasi HIV tersebut, dengan demikian juga perjalanan replikatif virus dan heterogeneitas intrinsik pejamu. (1,8)
kekebalan tubuh pejamu, adalah heterogeneitas kapasitas
Antibodi muncul di sirkulasi dalam beberapa pemeriksaan hibridisasi in situ.Sebagian besar replikasi
minggu setelah infeksi, namun secara umum dapat HIV terjadi di kelenjar getah bening, bukan di peredaran
dideteksi pertama kali setelah replikasi virus telah darah tepi. (1,8)
menurun sampai ke level ‘steady state’. Walaupun
antibodi ini umumnya memiliki aktifitas netralisasi yang Pada waktu orang dengan infeksi HIV masih
kuat melawan infeksi virus, namun ternyata tidak dapat merasa sehat, klinis tidak menunjukkan gejala, pada
mematikan virus. (1,8) waktu itu terjadi replikasi HIV yang tinggi, 10 partikel
setiap hari. Replikasi yang cepat ini disertai dengan
2.5 PERJALANAN PENYAKIT mutasi HIV dan seleksi, muncul HIV yang resisten.
Bersamaan dengan replikasi HIV, terjadi kehancuran
Dalam tubuh odha, partikel virus bergabung limfosit CD4 yang tinggi, untungnya tubuh masih bias
dengan DNA sel pasien, sehingga satu kali seseorang mengkompensasi dengan memproduksi limfosit CD4
terinfeksi HIV, seumur hidup ia akan tetap terinfeksi. sekitar 109 sel setiap hari. (1,8)
Dari semua orang yang terinfeksi HIV sebagian
berkembang masuk tahap AIDS pada 3 tahun pertama, Perjalanan penyakit lebih progresif pada
50% berkembang menjadi pasien AIDS sesudah 10 pengguna narkotika. Lebih dari 80% pengguna narkotika
tahun, dan sesudah 13 tahun hampir semua orang yang terinfeksi virus hepatitis C. Infeksi pada katup jantung
terinfeksi HIV menunjukkan gejala AIDS, dan kemudian juga adalah penyakit yang dijumpai pada odha pengguna
meninggal. Perjalanan penyakit tersebut menunjukkan narkotika dan biasanya tidak ditemukan pada odha yang
gambaran penyakit yang kronis, sesuai dengan kerusakan tertular dengan cara lain. Lamanya penggunaan jarum
sistem kekebalan tubuh yang juga bertahap. (1,8) suntik berbanding lurus dengan infeksi pneumonia dan
tuberkulosis. Makin lama seseorang menggunakan
Infeksi HIV tidak akan langsung memperlihatkan narkotika suntik , makin mudah terkena pneumonia dan
tanda atau gejala tertentu. Sebagian memperlihatkan tuberkulosis. Infeksi secara bersamaan ini akan
gejala tidak khas pada infeksi HIV akut, 3-6 minggu menimbulkan efek yang buruk. Infeksi oleh kuman
setelah terinfeksi. Gejala yang terjadi adalah demam, penyakit lain akan menyebabkan virus HIV membelah
nyeri menelan, pembengkakan kelenjar getah bening, dengan lebih cepat sehingga jumlahnya akan meningkat
ruam, diare, atau batuk. Setelah infeksi akut, di mulailah pesat. Selain itu juga dapat menyebabkan reaktivasi virus
infeksi HIV asimptomatik (tanpa gejala). Masa tanpa di dalam limfosit T. Akibatnya perjalanan penyakitnya
gejala ini umumnya berlangsung selama 8-10 tahun. biasanya lebih progresif. (1,8)
Tetapi ada sekelompok kecil orang yang perjalanan
penyakitnya amat cepat, dapat hanya sekitar 2 tahun, dan 2.6 MANIFESTASI KLINIS
ada pula yang perjalanannya lambat (non-pogresor).
Seiring dengan makin memburuknya kekebalan tubuh, Gejala infeksi HIV pada awalnya sulit dikenali
odha mulai menampakkan gejala-gejala akibat infeksi karena seringkali mirip penyakit ringan sehari-hari seperti
oportunistik seperti berat badan menurun, demam lama, flu dan diare sehingga penderita tampak sehat. Kadang-
rasa lemah, pembesaran kelenjar getah bening, diare, kadang dalam 6 minggu pertama setelah kontak penularan
tuberculosis, infeksi jamur, herpes, dll. (1,8) timbul gejala tidak khas berupa demam, rasa letih, sakit
sendi, sakit menelan dan pembengkakan kelenjar getah
Tanpa pengobatan ARV, walaupun selama bening di bawah telinga, ketiak dan selangkangan. Gejala
beberapa tahun tidak menunjukkan gejala, secara ini biasanya sembuh sendiri dan sampai 4-5 tahun
bertahap sistem kekebalan tubuh orang yang terinfeksi mungkin tidak muncul gejala. (1,6,7,8,9)
HIV akan memburuk, dan akhirnya pasien menunjukkan
gejala klinik yang makin berat, pasien masuk tahap Pada tahun ke 5 atau 6 tergantung masing-masing
AIDS. Jadi yang disebut laten secara klinik (tanpa penderita, mulai timbul diare berulang, penurunan berat
gejala), sebetulnya bukan laten bila ditinjau dari sudut badan secara mendadak, sering sariawan di mulut dan
penyakit HIV. Manifetasi dari awal dari kerusakan sistem pembengkakan di daerah kelenjar getah bening.
kekebalan tubuh adalah kerusakan mikro arsitektur Kemudian tahap lebih lanjut akan terjadi penurunan berat
folikel kelenjar getah bening dan infeksi HIV yang luas badan secara cepat (> 10%), diare terus-menerus lebih
di jaringan limfoid, yang dapat dilihat dengan dari 1 bulan disertai panas badan yang hilang timbul atau
terus menerus. (1,6,7,8,9)
3
Gambar: Penyebaran virus ke organ seluruh tubuh.(4)
4
Tanda-tanda seorang tertular HIV Sebenarnya PERBEDAAN ANTARA HIV DAN AIDS, YAITU:
tidak ada tanda-tanda khusus yang bisa menandai apakah (1,6,7,8,9)
5
Penolakan terhadap tes HIV berarti program harus berisiko terinfeksi HIV untuk melakukan tes HIV karena
mengembangkan strategi untuk membujuk orang yang akan bermanfaat untuk mereka. (1,6,7,8,9)
Orang yang mengusulkan tes sukarela secara luas dilakukan dengan melakukan tes intensif (skrining)
menganggap bahwa jika seseorang mengetahui apakah ia terhadap kelompok kunci dalam masyarakat agar
terinfeksi HIV atau tidak akan menjadi unsure penting mengetahui luasnya penyebaran infeksi HIV. Ini dapat
dalam mendorong terjadinya perubahan. Berarti, orang dilakukan dengan mengadakan skrining HIV pada
dengan HIV akan menerapkan penggunaan narkoba atau perempuan hamil atau pasien IMS, agar mengetahui
hubungan seks yang lebih aman untuk melindungi berapa yang terinfeksi HIV pada waktu tertentu: skrining
pasangannya, dan orang yang memakai narkoba ulangan di kemudian hari dapat menunjukkan cepatnya
bersamanya. Untuk mereka yang HIV-negatif, akan HIV menyebar dalam masyarakat tertentu itu. Orang yang
mendorong perubahan perilaku agar meyakinkan bahwa dites dengan cara ini tidak diberitahukan hasil tesnya dan
mereka tidak tertular HIV di masa yang akan datang. hasilnya juga anonim (tanpa nama). (1,6,7,8,9)
Sebaliknya, ada yang menganggap bahwa setiap orang
yang menggunakan narkoba dengan jarum suntik dan Tes perorangan adalah untuk mereka yang merasa
melakukan seks yang tidak aman harus mengubah mungkin telah terpajan oleh HIV melalui praktek
perilakunya, terlepas apakah mereka HIV-positif atau penyuntikan, seks yang berisiko, atau dari transfusi darah.
tidak. Karena pesannya sama, tes tidak dibutuhkan dan Tes seperti ini harus mencakup konseling prates dan
dapat meningkatkan perlakuan tidak adil, stigmatisasi dan pascates (untuk informasi lebih lanjut lihat ini).
pengucilan. Daripada melakukan tes secara massal, Melakukan tes memungkinkan orang untuk mengubah
mereka mengusulkan program pendidikan massal sebagai perilakunya sehingga mereka tidak menularkan virus itu
gantinya. Banyak negara di Asia melakukan gabungan (jika hasil tesnya positif) atau, jika hasil tes mereka
antara tes wajib, tes sukarela dan surveilans sentinel. negatif, untuk meyakinkan mereka supaya tidak tertular
(1,6,7,8,9) virus ini di masa mendatang. Tes juga bisa berarti bahwa
orang mungkin mendapatkan saran-saran berkaitan
Bagaimanakah tes HIV dipakai ? dengan kesehatan mereka, pengobatan untuk infeksi
oportunistik seperti TB, dan informasi tentang bagaimana
Umumnya tes HIV dipakai dalam dua cara: untuk mengurangi kemungkinan menularkan virus pada bayinya
surveilans masyarakat (surveilans sentinel) dan untuk yang belum lahir, saat melahirkan atau ketika menyusui.
diagnosis perorangan. Surveilans masyarakat biasanya (1,6,7,8,9)
6
2.8 PENCEGAHAN (1,6,7,8,9) 2.8.3 PENULARAN LEWAT ASI
2.8.1 PENULARAN LEWAT SUNTIKAN Bila ibu hamil dalam keadaan HIV positif sebaiknya
- Gunakan selalu jarum suntik yang steril dan baru setiap diberitahu tentang semua resiko dan kemungkinan-
kali akan melakukan penyuntikan kemungkinan yang akan terjadi pada sendiri dan bayinya,
atau proses lain yang mengakibatkan terjadinya luka sehingga keputusan untuk menyusui bayi dengan ASI
Ada dua hal yang perlu diperhatikan: sendiri bisa dipertimbangkan.
1. Semua alat yang menembus kulit dan darah (jarum
suntik, jarum tato, atau 2.8.4 PENULARAN DARI IBU KE BAYI (3)
pisau cukur) harus disterilisasi dengan benar 1. pencegahan penularan HIV pada perempuan usia
2. Jangan memakai jarum suntik atau alat yang reproduksi
menembus kulit bergantian 2. Pencegahan kehamilan yang tidak direncanakan
dengan orang lain pada ibu HIV positif
3. pencegahan penularan HIV dari ibu hamil HIV
2.8.2 PENULARAN LEWAT HUBUNGAN SEKS positif ke bayi yang dikandungnya.
- Selalu menerapkan kewaspadaan mengenai seks aman 4. pemberian dukugan psikologis, social dan
(artinya : hubungan seks yang tidak perawatan kepada ibu HIV positif berserta bayi dan
memungkinkan tercampurnya cairan kelamin, karena hal keluarganya.
ini memungkinkan penularan HIV)
Ada tiga cara: Strategi yang digunakan untuk emncegah penularan
1. Abstinensi (atau puasa, tidak melakukan hubungan disaat kehamilan, persalinan dan penyusuan adalah.
seks) 1. penggunaan terapi ARV pada ibu dan bayi.
2. Melakukan prinsip monogami yaitu tidak berganti- 2. seksio sesaria sebelum terjadinya pecah selaput
ganti pasangan dan saling setia kepada pasangannya ketuban.
3. pemberian susu formula.
3. Untuk yang melakukan hubungan seksual yang
mengandung risiko, dianjurkan melakukan seks aman Pemberian terapi arv pada bayi yang lahir denga ibu
termasuk menggunakan kondom HIV. (3)
AZT 2X/hari sejak lahir hingga usia 4-6 minggu dosis 4
mg/kgBB/kali
7
PEMBERIAN ARV PROFILAKSIS PADA BAYI YANG LAHIR DARI IBU HIV(3).
ANTENATAL
PERSALINAN
Lanjutkan terapi ARV
POSTPARTUM
ASI eksklusif atau susu formula
Ibu:lanjutkan ARV
Bayi: AZT, 2x/hari, dari lahir
hingga usia 4-6 minggu (tidak
melihat cara pemberian makanan
pada bayi)
8
2.8.4 PENCEGAHAN AIDS PADA PETUGAS desinfeksi luka dan daerah sekitar kulit dengan
KESEHATAN (2) salah satu: (1) betadine (povidone iodine 2,5%)
selama 5 menit atau (2) alkohol 70% selama 3
Jenis pajanan: Perlukaan kulit, pajanan pada menit. chlorhexidine cetrimide bekerja
selaput mukosa, pajanan melalui kulit yang melawan HIV tetapi tidak HBV
luka dan gigitan yang berdarah.
Bahan Pajanan: Darah, cairan bercampur darah LAPORKAN(2)
yang kasat mata, cairan yang potensial catat dan laporkan kepada: (1) panitia PIN, (2)
terinfeksi: semen, cairan vagina, cairan panitia K3, (3) atasan langsung, agar secepat
serebrospinal, c. sinovia, c. pleura, c peritoneal, mungkin diberi PPP (profilaksis pasca
c. perickardial, c. amnion dan virus yang pajanan).
terkonsentrasi. perlakukan sebagai keadaan darurat, dimana
obat PPP harus diberikan sesegera mungkin
Prinsip penanganan: Jangan Panik! tapi selesaikan (dalam 1-2 jam).
dalam <4 jam.
PPP setelah 72 jam tidak efektif.
tetap berikan PPP bila pajanan risiko tinggi
SEGERA(2)
meski maksimal hingga satu minggu
luka tusuk: bilas dengan air mengalir dan sabun atau
setelahnya.
antiseptik.
pantau sesuai denga protokol pengobatan ART.
pajanan mukosa mulut: ludahkan dan kumur.
hitung sel darah, LFT, kepatuhan dan beri
pajanan mukosa mata: irigasi dengan air atau garam
dukungan.
fisiologis.
Pertimbangan profilaksis didasarkan pada
pajanan mukosa hidung: hembuskan keluar dan
derajat pajanan, status infeksi dari sumber
bersihkan dengan air.
pajanan dan ketersediaan obat PPP.
Jangan dihisap dengan mulut, jangan ditekan.
9
KATEGORI PAJANAN (KP) HIV
10
2.8.5 PENGOBATAN PROFILAKSIS PASCA erupsi kulit
PAJANAN(2) faringitis
gejala flu non spesifik
CATAT ulkus mulut atau area genital
11
2.9.1 LINI PERTAMA(3,5)
1. Zinovudin (NRTIs) Tablet: 300mg Semua umur < 4 minggu: 4 mg/kg/dosis, 2x/hari
(profilaksis)
minggu – 13 tahun: 180 – 240
mg/m2/dosis, 2x/hari
dosis maksimal: >13 tahun, 300
mg/dosis, 2x/hari.
2. Lamivudin Tablet: 150 mg Semua umur < 30 hari< 2 mg/kg/dosis, 2x/hari
(NRTIs) (profilaksis)
> 30 hari atau <60kg: 4
mg/kg/dosis. 2x/hari.
Dosis maksimal: 150 mg/dosis,
2x/hari.
3. Kombinasi tetap Tablet: 300 mg Remaja dan dewasa Dosis maksimal: < 13 tahun atau > 60 kg: 1
Zinovudin plus (AZT) plus tablet/dosis, 2x/hari (tidak untuk berat badan
Lamivudin 150 mg (3TC) 30 kg)
4. Nevirapin Tablet: 200 mg Semua umur < 8 tahun: 200 mg/m2
(NNRTIs) Dua minggu pertama 1x/hari.
Selanjutnya 2x/hari.
> 8 tahun: 120-150 mg/m2,
Dua minggu pertama, 1x/hari
Selanjutnya 2x/hari.
5. Efavirenz 600mg Hanya untuk anak >3 10-15 kg: 200 mg 1x/sehari.
(NNRTIs) tahun dan berat >10 kg 15 - <20 kg: 250 mg 1x/sehari.
20 - <25 kg: 300 mg 1x/hari
25 - <33 kg: 350 mg 1x/hari
33 - <40 kg: 400 mg 1x/hari
Dosis maksimal: > 40 kg: 600 mg
1x/hari
6 Stavudin, d4T 30 mg Semua umur < 30 kg: 1 mg/kg/dosis, 2x/hari
(NRTIs) 30 kg atau lebih : 30 mg/dosis, 2x/hari
7. Abacavir (NRTIs) 300 mg Umur > 3 bulan < 16 tahun atau < 37.5 kg: 8
mg/kg.dosis, 2x/hari
Dosis maksimal: >16 tahun atau > 37.5
kg
300 mg/dosis, 2x/hari
8. Tenofovir Tablet: 300 mg Diberikan setiap 24 jam. Interaksi obat
disoproxil fumarat dengan ddl, tidak lagi dipadukan dengan ddl.
(NRTIs)
9. Tenofovir + tablet 200 mg/
emtricitabin 300 mg
12
2.9.2 LINI KEDUA (3,5)
13
2.9.5 REGIMEN KOMBINASI UNTUK DEWASA (3)
1. Kombinasi awal yang digunakan bagi pasien HIV dengan hasil lab normal adalah AZT+3TC (Duviral) + NVP
(Neviral).
2. Bila pasien tersebut sedang dalam pengobatab TB maka yang digunakan adalah EFV. Setelah selesai pengobatan
TB maka yang digunakan adalah EFV. Setelah selsai pengobatan TB, EFV diganti dengan NVP.
3. Bila pasien tersebut memiliki Hb<9 maka regimen yang digunakan adalah TDF=3TC. Jika TDF belum tersedia,
d4T_3TC selama 6-12 bulan kemudian regimen diganti menjadi AZT+3TC atau TDF+3TC.
4. Lopanavir/ritonavir digunakan sebagai lini kedua.
2.9.7 REGIMEN LINI PERTAMA YANG DIREKOMENDASIKAN PADA DEWASA YANG BELUM
PERNAH TERAPI ARV (treatment naive)(3)
14
2.9.8 REKOMENDASI WAKTU MEMULAI ARV PADA ANAK(3)
Selain itu regimen lini pertama yang digunakan pada AZT + 3TC + EFV
bayi dan anak adalah sebagai berilut; AZT _ 3TC _ NVP
TDF + 3TC (atau FTC) + EFV
Bayi: TDF + 3TC (atau FTC) + NVP
Efavirenz sebaiknya tidak diberikan pada kehamilan
1. pada bayi yang belum terpapar terapi ARV, trimester pertama
mulai terapi dengan NVP + 2 NRTI
2. Pada bayi sudah terpapar NVP atau NNTRI
lain pada saat dikandungan atau pada saat bayi 2.9.9.2 ARV PADA KOINFEKSI HIV/HBV
untuk pengobatan ibu atau PMTCT, mulai Semua individu dengan koinfeksi HIV/HBV yang
ARV dengan LPV/r + 2NRTI. memerlukan terapi untuk infeksi HBVnya (kepatitis
3. Untuk bayi yang terpapar terhadap terapi ARV kronik aktif0 terlepas dari jumlah CD4 atau stadium
tidak diketahui mulai dengan NVP + 2NRTI. klinis WHO harus memulai terapi ARV. Regimen terapi
yang mengandungi aktivitas terhadap HBV, yaitu TDF +
Anak : 3TC atau FTC digunakan untuk peningkatan respoon
VL HBV dan penurunan perkembangan HBV yang
1. untuk anak yang berumur antara 12-24 bulan resistensi obat.
yang susah terpapar NVP atau NNRTI lain
pada saat di kandungan atau pada saat bayi 2.9.9.3 ARV PADA KOINFEKSI HCV
untuk pengobatan ibu atau PMCTC.
2. Untuk anak berumur antara 12-24 bulan yang Terapi infeksi hep C pada koinfeksi dengan HIV tidak
belu terpapar NNRTI, mulai terapi ARV berbeda dengan monoinfeksi hep C, yaitu menggunakan
dengan NVP + 2 NRTI. kombinasi pegylated interferon alpha dan ribaviri (rbv).
3. Untuk anak yang berumur lebih 24 bulan dan Hanya saja pemberian obat ini harganya masih cukup
kurang 3 tahun mulai terapi ARV dengan NVP mahal. Terapi untuk hepatitis C ini sebaiknya diberikan
+ 2 NRTI. pada saat CD4+ sudah tinggi, lebih dari 350 sel/mm3
4. Untuk anak yang berusia 3 tahun atau lebih, untuk mendapatkan respon pengobatan yang lebih baik.
mulai terapi ARV dengan regimen NVP atau Regimen ART pada keadaan koinfeksi HIV/HCV seperti
EFV + 2 NRTI. biasa, dengan perhatian khusus pada interaksi antara obat
5. Untuk bayi dan anak dasar nukleosida untuk ARV dan ribaviri atau interferon sebagai berikut.
regimen art harus satu diantara berikut ini 1. Ribaviri dan AZT
(tersusun menurut pilihan yang disarankan) Kombinasi obat ini dapat menyebabkan anemia
3TC + AZT atau 3TC + ABC atau 3TC + d4T. sehingga dalam penggunaan keduanya perlu
pengawasan ketat.
2. Interferon dan EFV
2.9.9 TERAPI RETROVIRAL UNTUK POPULASI Kombinasi kedua obat ini dapat menyebabkan
KHUSUS(3,5) depresi berat sehingga dalam penggunaannya
2.9..9.1 ARV PADA WANITA HAMIL perlu pengawasan ketat.
Terapi arv dimulai pada semua perempuan hamil dengan
hiv. Regimen yang digunakan adalah sama dengan
regimen terapi antiretroviral dewasa lainnya, yaitu:
15
2.9.9.4 ARV UNTUK KOINFEKSI HIV / TUBERKULOSIS
Semua ODHA dengan tbc aktif merupakan indikasi memulai terapi ARV berapapun jumlah CD4. Terapi tb dooberikan
terlebih dahulu, kemudian diikuti dengan terapi ARV sesegera setelahnya (dalam delapan minggu pertama). EFV merupakan
NNRTI pilihan pada pasien yang akan memulai terpai ARV selama dalam terapi TB.
Kriteria gagal terapi adalah menggunakan 3 kriteria yaitu criteria klinis, imunologis dan virologist. Viral load yang menetap
di atas 5000 kopi/ml mengkonfirmasi gagal terapi. Bila pemeriksaan VL tidak tersedia, untuk menentukan gagal terap
menggunakan criteria imunologis untuk memastikan gagal klinis.
16
Alur pemindahan lini pertama ke lini kedua(3,5)
Penatalaksanaan kepatuhan
Pemeriksaan ulang VL
Rekomendasi regimen lini kedua adalah 2NRTI + boosted- PI (Bpi). Regimen lini kedua direkomendasikan dan disediakan
secara gratis oleh pemerintah dalah TDF/AZT + 3TC + lopinavir/ritonavir (LPV/RTV). Apabila padalini pertama
menggunakan d4T atau AZT maka gunakan TDF + (3TC atau FTC) sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua. Apabila
pada lini pertama menggunakan TDF makan gunakan AZT + 3TC sebagai dasar NRTI pada regimen lini kedua.
Pasien yang belum memenuhi syarat terapi ARV perlu dimonitor perjalanan klinis penyakit dan jumlah CD4 nya
setiap 6 bulan seklai. Evaluasi klinis meliputi parameter seperti pada evaluasi awal termausk pemantauan berat badan dan
munculnya tanda dan gejala klinis perkembangan infeksi HIV. Parameter klinis dan CD4 ini digunakan untuk mencatat
perkembangan stadium klinis WHO pada setiap kunjungan dan menentukan apakah pasien mulai memenuhi syarta untuk
terapi profilaksis kotrimoksasol atau terapi ARV. Evaluasi klinis dan jumlah CD4 perlu dilakukan lebih ketat ketika mulai
mendekato ambang dan syarta memulai terapi ARV.
17
Pasien dalam terapi ARV
Monitoring klinis.
Frekuensi monitoring klinis tergantung dari respons dari terapi ARV. Monitoring klinis perlu dilakukan pada minggu
2,3,8,12,24 minggu sejak memulai terapi ARV.
Setiap kunjungan dilakukan penilaian klinis termasuk tanda dan gejala efek samping obat atau gagal terapi dan frekunsi (
infeksi bacterial, kandidiansis dan atau infeksi oportunistik lainya) ditambah konseling untuk membantu pasien memahami
terapi ARV dan dukungan kepatuhannya.
Rekomendasi pemeriksaan laboratoriun untuk memonitor pasien dalam terapi ARV. (3,5)
Monitoring lain(3,5)
Monitoring jumlah CD4+ secara rutin setiap 6 bulan atau lebih sering bila ada indikasi klinis. Angka limfosit total
(TLC = total lymphocyte count) tidak direkomendasikan untuk digunakan memonitor terapi karena perubahan nilai TLC
tidak dapat digunakan untuk memprediksi keberhasilan terapi.
Enam bulan sejak memulai terapi ARV merupakan masa yang kritis dan penting. Diharapkan dalam masa tersebut
akan terjadi perkembangan klinis dan imonologi kea rah yang lebih baik, akan tetapi hal tersebut tidak terjadi dan atau
terjadi toksisitas obat. Selain itu bisa juga terjadi suatu sindrom pulih imun dimana pasien sepertinya mengalami perburukan
klinis yang sebetulnya merupakan suatu keadaan pemulihan respon imunitas (yang kadang sampai menimbulkan gejala
peradangan/inflamasi berlebihan)
18
Tenofovir Asthenia, sakit kepala, diare, mual muntah, sering buang Jika digunakan pada lini pertama AZR
angin, insufisiensi ginjal, sindroma fanconi (atau d4t jika tiada pilihan)
Osteomalasia Jika digunakan pada lini kedua,
Penurunan densittas tulang Secara pendekatan kesehatan masyarakat,
Hepatitis eksaserbasi akut berat pada pasein HIV dengan makan tidak ada pilihan lain jika pasien
koinfeksi telah gagal
Hepatitis B yang menghentikan TDF AZT/d4t pada terapi lini pertama,
Jika kemungkinan dipertimbangkan
merujik ke tingkat perawatan yang lebih
tinggi dimana terapi individual tersedia.
Emtricitabine Ditoleransi dengan baik -
Nevarapin Reaksi hipersensitivitas EFV
Sindroma steven-johnson Bpi jika tidak toleransi terhadap kedua
Ruam NNRTI
Toksisitas hepar Tiga NNRTI jika tidak ada pilihan lain.
hiperlipidemia
Ritonavir Hiperlipidemia Jika digunakan pada lini kedua.
Lopinavir Intoleransi gastrointertinal, mual, pancreatitis, Jika digunakna pada lini kedua.
hiperglikemial, pemindahan lemak dan abnormalitas lipid
Efavirenz Reaksi hipersensitivitas sindroma steven-johnson NVP
Ruam Bpi jika tidak toleran terhadap kedia
Toksisitas hepar NRTI
Toksisitas sisterm saraf pusat yang berat dan persisten Tiga NRTI jika tidak ada pilihan lain.
(depresi dan pusing)
Hiperlipidemia
Ginekomastia (pada laki-laki)
Kemungkinan efek teratogenik (pada kehamilan trimester
pertama atau wanita yang tidak mengganggu kontrasepsi
yang adekuat)
2.9.2 TERAPI GEN(1) terinfeksi HIV. Gen ini bisa berupa antisense dari dari
salah satu enzim yang diperlukan untuk replikasi virus
Pendekatan lain yang dilakukan adalah terapi gen. tersebut atau ribozyme yang berupa antisense RNA
Artinya, pengobatan dilakukan dengan dengan kemampuan untuk menguraikan RNA target.
mengintroduksikan gen anti-HIV ke dalam sel yang ‘
Antisense yang diintroduksikan dengan vektor imunologi karena tidak mengakibatkan respons imun
akan menjalani proses transkripsi menjadi RNA yang tidak diinginkan. Hal ini berbeda dengan
bersamaan dengan messenger RNA virus (mRNA). pendekatan melalui protein yang menyebabkan
Setelah itu, RNA antisense ini akan berinteraksi dengan timbulnya respons imun di dalam tubuh. Untuk
mRNA dari enzim tersebut dan mengganggu translasi keperluan terapi gen seperti ini, dibutuhkan sistem
mRNA sehingga tidak menjadi protein. Karena enzim pengiriman gen yang efisien yang akan membawa gen
yang diperlukan untuk replikasi tidak berhasil hanya kepada sel yang telah dan akan diinfeksi oleh HIV.
diproduksi, otomatis HIV tidak akan berkembang biak di Selain itu, sistem harus bisa mengekspresikan gen yang
dalam sel. Sama halnya dengan antisense, ribozyme juga dimasukkan (gen asing) dan tidak mengakibatkan efek
menghalangi produksisuatu protein tapi dengan cara yang berasal dari virus itusendiri. Untuk memenuhi
menguraikan mRNA-nya Pendekatan yang dilakukan syarat ini, HIV itu sendiri penjadi pilihan utama. HIV
dengan fokus RNA ini juga bagus dilihat dari segi sebagai vector
19
Pemikiran untuk memanfaatkan virus HIV sebagai vektor receptor HIV. Dalam penelitian ini, HIV digunakan
dalam proses transfer gen asing ini diwujudkan pertama sebagai sistem pengiriman gen. Semoga metode ini dapat
kali pada tahun 1991 oleh Poznansky dan kawan-kawan segera digunakan untuk pengobatan AIDS di seluruh
dari Dana-Farber Cancer Institute Amerika. Setelah itu dunia.(1)
penelitian tentang penggunaan HIV sebagai vektor untuk
terapi gen berkembang pesat. Wenzhe Ho dari The 2.9.3 PENATALAKSANAAN STADIUM LANJUT(1)
Children Hospital of Philadelphia bekerja sama dengan
Julianna Lisziewicz dari National Cancer Institute Pada stadium lanjut, tingkat imunitas penderita
berhasil menghambat replikasi HIV di dalam sel dengan sudah sangat menurun dan banyak komplikasi dapat
menggunakan anti-tat, yaitu antisense tat protein (enzim terjadi, umunya berupa infeksi oportunistik yang
yang esensial untuk replikasi HIV). Sementara itu, mengancam jiwa penderita.
beberapa grup juga berhasil menghambat
perkembangbiakan HIV dengan menggunakan ribozyme. Zidovudin (ZDV)
(1)
Hal yang penting lagi dalam sistem ini adalah Pada stadium lanjut ZDV juga cukup banyak
tingkat ekspresi gen yang stabil. Dari hasil percobaan memberikan manfaat. Pada keadaan penyakit yang berat
dengan tikus, sampai saat ini telah berhasil dibuat vector dosis ZDV diperlukan lebih tinggi, agar dapat menembus
yang bisa mengekspresikan gen asing dengan stabil ke susunan syaraf pusat (SSP). Dosis dan pemberian
dalam jangka waktu yang lama pada organ, seperti otak, belum ada kesepakatan, tetapi sebagai dosis awal pada
retina, hati, dan otot. Walaupun belum sampai pada penderita dengan berat badan 70 Kg, diberikan ZDV
aplikasi secara klinis, aplikasi vektor HIV untuk terapi 1000mg, dalam 4-5 kali pemberian.
gen bisa diharapkan. Hal ini lebih didukung lagi dengan Pengobatan infeksi oportunistik Infeksi HIV
penemuan small interfering RNA (siRNA) yang merupakan infeksi kronis yang kompleks sehingga
berfungsi menghambat ekspresi gen secara spesifik. memerlukan perawatan multidisipliner, para spesialis,
Prinsipnya sama dengan antisense dan ribozyme, tapi konselor dan kelompok-kelompok pendukung lainnya.
siRNA lebih spesifik dan hanya diperlukan sekitar 20 bp Umumnya pada stadium yang lebih lanjut lanjut, bila
(base pair) sehingga lebih mudah digunakan. sekali muncul infeksi maka jarang bersifat tunggal tetapi
beberapa macam infeksibersamaan. Keadaan ini
Baru-baru ini David Baltimore dari University of memerlukan pengobatan yang rumit. Bila sudah timbul
California Los Angeles (UCLA) berhasil menekan keadaan yang demikian maka sebaiknya penanganan
infeksi HIV terhadap human T cell dengan menggunakan penderita dilakukan oleh sebuah tim.
siRNA terhadap protein CCR5 yang merupakan co-
sampai pada fase terminal sebelum datangnya kematian.
2.9.4 PERAWATAN FASE TERMINAL (1) Pada fase terminal, dimana penyakit sudah tak teratasi,
pengobatan yang diberikan hanyalah bersifat
Sampai saat ini dapat dinyatakan bahwa AIDS simptomatik dengan tujuan agar penderita merasa cukup
adalah penyakit fatal, belum dapat disembuhkan. Oleh enak, bebas dari rasa mual, sesak. mengurangi rasa
karena itu penderita yang kita rawat akhirnya akan cemas.
20
Tabel beberapa jenis infeksi oportunistik dan keganasan serta obat-obatannya.
21
4. HIV Discussion. HIVwebstudy. Available at: Kapita Selekta Kedokteran. Edisi III. Jakarta:
http://depts.washington.edu/hivaids/initial/case Media Aesculapius FKUI; 2000. Hal162-163
1/discussion.html. Accessed on 2 march. 8. Lan, Virginia M. Human Immunodeficiency
5. Mitchell. H. Katz, MD, Andrew R. Zolopa, Virus (HIV) and Acquired Immunodeficiency
MD. HIV Infection and Aids. 2009 Current Syndrome (AIDS). In: Hartanto H, editor.
Medical Diagnosis dan Treatment. McGaw Patofisiologi: Konsep Klinis proses-proses
Hill, 48th ed. Hal. 1176-1205. Penyakit. Edisi 6. Jakarta: ECG ‘ 2006. Hal .
6. Quinn TC, Wawer MJ, Sewankambo N and 224.
others. Hiv. Scribd. Available at: 9. Merati, Tuti P.Respon Imun Infeksi HIV. In :
http://www.scribd.com/doc/40951928/Hiv. Sudoyo Aru W: editor. Buku ajar ilmu penyalit
Accessed on 2 march. dalam. Edisi IV. Jakarta: Pusat Penerbitan
7. Mansjoer, Arif M. Acquired immunodeficiency Departemen Ilmu Penyakit Dalam FKUI: 2006.
syndrome (AIDS). In Triyanti Kuspuji, editor. Hal 545-6
22