Anda di halaman 1dari 15

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH 3

QBL 4 Otitis Media

Dosen Pengampu :

Ns. Mareta Dea Rosaline, S. Kep. M.Kep

Disusun oleh

Yahya S. 1710711060

Triyono. 1710711086
Ega Shafira P. 1710711108
Feny Ditya H. 1710711110

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

FAKULTAS ILMU-ILMU KESEHATAN

UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN”

JAKARTA

2019

QBL 4
OTITIS

A. DEFINISI
Otitis media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar (otitis
eksterna), saluran telinga tengah (otitis media) dan telinga bagian dalam (otitis interna).
(Rahajoe, N. 2012).
Otitis media ialah radang telinga tengah yang terjadi terutama pada bayi atau
anak-anak yang biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas bagian atas. (William, M.
Schwartz., 2004).
Otitis media adalah suatu infeksi pada telinga tengah yang disebabkan karena
masuknya bakteri/patogenik kedalam telinga tengah (Smeltzer, S. 2001).

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media berdasarkan gejalanya
dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non supuratif, dimana masing-masing
memiliki bentuk yang akut dan kronik. Selain itu, juga terdapat jenis otitis spesifik,
seperti otitis media tuberkulosa dan otitis media sifilitika. Otitis media yang laina dalah
otitis media adhesive. (Djaafar, 2007).

B. PREVELENSI
OMA biasanya terjadi karena peradangan saluran napas atas dan sering mengenai
bayi dan anak-anak. Kecenderungan menderita OMA pada anak-anak berhubungan
dengan belum matangnya system imun. Pada anak-anak, makin tinggi frekuensi ISPA,
makin besar resiko terjadinya OMA. Bayi dan anak-anak mudah terkena OMA Karena
anatomi saluran eustachi yang masih relative pendek, lebar, dan letaknya lebih
horizontal. (Djaafar, Z.A, 2007).
OMA lebih sering terjadi pada kelompok umur yang lebih muda (0 sampai 5
tahun) dibandingkan pada kelompok umur yang lebih tua (5 sampai 11 tahun). Pada umur
6 bulan, sekitar 25% dari semua anak mendapat satu atau lebih episode OMA. Pada umur
1 tahun gambaran ini meningkat menjadi 62%. Pada umur 3 tahun menjadi 81%. Pada
umur 5 tahun menjadi 91%. Setelah umur 7 tahun, insiden menurun. (Aziz, 2007). Faktor
resiko berulangnya episode OMA telah digambarkan dan termasuk diantaranya ISPA
yang terjadi dalam rentan waktu yang tidak lama. Telah ditemukan bahwa 29-50% dari
keseluruhan ISPA (rhinitis, bronchitis, sinusitis, dll.) bekembang menjadi OMA. Dengan
pertimbangan tingginya insiden ISPA sehingga membuat insiden OMA sudah
diperkirakan sebelumnya. (Revai, et al 2007).
Terjadinya penyakit OMA dijabarkan melalui beberapa tahap yaitu efusi pada
telinga tengah yang akan bekembang menjadi pus yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme disertai tanda-tanda inflamasi akut, demam, othalgia, dan iritabilitas.
(WHO, 2010). Adapun bakteri penyebab otitis media yaitu Staphylococcus aureus,
Pneumococcus, Haemophilus influenza, Escherichia coli, Streptococcus anhemolyticus,
Streptococcus hemolyticus, Proteus vulgaris, dan Pseudomoas aeruginosa.

C. KLASIFIKASI
Otitis Media
Supuratif Akut/Otitis
Media Akut
Otitis Media
Supuratif
Otitis Media
Supuratif Kronik

Otitis Media
Adhesiva

Otitis Media
Otitis Media Spesifik
Otitis Media Serosa
Akut

Otitis Media Serosa


(Non Supuratif)
Otitis Media Serosa
Kronik

1. Berdasarkan gejala:
1.1 otitis media supuratif:
1.1.1 Otitis Media Supuratif Akut/Otitis Media Akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan
singkat (dalam waktu kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan
gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
1.1.2 Otitis Media Supuratif Kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan
keluarnya sekret yang apabila tidak ditangani dengan tepat akan
membuat progresivitas penyakit semakin bertambah.
1.2 Otitis Media Adhesiva: Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga
tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung lama
1.3 Otitis Media Non Supuratif/Serosa
1.3.1 Otitis Media Serosa Akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang
disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
1.3.2 Otitis Media Serosa Kronik
Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad
sebagai gejala sisa dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.

2. Berdasarkan perubahan mukosa


2.1 Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau
berwarna suram.
2.2 Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau
seluruh membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.

2.3 Stadium Supurasi


Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai hancurnya sel epitel
superfisial serta terbentuknya eksudat purulen di kavum timpani sehingga
membran timpani tampak menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.
2.4 Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari telinga tengah ke
liang telinga.

2.5 Stadium Resolusi


Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani kembali
menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya tahan tubuh baik atau
virulensi kuman rendah maka resolusi dapat terjadi walaupun tanpa
pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi, Restuti RD. 2007).

Apabila stadium resolusi gagal terjadi, maka akan berlanjut menjadi otitis
media supuratif kronik. Kegagalan stadium ini berupa perforasi membran
timpani menetap, dengan secret yang keluar secara terus-menerus atau hilang
timbul.

Otitis media supuratif akut dapat menimbulkan gejala sisa berupa otitis media
serosa. Otitis media serosa terjadi jika secret menetap di kavum timpani tanpa
mengalami perforasi membrane timpani (Djaafar, 2007; Dhingra, 2007).

D. ETIOLOGI
1. Bakteri
Bakteri piogenik merupakan penyebab OMA yang tersering. Menurut penelitian, 65-
75% kasus OMA dapat ditentukan jenis bakteri piogeniknya melalui isolasi bakteri
terhadap kultur cairan atau efusi telinga tengah. Kasus lain tergolong sebagai non-
patogenik karena tidak ditemukan mikroorganisme penyebabnya. Tiga jenis bakteri
penyebab otitis media tersering adalah Sreptococcus Pneumoniae (40%), diikuti oleh
Haemophilus influenza (25-30%) dan Moraxella catarhalis (10-15%). Kira-kira 5%
kasus dijumpai pathogen-patogen yang lain seperti Streptococcus pyogenes (group A
betahemolytic), Staphylococcus aureus, dan organisme gram negative.

2. Virus
Virus juga merupakan penyebab OMA. Virus dapat dijumpai tersendiri atau
bersamaan dengan bakteri patogenik yang lain. Virus yang paling sering dijumpai
yaitu respiratory syncytial virus (RSV), influenza virus atau adenovirus (sebanyak
30-40%). Kira-kira 10-15% dijumpai parainfluenza virus, rhinovirus atau
enterovirus. Virus akan membawa dampak buruk terhadap fungsi tuba Eustachius,
mengganggu fungsi imun local, meningkatkan adhesi bakteri, menurunkan efisiensi
obat antimikroba dengan mengganggu mekanisme farmakokinetiknya (Kerschner,
2007).

E. MANIFESTASI KLINIK
Secara umum, manifestasi klinis yang biasa ditemukan pada pasien dengan Otitis Media
Akut adalah:
1. Othalgia (Nyeri telinga)
2. Demam, batuk, pilek
3. Membran timpani abnormal (sesuai stadium)
4. Gangguan pendengaran
5. Keluarnya secret di dari telinga berupa nanah
6. Anak rewel, menangis, gelisah
7. Kehilangan nafsu makan, dan lain-lain.

Gejala klinis OMA bergantung pada stadium penyakit serta umur pasien. Penilaian klinik
OMA digunakan untuk menentukan berat atau ringannya suatu penyakit. Penilaian
berdasarkan pada pengukuran temperature, keluhan pasien, serta membrane timpani yang
kemerahan dan membengkak atau bulging. Menurut Dagan (2003) dalam Titisari (2005),
skor OMA adalah sebagai berikut:
skor Suhu (°C) gelisah Tarik telinga Kemerahan pada Bengkak pada
membrane membrane
timpani timpani
0 <38,0 Tidak ada Tidak ada Tidak ada Tidak ada
1 38,0-38,5 ringan Ringan Ringan Ringan
2 38,6-39,0 Sedang Sedang Sedang Sedang
3 >39,0 berat berat berat Berat, termasuk
otore
Penilaian derajat OMA dibuat berdasarkan skor. Bila didapatkan angka 0 hingga 3,
berarti OMA ringan dan bila melebihi 3, berarti OMA berat.

F. KOMPLIKASI
Komplikasi OMA terbagi menjadi tiga, yaitu:
1. Komplikasi intratemporal
1.1 perforasi Membran Timpani
1.2 Mastoiditis akut
1.3 Paresis nervus fasialis
1.4 Labirinitis
1.5 Petrositis
2. Komplikasi ekstratemporal
2.1 Abses subperiosteal
3. Komplikasi intracranial
3.1 Abses otak
3.2 Tromboflebitis
3.3 Meningitis otikus
3.4 Abses ekstradura
3.5 Abses perisinus
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Otoskopi
Adalah pemeriksaan telinga dengan menggunakan otoskop terutama untuk melihat
gendang telinga. Pada otoskopi didapatkan hasil adanya gendang telinga yang
menggembung, perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak
kuning dan suram, serta cairan di liang telinga.

2. Otoskop Pneumatic
Merupakan alat pemeriksaan bagi melihat mobilitas membran timpani pasien
terhadap tekanan yang diberikan. Membrane timpani normal akan bergerak apabila
diberitekanan. Membrane timpani yang tidak bergerak dapat disebabkan oleh
akumulasi cairan didalam telinga tengah, perforasi atau timpanosklerosis.
Pemeriksaan ini meningkatkan sensitivitas diagnosis OMA. Namun umumnya
diagnosis OMA dapat ditegakkan dengan otoskop biasa

3. Timpanometri
Untuk mengkonfirmasi penemuan otoskopi pneumatik dilakukan timpanometri.
Timpanometri dapat memeriksa secara objektif mobilitas membran timpani dan rantai
tulang pendengaran. Timpanometri merupakan konfirmasi penting terdapatnya cairan
di telinga tengah.Timpanometri juga dapat mengukur tekanan telinga tengah dan
dengan mudah menilai patensi tabung miringotomi dengan mengukur peningkatan
volume liang telinga luar.Timpanometri punya sensitivitas dan spesifisitas 70-90%
untuk deteksi cairan telinga tengah, tetapi tergantung kerjasama pasien. Pemeriksaan
dilakukan hanya dengan menempelkan sumbat ke liang telinga selama beberapa
detik, dan alat akan secara otomatis mendeteksi keadaan telinga bagian tengah.
4. Timpanosintesis
Timpanosintesis diikuti aspirasi dan kultur cairan dari telinga tengah, bermanfaat
pada pasien yang gagal diterapi dengan berbagai antibiotika, atau pada
imunodefisiensi. Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan untuk
menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk mengidentifikasi patogen
yang spesifik.

5. Uji rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien.
Langkah:
Tangkai penala digetarkan lalu ditempelkan pada prosesus mastoid (hantaran tulang)
hingga bunyi tidak lagi terderngar. Penala kemudian dipindahkan ke depan telinga
sekitar 2,5 cm. Bila masih terdengar disebut Rinne positif (+), bila tidak terdengar
disebut Rinne negatif (-)

6. Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan.
Langkah:
Penala digetarkan dan tangkai penala diletakkan di garis tengah kepala (di verteks,
dahi, pangkal hidung, di tengah-tengah gigi seri atau dagu). Apabila bunyi penala
terdengar lebih keras pada salah satu telinga disebut Weber lateralisasi ke telinga
tersebut. Bila tidak dapat dibedakan ke arah telinga mana bunyi terdengar lebih keras
disebut Weber tidak ada lateralisasi

7. Uji swabach
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang orang yang diperiksa dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal.
Langkah:
Penala digetarkan, tangkai penala diletakkan pada prosesus mastoideus sampai tidak
terdengar bunyi. Kemudian tangkai penala segera dipindahkan pada prosesus
mastoideus telinga pemeriksa yang pendengarannya normal. Bila pemeriksa masih
dapat mendengar disebut Schwabach memendek, bila pemeriksa tidak dapat
mendengar, pemeriksaan diulang dengan cara sebaliknya yaitu penala diletakkan pada
prosesus mastoideus pemeriksa lebih dulu. Bila pasien masih dapat mendengar bunyi
disebut Schwabach memanjang dan bila pasien dan pemeriksa kira-kira sama-sama
mendengarnya disebut dengan Schwabach sama dengan pemeriksa.

H. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Berdasarkan stadium
1.1 Stadium Oklusi: Bertujuan untuk membuka tuba eustachius. Diberikan obat
tetes hidung.
1.1.1 1.1.1 HCl Efedrin 0,5% dalam larutan fisiologik untuk anak <12 tahun
1.1.2 HCl Efedrin 1% dalam larutan fisiologik untuk anak >12 tahun atau
dewasa.
1.1.3 Sumber infeksi juga harus diobati dengan memberikan antibiotik.

1.2 Stadium Presupurasi: Diberikan antibiotik, obat tetes hidung, dan analgetik.
Antibiotik diberikan minimal selama 7 hari. Bila membran timpani sudah
hiperemi difus, sebaiknya dilakukan miringotomi. Untuk terapi awal,
diberikan penisilin IM agar konsentrasinya adekuat dalam darah.
1.2.1 1.2.1 Ampisilin 4 x 50-100 mg/KgBB
1.2.2 Amoksisilin 4 x 40 mg/KgBB/hari
1.2.3 Eritromisin 4 x 40 mg/KgBB/hari

1.3 Stadium Supurasi: . Pasien harus dirujuk untuk dilakukan miringotomi bila
membran timpani masih utuh. Selain itu, analgesik juga diperlukan agar nyeri
dapat berkurang.

1.4 Stadium Perforasi: Diberikan obat cuci telinga H2O2 3% selama 3-5 hari
serta antibiotik yang adekuat sampai 3 minggu.
1.5 Stadium Resolusi: Biasanya akan tampak sekret keluar. Pada keadaan ini
dapat dilanjutkan antibiotik sampai 3 minggu, namun bila masih keluar sekret
diduga telah terjadi mastoiditis. Pada stadium ini, harus di follow up selama 1
sampai 3 bulan untuk memastikan tidak terjadi otitis media serosa.
2. Tindakan
2.1 timpanosintesis
Tindakan dengan cara mengambil cairan dari telinga tengah dengan menggunakan
jarum untuk pemeriksaan mikrobiologi. Risiko dari prosedur ini adalah perforasi
kronik membran timpani, dislokasi tulang-tulang pendengaran, dan tuli sensorineural
traumatik, laserasi nervus fasialis atau korda timpani. Timpanosintesis merupakan
prosedur yang invasif, dapat menimbulkan nyeri, dan berpotensi menimbulkan
bahaya sebagai penatalaksanaan rutin.

2.2 Miringotomi
Tindakan insisi pada membran timpani untuk drainase cairan dari telinga tengah.
Pada miringotomi dilakukan pembedahan kecil di kuadran posterior-inferior
membran timpani. Untuk tindakan ini diperlukan lampu kepala yang terang, corong
telinga yang sesuai, dan pisau khusus (miringotom) dengan ukuran kecil dan steril.
Indikasi untuk miringotomi adalah terdapatnya komplikasi supuratif, otalgia berat,
gagal dengan terapi antibiotik, pasien imunokompromis, neonatus, dan pasien yang
dirawat di unit perawatan intensif.

Asuhan Keperawatan

Pengkajian Fisik

 Tanda-tanda vital : ukur suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan


 Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
 Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
 Kaji kemungkinan tuli
 Pemeriksaan fisik dilakukan dari hair to toe dan berurutan berdasarkan sistem
TELAAH JURNAL
KASUS OTITIS

Judul Penelitian :
“Comparative Clinical
Study of the Effectiveness of MEKRITEN in Patients with Chronic Suppurative
Otitis”

Tahun : 2016

Penulis : Abror MUKHITDINOV, Nemat OLIMOV, Shirinkhan OLIMOVA

Tujuan Penilitian : To study the wound healing efficacy and tolerability of the drug ‘garlic extract
liquid’ developed by the Tashkent Pharmaceutical Institute, Uzbekistan, and to
identify the possibility of issuing recommendations for the drug for clinical use in
the Republic of Uzbekistan (RUz).
Latar Belakang : Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a serious disease with the presence
of bacterial infection and perforated tympanic membrane with persistent
drainage from the middle ear. It is a major cause of acquired hearing impairment
in children, especially in developing countries. Most approaches to treatment
have been unsatisfactory or are very expensive and difficult; for example,
parenteral aminoglycosides require long hospitalization and are potentially
ototoxic. The pathologic process in chronic purulent otitis media leads to
destruction of bone structures of the middle ear and causes hearing loss.
Despite the use of antibacterial therapy, CSOM remains the main cause of
hearing loss.

The issues of early diagnosis, choice of treatment, and characteristics of patients


with CSOM are still relevant. However, the solution for these problems is closely
connected with the study of various aspects of the etiopathogenesis of the
disease, including general and local immunologic reactivity, the state of the
antioxidant system of the organism, i.e. the background, where there is probably
a pathologic process.

In connection with the above, the efficacy of oil extract of garlic, which was
developed by the Tashkent Pharmaceutical Institute, was investigated. In
preclinical studies, the drug showed high efficacy in experimental models.

Metodologi Penelitian : This study was open, full designed, and performed on two parallel groups. The
main group of patients that received the new drug consisted of 30 patients. The
second group of patients, which received the comparison drug, comprised 20
patients. The groups were matched by sex, age, and diagnosis. Patients of both
sexes receiving outpatient treatment, aged over 18 years, and who gave written
informed consent for participation in the research, and those who underwent
surgery in the middle ear (myringoplasty) were included in the study. The
criteria for exclusion were patients aged less than 18 years, pregnancy, lactation,
the presence of hypersensitivity to the drug component, participation in other
clinical trials within the last 30 days, no written informed consent for
participation in clinical research, and contraindications to the use of the drug.

Patient details

The first group included 30 patients with a mean age of 34±12.33 years; 13
patients were women and 17 were men. Eight patients were diagnosed as
having right-sided CSOM, 11 patients were hospitalized with left CSOM, and the
remaining 11 patients had bilateral CSOM.

Second group
consisted of 20 patients and their average age was 35±13.42 years. Twelve
patients were female and 8 were male. Ten patients were diagnosed as having
right-sided CSOM, 6 had left CSOM, and 4 patients were treated for bilateral
CSOM.

Methods and timing of assessing, recording, and statistical processing of


performance indicators:

Registration of the performance indicators was conducted immediately after


examination and/or receipt of laboratory data. The information expressed in a
quantitative form was subjected to statistical processing, including the use of
special software. Student’s t-test is assumed for the application of methods of
variation statistics. If necessary, multivariate analysis was performed.

Perlakuan : Patients of the main group (30 persons) were given garlic extract liquid. The
medication was given as 2 drops twice per day for 10 days in the external
auditory canal. Patients in the comparison group (20 people) took other drugs
(0.25% levomycetin solution) in a similar way. Simultaneous complementary
therapies were not performed. Other drugs with a similar action were excluded.

Hasil Penelitian : Efficacy: analysis of efficacy was performed on the results of the study on
patients receiving the drug according to the scheme provided in this protocol.

Tolerability: When analyzing adverse effects, it is necessary to exclude adverse


effects that might occur from taking other medications or treatment procedures
prescribed to the patient along with the test drug. If there is uncertainty, this
case can only be partly analyzed regarding intolerance.

The average rating of the tolerability and effectiveness for MEKRITEN found
portability as 4.97 points, and the effectiveness as 4.77 points, compared with
0.25% levomycetin solution at 4.8 and 3.35 points

Kesimpulan : Local therapy with the drug MEKRITEN (garlic extract liquid) in patients with
CSOM is more effective than local application of 0.25% levomycetin solution. Local therapy with
MEKRITEN in the treatment of CSOM leads to faster termination of otorrhoea and is accompanied by
fewer adverse drug reactions. According to the results of clinical trials, ototoxic properties of the drug
MEKRITEN in patients were not identified. The drug is well tolerated. MEKRITEN is fully comparable to
levomycetin. Thus, MEKRITEN is effective in the treatment of CSOM and is recommended for medical
use in the RUz.

Anda mungkin juga menyukai