Anda di halaman 1dari 33

OTITIS MEDIA

disusun oleh:
- Yahya S. 1710711060
- Triyono 1710711086
- Ega Shafira P. 1710711108
- Feny Ditya H. 1710711110

1
OTITIS
ANATOMI &
FISIOLOGI
TELINGA

3
PENGERTIAN

Otitis media adalah infeksi telinga meliputi infeksi saluran telinga luar
(otitis eksterna), saluran telinga tengah (otitis media) dan telinga bagian dalam
(otitis interna). (Rahajoe, N. 2012).

Otitis media adalah peradangan pada sebagian atau seluruh mukosa telinga
tengah, tuba eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Otitis media
berdasarkan gejalanya dibagi atas otitis media supuratif dan otitis media non
supuratif, dimana masing-masing memiliki bentuk yang akut dan kronik. Selain
itu, juga terdapat jenis otitis spesifik, seperti otitis media tuberkulosa dan otitis
media sifilitika. Otitis media yang laina dalah otitis media adhesive. (Djaafar,
2007).
4
KLASIFIKASI
berdasarkan gejala

1. Otitis Media Supuratif


a) Otitis media supuratif akut/otitis media akut
Proses peradangan pada telinga tengah yang terjadi secara cepat dan singkat (dalam waktu
kurang dari 3 minggu) yang disertai dengan gejala lokal dan sistemik.(Munilson, Jacky. Et al.)
b) Otitis media supuratif kronik
Infeksi kronik telinga tengah disertai perforasi membran timpani dan keluarnya sekret yang
apabila tidak ditangani dengan tepat akan membuat progresivitas penyakit semakin bertambah.

2. Otitis Media Adhesiva


Keadaan terjadinya jaringan fibrosis di telinga tengah sebagai akibat proses peradangan yang berlangsung
lama

5
3. Otitis media non-supuratif/Serosa
a) Otitis media serosa akut
Keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan
oleh gangguan fungsi tuba.

b) Otitis media serosa kronik


Pada keadaan kronis sekret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri dengan
gejala – gejala pada telinga yang berlangsung lama. Terjad sebagai gejala sisa
dari otitis media akut yang tidak sembuh sempurna.

6
KLASIFIKASI
berdasarkan
perubahan mukosa

1. Stadium Oklusi
Stadium ini ditandai dengan gambaran retraksi membran timpani akibat
tekanan negatif telinga tengah. Membran timpani kadang tampak normal atau
berwarna suram.

2. Stadium Hiperemis
Pada stadium ini tampak pembuluh darah yang meleba disebagian atau seluruh
membran timpani, membran timpani tampak hiperemis disertai edem.

7
3. Stadium Supurasi
Ditandai dengan edem yang hebat telinga tengah disertai
hancurnya sel epitel superfisial serta terbentuknya eksudat
purulen di kavum timpani sehingga membran timpani tampak
menonjol (bulging) ke arah liang telinga luar.

4. Stadium Perforasi
Terjadi ruptur membran timpani sehingga nanah keluar dari
telinga tengah ke liang telinga.

5. Stadium Resolusi
Membran timpani berangsur normal, perforasi membran timpani
kembali menutup dan sekret purulen tidak ada lagi. Bila daya
tahan tubuh baik atau virulensi kuman rendah maka resolusi
dapat terjadi walaupun tanpa pengobatan. (Djaafar ZA, Helmi,
8 Restuti RD. 2007).
PREVALENSI

Penelitian yang dilakukan oleh Teele et al. menyatakan bahwa


episode OMA (Otitis Media Akut) pada tahun pertama dan tahun ketiga adalah
66% dan 86% pada lelaki dan 53% dan 77% pada wanita. Puncak insidensi
otitis media adalah usia 6-12 bulan pertama kehidupan, dan menurun setelah
usia 5 tahun. Sebanyak 80% anak-anak menderita otitis media, dan 80%-90%
anak-anak menderita otitis media efusi sebelum usia sekolah. Di usia dewasa
otitis media lebih jarang terjadi, kecuali pada dewasa dengan keadaan
defisiensi imun.[2] Menurut ras/suku bangsa, insidensi otitis media tertinggi
terjadi pada suku Inuits dari Alaska, aborigin Australia, dan orang asli Amerika
(12%-46%), kemudian Maori di Selandia Baru, Nepal, dan Malaysia (4%-8%),
diikuti oleh Korea, India, dan Saudi Arabia sebanyak 1.4%-2%, dan insidensi
9 terendah di Amerika, Inggris, Denmark, dan Finlandia (<1%).
PREVALENSI

Penelitian yang dilakukan di Indonesia pada 6 wilayah besar


Indonesia (Bandung, Semarang, Balikpapan, Makasar, Palembang, Denpasar)
didapatkan bahwa otitis media sangat signifikan terjadi pada anak usia sekolah.
Prevalensi kejadian OMA, OME, dan Otitis media kronis secara berurutan
adalah 5/1000, 4/100, dan 27/1000 anak. Prevalensi otitis media kronis pada
daerah pedesaan adalah 27/1000 atau 2.7% dan pada daerah perkotaan
prevalensinya lebih rendah yaitu 7/1000 anak atau 0.7%. Prevalensi otitis media
kronis tertinggi di Indonesia adalah Bali dan Bandung dibandingkan dengan
daerah lainnya di Indonesia. Otitis media kronis aktif tertinggi ditemukan pada
pedesaan Bali usia 10-12 tahun sebanyak 23.5 per 1000 anak. Otitis media
kronis inaktif prevalensi tertinggi di pedesaan Bali anak usia 6-9 tahun
sebanyak 62.9 per 1000 anak. Prevalensi timpanosklerosis tertinggi di
pedesaan Bali anak usia 13-15 tahun sebesar 26 per 1000 anak.
10
ETIOLOGI

1. Otitis Eksterna : Patogen otitis eksterna yang paling sering adalah


Staphylococus aureus dan Pseudomonas
2. Otitis Eksterna Maligna : Pseudomonas
3. Otitis Eksterna Difus : Pseudomonas, Staphylococus albus, E-coli, dan
Enterobacter aerogenes
4. Otitis Eksterna Difus Kronik : Jamur, yaitu Aspergillus niger, Pityrosporum,
Aktinomises, Candida albicans
5. Otitis Media Akut : Bakteri piogenik seperti Streptococus hemolyticus,
Staphylococus Aureus, Pneumokok, H.Influenzae, E-coli, S.anemolyticus,
P.vulgaris, dan P. aeruginosa
6. Otitis Media Kronik : Terapi yang terlambat, Terapi yang tidak adekuat,
Virulensi kuman tinggi, Daya tahan tubuh rendah, Kebersihan buruk
7. Otitis Media Serosa : Tidak ada agen penyebab definitif
11
PATOFISIOLOGI

Otitis media akut dan kronis yang juga diketahui ebagai otitis media supuratif
dan purulent adalah sama dalam patofisiologisnya.
Cara masuk bakteri pada kebanyakan pasien kemungkinan melalui tuba
eustachii akibat kontaminasi secret dalam nasofaring. Agen infeksi masuk
kedalam telinga tengah menyebabkan peradangan dalam mukosa yang
menimbulkan bengkak dan iritasi tulang atau osikel ( tulang pendengaran pada
telinga tengah ) proses ini diikuti dengan pembentukan peradangan eksudat
purulent. Serangan terjadi secara mendadak atau akut dengan durasi yang
relatif pendek sekitar 3 minggu atau kurang. Otitis media kronik biasanya
mengikuti kondisi akut yang berulang, berlangsung lebih lama, dan dapat
dihubungkan dengan morbiditas atau injuri yang lebih luas dalam struktur
telinga tengah baikm akut maupun kronik..
.
12
PATOFISIOLOGI

Tanda dan gejala penyakit ini disebabkan oleh tekanan cairan pada rongga telinga
tengah, tuba eustacheus dan proses infeksi. Kerusakan tulang-tulang pada
teelinga tengah berkembang menjadi perforasi membrane, jetuhnya material
terinfeksi ketelinga luar. Penyakit dan pengobatab menjadi lebih rumit dengan
adanya otitis eksterna. Faktor penyebab biasanya saling berkaitan.
Otitis media serosa dikarakteristikan oleh akumulasi cairan sterill dibelakang
membran timpani. Otitis media serosa dapat mendahului atau menjadi komplikasi
jangka panjang otitis media akut. Efusi cairan mungkin menetap pada telinga
tengah mencapai beberapa bulan. Ketika cairan menetap lebih lama dan mulai
menebal akhirnya terjadi komplikasi berupa otitis media adhesiva. Otitis media
serosa dan kronik yang tidak diobati menyebabkan penebalan dan perlukaan pada
struktur telinga tengah dan tulang. Nekrosis osikel mengakibatka destruksi struktur
telinga tengah. Pembedahan osikel penting dilakukan untuk mengatasi ketulian
13
MANIFESTASI
KLINIS
1. Gejala-gejala mungkin minimal dengan tingkat kehilangan pendengaran
bervariasi dan adanya rabas berbau takenak yang menetap atau intermiten.
2. Nyeri mungkin saja ada atau bisa tak ada.
3. Jika disertai dengan mastoiditis akut, area postaurikular akan nyeri saat
ditekan ; mungkin terlihat eritema dan edema.
4. Kolesteatoma (kista yang terisi oleh kulit yang berdegenerasi dan material
sebase) mungkin tampak sebagai massa putih di belakang membrane
timpani.
5. Jika dibiarkan tanpa pengobatan, kolesteatoma akan tyerus tumbuh dan
menyebabkan paralisis saraf fasial, kehilangan pendengaran sensorineural,
dan/ gangguan keseimbangan, serta abses otak.

14
PENATALAKSANAAN
MEDIS
- Hasil penatalaksanaan otitis media bergantung pada efektifitas terapi (
e.g : dosis antibiotika oral yang diresepkan dan durasi terapi ),
virulensi bakteri, dan status fisik klien
- Antibiotik dapat digunakan untuk otitis media akut. Pilihan pertama
adalah Amoksisilin; pilihan kedua – digunakan bila diperkirakan
organismenya resisten terhadap amoksisilin – adalah amoksisilin
dengan klavulanat , atau trimetoprin sulfametoksazol. Pada klien yang
alergi penisilin, dapat diberikan eritronmisin dan sulfonamide atau
trimetoprim – sulfa.

15
Pengobatan OMA tergantung pada
stadium penyakitnya

□ Stadium oklusi
Pengobatan bertujuan untuk membuka kembali tuba
eustachius, sehingga tekanan negative di telinga tengah hilang.
Pemberian obat tetes telinga: HCl efedrin 0,5% dalam larutan
fisiologis (usia di atas 12 tahun) sumber infeksi harus diobati,
antibiotika diberikan bila penyebab penyakit adalah kuman
bukan virus atau alergi.
□ Stadium presupurasi
Pemberian antibiotika, obat tetes telinga dan
analgetika. Bila membran timpani terlihat hiperemis difus
dilakukan Miringotomi. Antibiotika yang diajurkan golongan
Penicillin diberikan Eritromisin.

16
Pengobatan OMA tergantung pada
stadium penyakitnya

□ Stadium supurasi
Pemberian antibiotika dan tindakan miringotomi jika
membran timpani masih utuh untuk menghilangkan gejala
klinis dan ruptur dapat dihindari.
□ Stadium resolusi
Pemberian antibiotika dilanjutkan sampai 3 minggu
jika tidak terjadi resolusi.

17
PEMERIKSAAN PENUNJANG
& DIAGNOSTIK

□ Otoscope untuk melakukan auskultasi pada bagian telinga luar


□ Timpanogram untuk mengukur keseuaian dan kekakuan membrane timpani
□ Timpanosintesis merupakan pungsi pada membran timpani, dengan
analgesia lokal untuk mendapatkan sekret dengan tujuan pemeriksaan dan
untuk menunjukkan adanya cairan di telinga tengah dan untuk
mengidentifikasi patogen yang spesifik.

18 Otoscope
Timpanogram Timpanosintesis
PEMERIKSAAN PENUNJANG
& DIAGNOSTIK

□ Uji rinne
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang dan hantaran udara telinga
pasien. Langkah:
Garpu tala dibenturkan untuk membuat getaran. Kemudian garpu tala diletakkan di
bagian belakang telinga dan samping telinga pasien, untuk membandingkan hantaran
tulang dan hantaran udara. Pada pasien yang pendengarannya normal, pasien akan
mendengar suara di samping telinga (hantaran udara) dua kali lebih panjang dibanding
jika mendengar suara di belakang telinga (hantaran tulang).
□ Uji Webber
Tes pendengaran untuk membandingkan hantaran tulang telinga kiri dengan telinga
kanan. Langkah:
Garpu tala dibenturkan pada objek yang keras untuk membuat getaran, kemudian ujung
garpu tala diletakkan di depan dahi, hidung, atau gigi. Pada pasien yang pendengarannya
normal, suara akan terdengar keras di kedua telinga.
19
PEMERIKSAAN PENUNJANG
& DIAGNOSTIK

□ Uji Schwabach
tujuan pemeriksaaan ini adalah membandingkan hantaran tulang pasien dengan
pemeriksa yang pendengarannya normal. Langkah:
Garpu tala digetarkan , lalu tangkainya diletakkan pada pada planum mastoid pemeriksa,
bila pemeriksa sudah tidak mendengar bunyi sesegera mungkin garpu tala dipindahkan
ke planum mastoid penderita yang diperiksa. Apabila penderita masih dapat mendengar
bunyi maka disebut dengan Schwabah memanjang, namun bila penderita tidak
mendengar bunyi garpu tala akan terdapat dua kemungkinan yaitu schwabach memendek
atau normal.

20
Komplikasi

A. Komplikasi intratemporal
1. Mastoiditis yang disebabkan OMSK merupakan perluasan dari proses
infeksi yang menetap di telinga tengah. Tidak hanya di struktur mastoidnya
saja tapi bisa ke struktur lain di sekitar mastoid (Arts,2013).
2. Labirinitis radang telinga bagian dalam. OMSK dapat menyebabkan
labirinitis dikarenakan lemahnya membran oval window sehingga dapat
menembus ke labirin
B. Komplikasi Ekstrakranial
1. Abses subperiosteal Sebanyak 50% pasien mastoiditis akan berkembang
menjadi abses subperiosteal. Abses ini terbentuk karena hasil destruksi
langsung tulang kortikal atau penyebaran hematogen melalui pembuluh darah
kecil disekitarnya.

21
Komplikasi

C. Komplikasi Intrakranial
1. Abses Otak biasanya merupakan perluasan langsung dari
infeksi telinga dan mastoid atau tromboflebitis
2. Meningitis dapat terjadi sebagai komplikasi dari OMA
maupun OMSK, serta dapat terlokalisasi, atau general

22
Asuhan
Keperawatan
Pemeriksaan Fisik

□ Tanda-tanda vital : ukur suhu, nadi, tekanan darah, pernapasan


□ Kaji adanya perilaku nyeri verbal dan non verbal
□ Kaji adanya pembesaran kelenjar limfe di daerah leher
□ Kaji kemungkinan tuli
□ Pemeriksaan fisik dilakukan dari hair to toe dan berurutan berdasarkan
sistem

24
NANDA NIC NOC
1. Nyeri akut  Tingkat kenyamanan  Manajemen Nyeri
Definisi : serangan mendadak atau perlahan dari intensitas Indicator : Aktivitas :
ringan sampai berat yang di antisipasi atau diprediksi  Melaporkan kondisi fisik yang membaik  Kaji tipe intensitas, karakteristik dan lokasi nyeri
durasi nyeri kurang dari 6 bulan  Melaporkan kondisi psikologis yang membaik  Kaji tingkatan skala nyeri untuk menentukan dosis
Batasan karakteristik :  Mengekspresikan kegembiraan terhadap lingkungan analgesic
 Peningkatan tekanan intra okuler (TIO) yang ditandai sekitar  Anjurkan istirahat ditempat tidur dalam ruangan yang
dengan mual dan muntah  Mengekspresikan kepuasan dengan control nyeri tenang
 Adanya laporan nyeri secara verbal dan non verbal  Kontrol Nyeri  Atur sikap fowler 30̊ atau dalam posisi nyaman
 Nafsu makan menurun Indicator :  Ajarkan klien teknik relaksasi dan nafas dalam
 Mual, muntah  Mengenal factor penyebab  Anjurkan klien menggunakan mekasinme koping
 Mengenal serangan nyeri yang baik disaat nyeri terjadi
 Mengenal gejala nyeri  Hindari mual, muntah karena ini akan meningkatkan
 Melaporkan control nyeri TIO
 Tingkat Nyeri  Alihkan perhatian pada hal-hal yang menyenangkan
Indicator :  Hilangkan atau kurangi sumber nyeri
 Melaporkan nyeri  Pemberian Analgesik
 Frekuensi nyeri  Berikan analgesic sesuai order dokter
 Ekspresi wajah karena nyeri  Perhatikan resep obat, nama pasien, dosis dan rute
 Perubahan tanda-tanda vital pemberian secara benar sebelum pemberian obat

25
2. Gangguan persepsi sensori- 1. Kompensasi tingkah laku pendengaran: 1. peningkatan komunikasi: Defisit pendengaran.
Aktivitas:
perseptual pendengaran  pantau gejala kerusakan pendengaran
 janjikan untuk mempermudah pendengaran sebagaimana mestinya
 menggunakan layanan pendukung untuk pendengaran yang lemah  memfasilitasi penggunaan alat bantu sewajarnya
 menghilangkan gangguan menggunakan bahasa isyarat  beritahu pasien bahwa suara akan terdengar berbeda dengan memakai
alat bantu
 membaca gerakan bibir  jaga kebersihan alat bantu
 memperoleh alat bantu pendengaran  periksa secara rutin baterai alat bantu
 mendengar dengan penuh perhatian
 mengingatkan yang lain untuk menggunakan teknik yang
 menahan diri dari berteriak pada pasien yang mengalami gangguan
menguntungkan pendengaran komunikasi
 memakai alat bantu pendengaran ( misal: lampu pada telepon,  memfasilitasi lokasi penggunaan alat bantu
 memfasilitasi letak telepon bagi gangguan
alarm kebakaran, bel pintu, TDD  pendengaran sebagaimana mestinya
 menggunakan alat bantu dengar dengan benar 2. Pembentukan Kognisi
Aktivitas :
2. Gambaran Tubuh Indikator:
 Bantu pasien untuk menerima kenyataan bahwa statemen diri berada di
Gambaran Internal tengah-tengah timbulnya emosi
 Pribadi  Bantu pasien memahami akan ketidak mampuannya untuk menggapai
perilaku yang diinginkan sering disebabkan oleh statemen diri yang tidak
 sesuai antara kenyataan, ideal, dan perilaku tubuh masuk akal tunjukan bentuk-bentuk kelainan fungsi berpikir ( misal:
 deskripsi pada bagian tubuh yang terkena dampak pikiran yang bertentangan, terlalu banyak menggeneralisasi, penguatan,
dan personalisasi )
 menyesuaikan diri dengan berubahnya penampilan fisik
 Bantu pasien mengenali emosi yang menyakitkan yang ia rasakan
 menyesuaikan diri dengan berubahnya fungsi tubuh  Bantu pasien mengenal pemicu yang diterima ( misal:
 menyesuaikan diri dengan berubahnya status kesehatan situasi,kejadian,dan interksi dengan orang lain yang membuat stres )
 Bantu pasien untuk mengenal interpretasi pribadi yang salah mengenai
kesediaan untuk menggunakan strategi untuk meningkatkan penampilan
faktor pemicu yang diterima
dan fungsi tubuh  Bantu pasien untuk
membantu interpretasi yang salah dengan yang lebih realistis
26
berdasarkan situasi yang membuat stres, kejadian, dan interaksi
TELAAH JURNAL
Judul Penelitian : “Comparative Clinical Study of the Effectiveness of
MEKRITEN in Patients with Chronic Suppurative Otitis”
Tahun : 2016
Penulis : Abror MUKHITDINOV, Nemat OLIMOV, Shirinkhan
OLIMOVA
Tujuan Penilitian : To study the wound healing efficacy and tolerability of the
drug ‘garlic extract liquid’ developed by the Tashkent Pharmaceutical
Institute, Uzbekistan, and to identify the possibility of issuing
recommendations for the drug for clinical use in the Republic of
Uzbekistan (RUz).
Latar Belakang : Chronic suppurative otitis media (CSOM) is a serious
disease with the presence of bacterial infection and perforated
tympanic membrane with persistent drainage from the middle
ear. It is a major cause of acquired hearing impairment in
children, especially in developing countries. Most approaches
to treatment have been unsatisfactory or are very expensive and
difficult; for example, parenteral aminoglycosides require long
hospitalization and are potentially ototoxic. The pathologic
process in chronic purulent otitis media leads to destruction of
bone structures of the middle ear and causes hearing loss.
Despite the use of antibacterial therapy, CSOM remains the
main cause of hearing loss.
Metodologi Penelitian: This study was open, full designed, and performed on
two parallel groups. The main group of patients that received the
new drug consisted of 30 patients. The second group of patients,
which received the comparison drug, comprised 20 patients. The
groups were matched by sex, age, and diagnosis. Patients of both
sexes receiving outpatient treatment, aged over 18 years, and who
gave written informed consent for participation in the research, and
those who underwent surgery in the middle ear (myringoplasty)
were included in the study. The criteria for exclusion were patients
aged less than 18 years, pregnancy, lactation, the presence of
hypersensitivity to the drug component, participation in other
clinical trials within the last 30 days, no written informed consent
for participation in clinical research, and contraindications to the use
of the drug.
Perlakuan : Patients of the main group (30 persons) were given garlic
extract liquid. The medication was given as 2 drops twice per day
for 10 days in the external auditory canal. Patients in the comparison
group (20 people) took other drugs (0.25% levomycetin solution) in
a similar way. Simultaneous complementary therapies were not
performed. Other drugs with a similar action were excluded.
Hasil Penelitian:The average rating of the tolerability and effectiveness for
MEKRITEN found portability as 4.97 points, and the effectiveness
as 4.77 points, compared with 0.25% levomycetin solution at 4.8
and 3.35 points
Kesimpulan : Local therapy with the drug MEKRITEN (garlic extract
liquid) in patients with CSOM is more effective than local
application of 0.25% levomycetin solution. Local therapy with
MEKRITEN in the treatment of CSOM leads to faster termination
of otorrhoea and is accompanied by fewer adverse drug reactions.
According to the results of clinical trials, ototoxic properties of the
drug MEKRITEN in patients were not identified. The drug is well
tolerated. MEKRITEN is fully comparable to levomycetin. Thus,
MEKRITEN is effective in the treatment of CSOM and is
recommended for medical use in the RUz.
THANK
YOU

Anda mungkin juga menyukai