Anda di halaman 1dari 15

BAB II

GEOLOGI REGIONAL

Pemaparan tinjauan geologi regional daerah penelitian dan sekitarnya

didasarkan pada laporan hasil pemetaan Geologi Lembar Pangkajene dan

Watampone Bagian Barat, Sulawesi yang disusun oleh Rab Sukamto dan S.

Supriatna (1982), Pusat Penelitian dan Pengembangan Geologi, Direktorat Geologi

dan Sumberdaya Mineral, Departemen Pertambangan dan Energi RI, Bandung,

sebagai berikut :

A. GEOMORFOLOGI REGIONAL

Bentuk morfologi yang menonjol di daerah lembar Ujung Pandang, Benteng


dan Sinjai adalah kerucut gunungapi Lompobatang, yang menjulang mencapai
ketinggian 2876 m di atas muka laut. Kerucut gunungapi ini dari kejauhan masih
memperlihatkan bentuk aslinya, dan menempati lebih kurang 1/3 daerah lembar.
Pada potret udara terlihat dengan jelas adanya beberapa kerucut parasit, yang
kelihatannya lebih muda dari kerucut induknya, bersebaran di sepanjang jalur utara-
selatan melewati puncak Gunung Lompobatang. Kerucut gunungapi Lompobatang
ini tersusun oleh batuan gunungapi berumur Plistosen.
Dua buah bentuk kerucut tererosi yang lebih sempit sebarannya terdapat di
sebelah barat dan sebelah utara Gunung Lompobatang. Di sebelah barat terdapat
Gunung Baturape, mencapai ketinggian 1124 m dan di sebelah utara terdapat
Gunung Cindako, mencapai ketinggian 1500 m. kedua bentuk kerucut tererosi ini
disusun oleh batuan gunungapi berumur Pliosen.
Di bagian utara lembar terdapat 2 daerah yang tercirikan oleh topografi kars,
yang dibentuk oleh batugamping Formasi Tonasa. Kedua daerah bertopografi kars ini
dipisahkan oleh pegunungan yang tersusun oleh batuan gunungapi berumur Miosen
sampai Pliosen.
Daerah sebelah barat Gunung Cindako dan sebelah utara Gunung Baturape
merupakan daerah berbukit, kasar di bagian timur dan halus di bagian barat. Bagian
timur mencapai ketinggian kira-kira 500 m, sedangkan bagian barat kurang dari 50 m
di atas muka laut dan hampir merupakan suatu dataran. Bentuk morfologi ini disusun
oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen. Bukit-bukit memanjang yang
tersebar di daerah ini mengarah Gunung Cindako dan Gunung Baturape berupa retas-
retas basal.
Pesisir barat merupakan dataran rendah yang sebagian besar terdiri dari
daerah rawa dan daerah pasang-surut. Beberapa sungai besar membentuk daerah
banjir di dataran ini. Bagian timurnya terdapat bukit-bukit terisolir yang tersusun
oleh batuan klastika gunungapi berumur Miosen dan Pliosen.
Pesisir baratdaya ditempati oleh morfologi berbukit memanjang rendah
dengan arah umum kira-kira baratlaut-tenggara. Pantainya berliku-liku membentuk
beberapa teluk, yang mudah dibedakan dari pantai daerah lain pada lembar ini.
Daerah ini disusun oleh batuan karbonat dari Formasi Tonasa.
Secara fisiografi pesisir timur merupakan penghubung antara Lembah
Walanae di utara, dan Pulau Selayar di selatan. Di bagian utara, daerah berbukit
rendah dari Lembah Walanae menjadi lebih sempit dibanding yang di utara (Lembar
Pangkajene dan Watampone bagian Barat), dan menerus di sepanjang pesisir timur
Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai ini. Pegunungan sebelah timur dari
Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat berakhir di bagian utara pesisir
timur lembar ini.
Bagian selatan pesisir timur membentuk suatu tanjung yang ditempati
sebagian besar oleh daerah berbukit kerucut dan sedikit topografi kars. Bentuk
morfologi semacam ini ditemukan ini ditemukan pula di bagian baratlaut Pulau
Selayar. Teras pantai dapat diamati di daerah ini sejumlah anatara 3 dan 5 buah.
Bentuk morfologi ini disusun oleh batugamping berumur Miosen Akhir-Pliosen.
Pulau Selayar mempunyai bentuk memanjang utara-selatan, yang secara
fisiografi merupakan lanjutan dari pegunungan sebelah timur di Lembar Pangkajene
dan watampone bagian Barat. Bagian timur rata-rata berdongkak lebih tinggi dengan
puncak tertinggi 608 m, dan bagian barat lebih rendah. Pantai timur rata-rata terjal
dan pantai barat landai; secara garis besar membentuk morfologi lereng-miring ke
arah barat.

B. STRATIGRAFI REGIONAL

Tatanan Stratigrafi
Satuan batuan tertua yang telah diketahui umurnya adalah batuan sedimen
flysch Kapur Atas yang dipetakan sebagai Formasi Marada (Km). Batuan malihan
(S) belum diketahui umurnya, apakah lebih tua atau lebih muda dari pada Formasi
Marada; yang jelas diterobos oleh granodiorit yang diduga berumur Miosen (19 ± 2
juta tahun). Hubungan Formasi Marada dengan satuan batuan yang lebih muda, yaitu
Formasi Salo Kalupang dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan tidak begitu jelas,
kemungkinan tak selaras.
Formasi Salo Kalupang (Teos) yang diperkirakan berumur Eosen Awal-
Oligosen Akhir berfasies sedimen laut, dan diperkirakan setara dalam umur dengan
bagian bawah Formasi Tonasa (Temt). Formasi Salo Kalupang terjadi di sebelah
timur Lembah Walanae dan Formasi Tonasa terjadi di sebelah baratnya.
Satuan batuan berumur Eosen Akhir sampai Miosen Tengah menindih tak
selaras batuan yang lebih tua. Berdasarkan sebaran daerah singkapannya,
diperkirakan batuan karbonat yang dipetakan sebagai Formasi Tonasa (Temt) terjadi
pada daerah yang luas di lembar ini. Formasi Tonasa ini diendapkan sejak Eosen
Akhir berlangsung hingga Miosen Tengah, menghasilkan endapan karbonat yang
tebalnya tidak kurang dari 1750 m. Pada kala Miosen Awal rupanya terjadi endapan
batuan gunungapi di daerah timur yang menyusun Batuan Gunungapi Kalamiseng
(Tmkv).
Satuan batuan berumur Miosen Tengah sampai Pliosen menyusun Formasi
Camba (Tmc) yang tebalnya mencapai 4250 m dan menindih tak selaras batuan-
batuan yang lebih tua. Formasi ini disusun oleh batuan sedimen laut berselingan
dengan klastika gunungapi, yang menyamping beralih menjadi dominan batuan
gunungapi. (Tmcv). Batuan sedimen laut berasosiasi dengan karbonat mulai
diendapkan sejak Miosen Akhir sampai Pliosen di cekungan Walanae (Tmpw) dan
Anggota Selayar (Tmps).
Batuan gunungapi berumur Pliosen terjadi secara setempat, dan menyusun
Batuan Gunungapi Baturape-Cindako (Tpbv). Satuan batuan gunungapi yang
termuda adalah yang menyusun Batuan Gunungapi Lompobatang (Qlv), berumur
Plistosen. Sedimen termuda lainnya adalah endapan aluvium dan pantai (Qac).

Perian Satuan Peta

Endapan Permukaan
Qac ENDAPAN ALUVIUM, RAWA DAN PANTAI: kerikil, pasir, lempung,
lumpur dan batugamping koral; terbentuk dalam lingkungan sungai, rawa,
pantai dan delta. Di sekitar Bantaeng, Bulukumba dan Sungai Berang
endapan aluviumnya terutama terdiri dari rombakan batuan gunungapi
Gunung Lompobatang; di dataran pantai barat terdapat endapan rawa yang
sangat luas.

Batuan Sedimen dan Batuan Gunungapi


Km FORMASI MARADA (T.M. VAN LEEUWEN, 1974): batuan sedimen
bersifat flysch; perselingan batupasir, batulanau, arkose, grewake, serpih dan
konglomerat; bersisipan batupasir dan batulanau gampingan, tufa, lava dan
breksi yang bersusunan basal, andesit dan trakit. Batupasir dan batulanau
berwarna kelabu muda sampai kehitaman; serpih berwarna kelabu tua
sampai coklat tua; konglomerat tersusun oleh andesit dan basal; lava dan
breksi terpropilitkan kuat dengan mineral sekunder berupa karbonat, silikat,
serisit, klorit dan epidot.
Fosil Globotruncana dari batupasir gampingan yang dikenali oleh
PT Shell menunjukkan umur Kapur Akhir, dan diendapkan di lingkungan
neritik dalam (T.M. Van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Formasi ini
diduga tebalnya tidak kurang 1000 m.

Teos FORMASI SALO KALUPANG: batupasir, serpih dan batulempung


berselingan dengan konglomerat gunungapi, breksi dan tufa, bersisipan lava,
batugamping dan napal; batulempung, serpih dan batupasirnya di beberapa
tempat dicirikan oleh warna merah, coklat, kelabu dan hitam; setempat
mengandung fosil moluska dan foraminifera di dalam sisipan batugamping
dan napal; pada umumnya gampingan, padat, dan sebagian dengan urat
kalsit, sebagian dari serpihnya sabakan; kebanyakan lapisannya terlipat kuat
dengan kemiringan antara 20o-75o.
Fosil dari Formasi Salo Kalupang yang dikenali D. Kadar
(hubungan tertulis, 1974) pada contoh batuan Td.140, terdiri dari:
Asterocyclina matanzensis COLE, Discocyclina dispansa (SOWERBY), D.
javana (VERBEEK), Nummulites sp., Pellatispira madaraszi (HANTKEN),
Heterostegina sipanensis COLE, dan Globigerina sp. Gabungan fosil ini
menunjukkan umur Eosen Akhir (Tb). Formasi Salo Kalupang yang
tersingkap di daerah Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat
mengandung fosil yang berumur Eosen Awal smapai Oligosen Akhir.
Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1500 m, sebagai lanjutan dari daerah
lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah utaranya; ditindih
tak selaras oleh batuan dari Formasi Walanae dan dibatasi oleh sesar dari
batuan gunungapi Tmkv.

Temt FORMASI TONASA: batugamping, sebagian berlapis dan sebagian pejal;


koral, bioklastika, dan kalkarenit, dengan sisipan napal globigerina,
batugamping kaya foram besar, batugamping pasiran, setempat dengan
moluska; kebanyakan putih dan kelabu muda, sebagian kelabu tua dan
coklat. Perlapisan baik setebal anatara 10 cm dan 30 cm, terlipat lemah
dengan kemiringan lapisan rata-rata kurang dari 25o; di daerah Jeneponto
batugamping berlapis berselingan dengan napal globigerina.
Fosil dari Formasi Tonasa dikenali oleh D. Kadar (hubungan
tertulis, 1973, 1974, 1975), dan oleh Purnamaningsih (hubungan tertulis,
1974). Contoh-contoh yang dianalisa fosilnya adalah: La.8, La.35, Lb.1,
Lb.49, Lb.83, Lc.44, Lc.97, Lc.114, Td.37, Td.161, dan Td.167. Fosil-fosil
yang dikenali termasuk: Discocyclina sp., Nummulites sp., Heterostegina
sp., Flosculinella sp., Spiroclypeus sp., S. orbitoides DOUVILLE,
Lepidocyclina sp., L. ephippoides JONES & CHAPMAN, L. verbeeki
NEWTON & HOLLAND, L. cf. sumatrensis JONES & CHAPMAN,
Miogypsina sp., Globigerina sp., Gn. Tripartite COCH, Globoquadrina
altispira (CHUSMAN & JARVIS), Amphistegina sp., Cycloclypeus sp., dan
Operculina sp. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar dari
Eosen sampai Miosen Tengah (Ta-Tf), dan lingkungan pengendapan neritik
dangkal sampai dalam dan sebagian laguna.
Formasi ini tebalnya tidak kurang dari 1750 m, tak selaras menindih
batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv) dan ditindih oleh Formasi Camba
(Tmc); di beberapa tempat diterobos oleh retas, sil dan stok bersusunan basal
dan diorit; berkembang baik di sekitar Tonasa di daerah Lembar Pangkajene
dan Watampone bagian Barat, sebelah utaranya.
Tmc FORMASI CAMBA: batuan sedimen laut berselingan dengan batuan
gunungapi, batupasir tufaan berselingan dengan tufa, batupasir dan
batulempung; bersisipan napal, batugamping, konglomerat dan breksi
gunungapi, dan batubara; warna beraneka dari putih, coklat, merah, kelabu
muda sampai kehitaman, umumnya mengeras kuat; berlapis-lapis dengan
tebal antara 4 cm dan 100 cm. Tufa berbutir halus hingga lapili; tufa
lempungan berwarna merah mengandung banyak mineral biotit;
konglomerat dan breksinya terutama berkomponen andesit dan basal dengan
ukuran antara 2 cm dan 30 cm; batugamping pasiran mengandung koral dan
moluska; batulempung kelabu tua dan napal mengandung fosil foram kecil;
sisipan batubara setebal 40 cm ditemukan di Sungai Maros.
Fosil dari Formasi Camba yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan
tertulis, 1974, 1975) dan Purnamaningsih (hubungan tertulis, 1975), pada
contoh batuan La.3, La.24, La.125, dan La.448/4, terdiri dari: Goloborotalia
mayeri CUSHMAN & ELLISOR, Gl. Praefoksi BLOW & MANNER, Gl.
Siakensis (LEROY), Flosculinella bontangensis (RUTTEN), Globigerina
venezuelana HEDBERG, Globoquadrina altispira (CUSHMAN &
JARVIS), Orbulina universa D’ORBIGNY, O. suturalis BRONNIMANN,
Cellanthus cratuculatus FICHTEL & MOLL, dan Elphidium advenum
(CHUSMAN). Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah
(Tf). Lagi pula ditemukan fosil foraminifera jenis yang lain, ostrakoda dan
moluska dalam formasi ini. Kemungkinan Formasi Camba di daerah ini
berumur sama dengan yang di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat yaitu Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
Formasi ini adalah lanjutan dari Formasi Camba yang terletak di
Lembar Pangkajene dan bagian Barat Watampone sebelah utaranya, kira-
kira 4250 m tebalnya; diterobos oleh retas basal piroksen setebal antara ½-30
m, dan membentuk bukit-bukit memanjang. Lapisan batupasir kompak (10-
75 cm) dengan sisipan batupasir tufa (1-2 cm) dan konglomerat
berkomponen basal dan andesit, yang tersingkap di Pulau Selayar
diperkirakan termasuk satuan Tmc.
Tmcv, Batuan Gunungapi Formasi Camba: breksi gunungapi, lava,
konglomerat dan tufa berbutir halus hingga lapili, bersisipan batuan sedimen
laut berupa batupasir tufaan, batupasir gampingan dan batulempung yang
mengandung sisa tumbuhan. Bagian bawahnya lebih banyak mengandung
breksi gunungapi dan lava yang berkomposisi andesit dan basal;
konglomerat juga berkomponen andesit dan basal dengan ukuran 3-50 cm;
tufa berlapis baik, terdiri tufa litik, tufa kristal dan tufa vitrik. Bagian atasnya
mengandung ignimbrit bersifat trakit dan tefrit leusit; ignimbrite berstruktur
kekar maniang, berwarna kelabu kecoklatan dan coklat tua, tefrit lusit
berstruktur aliran dengan permukaan berkerak roti, berwarna hitam. Satuan
Tmcv ini termasuk yang dipetakan oleh T.M. Van Leeuwen (hubungan
tertulis, 1978) sebagai Batuan Gunungapi Soppo, Batuan Gunungapi
Pamusureng dan Batuan Gunungapi Lemo. Breksi gunungapi yang
tersingkap di Pulau Selayar mungkin termasuk formasi ini; breksinya sangat
kompak, sebagian gampingan, berkomponen basal amfibol, basal piroksen
dan andesit (0,5-30 cm), bermasa dasar tufa yang mengandung biotit dan
piroksen.
Fosil yang dikenali oleh D. Kadar (hubungan tertulis, 1971) dari A.
75 dan A.76.b termasuk: Amphistegina s., Globigerinids, Operculina sp.,
Orbulina universa D’ORBIGNY, Rotalia sp., dan Gastropoda. Penarikan
jejak belah dari contoh ignimbrit menghasilkan umur 13± 2 juta tahun dan
K-Ar dari contoh lava menghasilkan umur 6,2 juta tahun (T.M. van
Leeuwen, hubungan tertulis, 1978). Data paleontologi dan radiometri
tersebut menunjukkan umur Miosen Tengah sampai Miosen Akhir.
Satuan ini mempunyai tebal sekitar 2500 m dan merupakan fasies
gunungapi dari pada Formasi Camba yang berkembang baik di daerah
sebelah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat);
lapisannya kebanyakan terlipat lemah, dengan kemiringan kurang dari 20o;
menindih tak selaras batugamping Formasi Tonasa (Temt) dan batuan yang
lebih tua.

Tmpw FORMASI WALANAE: perselingan batupasir, konglomerat, dan tufa,


dengan sisipan batulanau, batulempung, batugamping, napal dan lignit;
batupasir berbutir sedang sampai kasar, umumnya gampingan dan agak
kompak, berkomposisi sebagian andesit dan sebagian lainnya banyak
mengandung kuarsa; tufanya berkisar dari tufa breksi, tufa lapili dan tufa
kristal yang banyak mengandung biotit; konglomerat berkomponen andesit,
trakit dan basal, dengan ukuran ½-70 cm, rata-rata 10 cm.
Formasi ini terdapat di bagian timur, sebagai lanjutan dari lembah
Sungai Walanae di lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat sebelah
utaranya. Di daerah utara banyak mengandung tufa, di bagian tengah banyak
mengandung batupasir, dan di bagian selatan sampai di Pulau Selayar
batuannya berjemari dengan batugamping Anggota Selayar (Tmps);
kebanyakan batuannya berlapis baik, terlipat lemah dengan kemiringan
antara 10o-20o, dan membentuk perbukitan dengan ketinggian rata-rata 250
m di atas muka laut; tebal formasi ini sekitar 2500 m. Di Pulau Selayar
formasi ini terutama terdiri dari lapisan-lapisan batupasir tufaan (10-65 cm)
dengan sisipan napal; batupasirnya mengandung kuarsa, biotit, amfibol dan
piroksen.
Fosil dari Formasi Walanae yang dikenali oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.457 dan La.468, terdiri
dari: Globigerina sp., Globorotalia menardii (D’ORBIGNY), Gl. tumida
(BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS),
Globigerinoides immaturus LEROY, Gl. obliquus BOLLI, dan Orbulina
universa D’ORBIGNY. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar
dari Miosen Akhir sampai Pliosen (N18-N20). Lagi pula ditemukan jenis
foraminifera yang lain, ganggang, dan koral dalam formasi ini.
Tmps, Anggota Selayar Formasi Walanae: batugamping pejal,
batugamping koral dan kalkarenit, dengan sisipan napal dan batupasir
gampingan; umumnya putih, sebagian coklat dan merah; setempat
mengandung moluska. Di sebelah timur Bulukumba dan di Pulau Selayar
terlihat batugamping ini relatif lebih muda dari pada batupasir Formasi
Walanae, tetapi di beberapa tempat terlihat adanya hubungan menjemari.
Fosil dari Anggota Selayar yang dikenali oleh Purnamaningsih
(hubungan tertulis, 1975) pada contoh batuan La.437, La.438 dan La.479,
terdiri dari: Globigerina nephentes TODD, Globorotalia acostaensis
BLOW, Gl. dutertrei (D’ORBIGNY), Gl. margaritae BOLLI &
BERMUDEZ, Gl. menardii (D’ORBIGNY), Gl. scitula (BRADY), Gl.
tumida (BRADY), Globoquadrina altispira (CUSHMAN & JARVIS), Gn.
dehiscens (CHAPMANN-PARR-COLLINS), Globigerinoides extremus
BOLLI & BERMUDEZ, Gd. immaturus LEROY, Gd. obliquus BOLLI, Gd.
ruber (D’ORBIGNY), Gd. sacculifer (BRADY), Gd. trilobus (REUSS),
Biorbulina bilobata (D’ORBIGNY), Orbulina universa (D’ORBIGNY),
Hastigerina aequilateralis (BRADY), Pulleniatina primalis BANNER &
BLOW, Sphaeroidinellopsis seminulina SCHWAGER, dan Sphaeroidinella
Subdehiscens BLOW. Gabungan fosil tersebut menunjukkan umur berkisar
dari Miosen Akhir sampai Pliosen Awal (N16-N19).
Tebal satuan diperkirakan sekitar 2000 m. Di Kepulauan Ara dan di
ujung utara Pulau Selayar ditemukan undak-undak pantai pada batugamping;
paling sedikit ada 3 atau 4 undak pantai. Daerah batugamping ini
membentuk perbukitan rendah dengan ketinggian rata-rata 150 m, dan yang
paling tinggi 400 m di Pulau Selayar.

Batuan Gunungapi
Tpv BATUAN GUNUNGAPI TERPROPILITKAN: breksi, lava dan tufa,
mengandung lebih banyak tufa di bagian atasnya dan lebih banyak lava di
bagian bawahnya, kebanyakan bersifat andesit dan sebagian trakit;
bersisipan serpih dan batugamping di bagian atasnya; komponen breksi
beraneka ukuran dari beberapa cm sampai lebih dari 50 cm, tersemen oleh
tufa yang kurang dari 50%; lava dan breksi berwarna kelabu tua sampai
kelabu kehijauan, sangat terbreksikan dan terpropilitkan, mengandung barik-
barik karbonat dan silikat.
Satuan ini tebalnya sekitar 400 m, ditindih tak selaras oleh
batugamping Eosen Formasi Tonasa, dan diterobos oleh batuan granodiorit
gd; disebut Batuan Gunungapi Langi oleh van Leeuwen (1974). Penarikan
jejak belah sebuah contoh tufa dari bagian bawah satuan menghasilkan umur
± 63 juta tahun atau Paleosen (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis, 1978).

Tmkv BATUAN GUNUNGAPI KALIMISENG: lava dan breksi, dengan sisipan


tufa, batupasir, batulempung dan napal; kebanyakan bersusunan basal dan
sebagian andesit, kelabu tua hingga kelabu kehijauan, umumnya kasat mata,
kebanyakan terubah, amigdaloidal dengan mineral sekunder karbonat dan
silikat; sebagian lavanya menunjukkan struktur bantal.
Satuan batuan ini tersingkap di sepanjang daerah pegunungan
sebelah timur Lembah Walanae, sebagai lanjutan dari Tmkv yang tersingkap
bagus di daerah utaranya (Lembar Pangkajene dan Watampone bagian
Barat); terpisahkan oleh jalur sesar dari batuan sedimen dan karbonat
Formasi Salo Kalupang (Eosen-Oligosen) di bagian baratnya; diterobos oleh
retas dan stok bersusunan basal, andesit dan diorit. Satuan batuan ini
diperkirakan berumur Miosen Awal; tebal satuan di lembar Pangkajene dan
Watampone bagian Barat tidak kurang dari 4250 m.

Tpbv BATUAN GUNUNGAPI BATURAPECINDAKO : lava dan breksi, dengan


sisipan sedikit tufa dan konglomerat, bersusunan basal, sebagian besar porfiri
dengan fenokris piroksen besar-besar sampai 1 cm dan sebagian kecil
kasatmata, kelabu tua kehijauan hingga hitam warnanya; lava sebagian
berkekar maniang dan sebagian berkekar lapis, pada umumnya breksi
berkomponen kasar, dari 15 cm sampai 60 cm, terutama basal dan sedikit
andesit, dengan semen tufa berbutir kasar sampai lapili, banyak mengandung
pecahan piroksen.
Komplek terobosan diorite berupa stok dan retas di Baturape dan
Cindako diperkirakan merupakan bekas pusat erupsi (Tpbc); batuan di
sekitarnya terubah kuat, amygdaloidal dengan mineral sekunder zeolit dan
kalsit; mineral galena di Baturape kemungkinan berhubungan dengan
terobosan diorite itu; daerah sekitar Baturape dan Cindako batuannya
didominasi oleh lava Tpbl. Satuan ini tidak kurang dari 1250 m tebalnya dan
berdasarkan posisi stratigrafinya kira-kira berumur Pliosen Akhir.

Qlv BATUAN GUNUNGAPI LOMPOBATANG: aglomerat, lava, breksi,


endapan lahar dan tufa, membentuk kerucut gunungapi strato dengan puncak
tertinggi 2950 m di atas muka laut; batuannya sebagian besar berkomposisi
andesit dan sebagian basal, lavanya ada yang berlubang-lubang seperti yang
disebelah barat Sinjai dan ada yang berlapis; lava yang terdapat kira-kira 2 ½
km sebelah utara Bantaeng berstruktur bantal; setempat breksi dan tufanya
mengandung banyak biotit.
Bentuk morfologi tubuh gunungapi masih jelas dapat dilihat pada
potret udara; (Qlvc) adalah pusat erupsi yang memperlihatkan bentuk kubah
lava; bentuk kerucut parasit memperlihatkan paling sedikit ada 2 perioda
kegiatan erupsi, yaitu Qlvpl dan Qlvp2. Di daerah sekitar pusat erupsi
batuannya terutama terdiri dari lava dan aglomerat (Qlv), dan di daerah yang
agak jauh terdiri terutama dari breksi, endapan lahar dan tufa (Qlvb).
Berdasarkan posisi stratigrafinya diperkirakan batuan gunungapi ini berumur
Plistosen.

Batuan Terobosan

gd GRANODIORIT : terobosan granodiorit, batuannya berwarna kelabu muda,


di bawah mikroskop terlihat adanya feldspar, kuarsa, biotit, sedikit piroksen
dan hornblende, dengan mineral pengiring zirkon, apatit dan magnetit;
mengandung senolit bersifat diorite, diterobos retas aplit, sebagian yang lebih
bersifat diorite mengalami kaolinisasi.
Batuan terobosan ini tersingkap di sekitar Birru, menerobos batuan
dari Formasi Marada (Km) dan Batuan Gunungapi Terpropilitkan (Tpv),
tetapi tidak ada kontak dengan batugamping Formasi Tonasa (Temt).
Penarikan jejak belah dari contoh granodioritnya yang menghasilkan umur 19
± 2 juta tahun memberikan dugaan bahwa penerobosan batuan ini
berlangsung di kala Miosen Awal (T.M. van Leeuwen, hubungan tertulis,
1987).

d DIORIT : terobosan diorite, kebanyakan berupa stok dan sebagian retas atau
sil; singkapannya ditemukan di sebelah ditemukan di sebelah timur Maros,
menerobos batugamping Formasi Tonasa (Temt); umumnya berwarna kelabu,
berteksur porfir, dengan fenokris amfibol dan biotit, sebagian berkekar
meniang.
Penearikan Kalium / Argon pada biotit dari aplit (lokasi 2) dan diorite
(lokasi 3) menunjukkan umur masing-masing 9,21 dan 7,74 juta tahun atau
Miosen Akhir (J.D. Obradovich hubungan tertulis, 1974).
t/a TRAKIT DAN ANDESIT : terobosan trakit dan andesit berupa retas dan
stok; trakit berwarna putih, bertekstur porfir dengan fenokris sanidin sampai
sepanjang 1 cm; andesit berwarna kelabu tua, bertekstur porfir dengan
fenokris amfibol dan biotit. Batuan ini tersingkap di daerah sebelah baratdaya
Sinjai, dan menerobos batuan gunungapi Formasi Camba (Tmcv).
BASAL terobosan basal berupa retas, sil dan stok, bertekstur porfir dengan
fenokris piroksen kasar mencapai ukuran lebih dari 1 cm, berwarna kelabu
tua kehitaman dan kehijauan; sebagian dicirikan oleh struktur kekar meniang,
beberapa di antaranya mempunyai tekstur gabro. Terobosan basal di sekitar
Jene Berang berupa kelompok retas yang mempunyai arah kira-kira radier
memusat ke Baturape dan Cindako; sedangkan yang di sebelah utara
Jeneponto berupa stok.
Semua terobosan basal menerobos batuan dari Formasi Camba (Tmc).
Penarikan Kalium/Argon pada batuan basal, dari lokasi 1 dan 4, dan gabro
dari lokasi 5 menunjukkan umur masing-masing 7,5, 6,99 dan 7,36 juta
tahun, atau Miosen Akhir (Indonesi Gulf Oil Co., hubungan tertulis, 1972;
J.D. Obradovich, hubungan tertulis, 1974). Ini menandakan bahwa
kemungkinan besar penerobosan basal berlangsung sejak Miosen Akhir
sampai Pliosen Akhir.

Batuan Malihan
s BATUAN MALIHAN KONTAK : batutanduk yang berkomposisi mineral-
mineral antofilit, kordiorit, epidotit, garnet, kuarsa, feldspar, muscovite dan
karbonat; berwarna kelabu kehijauan sampai hijau tua, tersingkap di daerah
yang sempit (± 2 km2), pada kontak dengan granodiorit (gd) dan dibatasi oleh
sesar dari batuan gunungapi Tmcv. Batutanduk ini mengandung banyak lensa
magnetit.

C. STRUKTUR GEOLOGI REGIONAL


Batuan tertua yang tersingkap di daerah ini adalah sedimen flysch Formasi
Marada, berumur Kapur Atas. Asosiasi batuannya memberikan petunjuk suatu
endepan lereng bawah laut, ketika kegiatan magma sudah mulai pada waktu itu.
Kegiatan magma berkembang menjadi suatu gunungapi pada waktu kira-kira 63 juta
tahun, dan menghasilkan Batuan Gunungapi Terpropilitkan.
Lembah Walanae di Lembar Pangkajene dan Watampone bagian Barat
sebelah utaranya menerus ke Lembar Ujung Pandang, Benteng dan Sinjai, melalui
Sinjai di pesisir timur. Lembah ini memisahkan batuan berumur Eosen, yaitu
sedimen klastika Formasi Salo Kalupang di sebelah timur dari sedimen karbonat
Formasi Tonasa di sebelah baratnya. Rupanya pada Kala Eosen daerah sebelah barat
Lembah Walanae merupakan suatu paparan laut dangkal, dan daerah sebelah
timurnya merupakan suatu cekungan sedimentasi dekat daratan.
Paparan laut dangkal Eosen meluas hamper ke seluruh daerah lembar peta,
yang buktinya ditunjukkan oleh sebaran Formasi Tonasa di sebelah barat Birru,
sebelah timur Maros dan di sekitar Takalar. Endapan paparan berkembang selama
Eosen sampai Miosen Tengah. Sedimentasi klastika di sebelah timur Lembah
Walanae rupanya berhenti pada Akhir Oligosen, dan diikuti oleh kegiatan gunungapi
yang menghasilkan Formasi Kalamiseng.
Akhir daripada kegiatan gunungapi Miosen Awal diikuti oleh tektonik yang
menyebabkan terjadinya permulaan terban Walanae, yang kemudian menjadi
cekungan di mana Formasi walanae terbentuk. Peristiwa ini kemungkinan besar
berlangsung sejak awal Miosen Tengah, dan menurun perlahan selama sedimentasi
sampai kala Pliosen.
Menurunnya cekungan Walanae dibarengi oleh kegiatan gunungapi yang
terjadi secara luas di sebelah baratnya dan mungkin secara local di sebelah timurnya.
Peristiwa ini terjadi selama Miosen Tengah sampai Pliosen. Semula gunungapinya
terjadi di bawah laut, dan kemungkinan sebagian muncul di permukaan pada kala
Pliosen. Kegiatan gunungapi selama Miosen menghasilkan Formasi Camba, dan
selama Pliosen menghasilkan Batuan Gunungapi Baturape-Cindako. Kelompok retas
basal berbentuk berbentuk radier memusat ke G. Cindako dan G. Baturape,
terjadinya gerakan mengkubah pada kala Pliosen.
Kegiatan gunungapi di daerah ini masih berlangsung sampai kala Plistosen,
menghasilkan Batuan Gunungapi Lompobattang. Berhentinya kegiatan magma pada
akhir Plistosen, diikuti oleh suatu tektonik yang menghasilkan sesar-sesar en echelon
(merencong) yang melalui G. Lompobattang berarah utara-selatan. Sesar-sesar en
echelon mungkin sebagai akibat dari suatu gerakan mendatar dekstral daripada
batuan alas pesisir barat Lembah Walanae. Sejak kala Pliosen pesisir barat ujung
lengan Sulawesi Selatan ini merupakan dataran stabil, yang pada kala Holosen hanya
terjadi endapan aluvium dan rawa-rawa.

Anda mungkin juga menyukai