Anda di halaman 1dari 87

DAFTAR ISI

DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1-1
B. Tujuan 1-3
C. Sasaran 1-4
BA II METODE PENDEKATAN 5
A. Acuan 2-1
B. Bahan dan Peralatan 2-1
C. Tahap Kegiatan 2-1
D. Lingkup Kegiatan 2-4
BAB III KONDISI FISIK WILAYAH 3-1
A. Kota Palu 3-1
B. Kabupaten Donggala 3-7
C. Kabupaten Parigi Moutong 3-15
D. Kabupaten Poso 3-23
E. Kabupaten Morowali 3-35
F. Kabupaten Banggai 3-45
G. Kabupaten Banggai Kepulauan 3-51
H. Kabupaten Tolitoli 3-55
I. Kabupaten Buol 3-60
BAB IV HASIL INVENTARISASI DATA POTENSI MINERAL
A. Pengertian Potensi Sumberdaya Mineral 4-1
B. Potensi Sumberdaya Mineral Kota Palu 4-2
C. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Donggala 4-2
D. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Parigi Moutong 4-3
E. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Poso 4-4
F. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Morowali 4-5
G. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai 4-6
H. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai Kepulauan
I. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Tolitoli 4-6
J. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Buol 4-7
4-8
BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 5-1
A. Pembahasan 5-1
B. Kesimpulan 5-2
DAFTAR PUSTAKA P-1
LAMPIRAN: Data Potensi dan Spasial L-1

i
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bagi Propinsi Sulawesi Tengah, sektor pertambangan dinilai akan memegang


peranan penting dalam pembangunan daerah. Hal ini disebabkan karena potensi
sumberdaya bahan tambang yang dimiliki cukup besar.

Kegiatan pertambangan merupakan kegiatan yang sangat berpotensi merusak


lingkungan karena sifat dasar kegiatan ini yang merubah bentang alam dan
memanfaatkan sumberdaya alam yang tidak terbarukan. Karenanya, pengelolaan
potensi ini harus dilakukan dengan cermat dan teliti. Namun pengelolaan seperti ini
hanya dapat dilakukan bilamana didukung oleh konsep pengelolaan yang jelas dan
data potensi yang akurat.

Sejalan dengan itu, arah kebijakan dan prioritas Program Pembangunan Daerah
(PROPEDA) Propinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa optimalisasi
pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya mineral, sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa konstribusi
penerimaan daerah yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya alam perlu
dilakukan secara berkelanjutan melalui program kegiatan sebagai berikut:

1. Penyiapan data dasar sumberdaya alam


2. Peningkatan akses informasi sumberdaya alam
3. Manajemen sumber daya alam dan lingkungan hidup berbasis masyarakat
4. Penegakan hukum pengelolaan sumberdaya alam.

Pemanfaatan sumberdaya alam untuk kegiatan pembangunan telah berlangsung


sejak lama dengan peningkatan yang pesat seiring dengan gerak pembangunan
dan peningkatan jumlah penduduk. Keberadaan sumberdaya alam merupakan
bagian yang menyatu dengan pembangunan itu sendiri dalam konteks
pembangunan berkelanjutan, sehingga kebutuhan pemanfaatan sumberdaya alam
menjadi bagian masa kini maupun dimasa mendatang.

1
Pemanfaatan sumberdaya alam cenderung lebih mengutamakan upaya
peningkatan produksi, dimana eksploitasinya pada umumnya belum mengacu pada
standar/kaidah pengelolaan yang tidak menganggu keseimbangan lingkungan.
Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh
kurangnya informasi mengenai keberadaan sumberdaya alam, sehingga ekploitasi
berlangsung begitu saja sepanjang masih terdapat cadangan.

Kerusakan lingkungan hidup dapat diminimalisir dengan adanya suatu informasi


yang akurat mengenai ketersediaan sumberdaya alam dan seberapa besar dari
ketersediaan tersebut dapat dieksploitasi sehingga keseimbangan lingkungan hidup
dapat dipertahankan. Salah satu bentuk informasi yang perlu disiapkan adalah
Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah (NSASD).

Gagasan penyusunan NASSD merupakan pemecahan atas kebutuhan yang


mendesak tentang perlunya pertimbangan keseimbangan antara pemanfaatan
sumberdaya alam di satu pihak serta kelestarian fungsi lingkungan dan sumberdaya
alam di sisi lain.

Pada awalnya Neraca Sumber Daya Alam belum berbentuk informasi spasial, tetapi
masih dalam bentuk data statistik. Pemuatan data spasial dalam penyusunan NSAD
diberlakukan berdasarkan INMENDAGRI no. 39/1995 tentang penyusunan NKLD
dan NSAD. Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
D(NSALHD) mencakup unsur alam, manusia dan aktivitasnya, serta dampak dari
kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Unsur alam dan proses
kegiatan manusia akan mendapatkan dampak manfaat dan dampak sampingan.
Keduanya saling interaksi dan interdependensi dalam satu sistem lingkungan hidup.
Keselarasan sistem tersebut dalam suatu wilayah menjadi kebutuhan mahluk hidup
di lingkunganya (mikro) maupun lingkungan luas (makro).

Penyusunan NSALHD meliputi kegiatan penyusunan Neraca Sumber Daya Alam


Spasial Daerah (NSASD) yang mencakup unsur potensi cadangan sumber daya
alam dan unsur pemanfaatan sumberdaya alam, sehingga keseimbangan
lingkungan dapat dipantau atau di evaluasi melalui penyusunan NSASD. Penerapan
hasil kegiatan ini diharapkan dapat membantu langkah-langkah Pemerintah Daerah

2
dalam menusun kebijakan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan
yang berkesinambungan.

Penyusunan NSASD kali ini hanya difokuskan pada sumberdaya mineral dengan
pertimbangan bahwa infomasi mengenai cadangan, pemanfaatan dan saldo mineral
yang dimiliki oleh Propinsi Sulawesi Tengah belum terpantau secara keseluruhan.

B. Tujuan

Tujuan penyusunan NSASD ini adalah:


1. Untuk mengetahui Perimbangan (Neraca) Potensi Sumberdaya Mineral selama
periode waktu tertentu di Propinsi Sulawesi Tengah.
2. Untuk mengetahui data mutakhir tentang potensi/sebaran dan kondisi minerall di
Propinsi Sulawesi Tengah.
3. Untuk mengetahui terjadinya kecenderungan perubahan potensi sumberdaya
mineral dii Propinsi Sulawesi Tengah.
4. Untuk mengetahui nilai ekonomi (peluang nilai ekonomi) mineral yang ada dii
Propinsi Sulawesi Tengah.
5. Menyajikan cadangan dan pemakaian mineral secara spasial dalam bentuk peta
neraca sumberdaya mineral.

C. Sasaran

Sasaran penyusunan neraca sumberdaya mineral adalah tersedianya data tentang


informasi sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Tengah spasial dalam bentuk
sistem informasi geografis yang diharapkan dapat menjadi suatu masukan dalam
proses perencanaan pembangunan yang berkelanjutan dan berwawasan
lingkungan.

3
BAB II
METODE PENDEKATAN

A. Acuan

Pelaksanaan kegiatan ini mengacu pada petunjuk teknis penyusunan Neraca


Sumberdaya Alam (Mineral) Spasial Propinsi Sulawesi Tengah.

B. Bahan dan Peralatan

Jenis bahan yang digunakan adalah:


1. Peta rupabumi digital skala 1 : 250.000
2. Peta geologi
3. Peta sebaran mineral.

Jenis peralatan yang digunakan adalah:


1. Seperangkat softwere/hardware: Arc Info dan Digitizer
2. Softwere Arc View
3. Plotter/printer colour ukuran Ao.

C. Tahap Kegiatan

Secara garis besar tahapan kegiatan meliputi inventaris data, input data, proses
pengolahan data, analisis data dan penyajian informasi.

1. Inventarisasi Data

a. Kegiatan ini merupakan pengumpulan data dan


peta yang telah ada dari instansi terkait.
b. Untuk data yang belum ada diinventarisir dari
laporan-laporan penelitian terdahulu yang diperoleh dari berbagai sumber
dan konfirmasi lapangan, termasuk informasi masyarakat.

Khusus untuk inventarisasi kondisi geologi dilakukan atas dasar peninjauan


lapangan dan studi laporan-laporan terdahulu. Inventarisasi kondisi geologi

4
wilayah studi menggunakan peta geologi skala 1 : 250.000 (PPPG Bandung,
1973 1995) sebanyak 12 lembar peta, analisis terhadap peta rupabumi skala
1 : 50.000 ((BAKOSURTANAL, 1991 dan 1992) sebanyak 74 lembar peta dan
pengamatan lapangan. Inventarisasi dilakukan per wilayah administrasi
kabupaten/kota.

Di samping peta-peta tersebut, beberapa data acuan juga digunakan, yaitu peta
sebaran sumberdaya mineral logam Propinsi Sulawesi Tengah skala 1 :
750.000 (1 lembar) dan peta sebaran sumberdaya mineral non logam Propinsi
Sulawesi Tengah skala 1 : 750.000 (1 lembar). Acuan penting lainnya juga
mencakup peta-peta yang memperlihatkan batas-batas wilayah Kuasa
Pertambangan dan Kontrak Karya ataupun peta-peta yang menunjukkan lokasi
operasional kegiatan pertambangan.

Untuk pendataan spasial digunakan peta rupabumi skala 1 : 50.000 yang


mencakup seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tengah. Pendataan dilakukan
juga per wilayah administrasi kabupaten/kota.

2. Input Data

a. Membuat desain data yang akan dijadikan


masukan, jenis data baik yang bersifat spasial dan numerik.
b. Pembuatan peta dasar dan peta tema di digitasi
dengan menggunakan softewere Arc/Info yang disusun ke dalam layer-
layer yang sudah baku.
c. Dalam pelaksanaan digitasi minimal digunakan 4
titik ikat (tic_id).

3. Pengolahan Data

Data yang diperlukan untuk penyusunan Neraca Sumberdaya Mineral terdiri


dari data cadangan (potensi) dan data produksi (eksploitasi). Data yang
diperlukan dalam penyusunan Neraca Sumberdaya Mineral meliputi:

5
a. Data cadangan setiap komoditi sumberdaya
mineral (bahan galian).
b. Data produksi tahunan setiap komoditi
mineral (bahan galian).
c. Harga setiap komoditi sumberdaya mineral
(bahan galian) yang berlaku di pasaran.

Data tersebut dituangkan ke dalam format tabel lokasi dan cadangan sumber
daya mineral. Selanjutnya mengisi data inventarisasi dan data produksi
tahunan setiap komoditi sumberdaya mineral. Neraca sumber daya mineral
yang disusun disajikan dalam bentuk tabel berisi aktiva dan pasiva dari setiap
komoditi mineral. Pengisian dan perhitungan aktiva dan pasiva akan
menghasilkan saldo akhir sumber daya mineral

4. Analisis Data

Dalam menganalisis data geografi pada softwere Sistem Informasi geografi


(GIS) Arc / Info dilakukan dengan cara tumpang susun (overlay).

5. Penyajian Data / Informasi

a. Peta yang dihasilkan adalah


Peta Neraca Sumberdaya Mineral Spasial Propinsi Sulawesi Tengah skala
1 : 250.000., atau disesuaikan dengan ukuran kertas Ao.
b. Penyajian peta dilakukan
dengan menggunakan Softwere Arc View yang dibuat sesuai standar peta
yang telah ada.
c. Informasi tersebut disajikan
dalam bentuk cetak (paper print) dan di dalam softcopy (dengan media CD-
ROM) serta deskripsi dan hasil analisis yang dikemas dalam bentuk buku
laporan.

D. Lingkup Kegiatan

6
Sasaran penyusunan neraca sumberdaya mineral spasial skala 1 : 250.000
adalah seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dan memprediksi potensi yang

masih ada.

7
BAB III
KONDISI FISIK WILAYAH

Untuk mendapatkan rona wilayah studi yang relatif rinci, maka wilayah studi dibagi atas
9 daerah administrasi yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah. Rona wilayah yang akan
ditonjolkan di sini adalah kondisi geologi daerah yang bersangkutan. Karena kondisi ini
terkait erat dengan keterdapatan sumberdaya mineral.

A. Kota Palu

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Secara adminstratif, Kota Palu adalah Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tenha yang
terbagi atas 4 kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Palu dengan wilayah seluas
395,06 km2 berada pada dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara
geografis terletak antara 0o 36" - 0o 56" LS dan 119o 45" 121o 1" BT tepat
berada di bawah garis katulistiwa, dengan ketinggian 0 700 meter di atas
permukaan laut.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Teluk Palu
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kecamatan
Parigi di Kabupaten Parigi Moutong
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, seluruh kelurahan/desa yang terdapat di Kota Palu


sudah dapat diakses dengan kendaraan baik roda dua maupun roda empat.
Posisi sebagai ubukota propinsi merupakan salah satu penunjang
ketersediaan prasarana transportasi ini.
3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

8
Kota Palu memiliki 2 musim yakni musim panas yang terjadi antara April
September dan musim hujan pada Oktober Maret. Hasil pencatatan suhu
udara pada 2002, suhu maximum tertinggi terjadi pada Oktober (35,9 oC)
dan suhu udara maximum terendah pada Juni (31,1 oC). Sedangkan suhu
udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 24,3 oC dan suhu
udara minimum terendah pada April dan Mei yang mencapai 22,6 oC.

Kelembaban udara antara 66 82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi


terjadi pada Juni yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara rata-
rata terendah pada Oktober yakni 66%.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Curah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada
Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan
Oktober yakni 2 mm. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 7
knots, di mana kecepatan angin maksimum mencapai 15 hingga 21 knots.
Arah angin pada 2002 masih berada apada posisi yang sama dengan
tahun sebelumnya yaitu datang dari posisi 315o - 360o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Wilayah Kota Palu dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah dimana
pusat Kota terletak di bagian tengah dari lembah tersebut. Letak ini
pula yang berpengaruh terhadap sebaran populasi yang relatif
memusat di bagian tengah lembah.

Orientasi lembah ini mengikuti arah utama jalur pegunungan di kedua


sisinya, yaitu berarah relatif utara selatan. Secara geologis, orientasi
fisiografi ini berhubungan dengan proses struktur yang terjadi serta
jenis batuan yang menyusun Kota Palu, dimana sisi kiri dan kanan
Kota Palu merupakan jalur patahan utama, yaitu patahan Palu-Koro

9
serta wilayahnya disusun oleh batuan yang lebih keras dibanding
material penyusun bagian lembah.

Morfologi Kota Palu terdiri atas tiga satuan utama, yaitu satuan
morfologi dataran, satuan morfologi bergelombang dan satuan
morfologi perbukitan.

Satuan morfologi dataran menyebar di bagian tengah Kota Palu


dengan pusat Kota terletak di bagian tengah. Morfologi ini disusun
utamanya oleh satuan aluvial dengan komposisi pasir, pasir
lempungan, lanau dan pasir kerikilan.

Satuan morfologi bergelombang, terutama terletak di bagian timur, di


sekitar Paboya serta di batas bagian barat daya, yaitu Kabonena.
Penyusun utama morfologi ini berupa batuan konglomerat dari
Formasi Molase Sarasin dan Sarasin serta material aluvial yang agak
terkeraskan.

Satuan morfologi perbukitan merupakan morfologi yang membatasi


Kota Palu dengan Kabupaten Donggala, dengan penyebaran utama di
bagian barat atau sisi timur G. Gawalise. Morfologi ini dominan
disusun oleh batuan dari Formasi Molase Sarasin dan Sarasin berupa
Konglomerat.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Berdasarkan pengamatan terhadap peta rupabumi dan peta situasi


yang ada serta hasil pengamatan lapangan erhadap daerah saliran
sungai, secara umum pola aliran sungai yeng terbentuk di Kota Palu
adalah Pola Aliran Sungai Dendritik, dimana dicirikan oleh adanya
pola yang tidak beraturan, dimana hal ini menjadi pula salah satu
karakteristik dari wilayah yang disusun oleh material serupa.Dalam
hal ini, material penyusun berupa aluvial serta konglomerat.

10
Sungai Palu yang merupakan induk atau tempat bermuaranya
sungai-sungai yang ada di wilayah lembah menempati bagian
tengah wilayah Kota Palu. Sungai ini merupakan sungai permanen.
Adapun sungai-sungai lain yang utama di wilayah Kota Palu adalah
Sungai Palupi, S. Paboya, S. Kawatuna, S. Taipa, S. Kayumalue, S.
Tawaeli, S. Duyu, S. Watusampu dan S. Tipo. Kecuali sungai
Kayumalue, sungai-sungai lainnya bersifat sungai tadah hujan.
Stadium erosi sungai-sungai di atas adalah dewasa sampai tua.

b. Stratigrafi dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-


laporan terdahulu,stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kota Palu
terdiri :dari Kompleks Batuan Metamorf, Batuan Molase, Granit dan
Granodiorit, Endapan Sungai dan pantai.

1) Komplek Batuan Metamorf

Batuan ini terdapat di sekitar perbatasan timur Kota Palu dengan


Kabupaten Parigi Moutong, umumnya bersusunan sekis dan sebagian
kecil genes. Batuan sekis pada umumnya terkekarkan dengan tingkat
pelapukan permukaan yang lebih intensif dibanding batuan genes.
Batuan lain penyusun formasi ini adalah kuarsit dan pualam. Umur
formasi adalah Pra Tersier.

2) Formasi Tinombo

Formasi ini disusun oleh batuan-batuan berupa serpih, batupasir, batu


lanau, konglomerat, batuan vulkanik, batugamping dan rijang, termasuk
pula filit, batusabak dan kuarsit. Umur formasi Eosen - Oligosen. Di
sekitar wilayah Kota Palu formasi ini terdapat di wilayah Palu barat
bagian barat.

3) Batuan Vulkanik

Batuan gunung api umum umumnya bersifat andesitik, tersebar di


banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannnya

11
umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit
dan basal. Di sekitar wilayah Kota Palu dan kabupaten Donggala
batuan ini terdapat di Lolioge yang selanjutnya menerus ke wilayah
Kabupaten Donggala. Umur batuan diperkirakan menjemari dengan
Formasi Tinombo, yaitu pada kala Eosen.

4) Batuan intrusi

Batuan intrusi yang terbentuk di Kota Palu berkomposisi granit-


granodioritik. Penyebaran utama adalah di bagian barat (sisi timur G.
Gawalise), di Watutela dan sekitar perbukitan Paboya. Sifat fisik batuan
telah terkekarkan dan sebagian telah mengalmi pelapukan kuat.

5) Formasi Molase Sarasin dan Sarasin

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan


batulempung. Penyebarannya yang cukup luas adalah dibagian utara,
timur, selatan dan barat. Batuan ini merupakan penyusun utama
material di wilayah pinggiran Kota Palu. Sifat perlapisan pada batuan ini
sangat buruk sampai dengan tidak nampak perlapisannya.

6) Aluvium dan Endapan Pantai

Material ini merupakan penyusun utama wilayah lembah Palu.


Komposisi material penyusun berupa pasir, lanau, kerikil dan kerakal
dengan komposisi/prosentasi ukuran material yang tidak seragam
antara tempat satu dengan lainnya.

Satuan dan litologi batuan wilayah Kota Palu dirangkum dan ditabulasikan
dalam Tabel 3.1 berikut.

Tabel 3.1 Satuan batuan di wilayah Kota Palu

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium lumpur, lempung, pasir, kerikil
dan kerakal
2 Pliosen-Pleistosen Formasi Molase konglomerat, batupasir,
Sulawesi batulanau dan batulempung,
batugamping koral, tufa, serpih
hitam dan napal

12
3 Pliosen Granit granit dan granodiorit
4 Eosen Batuan Vulkanik bersifat andesitik
5 Eosen-Oligosen Formasi Tinombo serpih, batupasir, batu lanau,
konglomerat, batuan vulkanik,
batugamping dan rijang,
termasuk pula filit, batusabak
dan kuarsit
6 Mesozoikum Kompleks Sekis mika, sekis ampibolit,
Metamorf genes dan pualam.
Sumber: Sukamto (1973)
c. Struktur Geologi

Kota Palu, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Donggala secara


geologis juga termasuk wilayah yang sangat dipengaruhi oleh kegiatan
tektonik yang menghasilkan struktur-struktur yang diantaranya mengontrol
bentukan-bentukan ataupun timbulan permukaan bumi. Struktur-struktur
baik lokal maupun regional dapat dijumpai, baik dengan mengamati peta
topografi, kenampakan bentang alam, pengaruhnya pada singkapan dan
gejala alam seperti mata air panas. Jalur patahan utama yang terbentuk
dan masih aktif berlangsung adalah sesar Palu Koro.

Di samping struktur-struktur regional, juga terbentuk struktur geologi lokal


berupa lipatan-lipatan kecil serta kekar-kekar yang terbentuk secara
sporadis pada hampir seluruh jenis satuan batuan yang menyusun wilayah
ini.

13
B. Kabupaten Donggala

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Donggala dengan wilayah seluas 16.703,56 km2 terletak antara 0o


30" LU 2o 20" LS serta 119o 45 121o 45 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Parigi
Moutong dan Kabupaten Poso
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Poso
d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.

2. Hubungan Ke Wilayah Penelitian

Dari sisi aksesibilitas, lokasi-lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Donggala


yang sudah dapat diakses dengan lancar. Terdapat beberapa ruas jalan utama
yaitu arah Palu-Surumana, Palu-Kulawi, Palu Palolo dan Palu-Pantai Barat.
Adapun ruas-ruas jalan daerah untuk mencapai lokasi-lokasi di luar jalan
utama sebagian besar sudah dapat diakses, sekurang-kurangnya dengan
penggunaan kendaraan roda dua.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Terdapat 2 musim di Kabupaten Donggala yakni musim panas yang terjadi


antara April September dan musim hujan yang terjadi pada Oktober
Maret.

Hasil pencatatan suhu udara pada 2001, suhu maximum tertinggi terjadi
pada Juli (34,0 oC) dan suhu udara maximum terendah terjadi pada
Nopember ( 31,6 oC). Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi
pada Oktober yakni 23,8 oC dan suhu udara minimum terendah terjadi pada
Juni yakni 22,1 oC.

14
Kelembaban udara antara 73 82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi
terjadi pada Pebruari yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara
rata-rata terendah terjadi pada Juli dan Agustus yakni 73%.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Curah hujan tertinggi pada 2001 terjadi pada bulan September yakni 110
mm dan pada Oktober 98 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juni
yakni 24 mm.

Curah hujan tertinggi pada tahun 2002 terjadi pada Januari yakni 367 mm
dan pada Juni yakni 306 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada
Agustus yakni 7 mm.

Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 6 knots dan kecepatan angin


maksimum mencapai 16 hingga 20 knots. Arah angin pada tahun 2001
yaitu datang dari posisi 360o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Wilayah Kabupaten Donggala ditandai oleh sebaran wilayah


pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup
dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Di kedua wilayah ini
jalur pegunungan terbentuk memanjang hampir utara selatan. Adapun
wilayah yang relatif bersifat dataran hanya menempati luasan yang
relatif kecil, dengan luas maksimum areal dataran terletak di wilayah
Parigi sampai dengan perbatasan dengan Kabupaten Poso.

Di bagian utara djumpai pegunungan dengan puncak tertinggi, yaitu G.


Malino mencapai ketinggian 2500 m sedangkan di bagian barat puncak
tertinggi, yaitu G. Gawalise dengan ketinggian 2093 m. Berdasarkan
hasil studi terhadap laporan-laporan terdahulu, orientasi utama jalur
pegunungan ini sangat berkaitan dengan jalur struktur utama yang

15
terdapat di bagian tengah P. Sulawesi, yaitu jalur sesar Palu Koro
dengan arah tenggara baratlaut.

Di bagian tengan wilayah Kabupaten Donggala, yaitu di Kecamatan


Dolo dan Marawola, dijumpai kenampakan berupa ciri-ciri struktur yang
membatasi satuan morfologi, dimana fisiografi endapan kipas sangat
jelas dan membatasi morfologi perbukitan di sisi kanan kiri dengan
areal dataran di bagian tengah. Morfologi graben sangat jelas, dan
berkaitan dengan tektonik yang telah berlangsung di sepanjang jalu
graben tersebut. Pada beberapa bagian di Kabupaten Donggala juga
dijumpai terbentuknya dataran tinggi, di antaranya dataran Palolo.

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi Kabupaten


Donggala dapat dibagi kedalam tiga satuan morfologi, yaitu morfologi
dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

Satuan morfologi dataran. Sebaran morfologi ini umumnya pada


wilayah pesisir, dataran pada kawasan lembah baik dataran rendah
maupun yang bersifat dataran tinggi. Pada bagian pesisir yang paling
luas terdapat sepanjang pesisir Parigi hingga Sausu, sedangkan pada
pesisir barat yaitu sepanjang Tawaeli sampai dengan Sojol dan Banawa
sampai Surumana dan Lalundu morfologi dataran relatif sempit. Di
bagian lembah dengan morfologi dataran yang cukup luas terdapat di
bagian lembah Palu yaitu di Kecamatan Biromaru, Dolo dan Marawola,
dibatasi oleh gawir patahan disisi barat dan jalur pegunungan di sisi
timur. Morfologi dataran ini juga terdapat di kecamatan Palolo. Wilayah
yang dicakupi oleh morfologi ini merupakan wilayah yang paling
potensil sehingga merupakan kawasan hunian/pemukiman dominan.
Penyusun utama satuan ini adalah endapan aluvial dan sedimen
molasse yang mempunyai kekompakan relatif rendah.

Satuan morfologi perbukitan. Sebaran morfologi ini disamping


dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur
patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang
dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, batuan sedimen

16
molase dan sedimen formasi Tinombo dengan litologi batulempung,
batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

Satuan morfologi pegunungan. Morfologi ini merupakan wilayah


dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran dan
perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif timur-
barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan
berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara
adalah 2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 2093 m. Penyusun
morfologi ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan
sedimen formasi Tinombo.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi,


secara umum terdapat 2 kenampakan pola aliran sungai di wilayah ini.
Kedua pola aliran ini sangat dipegaruhi oleh jenis batuan dan struktur
yang terbentuk, yakni pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik
umumnya terbentuk di bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan
Tinombala dan Malino sedangkan pola paralel umumnya terbentuk di
sisi kiri dan kanan graben Palu.

Ditinjau dari faktor topografi untuk akumulasi air, Sungai Palu


diinterpretasi sebagai alur dengan akmulasi sungai terbanyak, dimana
aliran yang bersumber dari Danau Lindu, Sungai Gumbasa dan sungai-
sungai sepanjang jalur utara-selatan pegunugan Gawalise bermuara
lembah Palu.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah ini juga dipengaruhi oleh jenis


batuan di daerah aliran sungainya. Karenanya, aliran sungai yang
melewati formasi aluvial dan batuan molase akan dicirikan oleh sungai
dengan stadium dewasa sampai tua.

17
b. Stratigrafi dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-


laporan terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten
Donggala terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, perselingan serpih,
batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan
Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau serta
Endapan Sungai dan Pantai.

1) Kompleks Metamorf

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari arah utara ke selatan


dan mendominasi puncak punggungan timur Sulawesi bangian tengah
dimana kabupaten Donggala terdapat. Dijumpai dua kenampakan fisik
berbeda, dimana di bagian timur relatif padat, bersifat genesan dengan
penjajaran mineral butiran dominan sedangkan di bagian barat
pematang sangat bersifat sekis dengan dominasi mineral pipih.

Di jalur Pakuli sampai dengan Kulawi, batuan metamorf dijumpai


berupa metamorfisme batuan asal, yaitu granit. Gejala ini sangat jelas
pada jalur-jalur patahan. Umumnya ciri-ciri asal batuan granit masih
dapat ditelusuri pada lokasi singkapan batuan.

2) Formasi Tinombo

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari arah utara ke selatan


dan mendominasi Formasi Tinombo. Formasi ini menindih batuan
metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya sangat luas di wilayah
kabupaten Donggala baik di bagian timur maupun di bagian barat.
Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan
batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan
volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat
rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami
metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

Di bagian barat Sidondo sampai Omu, yaitu di wilayah perbukitan,


formasi ini tersingkap, disusun oleh batupasir, batulempung dan

18
konglomerat. Sedangkan di bagian barat, yaitu dari Marawola sampai
dengan baratdaya Kulawi formasi ini sangat dominan. Puncak tertinggi
pada pegunungan di bagian barat kabupaten Donggala disusun oleh
Formasi ini.

3) Batuan Vulkanik

Singkapan batuan ini dapat dijumpai secara jelas pada ruas jalan
Lolioge sampai dengan Kabonga. Umumnya bersifat andesitik dan
berukuran kristal yang halus.
4) Batuan Intrusi

Batuan intrusi yang terbentuk di kabupaten Donggala berkomposisi


Granit-Granodiorit. Batuan tersebar cukup luas, dan umumnya
menempati areal dengan elevasi yang tinggi. Singkapan batuan ini
diantaranya di Marawola, Dolo, Kulawi, Kamarora, dan Sibayu
Sabang.

5) Batuan Molase

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan


batulempung. Penyebarannya yang cukup luas adalah dibagian utara,
timur dan tengah Kabupaten Donggala. Di wilayah Banawa dan Sindue,
batuan ini menjemari dengan batugamping koral. Di wilayah Malelali
dijumpai singkapan batupasir berlapis tebal dengan ukuran butir
terpilah. Sausu Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak
selaras. Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat
sehingga pada ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran
sangat umum dijumpai.

6) Batugamping Koral

Batuan ini menyusun hampir keseluruhan pusat Kabupaten Donggala,


yaitu pusat Kecamatan Banawa. Batuan ini umumnya bersifat sarang,
dan di areal perbukitan dapat dijumpai kondisi fisik batugamping yang
relatif padat. Batuan ini terbentuk menjemari dengan bagian atas
Formasi Molase Sulawesi Sarasin dan Sarasin. Penyebaran batuan

19
yaitu dari batas wilayah Kabonga Kecil ke utara dan meluas ke timur
sampai ke Boneoge dan Pusat Pantai.

7) Endapan Danau

Penyebaran satuan ini terdapat di kawasan Danau Lindu, terutama


menyebar kearah timur dan selatan danau. Bagian lembah yang
dikenal sebagai lembah/dataran Palolo juga tersusun oleh satuan
ini,yang disusun oleh lempung, pasir dan kerikil.

8) Aluvium dan Endapan Pantai

Penyebaran batuan ini di hampir sepanjang wilayah pantai yang


meliputi Banawa bagian selatan, hampir seluruh bagian utara Lembah
Palu, Kecamatan Tawaili Kecamatan Sirenja, Kecamatan Sirenja,
Kecamatan Balaesang, Kecamatan Dampelas, sebagian kecil
Kecamatan Sojol. Litologinya adalah kerikil, pasir, lumpur dan
batugamping koral.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.2 berikut.

Tabel 3.2 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Donggala

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir,
kerikil dan kerakal
2 Pleistosen- Batugamping Batugamping koral
Holosen Terumbu
3 Pliosen Granit granit dan granodiorit
4 Eosen Batuan Vulkanik bersifat andesitik
5 Eosen-Oligosen Formasi Tinombo serpih, batupasir, batu
lanau, konglomerat, batuan
vulkanik, batugamping dan
rijang, termasuk pula filit,
batusabak dan kuarsit
6 Mesozoikum Kompleks Sekis mika, sekis
Metamorf ampibolit, genes dan
pualam.
Sumber: Sukamto(1973), Ratman (1976) dan Simanjuntak (1991)

20
c. Struktur Geologi

Wilayah Kabupaten Donggala secara geologis termasuk wilayah yang


sangat dipengaruhi oleh kegiatan tektonik yang menghasilkan struktur-
struktur yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan
permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat
dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang
alam, pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air
panas. Pada jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas,
seperti halnya teramati pada ruas jalan Pakuli Kulawi, dimana kondisi
batuan granit yang secara genetis merupakan batuan masif tetapi efek di
lapangan sangat terpatahkan dan termilonitisasi akibat pergeseran.

Pengamatan lapangan dan studi terhadap peta topografi wilayah bagian


tengah Kabupaten Donggala memperlihatkan pengaruh kuat patahan Palu-
Koro terhadap bentukan bentang alam. Struktur graben sangat jelas
dengan adanya gawir-gawir di kedua sisi, lembah dan kelurusan topografi.
Di sepanjang jalur patahan ini gejala off-set alur sungai cukup jelas.

Gempabumi yang disertai Tsunami di Tambu tahun 1968 disebabkan oleh


adanya sesar normal di wilayah tersebut. Wilayah yang diterjang tsunami
merupakan blok patahan yang turun. Besarnya pergeseran relatif yang
teramati dari kedua blok yang bergeser tersebut adalah 5 meter
(Soekamto, 1973).

Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai


kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana kejadian retakan pada badan
jalan yang dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.

21
C. Kabupaten Parigi Moutong

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Parigi Moutong mempunyai luas wilayah sebesar 6.231,85 km2.


Secara geografis Kabupaten Parigi Moutong terletak antara 0 0 27 34" LU 10 06
58" LS serta 1190 50 17" 1210 20 6 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli dan Kabupaten Buol
b. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tomini
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan
Kabupaten Poso
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kota Palu dan Kabupaten Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, lokasi-lokasi penelitian di wilayah Kabupaten Parigi


Moutong sudah dapat diakses dengan lancar. Ruas jalan utama yaitu Sausu
Moutong merupakan ruas jalan Trans Sulawesi. Adapun akses menuju ke lokasi-
lokasi kecamatan dan desa sebagian besar sudah dapat diakses dengan
mengggunakan kendaraan roda empat.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Terdapat 2 musim di Kabupaten Parigi Moutong yakni musim panas antara


April September dan musim hujan pada Oktober Maret. Hasil pencatatan
suhu udara pada 2002, suhu maximum tertinggi terjadi pada Oktober (35,9
o o
C) dan suhu udara maximum terendah terjadi pada Juni (31,1 C).
Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 24,3
o
C dan suhu udara minimum terendah pada April dan Mei yang mencapai
22,6 oC.

22
Kelembaban udara antara 66 82%, di mana kelembaban udara rata-rata
tertinggi terjadi pada Juni yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban
udara rata-rata terendah terjadi pada Oktober yakni 66%.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Curah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada
Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan Oktober
yakni 2 mm.

Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 7 knots, dimana kecepatan


angin maksimum mencapai 15 hingga 21 knots. Arah angin pada 2002 yaitu
datang dari posisi 315o.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Wilayah Kabupaten Parigi Moutong ditandai oleh sebaran wilayah


pegunungan yang cukup dominan. Areal pegunungan yang cukup
dominan ini terutama di bagian utara dan barat. Pola punggungan
pegunungan di bagian utara berarah timur-barat sedangkan di bagian
selatan berarah utara-selatan. Orientasi pegunungan ini berkaitan
dengan proses tektonik yang membentuk Pulau Sulawesi serta adanya
struktur-struktur geologi yang dalam jangka panjang mengontrol bentuk
alam. Fisiografi wilayah Kabupaten Parigi Moutong juga dikontrol oleh
jenis batuan dan stadia morfologi.

Puncak tertinggi di bagian utara memp[unyai elevasi 2500 m, yaitu G.


Malino di kecamatan Tomini, sedangkan puncak tertinggi di bagian
selatan berelevasi 1786 m, yaitu G. Sinio di kecamatan Ampibabo.

23
Secara umum, perubahan fisografi dari dataran ke bentuk perbukitan dan
pegunungan bergradasi secara teratur ataupun sangat sedikit dijumpai
adanya lembah-lembah memanjang diantara jalur pegunungan.

Pada beberapa tempat yang berupakan batas morfologi pegunungan dan


dataran sangat umum dijumpai endapan-endapan kipas. Kenampakan ini
sangat jelas, terutama di wilayah kecamatan parigi dan Kecamatan
Sausu.

Wilayah bagian utara Kabupaten Parigi Moutong, yaitu dari Toboli sampai
dengan Moutong secara morfologi didominasi oleh pegunungan dan
perbukitan, sedangkan dari arah Toboli sampai dengan Sausu areal
dataran semakin luas, hal mana merupakan salah satu faktor bagi
ketersediaan lahan pemukiman dan pertanian di bagian selatan
kabupaten Parigi Moutong.

Berdasarkan pada bentuk timbulan atau relief, morfologi Kabupaten


Parigi Moutong dapat dibagi kedalam 3 satuan morfologi, yaitu morfologi
dataran, morfologi perbukitan dan satuan morfologi pegunungan.

Satuan morfologi dataran. Penyebaran morfologi ini umumnya pada


wilayah pesisir, dengan panjang kearah batas morfologi perbukitan dan
pegunungan bervariasi sempit sampai dengan sangat lebar, dengan
dimensi lebar terbesar di daerah Laebago, sekitar 9,5 km. Sedangkan di
wilayah Tomini Moutong morfologi dataran dengan lebar terbesar
terdapat di wilayah Ongka, Kota Raya dan Lambunu, yaitu 10 km.
Perbedaannya adalah bahwa sebaran morfologi dataran di bagian
selatan lebih merata dibanding di bagian utara dengan sebaran dataran
relatif hanya di wilayah Ongka, Kota Raya dan Lambunu.

Adapun di bagian tengah, wilayah dataran terlebar terdapat di kecamatan


Ampibabo, yaitu sekitar 6 km. Di wilayah kabupaten Parigi Moutong ini
morfologi dataran yang ter enclave sangat minim dijumpai. Batuan
penyusun utama satuan moroflogi ini didominasi oleh aluvial sungai dan
pantai.

24
Satuan morfologi perbukitan. Penyebaran morfologi ini di samping
dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur
patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang
dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, diantaranya
terbentuk di wilayah kecamatan Tomini dan Tinombo. Pengaruh struktur
patahan dan kekar terhadap morfologi ini banyak dijumpai pada wilayah
yang membatasi morfologi dataran dan pegunungan. Kenampakan
morfologi ini sangat umum pada sisi-sisi kiri dan kanan jalur pegunungan
di Kabupaten Parigi Moutong.

Penyusun satuan morfologi ini bervariasi, dari konglomerat, batu pasir,


batuan volkanik dan sedimen laut dalam Formasi Tinombo dengan litologi
batulempung, batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.

Satuan morfologi pegunungan. Morfologi pegunungan merupakan


wilayah dengan luasan terbesar dibanding areal pada morfologi dataran
dan perbukitan. Di bagian utara, arah punggungan pegunungan relatif
timur-barat, di bagian tengah berarah utara-selatan dan di bagian selatan
berarah utara baratlaut-tenggara. Elevasi tertinggi di bagian utara adalah
2500 m sedangkan dibagian selatan adalah 1786 m. Penyusun morfologi
ini didominasi oleh batuan metamorf, granit dan batuan sedimen formasi
Tinombo.

Berdasarkan pengamatan terhadap peta topografi dan peta geologi,


secara umum terdapat dua kenampakan pola aliran sungai di kabupaten
Parigi Moutong, dimana kedua pola ini sangat dipegaruhi oleh jenis
batuan dan struktur yang terbentuk. Kedua pola aliran tersebut adalah
pola aliran dendritik dan paralel. Pola dendritik umumnya terbentuk di
bagia utara, yaitu di wilayah pegunungan Tinombala dan Malino
sedangkan pola aliran paralel umumnya terbentuk di sisi kanan jalur
pegunungan di barat Parigi.

Stadium erosi sungai-sungai di wilayah Parigi Moutong juga dipengaruhi


oleh jenis batuan di daerah aliran sungai tersebut. Karenanya, daerah

25
aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan
dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua

b. Stratigrafi dan Litologi

Berdasarkan hasil pegamatan lapangan dan studi terhadap laporan-laporan


terdahulu, stratigrafi dan litologi yang meyusun wilayah Kabupaten Parigi
Moutong terdiri dari Kompleks Batuan Metamorf, Perselingan serpih,
batupasir, konglomerat dan batuan volkanik dari Formasi Tinombo, Batuan
Gunung Api, Batuan Molase, Granit dan Granodiorit, Endapan Danau dan
Endapan Sungai dan pantai.

1) Kompleks Batuan Metamorf

Penyebaran batuan metamorf memanjang dari kecamatan Parigi kearah


utara sampai dengan wilayah kecmatan Moutong,dan mendominasi
puncak punggungan/ pematang Sulawesi bangian tengah dimana
kabupaten Parigi Moutong terdapat. Kenampakan fisik batuan metamorf
relatif padat, bersifat genesan dengan penjajaran mineral butiran dominan
sedangkan di bagian barat pematang sangat bersifat sekis dengan
dominasi mineral pipih.

2) Formasi Tinombo

Formasi ini menindih batuan metamorf secara tidak selaras.


Penyebarannya sangat luas dan hampir menyusun semua bagian
Kecamatan Tinombo. Demikian halnya di bagiaj utara (Moutong)
luasannya sangat signifikan. Kenampakan khas formasi ini adalah
perselingan lapisan batuan batupasir, batulempung, batulanau dengan
sisipan lapisan batuan volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada
formasi ini bersifat rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah
mengalami metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan.

3) Batuan Volkanik

Batuan ini terdapat bersinggungan dengan Formasi Tinombo. Di


Kecamatan Parigi Moutong singkapan batuan ini dapat dijumpai secara

26
luas di wilayah Kasimbar. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran
kristal yang halus.

4) Batuan Intrusi

Batuan ini berkomposisi granit dan granodiorit. Batuan ini tersebar cukup
luas, dan umumnya menempati wilayah dengan elevasi yang tinggi.
Batuan ini menempati wilayah yang luas di bagian selatan Kecamaan
Parigi.

5) Batuan Molasse

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan


batulempung. Penyebarannya yang cukup luas, memanjang dari Moutong
bagian selatan, bagian timur Tomini, Ampibabo, dan bagian barat Parigi,
dan Sausu. Batuan ini menindih formasi Tinombo secara tidak selaras.
Secara fisik ikatan batuan dalam formasi ini kurang padat sehingga pada
ruas-ruas jalan yang disusun formasi ini kelongsoran sangat umum
dijumpai.

6) Aluvium dan Endapan Pantai

Satuan Aluvium dan Endapan Pantai menempati wilayah dataran pada


bagian timur kecmatan Parigi. Komposisi butiran umumnya bersusunan
pasir, lanau, lempung dan sedikit kerikil. Wilayah pada satuan ini
merupakan areal yang berpopulasi dan merupakan wilayah produktif
Kecamatan Parigi di mana usaha pertanian persawahan dan perkebunan
telah dijalankan secara intensif dan ekstensif. Dijumpai secara lokal di
sekitar batas Palu Timur Kecamatan Parigi.

Satuan dan batuan litologi wilayah studi dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.3 berikut.

Tabel 3.3 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Parigi Moutong

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir,

27
kerikil dan kerakal
2 Pleistosen-Holosen Batugamping Batugamping koral
Terumbu
3 Pliosen Granit granit dan granodiorit
4 Eosen Batuan Vulkanik bersifat andesitik
5 Eosen-Oligosen Formasi Tinombo serpih, batupasir, batu lanau,
konglomerat, batuan vulkanik,
batugamping dan rijang,
termasuk pula filit, batusabak
dan kuarsit
6 Mesozoikum Kompleks Sekis mika, sekis ampibolit,
Metamorf genes dan pualam.

c. Struktur Geologi

Wilayah Kabupaten Parigi Moutong secara geologis termasuk wilayah yang


sangat dipengaruhi oleh kegiata tektonik yang menghasilkan struktur-struktur
yang diantaranya mengontrol bentukan-bentukan ataupun timbulan
permukaan bumi. Struktur-struktur baik lokal maupun regional dapat
dijumpai, baik dengan mengamati peta topografi, kenampakan bentang alam,
pengaruhnya pada singkapan dan gejala alam seperti mata air panas. Pada
jalur-jalur patahan utama, efek penghancuran sangat jelas, seperti halnya
teramati pada ruas jalan Sausu Tambarana. Jalur ini termasuk salah satu
wilayah kritis akan adanya patahan. Pada beberapa tempat di ruas jalan
Sausu Tambarana dijumpai kerusakan teknis struktur jalan raya, dimana
kejadian retakan pada badan jalan dapat diinterpretasikan sebagai salah satu
akibat dari patahan. Demikian pula halnya dengan peristiwa gempabumi
yang pernah melanda wilayah Sausu, yang merupakan salah satu
manifestasi proses patahan.
Arah utama patahan di Kabupaten Parigi Moutong adalah baratlaut
tenggara. Patahan-patahan terjadi berupa patahan turun, datar dan naik
(sungkup). Pengamatan lapangan dan studi terhadap peta topografi wilayah
bagian tengah Kabupaten Parigi Moutong memperlihatkan pengaruh kuat
sesar Palu Koro terhadap bentukan bentang alam. Struktur graben sangat
jelas dengan adanya gawir-gawir di kedua sisi, lembah dan kelurusan
topografi. Di sepanjang jalur sesar ini gejala off-set alur sungai cukup jelas.
Pada beberapa tempat di ruas jalan Sausu Tambarana dijumpai kerusakan

28
teknis struktur jalan raya, di mana kejadian retakan pada badan jalan yang
dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.

29
D. Kabupaten Poso

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Wilayah Kabupaten Poso mempunyai luas wilayah sekitar 14.433,76 km 2 atau


21,22% dari luas daratan Propinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peta Rupa-
bumi (skala 1 : 50.000) dan Peta Administrasi Kabupaten, Kabupaten Poso
terletak pada koordinat: 00 06 56 030 32 41 LS dan 1200 5 25 1230 06 17
BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini
b. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Banggai dan Kabupaten
Morowali
c. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Propinsi
Sulawesi Selatan
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Parimo dan kabupaten
Donggala.

2. Hubungan ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayak Kabupaten Poso secara keseluruhan seluruh


kecamatan dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan 4, kecuali Pulau Una-
Una dan Togian yang harus ditempuh dengan menggunakan alat transportasi
laut. Khusus akses ke kecamatan Lore Selatan, kondisi sebagian ruas jalan yang
ada masih relatif sulit untuk dilalui pada saat musim hujan.

Jaringan perhubungan yang tersedia adalah jalan propinsi dan kabupaten dan
jalan-jalan desa dengan kondisi jalan baik dan memadai dengan perkerasan
permukaan aspal dan sebagian masih pengerasan.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

30
Berdasarkan pengamatan pada 2001, secara umum rata-rata suhu udara
maksimum minimum berada pada 31,77 oC dan 22,4 oC. Suhu udara di
daerah pantai dan kepulauan rata-rata diperkirakan sekitar 26 oC dan di
pedalaman dan dataran tinggi antara 18 23 oC.

Kelembaban udara rata-rata berkisar antara 82 89%. Rata-rata penyinaran


matahari setiap bulan sejak lima tahun terakhir berkisar antara 40 98%.
Data pada 2001 kelembaban terendah sekitar 40% terjadi pada Pebruari dan
kelembaban tertinggi sekitar 94% terjadi pada Oktober.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap
tahunnya, di mana setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada 2001 curah
hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terrendah 47 mm
pada Agustus.

Pada umumnya kecepatan angin rata-rata selama 1997 2001 berkisar 1


4 knot. Kecepatan angin maksimum setiap bulan pada 2001 berkisar antara
9 18 knot

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Poso dapat dibagi menjadi 4 satuan


morfologi, yaitu dataran, perbukitan, pegunungan dan daerah karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi


daerah daerah Poso Pesisir bagian utara, Poso Kota, Lage bagian
tengah dan Tojo bagian barat laut. Wilayah-wilayah ini umumnya
bermofologi dataran rendah, sedangkan dataran tinggi terdapat di
daerah-daerah Pamona Selatan, Pamona Utara, Dataran Tinggi Wanga
dan sekitarnya di Lore Utara.

31
Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian
antara 200 600 m di atas muka laut, terdapat di bagian utara dan
tengah selatan Kabupaten Poso. Di utara terbentang di dua daereah,
yaitu memanjang utara-selatan dari Pabengko sampai D. Poso, dan
memanjang barat-timur dari Tagolu sampai Betaua dan menerus sampai
Bongkakoi di kecamatan Ulubongka. Di bagian tengah-selatan, satuan
morfologi perbukitan ini terdapat di Taripa sampai dengan Kamba. dekat
secara dominan meliputi daerah daerah Poso Pesisir .

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi pegunungan bagian


terbesar Kabupaten Poso. Ketinggian satuan ini berkisar antara 600
sampai dengan elevasi tertinggi yaitu G. Katopasa yang berelevasi 2.835
m di atas muka laut.

Wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi deret pegungan


Takolekaju, Tineba dan Tokorondo. Pegunungan Takolekaju memanjang
utara-selatan dari Pontana sampai Gintu, pegunungan Tineba berarah
baratlaut-tenggara dari Bora sampai Sedoa dan pegunungan Tokorondo
memanjang utara-selatan dari Tokorondo sampai Kamba. Di bagian
tengah terdapat Pegunungan Pompangeo dan di bagian timur terdapat
pegunungan dengan arah utara-selatan yang memanjang dari Marowo
sampai Tambayoli (Kabupaten Morowali).

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, di mana faktor utama


pembentuknya adalah batuan karbonat umumnya menempati bagian
tengah dan timur Kabupaten Poso, yaitu dari Poso sampai Ratadana,
Kecamatan Poso Pesisir di daerah Tokorondo selatan, bagian timur Kec.
Ulubongka dan bagian utara Kec. Ampana Kota dan Ampana Tete.
Morfologi ini juga secara mudah dapat dikenali pada daerah-daearah
seperti Betaua, Tongku dan pegunungan sekitar D. Poso.

Wilayah karst ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-pisah,
berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang
berongga.

32
2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Poso sebagian besar bermuara ke utara,


yaitu Teluk Tomini. Sungai-sungai terbesar adalah S. Poso, S. Lariang, S.
Malei, S. Puna, S. Tambarana, S. Kilo, S. Merando, S. Uekuli, S. Tojo, S.
Sansarino, S. Balingara dan S. Bongka. Penampang morfologi sngai-
sungai ini umumnya U dimana pada beberapa bagian menunjukkan
wilayah dataran banjir yang luas seperti sungai Puna dan sungai
Tambarana.

Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-
pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa
berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.

b. Stratigrafi dan Litologi

Secara regional di wilayah Kabupaten Poso terdapat tiga mandala geologi,


yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat, Mandala Geologi Sulawesi Timur dan
Mandala Geologi Banggai Sula. Ketiga mandala geologi ini bersentuhan
secara tektonik satu sama lain (Simanjuntak dkk, 1991).

Mandala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh batuan vulkanik dan granit
Tersier yang menerobos batuan sedimen flysch yang berumur
Mesozoikum.

Mandala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh himpunan batuan metamorf,


ultrabasa, basa, dan batuan sedimen laut dalam. Mandala Geologi Banggai-
Sula dicirikan oleh batuan sedimen pinggiran benua klastik, sedimen yang
berumur Mesozoikum dan Tersier Awal.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.

33
1) Formasi Tokala

Di wilayah Kabupaten Poso satuan ini terdapat di bagian timur, yaitu di


kecamatan-kecamatan Ulubongka dan Amapana Kota, dan merupakan
bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula. Litlogi yang menyusun
formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir, serpih, argilit, breksi
dan konglomerat. Di Ulubongka, fisik satuan ini sangat padat,
memperlihatkan alu-alur tipis kalsit dalam batuan karbonat berwarna
merah dengan sifat marmeran.

Berdasarkan kandungan fosil koral dan moluska, formasi ini diduga


berumur Trias Akhir. Hubungan dengan formasi diatasnya merupakan
hubungan tidak selaras. Tebal formasi diperkirakan lebih dari 500 m.

2) Batuan Ultrabasa

Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).

Di wilayah Kabupaten Poso batuan ini termasuk Mandala Geologi


Sulawesi Timur dan tersingkap secara luas di Kecamatan Tojo,
Ulubongka dan Ampana Kota. Umur Batuan ultra basa ini diduga tidak
lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

3) Kompleks Pompangeo

Litologinya adalah berbagai jenis sekis, genes, meta kuarsit, meta


gamping, marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan
gabro malih; setempat terdapat breksi dan milonit. Umur satuan ini belum
dapat dipastikan, tetapi berdasarkan himpunan batuan diduga berasal
dari batuan sedimen pelagos yang lebih tua dari kapur. Umur pemalihan
juga tak diketahui, namun diduga tidak lebih tua dari Kapur Akhir.

34
Satuan ini tersebar luas, diantaranya di Pamona Utara, Tojo,
pegunungan Pompangeo dan bagian selatan Poso Pesisir. Tebal satuan
sulit dipastikan, diduga ribuan meter.

Komplek Pompangeo yang terdapat di Mandala Geologi Sulawesi Timur


ini diperkirakan tertindih tak selaras oleh Formasi Matano, serta
bersentuhan tektonik dengan Formasi Tetambahu dan Formasi Lamusa;
dan berupa sesar naik dengan batuan granit, gunungapi Tersier dan
Formasi Latimojong di bagian barat, serta merupakan alas sedimen
molasa Formasi Puna, Formasi Napu, Formasi Poso dan Formasi
Tomata. Komplek ini disebut Metamorphic Rocks oleh De Roever (1934)
dan Sekis oleh Sukamto (1975).

4) Batugamping Marmeran

Litologi satuan ini terdiri dari marmer, batugamping terdaunkan dan


baugamping kristalin dan masih merupakan bagian dari Mandala Geologi
Sulawesi Timur. Satuan ini menyebar cukup luas di sekitar D. Poso dan
umumnya berupa singkapan-singkapan dalam batuan sekis dan genes.
Penyebaran satuan yang disusun oleh marmer secara jelas dapat diamati
di lokasi-lokasi Tentena, Kelei, Sulewana, Sulewana dan Sawidago. Umur
satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari
sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.

5) Formasi Matano

Formasi ini termasuk bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur.


Litologinya adalah perselingan batugamping kalsilutit dengan rijang,
bersisipan batulempung napalan dan argilit.

Akibat kegiatan tektonik yang berulang maka semua batuan dalam


satuan ini terlipat kuat, sebagian membentuk struktur antiklin dan sinklin.
Di wilayah Kabupaten Poso formasi ini terdapat di Kec. Pamona Selatan,
yaitu di bagian selatan yang merupakan batas dengan Kabupaten Luwu

35
Utara. Berdasarkan kandungan fosil dalam rijang dan batugamping,
diperkirakan umur formasi ini adalah Kapur Atas (Budiman, 1980).
6) Formasi Latimojong

Litologinya adalah sedimen ragam flysch, terdiri dari perselingan


batusabak, filit, batupasir wake, kuarsit, batugamping dan argilit dengan
sisipan konglomerat, rijang dan lava; pada umumnya termalihkan lemah.
Formasi ini merupakan bagian dari mandala Geologi Sulawesi Barat.
Satuan ini menempati pegunungan bagian barat, yaitu bagian barat Peg.
Tokorondo, bagian utara Lore Utara dan dan bagian timur Lore Selatan.
Tebal satuan diperkirakan melebihi 1.000 m (Simandjuntak dkk., 1981).
7) Formasi Salodik

Litologi formasi ini berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit,


batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping
terdaunkan dan baugamping kristalin. Di wilayah Kabupaten Poso, satuan
ini terdapat di bagian selatan dari kecamatan Tojo, Ulubongka, Amapana
kota dan Ampana Tete. Salah satu bentuk khas dari topografi satuan ini
adalah bentuk topografi kars dengan perbukian yang saling terpisah.
Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur
formasi adalah Eosen-Oligosen (Bison drr, 1982).

8) Batuan Vulkanik Tineba

Batuan vulkanik ini terdapat pada Mandala Geologi Sulawesi Barat,


dengan litologi satuan terdiri dari lava andesit-hornblenda, basal, latit
kuarsa dan breksi. Batuan ini merupakan hasil peleleran batuan vulkanik
bawah laut, yang diduga berumur Miosen Awal - Miosen Tengah atau
mungkin akhir Paleogen karena diterobos oleh batuan granitik yang
berumur Miosen Akhir Pliosen.

Di wilayah kabupaten Poso penyebaran satuan ini adalah di bagian


selatan Lore Selatan serta bagian tengah Lore Utara.Tebal satuan
diperkirakan tidak kurang dari 500 m.

9) Formasi Bongka

36
Gugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika
yang diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan
Mandala Sulawesi Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan
dikelompokkan kedalam Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi
Bongka termasuk salah satu diantaranya.

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal,


batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat
berupa lensa di bagian atas. Ciri utama satuan ini terhadap morfologi
adalah bentuk morfologi bergelombang. Di Kabupaten Poso Formasi ini
menyebar luas di daerah Tojo bagian timur, dominan di Kec. Ulubongka
dan menyebar luas sampai ke Balingara di batas dengan Kabupaten
Banggai. Tebal satuan diperkirakan sekitar 750 m, dengan umur Formasi
Miosen Atas Pliosen.

10) Formasi Poso

Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan
konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi
Barat. Penyebaran satuan di kabupaten Poso sangat luas mencakup
bagian timur Poso Pesisir, bagian barat Lage sampai dengan bagian
utara Tentena. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur
formasi Pliosen (Budiman, 1981).

11) Formasi Puna

Litologinya adalah konglomerat, batupasir, lanau, serpih, batulempung


gampingan dan batugamping. Di wilayah Kabupaten Poso Formasi ini
merupakan penyusun utama bagian tengah Kec. Lore Utara seperti
Wuasa dan Watutau. Morfologi satuan ditandai oleh kedataran dan
kelandaian topografi.

Formasi ini tersebar memanjang relatif uatara selatan dan membatasi


batuan metamorf di barat dan aluvial di timur. Tebal satuan diperkirakan
sekitar 800 m. Formasi Puna menindih tak selaras Komplek Pompangeo
dan Batugamping malih, serta tertindih tak selara oleh endapan

37
permukaan. Kandungan fosil dalam formasi menunjukkan umur Pliosen
(Budiman, 1981).

12) Granit Kambuno

Litologinya adalah Granit dan granodiorit. Granit, putih berbintik hitam;


berbutir sedang sampai kasar, berhablur penuh, umumnya bertekstur
porfir dan sedikit berbutir. Fenokris terdiri dari plagioklas, ortoklas, kuarsa,
horenblenda dan biotit, tersebar di dalam masa dasar kuarsa, biotit,
horenblenda dan mineral lempung. Batuan ini umumnya masih segar.
Setempat menunjukkan kekar tiang. Ditemukan berbagai jenis granit di
antaranya granit biotit, granit hornblenda-biotit, mikroleukogranit dan
mikro granit hornblenda-biotit.

Granodiorit, putih berbintik hitam; porfir dan sedikit fanerik, berhablur


penuh, hipidiomorf, berbutir sedang. Minieral terdiri dari hablur sulung
plagioklas jenis oligoklas, ortoklas, kuarsa dan horenblenda; di dalam
masa dasar epidot, serisit, magnetik, kuarsa dan mineral lempung.
Batuan ini umumnya segar, setempat memperlihatkan kekar tiang. Granit
Kambuno diduga berumur Pliosen. Satuan ini tersingkap dalam areal
yang relatif kecil di pegunungan di bagian barat pehunungan Tineba
yang juga merupakan batas dengan Kecamatan Lore Utara.

13) Batugamping Terumbu

Batugamping koral, warna dominan putih kelabu, putih kekuningan dan


kecoklatan, umumnya berongga, setempat padat dan keras dan tidak
berlapis. Batuan ini menjemari dengan batuan sedimen molase,
diantaranya Formasi Bongka, Formasi Poso dan Formasi Puna.
Penyebaran satuan di antaranya bagian utara Poso Kota, bagian barat
Tokorondo dan bagian timur Ulubongka serta bagian utara Ampana Kota.
Tebal satuan diperkirakan mencapai 100 m, dengan kandungan fosil yang
menunjukkan umur Pliosen Holosen.

38
14) Endapan Danau

Material penyusun berupa lempung, lanau, pasir dan kerikil, Di kabupaten


Poso endapan ini terdapat di sekitar D. Poso, Wuasa di Lore Utara dan
Lembah Bada di Lore Selatan. Tebal satuan beberapa meter sampai
puluhan meter, dengan umur satuan adalah Pliosen sampai Holosen.

15) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal;


berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Sebaran diantaranya S. Puna,
S. Tambarana dan S. Poso, dengan tebal satuan beberapa meter sampai
puluhan meter.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.4.

Tabel 3.4 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Poso

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal
2 PleistosenHolosen Endapan Danau Lempung, lanau, pasir, kerikil
3 Pliosen-Holosen Batugamping Batugamping Koral
Terumbu
4 Pliosen Granit Kambuno Granit dan granodiorit
5 Pliosen-Plistosen Formasi Napu Konglomerat, batupasir, lempung
dan gambut
6 Pliosen Formasi Poso batugamping, napal, batupasir
tufaan dan konglomerat
7 Miosen Atas-Plio- Formasi Bongka konglomerat, batupasir, serpih,
sen napal, batugamping, tufa dan
batubara
8 Miosen Batuan Vulkanik Lava andesit-hornblenda, basal, latit
BawahPlio-sen Tineba kuarsa dan breksi
9 Eosen-Oligosen Formasi Salodik batugamping kalkarenit, kalsirudit,
batugamping terumbu, dan
bersisipan napal.i dari marmer,
batugamping terdaunkan dan
baugamping kristalin

39
Tabel 3.4 (Lanjutan)
10 Kapur-Eosen Formasi Perselingan batusabak, filit,
Latimojong grewake, batugamping, argilit,
batulanau dengan sisipan
konglomerat, rijang dan batuan
gunungapi
11 Kapur Formasi Matano perselingan batugamping kalsilutit
dengan rijang, bersisipan
batulempung napalan dan argilit
12 Kapur-Paleosen Batugamping Pualam, batugamping terdaunkan
marmeran dan batugamping hablur
13 Kapur-Paleosen Komplek Sekis, genes, meta kuarsit, filit,
Pompangeo batusabak, grafit, serpentinit, basal
malih dan gabro malih, setempat
breksi dan milonit
14 Kapur-Oligosen Batuan Harzburgit, lherzolit, wherlit, dunit,
Ultrabasa piroksenit, websterit dan serpentinit.
15 Trias Formasi Tokala Batugamping, napal, batupasir,
serpih dan argilit.
Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991

c. Struktur Geologi

Struktur geologi yang terdapat di wilayah ini adalah, lipatan, kekar dan sesar.
Jenis sesar yang dapat dikenali berupa sesar sungkup, sesar turun dan
sesar mendatar. Adapun sesar yang dapat dikenal adalah sesar Poso (sesar
sungkup) yang berarah timurlaut baratdaya, sesar Uekuli (sesar sungkup)
yang berarah tenggara-baratlaut, Juga terlihat beberapa sesar dengan
dimensi yang lebih kecil, dengan arah relatif sejajar dengan arah kedua
sesar sungkup, yaitu timurlaut-baratdaya di bagian barat dan tenggara-
baratlaut di bagian timur.

Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah
dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi
lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah
struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan,
kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.

40
E. Kabupaten Morowali

5. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Morowali mempunyai luas daratan sekitar 15.490,12 km2 atau sekitar
22,77% luas Propinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 :
50.000) dan Peta Administrasi Kabupaten, Kabupaten Morowali terletak pada
koordinat: 010 31 12 030 46 48 LS dan 1210 02 24 1230 15 36 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


e. Sebelah utara berbatasan dengan Kabupaten Banggai
f. Sebelah timur berbatasan dengan Teluk Tolo dan Laut Maluku
g. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Luwu Utara Propinsi
Sulawesi Selatan dan Kabupaten Kolaka Propinsi Sulawesi Tenggara
h. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Poso.

6. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Morowali bagian utara, tengah, timur
dan barat merupakan wilayah yang sudah terakses dan dapat dijangkau dengan
kendaraan roda 2 dan 4. Wilayah bagian tenggara, yaitu sebagian wilayah
Kecamatan Bungku Selatan untuk saat ini aksesibilitas masih terhambat oleh
kondisi jalan yang belum sepenuhnya dapat dilalui kendaraan roda 4. Pada 2
kecamatan, yaitu Bungku Selatan dan Menui Kepulauan sebagian desa
merupakan pulau-pulau yang terpisah dari daratan utama pulau Sulawesi,
sehingga pencapaiannya hanya dapat dilakukan dengan angkutan laut.

7. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Berdasarkan pengamatan pada tahun 2001, secara umum rata-rata suhu


udara maksimum minimum berada pada 31,77 0C dan 22,4 0C. Suhu uadar di
daerah pantai da kepulauan rata-rata diperkirakan sekitar 26 0C dan di
daerah pedalaman dan dataran tinggi antara 18 23 0C. Kelembaban udara
rata-rata berkisar antara 82 89%. Rata-rata penyinaran matahari setiap

41
bulan sejak lima tahun terakhir berkisar antara 40 98%. Data pada tahun
2001 kelembaban terendah sekitar 40% terjadi pada bulan Pebruari dan
kelembaban tertnggi sekitar 94% terjadi pada Oktober.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap
tahunnya. Setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada tahun 2001 curah
hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terendah 47 mm
pada Agustus.

Pada umumnya kecepatan angin rata-rata selama atahun 1997 2001


berkisar 1 4 knot. Kecepatan angin maksimum setiap bulan pada tahun
2001 berkisar 9 18 knot.

8. Kondisi Geologi

d. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Morowali dapat dibagi menjadi 5


satuan morfologi, yaitu dataran, bergelombang, perbukitan, pegunungan
dan wilayah karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi


daerah pesisir pantai Bungku Barat dari Emea sampai Wosu yang secara
umum merupakan areal hunian dan persawahan/perkebunan. Sebagian
satuan morfologi dataran juga terdapat di Kecamatan Mori Atas, yaitu di
sekitar Tomata. Termasuk pula dalam morfologi dataran ini adalah dua
kawasan di kabupaten Morowali, yaitu bagian selatan Baturube dan
bagian timur Kolonodale. Di bagian timur Kolonodale, yaitu wilayah
lembah luas di sekitar D. Tiu, morfologi dataran dengan fisik berupa
rawa/genangan yang cukup luas. Sedangkan di selatan Baturube,
wilayah dataran diselingi rawa mecakup wilayah yang luas yang sebagian
merupakan kawasan hutan mangrove.

42
Satuan Morfologi Bergelombang. Satuan morfologi ini, dengan
kenampakan utama bergelombang menyebar luas di bagian timur
Kabupaten Morowali, memanjang relatif timur-barat dari Lembontonara
sampai Ensa. Sebagian wilayah Kecamatan Lembo, yaitu Lembo bagian
selatan juga ditandai dengan morfologi bergelombang ini.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian


antara 160 600 m dpl, terdapat di bagian utara yaitu di Bungku Utara,
bagian tengah di sekitar Kolonodale dan Masara, di Bungku Barat
tersebar relatif tenggara-baratlaut dari Wosu sampai Bungku Tengah.
Bentukan morfologi ini berkaitan dengan variasi jenis batuan penyusun
morfologi, dimana salah satu indikasi beda litologi adalah berubahnya
bentang alam.

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi pegunungan


merupakan bagian terbesar morfologi yang terdapat di Kabupaten
Morowali. Ketinggian satuan ini berkisar antara 600 2.563 m dpl, yaitu
G. Kayoga.

Wilayah-wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi pegunungan


Wanaripalu, Pompangeo, Tometindo, Morokompa dan pegunungan
Verbeek. Pegunungan Wanaripalu yang terletak di bagian barat,
pegunungan Pompangeo di utara dan pegunungan Tometindo di bagian
tengah Morowali berarah memanjang relatif utara-selatan. Sedangkan
pegunungan Morokompa dan Verbeek yang terdapat di bagian tengah
dan tenggara berarah relatif tenggara-barat laut.

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, dimana faktor utama


pembentuknya adalah batuan karbonat umumnya menempati bagian
tengah dan tenggara Kabupaten Morowali, Di bagian tengah, morfologi
memanjang dari Wawopada sampai perbukitan karst di sekitar Teluk
Tomori, sedangkan di bagian tenggara dijumpai setempat-setempat di
barat Wosu sampai Nombo.

43
Wilayah karstt ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-
pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang
berongga.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Morowali bermuara di teluk-teluk yang


secara regional termasuk wilayah Teluk Tolo. Sungai-sungai terbesar
adalah S. Laa, S. Tiu, S. Tirogan, S. Karaopa, S. Lanona, S. Sumara dan
S. Ipi. Penampang morfologi sungai-sungai ini umumnya U. Sungai
Sumara merupakan sungai yang menunjukkan wilayah dataran banjir
yang luas.

Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-
pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa
berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.

e. Stratigrafi dan Litologi

Secara regional di wilayah Kabupaten Morowali terdapat dua mandala


geologi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi
Banggai Sula. Kedua mandala geologi ini bersama dengan Mandala Geologi
Sulawesi Barat besentuhan secara tektonik satu sama lain (Simanjuntak dkk,
1991).

Mandala Geologi Sulawesi Timur dicirikan oleh himpunan batuan metamorf,


ultrabasa, basa, dan batuan sedimen laut dalam. Mandala Geologi Banggai-
Sula dicirikan oleh batuan sedimen pinggiran benua klastik, sedimen yang
berumur Mesozoikum dan Tersier Awal.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.

16) Formasi Tokala

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat di timur sampai dengan


tenggara, yaitu di sebelah barat Wosu yang memanjang ke arah tenggara

44
sampai dengan batas dengan Propinsi Sulawesi Tenggara. Formasi
Tokala merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Litlogi
yang menyusun formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir,
serpih, argilit, breksi dan konglomerat.

Berdasarkan kandungan fosil koral dan moluska, formasi ini diduga


berumur Trias Akhir. Hubungan dengan formasi diatasnya merupakan
hubungan tidak selaras. Tebal formasi diperkirakan lebih dari 500 m.

17) Formasi Tetambahu

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat di sekitar Kolonodale, yaitu di


Giliana, Koya, P. Tokodimba dan pegunungan Towi. Formasi ini
merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Litologinya terdiri
dari perselingan batugamping, napal dan batupasir dengan sisipan
gamping rijangan. Berdasarkan kandungan fosilnya, Formasi Tetambahu
diduga berumur Jura Akhir. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m.

18) Formasi Nanaka

Litologi satuan ini terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan


dengan batupasir lempungan serta konglomerat pada bagian bawahnya.
Formasi Nanaka merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai Sula.

Di Kabupaten Morowali satuan ini terdapat pada pulau-pulau kecil di


Teluk Tomori sebelah timur Kolonodale. Umur satuan ini diperkirakan
Jura, dengan ketebalan satuan melebihi 500 m (Simanjuntak, 1991).

19) Formasi Masiku

Batuan penyusun formasi ini terdiri dari batusabak, serpih, filit, batupasir,
batugamping dengan buncah gamping rijangan. Di Kabupaten Morowali
satuan ini terdapat di daerah Bahombelu, Tinompo, Korowalelo dann
Korompeli. Formasi Masiku merupakan bagian dari Mandala Geologi
Banggai-Sula. Fosil penunjuk untuk Formasi ini tidak ditemukan. Diduga
umur formasi adalah Jura Akhir dan mempunyai ketebalan sekitar 500 m.

45
20) Batuan Ultrabasa

Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).

Di kabupaten Morowali batuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi


Sulawesi Timur dan merupakan penyusun dominan litologi di wilayah
kabupaten. Batuan tersingkap secara luas dan dapat dijumpai di semua
kecamatan yang ada di Kabupaten Morowali. Umur Batuan ultra basa ini
diduga tidak lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

21) Kompleks Pompangeo

Litologinya adalah berbagai jenis sekis, genes, meta kuarsit, meta


gamping, marmer, filit, batusabak, grafit, serpentinit, basal malih dan
gabro malih; setempat terdapat breksi dan milonit.

Umur satuan ini belum dapat dipastikan, tetapi berdasarkan himpunan


batuan diduga berasal dari batuan sedimen pelagos yang lebih tua dari
kapur. Umur pemalihan juga tak diketahui, namun diduga tidak lebih tua
dari Kapur Akhir. Satuan ini tersebar luas di utara Kecamatan Mori Atas
dan Kecamatan Lembo. Tebal satuan sulit dipastikan, diduga ribuan
meter.

Komplek Pompangeo yang terdapat di Mandala Geologi Sulawesi Timur


ini diperkirakan tertindih tak selaras oleh Formasi Matano, serta
bersentuhan tektonik dengan Formasi Tetambahu dan Formasi Lamusa;
dan berupa sesar naik dengan batuan granit, gunungapi Tersier dan
Formasi Latimojong di bagian barat, serta merupakan alas sedimen
molasa Formasi Puna, Formasi Napu, Formasi Morowali dan Formasi
Tomata. Komplek ini disebut Metamorphic Rocks oleh De Roever (1934)
dan Sekis oleh Sukamto (1975).

46
22) Batugamping Marmeran

Litologi satuan ini terdiri dari marmer, batugamping terdaunkan dan


baugamping kristalin dan masih merupakan bagian dari Mandala Geologi
Sulawesi Timur.

Satuan ini menyebar cukup luas di daerah Mori Atas seperti di Ensa,
Tomata dan Peleru. Umumnya terdapat berupa singkapan-singkapan
dalam batuan sekis dan genes. Penyebaran satuan yang disusun oleh
marmer secara jelas dapat diamati di lokasi-lokasi selatan Tomata dan
utara Peleru.

Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari
sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.

23) Formasi Matano

Formasi ini termasuk bagian dari Mandala Geologi Sulawesi Timur,


dengan litologi satuan terdiri perselingan batugamping kalsilutit dengan
rijang, bersisipan batulempung napalan dan argilit. Akibat kegiatan
tektonik yang berulang maka semua batuan dalam satuan ini terlipat kuat,
sebagian membentuk struktur antiklin dan sinklin.

Di Kabupaten Morowali formasi tersebar sangat luas, hampir di semua


kecamatan. Penyebarannya antara lain daerah Tomata, Beteleme,
Kolonodale dan jalur pegunungan di sebelah barat Bungku Barat serta
pegunungan di bagian barat Bungku Selatan. Berdasarkan kandungan
fosil dalam rijang dan batugamping, diperkirakan umur formasi ini adalah
Kapur Atas (Budiman, 1980).

24) Formasi Salodik

Litologi formasi ini berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit,


batugamping terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping
terdaunkan dan baugamping kristalin.

47
Di Kabupaten Morowali, satuan ini terdapat setempat di sebelah barat
Bente Kecamatan Bungku Tengah. Salah satu bentuk khas dari topografi
satuan ini adalah bentuk topografi karst dengan perbukian yang saling
terpisah. Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan
umur formasi adalah Eosen-Oligosen (Bison dkk, 1982).

25) Formasi Bongka

Gugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika


yang diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan
Mandala Sulawesi Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan
dikelompokkan kedalam Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi
Bongka termasuk salah satu diantaranya.

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal,


batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat
berupa lensa di bagian atas. Ciri utama satuan ini terhadap morfologi
adalah bentuk morfologi bergelombang. Di Kabupaten Morowali formasi
ini menyebar luas di sebelah barat wilayah Kecamatan Bungku Utara.
Tebal satuan diperkirakan sekitar 750 m, dengan umur Formasi Miosen
Atas Pliosen.

26) Formasi Tomata

Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan
konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi
Barat.

Penyebaran satuan di kabupaten Morowali sangat luas mencakup bagian


barat Morowali di Kecamatan Mori Atas sampai dengan daerah selatan
Beteleme. Penyebaran yang cukup luas juga terdapat di Bungku Barat
dan Bungku Selatan. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan
umur formasi Pliosen (Budiman, 1981).

27) Formasi Larona

48
Litologi formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung
dengan sisipan tufa, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi
Banggai Sula.

Penyebaran satuan tidak luas dan di Kabupaten Morowali hanya terdapat


di Pegunungan Morokompa di sebelah selatan Tompira Kecamatan
Petasia. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur formasi
Miosen Akhir - Pliosen.

28) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal;


berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Sebaran utama adalah daerah
pesisir pantai yang memanjang dari Solonsa sampai Bungku dan di
pesisir daerah Labota. Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan
meter.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.5 berikut.

Tabel 3.5 Satuan batuan di wilayah Kecamatan Morowali

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal
2 Pliosen Formasi Larona konglomerat, batupasir,
batulempung dengan sisipan tufa
3 Miosen Formasi Tomata batugamping, napal, batupasir
BawahPlio-sen tufaan dan konglomerat
4 Miosen Atas-Plio- Formasi Bongka konglomerat, batupasir, serpih,
sen napal, batugamping, tufa dan
batubara
5 Eosen-Oligosen Formasi Salodik batugamping kalkarenit, kalsirudit,
batugamping terumbu, dan
bersisipan napal.i dari marmer,
batugamping terdaunkan dan
baugamping kristalin
6 Kapur Formasi Matano perselingan batugamping kalsilutit
dengan rijang, bersisipan
batulempung napalan dan argilit
7 Kapur-Paleosen Batuan marmer, batugamping terdaunkan
Marmeran dan baugamping kristalin
8 Kapur-Paleosen Kompleks sekis, genes, meta kuarsit, meta
Pompangeo gamping, marmer, filit, batusabak,

49
grafit, serpentinit, basal malih dan
gabro malih; setempat terdapat
breksi dan milonit
9 Kapur-Oligosen Batuan Ultrabasa harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit
10 Jura Akhir Formasi Masiku batusabak, serpih, filit, batupasir,
batugamping dengan buncah
gamping rijangan
11 Jura Akhir Formasi Nanaka perselingan batupasir kuarsa
dengan dengan batupasir
lempungan serta konglomerat pada
bagian bawahnya
12 Jura Akhir Formasi perselingan batugamping, napal
Tetambahu dan batupasir dengan sisipan
gamping rijangan
13 Trias Formasi Tokala Batugamping, napal, batupasir,
serpih dan argilit.
Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991

f. Struktur Geologi

Struktur geologi wilayah penelitian sangat erat kaitannya dengan kerangka


tektonik Pulau Sulawesi yang merupakan persentuhan 3 mandala geologi,
yakni Mendala Geologi Sulawesi Timur, Mendala Geologi Sulawesi Barat
dan Mandala Geologi Banggai Sula.
Struktur geologi yang terdapat di wilayah ini adalah lipatan, kekar dan sesar.
Jenis sesar yang dapat dikenali berupa sesar sungkup, sesar turun dan
sesar mendatar. Adapun sesar yang dapat dikenal adalah sesar Morowali,
dan sesar Uekuli dan zone sesar sejajar di Bungku Barat. Sesar-sesar
tersebut berarah tenggara-baratlaut. Di Bungku juga terlihat beberapa sesar
dengan dimensi yang lebih kecil, dengan arah relatif sejajar dengan arah
kedua sesar sungkup, yaitu timurlaut baratdaya di bagian barat dan
tenggara-baratlaut di bagian timur.

Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah
dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi
lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah
struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan,
kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.

50
F. Kabupaten Banggai

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Banggai mempunyai luas 9.672,70 km2. Secara geografis terletak


pada koordinat: 00 30" 20 20" LS dan 1220 23" 1240 20" BT.

Secara administrative dibatasi oleh:


a. Di sebelah utara berbatasan dengan Teluk Tomini
b. Di sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Morowali dan Teluk Tolo
c. Di sebelah timur dengan Kabupaten Banggai Kepulauan dan Laut Maluku
d. Di sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Poso.

2. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayak Kabupaten Banggai secara keseluruhan seluruh


kecamatan dapat dijangkau dengan kendaraan roda 2 dan 4. Jaringan
perhubungan yang tersedia adalah jalan propinsi dan kabupaten dan jalan-jalan
desa dengan kondisi jalan baik dan memadai dengan perkerasan permukaan
aspal dan sebagian masih pengerasan.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Iklim di Kabupaten Banggai dipengaruhi oleh 2 musim secara tetap yaitu


musim penghujan dan musim kemarau. Pada tahun 2002 suhu terendah
terjadi pada Juni sampai Agustus. Demikian pula dengan kelembaban udara
tertinggi juga terjadi pada bulan tersebut.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Pada tahun 2002 hujan terjadi sepanjang bulan kecuali September dan
Oktober dengan rata-rata curah hujan 100,30 mm. Rata-rata hari hujan
sebanyak 12,1 hari, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Juni

51
yaitu 25 hari sedangkan pada September dan Oktober hujan hanya 0 2
hari.

Kecepatan angin pada musim hujan relatif kecil daripada musim panas, dan
sebaliknya. Demikian pula arah angin terbanyak menunjukkan angka yang
hampir sama sehingga sulit dibedakan antara musim panas dan musim
hujan.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Banggai dapat dibagi menjadi 4 satuan


morfologi, yaitu dataran, perbukitan, pegunungan dan karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan meliputi


daerah selatan Kabupaten Banggai yaitu dari Nambo - Toili dengan luasan
terbesar di sekitar Toili. Wilayah lain dengan dataran cukup signifikan adalah
Bunta, Bantayan sampai dengan Bonebubakal, wilayah di utara yaitu
Mayayap sampai Samaku.
Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini terdapat di Bunta yang
memanjang ke timur yaitu Siuna, bagian selatan daerah-daerah Samaku,
Boalemo sampai dengan balantak dan Bonebubakal..

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan ini mencakup bagian terbesar


Kabupaten Banggai, di antaranya Pegunungan Batui dan , Pegunungan
Balantak. Elevasi tertinggi di Pegunungan Batui adalah 2.255 m dpl.

Satuan Morfologi Karst. Satuan morfologi krast, pembentuk utamanya


adalah batuan karbonat terdapat di sekitar Salodik, Pagimana, Lamala dan
Balantak. Dearah-daerah karst ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan
terpisah-pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat
yang berongga.

b. Stratigrafi dan Litologi

52
Secara regional di batuan penyusun wilayah Kabupaten Banggai terdiri dari
ketiga mandala geologi di Sulawesi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat,
Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Banggai-Sula.

Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.

1) Formasi Meluhu
Litologinya berupa Batusabak, batupasir malih, serpih, filit dan sedikit
sekis. Tersingkap di sekitar S. Kaumbanga dan Bunta, hulu S. Toima,
umumnya membentuk perbukitan. Formasi ini diduga berumur Trias.
Tebal formasi diperkirakan mencapai 750 m.

2) Formasi Tokala
Litologinya berupa batugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit.
Satuan ini tersebar di Pegunungan Tokala, Boba, Ondolean dan sekitar
G. Balutumpu. Kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan umur Trias
Akhir. Tebal satuan diperkirakan melebihi 900 m.

3) Batuan Ultrabasa
Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).

Di kabupaten Banggai batuan ini termasuk kedalam Mandala Geologi


Sulawesi Timur dan tersingkap di Siuna dan selatan Poh. Umur batuan
ultra basa ini diduga tidak lebih tua dari Kapur Awal (Simanjuntak, 1986).

4) Formasi Nanaka
Terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan batupasir lempungan
serta konglomerat di bagian bawahnya. Singkapan batuan terletak di S.
Sabuko dan hulu S. Balaang. Lensa-lensa batubara dijumpai dalam
formasi ini. Singkapan yang luas terdapat di bagian selatan Luwuk

53
sampai Batui. Satua ini membentuk morfologi kasar. Umur formasi Umur
formasi Jura Tengah-Jura Akhir, dengan ketebalan diperkirakan > 300 m.

5) Formasi Nambo
Litologi satuan ini berupa napal dan serpih. Di Kabupaten Banggai
formasi ini tersingkap dengan baik di sepanjang S. Nambo dan di hulu S.
Kanohan di selatan Luwuk. Umur formasi Jura Tengah-Jura Akhir,
dengan ketebalan diperkirakan melebihi 300 m.

6) Formasi Matano
Terdiri dari kalsilutit, argilit dan sisipan rijang. Sebarannya meliputi daerah
Baloa dan Asaan serta sebelah utara Balantak. Tebal formasi diduga
melebihi 1500 m. Umur formasi Kapur Akhir.

7) Formasi Salodik
Litologi berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu,
dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan
batugamping kristalin.

Di Kabupaten Banggai, satuan ini tersebar mulai dari Balantak ke arah


baratdaya, hulu S. Matindok dan memanjang ke timurlaut. Tebal formasi
diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan umur formasi adalah
Eosen-Miosen Tengah.

8) Formasi Poh
Litologi formasi ini berupa napal, putih kecoklatan-putih kelabu, padat dan
agak keras. Di Kabupaten Banggai satuan ini terdapat di hulu S.
Matindok, hulu S. Batui, hulu S. Bantayan yang memanjang sampai Poh
dan Pagimana. Tebal formasi lebih kuranf 1300 m adalah Oligosen-
Miosen Akhir.

9) Formasi Lonsio
Terdiri dari perselingan antara lava basal, breksi vulkanik, konglomerat
dan batupasir vulkanik klastik, bersisipan batulanau gampingan dan tufa.
Penyebaran antara lain di Tanjung Lonsio, S. Bombon dan Binsil. Tebal

54
formasi diperkirakan tidak kurang dari 700 1.000 m, dengan umur
formasi adalah Miosen Tengah.

10) Formasi Bongka

Formasi Bongka terdiri dari konglomerat, batupasir, serpih, napal,


batugamping, tufa dan batubara yang terdapat di beberapa tempat
berupa lensa di bagian atas.

Ciri utama satuan ini terhadap morfologi adalah bentuk morfologi


bergelombang. Di Kabupaten Banggai formasi ini terdapat di Bunta dan
bagian timur Pagimana da Pegunungan Tokala. Tebal satuan diperkirakan
melebihi 1000 m dengan umur Formasi Miosen Atas Pliosen.

11) Formasi Kintom

Litologinya berupa batugamping konglomerat, batupasir dengan sisipan


napal. Sebarannya memanjang timurlaut-baratdaya mulai hulu S.
Nambo sampai ke daerah Longgolian. Juga terdapat di daerah Biak, Poh
dan Bantayan. Tebalnya tidak kurang dari 1200 m, dengan umur formasi
Miosen Akhir Pliosen.

12) Batugamping Terumbu

Batugamping koral dengan sisipan napal. Tersingkap antara lain di


sepanjang pantai Batui, Pagimana, Bunta, Balantak dan Bonebubakal.
Tebal satuan berkisar 50 400 m, dengan kandungan fosil yang
menunjukkan umur Pliosen-Holosen.

13) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal;


berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Umumnya di sepanjang pantai
dan daerah aliran sungai.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.6 berikut.

55
Tabel 3.6 Satuan batuan di wilayah Kecamatan Banggai

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal
2 Pliosen-Pleistosen Batugamping Batugamping koral
Terumbu
3 Miosen Akhir- Formasi Kintom Konglomerat, batupasir dan sisipan
Pliosen napal
4 Miosen Akhir- Formasi Bongka batugamping, napal, batupasir
Pliosen tufaan dan konglomerat
5 Miosen Tengah Formasi Lonsio Perselingan lava basal, breksi
vulkanik, konglomerat dan batupasir
vulkanik klastika, bersisipan
batulanau gampingan dan tufa.
6 Oligosen - Miosen Formasi Poh Perselingan napal dan
Akhir batugamping, dengan batupasir di
bagian bawah.

Tabel 3.6 (Lanjutan)


7 Eosen-Oligosen Formasi Salodik batugamping kalkarenit, kalsirudit,
batugamping terumbu, dan
bersisipan napal.i dari marmer,
batugamping terdaunkan dan
batugamping kristalin
8 Kapur Akhir Formasi Matano Kalsilutit, argilit dan sisipan rijang
9 Jura Tengah-Jura Formasi Nambo Napal dan serpih
Akhir
10 Jura Formasi Nanaka Batupasir kuarsa, batupasir
lempungan dan konglomerat di
bagian bawah.
11 Kapur-Oligosen Batuan Ultrabasa Harzburgit, lherzolit, wherlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit.
12 Trias Formasi Tokala Batugamping, napal, batupasir,
serpih dan argilit.
13 Trias Formasi Meluhu Batusabak, batupasir malih, serpih,
filit dan sedikit sekis

c. Struktur Geologi

Struktur geologi Kabupaten Banggai di sebagian lokasi termasuk kompleks,


dimana dicirikan oleh tektonika berulang pada beberapa satuan batuan,
terutama batuan Pra Tersier. Struktur paling penting adalah sesar, lipatan,
kekar dan pendaunan. Diantara sesar-sesar yang dapat dikenali adalah
sesar Toili, sesar Batui, sesar Poh dan sesar Lobu.

56
G. Kabupaten Banggai Kepulauan

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Kabupaten Banggai Kepulauan mempunyai luas sekitar 22.042,56 km2, terdiri


atas luas darat 3.214,46 km2 dan luas laut 18.828,10 km2. Secara geografis
terletak antara 10 06 30" 20 20 00" LS dan 1220 40 00" 1240 13 30" BT, di
jazirah timurlaut pulau Sulawesi.

Batas-batas administrasinya adalah:


a. Di sebelah utara berbatasan dengan denganTeluk Tomini
b. Di sebelah selatan berbatasan dengan Teluk Tolo
c. Di sebelah timur berbatasan Laut Maluku
d. Di sebelah barat berbatasan dengan Selat Peling.
2. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, bentuk kepulauan daerah ini menyebabkan untuk saat ini
akses dari kabupaten lain hanya melalui transportasi laut. Di dalam wilayah
kabupaten sendiri prasarana transportasi darat belum berkembang
sebagaimana kabupaten lain.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Iklim di Kabupaten Banggai Kepulauan dipengaruhi oleh 2 musim secara


tetap yaitu musim hujan dan musim panas. Suhu terendah terjadi pada
bulan Agustus Desember. Demikian pula dengan rata-rata kelembaban
udara juga terjadi pada bulan yang sama.

b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Pada tahun 2002 puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret sampai
dengan Juli yang ditandai dengan jumlah curah hujan antara 145 200
mm. Sedanagkan pada musim panas, terjadi pada bulan Januari dan
September dimana jumlah hari hujan antara 18 21 mm. Kecepatan

57
angin pada musim hujan relatif kecil daripada musim panas, dan
sebaliknya. Demikian pula arah angin terbanyak menunjukkan angka yang
hampir sama sehingga sulit dibedakan antara musim panas dan musim
hujan.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan dapat dibagi


menjadi 4 satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan dan karst.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini meliputi wilayah pesisir


terutama di Salakan, Liang, dan Banggai. Luasan dataran ini relatif lebih
kecil dibanding morfologi perbukitan.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini merupakan satuan


morfologi dominan yang terdapat di Kabupaten Bangkep. Adanya pulau-
pulau yang saling terpisah serta gundukan-gundukan baik akibat sesar
ataupun variasi litologi menyebabkan luasnya penyebaran morfologi bukit
ini. Litologi batuan karbonat terutama di bagian pinggiran pulau-pulau
menyebabkan morfologi ini tersebar di sekitar pinggiran pulau.

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan morfologi ini hanya signifikan di


bagian tengah P. Peleng.

Satuan Morfologi Karst. Pada satuan morfologi krast, faktor utama


pembentuknya adalah batuan karbonat terdapat di hampir sebagaian besar
P. Peling dan P. Banggai. Wilayah karstt ini dicirikan oleh permukaan yang
kasar dan terpisah-pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat
batuan karbonat yang berongga.

b. Stratigrafi dan Litologi

Secara regional wilayah Bangkep terdapat pada Mandala Geologi Banggai


Sula. Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke
muda sebagaii berikut.

58
1) Batuan Malihan Paleozoikum

Komposisi batuan berupa sekis mika dan genes. Di P. Peleng


diantaranya tersingkap di s. Melanggong dan S. Kembani, Adean,
Lelengan dan Kambani.

2) Granit Permo-Trias

Litologinya berupa granit, granit muskovit, dan granit turmalin. Batuan


ini menerobos batuan malihan Paleozoikum. Penyebaran di P. Peleng
terdapat di S. Lelengan, Kp. Okulo, Tatarandang, dan hulu S. Kambani.
Derah lain diantaranya Lambako, Lotokol, Paisumosoni, Kokini dan
Lemeleme.
3) Formasi Salodik

Litologi berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping


terumbu, dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan
dan batugamping kristalin. Penyebarannya di Bulagi, Salakan, Liang
bagian barat dan bagian timur Banggai. Selain itu penyebarannya juga
terdapat di pulau-pulau di sebelah timur Banggai diantaranya P.
Mansalean, P. Kembongan dan P. Mbuang-Mbuang. Umur formasi
adalah Eosen-Miosen Tengah.

4) Batugamping Terumbu

Batugamping koral dengan sisipan napal. Sebaran umumnya


mengelilingi pulau-pulau yang ada di Banggai Kepulauan. Kandungan
fosil menunjukkan umur Pliosen-Holosen.

5) Aluvium

Litologinya adalah lumpur, lempung, lanau, pasir, kerikil dan kerakal;


berupa endapan sungai, rawa dan pantai. Umumnya di sepanjang
pantai dan daerah aliran sungai.

Satuan dan batuan litologi wilayah studi dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.7 berikut.

59
Tabel 3.7 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Banggai
Kepulauan

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir,
kerikil dan kerakal
2 Pliosen-Pleistosen Batugamping Batugamping koral
Terumbu
3 Eosen-Oligosen Formasi Salodik batugamping kalkarenit,
kalsirudit, batugamping
terumbu, dan bersisipan
napal.i dari marmer,
batugamping terdaunkan dan
batugamping kristalin
4 Trias Batuan Vulkanik
5 Perm-Trias Granit Granit, granit muskovit dan
granit turmalin
6 Perm-Trias Batuan Malihan Sekis mika dan genes
Paleozoikum
c. Struktur Geologi

Wilayah Kabupaten Banggai Kepulauan secara regional dipengaruhi


oleh jalur sesar Sorong yang berarah timur-barat. Sesar ini termasuk
jenis sesar geser dan tergolong aktif. Struktur lain berupa sesar-
sesar vertikal serta lipatan, kekar dan pendaunan.

60
H. Kabupaten Tolitoli

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 : 50.000) dan Peta Administrasi


Kabupaten maka Kabupaten Tolitoli terletak pada koordinat: 000 36 39 010
23 38 LS dan 1200 07 08 1210 25 56 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Kabupaten Buol
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Donggala dan Kabupaten
Parigi Moutong
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Buol dan Kabupaten
Pohuwato Propinsi Gorontalo
d. Sebelah barat berbatasan dengan Selat Makassar.

2. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Tolitoli yang sudah dapat diakses
dengan lancar dati batas selatan hingga batas utaranya. Pencapaian dari
kabupaten lain di sekitarnya sudah terakses dengan menggunakan kendaraan
roda empat. Akses-akses ke wilayah kecamatan sebagain sudah terakses
dengan baik sedangkan sebagian desa-desa pencapaian dengan kendaraan
roda 4 masih sulit.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Iklim di Kabupaten Tolitoli dipengaruhi oleh 2 musim secara tetap yaitu


musim barat yang basah dan musim utara yang kering. Suhu udara tahun
2002 rata-rata maksimumnya adalah 31,76 0C, dengan suhu maximum
tertinggi terjadi pada Oktober (32,40 0C). Sedangkan suhu minimum rata-
rata adalah 23,6 0C, dengan suhu udara minimum terendah terjadi pada
Juni (22,7 0C). Rata-rata kelembaban udara pada tahun 2002 mencapai
82%.

61
b. Curah Hujan dan Keadaan Angin

Pada musim hujan, angin bertiup agak menurun dibandingkan keadaan


angin pada musim kering. Tahun 2002 di Kabupaten Tolitoli kesepatan
angin maksimum berkisara antara 8 15 knots, sedangkan arah angn rata-
rata berkecepatan 89 knots.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Tolitoli dapat dibagi menjadi 4


satuan morfologi, yaitu dataran, bergelombang, perbukitan,
pegunungan dan daerah karst.Keadaan topografi Kabupaten ini datar
hingga pegunungan sedang dataran rendah umumnya tersebar di
sekitar pantai dan letaknya bervariasi. Untuk luas kelas lereng tanah,
kemiringan 15-40% sebesar 43,26% dan kemiringan 0-2% sebesar
13,59%. Sedang untuk luas kedalaman efektif tanah, kedalaman > 90
cm seluas 110,628 ha dan untuk kedalaman < 30 cm mempunyai
prosentase yang terkecil yakni 14,405 ha. Luas kedalaman efektif yang
terbesar adalah 6 90 cm yakni sebesar 46,27%. Untuk luas tekstur
tanah, tekstur tanah sedang mendominasi Kabupaten ini yaitu 81,70%
dan yang terkecil prosentasenya adalah tekstur tanah kasar.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Tolitoli bermuara di laut Sulawesi, Teluk


Dondo dan Teluk Dampal. Penampang morfologi sungai-sungai ini
bervariasi V dan U. Di samping pola aliran sungai dominan yang
berpola dendritik, juga pola-pola aliran sungai paralel dan rektangular
serta trelis dapat dianalisa berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.

a. Stratigrafi dan Litologi

62
Secara regional wilayah Kabupaten Tolitoli terdapat pada Mandala Geologi
Sulawesi Barat. Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur
dari tua ke muda sebagaii berikut.

1. Kompleks Batuan Metamorf

Kompleks batuan metamorf ini terdiri dari sekis berupa sekis mika,
sekis hijau dan sekis ampibolit dan marmer. Sekis mika lebih dominan
dibanding sekis hijau dan batuan lainnya. Di Kabupaten Tolitoli
kompleks batuan ini terdapat di bagian selatan pada batas Kabupaten
Parimo yaitu di sekitar G. Tinombala, G. Salusupande dan G. Silondou.
Kompleks batuan ini diperkirakan berumur Mesozoikum.

2. Batuan Vulkanik

Batuan gunung api umum umumnya bersifat andesitik, tersebar di


banyak tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannnya
umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi, andesit
dan basal. Penyebaran yang sangat luas dan memanjang terdapat di
Tolitoli dan memanjnag ke utara serta ke timur sampai mencapai
Kabupaten Buol. Di samping bersifat andesitik, batuan ini di beberapa
tempat telah mengalami ubahan. Umur batuan diperkirakan Eosen
Oligosen.

3. Formasi Tinombo

Kenampakan khas formasi ini adalah perselingan lapisan batuan


batupasir, batulempung, batulanau dengan sisipan lapisan batuan
volkanik, batugamping. Umumnya batuan pada formasi ini bersifat
rapuh. Pada beberapa tempat formasi ini telah mengalami
metamorfisme, terutama di sekitar jalur-jalur patahan Formasi ini
menindih batuan metamorf secara tidak selaras. Penyebarannya
sangat luas baik di utara, tengah dan baratdaya. Wilayah-wilayah yang
disusun oleh formasi ini di antaranya perbukitan di timur dan selatan
Kota Tolitoli, Laulalang dan wilayah G. Siboluton. Umur formasi adalah
Eosen Oligosen.

63
4. Batuan Sedimen Laut

Litologi terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulumpur, konglomerat,


tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi vulkanik dan lava yang bersifat andesit
serta basal.

Di Kabupaten Tolitoli penyebaran formasi ini terdapat di bagian timur


laut, yaitu di daerah Pinjang, Lakuan dan Dampelas. Umur formasi
adalah Miosen Tengah sampai Miosen Atas.

5. Batuan Beku Granit

Penyebaran batuan ini antara lain sebelah timur Kota Tolitoli yang
memanjang ke utaranya, di batas dengan Kabupaten Buol dan
penyebaran yang luas memanjang dari Tinabogan sampai ke arah timur
Bangkir. Pada beberapa tempat bagian atas batuan ini sangat lapur
dan terubah menjadi lempung dan pasir putih dimana di daerah
perbukitan yang merupakan ruas transportasi merupakan zone lemah
gerakan tanah. Umur formasi adalah Miosen Tengah sampai Miosen
Atas.

6. Batugamping Terumbu

Terdiri dari batugamping koral, sebagian batugamping lempungan


dengan kepadatan yang rendah-sedang. Penyebaran setempat-
setempat umumnya di daerah tanjung dan pulau-pulau kecil, yaitu di
Tg. Bambangala, P. Tengelanga, dan P. Lurungan. Umur formasi
Pleistosen-Holosen.

7. Aluvium

Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal.
Daerah-daerah pesisir pantai dan sekitar daerah aliran sungai umumnya
disusun oleh material ini, dengan penyebaran terluas terdapat di Lais,
Bangkir, Kota Tolitoli dan Lalos. Tebal satuan beberapa meter sampai
puluhan meter.

64
Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan
dalam Tabel 3.8 berikut.

Tabel 3.8 Satuan batuan di wilayah Kebupaten Tolitoli

No. Umur Satuan Litologi


1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil
dan kerakal
2 Pleistosen-Holosen Batugamping Batugamping koral
Terumbu
3 Miosen Tengah- Batuan Beku Granit, granodiorit dan diorit
Miosen Atas Granit kuarsa
4 Miosen Tengah- Batuan batupasir wake, batulanau,
Miosen Atas Sedimen Laut batulumpur, konglomerat, tufa,
tufa lapili, aglomerat, breksi
vulkanik dan lava yang bersifat
andesit serta basal
5 Eosen-Oligosen Formasi ava basal, basal spilitan, lava
Tinombo andesit, breksi gunung api,
batupasir wake, batulanau,
patupasir hijau, batugamping
merah, batugamping kelabu dan
batuan termetamorfosa lemah
6 Eosen-Oligosen Batuan Tufa, breksi, lava andesit dan
Vulkanik basal
7 Mesozoikum Kompleks sekis berupa sekis mika, sekis
Metamorf hijau dan sekis ampibolit dan
marmer
Sumber: Ratman (1976) dan Bahri dkk (1993)

b. Struktur Geologi

Secara regional, wilayah Tolitoli termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi


Barat. Dari sisi kompleksitas struktur geologi wilayah Tolitoli relatif tidak
terlalu kompleks dibanding kabupaten lain di Sulawesi Tengah. Struktur
yang dijumpai berupa patahan yang umumnya berarah timurlaut-
baratdaya berupa patahan-patahan vertikal. Di beberapa tempat patahan-
patahan ini saling berpotongan dengan patahan lain yang relatif kecil.
Wilayah-wilayah yang dipengaruhi oleh patahan antara lain Tinabogan dan
Lais bagian timur. Struktur lainnya berupa kekar pada batuan sedimen dan
vulkanik dan kekar primer maupun sekunder pada batuan granit. Pada
batuan sedimen juga dijumpai struktur lipatan antiklin.

65
I. Kabupaten Buol

1. Letak Geografis dan Batas Administrasi

Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 : 50.000) dan Peta Administrasi


Kabupaten Buol, secara geografis wilayah Kabupaten Buol terletak pada
koordinat: 000 21 00 010 12 00 LS dan 1200 07 12 1220 5 24 BT.

Secara administrasi dibatasi oleh:


a. Sebelah utara berbatasan dengan Laut Sulawesi dan Negara Filipina
b. Sebelah selatan berbatasan dengan Kabupaten Pohuwato Propinsi
Gorontalo dan Kabupaten Parigi Moutong Propinsi Sulawesi Tengah
c. Sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Gorontalo dan Kabupaten
Pohuwato Propinsi Gorontalo
d. Sebelah barat berbatasan dengan Kabupaten Tolitoli dan Selat Makassar.

2. Hubungan Ke Wilayah Studi

Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Buol yang sudah dapat diakses
dengan lancar adalah sampai dengan Bodi, sedangkan ruas lanjutannya ke
arah timur yaitu ke Paleleh pada beberapa masih relatif sulit dilalui pada musim
hujan. Hubungan transportasi yang lancar ke arah lokasi pekerjaan dapat
dicapai dengan menggunakan alat transportasi laut. Adapun ruas-ruas jalan
daerah untuk mencapai lokasi-lokasi di luar jalan utama sebagian besar sudah
dapat diakses, sekurang-kurangnya dengan penggunaan kendaraan roda dua.

3. Iklim

a. Suhu dan Kelembaban Udara

Terdapat 2 musim di Kabupaten Buol yakni musim panas yang terjadi antara
April September dan musim hujan yang terjadi pada Oktober Maret.
Hasil pencatatan suhu udara pada tahun 200, suhu maximum tertinggi
terjadi pada bulan Oktober (32,4 0C) dan suhu udara maximum terendah
terjadi pada bulan Januari ( 30,40 0C). Sementara itu, suhu udara minimum

66
tertingggi terjadi pada Maret yakni 24,2 0C dan suhu udara minimum
terendah terjadi pada Juli yakni 22,700C.

Kelembaban udara antara 82 - 87%, dimana kelembaban udara rata-rata


tertinggi terjadi pada Januari yang mencapai 87%, sedangkan kelelmbaban
udara rata-rata terendah terjadi pada Agustus dan Oktober yakni 78%.

b. Curah Hujan

Curah hujan tertinggi pada tahun 2002 terjadi pada bulan Januari yakni 367
mm, dan pada Juni 306 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada
Agustus yakni 7 mm.

4. Kondisi Geologi

a. Fisiografi

1) Morfologi

Secara morfologi, wilayah Kabupaten Buol dapat dibagi menjadi 3


satuan morfologi, yaitu dataran, perbukitan dan pegunungan.

Satuan Morfologi Dataran. Satuan morfologi ini secara dominan


meliputi wilayah pesisir Buol Utara - Tengah dari Busak Buol - Bokat,
dataran Buol - Momunu dan dataran yang relatif sempit di Bunobogu
dan Bila. Secara umum morfologi ini merupakan permukiman yang
sudah lama dibuka.

Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian


terdapat di bagian utara, yaitu di Momunu bagian utara, Leok barat,
Bokat dan perbukitan yang memanjang dari barat ke timur, yaitu dari
Bongo sampai Molanggato di batas timur.

Satuan Morfologi Pegunungan. Satuan ini merupakan bagian


terbesar morfologi yang terdapat di wilayah Kabupaten Buol. Ketinggian
satuan ini berkisar antara 600 2.500 m dpl (G. Malino). Wilayah-

67
wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi deret pegunungan
Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu serta G. Tentolomatinan di
pegunungan Paleleh.

2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai

Sungai-sungai di Kabupaten Buol bermuara di laut Sulawesi. Sungai-


sungai terbesar adalah S. Buol, S. Momunu, S. Bodi dan S. Tolinggula.
Penampang morfologi sungai-sungai ini bervariasi V dan U. Di
samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-
pola aliran sungai paralel, rektangular dan trelis dapat dianalisis
berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.
a. Stratigrafi dan Litologi

Secara regional di wilayah Kabupaten Buol terdapat terdapat pada


Mandala Geologi Sulawesi Barat. Stratigrafi batuan wilayah ini disusun
berdasarkan umur dari tua ke muda sebagaii berikut.

1) Formasi Tinombo

Litologi penyusun formasi ini berupa lava basal, basal spilitan, lava
andesit, breksi gunung api, batupasir wake, batulanau, patupasir hijau,
batugamping merah, batugamping kelabu dan batuan termetamorfosa
lemah.

Di Kabupaten Buol satuan ini terdapat di bagian selatan dengan arah


memanjang relatif timur-barat relatif pada wilayah batas dengan
kabupaten lain. Umur formasi ini diduga Eosen-Oligosen, dengan tebal
formasi lebih dari 500 m.

2) Batuan Vulkanik

Batuan gunung api umumnya bersifat andesitik, tersebar di banyak


tempat namun tidak meluas. Ukuran kristal batuannnya umumnya
halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit dan basal.
Sebarannya antara lain Momunu bagian barat dan selatan, sebelah

68
barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas dengan
kabupaten/propinsi lain.

Sebaran batuan ini masih meluas ke arah barat (Tolitoli) dan menyebar
luas di selatan (Parigi Moutong). Satuan ini diperkirakan menjemari
dengan Formasi Tinombo. Berumur Eosen Oligosen.

3) Diorit Bone

Merupakan batuan beku menengah, terdiri dari diorit, diorit kwarsa,


granodiorit dan andesit. Penyebaran batuan ini relatif sempit setempat-
setempat. Penyebaran terluas di Kabupaten Buol kurang dari 600 ha.
Umur batuan diperkirakan Miosen Awal sampai Miosen Tengah.

4) Diorit Boliohuto

Terdiri dari diorit dan granodiorit dan tergolong dalam jenis batuan beku
dalam yang bersifat menengah sampai asam. Di Kabupaten Buol
batuan ini hanya terdapat di sekitar G. Tentolomatinan sebelah selatan
Lokodako. Umur batuan adalah Miosen Tengah sampai Miosen Atas.

5) Formasi Dolokapa

Litologi terdiri dari batupasir wake, batulanau, batulumpur, konglomerat,


tufa, tufa lapili, aglomerat, breksi vulkanik dan lava yang bersifat andesit
serta basal.

Penyebaran formasi ini relatif luas, relatif memanjang dari sebelah


selatan Momunu dan Mopu ke arah ke arah timur laut sampai mencapai
daerah Paleleh. Umur formasi adalah Miosen Tengah Miosen Atas.

6) Breksi Wobudu

Merupakan batuan vulkanik, terdiri dari breksi vulkanik, aglomerat, tufa,


tufa lapili dan lava yang bersifat andesit sampai basal. Penyebarannya
di bagian selatan Bunobogu dan wilayah yang luas sepanjang
pegunungan Peleleh ke arah timurlaut, yaitu G. Tentolomatinan dan G.
Boondalo. Umur batuan diperkirakan Pliosen.

69
7) Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (~ Formasi Lokodidi)

Formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulanau dan


batulempung, batugamping koral, tufa, serpih hitam dan napal.
Sebagian batuan ini mengeras lemah, terutama batugamping dan
batulempung gampingan.

Secara regional, formasi ini tersebar luas di Provinsi Sulawesi Tengah


dan di wilayah Kabupaten Buol formasi ini merupakan penyusun utama
wilayah Bokat, Momunu dan Mopu. Penyebaran setempat-setempat di
Bunobogu, Taang, Tunggulo dan Bungalon di pesisir pantai utara. Umur
formasi ini adalah Pliosen Pleistosen.

8) Batuan Vulkanik

Batuan vulkanik ini berkomposisi aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
andesit-basal. Penyebarannya di Kabupaten Buol hanya setempat,
yaitu di daerah Busak dengan luasan sekitar 150 ha. Umur batuan
Pliosen-Pleistosen.

9) Batugamping Terumbu

Batugamping koral merupakan penyusun utama satuan batuan ini.


Penyebaran terluas terdapat di pesisir utara Buol, yaitu Monolipo,
Busak, Mokupo, Leok, Kasenangan, Lamolan sampai ke bagian utara
Momunu. Penyebaran setempat-setempat dijumpai sepanjang pantai
dari Tamilo sampai Paleleh. Umur formasi Pleistosen-Holosen.

10) Aluvium

Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal.
Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang melebar ke arah
Leok, Lamolan, Bokat dan Momunu terutama dataran banjir S.
Momunu. Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.

Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan


dalam Tabel 3.9 berikut.

70
Tabel 3.9 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Buol
No. Umur Satuan Litologi
1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal
2 Pleistosen- Batugamping Batugamping koral
Holosen Terumbu
3 Pliosen- Batuan aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
Pleistosen Vulkanik andesit-basal
4 Pliosen- Formasi konglomerat, batupasir, batulanau dan
Pleistosen Molase batulempung, batugamping koral, tufa,
Sulawesi serpih hitam dan napal
5 Pliosen Breksi Wobudu breksi vulkanik, aglomerat, tufa, tufa
lapili dan lava yang bersifat andesit
sampai basal
6 Miosen Formasi batupasir wake, batulanau, batulumpur,
Tengah-Miosen Dolokapa konglomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat,
Atas breksi vulkanik dan lava yang bersifat
andesit serta basal
7 Miosen Diorit Boliohuto diorit dan granodiorit
Tengah-Miosen
Atas
8 Miosen Awal- Diorit Bone diorit, diorit kwarsa, granodiorit dan
Miosen Tengah andesit
9 Eosen- Batuan Tufa, breksi, lava andesit dan basal
Oligosen Vulkanik
10 Eosen- Formasi lava basal, basal spilitan, lava andesit,
Oligosen Tinombo breksi gunung api, batupasir wake,
batulanau, patupasir hijau, batugamping
merah, batugamping kelabu dan batuan
termetamorfosa lemah
Sumber: Ratman (1976) dan Bahri dkk (1993)

b. Struktur Geologi

Secara regional, wilayah Buol termasuk dalam Mandala Geologi Sulawesi


Barat. Dari sisi kompleksitas struktur geologi, wilayah Buol bagian timur
relatif lebih terpengaruh secara tektonik dibanding bagian baratnya. Di
bagian timur, sesar-sesar vertikal dengan 2 arah utama yaitu tenggara-
baratlaut dan timurlaut-baratdaya.

Di samping itu juga terdapat sesar geser dextral di Pegunungan Paleleh


dan G.Tentolomatinan. Adapun bagian timur Buol gejala struktur relatif tidak

71
dominan, hanya terdapat 2 struktur utama yaitu sesar sungkup di barat
Momuno dan sesar vertikal di sebelah barat Leok. Struktur geologi lainnya
yang dijumpai adalah lipatan antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi
pada seluruh formasi batuan.

72
BAB IV
HASIL INVENTARISASI POTENSI SUMBERDAYA MINERAL

A. Pengertian Sumberdaya Mineral

Menurut beberapa buku referensi geologi, yang dimaksud (Ludman and Coch,
1982):

Mineral adalah zat padat an-organik yang terbentuk secara alamiah


dengan susunan atom-atom atau ion-ion yang teratur dengan
komposisi kimia yang relative tidak berubah.

Deposit mineral adalah suatu konsentrasi mineral, batuan atau


material-material organic, seperti yang dapat ditambang yang
pemrosesannya dilakukan secara fisik dan bernilai ekonomi.

Dari kedua definisi di atas dapat dikatakan bahwa sumberdaya mineral adalah apa
saja yang terjadi secara alamiah dari dalam bumi yang sifat fisiknya padat dan
mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan definisi ini, minyak bumi dan gas alam,
karena sifat fisiknya tidak padat, maka keduanya tidak termasuk sumberdaya
mineral.

Sekaitan dengan kegiatan inventarisasi data potensi sumberdaya mineral untuk


penyusunan buku Neraca Sumberdaya Alam Spasial Daerah (NSASD), maka
data minyak bumi dan gas alam berada di luar cakupan kegiatan penyusunan
NSASD.

Data potensi sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Tengah berdasarkan hasil


inventarisasi data sekunder dari berbagai sumber, baik instansi pemerintah maupun
swasta dan masyarakat, secara umum ditampilkan dalam table-tabel berikut.
(Adapun data spasial keterdapatan potensi sumberdaya mineral tersebut disajikan
dalam Lampiran).

73
B. Potensi Sumberdaya Mineral Kota Palu
No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Palu Barat / S. Watusampu
Palu Barat / S. Sombe-Lewara
Palu Barat / S. Palu
Palu Timur / S. Pondo
Palu Utara / S. Tawaeli
Palu Utara / S. Lambagu
Palu Selatan / S. Palu
2 Emas Asesoris Palu Timur / Kel. Poboya
3 Gipsum Plaster Paris (untuk Palu Timur / Kel. Tondo, Layana
bangunan, semen Portland, Indah dan Mamboro
dekorasi ninterior, tembikar
4 Lempung Batubata, tembikar Palu Selatan
5 Granit Bahan bangunan Palu Barat
6 Andesit Bahan bangunan Palu Barat

C. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Donggala


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Kec. Tawaili / S. Labuan, S. Kaili,
S. Tawaili, S. Taipa/S. Bale
Kec. Banawa / S. Lolioge, S.
Pongo, S. Tanamea, S. Powelua
Kec. Sindue / S. Tibo, S. Toaya,
S. Alindau
Kec. Sirenja / S. Dampal
Kec. Balaesang / S. Labean
2 Granit Bahan bangunan, ornamen Kec. Dampelas dan Kec. Sojol /
Ds. Lembah Mukti, Ogoamas,
Balukang, Siboang, Salang,
Malonas
Kec. Balaesang / Ds. Sibayu,
Sibualong, Tambu Lambean,
Walaudano - Ponololu
Kec. Kulawi
Kec. Palolo
Kec. Sirenja
Kec. Dolo / Ds. Mantikole
Kec. Marawola
Kec. Banawa / G. Gawalise

74
3 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Palolo
ornamen

Lanjutan C
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Balaesang / Ds. Balukang
feldspar Kec. Dampelas / Ds. Sioyong dan
Sabang
Kec. Sirenja / Ds. Lambu dan
Sibayu
5 Pasir silika Industri gelas dan semen Kec. Balaesang
6 Mika Asesoris dan Industri bahan Kec. Kulawi / Tuwulu
bangunan
7 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Banawa
agro-industri Kec. Sirenja
Kec. Sindue
8 Lempung Semen, tembikar Kec. Banawa / Ds. Maleni,
Tanamea, Pulege
Kec Kulawi
Kec. Dampelas / Ds. Budi Mukti,
Karya Mukti
Kec. Sirenja / Ds. Sibado,
9 Andesit Industri bahan bangunan Kec. Banawa / Ds. Loli Oge & Loli
Tasiburi
10 Diorit Industri bahan bangunan Kec. Banawa / Ds. Kalora
11 Kaolin Industri keramik Kec. Sirenja / Ds. Tompe
12 Fospat Industri kimia, farmasi Kec. Banawa / Ds. Kabonga
Besar, Kabinga Kecil, Tg. Batu
13 Emas dan perak Asesoris, industri elektronika Kec. Palolo
Kec. Kulawi
14 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Tawaili / Ds. Labuan
15 Timah dan seng Industri logam Kec. Banawa
Kec. Sindue
16 Besi Industri logam Kec. Kulawi
17 Galena Kec. Marawola/Hulu S. Lewara

D. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Parigi Moutong


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Kec. Parigi

2 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Ampibabo


ornamen

75
3 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Moutong / Ds. Moutong
feldspar

4 Kaolin Industri keramik Kec. Parigi

Lanjutan D
5 Emas dan perak Asesoris, industri elektronika Kec. Moutong/Ds. Moutong

6 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Moutong

7 Kaolin Kec. Parigi

E. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Poso


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Hampir semua sungai di Kab.
Poso
Kec. Ampana Kota
Kec. Ampana Tete
Kec. Ulubongka
2 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Poso Pesisir: Ds. Kilo,
ornamen Maranda
Kec. Tojo: Ds. Uekuli, Malewa
Kec. Pamona Utara / Ds.
Sawidago, Kelei, Didiri, Kelei,
Sulewana, Ratolene, Tonusu
Kec. Lore Utara / Ds. Maholo
3 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Pamona Utara
agro-industri Kec. Lage
Kec. Poso Pesisir
Kec. Ampana Kota
Kec. Tojo
4 Lempung Semen/semen Portland, Kec. Lage: Ds. Watuawu
tembikar/keramik, genteng, Kec. Poso Pesisir: Ds. Kilo
gerabah Kec. Pamona Utara
Kec. Ampana Kota
Kec. Ampana Tete
Kec. Ulu Bongka
Kec. Tojo:
5 Fospat Kec. Pamona Utara / Ds.
Sulewana

76
Industri kimia/farmasi, Kec. Lage: Ds. Tampemadoro
pemurni gula, alam pupuk,
korek api, bahan fotografi
6 Emas Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Utara
Kec. Lore Selatan/Ds. Gintu
7 Besi Bahan baku baja, mesin, Kec. Tojo dan Ulubongka
pabrik dll

Lanjutan E
7 Perak Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Selatan
8 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Utara
Kec. Tojo
Kec. Unauna
9 Belerang Industri kimia, farmasi Kec. Unauna/P. Unauna
10 Talk Tekstil, kosmetik, cet Kec. Pamona Timur, Peg.
Pompangeo, S. Uedago
11 Batu Giok (Jade) Asesoris Peg. Pompangeo, S. Kusek, S.
Salimuru, S. Mambulaba, S.
Memaramu, S. Uemadago, S.
Kusehmalis.
12 Batubara Bahan bakar Kec. Mori Atas/Ds. Ensa. Tomata
13 Gas alam Bahan bakar Kec. Ampana

F. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Morowali


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Lembo / Ds. Tinompo,
ornamen Korowalelo, Beteleme
Kec. Petasia
Kec. Mori Atas
2 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Bungku Utara
agro-industri Kec. Petasia
3 Lempung Semen, tembikar Kec. Petasia / Kolonedale
Kec. Mori Atas / Ds. Taende
4 Emas Asesoris, industri elektronika Kec. Bungku Selatan
5 Besi Industri logam Kec. Petasia
6 Nikel Industri logam Kec. Petasia/Kolonedale
Kec. Bungku Utara
Kec. Bungku Barat
Kec. Bungku Tengah
Kec. Bungku Selatan
7 Krom Campuran baja (tahan karat), Kec. Petasia/Kolonedale
cet, dll. Kec. Bungku Barat
Kec. Bungku Tengah

77
8 Batubara Bahan bakar Kec. Mori Atas
Kec. Bungku Utara / Ds. Kolo
Atas
9 Minyak bumi dan Bahan bakar Kec. Bungku Utara / Ds. Kolo
gas alam Atas

G. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Kec. Bunta
Kec. Luwuk
Kec. Pagimana
Kec. Batui
Kec. Toili
2 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Luwuk / Ds. Salodik
ornamen Kec. Luwuk / Ds. Minangandola
Kec. Luwuk / Ds. Bantayan
3 Pasir kuarsa Industri keramik dan gelas Kec. Bunta
4 Besi Industri logam Kec. Batui
5 Mika Genteng Kec. Luwuk
6 Gips Plaster Paris (untuk Kec. Banggai / Ds. Kendek
bangunan, semen Portland,
dekorasi ninterior, tembikar
7 Granit Bahan bangunan, ornamen Kec. Banggai / Ds. Poidumosani,
Ds. Lambaka
8 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Luwuk / Ds. Brak
agro-industri Kec. Batui
Kec. Bunta
Kec. Pagimana
Kec. Lamala
Kec. Balantak
9 Napal Semen, tembikar Kec. Luwuk
Kec. Pagimana
10 Minyak bumi dan Bahan bakar Kec. Batui
gas alam Kec. Toili

H. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai Kepulauan


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Granit Bahan bangunan, ornamen Kec. Banggai / Ds. Lambako dan
Taisumosini

78
Kec. Buko / Ds. Lelengan dan
Pelinglolomo
Kec. L. Bangkurung / P. Taliakan
(dekat Maluku)
2 Gips Plaster Paris (untuk Kec. Liang
bangunan, semen Portland, Kec. Banggai / Ds. Kendek
dekorasi ninterior, tembikar
3 Mika Genteng Kec. Loo Bangkurung
Kec. Liang
Kec. Buko
Kec. Bulagi / Ds. Tataranda
Kec. Banggai / Ds. Adean

Lanjutan H
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Banggai
feldspar Ds. Lambaku
5 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Meliputi separuh wilayah Kab.
agro-industri Bangkep
6 Napal/Lempung Semen, tembikar Kec. Banggai
Kec. Buko / Ds. Lelengan
7 Batu apung Batu gosok, industri Kec. Bulagi / Ds. Bulagi
8 Batukaca Asesoris, ornamen Kec. Buko / Ds. Seano dan
Batangunu
9 Emas Asesoris, ornamen Kec. Buko / Ds. Lumbi-lumbia

I. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Tolitoli


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Kec. Tolitoli Utara / Ds.
Galumpang
Kec. Baolan / Ds. Kalangkang
2 Granit Bahan bangunan, ornamen Kec. Dondo / Ds. Dondo, Ds.
Ogowele
Kec. Tolitoli Utara / Ds.
Galumpang
Kec. Dampal Utara / Ds. Agama,
Ds. Kabinuang
Kec. Dampal Selatan
Kec. Baolan
Kec. Galang / Ds. Tende, Tg.
Sangir, Malangga, Kinapadang
3 Molibdenum Pembuatancampuran logam Kec. Dondo / Ds. Malala
khusus, pelumas tahan Kec. Dampal Selatan / S. Silumba
panas

79
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Dondo / Pantai Lais, Malala,
feldspar Salumbia
Kec. Dampal Utara / Pantai
Ogutua
Kec. Dampal Selatan / Pantai
Semutu dan Pepi
5 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Tg. Manimbaya
agro-industri Tolitoli Utara
6 Diorit Industri, bahan bangunan Kec. Dampal Utara
Kec. Dampal Selatan
Kec. Baolan
Kec. Galang

Lanjutan I
7 Emas Asesoris, industri elektronika Kec. Baolan
Kec. Dondo
Kec. Tolitoli Utara
8 Tembaga Asesoris, industri elektronika S. Bukal
9 Timah dan seng Industri logam Kec. Baolan / Ds. Panasakan
Bukal

J. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Buol


No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Granit Bahan bangunan, ornamen

2 Andesit Industri bahan bangunan


3 Diorit Industri bahan bangunan
4 Gips Plaster Paris (untuk S. Bukal
bangunan, semen Portland,
dekorasi ninterior, tembikar
5 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Biau
ornamen Kec. Bokat
Kec. Bonobogu
6 Pasir kuarsa Industri keramik dan gelas Kec. Momunu
7 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Biau / Ds. Leok
agro-industri
8 Emas dan perak Asesoris, industri elektronika Kec. Paleleh / Ds. Lintendu
9 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Bokat
Kec. Paleleh
10 Seng Industri logam Kec. Paleleh
11 Nikel Industri logam Kec. Paleleh
12 Batubara Bahan bakar Kec. Momunu

80
BAB V
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN

A. Pembahasan

a. Potensi dan Pemasaran

Melihat besarnya potensi sumberdaya mineral Propinsi Sulawesi Tengah,


maka sektor pertambangan dapat menjadi sektor andalan dalam
meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan pendapatan asli daerah (PAD).
Sampai saat ini peran sektor pertambangan sebagai sumber PAD Provinsi
Sulawesi Tengah masih sangat kecil. Hal tersebut disebabkan karena bahan
tambang yang dieksploitasi masih terbatas pada sirtukil (pasir, batu dan
kerikil). Jenis bahan tambang ini disamping dimanfaatkan untuk kebutuhan
setempat juga telah diantarpulaukan, terutama ke Kalimantan Timur dan
Kalimantan Selatan. Bahkan, pemasaran ke Propinsi Papua dan luar negeri
seperti Singapura telah diupayakan.

Mengingat kebutuhan dunia terhadap bahan tambang, baik dalam jumlah


maupun jenisnya, yang semakin meningkat pada masa sekarang dan
mendatang maka diperlukan upaya pengelolaan bahan-bahan tambang
tersebut secara optimal. Upaya pengelolaan sebaiknya diarahkan pada jenis
bahan tambang yang bernilai ekonomi tinggi namun memiliki dampak
lingkungan yang relatif kecil dalam eksploitasinya.

b. Kendala dan Saran

Adapun kendala nyata yang dihadapi oleh Pemerintah Provinsi Sulawesi


Tengah dalam upaya pengelolaan bahan tambang tersebut adalah:

a. Terbatasnya dana dan teknologi yang dimiliki.


b. Bahan tambang tersebut umumnya terletak pada kawasan yang sulit
dijangkau, sementara sarana dan prasarana transportasi, komunikasi dan
energi listrik masih terbatas.

81
c. Sebagian besar bahan tambang tersebut masih berupa indikasi, sehingga
investor bermodal relatif kecil tidak mampu mengelolanya karena harus
mengeluarkan dana awal yang relatif besar.
d. Permasalahan lingkungan yang relatif menonjol, mengingat bahwa
sebagian besar daerah ini mempunyai topografi yang bergelombang, dari
lemah sampai sangat kuat.

Dalam mengatasi kendala-kendala tersebut di atas maka Pemerintah Provinsi


Sulawesi Tengah harus membuka diri secara lebar-lebar kepada calon investor
yang berminat mengelola dan memanfaatkan bahan tambang tersebut. Namun
tetap berupaya memperbaiki data potensi bahan-bahan tambang tersebut agar
mudah mempromosikannya. Dalam hal ini, Pemerintah Provinsi dan/atau
Pemerintah Kabupaten/Kota perlu mengalokasikan dana khusus untuk
penelitian bahan tambang tersebut dalam rangka perbaikan data potensi yang
dimaksud.

B. Kesimpulan

Provinsi Sulawesi Tengah selain menghasilkan berbagai macam komoditas


pertanian, perkebunan, kehutanan serta perikanan dan kelautan, juga memiliki
beraneka ragam sumberdaya mineral dan energi (bahan tambang) dengan
deposit dan ekonomi yang cukup besar. Hasil inventarisasi dan eksplorasi bahan
tambang di daerah ini telah dilakukan oleh berbagai pihak, baik pemerintah
maupun swasta, yang hasilnya ditunjukkan dalam Bab III dan Lampiran. Berbagai
macam potensi tersebut dipilah-pilah berdasarkan daerah kabupaten/kota di
Propinsi Sulawesi Tengah, sebagai berikut:

82
a. Kota Palu; terdapat 3 jenis dengan 9 lokasi.
b. Kabupaten Donggala; terdapat 15 jenis dengan 29 lokasi.
c. Kabupaten Parigi Moutong; terdapat 5 jenis dengan 8 lokasi.
d. Kabupaten Poso; terdapat 16 jenis dengan 63 lokasi.
e. Kabupaten Morowali; terdapat 11 jenis dengan 48 lokasi.
f. Kabupaten Banggai; terdapat 6 jenis dengan 29 lokasi.
g. Kabupaten Banggai Kepulauan; terdapat 5 jenis dengan 34 lokasi.
h. Kabupaten Tolitoli; terdapat 5 jenis dengan 11 lokasi.
i. Kabupaten Buol; terdapat 10 jenis dengan 10 lokasi.

Sebagian besar dari potensi sumberdaya mineral di daerah ini belum


dieksploitasi. Potensi yang sudah diekspolitasi umumnya adalah potensi
sumberdaya mineral jenis non logam (Galian C: pasir, kerikil, kerakal dan
bongkah), yang diekploitasi oleh masyarakat setempat dan perusahaan. Potensi
sumberdaya mineral jenis logam yang sudah dieksploitasi masih terbatas pada
emas yang terdapat di Kecamatan Paleleh Kabupaten Buol, yang dilakukan oleh
masyarakat.

83
DAFTAR PUSTAKA

Bachri, S., Sukido dan N. Ratman, 1994, Peta Geologi Lembar Tilamuta (skala 1 :
250.000), PPPG, Bandung.

BAKOSURTANAL, 1991, 1991a dan 1992, Peta Rupabumi se-Propinsi Sulawesi


Tengah (skala 1 : 50.000), Bogor.

BKPMD Prov. Sulteng, 1989, Investment Profile in Central Sulawesi, Palu.

BPS Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2002,
Palu

Bupati Banggai, 2000, Peranan Penataan Ruang dalam Konteks Perencanaan


Pembangunan di Kabupaten, Makalah disampaikan pada seminar Evaluasi dan
Penyusunan Kembali RTRWP Sulteng, BAPPEDA Prov. Sulteng, Palu.

Bupati Banggai Kepulauan, 2000, Pengembangan Komoditas Unggulan di Kabupaten


Bangkep, Makalah disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan
Pembangunan Daerah, JICA PSL UNTAD, Palu.

Bupati Buol, 2000, Profil dan Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Buol, Makalah
disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan Pembangunan Daerah,
JICA PSL UNTAD, Palu.

Bupati Morowali, 2000, Profil dan Kebijaksanaan Pembangunan Kabupaten Morowali,


Makalah disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan Pembangunan
Daerah, JICA PSL UNTAD, Palu.

Bupati Tolitoli, 2000, Kebijaksanaan Pembangunan Daerah Kabupaten Tolitoli, Makalah


disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan Pembangunan Daerah,
JICA PSL UNTAD, Palu.

Bustami, M., 2001, Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Propinsi Sulawesi Tengah,
IAEU UNTAD, Palu.

Departemen Pertambangan dan Energi, 2000, Perkembangan Harga Komoditi


Tambang Tahun 1989 1999, Jakarta.
Dinas Pertambangan dan Energi Kab. Poso CV. Abad Dua Satu, 2003, Pemetaan
Sumberdaya Mineral Kecamatan Poso Pesisir dan Kecamatan Ulubongka
Kabupaten Poso, Poso.

Dinas Pertambangan Provinsi Sulawesi Tengah, 1999, Pemetaan Bahan Galian C di


Kabupaten Poso, Palu.

Dinas Pertambangan Provinsi Sulawesi Tengah, 2000, Potensi dan Rencana


Pengembangan Wilayah Pertambangan, Makalah disampaikan pada seminar

84
Evaluasi dan Penyusunan Kembali RTRWP Sulteng, BAPPEDA Prov. Sulteng,
Palu.

Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004, Peta Sebaran Sumberdaya Mineral Non
Logam Propinsi Sulawesi Tengah (skala 1 : 750.000), Bandung.

Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004, Peta Sebaran Sumberdaya Mineral
Logam Propinsi Sulawesi Tengah (skala 1 : 750.000), Bandung.

Hadiwijoyo, D. Sukarna dan K. Sutisna, 1993, Peta Geologi Lembar Pasangkayu (skala
1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Harian Media Indonesia, 23 Desember 2003, Harga Bahan Galian Meningkat, Jakarta.

Humas Pemda Prov. Sulteng, 1994, Profil Sulawesi Tengah 1994, Palu.

Ludman, A. and Nicholas K. Coch, 1982, Physical Geology, McGraw-Hill, Inc., USA.

Mottana, A., Rodolfo C. and Giueppe L., 1996, Guide to Rocks and Minerals, Simon &
Schuster Inc., New York.

Pemda Kab. Poso, 2000, Rencana Strategis Kabupaten Poso 2000 2004, BAPPEDA
Kab. Poso PSL UNTAD, Palu.

Ratman, N., 1976, Peta Geologi Lembar Tolitoli (skala 1 : 250.000), Dir. Geologi,
Bandung.

Ratman, N. dan Atmawinata, S., 1993, Peta Geologi Lembar Mamuju (skala 1 : 250.000)
PPPG, Bandung

Rusmana, E., A. Koswara dan T. O. Simandjuntak, 1993, Peta Geologi Lembar Luwuk
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Simandjuntak, T. O., Surono dan J. B. Supandjono, 1991, Peta Geologi Lembar Poso
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Simandjuntak, T. O., Rusmana, K.E., Supandjono, J.B. dan Koswara, A., 1993, Peta
Geologi Lembar Bungku (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Simandjuntak, T. O., Rusmana, Surono dan Supandjono, J.B., 1991, Peta Geologi
Lembar Malili (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

SPRA, 2001, Penyingkiran Hak Agraria Rakyat dan Penghancuran Ekosiste, Laporan
Studi Kebijakan Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Sulawesi Tengah,
Palu.

Sukamto, R., 1973, Peta Geologi Lembar Palu (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Sukrisno, 1982, Peta Hidrogeologi Lembar Batui Luwuk (skala 1 : 250.000), Direktorat
Geologi Tata Lingkungan, Bandung.

85
Supandjono, J. B. dan E. Haryono, 1993, Peta Geologi Lembar Banggai (skala 1 :
250.000), PPPG, Bandung.

Surono, T. O. Simandjuntak, R. L. Situmorang dan Sukido, 1994, Peta Geologi Lembar


Batui (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Sukido, Sukarna, D., dan Sutisna, K., 1993, Peta Geologi Lembar Pasangkayu,
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.

Tjahjadi, B., 1981, Peta Hidrogeologi Lembar Pasangkayu Poso (skala 1 : 250.000),
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.

Walikota Palu, 2000, Pokok-pokok Kebijaksanaan Pembangunan Kota Palu, Makalah


disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan Pembangunan Daerah,
JICA PSL UNTAD, Palu.

Walikota Palu, 2002, Keputusan Walikota Palu No. 42 Tahun 2002 tentang Penetapan
Nilai Pasar Pengambilan Bahan Galian Golongan C dalam Wilayah Kota Palu,
Palu.

Bupati Donggala, 2002, Keputusan Bupati Donggala No. 188.45/0250/DPE/2002


tentang Penetapan Harga Dasar Pengenaan Pajak Bahan Galian Gol. C,
Donggala.

Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., 2001, Identifikasi dan Pemetaan Geologi Kota Palu,
BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD, Palu.

Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., 2002, Identifikasi dan Pemetaan Geologi
Kecamatan Banawa, BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD, Palu.

Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., Rusydi, M. Dan Rusli,M., 2002, Identifikasi dan
Pemetaan Geologi Kabupaten Donggala, BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD,
Palu.

86

Anda mungkin juga menyukai