DAFTAR ISI i
BAB I PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1-1
B. Tujuan 1-3
C. Sasaran 1-4
BA II METODE PENDEKATAN 5
A. Acuan 2-1
B. Bahan dan Peralatan 2-1
C. Tahap Kegiatan 2-1
D. Lingkup Kegiatan 2-4
BAB III KONDISI FISIK WILAYAH 3-1
A. Kota Palu 3-1
B. Kabupaten Donggala 3-7
C. Kabupaten Parigi Moutong 3-15
D. Kabupaten Poso 3-23
E. Kabupaten Morowali 3-35
F. Kabupaten Banggai 3-45
G. Kabupaten Banggai Kepulauan 3-51
H. Kabupaten Tolitoli 3-55
I. Kabupaten Buol 3-60
BAB IV HASIL INVENTARISASI DATA POTENSI MINERAL
A. Pengertian Potensi Sumberdaya Mineral 4-1
B. Potensi Sumberdaya Mineral Kota Palu 4-2
C. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Donggala 4-2
D. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Parigi Moutong 4-3
E. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Poso 4-4
F. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Morowali 4-5
G. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai 4-6
H. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Banggai Kepulauan
I. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Tolitoli 4-6
J. Potensi Sumberdaya Mineral Kabupaten Buol 4-7
4-8
BAB V PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN 5-1
A. Pembahasan 5-1
B. Kesimpulan 5-2
DAFTAR PUSTAKA P-1
LAMPIRAN: Data Potensi dan Spasial L-1
i
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sejalan dengan itu, arah kebijakan dan prioritas Program Pembangunan Daerah
(PROPEDA) Propinsi Sulawesi Tengah menjelaskan bahwa optimalisasi
pengelolaan sumberdaya alam, termasuk sumberdaya mineral, sebagai salah satu
sumber penerimaan daerah dilatarbelakangi oleh pemikiran bahwa konstribusi
penerimaan daerah yang bersumber dari pemanfaatan sumberdaya alam perlu
dilakukan secara berkelanjutan melalui program kegiatan sebagai berikut:
1
Pemanfaatan sumberdaya alam cenderung lebih mengutamakan upaya
peningkatan produksi, dimana eksploitasinya pada umumnya belum mengacu pada
standar/kaidah pengelolaan yang tidak menganggu keseimbangan lingkungan.
Berbagai kerusakan lingkungan yang terjadi pada umumnya disebabkan oleh
kurangnya informasi mengenai keberadaan sumberdaya alam, sehingga ekploitasi
berlangsung begitu saja sepanjang masih terdapat cadangan.
Pada awalnya Neraca Sumber Daya Alam belum berbentuk informasi spasial, tetapi
masih dalam bentuk data statistik. Pemuatan data spasial dalam penyusunan NSAD
diberlakukan berdasarkan INMENDAGRI no. 39/1995 tentang penyusunan NKLD
dan NSAD. Penyusunan Neraca Sumberdaya Alam dan Lingkungan Hidup
D(NSALHD) mencakup unsur alam, manusia dan aktivitasnya, serta dampak dari
kegiatan manusia dalam memanfaatkan sumberdaya alam. Unsur alam dan proses
kegiatan manusia akan mendapatkan dampak manfaat dan dampak sampingan.
Keduanya saling interaksi dan interdependensi dalam satu sistem lingkungan hidup.
Keselarasan sistem tersebut dalam suatu wilayah menjadi kebutuhan mahluk hidup
di lingkunganya (mikro) maupun lingkungan luas (makro).
2
dalam menusun kebijakan pengelolaan sumberdaya alam untuk pembangunan
yang berkesinambungan.
Penyusunan NSASD kali ini hanya difokuskan pada sumberdaya mineral dengan
pertimbangan bahwa infomasi mengenai cadangan, pemanfaatan dan saldo mineral
yang dimiliki oleh Propinsi Sulawesi Tengah belum terpantau secara keseluruhan.
B. Tujuan
C. Sasaran
3
BAB II
METODE PENDEKATAN
A. Acuan
C. Tahap Kegiatan
Secara garis besar tahapan kegiatan meliputi inventaris data, input data, proses
pengolahan data, analisis data dan penyajian informasi.
1. Inventarisasi Data
4
wilayah studi menggunakan peta geologi skala 1 : 250.000 (PPPG Bandung,
1973 1995) sebanyak 12 lembar peta, analisis terhadap peta rupabumi skala
1 : 50.000 ((BAKOSURTANAL, 1991 dan 1992) sebanyak 74 lembar peta dan
pengamatan lapangan. Inventarisasi dilakukan per wilayah administrasi
kabupaten/kota.
Di samping peta-peta tersebut, beberapa data acuan juga digunakan, yaitu peta
sebaran sumberdaya mineral logam Propinsi Sulawesi Tengah skala 1 :
750.000 (1 lembar) dan peta sebaran sumberdaya mineral non logam Propinsi
Sulawesi Tengah skala 1 : 750.000 (1 lembar). Acuan penting lainnya juga
mencakup peta-peta yang memperlihatkan batas-batas wilayah Kuasa
Pertambangan dan Kontrak Karya ataupun peta-peta yang menunjukkan lokasi
operasional kegiatan pertambangan.
2. Input Data
3. Pengolahan Data
5
a. Data cadangan setiap komoditi sumberdaya
mineral (bahan galian).
b. Data produksi tahunan setiap komoditi
mineral (bahan galian).
c. Harga setiap komoditi sumberdaya mineral
(bahan galian) yang berlaku di pasaran.
Data tersebut dituangkan ke dalam format tabel lokasi dan cadangan sumber
daya mineral. Selanjutnya mengisi data inventarisasi dan data produksi
tahunan setiap komoditi sumberdaya mineral. Neraca sumber daya mineral
yang disusun disajikan dalam bentuk tabel berisi aktiva dan pasiva dari setiap
komoditi mineral. Pengisian dan perhitungan aktiva dan pasiva akan
menghasilkan saldo akhir sumber daya mineral
4. Analisis Data
D. Lingkup Kegiatan
6
Sasaran penyusunan neraca sumberdaya mineral spasial skala 1 : 250.000
adalah seluruh wilayah Propinsi Sulawesi Tengah dan memprediksi potensi yang
masih ada.
7
BAB III
KONDISI FISIK WILAYAH
Untuk mendapatkan rona wilayah studi yang relatif rinci, maka wilayah studi dibagi atas
9 daerah administrasi yang ada di Propinsi Sulawesi Tengah. Rona wilayah yang akan
ditonjolkan di sini adalah kondisi geologi daerah yang bersangkutan. Karena kondisi ini
terkait erat dengan keterdapatan sumberdaya mineral.
A. Kota Palu
Secara adminstratif, Kota Palu adalah Ibu Kota Propinsi Sulawesi Tenha yang
terbagi atas 4 kecamatan dan 43 kelurahan. Kota Palu dengan wilayah seluas
395,06 km2 berada pada dataran Lembah Palu dan Teluk Palu yang secara
geografis terletak antara 0o 36" - 0o 56" LS dan 119o 45" 121o 1" BT tepat
berada di bawah garis katulistiwa, dengan ketinggian 0 700 meter di atas
permukaan laut.
8
Kota Palu memiliki 2 musim yakni musim panas yang terjadi antara April
September dan musim hujan pada Oktober Maret. Hasil pencatatan suhu
udara pada 2002, suhu maximum tertinggi terjadi pada Oktober (35,9 oC)
dan suhu udara maximum terendah pada Juni (31,1 oC). Sedangkan suhu
udara minimum tertingggi terjadi pada Oktober yakni 24,3 oC dan suhu
udara minimum terendah pada April dan Mei yang mencapai 22,6 oC.
Curah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada
Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan
Oktober yakni 2 mm. Kecepatan angin rata-rata berkisar antara 5 7
knots, di mana kecepatan angin maksimum mencapai 15 hingga 21 knots.
Arah angin pada 2002 masih berada apada posisi yang sama dengan
tahun sebelumnya yaitu datang dari posisi 315o - 360o.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
Wilayah Kota Palu dicirikan oleh bentuk utama berupa lembah dimana
pusat Kota terletak di bagian tengah dari lembah tersebut. Letak ini
pula yang berpengaruh terhadap sebaran populasi yang relatif
memusat di bagian tengah lembah.
9
serta wilayahnya disusun oleh batuan yang lebih keras dibanding
material penyusun bagian lembah.
Morfologi Kota Palu terdiri atas tiga satuan utama, yaitu satuan
morfologi dataran, satuan morfologi bergelombang dan satuan
morfologi perbukitan.
10
Sungai Palu yang merupakan induk atau tempat bermuaranya
sungai-sungai yang ada di wilayah lembah menempati bagian
tengah wilayah Kota Palu. Sungai ini merupakan sungai permanen.
Adapun sungai-sungai lain yang utama di wilayah Kota Palu adalah
Sungai Palupi, S. Paboya, S. Kawatuna, S. Taipa, S. Kayumalue, S.
Tawaeli, S. Duyu, S. Watusampu dan S. Tipo. Kecuali sungai
Kayumalue, sungai-sungai lainnya bersifat sungai tadah hujan.
Stadium erosi sungai-sungai di atas adalah dewasa sampai tua.
2) Formasi Tinombo
3) Batuan Vulkanik
11
umumnya halus. Juga terdapat batuan lain berupa lava, breksi andesit
dan basal. Di sekitar wilayah Kota Palu dan kabupaten Donggala
batuan ini terdapat di Lolioge yang selanjutnya menerus ke wilayah
Kabupaten Donggala. Umur batuan diperkirakan menjemari dengan
Formasi Tinombo, yaitu pada kala Eosen.
4) Batuan intrusi
Satuan dan litologi batuan wilayah Kota Palu dirangkum dan ditabulasikan
dalam Tabel 3.1 berikut.
12
3 Pliosen Granit granit dan granodiorit
4 Eosen Batuan Vulkanik bersifat andesitik
5 Eosen-Oligosen Formasi Tinombo serpih, batupasir, batu lanau,
konglomerat, batuan vulkanik,
batugamping dan rijang,
termasuk pula filit, batusabak
dan kuarsit
6 Mesozoikum Kompleks Sekis mika, sekis ampibolit,
Metamorf genes dan pualam.
Sumber: Sukamto (1973)
c. Struktur Geologi
13
B. Kabupaten Donggala
3. Iklim
Hasil pencatatan suhu udara pada 2001, suhu maximum tertinggi terjadi
pada Juli (34,0 oC) dan suhu udara maximum terendah terjadi pada
Nopember ( 31,6 oC). Sedangkan suhu udara minimum tertingggi terjadi
pada Oktober yakni 23,8 oC dan suhu udara minimum terendah terjadi pada
Juni yakni 22,1 oC.
14
Kelembaban udara antara 73 82%. Kelembaban udara rata-rata tertinggi
terjadi pada Pebruari yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban udara
rata-rata terendah terjadi pada Juli dan Agustus yakni 73%.
Curah hujan tertinggi pada 2001 terjadi pada bulan September yakni 110
mm dan pada Oktober 98 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juni
yakni 24 mm.
Curah hujan tertinggi pada tahun 2002 terjadi pada Januari yakni 367 mm
dan pada Juni yakni 306 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada
Agustus yakni 7 mm.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
15
terdapat di bagian tengah P. Sulawesi, yaitu jalur sesar Palu Koro
dengan arah tenggara baratlaut.
16
molase dan sedimen formasi Tinombo dengan litologi batulempung,
batupasir, konglomerat, batusabak dan batuan volkanik.
17
b. Stratigrafi dan Litologi
1) Kompleks Metamorf
2) Formasi Tinombo
18
konglomerat. Sedangkan di bagian barat, yaitu dari Marawola sampai
dengan baratdaya Kulawi formasi ini sangat dominan. Puncak tertinggi
pada pegunungan di bagian barat kabupaten Donggala disusun oleh
Formasi ini.
3) Batuan Vulkanik
Singkapan batuan ini dapat dijumpai secara jelas pada ruas jalan
Lolioge sampai dengan Kabonga. Umumnya bersifat andesitik dan
berukuran kristal yang halus.
4) Batuan Intrusi
5) Batuan Molase
6) Batugamping Koral
19
yaitu dari batas wilayah Kabonga Kecil ke utara dan meluas ke timur
sampai ke Boneoge dan Pusat Pantai.
7) Endapan Danau
20
c. Struktur Geologi
21
C. Kabupaten Parigi Moutong
3. Iklim
22
Kelembaban udara antara 66 82%, di mana kelembaban udara rata-rata
tertinggi terjadi pada Juni yang mencapai 82%, sedangkan kelelmbaban
udara rata-rata terendah terjadi pada Oktober yakni 66%.
Curah hujan tertinggi pada 2002 terjadi pada April yakni 125 mm, dan pada
Nopember 115 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada Juli dan Oktober
yakni 2 mm.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
23
Secara umum, perubahan fisografi dari dataran ke bentuk perbukitan dan
pegunungan bergradasi secara teratur ataupun sangat sedikit dijumpai
adanya lembah-lembah memanjang diantara jalur pegunungan.
Wilayah bagian utara Kabupaten Parigi Moutong, yaitu dari Toboli sampai
dengan Moutong secara morfologi didominasi oleh pegunungan dan
perbukitan, sedangkan dari arah Toboli sampai dengan Sausu areal
dataran semakin luas, hal mana merupakan salah satu faktor bagi
ketersediaan lahan pemukiman dan pertanian di bagian selatan
kabupaten Parigi Moutong.
24
Satuan morfologi perbukitan. Penyebaran morfologi ini di samping
dipengaruhi oleh jenis batuannya juga berhubungan dengan struktur
patahan yang umumnya berpola sejajar. Morfologi perbukitan yang
dikontrol oleh jenis batuan yaitu litologi batugamping, diantaranya
terbentuk di wilayah kecamatan Tomini dan Tinombo. Pengaruh struktur
patahan dan kekar terhadap morfologi ini banyak dijumpai pada wilayah
yang membatasi morfologi dataran dan pegunungan. Kenampakan
morfologi ini sangat umum pada sisi-sisi kiri dan kanan jalur pegunungan
di Kabupaten Parigi Moutong.
25
aliran sungai yang melewati formasi aluvial dan batuan molase akan
dicirikan oleh sungai dengan stadium dewasa sampai tua
2) Formasi Tinombo
3) Batuan Volkanik
26
luas di wilayah Kasimbar. Umumnya bersifat andesitik dan berukuran
kristal yang halus.
4) Batuan Intrusi
Batuan ini berkomposisi granit dan granodiorit. Batuan ini tersebar cukup
luas, dan umumnya menempati wilayah dengan elevasi yang tinggi.
Batuan ini menempati wilayah yang luas di bagian selatan Kecamaan
Parigi.
5) Batuan Molasse
27
kerikil dan kerakal
2 Pleistosen-Holosen Batugamping Batugamping koral
Terumbu
3 Pliosen Granit granit dan granodiorit
4 Eosen Batuan Vulkanik bersifat andesitik
5 Eosen-Oligosen Formasi Tinombo serpih, batupasir, batu lanau,
konglomerat, batuan vulkanik,
batugamping dan rijang,
termasuk pula filit, batusabak
dan kuarsit
6 Mesozoikum Kompleks Sekis mika, sekis ampibolit,
Metamorf genes dan pualam.
c. Struktur Geologi
28
teknis struktur jalan raya, di mana kejadian retakan pada badan jalan yang
dapat diinterpretasikan sebagai salah satu akibat dari patahan.
29
D. Kabupaten Poso
Jaringan perhubungan yang tersedia adalah jalan propinsi dan kabupaten dan
jalan-jalan desa dengan kondisi jalan baik dan memadai dengan perkerasan
permukaan aspal dan sebagian masih pengerasan.
3. Iklim
30
Berdasarkan pengamatan pada 2001, secara umum rata-rata suhu udara
maksimum minimum berada pada 31,77 oC dan 22,4 oC. Suhu udara di
daerah pantai dan kepulauan rata-rata diperkirakan sekitar 26 oC dan di
pedalaman dan dataran tinggi antara 18 23 oC.
Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap
tahunnya, di mana setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada 2001 curah
hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terrendah 47 mm
pada Agustus.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
31
Satuan Morfologi Perbukitan. Satuan morfologi ini, dengan ketinggian
antara 200 600 m di atas muka laut, terdapat di bagian utara dan
tengah selatan Kabupaten Poso. Di utara terbentang di dua daereah,
yaitu memanjang utara-selatan dari Pabengko sampai D. Poso, dan
memanjang barat-timur dari Tagolu sampai Betaua dan menerus sampai
Bongkakoi di kecamatan Ulubongka. Di bagian tengah-selatan, satuan
morfologi perbukitan ini terdapat di Taripa sampai dengan Kamba. dekat
secara dominan meliputi daerah daerah Poso Pesisir .
Wilayah karst ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-pisah,
berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang
berongga.
32
2) Pola Aliran dan Karakteristik Sungai
Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-
pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa
berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.
Mandala Geologi Sulawesi Barat dicirikan oleh batuan vulkanik dan granit
Tersier yang menerobos batuan sedimen flysch yang berumur
Mesozoikum.
Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.
33
1) Formasi Tokala
2) Batuan Ultrabasa
Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).
3) Kompleks Pompangeo
34
Satuan ini tersebar luas, diantaranya di Pamona Utara, Tojo,
pegunungan Pompangeo dan bagian selatan Poso Pesisir. Tebal satuan
sulit dipastikan, diduga ribuan meter.
4) Batugamping Marmeran
5) Formasi Matano
35
Utara. Berdasarkan kandungan fosil dalam rijang dan batugamping,
diperkirakan umur formasi ini adalah Kapur Atas (Budiman, 1980).
6) Formasi Latimojong
9) Formasi Bongka
36
Gugusan batuan dalam formasi ini merupakan batuan sedimen klastika
yang diendapkan setelah tubrukan antara Mandala Banggai Sula dan
Mandala Sulawesi Timur yang terjadi pada kala Miosen Tengah dan
dikelompokkan kedalam Kelompok Molase Sulawesi, dimana Formasi
Bongka termasuk salah satu diantaranya.
Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan
konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi
Barat. Penyebaran satuan di kabupaten Poso sangat luas mencakup
bagian timur Poso Pesisir, bagian barat Lage sampai dengan bagian
utara Tentena. Tebal satuan diperkirakan sekitar 500 m dengan umur
formasi Pliosen (Budiman, 1981).
37
permukaan. Kandungan fosil dalam formasi menunjukkan umur Pliosen
(Budiman, 1981).
38
14) Endapan Danau
15) Aluvium
39
Tabel 3.4 (Lanjutan)
10 Kapur-Eosen Formasi Perselingan batusabak, filit,
Latimojong grewake, batugamping, argilit,
batulanau dengan sisipan
konglomerat, rijang dan batuan
gunungapi
11 Kapur Formasi Matano perselingan batugamping kalsilutit
dengan rijang, bersisipan
batulempung napalan dan argilit
12 Kapur-Paleosen Batugamping Pualam, batugamping terdaunkan
marmeran dan batugamping hablur
13 Kapur-Paleosen Komplek Sekis, genes, meta kuarsit, filit,
Pompangeo batusabak, grafit, serpentinit, basal
malih dan gabro malih, setempat
breksi dan milonit
14 Kapur-Oligosen Batuan Harzburgit, lherzolit, wherlit, dunit,
Ultrabasa piroksenit, websterit dan serpentinit.
15 Trias Formasi Tokala Batugamping, napal, batupasir,
serpih dan argilit.
Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991
c. Struktur Geologi
Struktur geologi yang terdapat di wilayah ini adalah, lipatan, kekar dan sesar.
Jenis sesar yang dapat dikenali berupa sesar sungkup, sesar turun dan
sesar mendatar. Adapun sesar yang dapat dikenal adalah sesar Poso (sesar
sungkup) yang berarah timurlaut baratdaya, sesar Uekuli (sesar sungkup)
yang berarah tenggara-baratlaut, Juga terlihat beberapa sesar dengan
dimensi yang lebih kecil, dengan arah relatif sejajar dengan arah kedua
sesar sungkup, yaitu timurlaut-baratdaya di bagian barat dan tenggara-
baratlaut di bagian timur.
Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah
dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi
lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah
struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan,
kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.
40
E. Kabupaten Morowali
Kabupaten Morowali mempunyai luas daratan sekitar 15.490,12 km2 atau sekitar
22,77% luas Propinsi Sulawesi Tengah. Berdasarkan Peta Rupabumi (skala 1 :
50.000) dan Peta Administrasi Kabupaten, Kabupaten Morowali terletak pada
koordinat: 010 31 12 030 46 48 LS dan 1210 02 24 1230 15 36 BT.
Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Morowali bagian utara, tengah, timur
dan barat merupakan wilayah yang sudah terakses dan dapat dijangkau dengan
kendaraan roda 2 dan 4. Wilayah bagian tenggara, yaitu sebagian wilayah
Kecamatan Bungku Selatan untuk saat ini aksesibilitas masih terhambat oleh
kondisi jalan yang belum sepenuhnya dapat dilalui kendaraan roda 4. Pada 2
kecamatan, yaitu Bungku Selatan dan Menui Kepulauan sebagian desa
merupakan pulau-pulau yang terpisah dari daratan utama pulau Sulawesi,
sehingga pencapaiannya hanya dapat dilakukan dengan angkutan laut.
7. Iklim
41
bulan sejak lima tahun terakhir berkisar antara 40 98%. Data pada tahun
2001 kelembaban terendah sekitar 40% terjadi pada bulan Pebruari dan
kelembaban tertnggi sekitar 94% terjadi pada Oktober.
Rata-rata jumlah curah hujan selama 1997 2001 relatif rendah setiap
tahunnya. Setiap bulan berkisar antara 30 188 mm. Pada tahun 2001 curah
hujan tertinggi terjadi pada April yakni 376 mm, sedangkan terendah 47 mm
pada Agustus.
8. Kondisi Geologi
d. Fisiografi
1) Morfologi
42
Satuan Morfologi Bergelombang. Satuan morfologi ini, dengan
kenampakan utama bergelombang menyebar luas di bagian timur
Kabupaten Morowali, memanjang relatif timur-barat dari Lembontonara
sampai Ensa. Sebagian wilayah Kecamatan Lembo, yaitu Lembo bagian
selatan juga ditandai dengan morfologi bergelombang ini.
43
Wilayah karstt ini dicirikan oleh permukaan yang kasar dan terpisah-
pisah, berlereng tajam dan menunjukkan sifat-sifat batuan karbonat yang
berongga.
Di samping pola aliran sungai dominan yang berpola dendritik, juga pola-
pola aliran sungai paralel dan rektangular serta trelis dapat dianalisa
berdasarkan pola morfologi pada rupabumi.
Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.
44
sampai dengan batas dengan Propinsi Sulawesi Tenggara. Formasi
Tokala merupakan bagian dari Mandala Geologi Banggai-Sula. Litlogi
yang menyusun formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir,
serpih, argilit, breksi dan konglomerat.
Batuan penyusun formasi ini terdiri dari batusabak, serpih, filit, batupasir,
batugamping dengan buncah gamping rijangan. Di Kabupaten Morowali
satuan ini terdapat di daerah Bahombelu, Tinompo, Korowalelo dann
Korompeli. Formasi Masiku merupakan bagian dari Mandala Geologi
Banggai-Sula. Fosil penunjuk untuk Formasi ini tidak ditemukan. Diduga
umur formasi adalah Jura Akhir dan mempunyai ketebalan sekitar 500 m.
45
20) Batuan Ultrabasa
Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).
46
22) Batugamping Marmeran
Satuan ini menyebar cukup luas di daerah Mori Atas seperti di Ensa,
Tomata dan Peleru. Umumnya terdapat berupa singkapan-singkapan
dalam batuan sekis dan genes. Penyebaran satuan yang disusun oleh
marmer secara jelas dapat diamati di lokasi-lokasi selatan Tomata dan
utara Peleru.
Umur satuan ini belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga berasal dari
sedimen pelagos, yaitu kalsilutit yang berumur lebih tua dari Kapur.
47
Di Kabupaten Morowali, satuan ini terdapat setempat di sebelah barat
Bente Kecamatan Bungku Tengah. Salah satu bentuk khas dari topografi
satuan ini adalah bentuk topografi karst dengan perbukian yang saling
terpisah. Tebal formasi diperkirakan sampai melebihi 1000 m, dengan
umur formasi adalah Eosen-Oligosen (Bison dkk, 1982).
Litologi formasi ini terdiri dari batugamping, napal, batupasir tufaan dan
konglomerat, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi Sulawesi
Barat.
48
Litologi formasi ini terdiri dari konglomerat, batupasir, batulempung
dengan sisipan tufa, dan merupakan bagian dari Mandala Geologi
Banggai Sula.
28) Aluvium
49
grafit, serpentinit, basal malih dan
gabro malih; setempat terdapat
breksi dan milonit
9 Kapur-Oligosen Batuan Ultrabasa harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit
10 Jura Akhir Formasi Masiku batusabak, serpih, filit, batupasir,
batugamping dengan buncah
gamping rijangan
11 Jura Akhir Formasi Nanaka perselingan batupasir kuarsa
dengan dengan batupasir
lempungan serta konglomerat pada
bagian bawahnya
12 Jura Akhir Formasi perselingan batugamping, napal
Tetambahu dan batupasir dengan sisipan
gamping rijangan
13 Trias Formasi Tokala Batugamping, napal, batupasir,
serpih dan argilit.
Sumber: Simandjuntak, dkk., 1991
f. Struktur Geologi
Lipatan yang terbentuk di daerah ini terdiri dari tiga jenis, yaitu lipatan lemah
dan terbuka, lipatan tertutup dan lipatan tumpang-tindih. Struktur geologi
lainnya yang sangat umum dan terdapat pada hampir semua batuan adalah
struktur kekar. Arah pengkekaran umumnya umumnya tidak beraturan,
kecuali pada zone-zone yang dekat dengan struktur utama.
50
F. Kabupaten Banggai
3. Iklim
Pada tahun 2002 hujan terjadi sepanjang bulan kecuali September dan
Oktober dengan rata-rata curah hujan 100,30 mm. Rata-rata hari hujan
sebanyak 12,1 hari, sedangkan jumlah hari hujan terbanyak pada bulan Juni
51
yaitu 25 hari sedangkan pada September dan Oktober hujan hanya 0 2
hari.
Kecepatan angin pada musim hujan relatif kecil daripada musim panas, dan
sebaliknya. Demikian pula arah angin terbanyak menunjukkan angka yang
hampir sama sehingga sulit dibedakan antara musim panas dan musim
hujan.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
52
Secara regional di batuan penyusun wilayah Kabupaten Banggai terdiri dari
ketiga mandala geologi di Sulawesi, yaitu Mandala Geologi Sulawesi Barat,
Mandala Geologi Sulawesi Timur dan Mandala Geologi Banggai-Sula.
Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur dari tua ke muda
sebagaii berikut.
1) Formasi Meluhu
Litologinya berupa Batusabak, batupasir malih, serpih, filit dan sedikit
sekis. Tersingkap di sekitar S. Kaumbanga dan Bunta, hulu S. Toima,
umumnya membentuk perbukitan. Formasi ini diduga berumur Trias.
Tebal formasi diperkirakan mencapai 750 m.
2) Formasi Tokala
Litologinya berupa batugamping, napal, batupasir, serpih dan argilit.
Satuan ini tersebar di Pegunungan Tokala, Boba, Ondolean dan sekitar
G. Balutumpu. Kandungan fosil pada formasi ini menunjukkan umur Trias
Akhir. Tebal satuan diperkirakan melebihi 900 m.
3) Batuan Ultrabasa
Batuan penyusun satuan ini terdiri dari harzburgit, lherzolit, wehrlit, dunit,
piroksenit, websterit dan serpentinit. Gabungan batuan ultrabasa dan
basa dengan sedimen pelagos Mesozoikum Formasi Matano merupakan
tuntunan ofiolit yang secara regional disebut Jalur Ofiolit Sulawesi Timur
(Simanjuntak dkk, 1991).
4) Formasi Nanaka
Terdiri dari perselingan batupasir kuarsa dengan batupasir lempungan
serta konglomerat di bagian bawahnya. Singkapan batuan terletak di S.
Sabuko dan hulu S. Balaang. Lensa-lensa batubara dijumpai dalam
formasi ini. Singkapan yang luas terdapat di bagian selatan Luwuk
53
sampai Batui. Satua ini membentuk morfologi kasar. Umur formasi Umur
formasi Jura Tengah-Jura Akhir, dengan ketebalan diperkirakan > 300 m.
5) Formasi Nambo
Litologi satuan ini berupa napal dan serpih. Di Kabupaten Banggai
formasi ini tersingkap dengan baik di sepanjang S. Nambo dan di hulu S.
Kanohan di selatan Luwuk. Umur formasi Jura Tengah-Jura Akhir,
dengan ketebalan diperkirakan melebihi 300 m.
6) Formasi Matano
Terdiri dari kalsilutit, argilit dan sisipan rijang. Sebarannya meliputi daerah
Baloa dan Asaan serta sebelah utara Balantak. Tebal formasi diduga
melebihi 1500 m. Umur formasi Kapur Akhir.
7) Formasi Salodik
Litologi berupa batugamping kalkarenit, kalsirudit, batugamping terumbu,
dan bersisipan napal.i dari marmer, batugamping terdaunkan dan
batugamping kristalin.
8) Formasi Poh
Litologi formasi ini berupa napal, putih kecoklatan-putih kelabu, padat dan
agak keras. Di Kabupaten Banggai satuan ini terdapat di hulu S.
Matindok, hulu S. Batui, hulu S. Bantayan yang memanjang sampai Poh
dan Pagimana. Tebal formasi lebih kuranf 1300 m adalah Oligosen-
Miosen Akhir.
9) Formasi Lonsio
Terdiri dari perselingan antara lava basal, breksi vulkanik, konglomerat
dan batupasir vulkanik klastik, bersisipan batulanau gampingan dan tufa.
Penyebaran antara lain di Tanjung Lonsio, S. Bombon dan Binsil. Tebal
54
formasi diperkirakan tidak kurang dari 700 1.000 m, dengan umur
formasi adalah Miosen Tengah.
13) Aluvium
55
Tabel 3.6 Satuan batuan di wilayah Kecamatan Banggai
c. Struktur Geologi
56
G. Kabupaten Banggai Kepulauan
Dari sisi aksesibilitas, bentuk kepulauan daerah ini menyebabkan untuk saat ini
akses dari kabupaten lain hanya melalui transportasi laut. Di dalam wilayah
kabupaten sendiri prasarana transportasi darat belum berkembang
sebagaimana kabupaten lain.
3. Iklim
Pada tahun 2002 puncak musim hujan terjadi pada bulan Maret sampai
dengan Juli yang ditandai dengan jumlah curah hujan antara 145 200
mm. Sedanagkan pada musim panas, terjadi pada bulan Januari dan
September dimana jumlah hari hujan antara 18 21 mm. Kecepatan
57
angin pada musim hujan relatif kecil daripada musim panas, dan
sebaliknya. Demikian pula arah angin terbanyak menunjukkan angka yang
hampir sama sehingga sulit dibedakan antara musim panas dan musim
hujan.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
58
1) Batuan Malihan Paleozoikum
2) Granit Permo-Trias
4) Batugamping Terumbu
5) Aluvium
59
Tabel 3.7 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Banggai
Kepulauan
60
H. Kabupaten Tolitoli
Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Tolitoli yang sudah dapat diakses
dengan lancar dati batas selatan hingga batas utaranya. Pencapaian dari
kabupaten lain di sekitarnya sudah terakses dengan menggunakan kendaraan
roda empat. Akses-akses ke wilayah kecamatan sebagain sudah terakses
dengan baik sedangkan sebagian desa-desa pencapaian dengan kendaraan
roda 4 masih sulit.
3. Iklim
61
b. Curah Hujan dan Keadaan Angin
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
62
Secara regional wilayah Kabupaten Tolitoli terdapat pada Mandala Geologi
Sulawesi Barat. Stratigrafi batuan wilayah ini disusun berdasarkan umur
dari tua ke muda sebagaii berikut.
Kompleks batuan metamorf ini terdiri dari sekis berupa sekis mika,
sekis hijau dan sekis ampibolit dan marmer. Sekis mika lebih dominan
dibanding sekis hijau dan batuan lainnya. Di Kabupaten Tolitoli
kompleks batuan ini terdapat di bagian selatan pada batas Kabupaten
Parimo yaitu di sekitar G. Tinombala, G. Salusupande dan G. Silondou.
Kompleks batuan ini diperkirakan berumur Mesozoikum.
2. Batuan Vulkanik
3. Formasi Tinombo
63
4. Batuan Sedimen Laut
Penyebaran batuan ini antara lain sebelah timur Kota Tolitoli yang
memanjang ke utaranya, di batas dengan Kabupaten Buol dan
penyebaran yang luas memanjang dari Tinabogan sampai ke arah timur
Bangkir. Pada beberapa tempat bagian atas batuan ini sangat lapur
dan terubah menjadi lempung dan pasir putih dimana di daerah
perbukitan yang merupakan ruas transportasi merupakan zone lemah
gerakan tanah. Umur formasi adalah Miosen Tengah sampai Miosen
Atas.
6. Batugamping Terumbu
7. Aluvium
Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal.
Daerah-daerah pesisir pantai dan sekitar daerah aliran sungai umumnya
disusun oleh material ini, dengan penyebaran terluas terdapat di Lais,
Bangkir, Kota Tolitoli dan Lalos. Tebal satuan beberapa meter sampai
puluhan meter.
64
Satuan dan batuan litologi wilayah penelitian dirangkum dan ditabulasikan
dalam Tabel 3.8 berikut.
b. Struktur Geologi
65
I. Kabupaten Buol
Dari sisi aksesibilitas, wilayah Kabupaten Buol yang sudah dapat diakses
dengan lancar adalah sampai dengan Bodi, sedangkan ruas lanjutannya ke
arah timur yaitu ke Paleleh pada beberapa masih relatif sulit dilalui pada musim
hujan. Hubungan transportasi yang lancar ke arah lokasi pekerjaan dapat
dicapai dengan menggunakan alat transportasi laut. Adapun ruas-ruas jalan
daerah untuk mencapai lokasi-lokasi di luar jalan utama sebagian besar sudah
dapat diakses, sekurang-kurangnya dengan penggunaan kendaraan roda dua.
3. Iklim
Terdapat 2 musim di Kabupaten Buol yakni musim panas yang terjadi antara
April September dan musim hujan yang terjadi pada Oktober Maret.
Hasil pencatatan suhu udara pada tahun 200, suhu maximum tertinggi
terjadi pada bulan Oktober (32,4 0C) dan suhu udara maximum terendah
terjadi pada bulan Januari ( 30,40 0C). Sementara itu, suhu udara minimum
66
tertingggi terjadi pada Maret yakni 24,2 0C dan suhu udara minimum
terendah terjadi pada Juli yakni 22,700C.
b. Curah Hujan
Curah hujan tertinggi pada tahun 2002 terjadi pada bulan Januari yakni 367
mm, dan pada Juni 306 mm. Sedangkan curah hujan terendah pada
Agustus yakni 7 mm.
4. Kondisi Geologi
a. Fisiografi
1) Morfologi
67
wilayah yang termasuk dalam satuan ini meliputi deret pegunungan
Malino, G. Bangkalang dan G. Tetembu serta G. Tentolomatinan di
pegunungan Paleleh.
1) Formasi Tinombo
Litologi penyusun formasi ini berupa lava basal, basal spilitan, lava
andesit, breksi gunung api, batupasir wake, batulanau, patupasir hijau,
batugamping merah, batugamping kelabu dan batuan termetamorfosa
lemah.
2) Batuan Vulkanik
68
barat Leok dan sebelah selatan Bokat yang merupakan batas dengan
kabupaten/propinsi lain.
Sebaran batuan ini masih meluas ke arah barat (Tolitoli) dan menyebar
luas di selatan (Parigi Moutong). Satuan ini diperkirakan menjemari
dengan Formasi Tinombo. Berumur Eosen Oligosen.
3) Diorit Bone
4) Diorit Boliohuto
Terdiri dari diorit dan granodiorit dan tergolong dalam jenis batuan beku
dalam yang bersifat menengah sampai asam. Di Kabupaten Buol
batuan ini hanya terdapat di sekitar G. Tentolomatinan sebelah selatan
Lokodako. Umur batuan adalah Miosen Tengah sampai Miosen Atas.
5) Formasi Dolokapa
6) Breksi Wobudu
69
7) Molase Celebes Sarasin dan Sarasin (~ Formasi Lokodidi)
8) Batuan Vulkanik
Batuan vulkanik ini berkomposisi aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
andesit-basal. Penyebarannya di Kabupaten Buol hanya setempat,
yaitu di daerah Busak dengan luasan sekitar 150 ha. Umur batuan
Pliosen-Pleistosen.
9) Batugamping Terumbu
10) Aluvium
Terdiri dari material pasir, lempung, lanau, lumpur, kerikil dan kerakal.
Endapan terluas terdapat di dataran Kota Buol yang melebar ke arah
Leok, Lamolan, Bokat dan Momunu terutama dataran banjir S.
Momunu. Tebal satuan beberapa meter sampai puluhan meter.
70
Tabel 3.9 Satuan batuan di wilayah Kabupaten Buol
No. Umur Satuan Litologi
1 Holosen Aluvium Lumpur, lempung, pasir, kerikil dan
kerakal
2 Pleistosen- Batugamping Batugamping koral
Holosen Terumbu
3 Pliosen- Batuan aglomerat, tufa dan lava yang bersifat
Pleistosen Vulkanik andesit-basal
4 Pliosen- Formasi konglomerat, batupasir, batulanau dan
Pleistosen Molase batulempung, batugamping koral, tufa,
Sulawesi serpih hitam dan napal
5 Pliosen Breksi Wobudu breksi vulkanik, aglomerat, tufa, tufa
lapili dan lava yang bersifat andesit
sampai basal
6 Miosen Formasi batupasir wake, batulanau, batulumpur,
Tengah-Miosen Dolokapa konglomerat, tufa, tufa lapili, aglomerat,
Atas breksi vulkanik dan lava yang bersifat
andesit serta basal
7 Miosen Diorit Boliohuto diorit dan granodiorit
Tengah-Miosen
Atas
8 Miosen Awal- Diorit Bone diorit, diorit kwarsa, granodiorit dan
Miosen Tengah andesit
9 Eosen- Batuan Tufa, breksi, lava andesit dan basal
Oligosen Vulkanik
10 Eosen- Formasi lava basal, basal spilitan, lava andesit,
Oligosen Tinombo breksi gunung api, batupasir wake,
batulanau, patupasir hijau, batugamping
merah, batugamping kelabu dan batuan
termetamorfosa lemah
Sumber: Ratman (1976) dan Bahri dkk (1993)
b. Struktur Geologi
71
dominan, hanya terdapat 2 struktur utama yaitu sesar sungkup di barat
Momuno dan sesar vertikal di sebelah barat Leok. Struktur geologi lainnya
yang dijumpai adalah lipatan antiklin dan kekar-kekar yang banyak terjadi
pada seluruh formasi batuan.
72
BAB IV
HASIL INVENTARISASI POTENSI SUMBERDAYA MINERAL
Menurut beberapa buku referensi geologi, yang dimaksud (Ludman and Coch,
1982):
Dari kedua definisi di atas dapat dikatakan bahwa sumberdaya mineral adalah apa
saja yang terjadi secara alamiah dari dalam bumi yang sifat fisiknya padat dan
mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan definisi ini, minyak bumi dan gas alam,
karena sifat fisiknya tidak padat, maka keduanya tidak termasuk sumberdaya
mineral.
73
B. Potensi Sumberdaya Mineral Kota Palu
No. Jenis Kegunaan Kecamatan/Lokasi
1 Sirtukil Bahan bangunan Palu Barat / S. Watusampu
Palu Barat / S. Sombe-Lewara
Palu Barat / S. Palu
Palu Timur / S. Pondo
Palu Utara / S. Tawaeli
Palu Utara / S. Lambagu
Palu Selatan / S. Palu
2 Emas Asesoris Palu Timur / Kel. Poboya
3 Gipsum Plaster Paris (untuk Palu Timur / Kel. Tondo, Layana
bangunan, semen Portland, Indah dan Mamboro
dekorasi ninterior, tembikar
4 Lempung Batubata, tembikar Palu Selatan
5 Granit Bahan bangunan Palu Barat
6 Andesit Bahan bangunan Palu Barat
74
3 Marmer Bahan bangunan, Industri Kec. Palolo
ornamen
Lanjutan C
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Balaesang / Ds. Balukang
feldspar Kec. Dampelas / Ds. Sioyong dan
Sabang
Kec. Sirenja / Ds. Lambu dan
Sibayu
5 Pasir silika Industri gelas dan semen Kec. Balaesang
6 Mika Asesoris dan Industri bahan Kec. Kulawi / Tuwulu
bangunan
7 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Kec. Banawa
agro-industri Kec. Sirenja
Kec. Sindue
8 Lempung Semen, tembikar Kec. Banawa / Ds. Maleni,
Tanamea, Pulege
Kec Kulawi
Kec. Dampelas / Ds. Budi Mukti,
Karya Mukti
Kec. Sirenja / Ds. Sibado,
9 Andesit Industri bahan bangunan Kec. Banawa / Ds. Loli Oge & Loli
Tasiburi
10 Diorit Industri bahan bangunan Kec. Banawa / Ds. Kalora
11 Kaolin Industri keramik Kec. Sirenja / Ds. Tompe
12 Fospat Industri kimia, farmasi Kec. Banawa / Ds. Kabonga
Besar, Kabinga Kecil, Tg. Batu
13 Emas dan perak Asesoris, industri elektronika Kec. Palolo
Kec. Kulawi
14 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Tawaili / Ds. Labuan
15 Timah dan seng Industri logam Kec. Banawa
Kec. Sindue
16 Besi Industri logam Kec. Kulawi
17 Galena Kec. Marawola/Hulu S. Lewara
75
3 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Moutong / Ds. Moutong
feldspar
Lanjutan D
5 Emas dan perak Asesoris, industri elektronika Kec. Moutong/Ds. Moutong
76
Industri kimia/farmasi, Kec. Lage: Ds. Tampemadoro
pemurni gula, alam pupuk,
korek api, bahan fotografi
6 Emas Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Utara
Kec. Lore Selatan/Ds. Gintu
7 Besi Bahan baku baja, mesin, Kec. Tojo dan Ulubongka
pabrik dll
Lanjutan E
7 Perak Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Selatan
8 Tembaga Asesoris, industri elektronika Kec. Lore Utara
Kec. Tojo
Kec. Unauna
9 Belerang Industri kimia, farmasi Kec. Unauna/P. Unauna
10 Talk Tekstil, kosmetik, cet Kec. Pamona Timur, Peg.
Pompangeo, S. Uedago
11 Batu Giok (Jade) Asesoris Peg. Pompangeo, S. Kusek, S.
Salimuru, S. Mambulaba, S.
Memaramu, S. Uemadago, S.
Kusehmalis.
12 Batubara Bahan bakar Kec. Mori Atas/Ds. Ensa. Tomata
13 Gas alam Bahan bakar Kec. Ampana
77
8 Batubara Bahan bakar Kec. Mori Atas
Kec. Bungku Utara / Ds. Kolo
Atas
9 Minyak bumi dan Bahan bakar Kec. Bungku Utara / Ds. Kolo
gas alam Atas
78
Kec. Buko / Ds. Lelengan dan
Pelinglolomo
Kec. L. Bangkurung / P. Taliakan
(dekat Maluku)
2 Gips Plaster Paris (untuk Kec. Liang
bangunan, semen Portland, Kec. Banggai / Ds. Kendek
dekorasi ninterior, tembikar
3 Mika Genteng Kec. Loo Bangkurung
Kec. Liang
Kec. Buko
Kec. Bulagi / Ds. Tataranda
Kec. Banggai / Ds. Adean
Lanjutan H
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Banggai
feldspar Ds. Lambaku
5 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Meliputi separuh wilayah Kab.
agro-industri Bangkep
6 Napal/Lempung Semen, tembikar Kec. Banggai
Kec. Buko / Ds. Lelengan
7 Batu apung Batu gosok, industri Kec. Bulagi / Ds. Bulagi
8 Batukaca Asesoris, ornamen Kec. Buko / Ds. Seano dan
Batangunu
9 Emas Asesoris, ornamen Kec. Buko / Ds. Lumbi-lumbia
79
4 Pasir kuarsa/ Industri keramik dan gelas Kec. Dondo / Pantai Lais, Malala,
feldspar Salumbia
Kec. Dampal Utara / Pantai
Ogutua
Kec. Dampal Selatan / Pantai
Semutu dan Pepi
5 Batugamping Bahan bangunan, semen dan Tg. Manimbaya
agro-industri Tolitoli Utara
6 Diorit Industri, bahan bangunan Kec. Dampal Utara
Kec. Dampal Selatan
Kec. Baolan
Kec. Galang
Lanjutan I
7 Emas Asesoris, industri elektronika Kec. Baolan
Kec. Dondo
Kec. Tolitoli Utara
8 Tembaga Asesoris, industri elektronika S. Bukal
9 Timah dan seng Industri logam Kec. Baolan / Ds. Panasakan
Bukal
80
BAB V
PEMBAHASAN DAN KESIMPULAN
A. Pembahasan
81
c. Sebagian besar bahan tambang tersebut masih berupa indikasi, sehingga
investor bermodal relatif kecil tidak mampu mengelolanya karena harus
mengeluarkan dana awal yang relatif besar.
d. Permasalahan lingkungan yang relatif menonjol, mengingat bahwa
sebagian besar daerah ini mempunyai topografi yang bergelombang, dari
lemah sampai sangat kuat.
B. Kesimpulan
82
a. Kota Palu; terdapat 3 jenis dengan 9 lokasi.
b. Kabupaten Donggala; terdapat 15 jenis dengan 29 lokasi.
c. Kabupaten Parigi Moutong; terdapat 5 jenis dengan 8 lokasi.
d. Kabupaten Poso; terdapat 16 jenis dengan 63 lokasi.
e. Kabupaten Morowali; terdapat 11 jenis dengan 48 lokasi.
f. Kabupaten Banggai; terdapat 6 jenis dengan 29 lokasi.
g. Kabupaten Banggai Kepulauan; terdapat 5 jenis dengan 34 lokasi.
h. Kabupaten Tolitoli; terdapat 5 jenis dengan 11 lokasi.
i. Kabupaten Buol; terdapat 10 jenis dengan 10 lokasi.
83
DAFTAR PUSTAKA
Bachri, S., Sukido dan N. Ratman, 1994, Peta Geologi Lembar Tilamuta (skala 1 :
250.000), PPPG, Bandung.
BPS Propinsi Sulawesi Tengah, Propinsi Sulawesi Tengah Dalam Angka Tahun 2002,
Palu
Bupati Buol, 2000, Profil dan Pelaksanaan Pembangunan Kabupaten Buol, Makalah
disampaikan pada seminar regional Kebijaksanaan Pembangunan Daerah,
JICA PSL UNTAD, Palu.
Bustami, M., 2001, Penelitian Potensi Sumberdaya Alam Propinsi Sulawesi Tengah,
IAEU UNTAD, Palu.
84
Evaluasi dan Penyusunan Kembali RTRWP Sulteng, BAPPEDA Prov. Sulteng,
Palu.
Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004, Peta Sebaran Sumberdaya Mineral Non
Logam Propinsi Sulawesi Tengah (skala 1 : 750.000), Bandung.
Ditjen Geologi dan Sumberdaya Mineral, 2004, Peta Sebaran Sumberdaya Mineral
Logam Propinsi Sulawesi Tengah (skala 1 : 750.000), Bandung.
Hadiwijoyo, D. Sukarna dan K. Sutisna, 1993, Peta Geologi Lembar Pasangkayu (skala
1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Harian Media Indonesia, 23 Desember 2003, Harga Bahan Galian Meningkat, Jakarta.
Humas Pemda Prov. Sulteng, 1994, Profil Sulawesi Tengah 1994, Palu.
Ludman, A. and Nicholas K. Coch, 1982, Physical Geology, McGraw-Hill, Inc., USA.
Mottana, A., Rodolfo C. and Giueppe L., 1996, Guide to Rocks and Minerals, Simon &
Schuster Inc., New York.
Pemda Kab. Poso, 2000, Rencana Strategis Kabupaten Poso 2000 2004, BAPPEDA
Kab. Poso PSL UNTAD, Palu.
Ratman, N., 1976, Peta Geologi Lembar Tolitoli (skala 1 : 250.000), Dir. Geologi,
Bandung.
Ratman, N. dan Atmawinata, S., 1993, Peta Geologi Lembar Mamuju (skala 1 : 250.000)
PPPG, Bandung
Rusmana, E., A. Koswara dan T. O. Simandjuntak, 1993, Peta Geologi Lembar Luwuk
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Simandjuntak, T. O., Surono dan J. B. Supandjono, 1991, Peta Geologi Lembar Poso
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Simandjuntak, T. O., Rusmana, K.E., Supandjono, J.B. dan Koswara, A., 1993, Peta
Geologi Lembar Bungku (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Simandjuntak, T. O., Rusmana, Surono dan Supandjono, J.B., 1991, Peta Geologi
Lembar Malili (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
SPRA, 2001, Penyingkiran Hak Agraria Rakyat dan Penghancuran Ekosiste, Laporan
Studi Kebijakan Pertambangan Bahan Galian Golongan C di Sulawesi Tengah,
Palu.
Sukamto, R., 1973, Peta Geologi Lembar Palu (skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Sukrisno, 1982, Peta Hidrogeologi Lembar Batui Luwuk (skala 1 : 250.000), Direktorat
Geologi Tata Lingkungan, Bandung.
85
Supandjono, J. B. dan E. Haryono, 1993, Peta Geologi Lembar Banggai (skala 1 :
250.000), PPPG, Bandung.
Sukido, Sukarna, D., dan Sutisna, K., 1993, Peta Geologi Lembar Pasangkayu,
(skala 1 : 250.000), PPPG, Bandung.
Tjahjadi, B., 1981, Peta Hidrogeologi Lembar Pasangkayu Poso (skala 1 : 250.000),
Direktorat Geologi Tata Lingkungan, Bandung.
Walikota Palu, 2002, Keputusan Walikota Palu No. 42 Tahun 2002 tentang Penetapan
Nilai Pasar Pengambilan Bahan Galian Golongan C dalam Wilayah Kota Palu,
Palu.
Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., 2001, Identifikasi dan Pemetaan Geologi Kota Palu,
BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD, Palu.
Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., 2002, Identifikasi dan Pemetaan Geologi
Kecamatan Banawa, BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD, Palu.
Mujirin, M. Y., Abdullah dan Uno, I., Rusydi, M. Dan Rusli,M., 2002, Identifikasi dan
Pemetaan Geologi Kabupaten Donggala, BAPPEDA Sulteng PPLH UNTAD,
Palu.
86