Anda di halaman 1dari 61

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perforasi Colon adalah ruptur pada dinding usus meliputi usus besar dan
usus kecil karena berbagai penyebab sehingga sebagian usus terlepas dan
masuk kedalam rongga peritoneum abdomen (Emedic, 2010).
Berdasarkan survei World Health Organization (WHO) angka kejadian
perforasi usus, sebagai bentuk dari complicated intra abdominal infections,
mencapai 5,9 juta kasus didunia pada tahun 2009.
Pada tahun 2008 Indonesia mempunyai angka kejadian yang tinggi untuk
perforasi colon yang merupakan bentuk dari complicated inra abdominal
infections sebanyak 7% dari total seluruh penduduk Indonesia atau sekitar
179.000 Jiwa. Provinsi jawa tengah memiliki angka kejadian perforasi colon
sebanyak 5980 kasus, 117 diantara meninggal. Kota semarang merupakan
kota dengan angka kejadian paling tinggi diantara kota lainnya di Jawa
tengah, yaitu sebanyak 970 kasus (Kemenkes,2008).
Laparotomi merupakan salah satu prosedur pembedahan mayor dengan
cara melakukan penyayatan pada lapisan dinding abdomen untuk
mendapatkan organ dalam abdomen yang mengalami masalah, misalnya
kanker, pendarahan, obstruksi, dan perforasi (Sjamsuhidajat, et al, 2010).
Laparotomi merupakan salah satu tindakan bedah abdomen yang berisiko
4,46 kali terjadinya komplikasi infeksi pasca operasi dibanding tindakan
bedah lainnya (Haryanti, et al2013)
Tidak sedikit Rumah Sakit di Indonesia yang masih menggunakan
balutan konvensional, yaitu menggunakan kasa sterilsebagai bahan utama
balutan. Asia Pacific Wound Care Congress (APWCC) mencatat bahwa
hingga tahun 2012, di Indonesia setidaknya baru 25 dari 1000 lebih rumah
sakit, khususnya di Pulau Jawa yang telah menerapkan manajemen
perawatan luka modern. (Sutriyanto, 2015)
Hasil riset mengatakan tingkat kejadian infeksi pada perawatan luka
dengan cara konvensional lebih tinggi dibandingkan dengan menggunakan
balutan modern. Penelitian lain yang dilakukan Nurachmah, Kristianto, dan
Gayatri (2011) menunjukkan adanya perbedaan yang signifikan antara
perawatan luka tekhnik modern dan konvensional, proses pelepasan growt
faktor lebih cepat terjadi pada kondisi perawatan luka lembab dibandingkan
perawatan luka secara konvensional. Kondisi ini akan sangat mempengaruhi
proses penyembuhan luka terutama pada tahapan proliferasi atau granulasi.
Konsep manajemen perawatan luka modern dengan basis lembab
(moisture balance) pertama sekali diperkenalkan oleh Winter (1962), dan
telah diadopsi oleh banyak negara. Keuntungan konsep lembab ini adalah
membuat lingkungan yang mempercepat re-epitalisasi, menjaga kelembaban
akan menurunkan infeksi, dasar luka yang lembab dapat merangsang
pengeluaran growth factor yang mempercepat proses penyembuhan luka
(Halim, Khoo & Saad, 2012).
Dengan fenomena tersebut di atas, maka penulis tertarik utuk membuat
Karya Ilmiah Akhir Ners (KIAN) dengan mengangkat judul “Asuhan
Keperawatan Pada Tn. D dengan Laparatomi Pada Perforasi colon sigmoid Di
Lontara 2 Atas Depan Rumah Sakit Umum Provinsi Wahidin Sudirohusodo.

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana cara perawatan luka post op laparatomi perforasi colon
sigmoid dan kegunaan modern dressing dan implementasi TIME
MANAGEMENT?
2. Bagaimana perkembangan luka post op laparatomi perforasi colon
sigmoid setelah dilakukan TIME MANAGEMENT?
3. Apa saja jenis modern dressing digunakan dalam perawatan klien dengan
luka post op laparatomi perforasi colon sigmoid?

C. Tujuan Penulisan
1. Tujuan Umum
Setelah observasi perawatan luka pada klien, mahasiswa mampu
mengetahui dan memahami tentang perawatan luka post op laparatomi
perforasi colon sigmoid dengan menggunakan Modern Dressing dan
Implementasi TIME MANAGEMENT.

2. Tujuan Khusus
Mahasiswa mampu menilai perkembangan pada luka pasien post
op laparatomi setelah dilakukan TIME MANAGEMENT dan
penggunaan Modern Dressing.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Tinjauan Teori Tentang Perforasi colon sigmoid
1. Defenisi
Perforasi colon sigmoid adalah kondisi terjadinya robekan pada
dinding usus besar karena berbagai penyebab salahsatunya karena benda
tajam sehingga sebagian usus terlepas dan mengakibatkan masuk
kedalam rongga peritoneum abdomen. (Arifin, 2015). Perforasi dapat
terjadi pada setiap organ atau bagian tubuh yang bersifat berongga
dimana terjadi lubang tembusan dari rongga organ atau bagian tubuh
yang satu dengan lainnya atau dengan luar tubuh. Oleh sebab itu saluran
cerna termasuk organ yang dapat mengalami perforasi, mulai dari
esofagus, gaster, usus halus, dan kolon (Widyawati,2013).

Etiologi

Perforasi saluran cerna dapat terjadi oleh karena banyak sebab,


seperti trauma tajam (misal: pisau, gunting) di dada sebelah bawah atau
abdomen dan biasanya mengenai usus halus karena organ ini menempati
besar rongga perut (Rahmat,2011).

Penggunaan aspirin maupun OAINS pada usia lanjut juga bisa berpotensi
menimbulkan perforasi pada gaster dan duodenum atau bahkan saluran
cerna bawah dengan komorbid divertikulosis. Dengan adanya
manajemen endoskopik dan penggunaan obat-obat penghambat pompa
proton (PPI) (mis: omeprazole, dan lain-lain) kasus perforasi ulkus
peptikum sudah jarang terjadi (Stevanson,2008)

Faktor-faktor predisposisi diantaranya adalah apendisitis akut dan


divertikulitis akut. Appendisitis akut juga menjadi penyebab tersering
perforasi usus pada usia lanjut karena umumnya ada komorbid lain.
Tindakan endoskopi khususnya kolonoskopi meskipun jarang juga bisa
menjadi penyebab perforasi karena faktor kesulitan kesulitan melewati
sigmoid, kolonoskopi yang sulit pada wanita, dan pemeriksaan kasus
sulit yang dilakukan oleh trainee.

Dislokasi dan migrasi stent bilier juga bisa berakibat perforasi usus.
Laparoskopi pada kasus obestias, kehamilan dan obstruksi usus, infeksi
bakterial seperti tifoid, inflammatory bowel disease, dan kolitis iskhemik
juga berpotensi perforasi usus. Penyebab-penyebab lainnya diantaranya
karena keganasan intraabdominal, radioterapi keganasan intraabdominal,
transplantasi ginjal, menelan bahan kasutik, tuberculosis usus dan demam
tifoid (Smeltzer & Bare, 2006).

2. Manifestasi klinik
Berikut adalah manifestasi klinis Perforasi Colon menurut (Brunner &
Suddarth 2007).

1 Pengambilan anamnesis perlu dilakukan dengan cermat, tentang


riwayat trauma tajam atau tumpul pada bagian bawah atau perut,
riwayat pemakaian obat-obatan aspirin, yang banyak digunakan pada
penyakit jantung koroner, OAINS yang bersifat ulserogenik, dan
mungkin steroid, terutama pada pasien usia lanjut.
2 Khususnya mengenai keluhan nyeri perut, perlu ditanyakan onset
nyeri, lama, dan lokasi nyeri, karateristik nyeri, faktor pemberat atau
yang meringankan keluhan kalau ada, dan gejala-gejala yang
menyertainya. Vomitus juga merupakan gejala yang menonjol pada
kolesistitis akut dan justru tidak begitu beratpada ulkus peptikum
yang perforasi, sedangkan pada appendicitis akut nyeri perut
biasanya 3-4 jam mendahului muntah-muntah.
3 Cegukan (hiccup) seringkali juga menjadi tanda dari perforasi ulkus
peptikum. Perforasi ulkus duodenum sering disertai rasa nyeri
epigastrium yang mendadak dengan atau tanpa radiasi kedaerah
bahu, dengan peritonitis umum yang dapat timbul dalam beberapa
jam kemudian dan pasien akan berbaring diam untuk menahan nyeri.
4 Sangat penting menanyakan tindakan-tindakan medis sebelumnya,
misal kolonoskopi, riwayat berpergian ke daerah endemis demam
tifoid atau penyakit-penyakit kronik yang berpotensi komplikasi
perforasi, seperti inflammatory bowel disease.
5 Pada pemeriksaan fisik perlu dicermati keadaan umum pasien dan
tanda-tanda vital, apakah dijumpai keadaan syok atau tidak.
Pemeriksaan inspeksi, apakah ada tanda-tanda luka, benturan,
ekhimose, laserasi. Palpasi secara hati-hati seluruh abdomen, apakah
teraba massam atau nyeri tekanan umum atau lokasi-lokasi tertentu
di abdomen.
6 Adanya demam, takikardia, dan nyeri abdomen menyeluruh perlu di
curigai adanya peritonitis. Nyeri pada perkusi mungkin juga suatu
tanda peradangan peritoneum, dan suara usus biasanya hilang pada
peritonitis umum.
7 Rectal dan vaginal toucher, serta pemeriksaan pelvis perlu dilakukan
untuk menilai keadaan seperti apendisitis akut, abses tuboovarian
yang ruptur, dan divertikulitis akut yang perforasi.
8 Pemeriksaan darah rutin maupun kimia meskipun tidak mempunyai
nilai diagnostik langsung terhadap diagnosis perforasi usus, namun
penting untuk mengetahui kemungkinan problem multiorgan yang

menyertainya.

Pemeriksaan penunjang

Pemeriksaan penunjang foto X-Ray dengan ditemukannya


pneumoperitoneum pada foto toraks posteroanterior dan lateral dapat
membantu dalam penegakan diagnosis perforasi usus pada saat pasien
masih di ruang gawat darurat, demikian juga pemeriksaan foto X-Ray
abdomen tiga posisi untuk mendiagnosis dugaan adanya ileus obstruktiva
yang mungkin menyertainya.

B. Tinjauan Teori Tentang Laparatomy


1. Pengerian Laparatomi
Laparatomi merupakan suatu potongan pada dinding abdomen
dan yang telahdidiagnosa oleh dokter dan dinyatakan dalam status atau
catatan medik pasien. Laparatomi adalah suatu potongan pada dinding
abdomen seperti caesarean section sampai membuka selaput perut.
(Jitowiyono, 2010)
Bedah laparatomi merupakan tindakan operasi pada daerah
abdomen, bedah laparatomi merupakan teknik sayatan yang dilakukan
pada daerah abdomen yang dapat dilakukan pada bedah digestif dan
kandungan (Smeltzer & Bare, 2006).
Tindakan bedah digestif yang sering dilakukan dengan teknik
sayatan arah laparatomi yaitu : Herniotorni, gasterektomi,kolesistoduo
denostomi, hepateroktomi, spleenrafi/splenotomi, apendektomi,
kolostomi, hemoroidektomi dan fistulotomi atau fistulektomi. Tindakan
bedah kandungan yang sering dilakukan dengan teknik sayatan arah
laparatomi adalah berbagai jenis operasi uterus, operasi pada tuba fallopi
dan operasi ovarium, yaitu: histerektomi baik itu histerektomi total,
histerektomi sub total, histerektomi radikal, eksenterasi pelvic dan
salingo-coforektomi bilateral. Selain tindakan bedah dengan teknik
sayatan laparatomi pada bedah digestif dan kandungan, teknik ini juga
sering dilakukan pada pembedahan organ lain antara lain ginjal dan
kandung kemih (Syamsuhidayat & Wim De Jong, 2008).
2. Indikasi Laparatomi
Indikasi seseorang untuk dilakukan tindakan laparatomi antara
lain: trauma abdomen (tumpul atau tajam) / Ruptur hepar, peritonitis,
perdarahan saluran pencernaan (Internal Blooding), sumbatan pada usus
halus dan usus besar, massa pada abdomen. Selain itu, pada bagian
obstetri dan ginecology tindakan laparatorni seringkali juga dilakukan
seperti pada operasi caesar (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008 )
a. Apendisitis
Apendisitis adalah kondisi dimana infeksi terjadi di umbai
cacing atau peradangan akibat infeksi pada usus buntu. Bila infeksi
parah, usus buntu itu akan pecah. Usus buntu merupakan saluran
usus yang ujungnya buntu dan menonjol pada bagian awal unsur
atau sekum.(Jitowiyono, 2010)

b. Secsio Cessarea
Sectio sesaria adalah suatu persalinan buatan, dimana janin
dilahirkan melalui suatu insisi pada dinding perut dan dinding rahim
dengan syarat rahim dalam keadaan utuh serta berat janin di atas 500
gram. Jenis- jenis sectio sesaria yaitu sectio sesaria klasik dan sectio
sesaria ismika. Sectio sesaria klasik yaitu dengan sayatan
memanjang pada korpus uteri ± 10-12 cm, sedangkan sectio sesaria
ismika yaitu dengan sayatan melintang konkaf pada segmen bawah
rahim ± 10 -12 cm. (Syamsuhidajat & Wim De Jong, 2008)
c. Kanker colon
Kanker kolon dan rektum terutama (95%) adenokarsinoma
(muncul dari lapisan epitel usus) dimulai sebagai polop jinak tetapi
dapat menjadi ganas dan menyusup serta merusak jaringan normal
serta meluas ke dalam struktur sekitarnya. Sel kanker dapat terlepas
dari tumor primer dan menyebar ke dalam tubuh yang lain (paling
sering ke hati).Gejala paling menonjol adalah perubahan kebiasaan
defekasi. Pasase darah dalam feses adalah gejala paling umum
kedua. Gejala dapat juga mencakup anemia yang tidak diketahu
penyebabnya, anoreksia, penurunan berat badan dan keletihan.(Price
& Wilson, 2006)
d. Ileus obstruktif
Obstruksi usus didefinisikan sebagai sumbatan bagi jalan distal
isi usus. ada dasar mekanis, tempat sumbatan fisik terletak melewati
usus atau ia bisa karena suatu ileus. Ileus juga didefinisikan sebagai
jenis obstruksi apapun, artinya ketidakmampuan si usus menuju ke
distal sekunder terhadap kelainan sementara dalam motilitas.
Ileus dapat disebabkan oleh gangguan peristaltic usus akibat
pemakaian obat-obatan atau kelainan sistemik seperti gagal ginjal
dengan uremia sehingga terjadi paralysis. Penyebab lain adalah
adanya sumbatan/hambatan lumen usus akibat pelekatan atau massa
tumor. Akan terjadi peningkatan peristaltic usus sebagai usaha untuk
mengatasi hambatan.
3. Komplikasi Laparatomi
Komplikasi yang seringkali ditemukan pada pasien operasi
laparatomi berupa ventilasi paru tidak adekuat, gangguan kardiovaskuler
(hipertensi, aritmia jantung), gangguan keseimbangan cairan dan
elektrolit, dan gangguan rasa nyaman dan kecelakaan (Azis, 2010)
a. Tromboplebitis
Tromboplebitis post opersi biasanya timbul 7-14 hari setelah operasi.
Bahaya besar tromboplebitis timbul biladarah tersebut lepas dari
dinding pembuluh darah vena dan ikut aliran darah sebagai emboli
ke paru-paru, hati dan otak. Pencegahan tromboplebitis yaitu latihan
kaki post operasi, dan ambulatif dini
b. Infeksi
lnfeksi luka sering muncul pada 36-46 jam setelah operasi.
Organisme yang paling sering menimbulkan infeksi adalah
stapilokokus aureus, organisme gram positif. Stapilokokus
mengakibatkan pernanahan. Untuk menghindari infeksi luka yang
paling penting adalah perawatan luka dengan mempertahankan
aseptik dan antiseptic
c. Dehisensi
Dehisensi adalah terbukanya tepi-tepi luka. Dehisensi luka sering
terjadi pada luka abdomen. Dehisensi luka abdomen (post
laparatomy) merupakan keadaan terbukanya sebagian atau seluruh
lapisan insisi abdomen. Kondisi tersebut merupakan salah satu
komplikasi dari proses penyembuhan luka sebagai akibat kegagalan
proses penyembuhan luka operasi.
d. Eviserasi
Eviserasi luka adalah keluarnya organ-organ dalam melalui insisi.
Faktor penyebab eviserasi adalah infeksi luka, kesalahan menutup
waktu pembedahan, ketegangan yang berat pada dinding abdomen
sebagai akibat dari batuk dan muntah.

C. Tinjauan Umum Tentang Luka


1. Defenisi luka
Berikut merupakan beberapa definisi dari luka, yaitu antara lain:
a. Luka adalah terputusnya kontinuitas suatu jaringan oleh karena
adanya cedera atau pembedahan (Agustina, 2009 Dalam Maryunani,
2015).
b. Luka adalah terputusnya kontinutitas jaringan akibat trauma (tajam
atau tumpul), kimia termal (panas atau dingin), listrik, radiasi
(Widhiastuti, 2008 Dalam Maryunani, 2015).
c. Luka adalah sebuah injuri pada jaringan yang menggangu proses
selular normal; luka dapat dijabarkan dengan adanya kerusakan
pada kontinuitas/kesatuan jaringan tubuh yang biasanya disertai
dengan kehilangan substansi jaringan. (InETNA, 2008 Dalam
Maryunani, 2015).
2. Proses penyembuhan luka
a. Fase inflamasi
 Respons segera setelah terjadi injuri berupa pembekuan darah
untuk mencegah kehilangan darah
 Hari ke 0 – sampai 5
 Fase awal terjadi hemostasis
 Fase akhir terjadi fagositosis
 Lama fase ini isa singkat jika tidak terjadi infeksi
b. Fase proliferasi atau epitelisasi
 Hari ke-3 sampai 14
 Disebut juga fase granulasi karena ada nyapembentukan
jaringan granulasi; luka tampak merah segar, mengkilat
 Jaringan granulasi terdiri dari kombinasi: fi broblas, sel
inflamasi, pembuluh darahbaru, fi bronektin, dan asam
hialuronat
 Epitelisasi terjadi pada 24 jam pertamaditandai dengan
penebalan lapisan epidermis pada tepian luka
 Epitelisasi terjadi pada 48 jam pertama pada luka insisi.
c. Fase maturasi atau remodeling
 Berlangsung dari beberapa minggu sampai 2 tahun
 Terbentuk kolagen baru yang mengubah bentuk luka serta
peningkatan kekuatan jaringan (tensile strength)
 Terbentuk jaringan parut (scar tissue) 50-80% sama kuatnya
dengan jaringan sebelumnya
 Pengurangan bertahap aktivitas seluler and vaskulerisasi
jaringan yang mengalami perbaikan.( Ronalt W Kartika, 2017)
3. Tipe penyembuhan luka
Luka berdasarkan tipe atau cara penyembuhan diklasifikasikan
menjadi tiga, yaitu penyembuhan luka secara primer (primery intention),
secara sekunder ( secondary intention ), secara tersier ( tertiary intenion
atau delayed primary intention ).
a. Penyembuhan Luka Secara Primer
Luka yang terjadi tanpa kehilangan banyak kulit, luka di tutup
dengan cara dirapatkan kembali mengunakan alat bantu sehingga
bekas luka tidak ada atau minimal. Contohnya luka sayatan, robekan
dan luka operasi yang dapat sembuh dengan alat bantu jahitan,
stapler, tape eksternal atau lem perekat.
b. Penyembuhan luka secara sekunder
Kulit mnegalami luka (kerusakan) dengan kehilangan banyak
jaringan sehingga memerlukan proses granulasi ( pertumbuhan sel),
kontraksi, dan epitelisasi (penutupan epidermis) untuk menutup luka.
Contohnya luka decubitus, luka diabetes mellitus dan luka bakar.
c. Penyembuhan luka secara tersier atau delayed primary
Penyembuhan luka secara tersier atau delayed primary terjadi jika
penyembuhan luka secara primer mengalami infeksi atau ada benda
asing sehingga penyembuhannya terlambat. Luka akan mengalami
proses debris hingga luka menutup. Penyembuhan luka dapat di
awali dengan penyembuhan secara sekunder yang kemudian di tutup
dengan bantuan jahitan/di rapatkan kembali. (Irma P. Arisanty,2013)
4. Tipe luka berdasarkan waktu penyembuhan luka
Berdasarkan waktu penyembuhan, luka di bedakan menjadi luka
akut dan luka kronis.
a. Luka akut
Luka akut adalah luka yang terjadi kurang dari 5 hari dengan di ikuti
proses hemostasis dan inflamasi. Luka akut sembuh dan menutup
sesuai dengan waktu penyembuhan luka fisiologis (0-21). Contohnya
luka akut adalah luka pasca operasi. Luka akut sembuh sesuai
dengan fisiologi proses penyambuhan luka.
b. Luka kronis
Luka kronis adalah luka yang sudah lama terjadi atau menahun
dengan penyemuhan yang lebih lama akibat adanya gangguan
selama proses penyenbuhan luka. Gangguan dpat berupa infeksi dan
dapat terjadi pada fase inflamasi, proliferasi, atau materasi. Biasanya
luka akan sembuh setelah perawatan yang tepat selama dua sampai
tiga bulan (dengan memperhatikan faktor penghambat
penyembuhan). Luka kronis sering juga di sebut kegagalan dalam
penyembuhan luka. Contohnya adalah luka diabetes mellitus, lka
kanker, luka tekan.(Irma P. Arisanty,2013)
5. Tipe luka berdasarkan anatomi kulit
Luka berdasarkan aanatomi kulit atau kedamannya menurut National
Pressure Ulcer Advispry (NPUAP) diklasifikasikan menjadi stadium 1,
stadium 2, stadium 3, stadium 4, dan unstageable.

a. Stadium 1 (superfisial)
Jika dikatan stadium 1 jika warna dasar luka merah dan hanya
melibatkan lapisan epidermis, epidermis masih utuh tanpa merusak
epidermis. Epidermis hanya mengalami perubahan warna
kemerahan, hangat atau dingin (bergantung pada penyebab), kulit
melunak dan rasa nyeri atau gatal. Contoh luka stadium 1 adalah
kulit yang terpapar matahari atau sunburn, kita duduk selama lebih
dari dua jam, kemudian ada kemerahan di glueteus ( nokong, itu
termasuk stadium 1.
b. Stadium 2 (partial thickness)
Luka dikatakan stadium 2 jika warna dasar luka merah dan
melibatkan lapisan epidermis-dermis. Luka menyebabkan epidermis
terpisah dari dermis dan mengenai sebagian dermis. Umumnya
kedalaman luka hingga 0,4 mm, namun biasanya tergantung pada
lokasi luka. Bula atau blister termasuk kategori stadium 2 karena
epidermis sudah terpisah dengan dermis
c. Stadium 3 (full thickness)
Luka di katakana stadium 3 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kehilangan epidermis, dermis, hingga sebagian
hypodermis. Umumnya kedalaman luka hingga I cm
d. Stadium 4 (deep full thickness)
Luka di katakana stadium 4 jika warna dasar luka merah dan lapisan
kulit mengalami kerusakan dan kehilangan laisan epidermis, dermis
hingga seluruh lapisan hypodermis, dan mengenai otot dan tulang.
e. Unstageable
Luka di katakan tidak dapat di tentukan stadiumnya jika warna dasar
luka kuning atau hitam dan merupakan jaringan mati ( nerkrosis)
terutama jika jaringan nekrosis kurang lebih 50% berada di dasar
luka.(Ronalt W Kartika, 2017)

6. Tipe luka berdasarkan warna dasar luka


Luka dapat juga dibedakan berdasarka warna dasar luka atau
penampilan klinis luka (clinical appearance). Klasifikasi ini juga di
kenal dengan sebutan RYB ( red, yellow, black ). Beberapa referensi
menambahkan pink dan cokelat pada klasifikasi tersebut.
a. Hitam
Warna dasar luka hitam artinya jaringan nekrosis (mati), dengan
kecendrungan keras dan kering, jaringan tidak mendapatkan
vaskularisasi yang baik dari tubuh sehingga mati. Luka dengan wrna
dasar luka hitam berisiko mengalami deep tissue injury. Kerusakan
kulit hingga tulang, dengan lapisan epidermis masih terlihat utuh.
Luka terlihat kering namun sebetulnya itu bukan jaringan sehat dan
harus diangkat.
b. Kuning
Warna dasar luka kuning artinya jaringan nekrosis (mati) yang lunak
berbentuk seperti nanah beku pada permukaan kulit sering disebut
slough. Jaringan ini juga juga mengalami kegagalan vaskularisasi
dalam tubuh dan memiliki eksudat yang banyak hingga sangat
banyak.
c. Merah
Warna dasar luka artinya jaringan granulasi dengan vaskularisasi
yang baik dan memiliki kecendrungan mudah berdarah. Hati-hati
dengan warna dasar luka merah yang tidak cerah atau berwarna
pucat karena kemungkinan ada lapisan Biofilm yang menutupi
jaringan granulasi
d. Pink
Warna dasar luka pink menunjukkan terjadinya proses epitelisasi
dengan baik menuju maturasi. Artinya lka sudah menutup, namun
biasanya sangat rapuh sehingga perlu untuk tetap dilindungi selama
proses maturasi terjadi. Memberikan kelembapan pada jaringan
epitel dapat membantu agar tidak timbul luka baru.(Irma P.
Arisanty,2013)
7. Persiapan dasar luka (Wound Bed Preparation)
Persiapan dasar luka adalah penatalaksanaan luka sehingga dapat
meningkatkan peyembuhan dari dalam tubuh sendiri atau memfasiitasi
efektifitas terapi lain.metde ini bertujuan mempersiapkan dasar luka dari
adanya infeksi, benda asing atau jairngan mati menjadi merah terang
dengan proses epitelisasi yang baik. Manajemen TIME di perkenalkan
oleg Prof. Vincent Falanga pada tahun 2003. Manajemen TIME adalah T
adalah manajemen jaringan, I adalah manajemen infeksi dan inflamasi,
M adalah manajemen pengaturan kelembapan luka, E adalah manajemen
tepi luka untuk mendukung proses epitelisasi.
Menurut Syaiful (2017), melakukan perawatan luka/ulkus diabetes
perlu diketahui prinsip “TIME” yaitu:
a. Tissue management: mengambil jaringan mati
Tissue management atau manajemen jaringan luka ditujukan
untuk menyiapkan bantalan luka. Oleh karena itu dipandang perlu
untuk segera melakukan debridement untuk mengangkat jaringan
nekrotik dan slough.
b. Inflamasi dan infeksi kontrol: pemberian antibiotik dari dalam dan
pilih dressing antimikrobial untuk kontrol infeksi dari luar
Luka kronik selalu dianggap terkontaminasi sehingga terjadi
kolonisasi bakteri yang pada akhirnya akan mengakibatkan infeksi.
Sibbald (2002) menggambarkan pentingnya mempertahankan
keseimbangan bakteri ketika luka terkontaminasi atau terkolonisasi
oleh bakteri tapi tidak mengganggu proses penyembuhan. Jika luka
tidak sembuh dengan penggunaan topical therapy, penggunaan
antibiotic sistemik dapat dipertimbangkan, utamanya jika terjadi
infeksi jaringan dalam.
c. Moisture balance: Pertahankan kelembaban lingkungan luka
Luka dapat memproduksi eksudat mulai dari jumlah sedikit,
sedang, hingga banyak. Luka dengan eksudat yang banyak
dapat menyebabkan maserasi pada kulit sekitar luka dilain pihak
luka dengan eksudat sedikit atau tidak ada dapat menjadi kering.
Oleh karena itu perlu ada keseimbangan kelembaban pada luka.
Adapun alasan rasional dari teori perawatan luka dalam
suasana lembab (Dikutip dari Gitarja, 2002) antara lain:
1) Mempercepat fibrinolisis
Fibrin yang terbentuk pada luka kronis dapat dihilangkan lebih
cepat oleh netrofil dan sel endotel dalam suasana lembab
2) Mempercepat angiogenesis
Dalam keadaan hipoksia pada perawatan luka tertutup akan
merangsang lebih cepat pembentukan pembuluh darah yang
baru (anggiogenesis).
3) Menurunkan resiko infeksi
Berdasarkan hasil penelitian Colwell et al di Amerika Serikat
pada tahun 1993, angka kejadian infeksi ternyata relatif lebih
rendah jika luka dirawat dengan lingkungan yang lembab jika
dibandingkan dengan perawatan kering.
4) Mempercepat pembentukan Growth Faktor,
Growth factor berperan pada proses penyembuhan luka untuk
pembentukan stratum corneum dan angiogenesis, dimana
produksi komponen tersebut lebih cepat terbentuk dalam
lingkungan yang lembab.
5) Mempercepat terjadinya pembentukan sel aktif
Pada keadaan lembab, invasi netrofil yang diikuti oleh
makrofag, monosit dan limfosit ke daerah luka berfungsi lebih
dini.
d. Epithelial edge and advanced: rawat dan jaga area sekitar luka
Penyembuhan luka bukan hanya menyiapkan bantalan luka,
tapi yang juga tak kalah penting adalah menyiapkan tepi luka
(wound edge). Selama ini dalam perawatan luka kita hanya berfokus
pada lukanya dan mengabaikan perawata kulit sekitar luka. Tepi luka
yang berwarna pink merupakan gambaran luka yang sehat
sebaliknya tepi luka yang menebal atau tidak jelas batasnya
merupakan gambaran luka yang kurang baik. Untuk perawatan tepi
luka dapat dilakukan dengan mengontrol eksudat agar tidak
mengenai tepi luka, memberi kelembaban pada kulit sekitar luka
dapat menggunakan skin tissue, skin lotion, dll (Maryunani, 2013).
8. Pencucian luka
a. Pengertian pencucian luka
Pencucian luka merupakan salah satu hal yang sangat penting
dalam perawatan luka. Pencucian luka dibutuhkan untuk
membersihkan luka dari mikroorganisme, benda asing, jaringan mati
selain itu pencucian luka dapat memudahkan perawat dalam
melakukan pengkajian luka sehingga perawat dapat dengan tepat
menentukan tujuan perawatan luka dan pemilihan balutan. Pencucian
luka yang baik dan benar akan mengurangi waktu perawatan luka
atau mempercepat proses penyembuhan luka. (Irma P.
Arisanty,2013)
b. Tujuan mencuci luka
Untuk menghilangkan debris organic dan inorganic,
kontaminan dan bakteri, jaringan mati dan keleibhan eksudat, serta
meningkatkan kenyamanan pasien. Setelah pencucian luka, luka
dapat di kaji dan balutan luka dapat di pasang. (Irma P.
Arisanty,2013)
c. Teknik membersihkan luka
1) Mengusap/menggosok
Membesihkan luka dengan cara mengusap dan menggosok dapat
mengakibatkan brakteri menjadi terbear, dan menimbulkan
trauma pada jaringan granulasi yang baru.
2) Perendaman
Teknik perendaman baik untuk luka yang banyak mengandung
banyak nekrotik. Teknik ini dapat memudahkan pelepasan
jaringan nekrotik. Teknik ini dapat memudahkan pelepasan
jaringan nekrotik dari jaringan sehat namun teknik ini dapat dia
anjurkan pada luka bersih dan sudah bebrpoliferasi karena dapat
menghambat penyembuhan luka.
3) Irigasi
Pencucian luka dengan teknik irigasi biasanya digunakan untuk
luka dalam, seperti luka yang ada terowongannya. Irigasi
dengan tekanan tinggi sebaiknya dilakukan ketika luka sedang
dalam masa inflamasi, namun tidak di saat fase proliferasi ( pada
saat jaringan granulasi tumbuh).
4) Metode whirlpool
Metode yang direkomendasikan untuk pencucian luka karena
selain dapat digunakan untuk mencuci luka, alat ini dapat
meningkatkan perfusi kedaerah luka. (Yunita sari,2015)
d. Macam – Macam Cairan/Larutan Pencuci Luka
1) Cairan normal saline (NaCl 0,9%)
Menurut penelitian,pasien yang dilakukan perawatan luka
dengan menggunakan NaCl 0,9% lebih baik tingkat
kesembuhannya dari pada pasien yang menggunakan cairan
lain.Hal tersebut dikarenakan sifat cairan NaCl 0,9% yang
merupakan cairan fisiologis yang lebih aman digunakan.NaCl
0,9% merupakan larutan isotonis aman untuk tubuh,tidak
iritan,melindungi granulasi jaringan dari kondisi kering,mejaga
kelembapan sekitar luka dan membantu luka menjalani proses
penyembuhan serta mudah didapat dan harga relatif lebih
murah. Namun, NaCl bukan antiseptik sehinggatidak dapat
membunuh bakteri yang mungkin akan terdapat pada luka.
Sehingga dalam penggunaannya biasanya pada luka yang bersih.
(Roland W Kartika, 2015)
2) Chlorexidine gluconate & cetrimide (savlon)

Sering digunakan untuk luka kotor


Antiseptik & disinfeksi dengan kandungan aqua dan alkohol
Mempunyai kandungan emulsi & detergent, Keuntungan
Efektif melawan bakteri gram negatif & gram positif
Efek detergen berguna untuk membersihkan debris dari luka
Dapat digunakan untuk mendesinfeksi alat kesehatan,
Kekurangan Toksik terhadap fibroblast Dapat terjadi iritasi kulit
Berkontaminasi dengan pseudomonas Aeruginosa. (Roland W
Kartika, 2015)
3) PHMB(Poly hexa methyl biguanide)

Produk topikal primer yang digunakan pertama sebagai


cairan antiseptik untuk perawatan pada kritikal koloni bakteri
atau infeksi akut dan kronis luka, Mengurangi jumlah mikro-
organisme pada permukaan luka, Efektif untuk material organik
seperti darah, cairan luka dan jaringan nekrosis dan pH sesuai
tubuh, tidak mengandung pewangi dan tidak membutuhkan
pembilasan. Antiseptik polyhexamethylene biguanide (PHMB)
yaitu senyawa sintetik dengan struktur kimia yang sama dengan
antimikroba peptida (AMP) alamiah pada keratinosit dan
neutrofil. AMP memiliki spektrum yang luas terhadap aktivitas
bakteri, virus, dan jamur serta menginduksi kematian sel
(Roland W Kartika, 2015)
4) Air mineral/ air matang

Air mineral di pakai untuk melakukan pencucian pada


luka untuk membersihkan luka dari cairan eksudat yang terdapat
pada luka.(Roland W Kartika, 2015)
9. Cairan luka (eksudat)
a. Definisi
Eksudat adalah sebagai respon tubuh terhadap adanya gangguan
sirkulasi dengan kongesti pasif, serta adanya inflamasi akibat infeksi
bakteri. (Irma P. Arisanty,2013)
b. Tipe/jenis eksudat
Ada yang berbagai tipe/jenis eksudat sebagai berikut:
1) Serous/serosa: cairan berwarna jenrih.
2) Humoserous/hemoserosa: cairan serous yang berwarna merah
terang/cairan serous yang bercampur darah.
3) Sangeunous: cairan berwarna darah kental/pekat.
4) Prulent: cairannya kental mengandung nanah.(Irma P.
Arisanty,2013)

D. Tinjauan Umum Tentang Modern Dressing


1. Pengertian modern dressing
Modern dressing teknik perawatan luka denganmenciptakan
kondisi lembab pada luka sehingga dapat membantu proses epitelisasi dan
penyembuhan luka, menggunakan balutan semi occlusive, full
occlusive dan impermeable dressing berdasarkan pertimbangan
biaya(cost), kenyamanan (comfort), keamanan (safety). ( Ronald W
Kartika, 2015)
2. Cara perawatan luka dengan modern dressing
Metode perawatan luka yang berkembang saat ini adalah
menggunakan prinsip moisture balance, yang disebutkan lebih efektif
dibandingkan metode konvensional.Perawatan luka menggunakan prinsip
moisture balance ini dikenal sebagai metode modern dressing.
Lingkungan luka yang kelembapannya seimbang memfasilitasi
pertumbuhan sel dan proliferasi kolagen dalam matriks nonseluleryang
sehat. Pada luka akut, moisture balance memfasilitasi aksi faktor
pertumbuhan, cytokines, dan chemokines yang mempromosi pertumbuhan
sel dan menstabilkan matriks jaringan luka. Jadi, luka harus dijaga
kelembapannya. Lingkungan yang terlalu lembap dapat menyebabkan
maserasi tepi luka, sedangkan kondisi kurang lembap menyebabkan
kematian sel, tidak terjadi perpindahan epitel dan jaringan matriks.
Perawatan luka modern harus tetap memperhatikan tiga tahap,
yakni mencuci luka, membuang jaringan mati, dan memilih balutan.
Mencuci luka bertujuan menurunkan jumlah bakteri dan membersihkan
sisa balutan lama, debridement jaringan nekrotik atau membuang jaringan
dan sel mati dari permukaan luka.( Ronald W Kartika, 2015)

3. Penyembuhan luka dengan modern dressing


Teori yang mendasari perawatan luka dengan suasana lembap antara lain:
a. Mempercepat fi brinolisis. Fibrin yang terbentuk pada luka kronis
dapat dihilangkanlebih cepat oleh neutrofi l dan sel endotel dalam
suasana lembap.
b. Mempercepat angiogenesis. Keadaan hipoksia pada perawatan luka
tertutup akan merangsang pembentukan pembuluh darah lebih cepat.
c. Menurunkan risiko infeksi; kejadian infeksi ternyata relatif lebih
rendah jika dibandingkan dengan perawatan kering.
d. Mempercepat pembentukan growth factor. Growth factor berperan
pada proses penyembuhan luka untuk membentuk stratum korneum
dan angiogenesis.
e. Mempercepat pembentukan sel aktif. Pada keadaan lembap, invasi
neutrofi l yang diikuti oleh makrofag, monosit, dan limfositke daerah
luka berlangsung lebih dini.( Ronald W Kartika, 2015)
4. Pemilihan balutan luka
a. Hydrocolloid
- Jenis topikal therapy yang berfungsi untuk mempertahankan luka
dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan
menghindari risiko infeksi, mampu menyerap eksudate minimal.
- Baik digunakan untuk luka yang berwarna merah,abses atau luka
yang terinfeksi.
- Bentuknya ada yang berupa lembaran tebal dan tipis serta pasta
- Contohnya: Duoderm extra-thin, Duoderm CGH, Comfell.
Indikasi:
1) Luka dengan sedikit eksudat – sedang
2) Luka akut atau kronik
3) Luka dangkal
4) Jaringan granulasi
5) Abses
6) Luka dengan epitalisasi luka yang terinfeksi grade 1 dan 2
b. Hydroactive gel

- Merupakan jenis topikal therapy yang dapat membantu proses


peluruhan jaringan nekrotik oleh tubuh sendiri (disebut “support
autolysis debridement”)
- Dapat digunakan terutama pada dasar luka yang berwarna kuning
dan hitam
Indikasi:
1) Menciptakan lingkungan luka yang tetap lembab
2) Lembut dan fleksibel untuk segala jenis luka
3) Melunakkan dan menghancurkan jaringan nekrotik, tanpa merusak
jaringan sehat.
4) Mengurangi rasa sakit karena mempunyai efek pendingin
5) Kandungan Hydroactive Gel : air 90-95% dan memiliki sifat semi
transparan daan nonadherent.

c. Metcovacin
Ada beberapa jenis metcovazin, diantaranya adalah :
1) Metcovazin regular

Merupakan salah satu jenis topical therapy yang berbentuk


cream/salf dan digunakan sebagai primary dressing.
Indikasi .
a) Membantu proses penyembuhan luka nekrotik dan semua jenis
luka.
b) Memberikan suasana lembab serta mendukung autolysis.
c) Menghindari trauma saat buka balutan.
d) Untuk luka dengan warna dasar luka: hitam, kuning, hijau, merah.
e) Bahan dasar: Zinc, Vaselin, Chitosan
f) Fungsi : Metcovasin memiliki fungsi untuk mendukung autolytic
debridemen,menghindari trauma saat membuka balutan,
mengurangi bau tidak sedap yang ditimbulkan luka serta
mempertahankan suasana lembab.bentuknya salep dalam
kemasan.
2) Metcovazin gold

Metcovasin gold adalah topikal terapi yang berbahan dasar zinc,


vaselin dan chitosan efektif digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka nekrotik, infeksi dan semua jenis luka, memberikan
suasana lembab serta support autolysis, menghindari trauma pada saat
buka balutan, dengan warna jaringan hitam, nikrotik, atau kuning.
Indikasi
a) Topical Therapy atau salep luka untuk semua jenis warna dasar
luka yang terinfeksi, karena ada kandungan iodine-cadexomer
sebagai zat yang signifikan menurunkan infeksi.
b) Bahan aktif : Metcovazin Reguler plus iodine-cadexomer.
3) Metcovazin Red

Metcovasin red adalah topikal terapi yang berbahan dasar zinc,


vaselin dan chitosan efektif digunakan untuk membantu proses
penyembuhan luka nekrotik, infeksi dan semua jenis luka, memberikan
suasana lembab serta support autolysis, menghindari trauma pada saat
buka balutan, dengan indikasi topikal therapy atau salep luka untuk
jaringan yang granulasi merah, karena ada kandungan hydrocolloid. Bahan
aktiv metcovazin regular plus hydrocolloid.
Indikasi
a) Topical therapy atau salep luka untuk jaringan yang granulasi
merah, karena ada kandungan hydrocoloid.
b) Bahan aktif :Metcovazin Reguler plus Hydrocoloid.

d. Epitel Salf

.
Epital salf adalah cream yang digunakan untuk
melembabkan dan mengurangi sensitivitas jaringan yang mengalami
radang,membantu menghilangkan rasa terbakar, gatal dan nyeri
dengan melindungi dari iritasi lebih lanjut. Cream ini juga membantu
mempercepat proses penyembuhan kulit. Mengandung vitis vinifera,
butyrospermum parkii butter, telmesteine ,glycyrrhetinic acid, dan Na
hyaluronate , yang merupakan garam natrium dari hyaluronic acid,
suatu senyawa glikosaminoglikan.
Indikasi:
1) Untuk mendukung kelembaban
2) Cocok untuk semua tahap jenis luka (nekroik,slough,granulasi,
epitalisasi)
e. Transparent film
- Jenis topical therapy yang berfungsi untuk mempertahankan luka akut
atau bersih dalam keadaan lembab, melindungi luka dari trauma dan
menghindari resiko infeksi.
- Keuntungan topical terapi ini: waterproof dan gas permeable, primary/
secondary dressing, support autolysis debridement dan mengurangi
nyeri.
- Kontraindikasi topical ini adalah pada luka dengan eksudat banyak
dan sinus.
- Contohnya: tegaderm, opsite, fixomull transparent.
Indikasi:
1) Dresing primer dan sekunder
2) Ekonomis, tidak memerlukan penggantian balutan dalam jangka
waktu yang pendek
3) Luka yang memerlukan dressing fiksasi yang tahan air, sehingga
bisa dipakai pada saat mandi
4) Luka insisi
f. Calcium alginate
Balutan topikal yang terbuat dari rumput laut dan telah ada sejak
tahun 1984 (smith 1992). Manfaat rumput laut telah diketahui sejak
berabad-abad yang lalu dan rumput laut dikenal sebagai penyembuh
pelaut (jones,1999). Serat calcium dan sodium alginate memiliki
kemampuan menyerap cairan, tidak merekat pada luka .kelebihan
bahan topikal ini adalah mempercepat proses granulasi dan setiap
bercampur dengan cairan luka, akan berubah menjadi gel sehingga
muda dilepas dan tidak menimbulkan sakit saat menggantikan balutan.
Indikasi:
1) Luka dengan eksudat sedang- banyak
2) Menghentikan perdarahan minor
3) Berubah menjadi sel ketika bercampur dengan cairan luka
4) Luka akut atau kronik
5) Luka yang dalam sehingga berlubang
g. Foam

- Merupakan absorban dengan kemampuan serap lebih tinggi, dan


nyaman digunakan.
- Komposisi bahan : polyurethane.
- Tidak meninggalkan residu
- Semi permeable dan tidak lengket pada luka.
Indikasi
a) Digunakan pada luka full thickness
b) Luka yang berair
c) Luka dengan eksudat sedang-berat
h. Low Adherent (LA)

Jenis topikal ini berupa tumpukan tahanan balutan yang tebal,


didalamnya terdapat kapas dengan daya serap cukup tinggi, dan
dengan bercampur dengan cairan luka, dapat berubah menjadi gel
contoh produknya adalah disposable pampers, underpad atau pembalut
wanita.
Indikasi
1) Menyerap eksudat sedikit,sedang hingga banyak
2) Mencegah trauma
3) Tidak melengket pada luka
4) Bahan dasar: Fleece (80% Viscose/katun, 20% Polyester fiber)
i. Cadexomer iodine

Cadexomer Iodine, sebuah kombinasi Iodine dan polisakarida


kompleks, seperti Iodoflexdan Iodosorb, yang dapat digunakan sebagai
antiseptik, khususnya di luka berongga. Iodine jenis ini dapat
menyerap eksudat, dan melepaskan ion Iodine secara bertahap,
memungkinkan efek antiseptik Iodine bertahan lebih lama dan
memerlukan lebih sedikit penggantian balutan pada luka. Efek
samping Cadexomer Iodine yaitu rasa nyeri seperti terbakar pada area
luka, kemerahan dan eczema. Studi mengenai keamanan Iodine
menunjukkan resiko minimal pada fungsi tiroid. Cadexomer
Iodine berguna saat mengobati luka yang terinfeksi dengan jumlah
eksudat sedang hingga basah. Kemampuannya untuk melepaskan ion
Iodine secara perlahan menyebabkan Iodine jenis ini dianjurkan untuk
digunakan pada luka kronis di mana tidak diperlukan penggantian
balutan yang sering.
j. Hydrophobic / sorbact

Jenis balutan ini mengandung hydrophobik dan menggunakan dialkyl


carbamoyl chloride ( asam lemak natural ), yang berfungsi sebagai
balutan anti microba, cara kerja balutan ini menggunakan prinsip
interaksi hydrophobic yang dapat mengikat mikroba secara fisika
molekul air yang berkaitan saat mengguanakan DACC membantu
mencegah pertumbuhan bakteri.
Indikasi:
1) Mengikat bakteri dan mencegah perkembangbiakan
k. Silver
Silver merupakan jenis terapi topikal yang mengandung bakterisida
dan sangat sering digunakan. Proses antimikroba terjadi saat ada
reaksi.
Indikasi
1) Luka terinfeksi
2) Mampu menghancurkan koloni kuman dengan baik
Macam-macam fiksasi
a. Adhesive tape (hypafix)

Adhesive tape (Hypafix), dressing penutup luka lebar yang


berperekat dan terbuat dari bahan non-moven polyster, bersifat
hypoallergic, tembus udara, elastic, dapat di sterilisasi, dan tembus
sinar X. Indikasi :
1) Fiksasi luka besar di area persendian dan lekuk tubuh yang sulit
2) Fiksasi tambahan setelah pemberian moist woung dressing
3) Fiksasi untuk penutup luka lebar pasca operasi
4) Cocok untuk semua jenis kulit
5)
b. crepe bandage (elastis verban)

Adalah perban elastis yang digunakan untuk mengikat atau


membebat area persendian baik di kaki maupun tangan akibat
cidera.Tujuannya adalah mencegah serta mengurangi pergerakan pada
area yang cedera tersebut supaya mempercepat penyembuhan dan
mengurangu rasa sakit.
c. Orthopedic wool (kapas gulung)

Adalah kapas gulung orthopedic perban yang biasa digunakan


untuk mengikat / membebat area kaki maupun tangan. Biasa
digunakan pasca-operasi luka, atau digunakan untuk tujuan lain sesuai
dengan instruksi dari dokter.
d. Kasa gulung

Adalah perban yang digunakan untuk mengikat atau membebat area


kaki atau tangan yang terdapat luka/cedera. Tujuannya adalah
mencegah serta mengurangi pergerakan pada area yang cedera untuk
membantu penyembuhan dan mengurangu rasa sakit pada luka.
BAB III
TINJAUAN KASUS
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. “D”
Usia : 56 Tahun
Agama : Islam
Status : Menikah
Suku : Makassar
Jenis kelamin : Laki-laki
Alamat : Bonto Tangnga
Tgl pengkajian : 08-07-2019
Sumber informasi : Istri
Diagnosa : Perforasi colon sigmoid

B. Riwayat Penyakit
1. Keluhan Utama :
Luka jahitan bekas operasi pada daerah perut
2. Riwayat kesehatan:
a. Riwayat kesehatan sekarang :
Pasien mengeluh adanya luka jahitan bekas operasi pada
daerah perut. Dengan stage 2 warna dasar luka granulasi : 0 % ,
Epitalisasi: 100%, Slough 0%, Nekrotik 0%.Ukuran P: 26 cm, L :
1,5 cm,jenis eksudat purulent dan jumlah eksudat sedikit 25 %
tidak ada bau. Daerah sekitar luka normal, tepi luka : batas tepi
menyatu dengan dasar luka, tidak ada Goa dan tidak ada edema.
Tekanan darah 120/70 mmHg, Nadi 90 x/menit, suhu 36,7°C dan
pernafasan 20 x/menit.
b. Riwayat kesehatan masa lalu :
Pasien mengeluh susah buang air besar terutama sejak 5
bulan yang lalu riwayat dilakukan operasi laparatomy, pasien
masuk di rumah sakit dengn rencana tutup stoma.
C. Pengkajian Luka
Lokasi luka

Depan Belakang
WOUND ASSESSMENT CHART
Item Pengkajian Tanggal
8/7/19 9/7/19 10/7/19 12/7/19 13/7/19
1. Ukuran 1. P X L < 4 cm 4 4 4 4 4
luka 2. P X L 4 < 16 cm
3. P X L 16 < 36 cm
4. P X L 36 < 80 cm
5. P X L > 80 cm
2. Kedalaman 1. Stage 1 2 2 2 2 2
luka 2. Stage 2
3. Stage 3
4. Stage 4
5. Necrosis wound
3. Tepi luka 1. Samar, tidak jelas ter 3 3 3 3 3
lihat
2. Batas tepi terlihat, m
enyatu
dengan dasar luka
3. Jelas, tidak menyatu
dengan dasar luka
4. Jelas, tidak menyatu
dengan dasar
luka, tebal
5. Jelas, fibrotic, parut,
tebal /
Hyperkeratonic
4. Goa 1. Tidak ada 1 1 1 1 1
2. Goa < 2 cm di di ara
manapun
3. Goa 2-4 cm < 50 %
pinggir luka
4. goa 2-4 cm > 50 %
pinggir luka.
5. goa > 4 cm di area
manapun
5. Tipe 1. Tidak ada 1 3 5 5 5
eksudate 2. Bloody
3. Serosanguineous
4. Serous
5. Purulent
6. Jumlah 1. Kering 1 3 4 4 4
eksudate. 2. Moist
3. Sedikit
4. Sedang
5. Banyak
7. Warna kulit 1. Pink Atau Normal 1 1 1 1 1
sekitar luka 2. Merah terang jika di
tekan
3. Putih, pucat, hitam
atau hipopigmentasi.
4. Merah gelap/abu2.
5. Hitam
hyperpigmentasi
8. Jaringan 1. No swelling atau 1 1 1 1 1
yang edema
edema 2. Non pitting edema ku
rang dari 4 cm di
sekitar luka.
3. Non pitting edema >
4 cm disekitar luka.
4. Pitting edema kurang
dari < 4 cm
disekitar luka.
5. Krepitasi atau pitting
edema > 4 cm
9. Jaringan 1. Kulit utuh atau stage 5 5 5 5 5
granulasi. 1
2. Terang 100 % jaringa
ngranulasi.
3. Terang 50 % jaringan
granulsi
4. Granulasi 25 %
5. Tidak ada jaringan
granulasi

10. 1. 100 % epitelisasi 2 2 2 2 2


Epitelisasi 2. 75 % -
100 % epitelisasi
3. 50 % - 75% epitelisasi
4. 25 % -
50 % epitelisasi
5. < 25 % epitelisasi/ 0%
SKOR 21 25 28 28 28
TOTAL

Status Kondisi Luka


Luka

1 15 30
25 55
Jaringan
Sehat
Regenerasi X Degenerasi
luka luka

Prediksi Penyembuhan Luka


21×12 252
= (4,5 Minggu)
55 55

D. Masalah keperawatan
1. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan faktor eskternal :
sekresi

E. Tujuan
1. Integritas kulit utuh
F. Intervensi Keperawatan
Perawatan Luka
Definisi : Pencegahan komplikasi luka dan peningkatan penyembuhan luka
1. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
2. Angkat balutan dan plester perekat
3. Monitor karekteristik luka, termaksud drainase, warna, eksudat, dan bau.
4. Ukur luas luka yang sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau pembersih yang tidak beracun
dengan tepat.
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis luka
7. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan tampilan
8. Batasi pengunjung 1-2 orang
G. Implementasi Keperawatan
Hari / No Jam Implementasi
Tanggal Dx
Senin, 8 1 09.40 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
Juli 2019 Hasil : tangan tampak bersih dan terbebas dari
kuman
09.43 2. Mengangkat balutan dan plester perekat secara
perlahan searah dengan permukaan kulit
dengan menggunakan kassa yang dibasahi
Nacl 0.9 %
Hasil : tampak luka jahitan post op laparatomy
09.50 3. Memonitor karekteristik luka, drainase, warna,
eksudat, dan bau.
Hasil :
Jumlah jahitan 29
Drainase : 24 cc
Warna : pink (Epitalisasi)
Bau : tidak ada bau
Eksudat : tidak ada eksudat
10.00 4. Melakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9 %
Hasil : luka tampak bersih
10.20 5. Mengukur luas luka dengan menggunakan
mistar luka
Hasil : P = 26 cm L : 1,5 cm
10.35 6. Memberikan balutan kasa besar 3 lapis untuk
menyerap eksudat dan difiksasi menggunakan
adhesive tape (Polifix).
Hasil : luka tertutup
10.45 7. Membatasi pengunjung 1-2 orang
Hasil : untuk menghindari paparan patogen
yang dibawah oleh keluarga pasien

Selasa, 9 1 09.25 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment


Juli 2019 Hasil : tangan tampak bersih dan terbebas dari
kuman
09.30 2. Mengangkat balutan dan plester perekat
perlahan searah dengan permukaan kulit
dengan menggunakan kassa yang dibasahi
Nacl 0.9%
Hasil : tampak luka jahitan post op laparatomy
09.33 3. Memonitor karekteristik luka, drainase, warna,
eksudat, dan bau.
Hasil :
Jumlah jahitan = 29
Drainase : 20cc
Warna : epitelisasi 90 % slought 10 %
Bau : tidak ada bau
Eksudat : sedikit (serosanguineuos) 20%
09.35 4. Melakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9 %
dan melakukan mechanical debridement
Hasil : luka bersih tampak epitalisasi dan
slought
09.50 5. Mengukur luas luka dengan menggunakan
mistar luka
Hasil : P = 26 cm L : 1,5 cm
10.00 6. Memberikan balutan hidrofobik (cutimed
sorbact) bersamaan dengan NaCl 0,9 %
sebagai dressing primer untuk mengontrol
infeksi dan kasa besar 3 lapis sebagai dressing
sekunder untuk menyerap eksudat dan difiksasi
menggunakan adhesive tape (Polifix) sebagai
dressing tersier
Hasil : luka tertutup
10.20 7. Membatasi pengunjung 1-2 orang
Hasil : untuk menghindari paparan patogen
yang dibawah oleh keluarga pasien

Rabu, 10 1 08.30 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment


Juli 2019 Hasil : tangan tampak bersih dan terbebas dari
kuman
08.35 2. Mengangkat balutan dan plester perekat
perlahan searah dengan permukaan kulit
dengan menggunakan kassa yang dibasahi
Nacl 0.9%
Hasil : tampak luka jahitan post op laparatomy
08.45 3. Memonitor karekteristik luka, drainase, warna,
eksudat, dan bau.
Hasil :
Jumlah jahitan = 28
Drainase : 17cc
Warna : epitelisasi 90 % slought 10 %
Bau : tidak ada bau
Eksudat : sedang (purulent) 60%
09.00 4. Melakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9 %
dan melakukan mechanical debridement
Hasil : luka bersih tampak epitalisasi dan
slought
09.20 5. Mengukur luas luka dengan menggunakan
mistar luka
Hasil : P = 26 cm L : 1,5 cm
09.30 6. Memberikan balutan hidrofobik (cutimed
sorbact) bersamaan dengan cairan NaCl 0,9 %
sebagai dressing primer untuk mengontrol
infeksi dan kasa besar 3 lapis sebagai dressing
sekunder untuk menyerap eksudat dan difiksasi
menggunakan adhesive tape (Polifix) sebagai
dressing tersier
Hasil : luka tertutup
09.45 7. Membatasi pengunjung 1-2 orang
Hasil : untuk menghindari paparan patogen
yang dibawah oleh keluarga pasien

Jumat, 1 08.30 1. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment


12 Juli Hasil : tangan tampak bersih dan terbebas dari
2019 kuman
08.35 2. Mengangkat balutan dan plester perekat
perlahan searah dengan permukaan kulit
dengan menggunakan kassa yang dibasahi
Nacl 0.9%
Hasil : tampak luka jahitan post op laparatomy
08.45 3. Memonitor karekteristik luka, drainase, warna,
eksudat, dan bau.
Hasil :
Jumlah jahitan = 27
Drainase : tidak ada (aff draine)
Warna : epitelisasi 90 % slought 10 %
Bau : bau ketika membuka balutan (ringan)
Eksudat : sedang (purulent) 60%
08.55 4. Melakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9 %
dan melakukan mechanical debridement
Hasil : luka bersih tampak epitalisasi dan
slought
09.05 5. Mengukur luas luka dengan menggunakan
mistar luka
Hasil : P = 26 cm L : 1,5 cm
09.15 6. Memberikan balutan hidrofobik (cutimed
sorbact) bersamaan gel (Suprasor G) sebagai
dressing primer untuk mengontrol infeksi dan
FOAM (Cutimed Siltec) dan kasa besar 3 lapis
sebagai dressing sekunder untuk menyerap
eksudat dan difiksasi menggunakan adhesive
tape (Polifix) sebagai dressing tersier
Hasil : luka tertutup
09.35 7. Membatasi pengunjung 1-2 orang
Hasil : untuk menghindari paparan patogen
yang dibawah oleh keluarga pasien

Sabtu, 13 1 10.20 8. Mencuci tangan 6 langkah dalam 5 moment


Juli 2019 Hasil : tangan tampak bersih dan terbebas dari
kuman
10.25 9. Mengangkat balutan dan plester perekat
perlahan searah dengan permukaan kulit
dengan menggunakan kassa yang dibasahi
Nacl 0.9%
Hasil : tampak luka jahitan post op laparatomy
10.40 10. Memonitor karekteristik luka, drainase, warna,
eksudat, dan bau.
Hasil :
Jumlah jahitan = 23
Drainase : tidak ada (aff draine)
Warna : epitelisasi 90 % slought 10 %
Bau : bau ketika membuka balutan (ringan)
Eksudat : sedang (purulent) 60%
11. Melakukan pencucian luka dengan NaCl 0,9 %
dan melakukan mechanical debridement
Hasil : luka bersih tampak epitalisasi dan
slought
12. Mengukur luas luka dengan menggunakan
mistar luka
Hasil : P = 26 cm L : 1,5 cm
13. Memberikan balutan hidrofobik (cutimed
sorbact) bersamaan gel (Suprasor G) sebagai
dressing primer untuk mengontrol infeksi dan
difiksasi menggunakan adhesive tape (Polifix)
sebagai dressing tersier
Hasil : luka tertutup
14. Membatasi pengunjung 1-2 orang
Hasil : untuk menghindari paparan patogen
yang dibawah oleh keluarga pasien
H. Evaluasi Keperawatan
Hari/ Tanggal No. Dx Jam Evaluasi
Senin, 8 Juli I 12.00 S : -
2018 O : Balutan luka bersih, luka tidak tampak
merembes
A : Masalah kerusakan integritas kulit belum
teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
2. Angkat balutan dan plester perekat
3. Monitor karekteristik luka, termaksud
drainase, warna, eksudat, dan bau.
4. Ukur luas luka yang sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dengan
tepat.
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
7. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan
tampilan
8. Batasi pengunjung 1-2 orang
Selasa, 9 Juli I 11.00 S : -
2018 O : Balutan luka bersih, luka tidak tampak
merembes
A : Masalah kerusakan integritas jaringan
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
2. Angkat balutan dan plester perekat
3. Monitor karekteristik luka, termaksud
drainase, warna, eksudat, dan bau.
4. Ukur luas luka yang sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dengan
tepat.
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
7. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan
tampilan
8. Batasi pengunjung 1-2 orang

Rabu, 10 Juli I 11.00 S : -


2018 O : Balutan luka bersih, luka tidak tampak
merembes
A : Masalah kerusakan integritas jaringan
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
2. Angkat balutan dan plester perekat
3. Monitor karekteristik luka, termaksud
drainase, warna, eksudat, dan bau.
4. Ukur luas luka yang sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau
pembersih yang tidak beracun dengan
tepat.
6. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
7. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan
tampilan
8. Batasi pengunjung 1-2 orang
Jumat, 12 Juli I 11.00 S : -
2018 O : Balutan luka bersih, luka tidak tampak
merembes
A : Masalah kerusakan integritas jaringan
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
1. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
2. Angkat balutan dan plester perekat
3. Monitor karekteristik luka, termaksud
drainase, warna, eksudat, dan bau.
4. Ukur luas luka yang sesuai
5. Bersihkan dengan normal saline atau
6. pembersih yang tidak beracun dengan
tepat.
7. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
8. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan
tampilan
9. Batasi pengunjung 1-2 orang
Sabtu, 13 Juli 1 11.00 S : -
2019 O : Balutan luka bersih, luka tidak tampak
merembes
A : Masalah kerusakan integritas jaringan
belum teratasi
P : Lanjutkan intervensi
10. Cuci tangan 6 langkah dalam 5 moment
11. Angkat balutan dan plester perekat
12. Monitor karekteristik luka, termaksud
drainase, warna, eksudat, dan bau.
13. Ukur luas luka yang sesuai
14. Bersihkan dengan normal saline atau
15. pembersih yang tidak beracun dengan
tepat.
16. Berikan balutan yang sesuai dengan jenis
luka
17. Dokumentasi lokasi luka, ukuran, dan
tampilan
18. Batasi pengunjung 1-2 orang
GAMBAR PROGRES LUKA
Senin, 8 Juli 2019

Rabu, 10 Juli 2019


Jumat, 12 Juli 2019
Sabtu, 13 Juli 2019
BAB IV

PEMBAHASAN

A. Tissue Management
Pada Tn. “D” Tehnik Debridemen yang dilakukan adalah
Mechanical Debridement. Mechanical debridement yang paling sederhana
yakni dengan menggunakan kasa steril. Adapun proses pelaksanaannya
adalah dengan menggunakan kasa yang telah basah menutupi seluruh luka
kemudian dibiarkan hingga kering. Jaringan slought tersebut akan dengan
sendirinya lepas dengan lengket ke kasa, maka jaringaan slought secara
mekanik terlepas dari luka tersebut. Metode ini kemungkinan akan
menyebabkan trauma pada jaringan yang sehat. Mechanical Debridement
dengan menggunakan kasa dan pinset untuk mengangkat jaringan mati dan
membersihkan sisa kotoran pada luka klien agar memudahkan
pertumbuhan jaringan baru. (Bettes-Jensen, Barbara. M, 2017).
B. Inflammation/infeksi control
Tindakan keperawatan pertama yang dilakukan pada Tn. “D”
adalah mencuci luka dengan mengunakan NaCl 0,9 %). Membersihkan
permukaan luka pada prinsipnya agar dapat mengangkat bakteri dan
drainase. Cairan pencuci luka, normal saline sebagi cairan steril fisiologi
diantara nya dapat dipakai untuk membersihkan luka tanpa mmbahayakan
jaringan yang baru tumbuh. (Fatmadona, Rika & Oktarina, Elvi, 2015)
Tujuan dari mencuci luka adalah melunakkan dan mengangkat
jaringan mati, debris, kontaminant, dan residu toksik dari permukaan luka,
memisahkan eschar (jaringan parut) dari jaringan fibrotic dan jaringan
fibrotic dari granulasi, mengangkat debris organic dan an-organik, dan
materi inflamasi dari permukaan luka, mengurangi insiden infeksi luka
dan klonisasi yang berlebihan, memberikan rehidrasi permukaan pada luka
untuk menyediakan lingkungan yang lembab, meminimalkan trauma luka
pada saat melepaskan material balutan yang lengket, memudahkan
pengkajian luka dan memberikan rasa nyaman pada klien. (Maryunani,
2015).
Hal ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan Ljubic (2013)
yang meneliti tentang perbandingan penggunaan cleansing NaCl 0,9 %
dengan air mineral pada luka kronik. Dari hasil penelitian tersebut Ljubic
menjelaskan bahwa tidak ada peningakatan infeksi maupun peningkatan
penyembuhan luka antara luka kronik yang dibersihkan dengan NaCl 0,9
% maupun luka kronik yang dibersihkan dengan air mineral. Hal ini
menjelaskan bahwa Air mineral sama aman dan efektifnya dengan NaCl
ketika diperolh dari suplay yang aman dan digunakan berdasarkan suhu
tubuh
Setelah dibersihkan dan dilakukan debridemen luka di berikan
hidrofobik (cutimed sorbact) sebagai balutan primer dan kasa dan foam
sebagai balutan sekunder serta menggunakan adhesive tape (Polifix)
sebagai dressing tersier untuk fiksasi.
Hidrofobik merupakan pengikat bakteri dan mencegah
perkembangbiakan bakteri (Maryumi Anik, 2015).
Penggunaan dressing primer hidrofobik (cutimed sorbact) pada hari
kedua dan ketiga diaktifkan atau diaplikasikan dengan menggunakan NaCl
0,9 %. Menurut Kartika, R. W (2015) dressing antimikrobial digunakan
untuk luka kronis dan akut yang terinfeksi atau beresiko infeksi. Balutan
antimikrobial tidak disarankan digunakan dalam jangka waktu lama dan
tidak direkomendasikan bersamaan NaCl 0,9 %. Sedangkan pada hari
keempat diberikan dresssing primer yaitu hidrofobik (cutimed sorbact)
yang diaplikasikan bersama gel (Suprasorb G)
C. Moisture Balance
Pada luka Tn. “D” di berikan dressing sekunder kasa besar
sebanyak 3 lapis dan diberikan foam (cutimed siltec) untuk
memaksimalkan penyerapan eksudat
Kasa adalah jenis balutan yang umum digunakan, terbuat dari
material katun yang tersusun atas serabut-serabut anyaman. Adanya
serabut anyaman tersebut menyebabkan kasa melekat pada permukaan
luka sehingga pada saat penggantian, pembalut akan mengangkat jaringan
granulasi yang sudah terbentuk sehingga sebagian dari penyembuhan luka
akan kembali ke fase inflamasi yang akan menyebabkan penyembuhan
luka terhambat, serta mengakibatkan nyeri saat mengganti pembalut. Kasa
konvensional memiliki tingkat permeabilitas terhadap gas dan uap air yang
paling tinggi. Oleh karna tingkat permeabilitas yang tinggi, penguapan
oksigen di permukaan luka tinggi sehingga kelembaban jaringan luka
menurun dengan akibat konsentrasi oksigen dalam jaringan luka menurun.
Hal ini menyebabkan proses penyembuhan luka berlangsung lebih lama
akibat pembentukan kolagen yang terhambat (Novriansyah, 2008).
Kasa dapat dibasahi dengan larutan normal saline dan dapat
digunakan untuk membersihkan dan menutup luka. Tujuan balutan ini
untuk memberikan kelembaban pada luka, namun balutan ini harus lebih
sering diganti untuk mempertahankan kelembaban (Morison, 2004; Perry
& Potter, 2009).
Foam berfungsi untuk menyerap cairan luka yang jumlahnya
sangat banyak. (Kartika, R. W, 2015).
D. Epitelitation Advancement
Tidak dilakukan dilakukan manajemen tepi luka
BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pada kegiatan ganti verban yang dilakukan pada hari pertama Tn. “D”
keadaan verban nampak kering dan tidak terdapat eksudat yang terlihat
menempel,baik di verban maupun di area luka., berbeda dengan ganti
verban pada hari kedua sampai hari kelima, keadaan verban nampak
merembes dikarenakan adanya produksi eksudat yang berlebih dari luka.
Penerapan Time Mangement yang dilakukan pada Tn. “D” yaitu
Tissue Management menggunakan Mechanical Debridement untuk
mengangkat jaringan mati pada luka. Infection/Inflamasi control
menggunakan Antimikrobial dressing yang berfungsi membunuh dan
mencegah perkembangbiakan bakteri serta pencucian luka untuk
melunakkan dan membersihkan jaringan mati pada luka. Moist Balance
yang digunakan kasa besar 3 lapis dan FOAM yang berfungsi menyerap
cairan luka sehingga luka tetap dalam keadaaan lembab serta menutup luka
agar tetap bersih. Sedangkan epitelisasi advancement tidak dilakukan.
Setelah dilakukan perawatan luka sebanyak 5 kali yaitu pada tanggal
8,9,10,12,13 Juli 2019 pada luka Tn “D”, tidak mengalami perubahan hal
ini disebabkan karena infeksi dari rembesan kotoran yang keluar dari luka
jahitan post op laparatomy yang nampak ada beberapa jahitan yang
terbuka..

Anda mungkin juga menyukai

  • CAVER
    CAVER
    Dokumen1 halaman
    CAVER
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Kerja Bakti
    Kerja Bakti
    Dokumen5 halaman
    Kerja Bakti
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara
    Berita Acara
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Laporan Resume Bedside Teaching
    Laporan Resume Bedside Teaching
    Dokumen11 halaman
    Laporan Resume Bedside Teaching
    Nabila Billa
    Belum ada peringkat
  • Askep Keluarga PDF
    Askep Keluarga PDF
    Dokumen11 halaman
    Askep Keluarga PDF
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Departemen Jiwa
    Format Pengkajian Departemen Jiwa
    Dokumen20 halaman
    Format Pengkajian Departemen Jiwa
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Berita Acara PHBS
    Berita Acara PHBS
    Dokumen1 halaman
    Berita Acara PHBS
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Fix Perpus
    Fix Perpus
    Dokumen17 halaman
    Fix Perpus
    Ryan Syahputra
    Belum ada peringkat
  • ANALISA JURNAL Gerontik Marni
    ANALISA JURNAL Gerontik Marni
    Dokumen3 halaman
    ANALISA JURNAL Gerontik Marni
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen2 halaman
    Bab I
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • BBLR NICU
    BBLR NICU
    Dokumen29 halaman
    BBLR NICU
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian
    Format Pengkajian
    Dokumen9 halaman
    Format Pengkajian
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Icu
    Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Icu
    Dokumen13 halaman
    Format Pengkajian Asuhan Keperawatan Icu
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Daftar Pustaka
    Daftar Pustaka
    Dokumen1 halaman
    Daftar Pustaka
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    rifko saputra
    Belum ada peringkat
  • BBLR NICU
    BBLR NICU
    Dokumen29 halaman
    BBLR NICU
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Surat Pengajuan
    Surat Pengajuan
    Dokumen1 halaman
    Surat Pengajuan
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Lampiran 2 Kuesioner M5 Kepuasan Pasien Di Ruang Interna
    Lampiran 2 Kuesioner M5 Kepuasan Pasien Di Ruang Interna
    Dokumen2 halaman
    Lampiran 2 Kuesioner M5 Kepuasan Pasien Di Ruang Interna
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Poli Luka
    Poli Luka
    Dokumen19 halaman
    Poli Luka
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • LP Tumor Sigmoid
    LP Tumor Sigmoid
    Dokumen18 halaman
    LP Tumor Sigmoid
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab Ii
    Bab Ii
    Dokumen20 halaman
    Bab Ii
    rifko saputra
    Belum ada peringkat
  • Bab Iv
    Bab Iv
    Dokumen4 halaman
    Bab Iv
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab V
    Bab V
    Dokumen1 halaman
    Bab V
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab III Firsyam
    Bab III Firsyam
    Dokumen19 halaman
    Bab III Firsyam
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • BAB III New
    BAB III New
    Dokumen6 halaman
    BAB III New
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab 3
    Bab 3
    Dokumen24 halaman
    Bab 3
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • Bab I
    Bab I
    Dokumen4 halaman
    Bab I
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat
  • BAB IV Firsyam
    BAB IV Firsyam
    Dokumen1 halaman
    BAB IV Firsyam
    Miftahul Jannah Hamid
    Belum ada peringkat