Anda di halaman 1dari 13

MENINGITIS

A. KONSEP DASAR
1. Defenisi
Meningitis adalah radang pada meningen yang mengelilingi otak
dan medulla spinalis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 2175)
Meningitis adalah radang umum pada araknoid dan piameter. (arif
Mansjoer, 2000 : 11)

2. Etiologi
Disebabkan oleh virus, bakteri, dan organ-organ jamur. (Brunner &
Sudarth, 2001 : 2175).
Disebabkan oleh bakteri, virus, riketsia, atau protozoa yang dapat
terjadi secara akut atau kronis. (Arif Mansjoer, 2000 : 11).

3. Anatomi dan Fisiologi


Susunan syaraf pusat terdiri dari otak, sumsum tulang belakang dan
urat syaraf atau cabang yang tumbuh dari otak dan sumsun tulang.
Otak dan sumsum tulang belakang dilapisi oleh maningen yang
fungisnya untuk melindungi struktur syaraf yang halus, membawa
pembuluh darah ke otak dengan adanya sekresi cairan memperkecil
benturan atau goncangan.
a. Piameter
Langsung berhubungan dengan batang otak dan jaringan spinal dan
mengikuti kontur struktur seksternal otak dan jaringan spinal. Piameter
merupakan lapisan vaskuler, dimana pembuluh-pembuluh darahnya
berjalan menuju struktur dalam system syaraf pusat (SSP)untuk
memberi nutrisi pada jaringan syaraf piameter melaus ke bagian bawah
medulla spinalis, berakhir kira-kira setinggi bagian bawah L1. bagian
akhir medulla spinalis berbentuk seperti kerucut dan dinamakan filum
terminale memanjang dari konus medularis.
b. Araknoid
Merupakan suatu membran fibrosa yang tipis, halus dan evaskuler.
Araknoid ini meliputi otak danmedulla spinalis, tetapi tidak mengikuti
kontur luar seperti piameter. Diantara daerah piameter dan araknoid ini
terdapat suatu rongga subaraknoid yang mengandung arteri, vena,
serebra dan trabekula araknoid memanjang dari konus medularis.
Ruang subaraknoid ini mempunyai pelebaran-pelebaran yang disebut
sisterna. Salah satu pelebaran yang terbesar adalah sisterna lumbalis
didaerah lumbal (biasanya antara L3 dan L4 atau L4 dan L5)
merupakan tempat yang biasa dipengaruhi untuk mendapatkan cairan
serebro spinalis untuk pemeriksaan.
c. Durameter
Merupakan suatu jaringan liat, tidak elastis dan mirip kulit sapi
seperti yang terdiri dari 2 lapisan yaitu lapisan luar dinamakan
duraendostel dan bagian dalam disebut periosteum tengkorak dan
berlanjut sebagai periosteum yang membatasi canalis vertebralis
medulla spinalis. Bagian dalam dura meningeal merupakan membrane
tebal yang meliputi otak dan menyusup diantara jaringan otak sebagai
penyokong dan pelindung. Lapisan ini bersambung dengan durameter
spinal. Dura spinal terus berlanjut hingga vertebrata sakralis kedua dan
disini bersatu dengan filum terminale membentuk ligamentum
koksigealis. Ligamentum ini menjulur sampai ke tulang koksik,
bersambung dengan periosteum dan menambatkan medulla spinalis
pada kanalis vertebralis.

Sirkulasi Cairan Serebro Spinal


Cairan ini di salurkan oleh fleksus koroid ke dalam ventrikel yang
ada dalam otak, kemudian cairan masuk ke dalam kanalis sumsum tulang
belakang dan kedalam ruang subaraknoid melalui ventrikularis. Setelah
melintasi ruang seluruh otak dn sumsum tulang belakang, maka kembali
ke sirkulasi melalui grnulasi araknoid pada sinus (sagitalis superior).
Perjalanan Cairan Serebro Spinal
Setelah meninggalkan ventrikel lateralis (ventrikel I dan II), cairan
otak dan sumsum tulang belakang menuju ventrikel IV melalui aquaduktus
silvii cairan dialirkan ke bagian medias foramen masendi selanjutnya ke
sisterna magina dan ke kanalis spinalis.
Dari sisterna magma cairan akan membasahi bagian-bagian dari
otak, selanjutnya cairan ini akan di absorpsi oleh vili-vili yang terdapat
pada araktinoid, cairan ini jumlahnya tidak tetap biasanya berkisar antara
80-200 cm mempunyai reaksi alkalis.
Fungsi cairan serebro spinal:
a. Kelembaban otak dan medula spinalis
b. Melindungi alat-alat dalam medula spinalis dan otak dari tekanan
c. Mencirikan alat-alat dalam medula spinalis dan otak.
Komposisi cairan serebro spinal terdiri dai air, protein, glukosa,
garam dan sedikit limfosit dan CO2
(Sylvia Anderson, 2005 : 1017-1018)

4. Patofisiologi
Meningitas bakteri dimulai sebagai infeksi dari orofaring dan
diikuti dengan septikemia yang menyebar ke meningen otak dan daerah
medulla spinalis bagian atas.
Faktor-faktor predisposisi mencakup infeksi jalan nafas bagian
atas, otitis media, matoiditis anemia sel sabit dan hemoglobinopatis lain.
Prosedur bedah syaraf baru, trauma kepala, dan pengaruh immunologis.
Saluran vena yang melalui nasofaring posterior, telinga bagian tengah, dan
saluran mastoid menuju otak dan dekat saluran vena-vena meningen,
semuanya ini penghubung yang menyokong perkembangan bakteri.
Organisme masuk kedalam aliran darah dan darah menyebabkan
reaksi radang di dalam meningen dan dibawah daerah korteks yang dapat
menyebabkan thrombus dan penurunan aliran darah serebral. Jaringan
serebral mengalami gangguan metabolisme akibat eksudat meningen,
vaskulitis, dan hipoperfusi. Eksudat purulen dapat menyebar sampai dasar
otak dan medulla spinalis. Radang juga menyebar ke dinding membrane
ventrikel serebral. Menignitis bakteri dihubungkan dengan perubahan
fisiologis intrakranial, yang teridiri dari peningkatan parmeabilitas pada
darah, daerah pertahanan otak (barier otak), edema serebral dan
peningkatan TIK.
Pada infeksi akut pasein meninggal akibat toksin bakteri sebelum
terjadi meningitis. Infeksi terbanyak dari pasien ini dengan kerusakan
adrenal, kolaps sirkulasi dan dihubungkan dengan meluasnya hemoragi
(pada sindrom Waterhouse-Friderichsen) sebagai akibat terjadinya
kerusakan endotel dan nekrosis pembuluh darah yang disebabkan oleh
meningokokus. (Brunner & Suddarth, 2001 : 2175-2176)

5. Klasifikasi
a. Meningitis Aseptik
Mengacu pada salah satu meningitis virus atau menyebabkan iritasi
meningen yang disebabkan oleh abses otak, ensefalitis, limfoma,
leukemia, atau darah diruang subaraknoid.
b. Menignitis Sepsis
Menunjukkan meningitis yang disebabkan oleh arganisme bakteri
seprti meningokokus, stafilokokus, atau basilus influenza.
c. Meningitis Tuberkulosa / Serosa
Disebabkan oleh basilus tuberkel. (Brunner & Suddarth, 2001 :
2175)

6. Tanda dan Gejala


a. Meningitis pada bayi baru lahir memiliki gambaran klinis sangat kabur
khas dan tidak khas.
b. Biasanya pasien tampak lemah, malas, tidak mau minum, muntah-
muntah, kesadaran menurun, ubun-ubun besar tegang dan menonjol,
leher lemas, respirasi tidak teratur, kadang-kadang disertai ikterus
alkasepsi.
c. Pada bayi berumur 3 bulan – 2 tahun terdapat demam, muntah, gelisah,
kejang berulang-ulang, ubub tegang dan menonjol.
d. Pada anak besar mengintis kadang-kadang memberikan gambaran
klasik, terdapat demam, menggigil, muntah dan nyeri kepala, kadang-
kadang gejala pertama adalah kejang, gelisah, gangguan tingkah laku,
penurunan kesadaran, tanda klinis yang biasa didapat adalah kaku
kuduk, tanda Brudzinski dan kerning +.
(Arif Mansjoer, 2000 : 11-12)

7. Komplikasi
a. Peresis Aseptik
b. Kejang
c. Gangguan Sensori
d. Kelainan Hipopisis
e. Hipotalamus
f. Hormon anti diuretik (ADH)
(Mansjoer, 2000)

8. Pemeriksaan Diagnostik
a. Analisa CSS dari fungsi Lumbal
 Meningitis Bakteri
Tekanan meningkat, cairan keruh / berkabut, jumlah sel darah putih
dan protein maningkat, glukosa manurun, kultur positif terhadap
beberapa jenis bakteri.
 Meningitis Virus
Tekanan bervariasi, cairan CSS biasanya jernih, sel darah putih
meningkat, glukosa dan protein biasanya normal, kultur biasanya
negatif, kultur virus biasanya hanya dengan prosedur khusus.
b. Glukosa Serum : Meningkat
c. LDH serum : Meningkat
d. Sel darah putih : Sedikit meningkat dengan peningkatan neutrofil
e. Elektrolit darah : Abnormal
f. LED : Meningkat
g. Kultur darah / hidung / tenggorokan / urine
Dapat mengindikasikan daerah pusat infeksi atau mengindikasikan tipe
penyebab infeksi.
h. Pemriksaan Radiologi
- Rongent Dada : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber
infeksi intrakranial.
- Rongent Kepala : Mungkin ada indikasi infeksi atau sumber
infeksi intrakranial.
- CT Scan : Dpat membantu melokalisasi lesi, meliht
ukuran / letak ventrikel; hematon daerah
serebral, hemoragik atau tumor
(Marilynn E. Doenges, 1999 : 310)

9. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan yang berhasil bergantung pada pemberian
antibiotik yang melewati darh – barier otak ke dalam ruang subaraknoid
dalam konsentrasi yang cukup untuk menghentikan perkembangbiakan
bakteri. Cairan serebrospinal (CSS) dan darah perlu di kultur, dan terapi
antimikroba dimulai segera. Dapat digunakan penisilin, ampisilin atau
kloramfenikol atau satu jenis dari sefalosporins. Antibiotik lain digunakan
jika diketahui strein bakteri resisten. Pasien dipertahankan pada dosis
besar antibiotik yang tepat per intavena.
Dehidrasi atau syok diobati dengan pemberian tambahan volume
cairan. Kejang dapat terjadi pad awal penyakit, dikontrol dengan
menggunakan diazepam atau fenitoin. Diuretik osmotic (seperti manitol)
dapat digunakan untuk mengobati edema serebral.
(Brunner & Suddarth, 2001 : 2176)
B. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Pengkajian
a. Identitas Klien
b. Riwayat Kesehatan
1) Riwayat Kesehatan Dahulu
Klien dengan meningitis biasanya pernah menderita pradangan
organ atau jaringan di dekat selaput otak seperti mastoiditis, otitis
media, endokarditis, atau klien pernah dilakukan tindakan bedah
syaraf terutama tindakan mengalihkan cairan serebrospinal serta
pernah cedera kepala terbuka.
2) Riwayat Kesehatan Sekarang
Kelien dengan meningitis biasanya memperlihatkan gejala-gejala
seperti sakit kepala, kaku kuduk, mudah kesal, lemah dan gelisah,
mual dan muntah, delirium, disorientasi, temperatur nadi dan
respirasi meningkat, demam, tanda rangsang meningeal +, kejang,
anoreksia, nyeri pinggang.
3) Riwayat Kesehatan Keluarga
Kemungkinan ada anggota keluarga yang menderita penyakit
infeksi seperti ISPA atau penyakit infeksi lainnya.
c. Pemeriksaan Fisik
1) Sistem Kardiovaskuler
Pada serangan awal terjadi tachikardi dan disritmia, peningkatan
tekanan darah, denyut nadi lambat.
2) Sistem Pernafasan
Biasanya terjadi perubahan mental (letargi sampai koma), dan
gelisah, kesukaran bernafas, pernafasan cheynes stokes.
3) Sistem Perkemihan
Biasanya terjadi inkontinensia atau retensi urine dan konstipasi.
4) Sistem Gastrointestinal
Biasanya kehlangan nafsu makan, kesulitan menelan, anoreksia,
muntah, turgor kulit jelek, membran mukosa kering.
5) Sistem Muskuloskeletal
Biasanya bengkak dan nyeri pada sendi-sendi besr (khususnya lutut
dan pergelangan tangan), kelemahan secara umum, keterbatasan
dalam gerak.
6) Sistem Integumen
Biasanya terjadi ptekie dan lesi purpura yang didahului oleh ruam.
Pada penyakit yang berat dapat ditemukan ekimosis yang besar
pada wajah dan ekstremitas.
7) Sistem Neurologi
Biasanya sakit kepala, timbul kejang, ketulian, status mental letargi
sampai kebingungan yang berat hingga koma, kehilangan memori.
Tanda rangsang meningeal :
 Kaku Kuduk
Biasanya ditemukan positif dengan tanda kekakuan, tekanan
dan spasme otot, dagu tidak dapat disentuh ke dada dan
terdapat tekanan pada hipertensi dan rotasi kepala.
 Tanda Kernig
Biasanya ditemukan positif dengan tanda : bila ekstensi sendi
lutut tidak mencapai sudut 1350 disertai dengan spasme otot
paha dan rasa nyeri
 Tanda Laseque
Biasanya ditemukan positif, dengan tanda bila timbul rasa nyeri
di lekuk iskhiadikus atau pangkal paha.
 Tanda Brudzinski I
Biasanya ditemukan positif, dari tanda bila terjadi fleksi
involunter pada kedua tungkai.
 Tanda Brudzinski II
Biasanya ditemukan positif, dengan tanda bila pada
pemeriksaan terjadi fleksi involunter pada sendi pinggul dan
lutut kontralateral.
8) Nyeri / Kenyamanan
Biasanya nyeri kepala, rasa nyeri ini dapat menjalar ke tengkuk dan
punggung gelisah.
9) Keamanan
Biasanya ada riwayat infeksi, fraktur pada tengkorak / cedera
kepala, suhu meningkat.

2. Diagnos Keperawatan
a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan edema serebral.
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan efek penyebaran
kuman patogen secara hematogen.
c. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan penyebaran PUS
pada dasar otak.
d. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake yang tidak adekuat.
e. Gangguan komunikasi verbal berhubungan dengan gangguan memori.
f. Kerusakan mobilitas fisik berhuhungan dengan kelemahan.
(Marilynn E. Doenges, 1999 : 311-316)

3. Intervensi Keperawatan
a. Perubahan perfusi serebral berhubungan dengan edema serebral
Tujuan : Tidak Terjadi perubahan perfusi serebral
Kriteria : - Tanda-tanda vital dalam batas normal
- Tidak terjadi peningkatan TIK
Intervensi
1) Pertahankan tirah baring dan posisi kepala serta pantau TTV sesuai
indikasi setelah dilakukan fungsi lumbal.
Raional : Perubahan tekanan CSS mungkin merupakan potensi
adanya resiko herniasi batang otak yang memerlukan
tindakan medis dengan segera.
2) Pantau / catat status neurologi dengan teratur dan bandingkan
dengan keadaan normalnya seperti GCS.
Rasional : Kecendrungan penurunan / perubahan tingkat
kesadaran PTIK adalah sangat berguna untuk
menentukan lokasi penyebaran kerusakan serebral.
3) Kaji adanya ragiditif nukal, gemetar, kegelisahan yang meningkat,
peka rangsangan dan adanga serangan kejang.
Rasional : Merupakan Indikasi adanya iritasi meningeal
4) Pantau TTV, catat adanya hipertensi
Rasional : Autoregulasi dapat mempertahankan aliran darah
serebral
5) Pantau frekuensi / Irama jantung
Rasional : Perubahan frekuensi dan disritmia dapat terjadi
mencerminkan adanya trauma / tekanan batang otak.
6) Kalaborasi
Berikan obat sesuai indikasi, seperti : steroid, dexametason dan
lain-lain.
Rasional : Dapat menurunkan permeabilitas kapiler untuk
membatasi pembentukan edema serebral.
b. Resiko penyebaran infeksi berhubungan dengan efek penyebaran
kuman pathogen secara hematogen.
Tujuan : Infeksi dapat diatasi
Kriteria : - TTV dalam batas normal
- Klien tidak gelisah
Intervensi
1) Monitor TTV dan cata tanda-tanda klinin dari proses infeksi
Rasional : Peningkatan suhu menandakan adanya tanda-tanda
infeksi
2) Kaji keluhan nyeri di dada, dnyut nadi yang tidak teratus atau
demam yang terus menerus
Rasional : Infeksi sekunder seperti miocarditis atau pericarditis
membuthkan tindakan yang lebih cepat.
3) Auskultasi bunyi nafas dan monitor jumlah pernafasan
Raional : Adanya ronchi, wheezing, nafas cepat dan
bertambahnya kerja dari pernafasan bertanda adanya
reflek yang tertahan dari sekresi yang merupakan
resiko untuk terjadinya infeksi pernafasan.
4) Monitor intake dan output
Rasional : Mengidentifikasi terjadinya komplikasi seperti
kemungkinan terjadinya syok atau penurunan jumlah
cairan akibat edema serebral atau subdural efusi
5) Kalaborasi dengan dokter tentang pemberian antibiotik yang sesuai
Rasional : Antibiotik dapat membunuh kuman dan menghambat
perkemabangan.
6) Kalaborasi dengan tim analisis untuk pemeriksaan kadar leukosit,
LED dan kimia darah.
Rasional : Kadar leukosit darah dan urine merupakan indikasi
dalam menentukan adanya infeksi.

4. Implementasi
Setelah rencana tindakan keperawatan disusun dengan sistematik,
selanjutnya rencana tindakan tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan
yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan dan mencapai tujuan
yang diharapkan.

5. Evaluasi
Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang
diharapkan terhadap perilaku dan sejauh mana masalah klien dapat
teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan balik atau
pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum teratasi.
DAFTAR PUSTAKA

Arif Mansjoer, 2000. Kapita Selekta. Jakarta : Media Aesculaplus.


Brunner & Suddarth, 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta :
EGC
Marilyn E. Doenges, 1999. Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta : EGC
Sylvia. A. Price, 2005. Patofisiologi. Jakarta : EGC
ASUHAN KEPERAWATAN ANAK
DENGAN GANGGUAN SISTIM PERSARAFAN
(MENINGITIS)

Oleh :

Kelompok IV

1. Roza Meilinda (07122024)


2. Silvia Roza (07122025)
3. Uspia Naspita (07122027)
4. Dedi Fatrida (07122030)

STIKES MERCU BAKTIJAYA PADANG


PRODI B S1 KEPERAWATAN
2008

Anda mungkin juga menyukai