Anda di halaman 1dari 60

SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL

PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM


DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

SKRIPSI
ZULFIKAR

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
RINGKASAN

ZULFIKAR. D14201070. 2008. Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras
Hasil Perendaman dalam Campuran Larutan Garam dengan Ekstrak Jahe yang
Berbeda. Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan, Institut
Pertanian Bogor.

Pembimbing Utama : Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si.


Pembimbing Anggota : Ir. B. N. Polii, SU

Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi
karena mengandung zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia seperti
protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta memiliki
daya cerna yang tinggi. Hal ini ditandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat
diserap setelah telur dikonsumsi. Oleh karena itu, diperlukan sebuah mekanisme
proses pengawetan yang salah satunya dengan proses perendaman telur dengan
penambahan ekstrak jahe. Proses tersebut dapat dilakukan karena adanya larutan yang
mengandung zat antimikroba, sifat bakterisidal maupun zat antioksidan untuk
mencegah kerusakan telur. Komponen jahe dapat meresap ke dalam telur melalui
seluruh bagian kerabang telur yang terdapat banyak pori dengan bentuk yang tidak
beraturan. Selain sebagai pengawetan diduga jahe dapat meningkatkan flavor atau cita
rasa yang lebih baik pada telur.Tujuan penelitian ini adalah menilai sifat fisik dan sifat
organoleptik telur yang direndam dengan ekstrak jahe.
Bahan utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah telur ayam ras yang
berumur maksimum sehari yang diperoleh dari peternak ayam di daerah Bogor.
Penelitian ini menggunakan rancangan acak kelompok (RAK) pola faktorial 4 x 3
dengan tiga kali ulangan dan ulangan sebagai kelompok. Persentase ekstrak jahe
(0%; 5%; 10%; 15%) pada larutan garam (15%) sebagai faktor pertama dan lama
perendaman sebagai faktor kedua (2, 4, dan 6 hari). Pengaruh perlakuan terhadap
peubah yang diamati, dianalisis dengan GLM (General Linear Model) pada program
Statistix 8. Hasil penelitian menunjukkan bahwa perlakuan yang diberikan pada telur
tidak berbeda nyata. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus 2006 sampai
dengan April 2007, di Bagian IPT Unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian
Bogor, Bogor dan Laboratorium Teknologi Hasil Ternak, Institut Pertanian Bogor,
Bogor.
Hasil penelitian diperoleh bahwa tidak terdapat interaksi antar perlakuan
perendaman dan persentase ekstrak jahe. Persentase ekstrak jahe dalam larutan garam
dengan lama perendaman yang berbeda, tidak berpengaruh nyata terhadap perubahan
bobot telur, haugh unit, indeks kuning telur, nilai pH dan kadar air telur pada
pengamatan hari ke- 2, 4 dan 6. Penilaian organoleptik dengan uji skoring terhadap
telur rebus yang dilakukan oleh panelis agak terlatih menunjukkan bahwa perlakuan
berpengaruh sangat nyata (p<0,01) terhadap warna kuning telur, tekstur putih telur
dan aroma terkecuali pada warna putih telur.

Kata–kata kunci : telur ayam ras, persentase ekstrak jahe, larutan garam,
lama perendaman.
ABSTRACT

Nature’s of Physical and Organoleptic Race Quality of Egg Chicken’s bath of


Product On Salt Solution with Different Ginger Extract
Zulfikar, Z. Wulandari, B. N. Polii
Egg is the most consumed food because it has good nutrition. But, in the other
side it utilities has many problem because it’s perishable food. Egg soaking in
solution that contain antimicrobial, in research with ginger extract on salt solution,
intended can prevent egg damage. This research is analyzing nature’s of physical and
organoleptic egg of chicken’s race in ginger extract on salt solution. This research
helding in Poultry Production Science Laboratory, Bogor Agricultural University ,
and Livestock Product Technology, Bogor Agricultural University from August 2006
until April 2007. This research using 240 eggs that treated with ginger extract (0, 5,
10 and 15%) on salt solution (15 %) and immersion day’s (2, 4 and 6 ). This research
using Group Randomized Design, 4x3 factorial pattern. The parameters observed are
variable of egg weight, Haugh Unit, yolk index, pH, moisture, and organoleptic
quality. Analyzing data with ANOVA from SAS computer programming. Output
research treatment for nature’s physical and organoleptic value is not signifficant
difference.

Keywords : egg chicken’s race, ginger extract, salt solution, bath day’s
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL
PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM
DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

ZULFIKAR
D14201070

Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk


memperoleh gelar Sarjana Peternakan pada
Fakultas Peternakan
Institut Pertanian Bogor

PROGRAM STUDI TEKNOLOGI HASIL TERNAK


FAKULTAS PETERNAKAN
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2008
SIFAT FISIK DAN ORGANOLEPTIK TELUR AYAM RAS HASIL
PERENDAMANAN DALAM CAMPURAN LARUTAN GARAM
DENGAN EKSTRAK JAHE YANG BERBEDA

Oleh :
ZULFIKAR
D14201070

Skripsi ini telah disetujui dan telah disidangkan dihadapan


Komisi Ujian Lisan pada tanggal 16 Juli 2008

Pembimbing Utama Pembimbing Anggota

Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si Ir. B. N. Polii, SU


NIP. 132 206 246 NIP. 130 819 350

Dekan Fakultas Peternakan


Institut Pertanian Bogor

Dr. Ir. Luki Abdullah, MSc.Agr


NIP. 131 955 531
RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan pada tanggal 30 Mei 1983 di Kota Jakarta, Propinsi DKI
Jakarta. Penulis dilahirkan sebagai anak pertama dari dua bersaudara dari pasangan
Bapak Muhammad Nasir dan Ibu Hidayati.
Jenjang pendidikan formal penulis dimulai dari sekolah dasar di SDN 05
Pasar Manggis pada tahun 1989-1995. Penulis melanjutkan pendidikan menengah
pertama di SMPN 145 Jakarta pada tahun 1995-1998 dan pendidikan menengah
umum di SMUN 43 Jakarta pada tahun 1998-2001. Kemudian penulis diterima
sebagai mahasiswa di Program Studi Teknologi Hasil Ternak, Fakultas Peternakan
IPB melalui jalur Ujian Masuk Perguruan Tinggi Negeri (UMPTN) pada tahun 2001.
Selama mengikuti perkuliahan di IPB, penulis pernah aktif dalam kegiatan
baik di dalam maupun di luar kampus diantaranya Forum Aktivis Mahasiswa Muslim
Al-an’aam (FAMM Al-an’aam), Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Peternakan
IPB (BEM-D IPB). Selain itu, penulis juga aktif mengikuti seminar-seminar dan
pelatihan yang dilaksanakan baik dalam maupun di luar lingkungan kampus IPB.
Penulis diterima sebagai finalis Program Kreatifitas Mahasiswa dengan judul
“Komersialisasi Cacing Sutera Beku Hasil Budidaya secara Intensif dengan Metode
Talang Air Bertingkat” pada tahun 2005.
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji hanya milik Allah SWT yang telah memberikan berbagai
karunia maupun hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Skripsi ini berjudul “Sifat Fisik dan Organoleptik Telur Ayam Ras Hasil Perendaman
dalam Campuran Larutan Garam dengan Ekstrak Jahe yang Berbeda” di bawah
bimbingan Zakiah Wulandari, S.TP, M.Si. dan Ir. B. N. Polii, SU.
Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis sifat fisik dan organoleptik telur
yang direndam dengan berbagai konsentrasi ekstrak jahe (0, 5, 10 dan 15 %) dalam
larutan garam (15 %) dan lama perendaman (2, 4 dan 6 hari). Sifat fisik dilakukan
dengan penggunaan telur mentah yang sudah diberi perlakuan. Sifat fisik yang
diamati adalah perubahan bobot telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, pH dan kadar
air. Sifat organoleptik menggunakan uji skoring dengan jumlah panelis agak terlatih
sebanyak 15 orang. Penilaian sifat organoleptik dilakukan terhadap telur rebus yang
sudah diberi perlakuan. Sifat organoleptik yang diamati dengan menggunakan uji
skoring adalah warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.
Penulis berusaha memberikan sedikit sumbangsih. Semoga hasil yang tidak
seberapa ini dapat bermanfaat dalam khazanah ilmu pengetahuan. Penulis menyadari
bahwa hasil skripsi ini jauh dari kesempurnaan sehingga kritikan dan masukan sangat
penulis harapkan untuk perbaikan di masa akan datang. Penulis juga mengucapkan
terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu sehingga dapat menyelesaikan
skripsi dan lulus sebagai Sarjana Peternakan dari Institut Pertanian Bogor.

Bogor, Juli 2008

Penulis
DAFTAR ISI

Halaman
RINGKASAN ………………………………………………………………….. i
ABSTRACT ………………………………………………………………….… ii
RIWAYAT HIDUP ……………………………………………………………. iii
KATA PENGANTAR …………………………………………………………. iv
DAFTAR ISI ….……………………………………………………………….. v
DAFTAR TABEL ……………………………………………………………… vii
DAFTAR GAMBAR …………………………………………………………... viii
DAFTAR LAMPIRAN …………………………………………...……………. ix
PENDAHULUAN ……………………………………………………………... 1
Latar Belakang …………………………………………………………... 1
Tujuan …………………………………………………………………… 2
TINJAUAN PUSTAKA ……………………………………………………….. 3
Telur ……………………………………………………………………... 3
Bentuk Telur ……………………………………………………… 3
Komposisi Kimia …………………………………………………. 4
Putih Telur …………………………………………………. 4
Kuning Telur……………………………………………….. 5
Kerabang ………………………………………………………….. 7
Kualitas Telur …………………………………………………….. 8
Berat Telur …………………………………………………. 8
Haugh Unit ………………………………………………… 9
Indeks Kuning Telur ………………………………….......... 10
pH ……………………………………………………........... 10
Kadar Air …………………………………………………… 10
Penilaian Organoleptik .......……....………………………... 10
Jahe ………………………………………………………………………. 11
Deskripsi Jahe …………………………………………………….. 11
Komposisi Jahe …………………………………………………… 12
Manfaat Jahe ……………………………………………………… 15
Garam ……………………………………………………………………. 16
Osmosis dan Difusi ……………………………………………………… 16
METODE ………………………………………………………………………. 17
Lokasi dan Waktu ……………………………………………………….. 17
Materi ……………………………………………………………………. 17
Rancangan ……………………………………………………………….. 17
Perlakuan ………………………………………………………….. 17
Model ……………………………………………………………... 17
Sifat Fisik …………………………………………………... 17
Sifat Organoleptik ………………………………………….. 18
Peubah …………………………………………………………….. 19
Perubahan Bobot Telur ……………………………….......... 19
Haugh Unit …………………………………………………. 19
Indeks Kuning Telur ……………………………………….. 19
Nilai pH ……………………………………………….……. 19
Kadar Air …………………………………………………… 20
Sifat Organoleptik ………………………………………….. 20
Analisis Data ……………………………………………………… 20
Prosedur …………………………………………………………………. 21
HASIL DAN PEMBAHASAN ………………………………………………… 24
Sifat Fisik ………………………………………………………………... 24
Perubahan Bobot Telur …………………………………………… 24
Haugh Unit ……………………………………………………….. 25
Indeks Kuning Telur …………………………………................... 26
Nilai pH …………………………………………………………… 27
Kadar Air …………………………………………………………. 28
Sifat Organoleptik ……………………………………………………….. 29
Warna Kuning Telur ……………………………………………... 30
Warna Putih Telur …………………………………………….….. 31
Tekstur Putih Telur ………………………………………………. 32
Aroma ……………………………………………………….......... 34
KESIMPULAN DAN SARAN ………………………………………………… 36
Kesimpulan ……………………………………………………………… 36
Saran …………………………………………………………………….. 36
UCAPAN TERIMA KASIH …………………………………………………… 37
DAFTAR PUSTAKA ………………………………………………………….. 38
LAMPIRAN ……………………………………………………………………. 41

vi
vii
DAFTAR TABEL

Nomor Halaman
1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras dan Itik Segar (dalam 100 5
Gram Berat Badan ……………………………………………...
2. Kandungan Asam Amino Telur Ayam ........................................ 6
3. Komposisi Mineral Telur ……………………………….……… 7
4. Komposisi Kimia Jahe Segar per 100 gram Berat Basah dan 13
Jahe Kering Per 100 Berat Kering ……………………………...
5. Nilai Rataan Bobot Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada 23
Larutan Garam dan Lama Perendaman ………………………..
6. Nilai Rataan Haugh Unit dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada 24
Larutan Garam dan Lama Perendaman ………………………..
7. Nilai Rataan Indeks Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak 25
Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………….
8. Nilai Rataan pH dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan 26
Garam dan Lama Perendaman ………………………………..
9. Nilai Rataan Kadar Air Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe 28
pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………………..
10. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Kuning Telur dengan 29
Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama
Perendama ………………………………………………………
11. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Putih Telur dengan Perlakuan 31
Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …….
12. Nilai Rataan Uji Skoring Tekstur Putih Telur dengan Perlakuan 32
Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …….
13. Nilai Rataan Uji Skoring Aroma dengan Perlakuan Ekstrak Jahe 33
pada Larutan Garam dan Lama Perendaman …………………..
DAFTAR GAMBAR

Nomor Halaman
1. Struktur Telur................................................................................ 3
2. Diagram Radial dari Kerabang Telur ........................................... 8
3. Skema Penelitian Pendahuluan .................................................... 21
4. Skema Penelitian Utama .............................................................. 23
DAFTAR LAMPIRAN

Nomor Halaman
1. Format Uji Segitiga ………………………………………………….. 40
2. Format Uji Skoring ………………………………………………….. 41
3. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Perubahan Bobot 43
Telur ………………………………………………………………….
43
4. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Haugh Unit …………
43
5. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Indeks Kuning Telur ..
43
6. Tabel Uji Tukey Indeks Kuning Telur pada Hari yang Berbeda …….
7. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap pH Telur …………… 44
8. Tabel Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Kadar Air ………..… 44
9. Tabel Uji Tukey Kadar Air pada Hari yang Berbeda ……………….. 44
10. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna 44
Kuning Telur ……………………………………………..………….
45
11. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Warna Kuning Telur ………..
45
12. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna
Putih Telur …………………………………………………………....
45
13. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Tekstur
Putih Telur ………………………………………………………….... 46

14. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Tekstur Putih Telur ……….…
46
15. Tabel Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Aroma ..
16. Tabel Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Aroma ……………………….. 46
PENDAHULUAN

Latar Belakang
Telur merupakan salah satu bahan pangan dengan nilai nutrisi yang baik. Hal
ini karena telur merupakan sumber protein yang terdiri dari berbagai asam amino
yang dibutuhkan oleh tubuh. Komposisi telur terdiri dari air (72,8 – 75,6 %), protein
(12,8 – 13,4 %) dan lemak (10,5 – 11,8 %). Telur merupakan bahan pangan yang
mudah rusak (perishable food) karena banyak mengandung nutrisi yang dibutuhkan
untuk pertumbuhan mikroorganisme. Teknologi pengawetan merupakan teknologi
yang dapat mencegah kerusakan tersebut. Pengawetan yang sudah sering dilakukan
diantaranya berbagai metode pembuatan telur asin, larutan kapur, maupun
perendaman dengan ekstrak daun jambu biji.
Jahe merupakan salah satu tanaman rempah yang dapat digunakan sebagai
bahan pengawet. Jahe memiliki aktivitas zat antioksidan alami karena pada ekstrak
jahe terdapat zingerone, shogaol, gingerol, gingerdiol, diarylheptanoid dan
kurkumin. Komponen bioaktif jahe juga bersifat antimikroba. Zingeron dan gingerol
merupakan senyawa turunan fenol dan ketofenol dalam oleoresin jahe yang
mempunyai aktifitas sporostatik terhadap bakteri pembentuk spora Bacillus subtillis
pada konsentrasi 0.9 dan 1 %. Jahe memiliki sifat bakteriosidal terhadap beberapa
bakteri gram positif, sedangkan pada beberapa bakteri gram negatif bersifat
bakteriostatik. Adanya sifat antioksidan alami maupun bersifat antimikroba pada jahe
maka jahe dapat digunakan sebagai bahan pengawet alami. Selain sebagai
pengawetan diharapkan jahe dapat meningkatkan flavor atau cita rasa yang lebih baik
pada telur. Aroma jahe dapat diserap ke dalam telur karena pada ekstrak jahe
terdapat minyak atsiri yang menimbulkan aroma khas jahe, serta adanya gingerols
dan shogaols untuk rasa pedas.
Mekanisme proses pengawetan dapat dilakukan dengan proses perendaman
pada telur dengan penambahan ekstrak jahe. Proses tersebut dapat dilakukan karena
adanya larutan yang mengandung zat antimikroba, sifat bakterisidal maupun zat
antioksidan untuk mencegah kerusakan telur. Komponen jahe dapat meresap ke
dalam telur melalui seluruh bagian kerabang telur yang terdapat banyak pori dengan
bentuk yang tidak beraturan.
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah menganalisa sifat fisik dan sifat organoleptik
telur ayam ras yang direndam pada larutan garam 15 % dengan penambahan
konsentrasi ekstrak jahe yang berbeda (0%, 5%, 10%, dan 15 %) dan lama
perendaman yang berbeda (2, 4 dan 6 hari).

2
TINJAUAN PUSTAKA

Telur
Telur adalah salah satu bahan makanan asal ternak yang bernilai gizi tinggi
karena mengandung zat-zat makanan yang sangat dibutuhkan oleh tubuh manusia
seperti protein dengan asam amino yang lengkap, lemak, vitamin, mineral, serta
memiliki daya cerna yang tinggi (Sirait, 1986). Telur merupakan bahan makanan
yang bernilai gizi tinggi. Hal ini ditandai dengan rendahnya zat yang tidak dapat
diserap setelah telur dikonsumsi (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Bentuk Telur
Bentuk telur yang sempurna adalah bulat telur, namun sering terjadi kelainan
pada bentuk telur yang disebabkan karena adanya kelainan pada proses pembentukan
kulit telur yang berlangsung di bagian isthmus dan uterus (Sirait, 1986). Struktur
telur secara detail dapat dilihat pada Gambar 1.

Gambar 1. Struktur Telur (Smith, 1997)

Struktur fisik telur terdiri dari tiga bagian utama, berturut-turut dari yang paling
luar sampai yang paling dalam, yaitu kerabang telur (egg shell) ± 12,3 %, putih telur
(albumen) ± 55,8 % dan kuning telur (yolk) ± 31,9 %. Struktur telur itik hampir sama
dengan telur ayam, kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur itik mengandung
kuning telur 7 % lebih banyak dan putih telur 5 % lebih sedikit dari telur ayam
(Stadelman dan Cotteriil, 1977)
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) kuning telur berbatasan dengan putih
telur dan dibungkus oleh suatu lapisan tipis yang disebut membran vitelin. Kuning
telur memiliki struktur yang kompleks yang terdiri dari latebra, bintik punat, lapisan-
lapisan konsentris terang (light yolk layer) dan gelap (dark yolk layer). Menurut
Buckle et al., (1985) posisi kuning telur yang baik adalah di tengah-tengah telur.
Posisi kuning telur akan bergeser bila telur mengalami penurunan kualitas. Keadaan
ini dapat dilihat dengan cara peneropongan.
Kerabang telur bersifat keras, halus, dilapisi kapur dan terikat kuat pada bagian
luar dari lapisan membran kerabang telur. Kerabang telur terdiri dari empat lapisan,
yaitu lapisan kutikula, bunga karang (spongiosa), mamilaris, dan membran kerabang
telur (Stadelman dan Cotterill, 1977).

Komposisi Kimia
Komponen kimia telur menurut Panda (1996) tersusun atas air (72.8-75.6%),
protein (12,8-13,4%), dan lemak (10,5-11,8%). Komponen tersebut menyatakan
bahwa telur mempunyai gizi yang tinggi (Stadelman dan Cotterill, 1977). Komposisi
telur itik hampir sama dengan telur ayam kecuali besar bagian-bagiannya yaitu telur
itik mengandung kuning telur 7 % lebih banyak dan putih telur 5 % lebih sedikit dari
telur ayam (Powrie, 1973). Komposisi kimia antara telur ayam ras dan telur itik segar
memiliki kisaran yang hampir sama.

Putih Telur. Putih telur merupakan bagian telur yang bersifat cair kental dan tidak
berwarna pada telur segar. Putih telur terdiri dari empat lapisan, yaitu lapisan encer
luar (23%), lapisan kental (57%), lapisan encer dalam (19%), dan kalaza (11%).
Perbedaan kekentalan ini disebabkan karena perbedaan kadar air pada lapisan-lapisan
tersebut (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Dirjen Gizi Departemen
Kesehatan RI. (1989) putih telur memiliki komponen terbanyak berupa air, diikuti
oleh protein dan karbohidrat. Mengenai komposisi kimia telur ayam ras dan itik
dalam 100 g bahan dapat dilihat pada Tabel 1.

4
Tabel 1. Komposisi Kimia Telur Ayam Ras dan Itik Segar (dalam 100 Gram
Berat Bahan)
Komposisi Kimia Telur Ayam Segar Telur Itik Segar
Telur Kuning Putih Telur Telur Kuning Putih
Utuh Telur Utuh Telur Telur

Kalori (Kal) 148,0 361,0 50,0 189,0 398,0 54,0


Air (g) 74,0 49,4 87,8 70,8 47,0 88,0
Protein (g) 12,8 16,3 10,8 13,1 17,0 11,0
Lemak (g) 11,5 31,9 0,0 14,3 35,0 0,0
Karbohidrat (g) 0,7 0,7 0,8 0,8 0,8 0,8
Kalsium (mg) 54,0 147,0 6,0 56,0 150,0 21,0
Fosfor (mg) 180,0 586,0 17,0 175,0 400,0 20,0
Vitamin A (SI) 900,0 2000,0 0,0 1230,0 2870,0 0,0

Sumber : Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. (1989).

Kuning Telur. Kuning telur merupakan bagian terpenting telur karena banyak
mengandung zat-zat gizi yang berfungsi menunjang kehidupan embrio (Stevenson
dan Miller, 1986). Kuning telur merupakan bagian telur dengan zat gizi yang paling
lengkap dengan komponen terbanyak berupa air yang diikuti dengan lemak dan
protein (Winarno, 1997).
Kuning telur memiliki kadar lemak yang tinggi (11,5 %-12,3 %) dan terdiri atas
65,5 % trigliserida, 28,3 % fosfolipid, dan 5,2 % kolestrol (Panda, 1996). Fungsi
utama lemak bagi tubuh manusia adalah sebagai sumber energi (9 kkal/g). Tingginya
kalori yang dimiliki lemak menjadikan lemak sebagai sumber energi yang lebih
efektif dibandingkan karbohidrat dan protein (Winarno, 1997).
Pada kuning telur selain terdapat lemak, terdapat pula protein telur. Menurut
American Egg Board (2000) kandungan protein telur tersusun atas 18 asam amino,
yaitu alanin, arginin, asam aspartat, sistin, asam glutamat, glisin, histidin, isoleusin,
leusin, lisin, metionin, fenilalanin, prolin, serin, treonin, triptofan, tirosin, dan valin.
Mengenai kandungan dari masing-masing asam amino dalam 100 g bahan dapat
dilihat pada Tabel 2.

5
Tabel 2. Kandungan Asam Amino Telur Ayam
Kadar Asam Amino
Asam Amino
Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur
-------------------------(g/ 100 g bahan)------------------------
Alanin 0,67 0,8 0,57
Arginin 0,72 1,11 0,53
Asam aspartat 1,2 1,52 1,00
Sistin 0,28 0,28 0,25
Asam glutamate 1,56 1,96 1,30
Glisin 0,4 0,48 0,34
Histidin 0,28 0,4 0,22
Isoleusin 0,65 0,78 0,55
Leusin 1,02 1,36 0,83
Lisin 0,86 1,23 0,67
Metionin 0,37 0,38 0,34
Fenilalanin 0,64 0,66 0,57
Prolin 0,48 0,65 0,38
Serin 0,89 1,32 0,68
Treonin 0,57 0,82 0,45
Triptofan 0,15 1,8 0,12
Tirosin 0,49 0,69 0,38
Valin 0,73 0,86 0,62

Sumber : Sirait (1986)

Pigmen kuning telur diklasifikasikan menjadi dua pigmen yaitu liokrom dan
lipokrom. Jumlah pigmen pada kuning telur sekitar 0,02%. Lipokrom larut dalam
lemak dan termasuk ke dalam kelompok karotenoid yang banyak terdapat dalam
jaringan tanaman (Stadelman dan Cotterill, 1977). Karotenoid yang terdapat pada
kuning telur adalah karoten dan xantofil. Karoten tidak dapat larut dalam asam, air,
dan basa. Liokrom adalah pigmen yang larut dalam air. Jenis pigmen ini adalah
ovoflavin yang juga ditemukan sebagai pigmen pada putih telur (Romanoff dan
Romanoff, 1963).
Perubahan warna dari permukaan kuning telur akibat perebusan yang terlalu
lama menjadi hijau kehitaman disebabkan karena pembentukan FeS. Putih telur
adalah sumber H2S yang dapat bereaksi membentuk FeS dengan Fe, yang banyak
terdapat dalam kuning telur, bila dipanaskan (Stadelman dan Cotterill, 1977).

6
Sebagian besar pangan, sekitar 96% terdiri dari bahan organik dan air, sisanya
terdiri dari unsur-unsur mineral makro dan mikro. Kandungan mineral dalam suatu
bahan dikenal dengan kadar abu (Fennema, 1996). Komposisi mineral makro telur
segar dapat dilihat pada Tabel 3.

Tabel 3. Komposisi Mineral Telur


Kadar Mineral (mg/100 g bahan )
Mineral
Telur Utuh Kuning Telur Putih Telur
-----------------------(mg/100 g bahan)-----------------------
Kalsium 59 138 7
Besi 1,85 3,34 0,05
Magnesium 11 9 10
Fosfor 202 417 13
Kalium 130 118 136
Natrium 133 67 158
Tembaga 0,05 0,02 0,01
Mangan 0,03 0,06 0,01
Sulfur 0,067 0,065 0,003

Sumber : American Egg Board (2000).

Telur memiliki kadar abu berkisar antara 0,80-1,00 % (Panda, 1996). Menurut
Romanoff dan Romanoff (1963) kandungan mineral makro yang terbanyak pada
telur adalah P, Ca, Cl, Fe, Mg, K, Na, dan S.

Kerabang
Kerabang telur merupakan bagian telur yang paling rendah nilai gizinya dan
hampir tersusun atas 95,1 % garam-garam anorganik, 3,3 % bahan organik, terutama
protein, dan air. (Romanoff dan Romanoff, 1963). Diagram radial dari kerabang telur
dapat dilihat pada Gambar 2.

7
Gambar 2. Diagram Radial dari Kerabang Telur (Stadelman dan Cotterill,
1977)

Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) seluruh bagian kerabang telur


terdapat banyak pori dengan bentuk yang tidak beraturan. Jumlah pori tersebut
bervariasi, berkisar antara 100-200 pori/cm2 permukaan kerabang telur. Bagian yang
tumpul dari telur mempunyai jumlah pori yang lebih banyak serta tebal kerabang
yang lebih tipis daripada bagian yang lain. Fungsi pori kerabang telur adalah sebagai
tempat pertukaran gas-gas dari dalam dan luar kerabang sehingga membantu
respirasi embrio di dalam telur. Pori yang terdapat pada telur ayam tiap cm2 jauh
lebih sedikit dibandingkan dengan telur itik (Romanoff dan Romanoff, 1963).
Nowland (1987) menyatakan bahwa tebal kerabang yang baik untuk dipasarkan
adalah 0,3 sampai 0,33 mm sehingga telur tidak mudah pecah.

Kualitas Telur
Menurut Stadelman dan Cotteril (1977) kualitas telur merupakan kumpulan
ciri-ciri telur yang mempunyai selera konsumen. Kualitas telur sebagai ciri atau sifat
yang sama dari suatu produk yang menentukan derajat kesempurnaannya yang akan
mempengaruhi penerimaan konsumen (Romanoff dan Romanoff, 1963).

Berat Telur. Telur yang baru saja keluar dari badan induk umumnya masih baik dan
termasuk dalam kelas AA atau A. Akan tetapi, beberapa lama kemudian mutu telur
dapat menjadi rendah. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) serta Buckle et al.,
(1985), penyusutan berat telur disebabkan terjadinya penguapan air selama

8
penyimpanan, terutama pada bagian putih telur dan sebagian kecil oleh penguapan
gas-gas seperti CO2, NH3, N2 dan H2S akibat degradasi komponen organik telur.
Berdasarkan beratnya, telur ayam ras dapat digolongkan menjadi beberapa kelompok
sebagai berikut :
1. Jumbo dengan berat di atas 65 gram per butir
2. Ekstra besar dengan berat 60-65 gram per butir
3. Besar dengan berat 55-60 gram per butir
4. Sedang dengan berat 50-55 gram per butir
5. Kecil dengan berat 45-55 gram per butir
6. Kecil sekali dengan berat di bawah 45 gram per butir. (Sarwono, 1994).

Haugh Unit. Menurut Lesson dan Caston (1997) kondisi penyimpanan telur
merupakan salah satu faktor yang memiliki potensial untuk mempengaruhi albumen
(putih telur). Haugh unit merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kualitas
telur bagian dalam dengan cara mengukur tinggi putih telur kental dan berat telur
(Iza et al., 1985).
Muchtadi dan Sugiyono (1992) menyatakan bahwa kehilangan CO2 melalui
pori-pori kulit dari albumen menyebabkan perubahan fisik dan kimia. Albumen yang
kehilangan CO2 dan tampak berair (encer). Pengenceran tersebut disebabkan
perubahan struktur protein musin yang memberikan tekstur kental dari putih telur.
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) hilangnya CO2 melalui pori-pori kerabang
telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih telur dan
menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur menurun.
Nilai Haugh Unit untuk telur yang baru ditelurkan nilainya 100, sedangkan
telur dengan mutu terbaik nilainya diatas 72. Telur busuk nilainya di bawah 50
(Buckle et al., 1985). Penentuan kualitas telur berdasarkan haugh unit menurut
standar United state Departemen of Agriculture (USDA), adalah sebagai berikut :
1. Nilai haugh unit kurang dari 31 digolongkan kualitas C
2. Nilai haugh unit kurang dari 31-60 digolongkan kualitas B
3. Nilai haugh unit kurang dari 60-72 digolongkan kualitas A
4. Nilai haugh unit lebih dari 72 digolongkan kualitas AA

9
Indeks Kuning Telur. Suatu metode yang dirancang untuk menyatakan kondisi
dalam telur secara umum dan bersifat perhitungan matematika yang terukur.
Pengukuran dengan membandingkan tinggi kuning telur dan lebar kuning telur yang
baru dipecahkan diatas meja datar (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Buckle
et al., (1985) indeks kuning telur segar beragam antara 0,33 dan 0,50 dengan nilai
rata-rata 0,42. Dengan bertambahnya umur telur, indeks kuning telur menurun karena
penambahan ukuran kuning telur sebagai akibat perpindahan air.

Nilai pH. pH putih telur segar yang baru keluar dari tubuh induk yaitu 7.6,
sedangkan pH kuning telur 6.0 (Romanoff dan Romanoff, 1963). Menurut Charley
(1982) saat telur baru keluar dari induknya, pH telur sekitar 7,6. Setelah
penyimpanan kira-kira satu minggu lamanya pada suhu ruang, nilai pH telur
meningkat menjadi 9,0-9,7. Adanya peningkatan pH ini menyebabkan serabut
ovomucin menjadi rusak sehingga terjadi pengenceran isi telur terutama pada putih
telur. Menurut Wells dan Belyavin (1985) pH dari putih telur dalam kondisi segar
sekitar 7,8 dan meningkat selama penyimpanan hingga 9,7. Peningkatan pH
disebabkan hilangnya gas CO2 saat proses penguapan melalui membran dan pori-pori
pada kerabang telur. Hasil biologis pada kuning dan putih telur menjadikan telur
lebih bersifat alkali (Fromm and Gammon, 1968). Menurut Buckle et al., (1985)
kenaikan pH, terutama dalam albumen yang meningkat dari kira-kira pH 7 sampai 10
atau 11 sebagai akibat hilangnya CO2.

Kadar Air. Kadar air merupakan jumlah total air yang terkandung dalam bahan
pangan (Winarno, et al., 2002). Kadar air ditentukan sebagai % kehilangan bobot
contoh bahan makanan setelah dikeringkan dalam oven sampai bobotnya tidak susut
lagi, pada tekanan satu atmosfer dengan suhu sedikit di atas titik didih air (1050C)
(Amrullah, 2004). Menurut Wulandari (2002) kadar air keseluruhan isi telur berkisar
antara 63,75% sampai dengan 70,50%.

Penilaian Organoleptik. Penilaian organoleptik sering juga disebut sebagai


penilaian indrawi atau penilaian sensori karena melibatkan panca indera yang
terdapat pada tubuh manusia. Penilaian organoleptik digunakan dalam penelitian dan
pengembangan produk pangan maupun non pangan, karena pelaksanaannya mudah
dan cepat. Salah satu indera yang digunakan adalah penglihatan. Penglihatan dalam

10
penilaian mutu melibatkan sifat produk yang dapat diamati (fisik); misalnya warna,
ukuran, dan sifat permukaan. Penciuman terhadap bau merupakan pengenalan
produk dengan berdasarkan baunya, digunakan baik pada produk pangan maupun
non pangan, dan sifatnya lebih kompleks dari pencicipan (Soekarto, 1985). Rasa
yang dikenal sehari-hari merupakan gabungan dari rangsangan cicip, bau, suhu dan
pengalaman. Rasa yang dikenal melibatkan panca indera lidah, yang mampu
menginderakan empat macam cecapan utama yaitu asam, asin, manis dan pahit
(Winarno, 1997).
Uji skoring dimaksudkan untuk menilai suatu sifat organoleptik yang spesifik.
Uji ini dapat digunakan untuk menilai sifat hedonik atau sifat mutu hedonik dengan
memberikan penilaian terhadap mutu sensorik dalam suatu jenjang mutu (Soekarto,
1992). Menurut Rahayu (2001) uji skoring dikenal dalam penilaian organoleptik,
berfungsi untuk menilai sifat organoleptik secara lebih spesifik dalam suatu jenjang
mutu. Pengambilan nilai melalui uji skoring dengan panelis agak terlatih sebanyak
15 – 25 orang. Selama proses uji organoleptik baik pada tahap seleksi yaitu dengan
uji segitiga maupun pada tahap pengambilan nilai dengan uji skoring setiap panelis
telah diberikan pengertian tentang persepsi warna kuning, putih, tekstur dan aroma,
sehingga para panelis memiliki persepsi yang sama dalam memberikan penilaian.

Jahe (Zingiber officinale Roscoe)

Deskripsi Jahe
Berdasarkan taksonomi tanaman, jahe (zingiber officinale) termasuk dalam
divisi Spermatophyta, Subdivisi Angiospermae, kelas Monocotyledonae, ordo
Zingiberales, family Zingiberaceae, genus Zingiber dan spesies officinale
(Purseglove, et al., 1981). Jahe termasuk dalam famili Zingiberaceae.
Rimpang jahe bercabang-cabang berwarna putih kekuningan dan berserat.
Bentuk rimpang jahe pada umumnya gemuk agak pipih dan kulitnya mudah
dikelupas ( Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Rimpang jahe berkulit agak tebal
membungkus daging umbi yang berserat dan berwarna coklat beraroma khas.
(Achyad dan Ratu, 2005). Bagian jahe yang banyak digunakan manusia adalah
rimpangnya. Rimpang jahe merupakan batang yang tumbuh dalam tanah dan dipanen
setelah berumur 9-11 bulan. Bentuk rimpang jahe bercabang-cabang tidak teratur

11
dengan daging berwarna kuning atau jingga, berserat dan berbau harum (Koswara,
1995).
Berdasarkan ukuran, bentuk, dan warna rimpang dikenal 3 jenis jahe yaitu
jahe putih besar, jahe putih kecil dan jahe merah. Jahe putih besar biasanya disebut
jahe gajah atau jahe badak. Jahe gajah memiliki rimpang yang besar dan gemuk,
potongan melintangnya berwarna putih kekuningan, serat sedikit, aroma kurang
tajam dan rasa kurang pedas. Jahe gajah biasanya dikonsumsi saat berumur muda
maupun tua sebagai jahe segar atau jahe olahan. Jahe putih kecil memiliki potongan
melintang berwarna putih kekuningan, aroma agak tajam dan rasanya pedas. Jahe
merah memiliki ukuran terkecil, warna rimpangnya jingga muda sampai merah,
aroma sangat tajam dan rasanya sangat pedas. Jenis jahe putih kecil dan jahe merah
mempunyai kandungan serat yang lebih tinggi dibandingkan jahe gajah. Kedua jenis
jahe ini cocok untuk ramuan obat-obatan atau untuk diekstrak oleoresin dan minyak
atsirinya ( Santoso, 1994 ).
Waktu pemanenan jahe tergantung pada tujuan penggunaannya. Jahe yang
digunakan sebagai bahan baku permen, manisan dan selai dipanen pada saat muda
agar tidak terlalu keras, umumnya berumur 3-4 bulan (Farrel, 1985). Rimpang yang
akan digunakan sebagai bumbu atau untuk ekstraksi minyak atsiri dan oleoresin
dipanen setelah tua karena kandungan minyak atsiri dan oleoresinnya lebih tinggi,
biasanya berumur 8-10 bulan (Purseglove et al., 1981).

Komposisi Jahe
Rimpang jahe mengandung air, pati, minyak atsiri, oleoresin, serat kasar dan
abu. Jumlah komponen-komponen itu dapat bervariasi sangat besar diantara jahe,
baik dalam bentuk segar maupun kering (Koswara, 1995). Rimpang jahe pada
umumnya mengandung minyak atsiri 0,25-3,3 %. Minyak atsiri ini menimbulkan
aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa minyak terpenting zingiberen, curcumene,
philandren dan sebagainya. Jahe mengandung gingerols dan shogaols yang
menimbulkan rasa pedas. Oleoresin jahe mengandung sekitar 33% gingerols.
Rimpang jahe mengandung lemak sekitar 6-8 %, protein 9 %, karbohidrat 50 %
lebih, vitamin khususnya niacin dan vitamin A, beberapa jenis mineral dan asam
amino. Lemak pada rimpang jahe terdiri atas asam phosphatidat, lecitin dan asam

12
lemak bebas. Rimpang jahe segar juga mengandung enzim protease sekitar 2,26 %
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992).
Komposisi kimia jahe segar per 100 gram berat basah dan jahe kering per 100
berat kering dapat dilihat pada Tabel 4.

Tabel 4. Komposisi Kimia Jahe Segar per 100 gram Berat Basah dan Jahe
Kering Per 100 Berat Kering.

Komponen Jumlah
Jahe Segar Jahe Kering
Protein (g) 1,50 9,10
Lemak (g) 1,00 6,00
Karbohidrat (g) 10,10 70,80
Vitamin A (SI) 30,00 147,00
Vitamin B1 (mg) 0,02 -
Vitamin C (mg) 4,00 -
Kalsium (mg) 21,00 116,00
Fosfor (mg) 39,00 148,00
Besi (mg) 4,3 12,00
Niacin (mg) 0,80 5,00
Serat Kasar (g) 7,53 5,90
Total Abu (g) 3,70 4,80
Magnesium (mg) - 184,00
Natrium (mg) 6,00 32,00
Kalium (mg) 57,00 1342,00
Seng (mg) - 5,00

Sumber : Koswara (1995)

Rimpang jahe mengandung minyak atsiri, damar, mineral, sineol, fellandren,


kamfer, borneol, zingiberin, zingiberol, gingerol (misalnya di bagian-bagian merah),
zingeron, lipid, asam amino, niacin, vitamin A, B1, C dan protein. Minyak jahe
berwarna kuning dan kental. Minyak ini kebanyakan mengandung terpen, fellandren,
dextrokamfen, bahan seskuiterpen yang dinamakan zingiberon, zingeron, damar, pati
(Achyad dan Ratu, 2005).
Sifat khas jahe disebabkan oleh adanya minyak atsiri dan oleoresin. Minyak
atsiri jahe merupakan komponen pemberi aroma yang khas, sedangkan oleoresin
merupakan komponen pemberi rasa pedas dan pahit. Minyak dan oleoresin terdapat
dalam minyak pada jaringan korteks dekat permukaan kulit (Koswara, 1995).

13
Minyak atsiri adalah bahan kimia aromatis alami yang dihasilkan oleh tanaman,
bersifat mudah menguap pada suhu kamar tanpa mengalami dekomposisi dan
diperoleh melalui penyulingan uap, pengepresan maupun ekstraksi menggunakan
pelarut organik (Ketaren, 1988). Konsistensi minyak atsiri jahe adalah cairan kental
berwarna hijau sampai kuning, berbau harum tetapi tidak memiliki komponen-
komponen pembentuk rasa pedas dan hangat khas jahe (Purseglove et al., 1981).
Minyak atsiri secara umum dapat didefinisikan sebagai campuran organik yang
mudah menguap, tidak larut dalam air dan mempunyai bau yang khas sesuai dengan
tanaman penghasilnya (Jacob, 1951). Menurut Pursegloves et al. (1981) minyak
atsiri jahe mengandung komponen-komponen volatile, yaitu seskuiterpen dan
monoterpen. Seskuiterpen terdiri dari seskuiterpen hidrokarbon dan seskuiterpen
alkohol. Seskuiterpen hidrokarbon terdiri dari α-zingiberen, β-zingiberen, kurkumin,
β-bisabole, β-elemen, β-parnesen, δ-salinen, β-seskuiphelandren, dan seskuitujen.
Seskuiterpen alkohol terdiri dari zingiberol (cis-β-endesmol dan trans-β-endesmol),
nerediol, cis-β- seskuiphelandrol, dan cis-sabinen. Monoterpen hidrokarbon pada
jahe terdiri dari d-camphen, 4,3-karen, p-simen, d-limonen, mirsen, d-β-phelandren,
α-pinen, β-pinen, dan sabinen. Sementara itu, monoterpen teroksidasi terdiri dari d-
borneol, borneil asetat, 1,8-sineol, sitral, sistronelil-asetat, geraniol, dan linalool.
Kandungan minyak atsiri dan serat kasar dipengaruhi oleh jenis jahe, kondisi
penanaman seperti iklim dan cuaca, serta umur jahe. Semakin tua umurnya,
kandungan minyak atsiri dan serat kasarnya semakin besar. Hasil penelitian di
Australia menyebutkan bahwa kandungan minyak atsiri akan mencapai maksimum
pada umur 8-9 bulan (TPI, 1979).
Oleoresin adalah benda padat berbentuk pasta yang merupakan campuran
minyak atsiri pembawa aroma dan sejenis damar pembawa rasa (Rismunandar,
1988). Secara umum, oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen gingerol dan
zingerol yang merupakan senyawa fenol dan ketofenol, shogaol yaitu senyawa
homolog zingerone, minyak atsiri, dan resin. Bentuknya berupa cairan berupa pekat
berwarna coklat tua dan mengandung minyak atsiri 15-35%. (Koswara, 1995).
Oleoresin jahe lebih banyak mengandung komponen non volatile yang
mempunyai titik didih lebih tinggi daripada komponen volatile minyak atsiri.
Komponen non volatile itu merupakan zat pembentuk rasa pedas jahe dan memiliki

14
sifat organoleptik seperti rempah-rempah aslinya, karena itu oleoresin tetap
memberikan rasa walaupun sebagian minyak atsiri telah menguap (Cripps, 1973).
Secara umum oleoresin jahe tersusun oleh komponen-komponen sebagai
berikut: gingerol dan zingeron, shogaol, minyak atsiri dan resin. Oleoresin
mengandung komponen-komponen pemberi rasa pedas yaitu gingerol sebagai
komponen utama serta shogaol dan zingeron dalam jumlah sedikit. (Koswara, 1995).
Komponen bioaktif oleoresin yang merupakan komponen non volatil rimpang
jahe yaitu gingerol, shogaol, dan zingeron memiliki aktivitas antioksidan yang tinggi.
Sejumlah 30 senyawa non volatil yang diklasifikasikan ke dalam dua kelompok yaitu
gingerol related dan diarilhephtanoid berhasil diisolasi oleh Kikuzaki dan
Nakatani (1993).

Manfaat Jahe
Ekstrak jahe mempunyai daya antioksidan yang dapat dimanfaatkan untuk
mengawetkan lemak dan minyak (Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Komponen-
komponen penting jahe seperti zingerone dan shogaol dilaporkan memiliki aktifitas
antioksidan (Koswara, 1995). Menurut Nabet (1996) gingerol dan zingeron yang
terdapat pada jahe tergolong pada zat antioksidan alami yang tidak dikategorikan zat
gizi bagi manusia. Sementara itu, Kikuzaki dan Nakatani (1993) menyatakan bahwa
aktivitas antioksidan (6)-gingerol, (6)-shogaol dan (6)-gingerdiol lebih tinggi
daripada α-tocopherol. Demikian juga halnya dengan komponen diarylheptanoid
dan kurkumin yang juga terkandung dalam jahe.
Komponen bioaktif jahe juga bersifat antimikroba. Zingeron dan gingerol
merupakan senyawa turunan fenol dan ketofenol dalam oleoresin jahe yang
mempunyai aktifitas sporostatik terhadap bakteri pembentuk spora Bacillus subtillis
pada konsentrasi 0.9 dan 1 persen (Puspitasari - Nienaber et al., 1997). Menurut
Undriyani (1987) bubuk jahe memiliki sifat bakteriosidal terhadap beberapa bakteri
gram positif, sedangkan pada beberapa bakteri gram negatif bersifat bakteriostatik.

Garam
Garam akan berperan sebagai penghambat selektif pada mikroorganisme
pencemar tertentu (Buckle et al., 1985). Menurut Sarwono (1994) garam berfungsi
sebagai antiseptik dan penyerap air dari bahan makanan sehingga sejumlah air untuk

15
pertumbuhan mikroorganisme perusak berkurang. Garam tidak dapat membunuh
semua mikroorganisme, tetapi kebanyakan penyebab pembusukan dapat dikontrol
dengan baik.
Menurut Sarwono (1994) pembuatan telur asin dibutuhkan larutan garam
pekat dengan konsentrasi antara 25-40 % garam, sedangkan menurut Buckle et al
(1985) hampir semua mikroorganisme patogen dapat dihambat pertumbuhannya
dengan konsentrasi 10-12 % garam, walaupun ada yang dapat tumbuh cepat dengan
adanya garam.
Garam berfungsi sebagai pencipta rasa asin dan sekaligus bahan pengawet
karena dapat mengurangi kelarutan oksigen (oksigen diperlukan oleh bakteri),
menghambat kerja enzim proteolitik (enzim perusak protein), dan menyerap air dari
dalam telur. Berkurangnya kadar air menyebabkan telur menjadi lebih awet
(Apriadjie, 2008).

Osmosis dan Difusi


Proses difusi pada telur menurut Romanof dan Romanoff (1963) dan Buckle
et al., (1985) penguapan air dari dalam telur sudah terjadi sejak telur keluar dari
tubuh ayam dan terjadi melalui pori-pori kerabang telur. Selain penguapan air, juga
terjadi pelepasan gas misalnya CO2, NH3, N2 dan sedikit H2S sebagai hasil degradasi
bahan-bahan organik telur. Penguapan air serta pelepasan gas-gas tersebut terjadi
terus menerus sehingga menyebabkan penurunan berat telur. Berkurangnya isi telur
ini menyebabkan berat jenis telur juga menurun.
Proses osmosis pada telur menurut Apriadjie (2008) garam NaCl mula-mula
akan diubah menjadi ion natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Larutan garam (NaCl)
akan masuk ke dalam telur melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan
akhirnya ke kuning telur.

16
METODE

Lokasi dan Waktu


Penelitian dilaksanakan di Bagian Ilmu Produksi Ternak Unggas dan Bagian
Teknologi Hasil Ternak, Departemen Ilmu Produksi dan Teknologi Peternakan,
Fakultas Peternakan Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Bulan
Agustus 2006 hingga Bulan April 2007.

Materi
Bahan utama yang digunakan diantaranya, yaitu: telur ayam ras umur 1 hari
sebanyak 240 butir dengan berat telur antara 60 – 70 gram yang diambil dari
peternakan ayam petelur, jahe merah sebanyak 7 kg. Bahan tambahan yang
digunakan adalah air yang telah direbus sebanyak 24 liter, garam sebanyak 2,7 kg.
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah egg tray untuk membawa
telur dari peternakan, blender untuk membuat ekstrak jahe, timbangan, kompor gas,
wadah untuk menampung rendaman telur, tripod micrometer, teropong telur, jangka
sorong, pH-meter untuk mengukur pH, kertas aluminium foil sebagai wadah telur
untuk pengeringan serta oven untuk mengeringkan sampel yang dihitung kadar
airnya.

Rancangan
Perlakuan
Perlakuan yang dilakukan pada penelitian adalah telur yang direndam larutan
garam 15 % dengan penambahan konsentrasi ekstrak jahe pada taraf 0 %, 5 %, 10 %
dan 15 % serta lama perendaman yang berbeda yaitu 2 hari, 4 hari dan 6 hari.

Model
Sifat Fisik. Rancangan percobaan yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Rancangan Acak Kelompok Faktorial (RAK Faktorial) pola 4 x 3 dengan 3
kelompok. Faktor pertama adalah larutan garam 15 % dengan penambahan
konsentrasi ekstrak jahe yang berbeda (0 %, 5 %, 10 %, dan 15 %). Faktor kedua
adalah lama perendaman (2, 4 dan 6 hari). Rumus secara matematikanya menurut
Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :
Yijk =μ + Kk + αi + δik + βj +γik + (αβ)ij + εijk
Keterangan :
Yijk = Nilai pengamatan pada konsentrasi ekstrak jahe ke-I, lama perendaman
ke-j dan kelompok ke k
δik = Komponen acak dari faktor konsentrasi jahe yang menyebar normal
γik = Komponen acak dari faktor lama perendaman yang menyebar normal
(αβ)ij = Komponen Interaksi konsentrasi ektrak jahe dan lama penyimpanan yang
menyebar normal
εijk = Pengaruh acak dari interaksi konsentrasi ekstrak jahe dan lama
perendaman yang menyebar normal
µ, Kk, αi, βj = Komponen aditif dari rataan

Hasil analisis ragam apabila menunjukkan pengaruh yang nyata akan


dilanjutkan dengan uji Tukey.

Sifat Organoleptik. Rancangan percobaan menggunakan metode non parametrik


dengan uji Kruskal Wallis. Perlakuan yang digunakan sebanyak 12 buah sampel
dengan menggunakan panelis sebanyak 15 orang sebagai ulangan. Rumus secara
matematikanya menurut Mattjik dan Sumertajaya (2006) adalah sebagai berikut :

1 ⎡ Ri2 N ( N + 1) ⎤
2
H= ⎢∑ − ⎥
S 2 ⎣ i ri 4 ⎦

dengan :

1 ⎡ N ( N + 1) ⎤
2
S = ⎢∑∑ Rij −
2 2

N −1 ⎣ i j 4 ⎦
Keterangan :
H = Hipotesis
N = Jumlah pengamatan
Ri = Jumlah peringkat (rank)dari perlakuan ke-i
ri = Banyaknya ulangan pada perlakuan ke-i
S = Proporsi pengamatan
Rij = Peringkat dari pengamatan pada perlakuan ke-i ulangan ke-j

Hasil analisis ragam apabila menunjukkan pengaruh yang nyata akan


dilanjutkan dengan uji lanjut Kruskal Wallis.

18
Peubah

Peubah yang diamati pada penelitian ini meliputi sifat fisik dan organoleptik
telur ayam ras yang diberi rendaman garam dengan ekstrak jahe (Zingiber officinale
Roscoe) yang berbeda. Sifat fisik diukur pada telur dalam keadaan mentah. Peubah
yang diamati pada sifat fisik diantaranya peningkatan bobot telur, haugh unit, Indeks
kuning telur, nilai pH dan kadar air. Penilaian sifat organoleptik dilakukan terhadap
telur yang sudah direbus. Peubah yang diamati pada sifat organoleptik diantaranya
warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.

Peningkatan Bobot Telur. Penghitungan perubahan bobot telur adalah berdasarkan


bobot produk yang dihasilkan setelah perlakuan dan bobot awal telur. Perubahan
bobot telur dihitung dengan rumus :
berat akhir - berat awal
% peningkatan bobot telur = X 100%
berat awal

Haugh Unit. Telur dipecah, isinya dituangkan di atas meja kaca, kemudian tinggi
putih telur diukur dengan tripod micrometer. Rumus menghitung HU adalah :
HU = 100 log (H + 7,57 – 1,7 W0,37)
Keterangan : H = ketinggian albumen (mm)
W = berat telur (gram)
HU = Haugh Unit

Indeks Kuning Telur. Pengukuran dengan memecah telur kemudian isinya


dituangkan di atas meja kaca, selanjutnya tinggi kuning telur diukur dengan
menggunakan tripod micrometer, sedangkan diamaternya diukur dengan
menggunakan jangka sorong. Rumus indeks kuning telur adalah
Tinggi kuning telur (mm)
Indeks Kuning Telur =
Lebar kuning telur (mm)

Nilai pH. Penentuan nilai pH dilakukan dengan memecahkan telur kemudian isinya
dituangkan dalam wadah gelas. Telur diaduk hingga merata dan diamati pH-nya
dengan menggunakan pH-meter yang sudah dikalibrasi dengan air aquadest
pada pH 7dan larutan buffer dengan pH 4.

19
Kadar Air. Berdasarkan AOAC (1995), kadar air ditentukan secara langsung dengan
menggunakan oven pada suhu 105oC. Telur dipecahkan dalam wadah cawan
kemudian diaduk hingga merata. Sejumlah sampel telur ditimbang dengan
menggunakan timbangan untuk menghitung berat awal. Sampel dikeringkan selama
minimal 12 jam dalam oven sampai beratnya tetap. Sampel yang telah dikeringkan
kemudian didinginkan pada suhu ruang dan ditimbang berat akhir. Kadar air (berat
air) dihitung dengan rumus :
A-B
% kadar air = X 100%
C
Keterangan : A = Berat wadah dan sampel awal
B = Berat wadah dan sampel setelah dikeringkan
C = Berat sampel sebelum dikeringkan

Sifat Organoleptik. Sifat organoleptik yang akan dinilai meliputi skoring warna
kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma telur sesudah direbus.
Pengambilan nilai melalui uji skoring dengan panelis agak terlatih sebanyak 15 – 25
orang, (Rahayu, 2001). Panelis agak terlatih telah dilakukan seleksi melalui uji
segitiga terhadap 34 orang, sehingga diperoleh beberapa panelis yang lebih peka
untuk mengetahui tingkat perbedaan sampel. Format kertas penilaian untuk uji
segitiga terdapat pada Lampiran 1, sedangkan format kertas penilaian untuk uji
skoring terdapat pada Lampiran 2.

Analisis Data
Data pengamatan pada sifat fisik kemudian dianalisis dengan sidik ragam
melalui prosedur General Linier Model (GLM) dari program Statistix 8. Sidik ragam
yang menghasilkan perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut Tukey.
Data pengamatan pada nilai skoring kemudian dianalisis dengan sidik ragam metode
non parametrik melalui prosedur Uji Kruskal Wallis dari program Statistix 8. Sidik
ragam yang menghasilkan perbedaan nyata kemudian dilanjutkan dengan uji lanjut
Kruskal Wallis.

20
Prosedur
Prosedur penelitian terbagi atas dua tahap yaitu penelitian pendahuluan dan
penelitian utama. Penelitian pendahuluan dilakukan untuk mengetahui besarnya
pengaruh penambahan ekstrak jahe 10 % dengan lama perendaman 6 hari. Prosedur
penelitian pendahuluan dilakukan dengan cara jahe sebanyak 100 gram dibersihkan
dengan air bersih kemudian dipotong kecil-kecil, dihaluskan dengan blender dan
disaring dengan kain. Sebanyak 1 liter air dipanaskan dengan suhu 100O C selama
± 10 menit. Setelah air panas menjadi dingin, kemudian ekstrak jahe ditambahkan
dengan air menjadi larutan ekstrak jahe 10 %.
Telur sebanyak 5 butir dibersihkan dengan air bersih kemudian dimasukkan
ke dalam wadah stoples dengan ditambahkan larutan ekstrak jahe 10 %. Wadah
stoples disimpan selama 6 hari. Setelah hari ke-6 dilakukan pengamatan pada telur
yang sudah direbus dan mentah dengan cara telur dipecahkan. Skema penelitian
dapat dilihat pada Gambar 3.

Jahe 100 gram Air 1 liter

Dibersihkan, Dipanaskan pada 5 butir telur


dicuci, diblender suhu 100o C selama
dan disaring ± 15 menit

Dibersihkan
Larutan jahe 10 % dan dicuci

Dimasukkan ke dalam wadah toples


(larutan ekstrak jahe 10 % dengan
penyimpanan 6 hari)

Telur tidak direbus Telur direbus

Gambar 3. Skema Penelitian Pendahuluan

21
Penelitian utama dimulai dari pembuatan ektrak jahe dengan cara
membersihkan jahe dengan air bersih, kemudian dipotong kecil-kecil, dihaluskan
menggunakan blender kemudian disaring dengan kain untuk memisahkan ekstrak
jahe. Pembuatan larutan garam dengan cara penambahan garam sebesar 15 gram per
100 ml air. Larutan garam 15% dicampur dengan ekstrak jahe dengan persentase
yang berbeda (0 %, 5 %, 10 % dan 15 %). Campuran larutan garam dan ekstrak jahe
yang berbeda persentasenya dipanaskan dengan suhu 100O C selama ± 15 menit
Telur yang digunakan pada penelitian sebanyak 240 butir dibagi dalam 3
ulangan dengan tiap ulangan sebanyak 80 butir telur. Telur pada tiap ulangan
diletakkan dalam 4 buah wadah stoples dengan masing-masing stoples sebanyak 20
butir telur. Wadah stoples diisi dengan rendaman air garam sebanyak 15 % kemudian
ditambahkan ektrak jahe yang berbeda yaitu 0 %, 5 %, 10 % dan 15 %. Pengamatan
telur dalam wadah stoples dilakukan pada hari ke-2, ke-4 dan ke-6.
Pengujian sifat fisik berupa peningkatan bobot telur dilakukan sebelum telur
dipecahkan, sedangkan Haugh Unit, indeks kuning telur, pH serta kadar air
dilakukan setelah telur dipecahkan. Penilaian organoleptik dilakukan dengan
menggunakan telur hasil perlakuan yang telah direbus. Penilaian organoleptik untuk
uji skoring dilakukan oleh panelis tidak terlatih sebanyak 34 orang yang telah
diberikan penjelasan tentang uji segitiga dan penilaian kriteria telur. Panelis agak
terlatih sebanyak 15 orang dipilih berdasarkan penilaian terbaik pada uji segitiga,
kemudian diberi penjelasan tentang uji skoring dan penilaian kriteria telur untuk
melakukan uji skoring. Kriteria yang diamati pada penilaian organoleptik meliputi
warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma. Skema
penelitian dapat dilihat pada Gambar 4.

22
Jahe

Dicuci dengan air, dipotong kecil-kecil,


dihaluskan dan disaring

Larutan garam 15 % Ekstrak jahe

Campuran larutan garam 15 %


dengan ektrak jahe yang berbeda
(0 %, 5 %, 10 % dan 15 %) Telur

Dipanaskan pada suhu 100o C Dibersihkan dengan


selama ± 15 menit air hangat (± 60o C)

Dimasukkan ke dalam wadah toples


masing-masing 0 %, 5 %, 10 % dan 15 %

Telur direndam dalam larutan garam 15 % dan ekstrak


jahe yang berbeda (0 %, 5 %, 10 % dan 15 %) dengan
lama perendaman yang berbeda
(2 hari, 4 hari dan 6 hari)

Telur hasil perendaman


sesuai perlakuan

Telur Tidak direbus Telur direbus

Penilaian sifat fisik Penilaian sifat organoleptik

Gambar 4. Skema Penelitian Utama

23
HASIL DAN PEMBAHASAN

Sifat Fisik
Sifat fisik yang diamati dalam penelitian ini meliputi perubahan bobot
telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, nilai pH, dan kadar air.

Perubahan Bobot Telur


Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa interaksi ekstrak jahe dalam
larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap
perubahan bobot telur. Nilai rataan perubahan bobot telur pada penelitian dengan
lama perendaman dan ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 5.

Tabel 5. Nilai Rataan Perubahan Bobot Telur dengan Perlakuan Ekstrak


Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Lama Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (g/l)
Perendaman
0% 5% 10% 15% Rataan
(Hari)
-------------------------------------- persen (%) -------------------------------------
2 Hari 0,60±0,15 0,60±0,20 0,60±0,05 0,76±0,23 0,64±0,16
4 Hari 0,56±0,06 0,83±0,27 0,77±0,03 0,85±0,37 0,75±0,23
6 Hari 0,76±0,16 1,01±0,26 0,87±0,07 0,65±0,78 0,82±0,38
Rataan 0,64±0,14 0,81±0,28 0,74±0,13 0,75±0,46 0,74±0,28

Perubahan bobot telur pada penelitian ini tidak dipengaruhi secara nyata
oleh persentase ekstrak jahe dan lama perendaman. Hal ini karena proses difusi
dan osmosis yang terjadi pada telur selama perendaman hanya menyebabkan
perubahan yang sangat kecil sehingga analisis ragam menunjukkan tidak berbeda
nyata. Nilai perubahan bobot telur selama perendaman yaitu sebesar 0,64±0,16 %
pada hari ke-2, 0,75±0,23 % pada hari ke-4, dan 0,82±0,38 % pada hari ke-6.
Perubahan bobot telur dapat terjadi karena pada telur berlangsung
proses-proses difusi dan osmosis. Menurut Romanof dan Romanoff (1963) dan
Buckle et al., (1985) selama penyimpanan terjadi proses difusi berupa penguapan
air dan gas CO2 melalui pori-pori kerabang yang menyebar pada permukaan telur,
sedangkan proses osmosis berupa larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam
telur melalui pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan akhirnya ke kuning telur
(Apriadjie, 2008). Proses osmosis dan difusi pada penyimpanan telur diperkuat
dengan adanya peningkatan rasa pedas dan aroma yang khas serta adanya rasa
asin pada telur yang telah direbus.

Haugh Unit
Nilai rataan Haugh Unit pada penelitian ini dengan lama perendaman dan
ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 6.

Tabel 6. Persentase Kualitas USDA Haugh Unit dengan Perlakuan Ekstrak


Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Lama Kualitas Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%)
Perendaman USDA
0% 5% 10% 15%
(Hari)
-------------------------------- persen (%) ----------------------------
2 Hari AA ( >72 ) 11.11 33.33 22.22 66.67
A ( 60-72 ) 44.44 11.11 44.44 22.22
B ( 31-72 ) 44.44 55.56 33.33 11.11
C ( <31 ) 0.00 0.00 0.00 0.00
4 Hari AA ( >72 ) 26.67 53.33 66.67 53.33
A ( 60-72 ) 33.33 26.67 20.00 33.33
B ( 31-72 ) 26.67 20.00 13.33 13.33
C ( <31 ) 13.33 0.00 0.00 0.00
6 Hari AA ( >72 ) 19.05 47.62 23.81 23.81
A ( 60-72 ) 23.81 14.29 33.33 47.62
B ( 31-72 ) 47.62 38.10 38.10 28.57
C ( <31 ) 9.52 0.00 4.76 0.00

Haugh unit merupakan salah satu kriteria untuk menentukan kualitas telur
bagian dalam (Iza et al., 1985). Nilai Haugh Unit dipengaruhi oleh ketinggian
albumin (putih telur) dan berat telur. Semakin tinggi nilai Haugh Unit maka
kualitas telur bagian dalam berarti kesegaran telur semakin baik. Kualitas haugh
unit berdasarkan pada ketentuan USDA menunjukkan persentase ekstrak jahe
pada 0 % dengan kualitas AA lebih rendah dibandingkan pada telur dengan
penambahan ekstrak jahe 5–15 %, tetapi persentase pada ektrak jahe 0 % dengan
kualitas B dan C lebih banyak dibandingkan pada persentase ekstrak jahe 5-15 %.
Persentase ekstrak jahe 0 % dengan kualitas A pada hari ke-2 dan ke-4 lebih
tinggi dibandingkan dengan persentase ekstrak jahe 5-15%, tetapi pada hari ke-6

25
persentase ekstrak jahe 0 % dengan kualitas A cenderung lebih rendah daripada
persentase ekstrak jahe 5-15 %.
Nilai haugh unit dengan lama perendaman 2 hari menunjukkan terjadinya
peningkatan persentase kelompok kualitas USDA dengan semakin besarnya
persentase ekstrak jahe yaitu dari 44,44 % untuk kelompok kualitas B hingga
66,67 % untuk kelompok kualitas AA. Lama perendaman pada hari ke-4
menunjukkan persentase terbesar pada kelompok kualitas USDA dengan
penambahan ekstrak jahe yaitu 53,33 % hingga 66,67 % untuk kelompok kualitas
AA lebih tinggi dibandingkan dengan ekstrak jahe 0 % dengan persentase 33,33
untuk kualitas A. Kelompok kualitas nilai haugh unit dengan persentase terbesar
pada hari ke-6 menunjukkan kecenderungan meningkat yaitu dari kelompok
kualitas B hingga kelompok kualitas AA. Perbedaan kualitas karena adanya
sedikit peningkatan massa jenis larutan sehingga telur memiliki tekanan sedikit
lebih besar daripada telur kontrol. Tekanan yang sedikit lebih besar pada telur
dapat sedikit mengurangi penguapan gas CO2 pada proses difusi.
Proses penguapan gas CO2 melalui pori-pori kulit dari albumen
menyebabkan perubahan fisik dan kimia, sehingga albumen menjadi berair
(encer). Pengenceran tersebut disebabkan perubahan struktur protein musin yang
memberikan tekstur kental dari putih telur (Muchtadi dan Sugiyono ,1992).
Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) bahwa hilangnya CO2 melalui pori-pori
kerabang telur menyebabkan turunnya konsentrasi ion bikarbonat dalam putih
telur dan menyebabkan rusaknya sistem buffer sehingga kekentalan putih telur
menurun, akibatnya terjadi penurunan ketinggian albumen.

Indeks Kuning Telur


Nilai rataan indeks kuning telur pada penelitian ini dengan lama
perendaman dan ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 7. Hasil
analisis ragam menunjukkan bahwa nilai indeks kuning telur dipengaruhi secara
sangat nyata (p<0,01) oleh lama perendaman tetapi tidak nyata oleh persentase
ekstrak jahe maupun interaksi antara lama perendaman dengan persentase ekstrak
jahe dalam larutan garam. Hasil uji Tukey menunjukkan nilai indeks kuning telur
pada hari ke-6 berbeda nyata dengan nilai indeks kuning telur pada hari ke-2
dan ke-4.

26
Tabel 7. Nilai Rataan Indeks Kuning Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe
pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Lama Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%)
Perendaman
0% 5% 10% 15% Rataan
(Hari)
2 Hari 0,38±0,38 0,40±0,53 0,38±0,52 0,40±0,03 0,39±0,04 (B)
4 Hari 0,40±0,03 0,41±0,04 0,40±0,03 0,36±0,04 0,39±0,04 (B)
6 Hari 0,50±0,10 0,48±0,06 0,48±0,05 0,39±0,02 0,46±0,07 (A)
Rataan 0,43±0,08 0,43±0,06 0,42±0,06 0,38±0,03 0,42±0,06

Keterangan : tanda (A) dan (B) merupakan perbedaan keragaman pada hasil uji lanjut Tukey.

Indeks kuning telur menggambarkan kondisi isi bagian dalam telur secara
umum. Nilai indeks kuning telur dipengaruhi oleh perubahan yang terjadi pada
tinggi kuning maupun lebar kuning. Perubahan ini disebabkan karena membran
vitelin pada kuning telur sebagian protein-proteinnya telah rusak. Proses
kerusakan pada protein-protein membran vitelin dipercepat dengan adanya zat
tertentu dari ektrak jahe yang mengandung enzim protease sekitar 2,26 %
(Muchtadi dan Sugiyono, 1992). Kerusakan yang terjadi pada membran vitelin
mengakibatkan kuning telur semakin melebar dan mengurangi tinggi kuning telur.
Kerusakan membran vitelin pada telur semakin besar seiring dengan semakin
besarnya perbedaan proses osmosis dengan proses difusi. Perbedaan nilai osmosis
dan difusi yang kecil akan semakin besar seiring dengan lamanya perendaman
sehingga akan berpengaruh nyata terhadap indeks kuning telur.
Larutan garam yang menyerap ke dalam telur melalui proses osmosis
dapat mempengaruhi nilai indeks kuning telur. Hal ini karena ion clor (Cl-) yang
menembus hingga kuning telur akan menyerap air (H2O). Berkurangnya jumlah
air (H2O) pada kuning telur menyebabkan pengamatan kuning telur menjadi lebih
padat. Bentuk kuning telur yang semakin padat menunjukkan semakin tinggi
kuning telur dan semakin kecil lebar kuning telur.
Nilai indeks kuning telur dipengaruhi oleh perbandingan tinggi kuning
telur dengan lebar kuning telur. Nilai indeks kuning telur semakin tinggi maka
kualitas telur semakin baik. Menurut Buckle et al., (1985), bahwa indeks kuning
telur yang normal adalah 0,33 – 0,50 dengan rata-rata 0,42. Hasil penelitian
menunjukkan indeks kuning telur dengan persentase ekstrak jahe yang berbeda
antara 0,43±0,08 sampai 0,38±0,03 sehingga telur masih dalam kualitas baik.

27
Nilai pH
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa faktor persentase ekstrak jahe
pada larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh secara nyata terhadap
nilai pH. Nilai pH telur pada penelitian ini dengan lama perendaman dan ekstrak
jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 8.

Tabel 8. Nilai Rataan pH dengan Perlakuan Ekstrak Jahe pada Larutan


Garam dan Lama Perendaman.
Lama Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%)
Perendaman
0% 5% 10% 15% Rataan
(Hari)
2 Hari 7,44±0,32 7,33±0,17 6,22±2,21 7,20±0,26 7,05±1,85
4 Hari 7,41±0,12 6,98±0,23 5,89±1,96 7.14±0,09 6,85±1,04
6 Hari 7,44±0,19 7,16±0,16 7,23±0,22 6,97±0,24 7,20±0,25
Rataan 7,43±0,20 7,16±0,22 6,45±1,60 7,10±0,21 7,03±0,86

Nilai pH telur dapat menginterprestasikan kondisi bagian dalam telur.


Pada bagian dalam terdapat perubahan yang berpengaruh terhadap kesegaran
telur. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963) dan Charley (1982) ketika telur
baru keluar dari induknya pHnya sekitar 7,6 dan semakin meningkat selama
penyimpanan. Penelitian ini menunjukkan bahwa pH telur yang direndam dengan
larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe lebih rendah dibandingkan dengan
pH telur kontrol maupun pada telur segar. Telur segar mempunyai pH 7,6, telur
kontrol mempunyai pH 7,43±0,20 dan telur hasil perendaman dalam larutan
garam dengan penambahan ekstrak jahe (5 – 15%) berkisar antara 6,45±1,60
sampai dengan 7,16±0,22.
Perendaman dalam campuran larutan garam dan ekstrak jahe
menghasilkan telur dengan pH yang relatif semakin menurun seiring dengan
meningkatnya kadar ektrak jahe. Menurut Romanoff dan Romanoff (1963)
peningkatan pH disebabkan terjadinya penguapan air dan pelepasan gas CO2 dari
isi telur selama penyimpanan. Selama proses perendaman telah terjadi proses
osmosis yang sedikit lebih besar daripada proses difusi pada telur. Hal ini
mengakibatkan pH telur lebih rendah karena penguapan gas CO2 sedikit tertahan
sehingga mengakibatkan telur menjadi lebih bersifat alkali.

28
Nilai rataan pH terjadi penurunan dengan penambahan ekstrak jahe
dikarenakan adanya peningkatan tekanan pada telur oleh perubahan massa jenis
larutan. Tekanan yang pada telur dapat menghambat proses difusi. Perubahan
yang sangat kecil pada kandungan gas CO2 tidak dapat menghasilkan nilai pH
yang berbeda nyata. Proses – proses osmosis dan difusi yang sangat kecil sesuai
dengan hasil peningkatan bobot telur dan haugh unit.

Kadar Air
Nilai kadar air telur pada penelitian ini dengan lama perendaman dan
ekstrak jahe yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 9.

Tabel 9. Nilai Rataan Kadar Air Telur dengan Perlakuan Ekstrak Jahe
pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Lama Persentase Ekstrak Jahe dalam Larutan Garam (%)
Perendaman
0% 5% 10% 15% Rataan
(Hari)
---------------------------------------- persen (%) ----------------------------------------
2 Hari 77±15 78±2 76±1 77±3 77±2 (A)
4 Hari 71±3 72±1 73±4 71 72±21 (B)
6 Hari 75±15 73±2 72±1 73±3 73±3 (B)
Rataan 74±3 74±3 74±3 74±4 74±3

Keterangan : tanda (A) dan (B) merupakan perbedaan keragaman pada hasil uji lanjut Tukey

Hasil sidik ragam menunjukkan bahwa kadar air dipengaruhi secara sangat
nyata oleh lamanya perendaman (p<0,01), tetapi tidak dipengaruhi oleh persentase
ekstrak jahe dan interaksi antara persentase ekstrak jahe pada larutan garam
dengan lama perendaman yang berbeda. Hasil uji Tukey menunjukkan nilai kadar
air pada hari ke-2 berbeda nyata dengan nilai kadar air pada hari ke-4 dan ke-6.
Menurut Apriadjie (2008), proses osmosis dapat terjadi karena adanya
larutan garam yang menyerap kedalam telur. Garam akan diubah menjadi ion
natrium (Na+) dan ion chlor (Cl-). Larutan garam (NaCl) akan masuk ke dalam
telur dengan cara menembus ke pori-pori kulit, menuju ke bagian putih, dan
akhirnya ke kuning telur. Ion chlor (Cl-) akan menyerap air (H2O), sehingga kadar
air turun. Kadar air berpengaruh secara sangat nyata oleh lama perendaman
karena perbedaan yang tidak terlalu besar pada proses osmosis dan difusi.

29
Semakin lama perendaman maka semakin terlihat perbedaan proses osmosis dan
difusi, sehingga nilai kadar air menjadi lebih berbeda.

Sifat Organoleptik
Penilaian sifat organoleptik dilakukan dengan menggunakan uji skoring
terhadap warna kuning telur, warna putih telur, tekstur putih telur dan aroma.
Tujuan dari uji skoring adalah mengetahui kisaran kuantitatif dari telur
menggunakan perlakuan rendaman larutan garam 15% dengan penambahan
ekstrak jahe dan lama perendaman yang berbeda.

Warna Kuning Telur


Nilai rataan uji skoring warna kuning telur dengan perlakuan ekstrak jahe
dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel
10. Hasil analisis ragam terhadap warna kuning telur menunjukkan bahwa
perlakuan dengan penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan
lama perendaman berpengaruh sangat nyata (P<0,01) terhadap warna kuning
telur. Kisaran nilai rataan hasil uji skoring warna kuning telur memperlihatkan
tingkat warna kuning telur yaitu 1,5 sampai dengan 3,4 yang berarti tingkat
kuning telur yaitu dari kuning sampai dengan kurang kuning. Hasil uji lanjut
Kruskal Wallis menunjukkan warna kuning telur pada hari ke-2 dengan ekstrak
jahe 0 % berbeda sangat nyata dibandingkan warna kuning telur pada hari ke-6
dengan ekstrak jahe 5 % dan 10 %.
Semakin lama perendaman maka tingkat kuning telur semakin kuning.
Ekstrak jahe dalam larutan garam meresap ke dalam telur melalui pori-pori
kerabang, menembus putih telur kemudian menuju kuning telur. Larutan garam
dengan ekstrak jahe yang berwarna kuning kemerah-merahan diduga memiliki zat
pewarna alami. Menurut Stadelman dan Cotterill (1977) pigmen kuning telur
diklasifikasikan menjadi dua pigmen yaitu liokrom dan lipokrom. Lipokrom larut
dalam lemak dan termasuk ke dalam kelompok karotenoid yang banyak terdapat
dalam jaringan tanaman. Perubahan nilai yang sangat kecil pada proses osmosis
dan difusi, sehingga pewarna alami meresap ke dalam telur membutuhkan waktu
yang cukup lama (6 hari) untuk menghasilkan warna sangat kuning.

30
Tabel 10. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Kuning Telur dengan Perlakuan
Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Perlakuan
Warna Kuning Telur Superscript
Konsentrasi
Lama Perendaman
Ekstrak Jahe
2 hari 0% 3,4 A
2 hari 5% 2,2 BCD
2 hari 10 % 2,5 ABCD
2 hari 15 % 2,4 ABCD
4 hari 0% 2,7 ABC
4 hari 5% 2,1 BCD
4 hari 10 % 2,2 BCD
4 hari 15 % 2,9 ABD
6 hari 0% 2,2 BCD
6 hari 5% 1,5 D
6 hari 10 % 1,6 D
6 hari 15 % 1,8 CD
Rata-rata 2,29

Keterangan :
1 = sangat kuning 3 = kurang kuning
2 = kuning 4 = tidak kuning

Warna Putih Telur


Nilai rataan uji skoring warna putih telur dengan perlakuan ekstrak jahe
dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 11. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman
tidak berpengaruh. Nilai rata-rata hasil uji skoring warna putih yaitu 2,10 yang
berarti putih.
Nilai rataan hasil uji skoring warna putih telur menunjukkan bahwa putih
telur pada semua perlakuan tampak sama. Hal ini dimungkinkan adanya penetrasi
larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe pada telur. Warna larutan akan
mengikuti warna putih telur. Penetrasi larutan garam dengan penambahan ekstrak
jahe tidak akan terlihat berbeda terutama setelah telur dilakukan proses perebusan.

31
Tabel 11. Nilai Rataan Uji Skoring Warna Putih Telur dengan Perlakuan
Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Perlakuan
Warna Putih Telur
Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe
2 hari 0% 1,9
2 hari 5% 2,3
2 hari 10 % 2,1
2 hari 15 % 1,7
4 hari 0% 1,9
4 hari 5% 2,2
4 hari 10 % 2,1
4 hari 15 % 1,7
6 hari 0% 2,4
6 hari 5% 2,2
6 hari 10 % 2,2
6 hari 15 % 2,5
Rata-rata 2,10

Keterangan :
1 = sangat putih 3 = kurang putih
2 = putih 4 = abu-abu

Tekstur Putih Telur


Nilai rataan uji skoring tekstur putih telur dengan perlakuan ekstrak jahe
dalam larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada
Tabel 12. Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan
penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman
berpengaruh sangat nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan
tekstur putih telur pada hari ke-2 dengan ekstrak jahe 0 %, 5 % dan 10 % berbeda
sangat nyata dibandingkan tekstur putih telur pada hari ke-4 dengan ekstrak jahe
15 % serta hari ke-6 dengan ekstrak jahe 5 % dan 15%. Kisaran nilai rataan hasil
uji skoring tekstur putih telur memperlihatkan tingkat tekstur putih telur yaitu 1,9
sampai dengan 3,3 yang berarti tingkat tekstur putih telur yaitu dari kasar sampai
dengan lembut.
Nilai rataan uji skoring tekstur putih telur menunjukkan bahwa tekstur
putih telur pada semua perlakuan tampak berbeda. Penilaian tekstur putih telur
berkisar pada tingkat kasar dan lembut. Hal ini dapat terjadi karena selama
perendaman telah berlangsung proses osmosis dan difusi. Berdasarkan uji lanjut

32
Kruskal Wallis menunjukkan lama perendaman diperlukan untuk mendapatkan
hasil yang berbeda nyata karena perbedaan proses osmosis dengan proses difusi
tidak terlalu besar.

Tabel 12. Nilai Rataan Uji Skoring Tekstur Putih Telur dengan Perlakuan
Ekstrak Jahe pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Perlakuan
Tekstur Putih Telur Superscript
Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe
2 hari 0% 3,1 A
2 hari 5% 3,3 A
2 hari 10 % 3,3 A
2 hari 15 % 2,7 AB
4 hari 0% 2,4 AB
4 hari 5% 2,7 AB
4 hari 10 % 2,3 AB
4 hari 15 % 1,9 B
6 hari 0% 2,7 AB
6 hari 5% 2,0 B
6 hari 10 % 2,7 AB
6 hari 15 % 2,0 B
Rata-rata 2,59

Keterangan :
1 = sangat kasar 3 = lembut
2 = kasar 4 = sangat lembut

Proses difusi yang terjadi pada telur mengakibatkan penguapan gas CO2.
Penguapan gas CO2 dapat mengakibatkan rusaknya protein musin. Menurut
Muchtadi dan Sugiyono (1992), protein musin yang memberikan efek kekentalan
pada putih telur menjadi lebih encer. Pengenceran ini terlihat lebih baik ketika
direbus dan diamati oleh panelis.

Aroma
Nilai rataan uji skoring aroma dengan perlakuan ekstrak jahe dalam
larutan garam dan lama perendaman yang berbeda dapat dilihat pada Tabel 13.
Hasil analisis ragam menunjukkan bahwa perlakuan dengan penambahan ekstrak
jahe pada larutan garam dan perlakuan lama perendaman berpengaruh sangat
nyata (P<0,01). Hasil uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan aroma pada hari
ke-4 dengan ekstrak jahe 10 % berbeda sangat nyata dibandingakn aroma pada

33
hari ke-2 dengan ekstrak jahe 15 % serta pada hari ke-6 dengan ekstrak jahe 15 %.
Kisaran nilai rataan hasil uji skoring pada aroma memperlihatkan tingkat aroma
yaitu 2,4 sampai dengan 3,6 yang berarti aroma jahe kuat dan aroma telur sedikit
ada sampai dengan aroma jahe tidak ada dan aroma telur sangat kuat.

Tabel 13. Nilai Rataan Uji Skoring Aroma dengan Perlakuan Ekstrak Jahe
pada Larutan Garam dan Lama Perendaman.
Perlakuan
Aroma Superscript
Lama Perendaman Konsentrasi Ekstrak Jahe
2 hari 0% 3,2 AB
2 hari 5% 3,3 AB
2 hari 10 % 3,1 AB
2 hari 15 % 2,5 B
4 hari 0% 3,0 AB
4 hari 5% 3,4 AB
4 hari 10 % 3,6 A
4 hari 15 % 2,6 AB
6 hari 0% 2,7 AB
6 hari 5% 2,7 AB
6 hari 10 % 2,9 AB
6 hari 15 % 2,4 B
Rata-rata 2,95

Keterangan :
1 = aroma jahe sangat kuat, aroma telur tidak ada
2 = aroma jahe kuat, aroma telur sedikit ada
3 = aroma jahe sedikit ada, aroma telur kuat
4 = aroma jahe tidak ada, aroma telur sangat kuat

Berdasarkan uji lanjut Kruskal Wallis menunjukkan hasil yang berbeda


sangat nyata (p<0,01). Aroma jahe disebabkan adanya proses osmosis yang terjadi
pada telur dalam larutan garam dengan penambahan ekstrak jahe. Menurut
Muchtadi dan Sugiyono (1992) dan Koswara (1992), rimpang jahe pada
umumnya mengandung minyak atsiri 0,25-3,3 %. Minyak atsiri ini menimbulkan
aroma khas jahe dan terdiri atas beberapa minyak terpenting zingiberen,
curcumene, philandren dan sebagainya.

34
KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
Hasil analisis ragam sifat fisik menunjukkan perlakuan dengan penambahan
ekstrak jahe pada larutan garam dan lama perendaman tidak berpengaruh nyata
terhadap perubahan bobot telur, Haugh Unit, indeks kuning telur, nilai pH, dan kadar
air. Analisis ragam dengan perlakuan lama perendaman berpengaruh sangat nyata
terhadap indeks kuning telur dan kadar air.
Penambahan ekstrak jahe (5 %, 10 % dan 15 %) menunjukkan peningkatan
kualitas terhadap haugh unit dibandingkan dengan telur kontrol (0 %). Perlakuan
lama perendaman menunjukkan peningkatan kualitas telur terhadap peubah indeks
kuning telur dan kadar air.
Penilaian sifat organoleptik dengan uji skoring menunjukkan perlakuan
dengan penambahan ekstrak jahe pada larutan garam dan lama perendaman sangat
berpengaruh nyata terhadap warna kuning telur, tekstur putih telur dan aroma, tetapi
tidak berpengaruh pada warna putih telur.

Saran
Telur yang direndam dengan ekstrak jahe dapat dilakukan penelitian lebih
lanjut terhadap pengolahan makanan bahan telur dengan persentase ekstrak jahe
lebih dari 15 % maupun dengan lama perendaman lebih dari 6 hari sehingga ekstrak
jahe lebih banyak meresap pada telur.
UCAPAN TERIMA KASIH

Segala puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT atas rahmat dan
hidayah-Nya, sehingga dapat menyelesaikan tugas akhir skripsi penelitian. Salam
dan sholawat penulis haturkan kepada Nabi Muhammad SAW yang telah membawa
seberkas cahaya kebenaran sehingga penulis dapat menikmati indahnya iman.
Pada kesempatan ini penulis menghaturkan terima kasih yang sebesar-
besarnya kepada semua Keluarga Besar Ninik Dharama terutama kedua orang tua
penulis yaitu Bapak M. Nasir dan Ibu Hidayati maupun adikku Heni Handayani yang
telah mencurahkan segala daya dan upaya untuk keberhasilan penulis sehingga dapat
menyelesaikan studi S1 di Fakultas Peternakan IPB.
Ucapan terima kasih penulis sampaikan kepada Zakiah Wulandari S.TP. M.Si
dan Ir. B. N. Polii, SU selaku dosen pembimbing skripsi atas semua bantuan, saran
dan bimbingannya dimulai dari pembuatan proposal penelitian hingga tersusunnya
skripsi ini. Tidak lupa kepada Dr. Ir. H. Moh. Yamin, M.Agr.Sc. selaku dosen
pembimbing akademik yang memperhatikan maupun membantu penulis dalam setiap
kesempatan. Dr. Ir Sri Supraptini Mansjoer yang memberikan bimbingan maupun
arahan yang sangat dirasakan manfaatnya dalam kehidupan penulis.
Penulis mengucapkan terimakasih kepada semua pihak yang telah membantu
dalam penyusunan skripsi ini. Semoga skripsi ini bermanfaat bagi yang
memerlukannya.
Bogor, Juli 2008

Penulis
DAFTAR PUSTAKA

Apriadjie, W. H., 2008. Telur asin, asin tapi berkalsium tinggi.


http://cyberwoman.cbn.net.id/. [ Desember 2007).
Achyad dan Ratu. 2005. Jahe. http://www.asianmaya/. [September 2005].
American Egg Board. 2000. Egg products reference guide. Dalam :
http://www.aeb.org/egg products reference guide.html [28 September 2001].
Amrullah, I..K. 2004. Nutrisi Ayam Petelur. Lembaga Satu Gunungbudi, Bogor
AOAC. 1995. Official Methods of Analysis Association of Analitical Chemist,
Washington D. C.
Buckle, K.A., R.A. Edwards, G. H. Fleet, dan M. Wootton. 1985. Ilmu Pangan.
Terjemahan: H. Purnomo dan Adiono. UI Press, Jakarta.
Card, L.E. and M.C. Neisheim. 1972. Poultry Production. Lea and Febiger,
Philadhelphia.
Charley, H. 1982. Food Science. John Wiley and Sons, New Cork.
Cripps, M.H., 1973. Spices oleoresin : The rocess, the market and the future.
Proceedings of The Conference on Spices. Tropical Product Institute, London.
Direktorat Gizi Departemen Kesehatan RI. 1989. Daftar Komposisi Bahan Makanan.
Bharata, Jakarta.
Farrel, K.T. 1985. Spices, Condiments and Seasonings. The AVI Publ. Co. Inc.,
West Port.
Fennema, O. R. 1996. Food Chemistry. Marcel Dekker Inc., New York – Basel.
Fromm, D. and S.U. Gammon, 1968. Specific gravity and volume of the hen’s egg
yolk as influenced by albumen pH and storage age of the egg. Poultry Science,
47 :1191-1196.
Iza, A.L., F.A. Garhner and. B. Meller. 1985. Effect of egg and season of the year
quality. Poultry Sci. 64 : 1900
Jacob, M.B. 1951. The Chemistry and Technology of Food and Food Products II.
Interscience Publ. Inc., New York.
Ketaren, S., 1986. Pengantar Teknologi Minyak dan Lemak Pangan. UI-Press,
Jakarta.
Kikuzaki, H. and N. Nakatani. 1993. Antioxidant effect of some ginger constituents.
J. Food. Sci. 58 : 1407.
Koswara, S. 1995. Jahe dan Hasil Olahannya. Pustaka Sinar Harapan, Jakarta.
Lesson, S. dan L.J. Caston. 1997. A problem with characteristic of the thin albumen
in laying hens. Poultry Sci. 76 : 1332-1336.
Lisdawati, M. 2004. Sifat fisik, kimia dan organoleptik dendeng kelinci dengan
bahan pengasap yang berbeda. Skripsi. Fakultas Peternakan IPB, Bogor.
Muchtadi, T.R. dan Sugiyono. 1992. Ilmu Pengetahuan Bahan Pangan. PAU Pangan
dan Gizi IPB, Bogor.
Nowland, W.J. 1987. Modern Poultry Management in Australia. The 2nd Edition.
Limited Adelaide, Sydney.
Panda, P.C. 1996. Text Book on Egg and Poultry Technology. Vikas Publishing
House Pvt. Ltd., Hisar.
Powrie, W.D. 1973. Chemistry of Egg Products. Dalam: Stadelman, W. J., and O. J.
Cotterill (Editor). Egg Science and Technology. The AVI Publishing Inc.
Westport, Connenticut.
Purseglove, J.W., E.G. Brown, C. L. Green, dan S. R. J. Robbins. 1981. Spices Vol
2. Longman, London.
Puspitasari - Nienaber, R.L., W.P. Rahayu, dan N. Andarwulan, 1997. Sifat
Antioksidan dan Antimikroba Rempah-rempah dan Bumbu Tradional. Dalam:
H. Susanto (Editor). Pengaruh konsumsi jahe (Zingiber officinale roscoe)
terhadap malonaldehida dan vitamin E plasma pada mahasiswa di Pesantren
Ulil Albaab Kedung Badak, Bogor. Fakultas Teknologi Pertanian IPB, Bogor.
Rahayu, W.P. 2001. Penuntun Praktikum Penilaian Organoleptik. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.
Rismunandar. 1988. Rempah-rempah Komoditi Ekspor Indonesia. Sinar Baru,
Bandung
Romanoff, A.L. and A.F. Romanoff. 1963. The Avian Eggs. John Wiley and Sons,
Inc., New York.
Santoso, H.B. 1994. Jahe. Kanisius, Jakarta.
Sarwono, B. 1994. Pengawetan dan Pemanfaatan Telur. Penebar Swadaya, Jakarta.
Sirait, C.H., 1986. Telur dan Pengolahannya. Pusat Penelitian dan Pengembangan
Peternakan, Bogor.
Smith, T.W. 1997. Protozoan Diseases. Poultry Science Home Page College of
Agriculture and Life Sciences. Mississippi State University, Mississippi.
Soekarto, S.T. 1985. Penelitian Organoleptik untuk Industri Pangan dan Hasil
Pertanian. Bharata Karya Aksara, Jakarta.
Soekarto, S.T. 1992. Petunjuk Laboratorium Penelitian indrawi. PAU Pangan dan
Gizi IPB, Bogor.
Stadelman, W.J. and O.J. Cotteriil, 1977. Egg Scince and Technology. The 2nd
Edition. The AVI Publ. Co. Inc. West Port, Connecticut, New York.

38
Steel, R.G.D. dan J.H. Torrie. 1995. Prinsip dan Prosedur Statistik, Suatu Pendekatan
Biometrik. PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
Stevenson, G.T. and C. Miller. 1986. Introduction to Foods and Nutrition. John
Wiley and Sons Inc., London.
Sudarsono, 1981. Mempelajari Berbagai Jenis Sifat Pangan Semi Basah Tradisional
dalam Hubungannya dengan Keawetan. Skripsi. Fakultas Teknologi Pertanian
IPB, Bogor.
TPI (Tropical Products Institute). 1979. Proceedings of The Conference on Spices
Foreign and Commonwealth Office. Overseas Development Administration.
London.
Undriyani, K. 1987. Pengaruh bubuk jahe terhadap aktivitas pertumbuhan beberapa
mikroba penyebab kerusakan bahan pangan. Skripsi. Fakultas Teknologi
Pertanian IPB, Bogor.
Wells, R.G. dan Belyavin, C.G. 1985. Egg Quality : Current Problem and Recent
Advances. Bodmin, Ltd. Cornwall.
Winarno, F.G. 1997. Kimia Pangan dan Gizi. Penerbit Gramedia, Jakarta.
Winarno, F.G., dan S. Koswara. 2002. Telur: Komposisi, Penanganan dan
Pengolahannya. M-Brio Press, Bogor.
Wulandari, Z. 2002. Sifat organoleptik, sifat fisikokimia dan total mikroba telur itik
asin hasil penggaraman dengan tekanan. Tesis. Institut Pertanian Bogor, Bogor.

39
LAMPIRAN

Lampiran 1. Format Uji segitiga


Nama : Tanggal : no telp/ hp :
1. Kriteria : Warna kuning telur
Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan warna
bagian kuning telur. Amati warna kuning telur setiap sampel, lalu tentukan sampel
yang berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada
pernyataan yang sesuai.
101 111 121

2. Kriteria : Warna putih telur


Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan warna
bagian putih telur. Amati warna putih telur setiap sampel, lalu tentukan sampel yang
berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada
pernyataan yang sesuai.
102 112 122

3. Kriteria : Aroma
Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan aroma jahe.
Dekatkan setiap sampel pada hidung dan hirup aroma pada setiap sampel, lalu
tentukan sampel yang berbeda diantara ke-3 sampel yang disajikan dengan memberi
tanda √ pada pernyataan yang sesuai.
103 113 123

4. Kriteria : tekstur putih telur


Anda menerima 3 sampel telur rebus dan diminta untuk membandingkan tekstur
putih telur. Raba permukaan sampel dengan menggunakan ujung jari telunjuk pada
setiap sampel, lalu tentukan sampel yang berbeda diantara ke-3 sampel yang
disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.
104 114 124
Lampiran 2. Format Uji Skoring
Nama : Tanggal :
1. Kriteria : Warna kuning telur
Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai warna bagian kuning
telur. Amati warna kuning setiap sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada
sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel
Penilaian
101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125
Sangat
Kuning
Kuning
Kurang
Kuning
Tidak
Kuning

Komentar :

2. Kriteria : Warna putih telur


Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai warna bagian putih
telur. Amati warna putih pada setiap sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada
sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel
Penilaian
101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125
Sangat
Putih
Putih
Kurang
Putih
Tidak Putih

Komentar :

41
3. Kriteria : Aroma
Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai aroma jahe. Dekatkan
setiap sampel pada hidung dan hirup aroma pada setiap sampel, lalu tentukanlah
penilaian anda pada sampel yang disajikan dengan memberi tanda √ pada
pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel
Penilaian
101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125
Jahe ÒÒÒ
Telur
JaheÒÒ
Telur Ò
Jahe Ò
Telur ÒÒ
Jahe
Telur ÒÒÒ

Komentar :

4. Kriteria : Tekstur putih telur


Anda menerima sampel telur rebus dan diminta untuk menilai tekstur permukaan
telur. Raba permukaan sampel dengan menggunakan ujung jari telunjuk pada setiap
sampel, lalu tentukanlah penilaian anda pada sampel yang disajikan dengan memberi
tanda √ pada pernyataan yang sesuai.

Kode Sampel
Penilaian
101 103 105 109 111 113 115 117 119 121 123 125
Sangat
Kasar
Kasar
Lembut
Sangat
lembut

Komentar :

42
Lampiran 3. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Perubahan Bobot Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P
Hari 0,205 2 0,103 1,121 0,344
Persentase 0,143 3 0,048 0,521 0,673
Kelompok 065 2 0,033 0,356 0,705
Hari*Persentase 0,293 6 0,049 0,533 0,777
Galat/Error 2,016 22 0,092
Total 22,244 36

Lampiran 4. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Haugh Unit

Sumber Keragaman JK db KT F P
Hari 185,972 2 92,986 1,272 0,300
Persentase 337,433 3 112,478 1,539 0,232,
Kelompok 1057,894 2 528,947 7,238 0,004
Hari*Persentase 393,516 6 65,586 0,897 0,514
Galat/Error 1607,705 22 73,077
Total 149334,671 36

Lampiran 5. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Indeks Kuning Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P
Hari 0,040 2 0,020 8,296 0,002
Persentase 0,013 3 0,004 1,789 0,179
Kelompok 0,009 2 0,004 1,871 0,178
Hari*Persentase 0,014 6 0,002 0,971 0,468
Galat/Error 0,053 22 0,002
Total 6,345 36

Lampiran 6. Uji Tukey Indeks Kuning Telur pada Hari yang Berbeda

Hari Nilai Tengah Homogen


6 0,4625 A
4 0,3933 B
2 0,3908 B
Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada
tingkat kepercayaan 95%

43
Lampiran 7. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap pH Telur
Sumber Keragaman JK db KT F P
Hari 0,718 2 0,359 0,545 0,587
Persentase 4,678 3 1,559 2,369 0,098
Kelompok 3,837 2 1,919 2,915 0,075
Hari*Persentase 2,464 6 0,411 0,624 0,709
Galat/Error 14.480 22 0,658
Total 1807.157 36

Lampiran 8. Analisis Ragam Uji Sifat Fisik terhadap Kadar Air

Sumber Keragaman JK db KT F P
Hari 0,018 2 0,009 15,212 0,000
Persentase 0,000 3 0,000 0,227 0,876
Kelompok 0,002 2 0,001 1,276 0,299
Hari*Persentase 0,002 6 0,000 0,674 0,672
Galat/Error 0,013 22 0,001
Total 19,779 36

Lampiran 9. Uji Tukey Kadar Air pada Hari yang Berbeda

Hari Nilai Tengah Homogen


2 0,7708 A
6 0,7342 B
4 0,7167 B
Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada
tingkat kepercayaan 90%

Lampiran 10. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Kuning
Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P
Perlakuan 157928 11 14357.1 8.93 0,0000

Sampel 270214 168 1608.4

Total 428142 179

44
Lampiran 11. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Warna Kuning Telur

Sampel Nilai Tengah Homogen


1 153,10 A
8 125,10 AB
5 115,67 ABC
3 100,83 ABCD
4 98,267 ABCD
7 84,700 BCD
9 84,700 BCD
2 84,567 BCD
6 81,133 BCD
12 61,300 CD
11 50,600 D
10 46,033 D
Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada
selang kepercayaan 10%

Lampiran 12. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Warna Putih
Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P
Perlakuan 42083 11 3825.76 1.77 0.0624

Sampel 362697 168 2158.91

Total 404780 179

Lampiran 13. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Tekstur Putih
Telur

Sumber Keragaman JK db KT F P
Perlakuan 121716 11 11065.1 5.86 0.0000

Sampel 317279 168 1888.6

Total 438995 179

45
Lampiran 14. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Tekstur Putih Telur
Sampel Nilai Tengah Homogen
2 129,87 A
3 129,87 A
1 120,53 A
6 97,833 AB
11 97,833 AB
4 95,167 AB
9 94,500 AB
5 77,567 AB
7 74,233 AB
10 57,533 B
12 56,867 B
8 54,200 B
Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada
tingkat kepercayaan 10%

Lampiran 15. Analisis Skoring dengan Uji Kruskal Wallis terhadap Aroma

Sumber Keragaman JK db KT F P
Perlakuan 70836 11 6439.62 2.94 0.0014

Sampel 367734 168 2188.89

Total 438570 179

Lampiran 16. Uji Lanjut Kruskal Wallis pada Aroma


Sampel Nilai Tengah Homogen
7 126,00 A
6 114,63 AB
2 110,47 AB
1 103,83 AB
3 99,600 AB
11 90,067 AB
5 89,633 AB
9 79,333 AB
10 73,400 AB
8 72,133 AB
4 64,367 B
12 62,533 B
Keterangan : baris dengan huruf yang berbeda menyatakan berbeda nyata pada
tingkat kepercayaan 10%

46

Anda mungkin juga menyukai