BahanAjarALE PDF
BahanAjarALE PDF
Disusun oleh :
Jurusan Matematika
Fakultas MIPA
Universitas Gadjah Mada
Desember, 2012
ii
Daftar Isi
iii
iv DAFTAR ISI
2 Determinan 25
3.6 Generalisasi ke Rn . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . . 53
4 Transformasi Linear 65
5.3 Contoh Kegunaan Nilai Eigen, Vektor Eigen dan Ruang Eigen . . . . . . . . 85
Dalam bab ini termuat dua Pokok Bahasan yaitu Sistem Persamaan Linear dan Matriks,
dengan masing-masing Sub-pokok Bahasan sebagai berikut :
(c.) Operasi baris elementer (OBE) dan bentuk eselon baris tereduksi.
2. Matriks :
1
2 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Seperti sudah diketahui, persamaan 2y + x = 3 dapat digambarkan sebagai garis lurus pada
bidang datar. Jika diberikan dua persamaan berikut :
2y + x = 3 (1.1)
−y + 3x = 6, (1.2)
maka untuk mencari penyelesaiannya secara geometris dapat dilakukan dengan cara mencari
titik perpotongan dua garis tersebut. Faktanya, titik perpotongan tersebut tidak selalu
ada, karena dua garis tersebut mungkin saja paralel. Atau bisa terjadi titik potongnya
ada sebanyak tak hingga banyak karena dua garis tersebut berimpit. Kemungkinan ketiga
adalah titik potongnya tunggal, yaitu jika kedua garis tersebut berpotongan tepat di satu
titik.
a1 x1 + a2 x2 + · · · + an xn = b, (1.3)
x1 = r1 , x2 = r2 , . . . , xn = rn
Yang dimaksud penyelesaian sistem persamaan linear dengan n variabel adalah bilangan-
bilangan real
x1 = r1 , x2 = r2 , . . . , xn = rn
yang memenuhi semua persamaan linier dalam sistem persamaan linier tersebut.
Sistem persamaan linier (1.1.1) mempunyai matriks yang bersesuaian yang disebut ma-
triks yang diperluas atau augmented matrixsebagai berikut :
a11 a12 · · · a1n | b1
a21 a22 · · · a2n | b2
[A|b] = .. .
.
am1 am2 · · · amn | bm
Contoh 1.1.1 Dua persamaan dalam (1.1) merupakan contoh sistem persamaan linier.
Penyelesaian sistem persamaan (1.1) adalah
x =, y =
Contoh 1.1.2 Carilah penyelesaian sistem persamaan linear dengan 3 persamaan dan 3
variabel berikut ini :
x −z = 2
−y +2z = −2
−x +y = 1.
Dengan menggunakan substitusi variabel x = 2 + z ke dalam persamaan ketiga diperoleh
y − z = 3, sehingga sistem persamaan tersebut tereduksi menjadi :
−y +2z = −2
y −z = 3.
Dengan menjumlahkan kedua persamaan tersebut diperoleh z = 1. Selanjutnya dengan
substitusi pada persamaan-persamaan linier tersebut diperoleh nilai x = 3 dan y = 4. Jadi
penyelesaian yang dicari adalah x = 3, y = 4 dan z = 1.
Contoh 1.1.3 Dengan cara yang sama seperti Contoh (1.1.2) dapat dicari penyelesaian
sistem persamaan linear berikut ini:
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3
2x1 −x2 +3x3 −x4 = 0.
4 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Pertama-tama variabel x1 dieliminasi dari persamaan kedua dengan cara mengurangi per-
samaan tersebut dengan 2 kali persamaan pertama. Hasilnya adalah sebagai berikut:
· ¸
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 1 −2 3 1 | −3
.
3x2 −3x3 −3x4 = 6 0 3 −3 −3 | 6
1
Selanjutnya persamaan kedua dikalikan dengan 3
sehingga diperoleh:
· ¸
x1 −2x2 +3x3 +x4 = −3 1 −2 3 1 | −3
.
x2 −x3 −x4 = 2 0 1 −1 −1 | 2
Dengan demikian variabel x2 pada persamaan pertama bisa dieliminasi dengan cara menam-
bah persamaan pertama dengan 2 kali persamaan kedua.
· ¸
x1 +x3 −x4 = 1 1 0 1 −1 | 1
.
x2 −x3 −x4 = 2 0 1 −1 −1 | 2
Sistem terakhir yang diperoleh bisa dengan mudah dicari penyelesaiannya. Dengan menagm-
bil x3 dan x4 bilangan-bilangan real sebarang, misalnya r dan s berturut-turut, maka x1
dan x2 dapat ditentukan :
x1 = 1 − r + s, x2 = 2 + r + t.
Dalam Contoh 1.1.2 sistem persamaan linier tersebut mempunyai tak berhingga banyak
penyelesaian. Variabel-variabel x3 dan x4 disebut variabel bebas, sedangkan x1 dan x2
disebut variabel tak bebas.
Perhatikan bahwa langkah-langkah dalam Contoh (1.1.2) pada dasarnya dapat dibedakan
menjadi 3 macam :
1.1. SISTEM PERSAMAAN LINIER 5
Langkah-langkah tersebut berpengaruh pada matriks yang diperluas [A|b] yang selanjutnya
dikenal dengan sebutan operasi baris elementer yang dibagi menjadi 3 :
Operasi-operasi baris elementer tersebut mempunyai tujuan membawa matriks yang diper-
luas menjadi matriks dengan bentuk lebih sederhana, atau lebih tepatnya dibawa ke bentuk
eselon baris tereduksi . Suatu matriks dikatakan mempunyai bentuk eselon baris treduksi
jika memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
1. jika ada baris yang terdiri dari nol semua, maka baris tersebut diletakkan pada baris
yang paling bawah;
2. entri tak nol pertama dari kiri adalah 1 dan disebut 1 utama;
3. untuk baris yang lebih bawah, letak 1 utama berada lebih ke kanan daripada baris
yang lebih atas.
Proses menghasilkan bentuk eselon baris ini disebut eliminasi Gauss. Selanjutnya untuk
mencari penyelesaian sistem persamaan linier digunakan eliminasi Gauss ini. Jika kolom
yang memuat 1-utama entrinya semua nol kecuali 1-utama maka matriks tersebut disebut
bentuk eselon baris tereduksi dan prosesnya disebut eliminasi Gauss-Jordan.
6 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Contoh 1.1.4 Sistem persamaan linier di bawah ini akan dicari penyelesaiannya menggu-
nakan eliminasi Gauss.
x1 +x2 −x3 = 1
3x1 −x2 +x3 = 0
x1 −3x2 +3x3 = −2
Operasi baris elementer yang diterapkan pada matriks yang diperluas adalah sebagai berikut:
1 1 −1 | 1 1 1 −1 | 1 1 1 −1 | 1
3 −1 1 | 0 → 0 −4 4 | −3 → 0 −4 4 | −3
1 −3 3 | −2 0 −4 4 | −3 0 0 0 | 0
1 1 −1 | 1 1 0 0 | 41
→ 0 1 −1 | 34 → 0 1 −1 | 43 .
0 0 0 | 0 0 0 0 | 0
Dengan demikian sistem persamaan linier tersebut mempunyai 1 variabel bebas yaitu x3 .
Penyelesaiannya adalah
1 3
x1 = , x2 = + t, x3 = t.
4 4
Berikut adalah contoh sistem persamaan linier yang tidak mempunyai penyelesaian.
Sistem persamaan linier disebut homogen jika suku yang memuat konstanta adalah nol.
Jadi sistem persamaan yang terbentuk menjadi demikian:
a11 x1 +a12 x2 +··· +a1n xn = 0
a21 x1 +a22 x2 +··· +a2n xn = 0
.. (1.5)
.
am1 x1 +am2 x2 + · · · +amn xn = 0
Karena suku konstantanya nol semua, maka sistem persamaan linier homogen ini selalu
mempunyai penyelesaian, yaitu
x1 = x2 = · · · = xn = 0.
Pertanyaannya adalah apakah sistem persamaan tersebut juga mempunyai penyelesaian tak
nol. Untuk menjawab pertanyaan ini, metode mencari penyelesaian sistem persamaan non
homogen bisa tetap diterapkan.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 7
Contoh 1.1.5 Carilah penyelesaian sistem persamaan linier homogen berikut ini :
Proses Eliminasi Gauss-Jordan bisa diterapkan dalam sistem persamaan ini. Berikut adalah
langkah-langkahnya.
1 2 1 −1 3 | 0 1 2 1 −1 3 | 0 1 2 0 −3 4 | 0
1 2 2 1 2 | 0 → 0 0 1 2 −1 | 0 → 0 0 1 2 −1 | 0
2 4 2 −1 7 | 0 0 0 0 1 1 | 0 0 0 0 1 1 | 0
1 2 0 0 7 | 0
→ 0 0 1 0 −3 | 0 .
0 0 0 1 1 | 0
Dari bentuk eselon baris tereduksi yang dihasilkan, diperoleh
x1 +2x2 +7x5 = 0
x3 −3x5 = 0
x4 +x5 = 0
Matriks adalah sekumpulan angka, yang menyatakan bilangan-bilangan real, yang disusun
menyerupai persegi panjang. Contoh matriks-matriks adalah sebagai berikut :
5
1
−10
2 2 −3 0 0
6
0 £ ¤
A= 0 4 −1 5 , B = −12 15
,C = 0 0 0 0 0
−2 1 − 13 7
1 −1
8 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Komponen yang penting dalam sebuah matriks adalah banyaknya baris dan banyaknya
kolom. Jika A melambangkan suatu matriks dan matriks tersebut mempunyai baris se-
banyak m dan kolom sebanyak n, maka matriks A tersebut dikatakan mempunyai ukuran
atau order m × n.
Matriks A selanjutnya bisa dinyatakan secara lebih rinci dengan mendata anggota-
anggotanya sebagai berikut :
A = [aij ]
Yang dimaksud dengan matriks nol adalah matriks yang semua entrinya adalah 0, antara
lain
0
£ ¤ 0 0 0 0
0 0 0 0 , 0 0 0 ,
0 , [0],
0 0 0
0
Dua buah matriks dapat dioperasikan dengan cara menjumlahkan keduanya. Syarat agar
penjumlahan ini dapat dilakukan adalah ukuran matriks-matriks tersebut harus sama.
Lebih jelasnya diberikan dalam definisi berikut ini.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 9
Definisi 1.2.2 Jika diberikan matriks-matriks A = [aij ] dan B = [bij ] yang masing-masing
berukuran m × n, maka
A + B = [aij + bij ].
Hasil jumlahan dua matriks berukuran m×n tersebut berupa matriks berukuran m×n den-
gan entri-entrinya merupakan penjumlahan entri-entri matriks A dan B yang bersesuaian.
Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
−A = [−aij ],
Proposisi 1.2.4 Jika A, B dan C adalah matriks-matriks yang ukurannya sama, maka
berlaku :
(a.) A + B = B + A;
(b.) (A + B) + C = A + (B + C);
(c.) 0 + A = A + 0 = A;
(d.) A + (−A) = 0.
10 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
Selain penjumlahan dua matriks, dikenal juga operasi antara skalar dengan matriks yang
definisinya sebagai berikut :
Definisi 1.2.5 Jika diberikan matriks-matriks A = [aij ] berukuran m × n dan bilangan real
k, maka
kA = [kaij ].
Dengan kata lain, hasil kali matriks A dan skalar k berupa matriks yang entri-entrinya
k-kali entri-entri matriks A. Untuk lebih jelasnya perhatikan contoh berikut.
Untuk operasi perkalian matriks dan skalar ini diperoleh sifat-sifat sebagai berikut :
Proposisi 1.2.7 Diberikan matriks A dan B yang berukuran sama, k dan h adalah bilangan-
bilangan real. Pernyataan berikut berlaku :
(d.) 1A = A.
1.2. MATRIKS DAN OPERASI MATRIKS 11
Jika diberikan A yaitu matriks berukuran m × n, maka dapat diperoleh matriks lain, sebut
saja B, yang berukuran n × m dengan cara merubah baris ke-i matriks A menjadi kolom
ke-i matriks B. Matriks B ini dinamakan transpos matriks A, yang dinotasikan dengan At .
Jadi jika
A = [aij ],
maka
At = [aji ].
Selanjutnya diberikan sifat-sifat yang diperoleh dari suatu transpos matriks terhadap operasi-
operasi yang lain, yaitu jumlahan dan perkalian dengan skalar.
Proposisi 1.2.9 Misalkan A dan B adalah matriks-matriks yang ukurannya sama, k adalah
suatu bilangan real. Pernyataan-pernyataan berikut berlaku :
(a.) (At )t = A;
(b.) (A + B)t = At + B t ;
Jika suatu matriks mempunyai ukuran khusus yaitu m × 1 atau 1 × n, maka disebut vektor
. Matriks dengan ukuran m × 1
x1
x2
..
.
xm
disebut vektor kolom, sedangkan matriks dengan ukuran 1 × n
£ ¤
x1 x2 . . . x n
disebut vektor baris. Definisi-definisi tersebut akan digunakan untuk membahas operasi
perkalian dua buah matriks dalam bagian ini.
Diberikan matriks A = [aij ] dengan ukuran m × n dan matriks B = [bij ] dengan ukuran
n × p. Hasil kali matriks A dan B adalah
AB = [cij ],
dengan
n
X
cij = aik bkj .
k=1
Perhatikan bahwa cij merupakan hasil kali entri-entri baris ke-i matriks A dan kolom ke-
j matriks B. Dua matriks dapat dikalikan jika banyaknya kolom matriks pertama sama
dengan banyaknya baris matriks kedua.
Akan dihitung hasil kali baris-baris di A dan kolom-kolom di B. Sebagai contoh, akan
dihitung hasil kali vektor baris ke-2 dari matriks A dan vektor kolom ke-3 dari matriks B,
yang nantinya akan menjadi entri baris ke-2 dan kolom ke-3 dari matriks AB.
9
£ ¤ −3
c23 = 5 −3 1 0 −3 1
−5
−3
= 5.9 + (−3)(−3) + 1.1 + 0.(−5) + (−3)(−3) = 45 + 9 + 1 + 0 + 9 = 64.
Terkait dengan perkalian matriks, terdapat matriks khusus yang disebut matriks identitas,
sebagai berikut :
1 0 0 0
1 0 0 · ¸
1 0 0 1 0 0
I3 = 0 1 0 , I2 = , I4 =
0
0 1 0 1 0
0 0 1
0 0 0 1
Berikut adalah sifat-sifat perkalian matriks yang dikaitkan dengan operasi-operasi yang
lain, misalnya penjumlahan, perkalian dengan skalar dan transpos.
Proposisi 1.3.1 Diberikan matriks A, B dan C dengan ukuran sedemikian sehingga berlaku
operasi-operasi penjumlahan dan perkalian, k adalah skalar. Pernyataan-pernyataan berikut
berlaku:
(a.) IA = A dan BI = B;
14 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
(f.) (AB)t = B t At ;
Ax = b
dengan
a11 a12 ··· a1n x1 b1
a21 a22 ··· a2n x2 b2
A= .. .. .. .. ,x = .. ,b = .. .
. . . . . .
am1 am2 · · · amn xn bm
Matriks A disebut matriks koefisien,matriks x disebut matriks variabeldan matriks b disebut
matriks konstanta.
Perlu diingat kembali bahwa cara mencari penyelesaian suatu sistem persamaan lin-
ear adalah menggunakan Eliminasi Gauss-Jordan. Operasi baris elementer juga dapat
dilakukan pada matriks identitas. Misalnya menukar letak dua buah baris:
1 0 0 0 0 1
I3 = 0 1 0 → 0 1 0 = E.
0 0 1 1 0 0
1.4. MATRIKS INVERS 15
Matriks yang dihasilkan dari operasi baris elementer pada matriks identitas disebut matriks
elementer, dengan notasi E. Contoh matriks elementer yang lain adalah :
2 0 0 1 0 0
0 1 0 , 0 1 3
0 0 1 0 0 1
Pada saat dilakukan suatu operasi baris elementer pada sebuah matriks, hal ini juga be-
rarti matriks tersebut dikalikan dari kiri dengan suatu matriks elementer dari operasi baris
elementer yang bersesuaian.
Jika pada matriks A berikut dilakukan operasi baris elementer yaitu baris pertama
ditukar letaknya dengan baris ketiga, maka diperoleh matriks A0 di bawah ini:
5 0 2 −2 3 7
A = 0 3 −4 → 0 3 −4 = A0 .
−2 3 7 5 0 2
Matriks A0 juga dapat diperoleh dengan cara :
0 0 1 5 0 2 −2 3 7
A0 = EA = 0 1 0 0 3 −4 = 0 3 −4 .
1 0 0 −2 3 7 5 0 2
Dengan demikian sejumlah berhingga operasi baris elementer yang diterapkan pada suatu
matriks sama artinya dengan mengalikan sebanyak berhingga matriks-matriks elementer
yang bersesuaian dengan matriks tersebut. Jika bentuk yang dicari adalah bentuk eselon
baris tereduksi B dari matriks A, maka dapat diilustrasikan sebagai berikut:
B = Ek Ek−1 . . . E2 E1 A.
sehingga · ¸· ¸ · ¸
3 −7 5 7 1 0
AC = =
−2 5 2 3 0 1
Tetapi pada umumnya tidak setiap matriks bujursangkar mempunyai invers. Berikut adalah
contoh matriks yang tidak mempunyai invers.
Selanjutnya akan dibahas cara mencari invers suatu matriks bujursangkar. Jika diberikan
matriks bujursangkar A berukuran n×n, maka dengan menerapkan operasi baris elementer
sebanyak berhingga akan dicapai bentuk eselon baris tereduksi. Hal tersebut digambarkan
sebagai berikut:
A → E1 A → E2 E1 A → · · · → Ek Ek−1 . . . E1 A.
1.4. MATRIKS INVERS 17
Jika bentuk eselon tereduksi matriks A, yaitu perkalian matriks yang paling kanan, berupa
matriks identitas, maka artinya:
Ek Ek−1 . . . E1 A = In .
Secara teknis, langkah pertama untuk mencari invers matriks A adalah dibentuk matriks
berikut
[ A | In ]
dengan In adalah matriks identitas. Selanjutnya jika dengan beberapa langkah operasi
baris elementer diperoleh :
[ In | A−1 ],
(c.) Jika A mempunyai invers, maka At juga mempunyai inversdan (At )−1 = (A−1 )t .
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi
pada bab ini adalah:
5. Menggunakan metode eliminasi Gauss Jordan untuk mencari penyelesaian suatu SPL;
Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah
sebagai berikut:
1. (a.) Berikan gambaran jika suatu matriks sama dengan transposnya. Matriks
demikian disebut matriks simetris.
(b.) Berikan gambaran jika suatu matriks sama dengan negatif transposnya.
Matriks demikian disebut matriks simetris miring.
Hitunglah
(a.) A + B.
(c.) C t .
(d.) (6B)t .
(a.)
1 −1 2 1 −3
2 0 1 −4 2 .
−2 7 −2 5 1
20 BAB 1. SISTEM PERSAMAAN LINEAR DAN MATRIKS
(b.)
−1 1 0 −1
−1 0 1 −1
0 0 2 4
.
−4 5 2 1
1 3 −6 0
(c.)
3 2 0
5 3 5 .
2 5 6
6. Tentukan penyelesaian sistem persamaan linear berikut :
(a.)
3x1 −2x2 +6x5 = 1
−x1 +3x2 +x3 +4x4 +3x5 = −2
x1 −3x2 +4x3 −6x4 +2x5 = 4
(b.)
3x1 +2x2 +2x3 −5x4 = 2
x1 +6x2 −4x3 −2x4 = 3
10x1 +x2 −x3 −x4 = 8
5x1 +2x2 −x3 −9x4 = 2
7. Buktikan bahwa matriks berikut tidak mempunyai invers untuk bilangan real mana-
pun
0 a 0 0 0
b 0 c 0 0
0 d 0 e 0 .
0 0 f 0 g
0 0 0 h 0
8. Jika kurva f (x) = ax3 + bx2 + cx + d melalui titik-titik (0, 10), (1, 7), (3, −11) dan
(4, −14), tentukan koefisien-koefisien
· ¸ persamaan kurva tersebut.
1 0
9. Diberikan matriks A = . Tentukan matriks-matriks elementer E1 dan E2
−5 2
sehingga E2 E1 A = I.
10. Jika diberikan
1 0 2
A−1 = 1 2 1 .
3 5 3
(a.) Tentukan matriks X sehingga
2 −1
AX = 1 0 .
0 −3
1.5. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 21
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill
Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
23
24 BIBLIOGRAFI
Bab 2
Determinan
Dalam bab ini termuat dua Pokok Bahasan yaitu Invers Matriks dan Determinan, dengan
masing-masing Sub-pokok Bahasan sebagai berikut :
1. Invers Matriks:
2. Determinan:
Sudah diketahui bahwa matriks bujursangkar A disebut matriks invertibel jika ada matriks
B yang memenuhi AB = BA = I dengan I adalah matriks identitas. Selain itu dapat
25
26 BAB 2. DETERMINAN
Nilai a11 a22 − a12 a21 telah dikenal sebagai determinan matriks A2×2 . Tentu saja timbul
pertanyaan, apakah fakta pada matriks bertipe 2×2 tersebut dapat diperluas pada sebarang
matriks berukuran berukuran n × n?. Pada bab ini akan dibahas tentang hal tersebut.
a11 a12 a13 a11 a12 a13
a11 a21 a11 a22 a11 a23 ∼ 0 a11 a22 − a11 a21 a11 a23 − a11 a21
a11 a31 a11 a32 a11 a33 0 a11 a32 − a12 a31 a11 a33 − a13 a31
Mengingat A invertibel maka salah satu diantara a11 a22 − a11 a21 dan a11 a32 − a12 a31 tidak
bernilai nol. Misalkan a11 a22 −a11 a21 6=, maka jika baris ke 3 dikalikan dengan a11 a22 −a11 a21
akan diperoleh
a11 a12 a13
0 a11 a22 − a11 a21 a11 a23 − a11 a21
0 (a11 a22 − a11 a21 )(a11 a32 − a12 a31 ) (a11 a22 − a11 a21 )(a11 a33 − a13 a31 )
2.2. DETERMINAN MATRIKS BUJURSANGKAR 27
selanjutnya dengan mengurangkan baris ke 3 dengan (a11 a32 − a12 a31 ) kali baris ke 2 akan
diperoleh matriks
a11 a12 a13
0 a11 a22 − a11 a21 a11 a23 − a11 a21
0 0 (a11 a22 − a11 a21 )(a11 a33 − a13 a31 ) − (a11 a32 − a12 a31 )(a11 a23 − a11 a21 )
nilai komponen pada posisi baris ke 3 kolom ke 3, yakni (a11 a22 − a11 a21 )(a11 a33 − a13 a31 ) −
(a11 a32 − a12 a31 )(a11 a23 − a11 a21 ) akan sama dengan a1 1∆ dengan
∆ = a11 a22 a33 + a12 a23 a31 + a13 a21 a32 − a11 a23 a32 − a12 a21 a33 − a13 a22 a31
Untuk memperumum pengertian determinan ke bentuk yang lebih besar, akan dilakukan
ekspresi determinan matriks berukuran 3 × 3 dalam bentuk determinan matriks berukuran
2 × 2.
Matriks A1j adalah matriks berukuran 2 × 2 yang diperoleh dengan menghapus baris ke-1
dan kolom ke-j. Untuk sebarang matriks A berukuran n × n, Aij adalah matriks yang
diperoleh dengan menghapus baris ke-i dan kolom ke-j.
Secara recursive dapat didefinisikan pengertian determinan untuk sebarang matriks bu-
jursangkar bertipe n × n. Definisi lengkapnya diberikan di bawah ini.
Definisi 2.2.1 Misalkan An×n = [aij ]. Determinan matriks A didefinisikan sebagai berikut:
1+n
det(A) = a
P11 det A11 − a12 det A12 + · · · + (−1) a1n det A1n
n 1+j
= j=1 (−1) a1j A1+j
28 BAB 2. DETERMINAN
Jawab:
Contoh 2.2.5 Gunakan ekspansi co-faktor sepanjang baris ke 3 untuk menghitung deter-
minan matrik A berikut:
1 5 0
A = 2 4 −1
0 −2 0
2.2. DETERMINAN MATRIKS BUJURSANGKAR 29
Untuk matriks di atas, jelas perhitungan paling efisien apabila kita memilih ekspansi sep-
anjang kolom ke-1 atau ekspansi baris ke-4. Dengan ekspansi sepanjang kolom ke-1 akan
diperoleh
2 −5 7 3
0 1 5 0
det(A) = 3 det
0 2
− 0C21 + 0C31 − 0C41 + 0C51
4 −1
0 0 −2 0
sehingga dengan menggunakan ekspansi kolom ke-1 lagi akan diperoleh
1 5 0
det(A) = 3.2. det 2 4 −1 .
0 −2 0
Dari contoh sebelumnya diperoleh determinan
1 5 0
det 2 4 −1 = −2.
0 −2 0
Jadi diperoleh det(A) = 3.2.(−2) = −12. Dari contoh di atas dapat disimpulkan dalam
proposisi berikut.
30 BAB 2. DETERMINAN
Proposisi 2.2.7 Jika A adalah matriks segitiga atas, maka determinan A merupakan hasil
kali unsur-unsur diagonal utamanya.
Pada Bab 1 telah dipelajari tentang Operasi Baris Elementer (dan Operasi Kolom El-
ementer). Dari ekspansi determinan akan didapat proposisi berikut yang menunjukkan
pengaruh operasi baris atau kolom terhadap nilai determinan.
1. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh dengan menambah suatu baris
(kolom) matriks A dengan hasil kali skalar baris (kolom) baris yang lain, maka de-
terminan B= determinan A.
2. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh dengan mengalikan suatu baris
(kolom) dengan skalar tak nol α kali baris (kolom) baris yang lain, maka det B =
α det A.
3. Jika matriks B adalah suatu matriks yang diperoleh menukar 2 buah baris yang
berlainan, maka det B = − det A.
Dengan Proposisi (2.3.1) dapat dihitung determinan suatu matriks dengan menggunakan
Operasi Baris (Kolom) Elementer.
Strateginya adalah dilakukan operasi baris elementer untuk membawa matriks A ke bentuk
matriks segitiga atas.
1 −4 2
det(A) = det −2 8 −9
−1 7
0
1 −4 2
= det 0 0 −5
−1 7 0
1 −4 2
= det 0 0 −5
0 3
2
1 −4 2
= − det 0 3 2
0 0 −5
= −(1)(3)(−5) = 15
2 −8 6 8
3 −9 5 10
det
−3 0 1 −2
1 −4 0 6
2 −8 6 8
3 −9 5 10
det(A) = det
−3 0 1 −2
1 −4 0 6
32 BAB 2. DETERMINAN
1 −4 3 4
3 −9 5 10
det(A) = 2 det
−3 0 1
−2
1 −4 0 6
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
= 2 det
0 −12 10
10
0 0 −3 2
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
= 2 det
0 0 −6
2
0 0 −3 2
1 −4 3 4
0 3 −4 −2
= 2 det
0 0 −6
2
0 0 0 1
= 2.1.3.(−6).1 = −36
Dari proses perhitungan determinan menggunakan operasi baris elementer, khususnya jika
dibandingkan dengaan penentuan invers matriks menggunakan operasi baris elementer,
maka akan didapatkan proposisi berikut:
Proposisi 2.3.4 Matrik bujursangkar A invertibel jika dan hanya jika determinan A 6= 0
Selain itu, mengingat nilai determinan suatu matriks dapat dihitung baik menggunakan
ekspansi baris ataupun ekspansi kolom maka dapat disimpulkan determinan suatu matriks
bujur sangkar akan sama dengan nilai determinan matriks transposnya seperti dinyatakan
dalam proposisi berikut:
det(AT ) = det(A).
Seperti sudah dibahas didepan bahwa terdapat hubungan antara determinan suatu ma-
triks bujursangkar A, dengan matriks hasil operasi baris (kolom) elementer. Selain itu pada
Bab I juga sudah diperkenalkan pengertian matriks elementer yaitu matriks yang diperoleh
2.3. SIFAT-SIFAT DETERMINAN 33
dengan melakukan satu kali operasi baris (kolom) elementer. Disamping itu pada Bab I,
juga sudah diterangkan tentang apa makna operasi baris (kolom) elementer dalam kaitan-
nya dengan perkaalian matriks, diantaranya dikatakan bahwa jika B adalah matriks yang
diperoleh dengan melakukan satu kali operasi baris elementer dari satu matriks A, maka
B = EA
dengan E adalah matriks elementer yang diperoleh dengan melakukan satu kali operasi
baris elementer terhadap matriks I. Untuk melihat hubungan antara determinan matriks
B dengan matriks A, kita akan tinjau 3 jenis operasi baris elementer. Misalkan yang
dilakukan adalah operasi Operasi Baris Elementer Tipe 1: yaitu B adalah matriks yang
diperoleh dengan menukar dua baris berlainan dari satu matriks A, maka akan diperoleh
det B = − det A sehingga diperoleh det B = (−1) det A sementara itu det E = − det I =
−1. Selain itu B = EA, dengan demikian akan diperoleh
Dengan cara analog akan dapat ditunjukkan untuk operasi baris elementer tipe yang lain.
Dengan kenyataan akan dapat ditunjukkan bahwa untuk sebarang matriks bukur sangkar
yang berukuran sama.
Proposisi 2.3.6 Jika A dan matriks B adalah matriks-matriks bujursangkar dengan uku-
ran yang sama, maka
det(AB) = det(A) det(B).
AB = E1 , E2 , E3 , · · · , En IB = E1 , E2 , E3 , · · · , En B
det(AB) = det(E1 , E2 , E3 , · · · , En B)
= det(E1 ) det(E2 , E3 , · · · , En B)
= det(E1 ) det(E2 ) det(E3 , · · · , En B)
.. ..
. .
= det(E1 ) det(E2 ) det(E3 ), · · · , det(En−1 ) det(En B)
= det(E1 ) det(E2 )(E3 ), · · · , (En−1 ) det(En B)
= det(E1 )(E2 )(E3 ), · · · , (En−1 )(En B)
= det(E1 )(E2 )(E3 ), · · · , (En−1 I)(En B)
= det(A) det(B)
Kasus 2. Matriks A tidak invertibel. Hal ini berarti det A = 0, dengan demikian untuk me-
nunjukkan bahwa det AB = det A det B, cukup bila dapat ditunjukkan bahwa det(AB) = 0
atau yang ekivalen dengan meunjukkan bahwa AB juga tidak invertibel. Andaikan AB
invertibel, maka ada (AB)−1 yang memenuhi (AB)(AB)−1 = I. Dengan demikian meng-
gunakan Kasus 1 akan diperoleh
det(AB)(AB)−1 = det(I)
yang berarti
det(AB) det(AB)−1 = 1
Determinan dapat dihitung menggunakan ekspansi kofaktor sepanjang sebarang baris yang
dapat dinyatakan sebagai berikut.
det(A) = a11 det A11 − a12 det A12 + ··· + (−1)1+n a1n det A1n
det(A) = −a21 det A21 + a22 det A22 + ··· + (−1)2+n a2n det A2n
.. .. .. .. .. .. .. .. ..
. . . . . . . . .
n+1 n+2
det(A) = (−1) an1 det An1 + (−1) an2 det An2 + · · · + (−1)n+n ann det Ann
akan diperoleh
det(A)In×n = A Adj(A)
dengan Adj berarti adjpint . Akhirnya diperoleh Rumus Adjoint yang disajikan dalam
proposisi berikut ini.
1
A−1 = Adj(A)
det(A)
36 BAB 2. DETERMINAN
Untuk menghitung A−1 , terlebih dahulu dihitung masing-masing nilai Cij berikut
· ¸ · ¸ · ¸
−1 1 1 1 1 −1
C11 = + det = −2, C12 = − det = 3, C13 = + det = −2
· 4 −2¸ · 1 −2 ¸ · 1 4¸
1 3 2 3 2 1
C21 = − det = 14, C22 = + det = −7, C23 = − det = −7
· 4 −2 ¸ · 1 −2¸ · 1 4 ¸
1 3 2 3 2 1
C31 = + det = 4, C32 = − det = 1, C33 = + det = −3
−1 1 1 1 1 −1
Kemudian dibentuk Adj(A) sebagai berikut
−2 14 4
Adjoint(A) = 3 −7 1
5 −7 −3
Kemudian dengan rumus adjoint diperoleh
1 2
−2 14 4 −7 1
1 7
A−1 = 3 −7 1 = 143
− 12 14
1 .
14 5 1 3
5 −7 −3 14
− 2 − 14
Jika A matriks invertibel maka sistem persamaan linear An×n xn×1 = bn×1 akan mempunyai
solusi tunggal yakni:
xn×1 = A−1 bn×1 .
2.4. BEBERAPA APLIKASI DETERMINAN 37
1
xn×1 = Adjoint(A)bn×1 .
det(A)
∆1 = det A1
dengan A1 adalah matriks yang diperoleh dari matriks A dengan mengganti kolom ke-1
dengan b, yakni
b1 a12 · · · a1n
b2 a22 · · · a2n
A1 = .. .. .. ..
. . . .
bn an2 · · · ann
38 BAB 2. DETERMINAN
Secara analog
∆2 = det A2
dengan A2 adalah matriks yang diperoleh dari matriks A dengan mengganti kolom ke-2
dengan b, yakni
a11 b1 · · · a1n
a21 b2 · · · a2n
A2 = det A2 = .. .. .. ..
. . . .
an1 bn · · · ann
dan
∆n = det An
dengan An adalah matriks yang diperoleh dari matriks A dengan mengganti kolom ke-n
dengan b, yakni
a11 a12 · · · b1
a21 a22 · · · b2
An = .. .. .. .. .
. . . .
an1 an2 · · · bn
Dari penjelasan di atas, akan diperoleh proposisi berikut,
Proposisi 2.4.3 Jika A invertibel, maka sistem persamaan linear An×n xn×1 = xn×1 mem-
punyai penyelesaian tunggal
det A1
x1 = det(A)
det A2
x2 = det(A)
.. ..
. .
det An
xn = det(A)
Contoh 2.4.4 Gunakan Aturan Cramer untuk menghitung solusi sistem persamaan linear
3x1 − 2x2 = 6
−5x1 + 4x2 = 8
Sistem persamaan linear di atas dapat dituliskan dengan dengan bentuk Ax = b, dengan
· ¸
3 −2
A =
· −5 ¸ 4
x1
x =
· x2¸
6
b =
8
2.5. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 39
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi
pada bab ini adalah:
Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah
sebagai berikut:
2. Dengan Aturan Cramer, hitunglah penyelesaian sistem persamaan linear pada soal
nomor 3b di Bab 1.
4. Buktikan jika det(A) = 1 dan semua entri A adalah bilangan bulat, maka semua entri
A−1 juga bilangan bulat.
Tentukan
d e f
(a.) det g h i .
a b c
−3a −3b −3c
(b.) det d e f .
g − 4d h − 4e i − 4f
6. Tentukan nilai k sehingga matriks berikut tidak mempunyai invers:
· ¸
k − 3 −2
(a.) A = .
−2 k − 2
1 2 4
(b.) A = 3 1 6 .
k 3 2
Bibliografi
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill
Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
41
42 BIBLIOGRAFI
Bab 3
Dalam bab ini termuat dua Pokok Bahasan yaitu Ruang Euclid dan Vektor-vektor yang
Membangun dan Bebas Linear, dengan masing-masing Sub-pokok Bahasan sebagai berikut
:
1. Ruang Euclid:
43
44 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
Dalam matematika dikenal dua besaran pokok yaitu skalar dan vektor. Bab ini akan mem-
bahas besaran vektor dan sifat-sifatnya. Vektor mempunyai ciri khas selain mempunyai
besar juga mempunyai arah. Di dalam ruang vektor R2 suatu vektor a mempunyai dua
komponen yang dinotasikan dengan
· ¸
a1
a= atau a = (a1 , a2 )t .
a2
Contoh 3.1.1 1. Diberikan a = (−1, 2)t vektor di R2 . Panjang vektor itu adalah
p √ √
kak = (−1)2 + 22 = 1+4= 5.
Untuk pembahasan selanjutnya, definisi maupun sifat-sifat yang dipelajari adalah untuk
vektor-vektor di R3 dengan pengertian bahwa vektor-vektor di R2 merupakan kejadian
khusus.
3.1. VEKTOR DAN SKALAR 45
Untuk sebarang dua vektor di R3 yaitu a = (a1 , a2 , a3 )t dan b = (b1 , b2 , b3 )t hasil jumlah
kedua vektor tersebut adalah
a1 b1 a1 + b1
a + b = a2 + b2 = a2 + b2 .
a3 b3 a3 + b3
Jika α suatu bilangan real sebarang, maka hasil kali α dan a adalah
a1 αa1
αa = α a2 = αa2 .
a3 αa3
Terkait dengan dua operasi tersebut, ada vektor-vektor khusus yang mempunyai sifat is-
timewa. Vektor-vektor tersebut adalah
a1 −a1
−a = −1 a2 = −a2
a3 −a3
dan
0
0 = 0 .
0
Sifat-sifat operasi-operasi tersebut yang bisa dibuktikan ditulis dalam proposisi berikut ini.
(a.) a + b = b + a.
(b.) a + (−a) = 0.
(c.) a + 0 = 0 + a = a.
(d.) a + 0 = 0 + a = a.
Bukti. Bukti sifat-sifat ini menggunakan definisi operasi penjumlahan dan perkalian skalar.
Akan diberikan satu contoh, sementara bukti selebihnya diserahkan kepada pembaca.
a1 b1
a + b = a2 + b2
a3 b3
a 1 + b1
= a 2 + b2
a 3 + b3
b1 + a 1
= b2 + a 2
b3 + a 3
b1 a1
=
b2 + a2 .
b3 a3
Selanjutnya akan dibahas sifat-sifat vektor lebih lanjut, terutama yang terkait dengan besar
atau panjang vektor. Panjang suatu vektor, yang selanjutnya lebih dikenal dengan sebutan
norm vektor, mempunyai peranan cukup penting dalam aljabar vektor karena bermula dari
pengertian norm inilah diturunkan definisi jarak dan sudut.
Jika ada dua vektor di R3 misalnya a = (a1 , a2 , a3 )t dan b = (b1 , b2 , b3 )t , maka jarak
dua vektor tersebut adalah :
p
d(a, b) = ka − bk = (a1 − b1 )2 + (a2 − b2 )2 + (a3 − b3 )2 .
Dari definisi jarak ini bisa dilihat bahwa panjang suatu vektor pada dasarnya adalah jarak
vektor tersebut dengan vektor nol, yaitu
p q
kak = ka − 0k = (a1 − 0) + (a2 − 0) + (a3 − 0) = a21 + a22 + a23 .
2 2 2
Ada dua cara untuk mengalikan dua buah vektor, yaitu hasil kali titik (dot product) dan
hasil kali silang (cross product). Pada subbab ini akan dibicarakan terlebih dahulu hasil
kali titik, sementara untuk hasil kali silang akan dibicarakan kemudian.
Definisi 3.3.1 Diberikan dua vektor di R2 yaitu a = (a1 , a2 )t dan b = (b1 , b2 )t . Hasil kali
titik (dot product)a dan b adalah
a · b = a1 b1 + a2 b2 .
Definisi 3.3.1 menyatakan hasil kali titik pada ruang vektor R2 . Sedangkan untuk definisi
hasil kali titik pada ruang vektor R3 diperoleh secara analog dengan menambahkan satu
komponen lagi, sebagai berikut:
a · b = a1 b1 + a2 b2 + a3 b3 ,
Contoh 3.3.2 1. Diberikan a = (1, −2)t dan b = (−3, 0)t . Hasil kali titik dari a dan b
adalah
a · b = 1.(−3) + (−2).0 = −3.
2. Diberikan a = (−2, 7, −3)t dan b = (3, 1, 4)t . Hasil kali titik dari a dan b adalah
Beberapa sifat yang dapat diturunkan dari definisi hasil kali titik di R2 dan R3 , seperti
tercantum dalam proposisi berikut.
48 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
Proposisi 3.3.3 Diberikan dua vektor di R2 (atau R3 ) yaitu a = (a1 , a2 )t dan b = (b1 , b2 )t .
Pernyataan-pernyataan berikut berlaku :
1. a · b = b · a.
2. a · a ≥ 0 dan a · a = 0 jika dan hanya jika a = 0.
3. (αa + βb) · c = αa · c + βb · c.
4. |a|2 = a · a.
Bukti. Bukti yang diberikan di bawah ini dilihat untuk vektor-vektor di R3 , adapun untuk
R2 merupakan kejadian khusus.
a · b = a1 b1 + a2 b2 + a3 b3
= b1 a1 + b2 a2 + b3 a3
= b · a.
a · a = a1 a1 + a2 a2 + a3 a3
Jika dua vektor a dan b dengan posisi masing-masing titik pangkalnya bertemu, maka akan
terbentuk sudut θ di antara dua vektor tersebut dengan 0 ≤ θ ≤ π. Kemudian dengan
3.4. SUDUT ANTARA DUA VEKTOR 49
Proposisi 3.4.1 Jika θ adalah sudut yang terbentuk dari dua vektor tak nol a dan b, maka
a · b = kakkbk cos θ.
Bukti. Akan dihitung terlebih dahulu ka−bk2 dengan dua cara kemudian hasilnya diband-
ingkan. Pertama akan dihitung menggunakan Aturan Cosinus pada sudut segitiga yang
terbentuk dari dua vektor tersebut.
ka − bk2 = (a − b) · (a − b)
= a·a−a·b−b·a+b·b
= kak2 − 2a · b + kbk2 .
Proposisi 3.4.1 menunjukkan kaitan antara sudut dua buah vektor dan hasil kali titik antara
keduanya. Kalau ditinjau kembali persamaan 3.2 akan diperoleh cara untuk menghitung
besar sudut yang terbentuk dari dua buah vektor sebagai berikut :
a·b
cos θ = . (3.3)
kakkbk
Contoh 3.4.2 Akan dicari sudut antara vektor-vektor berikut a = (−1, −2, 1)t dan b =
(2, 1, 1)t . Menggunakan Proposisi 3.4.1 dapat dihitung sudut yang terbentuk sebagai berikut
50 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
:
a·b
cos θ =
kakkbk
−1.2 + (−2).1 + 1.1
= √ √
1+4+1 4+1+1
−3
= √ √
6 6
−3 1
= =− .
6 2
2π
Untuk 0 ≤ θ ≤ π diperoleh θ = 3
= 120o .
Selanjutnya untuk mengetahui jenis-jenis sudut yang terbentuk dari dua vektor dapat dicek
dari syarat-syarat berikut :
Dua vektor dikatakan saling ortogonalatau saling tegak lurus jika sudut dua vektor tersebut
sama dengan π2 . Secara mudah dapat dibuktikan akibat berikut.
Akibat 3.4.3 Diberikan a dan b masing-masing vektor tak nol di R3 . Vektor a dan b
saling tegak lurus jika dan hanya jika a · b = 0.
Misalnya diberikan dua vektor a dan b dengan b 6= 0. Dari kondisi tersebut vektor a
dapat dinyatakan sebagai jumlahan dua vektor, yaitu
a = c1 + c2 (3.4)
dengan c1 sejajar dengan vektor b dan c2 tegak lurus dengan vektor b. Karena c1 sejajar
dengan b, maka c1 bisa dinyatakan sebagai kelipatan dari b atau dengan kata lain terdapat
skalar k sehingga
c1 = kb.
3.5. HASIL KALI SILANG DI R3 51
Dari persyaratan bahwa c2 tegak lurus dengan b dan dari persamaan 3.4 yang berarti
c2 = a − c1 , diperoleh
0 = c2 · b = (a − c1 ) · b
= (a − kb) · b = a · b − k(b · b)
= a · b − kkbk2 .
Contoh 3.4.4 Akan ditentukan proyeksi vektor va = (3, −1)t pada b = (−2, 3)t . Misalnya
c1 = proyb a, maka
· ¸ · ¸ · 18
¸
a·b 3.(−1) + (−2).3 −2 −9 −2
c1 = b= = = 13
−27 .
kbk2 4+9 3 13 3 13
Selain hasil kali titik dua buah vektor yang hasilnya berupa skalar, ada jenis perkalian
vektor yang lain yang menghasilkan vektor pula. Hasil kali ini hanya bisa didefinisikan
pada ruang vektor R3 .
Perhatikan bahwa vektor a × b merupakan vektor yang tegak lurus baik dengan a
maupun b. Hal ini dapat dengan mudah dibuktikan.
Contoh 3.5.1 Diberikan vektor-vektor di R3 sebagai berikut a = (2, 0, 1)t dan b = (−3, 4, 1)t .
Hasil kali silang dua vektor tersebut adalah
i j k −4
a × b = det 2 0 1 = −4i − (−1)j + 8k = 1 .
−3 4 1 8
Dari hasil tersebut dapat dibuktikan bahwa a × b tegak lurus dengan masing-masing a dan
b.
(e.) a × (b + c) = (a × b) + (a × c).
(f.) (b + c) × a = (b × a) + (c × a).
Bukti. Bukti dapat dilakukan dengan menggunakan definisi hasil kali titik dan hasil kali
silang.
sehingga
ka × bk = kakkbk sin θ.
Interpretasi geometris dari fakta ini adalah hasil kali silang dua buah vektor sama dengan
luas jajarangenjang yang terbentuk dari dua vektor tersebut.
3.6 Generalisasi ke Rn
Pada bab terdahulu sudah dibahas bagaimana definisi yang berlaku di R2 dapat diperluas
ke R3 dengan menambah satu komponen pada vektor-vektornya. Dengan pengertian yang
analog, beberapa definisi di R3 dapat pula diperumum ke R4 dan seterusnya, sehingga
secara umum dapat diperoleh perumuman definisi di Rn .
54 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
Sebelum membahas lebih lanjut tentang masalah ini terlebih dahulu diberikan definisi
Rn sebagai berikut :
x1
x2
Rn = { .. | xi ∈ R, i = 1, 2, . . . , n, n ∈ N}.
.
xn
Di dalam ruang vektor Rn suatu vektor a mempunyai n komponen yang dinotasikan dengan
a1
a2
a = .. atau a = (a1 , a2 , . . . , an )t .
.
an
Sifat operasi-operasi tersebut yang bisa dibuktikan ditulis dalam proposisi berikut ini.
3.6. GENERALISASI KE RN 55
(a.) a + b = b + a.
(b.) a + (−a) = 0.
(c.) a + 0 = 0 + a = a.
(d.) a + 0 = 0 + a = a.
Definisi 3.3.1 menyatakan hasil kali titik pada ruang vektor R2 . Sedangkan untuk definisi
hasil kali titik pada ruang vektor Rn diperoleh secara analog sebagai berikut:
a · b = a1 b1 + a2 b2 + · · · + an bn ,
Contoh 3.6.2 Diberikan a = (1, −2, 0, 0, 1)t dan b = (−2, −3, 2, 0, 1)t vektor-vektor di R5 .
Hasil kali titik dari a dan b adalah
Beberapa sifat yang dapat diturunkan dari definisi hasil kali titik di Rn tercantum dalam
proposisi berikut.
1. a · b = b · a.
3. (αa + βb) · c = αa · c + βb · c.
56 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
4. |a|2 = a · a.
Selanjutnya cara untuk menghitung besar sudut yang terbentuk dari dua buah vektor di
Rn analog dengan rumus 3.3 sebagai berikut :
a·b
cos θ = . (3.6)
kakkbk
Basis dan dimensi merupakan definisi yang penting dalam Rn pada umumnya. Pengertian
basis terkait erat dengan definisi-definisi berikut.
α1 s1 + α2 s2 + . . . + αk sk
untuk suatu α1 , α2 , . . . , αk di R.
a = α1 s1 + α2 s2 + . . . + αk sk .
Himpunan S tersebut dikatakan bebas linier jika untuk setiap skalar αi yang memenuhi
α1 s1 + α2 s2 + . . . + αk sk = 0
Jika ada himpunan yang bebas linier sekaligus membangun, maka himpunan tersebut
disebut basis .
3.7. BASIS DAN DIMENSI DI RN 57
Untuk mengetahui apakah vektor-vektor dalam suatu himpunan bersifat bebas linier
dapat dikembalikan ke masalah mencari solusi suatu sistem persamaan linier homogen.
Selain itu, untuk mengetahui apakah himpunan vektor-vektor membangun ruang vektornya
merupakan masalah mencari solusi dari suatu sistem persamaan linier. Untuk lebih jelasnya
akan diberikan beberapa contoh berikut.
α1 i + α2 j + α3 k = 0
1 0 0 0
α1 0 + α2 1 + α3 0 = 0
0 0 1 0
maka sama artinya dengan pernyataan berikut :
1 0 0 α1 0
0 1 0 α2 = 0 . (3.7)
0 0 1 α3 0
Dengan memandang persamaan 3.7 sebagai sistem persamaan linear homogen
dan dengan fakta bahwa matriks koefisiennya invertibel, maka sistem tersebut
hanya mempunyai solusi trivial, yaitu
α1 0
α2 = 0 .
α3 0
Jadi terbukti vektor-vektor i, j, k bebas linier.
58 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
e1 = i, e2 = j, e3 = k.
Dalam kasus umum, notasi vektor kolom ei di Rn mempunyai arti suatu vektor yang en-
trinya semua 0 kecuali entri ke-i.
Contoh 3.7.2 Dalam ruang vektor R4 akan dilihat apakah vektor-vektor berikut bebas
linier.
1 2 0 3
2 1 1 2
S = {
3 , 0
, ,
1 2
}
0 1 2 −1
Pertama dibentuk kombinasi linier berikut :
1 2 0 3 0
2 1 1 2 0
α1
3 + α2 0 + α3
+ α4
=
1 2 0
0 1 2 −1 0
yang sama artinya dengan kondisi berikut :
1 2 0 3 α1 0
2 1 1 2
α2 0
= .
3 0 1 2 α3 0
0 1 2 −1 α4 0
Bentuk eselon baris terseduksi dari matriks koefisien sistem persamaan linier tersebut
adalah
1 0 0 1
0 1 0 1
0 0 1 −1
0 0 0 0
Dari matriks tersebut terlihat bahwa tidak semua kolomnya memuat 1 utama, sehingga
kolom keempat dapat dinyatakan sebagai kombinasi linear dari kolom-kolom yang lain.
Jadi vektor-vektor penyusun matriks tersebut tidak bebas linier.
Contoh 3.7.3 Perhatikan kembali himpunan S dalam Contoh 3.7.2. Akan diselidiki apakah
1
−4
a=
3 ∈ span{S}.
5
3.7. BASIS DAN DIMENSI DI RN 59
Pengertian membangun dan bebas linier juga bisa diterapkan pada suatu himpunan
bagian Rn yang disebut ruang bagian. Definisinya adalah sebagai berikut.
Definisi 3.7.4 Himpunan bagian tak kosong T di Rn disebut ruang bagian jika memenuhi:
Terhadap sebarang ruang bagian T di Rn pengertian basis analog dengan pengertian basis
pada ruang vektor Rn .
60 BAB 3. RUANG VEKTOR R2 DAN R3
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi
pada bab ini adalah:
10. Menjelaskan dan membuktikan sifat-sifat vektor-vektor pembangun dalam suatu Ru-
ang Euclid;
11. Menjelaskan pengertian vektor-vektor bebas linear dalam suatu Ruang Euclid;
12. Menjelaskan dan membuktikan sifat-sifat vektor-vektor bebas linear dalam suatu Ru-
ang Euclid;
14. Menjelaskan dan membuktikan sifat-sifat basis dalam suatu Ruang Euclid.
Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah
sebagai berikut:
3.8. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 61
(a.) membangun R3 ;
(b.) bebas linear.
c1 u + c2 v + c3 w = (2, 0, 4).
S + T = Span(u1 , u2 , . . . , uk , v1 , v2 , . . . , vt ).
Bibliografi
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill
Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
63
64 BIBLIOGRAFI
Bab 4
Transformasi Linear
Dalam bab ini termuat Pokok Bahasan Transformasi Linear dengan Sub-pokok Bahasan
sebagai berikut :
T : R3 → R2
65
66 BAB 4. TRANSFORMASI LINEAR
dan
A(αx) = αA(x)
∀x, y ∈ R3 dan ∀α ∈ R. Sifat tersebut dapat ditulis dengan fungsi T sebagai berikut:
∀x, y ∈ R3 dan ∀α ∈ R berlaku
T (x + y) = T (x) + T (y)
dan
T (αx) = αT (x).
1. Peta dari jumlah dua buah vektor di R3 sama dengan jumlah dari masing-masing
petanya.
2. Peta dari hasil kali sebarang skalar dengan sebarang vektor di R3 sama dengan skalar
kali peta vektor tersebut.
1. T (x + y) = T (x) + T (y)
4.2. TRANSFORMASI LINEAR DARI RN KE RM 67
2. T (αx) = αT (x).
Dari definisi tersebut dan uraian pada latar belakang di atas, dapat disimpulkan bahwa
setiap matriks Am×n = [aij ] dengan komponen-komponen bilangan real akan mendefinisikan
transformasi linear T dari ruang vektor Rn ke ruang vektor Rm :
T : Rn → Rm
dengan definisi
T (x) = Ax
untuk semua x ∈ Rn .
1 −3 · ¸ 3 3
2
Contoh 4.2.2 Misalkan A = 3 5 , u = , b = 2 , dan c = 2 ,
−1
−1 7 −5 5
dan didefinisikan transformasi linear
T : R2 → R3
dengan definisi
1 −3 · ¸ x1 − 3x2
x1
T (x) = Ax = 3 5 = 3x1 + 5x2
x2
−1 7 −x1 + 7x2
untuk semua x ∈ R2 .
Pada proposisi berikut akan ditunjukkan bahwa jika T merupakan transformasi linear dari
Rn ke ruang vektor Rm , maka T tidak hanya mengawetkan operasi penjumlahan dan
perkalian skalar dengan vektor, tetapi juga mengawetkan vektor nol, mengawetkan negatif
dari vektor, serta mengawetkan kombinasi linear.
1. T (ORn ) = ORm
2. T (−x) = −T (x)
Selain itu juga dapat dibentuk Im(T ) yakni himpunan semua elemen y ∈ Rm yang mem-
punyai kawan di Rn , yakni
Dari sifat T (ORn ) = ORm jelas bahwa Ker(T ) 6= ∅ sebab ORn ∈ Ker(T ) dan Im(T ) 6= ∅
sebab ORm ∈ Im(T ).
4.3. RUANG NOL, RUANG BARIS DAN RUANG KOLOM 69
Perhatikan bahwa jika Am×n = [aij ] dengan komponen-komponen bilangan real dan didefin-
isikan transformasi linear T dari ruang vektor Rn ke ruang vektor Rm sebagai berikut
T : Rn → Rm
dengan definisi
T (x) = Ax
dimana Ki menotasikan kolom ke-i dari matriks A. Jadi nampak bahwa Image(A)
tidak lain adalah himpunan semua kombinasi linear dari kolom-kolom matriks
A, sehingga sering disebut sebagai Ruang Kolom matriks A yang dinotasikan
dengan RK(A) yang tidak lain adalah himpunan
(c.) Dengan cara yang sama kita dapat menghimpun semua kombinasi linear dari
semua baris-baris matriks A yakni himpunan
Berikut akan dibicarakan basis dari masing-masing subruang di atas dan teknik menghi-
tung basis dan dimensinya. Salah satu hal penting dari ruang kolom dan ruang baris suatu
matriks adalah mereka tidak berubah pada saat dilakukan operasi kolom atau operasi baris.
Hal tersebut dituangkapkan dalam lemma berikut:
Dengan Lemma 4.3.1 dapat disimpulkan basis dari RB(A) sama dengan basis dari RB(B)
dan basis dari RK(A) sama dengan basis dari RK(B). Dengan demikian dimensi dari
RB(A) sama dengan dimensi dari RB(B), dan dimensi dari RK(A) sama dengan dimensi
dari RK(B).
Nampak bahwa U tidak lain adalah RB(A) dengan matiks A adalah matriks
1 1 −2 4
2 5 4 −2 .
1 7 14 −16
Dengan menggunakan operasi baris elementer akan diperoleh
1 1 −2 4 1 1 −2 4
2 5 4 −2 ∼ 0 3 8 −10 ∼
1 7 14 −16 0 6 16 −20
1 1 −2 4 1 1 −2 4
0 3 8 −10 ∼ 0 1 8 −10
3 3
0 0 0 0 0 0 0 0
dari sini akan diperoleh bahwa himpunan
8 −10
{[1 1 − 2 4], [0 1 ]
3 3
merupakan basis dari RB(A) = U .
Contoh 4.3.3 Hitung basis dan dimensi ruang nol matriks berikut
1 −2 1 1
A = −1 2 0 1 .
2 −4 1 0
Jika X berada di ruang nol A maka X adalah solusi Sistem Persamaan Linear Homogem
AX = 0, dengan demikian X dapat diperoleh dengan menyelesaikan sistem persamaam
linear homogem AX = 0 yakni dengan menggunakan eliminasi Gauss.
1 −2 1 1 1 −2 1 1
A = −1 2 0 1 ∼ 0 0 1 2 ∼
2 −4 1 0 0 0 −1 −2
1 −2 0 −1
0 0 1 2
0 0 0 0
Dengan demikian akan diperoleh
x1 = 2s + t
dan
x3 = −2t
Sudah dibahas bahwa setiap transformasi linear Am×n akan mendefinikasn transformasi
linear dari Rn → Rm . Pertanyaan adalah apakah sebaliknya juga berlaku, yakni apakah
setiap transformasi linear dari Rn → Rm menentukan sutau matriks berukuran m × n
atas R? Untuk menjawab pertanyaan itu, mari kita lihat pertanyaan berikut pada contoh
berikut:
4.4. MATRIKS REPRESENTASI TRANSFORMASI LINEAR 73
¸ · ¸ ·
1 0
Contoh 4.4.1 Sudah diketahui bahwa B = {e1 = , e2 = } merupakan basis
0 1
dari R2 . Pertanyaannya adalah bisakah dibuat transformasi linear
T : R2 → R3
5 −3
sedemikian hingga T (e1 ) = −7 , T (e2 ) = 8 .
2 0
· ¸
x1
Mengingat setiap x = ∈ R2 dapat dinyatakan dengan
x2
x = x1 e 1 + x2 e 2
· ¸
£ ¤ x1
T (x) = T (e1 ) T (e2 ) = Ax
x2
Pembahasan pada contoh diatas menunjukkan sifat yang dinyatakan pada proposisi berikut:
T (x) = Ax, ∀x ∈ Rn
74 BAB 4. TRANSFORMASI LINEAR
x = x1 e1 + x2 e2 + · · · + xn en
1 0 0
0 1 0
dengan B = {e1 = .. , e2 = .. , · · · , en = .. }. Dengan sifat mengawetkan
. . .
0 0 1
kelinearan transformasi linear T diperoleh:
T (x) = T (x1 e1 + x2 e2 + · · · + xn en )
= x1 T (e1 ) + x2 T (e2 ) + · · · + xn T(en )
x1
£ ¤ x2
= T (e1 ) T (e2 ) · · · T (en ) .. = Ax
.
xn
Pembaca diminta untuk membuktikan ketunggalan matriks tersebut. Selanjutnya matriks
£ ¤
A= T (e1 ) T (e2 ) · · · T (en )
Matriks standar transformasi linear T tidak lain adalah matriks berukuran 3 × 2 dengan
kolom-kolomnya adalah T (e1 ) dan T (e2 ), yakni
£ ¤ 3 1
A = T (e1 ) T (e2 ) = 5 7
1 3
Pada bagian ini akan dibicarakan beberapa jenis transformasi linear dan ciri-ciri yang
terkait dengan matriks standarnya. Seperti diketahui bahwa jika T : Rn → Rm adalah
suatu pemetaan maka tidak harus semua elemen di Rm punya kawan di Rn . Jika y ∈ Rm
mempunyai kawan di Rm maka kawannya tunggal. Dari hal tersebut dapat didefinisikan
pengertian transformasi linear onto (pada atau surjektif) dan transformasi linear satu-satu
(injektif) seperti disajikan dalam definisi sebagai berikut:
1. T disebut transformasi linear pada (onto atau surjektif ) jika untuk setiap eleman di
Rm mempunyai kawan di Rn , yakni
Berikut ini adalah suatu sifat yang memberikan ciri-ciiri transformasi linear bersifat onto,
dan transformasi linear bersifat satu-satu.
76 BAB 4. TRANSFORMASI LINEAR
2. T merupakan pemetaan surjektif jika dan hanya jika setiap y ∈ Rm dapat dinyatakan
sebagai kombinasi linear kolom-kolom A.
3. T merupakan pemetaan injektif jika dan hanya jika T (x) = 0 hanya mempunyai
penyelesaian trivial
4. T merupakan pemetaan injektif jika dan hanya jika kolom-kolom dari A bebas linear.
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi
pada bab ini adalah:
Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah
sebagai berikut:
1 1 1
3
1. Diberikan basis dalam R sebagai berikut {u =
1 ,v =
1 ,w = 0 }.
1 0 0
Kemudian diketahui T : R3 → R3 adalah transformasi linear yang memenuhi
2 3 −1
T (u) = −1 , T (v) = 0 , T (u) = 5 .
4 1 1
4.6. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 77
x1 x1
(a.) Tentukan rumus umum untuk T ( x2 ) untuk sebarang x2 ∈ R3 .
x3 x3
3
(b.) Gunakan hasil pada (a) untuk menentukan T ( −2 ).
4
2. Diberikan transformasi linear T : R3 → R3 yang diwakili oleh matriks
1 3 4
3 4 7 .
−2 2 0
(a.) Carilah KerT .
(b.) Carilah ImT .
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill
Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
79
80 BIBLIOGRAFI
Bab 5
Dalam bab ini termuat Pokok Bahasan Transformasi Linear dengan Sub-pokok Bahasan
vektor karakteristik, nilai karakteristik dan diagonalisasi.
Sudah diketahui bahwa jika A adalah matriks bujur sangkar bertipe n×n dengan komponen-
komponennya adalah bilangan real dan 0 adalah vektor nol pada ruang Euclid Rn , maka
akan berlaku
A(0) = 0
yakni terdapat skalar 1 6= 0 sedemikian hingga A(0) = 1.0. Hal itu berakibat bahwa A(0)
dapat dinyatakan sebagai kelipatan dari 0. Hal ini menimbulkan pertanyaan apakah hal
tersebut berlaku juga untuk sebarang vektor tak nol di Rn ? Hal ini jelas tidak berlaku,
sebagai contoh, jika diambil matriks A berikut
µ ¶
1 6
A=
5 2
81
82 BAB 5. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
µ ¶
3
maka untuk vektor v = tidak ada skalar λ yang memenuhi A(v) = λ.v, sebab
µ ¶ µ ¶ −2
−9 3
Av = 6= λ
11 −2 µ ¶
6
Sementara itu untuk vektor u = untuk λ = −4 akan diperoleh Au = −4u
−5
Dari kenyataan tersebut berikut ini akan didefinisikan pengertian nilai eigen, vektor eigen
dan ruang eigen serta beberapa contoh manfaatnya.
(a.) Skalar λ disebut nilai eigen matriks A jika terdapat vektor tak nol v di Rn yang
memenuhi
A(v) = λ.v.
(b.) Selanjutnya, jika λ merpakan nilai eigen matriks A, maka vektor v di Rn yang
memenuhi
A(v) = λ.v.
Dari definisi di atas dapat disimpulkan beberapa hal berikut. Syarat agar skalar λ
merupakan nilai eigen matriks A adalah terdapat vektor tak nol v di Rn yang memenuhi
A(v) = λ.v.
Hal ini ekuivalen dengan mengatakan bahwa skalar λ merupakan nilai eigen matriks A jika
ada vektor tak nol v di Rn yang memenuhi
A(v) = λ.I.v.
A(v) − λ.I.v. = 0
5.2. NILAI EIGEN, VEKTOR EIGEN DAN RUANG EIGEN 83
yang ekivalen dengan mengatakan bahwa λ merupakan nilai eigen matriks A jika ada vektor
tak nol v di Rn yang memenuhi λ merupakan nilai eigen matriks A jika ada vektor tak nol
v di Rn yang memenuhi
(A − λ.I).v. = 0
hal ini bermakna bahwa syarat perlu dan cukup agar λ merupakan nilai eigen matriks A
adalah Sistem Persamaan Linear Homogen pada persamaan terakhir di atas mempunyai
solusi Non Trivial. Dari pembahasan pada Bab I, diperoleh sifat sebagai berikut:
Proposisi 5.2.2 Skalar λ merupakan nilai eigen matriks A jika dan hanya jika det(A −
λI) = 0.
Untuk suatu nilai eigen λ dari matriks A, dapat dihimpun semua vektor eigen dari
matriks A yang dinotasikan dengan
Jadi E(λ) tidak lain adalah himpunan solusi sistem persamaan linear homogen A−λ.I).v. =
0, dengan menggunakan syarat perlu dan cukup suatu subruang, dapat ditunjukan bahwa
E(λ) merupakan subruang dalam Rn .
dapat dihitung nilai eigen dari matriks A dengan langkah sebagai berikut:
84 BAB 5. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
Selanjutnya untuk nilai-nilai karakteristik tersebut akan dapat dihitung vektor-vektor karak-
teristiknya, sebagai berikut:
Pada teorema berikut disajikan sifat-sifat yang dapat dipakai untuk menghitung nilai eigen
dari suatu matriks dengan lebih mudah, dan njuga suatub teorema yang akan dipakai untuk
menunjukkan salah satu kegunaan dari nilai eigen dan vektor eigen.
Proposisi 5.2.5 Nilai eigen dari matriks diagonal adalah elemen-elemen dari diagonal
utamanya.
Bukti
Tanpa mengurangi keumuman bukti, untuk menyederhanakan akan dibuktikan untuk ma-
triks diagonal berukuran 3 × 3. Jika A adalah matriks diagonal berukuran 3 × 3, maka
A − λI mempunyai bentuk
a11 a12 a13 λ 0 0
A − λI = 0 a22 a23 − 0 λ 0
0 0 a33 0 0 λ
Proposisi 5.2.6 Jika v1 , v2 , · · · , vr adalah vektor eigen-vektor eigen dari nilai eigen -
nilai eigen yang berbeda λ1 , λ2 , · · · , λr , maka himpunan {v1 , v2 , · · · , vr } bebas linear.
dan
µ ¶µ ¶ µ ¶
3 5 0 52 0 53 0
D = =
0 3 0 32 0 33
secara umum akan diperoleh
µ ¶
k 5k 0
D =
0 3k
untuk sebarang bilangan bulat positif k.
Jika A = P DP −1 dengan P matriks invertibel dan D matriks diagonal akan diperoleh
Proposisi 5.3.1 (i) Matriks bertipe n × n dapat didiagonalkan jika dan hanya jika A
mempunyai n vektor eigen yang bebas linear.
(ii) Matriks A = P DP −1 dengan D matriks diagonal jika dan hanya jika kolom-kolom P
adalah vektor eigen vektor eigen yang bebas linaer dari A.
(iii) Matriks A dapat didiagonalkan jika dan hanya jika terdapat basis Rn yang anggota-
anggotanya merupakan vektor-vektor eigen A.
Bukti. Misalkan P adalah matriks yang kolom-kolomnya adalah {v1 , v2 , · · · , vn }, dan mis-
alkan λ1 , λ2 , · · · , λn adalah unsur-unsur diagonal matriks D, maka
yang berarti
Av1 = λ1 v1 , Av2 = λ2 v2 , · · · , Avn = λn vn
(a.) Tentukan nilai eigen matriks A. Dengan perhitungan yang sederhana akan diper-
oleh suku banyak karakteristik A adalah
(b.) Menentukan 3 vektor eigen yang bebas linear dari A. Diperlukan 3 vektor eigen
sebab matriks A bertipe 3 × 3. Dengan perhitungan-perhitungan terkait dengan
88 BAB 5. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
(d.) Bentuk matriks D yang komponen diagonalnya adalah nilai eigen dari matriks
A, yaitu
1 0 0
D = 0 −2 0 .
0 0 −2
Setelah ke empat langkah selesai, maka ada baiknya dilakukan pengecekan apakah benar
A = P DP −1 . Namun untuk menghindari perhitungan P −1 pengecekan dapat dilakukan
dengan menghitung apakah AP = P D. Dengan perhitungan sederhana dapat dicek bahwa
1 3 3 1 −1 −1 1 2 2
AP = −3 −5 −3 −1 1 0 = −1 −2 0
3 3 1 1 0 1 1 0 −2
dan
1 −1 −1 1 0 0 1 2 2
P D = −1 1 0 0 −2 0 = −1 −2 0
1 0 1 0 0 −2 1 0 −2
dengan demikian diperolah nilai eigen λ1 = 1, dan λ2 = λ3 = −2. Namun demikian vektor
eigen dari A untuk λ1 = 1 adalah
1
v1 = −1
1
sedangkan untuk nilai eigen λ2 = λ3 = −2 akan diperoleh vektor eigen
−1
v2 = 1
0
dan tidak ada lagi nilai eigen yang lain yang bebas linear dengan {v1 , v2 } sehingga tidak
mungkin kita mendapatkan basis R3 yang merupakan vektor eigen - vektor eigen matriks
A. Disimpulkan bahwa A tidak dapat didiagonalkan. Berikut ini dikemukakan proposisi
yang memebrikan syarat cukup agar suatu matriks A dapat didiagonalkan.
Proposisi 5.3.4 Jika matriks An×n mempunyai n nilai eigen yang berbeda, maka A dapat
didiagonalkan.
Bukti. Misalakn An×n mempunyai n nilai eigen yang berbeda, sebut λ1 , λ2 , · · · , λn dan
misalkan v1 , v2 , · · · , vn masing-masing adalah vektor eigen yang berkorespondensi dengan
nilai eigen tersebut. Maka menurut Proposisi 5.3.1 {v1 , v2 , · · · , vn } bebas linear di Rn .
Dengan demikian {v1 , v2 , · · · , vn } membentuk basis dalam {v1 , v2 , · · · , vn }Rn . Hal ini be-
rakibat bahwa A dapat didiagonalkan.
Mengingat A merupakan matriks segitiga atas, dengan mudah diperoleh nilai eigennya
adalah unsur-unsur diagonalnya yakni λ1 = 5, λ2 = 0, dan λ3 = −2 yang semuanya
berbeda. Dengan demikian menggunakan Proposisi 5.3.4, A dapat didiagonalkan.
90 BAB 5. NILAI EIGEN DAN VEKTOR EIGEN
Kompetensi yang diharapkan dari mahasiswa setelah mengikuti perkuliahan dengan materi
pada bab ini adalah:
Adapun contoh-contoh soal yang digunakan untuk menguji kompetensi mahasiswa adalah
sebagai berikut:
4. Hitunglah C n jika
3 −1 0
C = −1 2 −1 .
0 −1 3
5. Diketahui matriks persegi A yang berukuran n × n merupakan matriks invertibel.
Jika λ adalah nilai karakteristik matriks A, buktikan:
5.4. PENILAIAN PENGUASAAN MATERI 91
(a.) λ 6= 0,
[1] Anton, H. and Rorres, C., 2000, Elementary Linear Algebra, John Wiley and Sons Inc.
[2] DeFranza, J. and Gagliardi, D., 2009, Introduction to Linear ALgebra, McGraw-Hill
Int. Edition, Boston.
[3] Nicholson., W.K., 2001, Elementary Linear Algebra, McGrw-Hill Book Co., Toronto.
93