Oleh :
2016/16043043
Fakultas Ekonomi
2019
i
KATA PENGANTAR
Bismillaahirrahmaanirrahiim,
Puji syukur Penulis ucapkan atas limpahan rahmat dan karunia Allah SWT
sehingga Penulis bisa menyelesaikan laporan magang dengan judul Kebijakan
Direktorat Jenderal Pajak dalam Upaya Peningkatan Penerimaan Pajak
Dengan Kebijakan Pengampunan Pajak (Tax Amnesty). Laporan magang ini
disusun berdasarkan gambaran yang didapatkan setelah selesai melaksanakan
kegiatan magang keahlian di Direktorat Jenderal Pajak Kanwil DJP Sumatera
Barat dan Jambi selama empat puluh hari kerja, terhitung sejak tanggal 24 Juni
2019 sampai dengan 16 Agustus 2019.
1. Almarhumah Ibunda tercinta atas semua kenangan kasih sayang dan semua
harapan beliau yang tetap hidup, sehingga penulis tetap bisa tabah dan
bersemangat sehingga laporan ini bisa diselesaikan;
4. Bapak Fefri Indra Arza, SE, M.Sc.Ak. sebagai Ketua Jurusan Akuntansi
Fakultas Ekonomi Universitas Negeri Padang;
i
8. Kepada para sahabat, Husnaini Dwi Wanri, Dwiky Pramana, dan Fakhrur
Razi;
NIM : 16043033
ii
LEMBAR PENGESAHAN
BP/NIM : 2016/16043033
iii
Keahlian : Akuntansi
iv
DAFTAR ISI
Daftar Tabel...................................................................................................... vi
B. PERMASALAHAN ..................................................................................... 4
A. Kedudukan ........................................................................................ 7
B. Nilai-Nilai ......................................................................................... 8
v
D. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 20
A. Kesimpulan ............................................................................................. 25
B. Saran ....................................................................................................... 26
vi
DAFTAR GAMBAR
vii
viii
DAFTAR TABEL
ix
x
A. LATAR BELAKANG
1
Sebagai badan yang bertanggung jawab terhadap penerimaan pajak negara
dan juga bertanggung jawab untuk memenuhi target kontribusi pajak dalam
APBN setiap tahunnya, Ditjen Pajak harus memiliki kebijakan-kebijakan yang
terstruktur agar target tersebut terpenuhi. Seperti halnya pada tahun 2019 ini,
dilansir dari Liputan6.com, Robert Pakpahan selaku Direktur Jenderal Pajak
(Ditjen Pajak) Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengatakan bahwa
Pemerintah menargetkan penerimaan pajak dalam APBN 2019 sebesar Rp 1.577,6
triliun. Target tersebut meningkat sebesar 20,1% dari realisasi penerimaan pajak
pada 2018. Untuk memenuhi target ini dia mengatakan bahwa Ditjen Pajak telah
mengupayakan perbaikan-perbaikan khusus guna mencapai target penerimaan
pajak 2019 tersebut. Perbaikan tersebut antara lain seperti peningkatan mutu
manajemen sehingga objek pajak yang diawasi tepat sasaran. Tidak hanya itu,
beberapa lembaga telah digandeng Ditjen Pajak untuk meningkatkan pengawasan
seperti Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP), Badan Pemeriksa
Keuangan (BPK) serta Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) hingga yang terbaru
pada hari ini adalah Bursa Efek Indonesia (BEI).
2
Berbagai kebijakan yang telah dilakukan Ditjen Pajak bersama jajaran Unit
Kantor Operasionalnya menghasilkan realisasi penerimaan pajak sebagai berikut:
Rasio
Tahun Realisasi
Pertumbuhan
Dapat dilihat dari data yang disajikan oleh Kementrian Keuangan bahwa
setiap tahunnya realisasi penerimaan pajak rata-rata mengalami pertumbuhan, dan
rasio pertumbuhannya juga selalu bernilai positif dan berfluktuatif. Untuk
memenuhi target penerimaan pajak dalam APBN 2019 tersebut, dan atas semua
upaya yang telah dilakukan oleh Ditjen Pajak bersama unit jajaran Kantor
Operasionalnya pada tahun-tahun sebelumnya, penulis ingin mendeskripsikan
tentang kebijakan-kebijakan apa saja yang diterapkan untuk memenuhi target
penerimaan pajak dan untuk melihat apakah kebijakan tersebut sepenuhnya
berhasil dalam memenuhi target penerimaan pajak dalam RAPBN. Oleh karena
itu, penulis akan menuangkan deskripsi kebijakan Ditjen Pajak dalam upaya
penerimaan pajak tersebut pada laporan magang yang berjudul Analisis
Kebijakan Direktorat Jenderal Pajak dalam Upaya Peningkatan Penerimaan
Pajak.
3
B. PERMASALAHAN
(Sumber:https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-4309946/penerim
aan-pajak-tak-pernah-tercapai-sejak -2013-begini-datanya)
4
penerimaan pajak yaitu menyumbang sebesar 70% untuk total RAPBN. Kebijakan
yang dilakukan oleh Ditjen Pajak untuk menggenjot penerimaan pajak juga sangat
beragam. Bahkan baru -baru ini Indonesia dihebohkan dengan kebijakan pajak
Tax Amnesti. Lalu juga telah dijalankan kebijakan perpajakan yang bernama
Sunset Policy jilid 1 dan jilid 2. Tidak hanya itu, bahkan kebijakan Extra Effort
juga dilakukan agar penerimaan pajak mencapai target selain dari kebijakn
Voluntary Payment yang sudah ada. Kebijakan lain juga sudah dilakukan oleh
Ditjen Pajak untuk memenuhi penerimaan pajak Negara. Seperti halnya untuk
rencana penerimaan pajak tahun 2019 ini, kebijakan yang dilakukan adalah :
5
No Kebijakan yang Akan Ditempuh
1 Penguatan fungsi pelayanan (tax service) dalam rangka mendorong
terciptanya kepatuhan Wajib Pajak secara sukarela
2 Peningkatan efektivitas pengawasan dalam rangka meningkatkan kepatuhan
Wajib Pajak antara lain melalui implementasi Automatic Exchange of
Information (AEoI)
3 Ekstensifikasi dan peningkatan pengawasan sebagai tindak lanjut pasca
program tax amnesty
4 Peningkatan efektivitas fungsi ekstensifikasi melalui pendekatan
end-to-end, antara lain penanganan sektor informal (UMKM) melalui
pendekatan Bussiness Development Services (BDS)
5 Pelaksanaan penegakan hukum (law enforcement) secara berkeadilan
6 Melanjutkan reformasi perpajakan secara komprehensif baik menyangkut
SDM, peraturan perpajakan, teknologi informasi, maupun penyempurnaan
bisnis
Sumber: Nota Keuangan & RAPBN 2019
Walaupun sudah ditetapkan secara jelas kebijakan apa yang akan ditempuh
untuk tahun pajak 2019 ini, target penerimaan pajak sampai Juli 2019 baru
berjumlah Rp707,06 triliun (44,82%) atau hanya tumbuh 2,9% year-on-year.
Kerjasama dari berbagai pihak sangat dibutuhkan untuk mewujudkan penerimaan
pajak ini. Apalagi dengan sistem pemungutan pajak Self Assessment System yang
dianut oleh Indonesia, pengawasan kepada rakyat harus sangat diutamakan agar
rakyat melakukan kewajiban perpajakannya seperti yang seharusnya. Maka
dengan adanya fenomena ini perlu dianalisa lebih jauh, apakah kebijakan dari
Ditjen Pajak belum mampu mengoptimalkan penerimaan pajak atau memang ada
faktor lain yang membuat penerimaan pajak belum optimal walaupun kebijakan
yang ada sudah memadai.
6
C. KAJIAN TEORI
a. Kedudukan
7
b. Nilai-Nilai
8
c. Tugas dan Fungsi
9
Organisasi DJP terbagi atas unit kantor pusat dan unit kantor operasional.
Kantor pusat terdiri atas Sekretariat Direktorat Jenderal, direktorat, dan jabatan
tenaga pengkaji. Unit kantor operasional terdiri atas Kantor Wilayah DJP (Kanwil
DJP), Kantor Pelayanan Pajak (KPP), Kantor Pelayanan, Penyuluhan, dan
Konsultasi Perpajakan (KP2KP), dan Pusat Pengolahan Data dan Dokumen
Perpajakan (PPDDP). Organisasi DJP, dengan jumlah kantor operasional lebih
dari 500 unit dan jumlah pegawai lebih dari 42.000 orang yang tersebar di seluruh
penjuru nusantara, merupakan salah satu organisasi besar yang ada dalam
lingkungan Kementerian Keuangan. Segenap sumber daya yang ada tersebut
diberdayakan untuk melaksanakan pengamanan penerimaan pajak yang beban
setiap tahunnya semakin berat.
10
5. Direktorat Intelijen Perpajakan
Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
intelijen perpajakan.
11
14. Direktorat Perpajakan Internasional
Merumuskan serta melaksanakan kebijakan dan standardisasi teknis di bidang
perpajakan internasional.
18. Tenaga Pengkaji Bidang Pembinaan & Penertiban SDM Sumber Daya
Manusia.
Mengkaji dan menelaah masalah di bidang pembinaan dan penertiban sumber
daya manusia, serta memberikan penalaran pemecahan konsepsional secara
keahlian.
1. Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP Jakarta Khusus yang
berlokasi di Jakarta; dan
12
2. Kanwil DJP selain Kanwil DJP Wajib Pajak Besar dan Kanwil DJP
Jakarta Khusus yang lokasinya tersebar di seluruh wilayah Indonesia.
Jumlah Kanwil DJP sebanyak 34 unit.
2. Penilaian/Evaluasi Kebijakan
13
a) Menurut Ealau dan Pewitt (1973) kebijakan adalah sebuah ketetapan
yang berlaku, dicirikan oleh perilaku yang konsisten dan berulang baik
dari yang membuat atau yang melaksanakan kebijakan tersebut.
14
Terdapat beberapa teori yang menjelaskan atau memberikan justifikasi
pemberian hak kepada negara untuk memungut pajak. Teori-teori tersebut antara
lain:
a. Teori Asuransi
b. Teori Kepentingan
Beban pajak untuk semua orang harus sama beratnya, artinya pajak harus
dibayar sesuai dengan daya pikul masing-masing orang. Untuk mengukur
daya pikul dapat digunakan dua pendekatan, yaitu:
d. Teori Bakti
15
untuk rumah tangga negara. Salnjutnya negara akan menyalurkannya
kembali ke masyarakat dalam bentuk pemeliharaan kesejahteraan
masyarakat. Dengan demikian kepentingan seluruh masyarakat lebih
diutamakan.
a. Tax Amnesty
16
dengan cara mengungkap Harta dan membayar Uang Tebusan sebagaimana diatur
dalam Undang-Undang ini. Pengampunan Pajak dilaksanakan berdasarkan asas:
a. kepastian hukum;
b. keadilan;
c. kemanfaatan; dan
d. kepentingan nasional.
b. Sunset Policy
17
kewenangan kepada Direktorat Jenderal Pajak untuk menghimpun data
perpajakan dan mewajibkan instansi pemerintah, lembaga, asosiasi dan pihak
lainnya untuk memberikan data kepada Direktorat Jenderal Pajak. Ketentuan ini
memungkinkan Direktorat Jenderal Pajak mengetahui ketidakbenaran pemenuhan
kewajiban perpajakan yang telah dilaksanakan oleh masyarakat. Untuk
menghindarkan masyarakat dari pengenaan sanksi perpajakan yang timbul apabila
masyarakat tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya secara benar, Direktorat
Jenderal Pajak pada tahun 2008 ini memberikan kesempatan seluas-luasnya
kepada masyarakat untuk mulai memenuhi kewajiban perpajakannya secara
sukarela dan melaksanakannya dengan benar.
Orang Pribadi yang belum memiliki Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP),
yang dalam tahun 2008 secara sukarela mendaftarkan diri untuk
memperoleh NPWP dan menyampaikan SPT Tahunan PPh untuk tahun
pajak 2007 dan tahun-tahun pajak sebelumnya paling lambat 31 Maret
2009.
Wajib Pajak Orang Pribadi dan Badan yang telah memiliki NPWP
sebelum tahun 2008, yang menyampaikan pembetulan SPT Tahunan PPh
Tahun Pajak 2006 dan tahun-tahun pajak sebelumnya untuk melaporkan
penghasilan yang belum diperhitungkan dalam pelaporan SPT Tahunan
PPh yang telah disampaikan.
c. Extra Effort
Extra Effort adalah usaha ekstra untuk mencari penerimaan pajak di luar
penerimaan pajak rutin agar tercapai terget penerimaan pajak. Bentuk kegiatannya
adalah penggalian potensi. Strategi penggalian potensi perpajakan antara lain
dilakukan sebagai berikut:
1. Mapping
18
dan lain-lain. Hasil dari mapping inilah yang kemudian dijadikan acuan untuk
menentukan skala prioritas terhadap kegiatan penggalian potensi dan untuk
menentukan program kerja agar potensi tersebut dapat terealisasi. Mapping untuk
menentukan skala prioritas akan mengelompokkan wajib pajak didasarkan kepada
jumlah pembayaran pajaknya, sehingga didapat wajib pajak 100 besar, 400 besar,
dan 1500 besar. Prioritas tersebut digunakan karena wajib pajak besar mempunyai
proporsi yang sangat signifikan terhadap total penerimaan pajak. Mapping
berdasarkan sektoral/jenis usaha wajib pajak juga sangat penting digunakan. Dari
hasil mapping ini kita akan mendapat sektor dominan apa yang sangat
berpengaruh dalam jalannya roda perekonomian di suatu daerah, contoh sektor
besar misalnya wajib pajak pertambangan batubara, industri & perkebunan kelapa
sawit, real estate, jasa profesi, otomotif, lembaga keuangan, bendaharawan
pemerintah.
2. Profiling
3. Benchmarking Ratio
19
c. Ada keterkaitan antar rasio benchmark
Wajib Pajak yang kinerja keuangannya dibawah angka benchmark tidak selalu
berarti bahwa wajib pajak tersebut tidak melaksanakan kewajiban perpajakannya
dengan benar. Perlu diagnosa yang lebih mendalam untuk dapat menentukan
wajib pajak tersebut benar-benar tidak patuh atau terdapat faktor-faktor lain yang
menyebabkan wajib pajak memiliki kinerja keuangan yang berbeda dengan
benchmark.
d. Voluntary Payment
20
D. HASIL DAN PEMBAHASAN
21
Untuk mengukur kinerja penerimaan perpajakan suatu negara bisa dilihat dari
Tax Gap. Tax gap merupakan selisih antara jumlah potensi pajak yang dapat
dipungut (taxes owed) dengan jumlah realisasi penerimaan pajak (taxes paid). Tax
gap menunjukkan potensi penerimaan yang belum berhasil direalisasikan oleh
otoritas pajak suatu negara. Dengan memakai tax gap, kinerja otoritas pajak suatu
negara diukur dengan kemampuannya mengumpulkan penerimaan pajak
dibandingkan dengan yang seharusnya dikumpulkan. Ukurannya adalah seberapa
mampu otoritas pajak suatu negara membuat para pembayar pajaknya patuh
melaksanakan kewajiban pajaknya sesuai dengan ketentuan perpajakan yang
berlaku.
Tax Amnesty adalah salah satu kebijakan yang pernah diterapkan dalam
perpajakan Indonesia. Tax Amnesty menjadi sarana bagi pemerintah untuk
meningkatkan pendapatan dari pajak serta kepatuhan wajib pajak guna
memperkecil tax gap itu sendiri. Di dunia, ada beberapa negara yang pernah
menerapkan tax amnesty selain Indonesia di antaranya Australia, Belgia, Kanada,
Jerman, Yunani, Italia, Portugal, Rusia, Afrika Selatan, Spanyol, dan Amerika
Serikat. Tax Amnesty dilakukan untuk menarik “uang” dari para wajib pajak yang
disinyalir menyimpan secara rahasia di negara-negara bebas pajak. Dengan
tersimpannya “uang” di negara-negara bebas pajak tersebut, hilang pula potensi
penerimaan negara dari pajak. Oleh karena itu, untuk menarik hati para wajib
pajak, pemerintah menerapkan program tax amnesty dengan harapan para wajib
pajak yang menyimpang “uang” mereka di luar negeri dapat mengalihkan
simpanannya ke dalam negeri. Dengan demikian, pemasukan negara dari pajak
dapat meningkat dan dapat berkontribusi secara siginfikan terhadap pembangunan
ekonomi dalam negeri.
Tax amnesty adalah kesempatan bagi wajib pajak untuk membayar pajak
dengan jumlah tertentu termasuk penghapusan bunga dan dendanya tanpa takut
akan dipidana. Pemerintah memberikan beberapa kemudahan kepada wajib pajak
yang ingin mengikuti program tax amnesty. Kemudahan-kemudahan yang
diberikan berupa tarif pajak yang rendah dan beberapa fasilitas seperti:
22
1. Dihapuskannya sanksi administratif;
2. Ditiadakannya pemeriksaan pajak untuk penindakan dengan tujuan pidana;
3. Penghapusan segala pajak-pajak yang terutang;
4. Penghentian pemeriksaan pajak bagi yang sedang diperiksa;
5. Tidak dikenakannya PPh Final untuk pengalihan harta berupa saham,
bangunan, atau tanah.
Khusus bagi wajib pajak yang menyimpan hartanya di negara lain, mereka harus
merepatriasi hartanya atau menyalurkan hartanya yang selama ini tersimpan di
luar untuk diinvestasikan di Indonesia selama tiga tahun. Investasi tersebut dapat
berbentuk obligasi BUMN, investasi keuangan pada bank dalam negeri, obligasi
perusahaan-perusahaan dalam negeri, kerjasama dengan pemerintah atau badan
usaha sebagai investasi pada pembangunan infrastruktur, obligasi lembaga
pembiayaan pemerintah, dan investasi lain yang sesuai dengan ketentuan
perundang-undangan. Intinya, mereka diwajibkan untuk berinvestasi pada
saluran-saluran sah yang telah disediakan pemerintah. Selain itu, setelah surat
keterangan atas harta-harta itu terbit, wajib pajak selama 3 tahun tidak
diperbolehkan menginvestasikan kembali hartanya ke luar negeri. Tax amnesty di
Indonesia dilakukan melalui tiga periode. Periode pertama tax amnesty
berlangsung dari 28 Juni 2016 sampai 30 September 2016, dilanjutkan periode
kedua yang mulai dari 1 Oktober 2016 sampai 31 Desember 2016. Periode ketiga
dan terakhir dari kebijakan ini berlangsung pada 1 Januari 2017 sampai 31 Maret
2017.
23
dalam negeri, dan repatriasi Rp146,6 triliun. Namun diakui Menkeu, jika dilihat
dari jumlah peserta yang ikut tax amnesty sebanyak 974.058 pelaporan SPH
(Surat Pernyataan Harta), dari 921.744 wajib pajak, jumlah tersebut masih kecil
dibandingkan dengan potensi wajib pajak di tanah air.
Sunset policy pertama kali diberlakukan di Indonesia pada tahun 2018, yang
dilaksanakan dari bulan Januari sampai dengan Desember 2008, dan diperpanjang
hingga Februari 2009. Realisasi pajak pada pelaksanaan sunset policy mencapai
24
571,1 triliun, yaitu 108% melebihi target penerimaan. Selanjutnya pada tahun
2015 kebijakan sunset policy kembali dijalankan. Yang menjadi konsep dasar
sunset policy adalah prinsip Self Assessment, yaitu Wajib Pajak mendaftarkan diri,
menghitung, memperhitungkan, menyetor, dan melaporkan sendiri pajak yang
terutang. Dengan kata lain pemerintah dalam hal ini aparat pajak tidak lagi
menetapkan jumlah pajak terutang, tetapi berfungsi untuk melakukan pembinaan,
sosialisasi, penelitian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kewajiban
perpajakan. Hal ini dimaksudkan agar dapat menggerakkan peran serta semua
lapisan subjek pajak dalam meningkatkan penerimaan dalam negeri. Untuk itu
Wajib Pajak diberi kemudahan-kemudahan dalam memenuhi kewajiban
perpajakannya. Sunset Policy di sini hadir sebagai fasilitas/kemudahan yang
diberikan kepada Wajib Pajak/Subjek Pajak untuk memenuhi kewajiban
perpajakannya.
Akan tetapi, prinsip self assessment ini sendiri menjadi boomerang bagi
pelaksanaan perpajakan di Indonesia. Karena dengan kebebasan yang diberikan
kepada rakyat untuk melakukan kewajiban perpajakannya sendiri, pemerintah
tidak bisa sepenuhnya mengontrol aktifitas perpajakan rakyatnya sehingga risiko
terjadinya kecurangan cukup besar. Selain itu, pelaksanaan sunset policy yang
lebih dari satu kali mengindikasikan tidak tercapainya target penerimaan pajak
seperti yang telah dianggarkan oleh pemerintah bersama dengan Direktorat
Jenderal Pajak. Hal ini juga mengindikasikan bahwa tingkat kesadaran rakyat
terhadap kewajiban perpajakannya masih dikategorikan cukup rendah, walaupun
segala sesuatunya tentang perpajakan itu sendiri telah diatur dalam
Undang-Undang.
25
untuk mengejar target penerimaan pajak tahun 2019. Salah satu penekanan
otoritas pajak terkait hal itu yakni dengan peningkatan aktivitas extra effort.
Peningkatan aktivitas ini perlu dilakukan karena kinerja extra effort utama belum
cukup baik. Effort di pengawasan misalnya tercatat tumbuh negatif 28,8% dan
secara total effort juga negatif 15,5%. Oleh karena itu, otoritas pajak telah
membentuk satuan tugas atau task force yang bertugas menganalisa dan
mengevaluasi tindak lanjut pelaksanaan optimalisasi data rekening keuangan yang
sebelumnya telah diteliti dan diidentifikasi. Dikutip dari CNN Indonesia, Robert
Pakpahan selaku Ditjen Pajak mengatakan bahwa Voluntary payment dan effort
sektor tambang dan sawit minus 10,11 persen. Hal tersebut menjadi salah satu
penyebab lemahnya pergerakan perpajakan di tahun 2019 ini.
26
Kesimpulan
Kinerja Direktorat Jenderal Pajak (DJP) dinilai dari 2 hal, yaitu Realisasi
Penerimaan Pajak dan Tingkat Kepatuhan Wajib Pajak. Agar hasil kinerja
tersebut dapat terwujud dengan baik, DJP melakukan tiga macam fungsi, yaitu
pelayanan, pengawasan, dan penegakan hukum (law enforcement), dimana ketiga
fungsi tersebut akan saling mendukung dan mempengaruhi target kinerja yang
akan dicapai. Penerimaan dari Pajak merupakan tumpuan Pemerintah untuk
Penerimaan Negara. Dari tahun ke tahun, Pemerintah pasti selalu menaikkan
target penerimaan pajak untuk memperkecil angka tax gap. Potensi-potensi pajak
masih besar dan banyak yang belum terealisasikan. Hal inilah yang menjadi tugas
dan tantangan bagi DJP, bagaimana cara untuk meningkatkan penerimaan pajak
dengan terus mencari, menggali, dan merealisasikan potensi-potensi pajak yang
masih tersembunyi dan belum optimal. Realisasi penerimaan pajak diperoleh dari
pembayaran rutin masa (bulanan), hasil himbauan, hasil pemeriksaan, hasil
penagihan utang pajak, serta hasil ekstensifikasi, dimana proporsi sumber
penerimaan yang paling besar adalah dari pembayaran rutin dan hasil himbauan.
Untuk mengamankan pembayaran rutin dari Wajib Pajak diperlukan pengawasan
ketat, sementara himbauan dilakukan untuk menggali potensi pajak yang bisa
direalisasikan. Dua pekerjaan inilah yang menjadi tugas utama seorang Account
Representativ di Kantor Pelayanan Pajak.
27
rakyat dalam perpajakan juga disebabkan oleh hal-hal seperti apa yang didapat
dari hasil penelitian Jaime V.caro di Chile, Amerika Latin yang berjudul “why I
don’t pay my tax”, yaitu:
Asumsi-asumsi diatas bisa menjadi faktor yang sangat relevan kenapa realisasi
penerimaan pajak di Indonesia tidak mencapai target yang diharapkan.
Saran
28
3. Bagi masyarakat Indonesia, diharapkan untuk tidak berpersepsi buruk
terhadap pemerintah dalam megelola pajak.
F. DAFTAR BACAAN
(https://www.pajak.go.id/)
https://setkab.go.id/realisasi-tax-amnesty-menkeu-tebusan-rp130-triliun-deklarasi-
rp4-8134-triliun-dan-repatriasi-rp146-triliun/
https://www.online-pajak.com/tax-amnesty-dan-tujuannya-di-indonesia
https://www.cnnindonesia.com/ekonomi/20190827102723-532-424925/lesu-pene
rimaan-perpajakan-baru-capai-45-persen
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/148-artikel-bea-dan-cukai/23276-
voluntary-declaration-harapan-dan-tantangan-dalam-penghitungan-bea-masuk
https://www.kemenkeu.go.id/publikasi/berita/mengenal-rasio-pajak-indonesia/
29
https://bppk.kemenkeu.go.id/id/publikasi/artikel/167-artikel-pajak/12589-memaha
mi-sunset-policy-dalam-undang-undang-kup Oleh: Agus Suharsono (Widyaiswara
Madya Pusdiklat Pajak)
https://www.academia.edu/7299556/Sunset_Policy
https://www.kemenkeu.go.id
https://www.liputan6.com/
30