Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN PADA KLIEN DENGAN

RESIKO BUNUH DIRI


DI RUMAH SAKIT JIWA Prof. Dr. SOEROJO MAGELANG

Disusun Oleh :

Nunung Wardiyah Aminy


183203004

PROGRAM STUDI PROFESI NERS ANGKATAN XIII

FAKULTAS KESEHATAN UNIVERSITAS

JENDERAL ACHMAD YANI

YOGYAKARTA

2019

Jl. Ringroad Barat, Ambarketawang, Gamping, Sleman Yogyakarta

Telp (0274) 4342000

LEMBAR PENGESAHAN
Telah disetujui pada
Hari :
Tanggal :

Pembimbing Akademik Pembimbing Klinik Mahasiswa

( ) ( ) ( )

A. PENGERTIAN
Bunuh diri adalah segala perbuatan dengan tujuan membinasakan diri
sendiri dan yang dengan sengaja dilakukan oleh seseorang yang tahu akan
akibatnya yang mungkin pada waktu yang singkat (Fitria, 2009).
Pada umumnya tindakan bunuh diri merupakan cara ekspresi orang yang
penuh stress. Perilaku bunuh diri berkembang dalam rentang diantaranya:
1. Suicidal ideation, Pada tahap ini merupakan proses contemplasi dari
suicide, atau sebuah metoda yang digunakan tanpa melakukan aksi/
tindakan, bahkan klien pada tahap ini tidak akan mengungkapkan idenya
apabila tidak ditekan. Walaupun demikian, perawat perlu menyadari bahwa
pasien pada tahap ini memiliki pikiran tentang keinginan untuk mati
2. Suicidal intent, Pada tahap ini klien mulai berpikir dan sudah melakukan
perencanaan yang konkrit untuk melakukan bunuh diri,
3. Suicidal threat, Pada tahap ini klien mengekspresikan adanya keinginan
dan hasrat yang dalam , bahkan ancaman untuk mengakhiri hidupnya .
4. Suicidal gesture, Pada tahap ini klien menunjukkan perilaku destruktif
yang diarahkan pada diri sendiri yang bertujuan tidak hanya mengancam
kehidupannya tetapi sudah pada percobaan untuk melakukan bunuh diri.
Tindakan yang dilakukan pada fase ini pada umumnya tidak mematikan,
misalnya meminum beberapa pil atau menyayat pembuluh darah pada
lengannya. Hal ini terjadi karena individu memahami ambivalen antara
mati dan hidup dan tidak berencana untuk mati. Individu ini masih
memiliki kemauan untuk hidup, ingin di selamatkan, dan individu ini
sedang mengalami konflik mental. Tahap ini sering di namakan “Crying
for help” sebab individu ini sedang berjuang dengan stress yang tidak
mampu di selesaikan.
5. Suicidal attempt, Pada tahap ini perilaku destruktif klien yang mempunyai
indikasi individu ingin mati dan tidak mau diselamatkan misalnya minum
obat yang mematikan . walaupun demikian banyak individu masih
mengalami ambivalen akan kehidupannya.
6. Suicide. Tindakan yang bermaksud membunuh diri sendiri . hal ini telah
didahului oleh beberapa percobaan bunuh diri sebelumnya. 30% orang
yang berhasil melakukan bunuh diri adalah orang yang pernah melakukan
percobaan bunuh diri sebelumnya. Suicide ini yakini merupakan hasil dari
individu yang tidak punya pilihan untuk mengatasi kesedihan yang
mendalam (Shives, 2008) .

Penyebab Bunuh Diri :


1. Faktor genetic dan teori biologi
Factor genetic mempengaruhi terjadinya resiko bunuh diri pada
keturunannya. Disamping itu adanya penurunan serotonin dapat
menyebabkan depresi yang berkontribusi terjadinya resiko buuh diri.
2. Teori Sosiologi
Emile Durkheim membagi suicide dalam 3 kategori yaitu : Egoistik (orang
yang tidak terintegrasi pada kelompok sosial) , atruistik (Melakukan
suicide untuk kebaikan masyarakat) dan anomic ( suicide karena kesulitan
dalam berhubungan dengan orang lain dan beradaptasi dengan stressor).
3. Teori Psikologi
Sigmund Freud dan Karl Menninger meyakini bahwa bunuh diri
merupakan hasil dari marah yang diarahkan pada diri sendiri.
4. Penyebab lain
a. Adanya harapan untuk reuni dan fantasy.
b. Merupakan jalan untuk mengakhiri keputusasaan dan ketidakberdayaan.
c. Tangisan untuk minta bantuan.
d. Sebuah tindakan untuk menyelamatkan muka dan mencari kehidupan
yang lebih baik.

B. RENTANG RESPON PROTEKSI BUNUH DIRI


Rentang respon protektif diri mempunyai peningkatan diri sebagai respon
paling adaptif, sedangkan perilaku dekstruktif diri tidak langsung
pencederaan diri dan bunuh diri merupakan respon maladaptif.
Rentang Respon “Self-Protective” Stuart (2010)

Respon Adaptif Respon Maladaptif

Menghargai Berani ambil Tingkah laku Merusak diri


Bunuh diri
diri atau resiko dalam merusak diri
meningkatkanmengembangka secara tidak
diri n diri langsung
Gambar 1. Rentang Respon Bunuh Diri

Respon Adaptif Respon Maladaptif


Harapan : Putus Harapan :
 Yakin  Tidak berdaya
 Percaya  Putus asa
 Inspirasi  Apatis
 Tetap hati  Gagal dan kehilangan
 Ragu-ragu
 Sedih
 Depresi
 Bunuh diri

Individu putus harapan menunjukkan perilaku yang tidak berdaya, putus


asa, apatis, kehilangan, ragu-ragu, sedih, depresi, serta yang paling berat
adalah bunuh diri.
Ketidakberdayaan, keputusasaan, apatis. Individu tidak berhasil
memecahkan masalah akan meninggalkan masalah, karena merasa tidak
mampu, seolah-olah koping yang biasa bermanfaat sudah tidak berguna lagi.
Harga diri rendah, apatis, dan tidak mampu mengembangkan koping serta
yakin tidak ada yang membantu.
Depresi. Dapat dicetuskan oleh rasa bersalah atau kehilangan yang
ditandai dengan kesedihan dan rendah diri. Banyak teori yang menjelaskan
tentang depresi dan semua sepakat keadaan depresi merupakan indikasi
terjadinya bunuh diri. Individu berfikir tentang bunuh diri pada waktu depresi
berat, namun tidak mempunyai tenaga untuk melakukannya. Biasanya bunuh
diri terjadi pada saat individu keluar dari keadaan depresi berat.

C. FAKTOR PREDISPOSISI
Teori tingkah laku memberi kesan bahwa melukai diri adalah dipelajari
dan diperoleh dalam masa kanak-kanak atau dewasa, perbedaannya teori
psikologi memfokuskan pada kerusakan yang penting dalam awal
perkembangan ego, ini memberi kesan bahwa melukai diri mulai tumbuh
pada trauma awal hubungan interpersonal. Dan kecemasan yang tidak diatasi
bisa menimbulkan kelanjutan episode tingkah laku melukai diri (Stuart,
2010).
Teori interpersonal mengemukakan bahwa melukai diri mungkin sebagai
hasil dari interaksi antara perasaan kehilangan, bersalah pada waktu kecil dan
perasaan tidak berharga. Perilaku menyimpang atau incest mungkin menjadi
presipitasi dari tingkah laku merusak diri jika mempunyai persepsi yang
negatif (Stuart, 2010).
Faktor predisposisi lain berhubungan dengan tingkah laku merusak diri
termasuk di dalamnya adalah :
1. Ketidakmampuan mengkomunikasikan kebutuhannya dan mengungkapkan
perasaannya
2. Perasaan bersalah
3. Depresi dan depersonalisasi serta fluktuasi emosi
Lima dominan faktor predisposisi yang menunjang pemahaman prilaku
destruktif diri sepanjang siklus kehidupan adalah :
1. Diagnosis Psikiatri : lebih dari 90 % orang dewasa yang mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri mengalami gangguan jiwa. Tiga gangguan
jiwa yang membuat individu beresiko untuk bunuh diri yaitu gangguan
alam perasaan, penyalahgunaan zat, dan skizofrenia
2. Sifat kepribadiaan :tiga aspek kepribadian yang berkaitan erat dengan
peningkatan resiko bunuh diri adalah rasa bermusuhan, impulsif, dan
depresi.
3. Lingkungan psikososial : baru mengalami kehilangan, perpisahan atau
perceraian, kehilangan yang dini, dan berkurangnya dukungan sosial
merupakan faktor penting yang berhubungan dengan bunuh diri.
4. Riwayat keluarga : Riwayat keluarga yang pernah melakukan bunuh diri
merupakan faktor resiko penting untuk prilaku destruktif diri
5. Faktor Biokimia : Data menunjukkan bahwa proses yang dimediasi
serotonin, opiat , dan dopamin dapat menimbukan prilaku destruktif diri.

D. FAKTOR PRESIPITASI
1. Perasaan stress yang berkelanjutan/berlimpah
2. Ansietas
3. Kehilangan kemampuan penilaian terhadap diri sendiri
4. Kehilangan harga diri
5. Isolasi sosial : menarik diri
6. Struktur sosial, Durkheim cit. Stuart dan Sundeen, 1998, mengindikasikan
tiga subkategori bunuh diri sebagai dasar motivasi seseorang untuk bunuh
diri :
a. Bunuh Diri Egoistic sebagai hasil interaksi yang tidak terintegrasi
dengan lingkungan (lemah dengan lingkungan).
b. Bunuh Diri Altruistic sebagai hasil kepatuhan dan kebiasaan adat.
c. Bunuh Diri Anomic ketika individu tidak dapat mengatur/mengontrol
lingkungan sosial tersebut.

E. POHON MASALAH

Bunuh diri

Risiko Bunuh diri

Isolasi Sosial

Harga Diri Rendah Kronis

Sumber : Nita Fitria (2009)

F. MANIFESTASI KLINIS
1. Mempunyai ide untuk bunuh diri
2. Mengungkapkan keinginan untuk mti
3. Mengungkapkan rasa bersalah dan keputusasaan
4. Impulsif
5. Menunjukkan perilaku yang mencurigakan (biasanya
menjadi sangat patuh)
6. Memiliki riwayat percobaan bunuh diri
7. Verbal terselubung (berbicara tentang kematian,
menanyakan tentang obat dosis mematikan).
8. Status emosional (harapan, penolakan, cemas meningkat,
panik, marah, dan mengasingkan diri).
9. Kesehatan mental (secara klinis, klien terlihat sebagai
orang yang depresi, psikologis dan menyalahgunakan alkohol).
10. Kesehatan fisik (biasanya pada klien dengan penyakit
kronis atau terminal).
G. PENATALAKSANAAN MEDIS
1. Terapi individual
Terapi individual adalah penanganan klien gangguan jiwa dengan
pendekatan hubungan individual antara seorang terapis dengan
seorang klien. Suatu hubungan yang terstruktur yang terjalin antara
perawat dan klien untuk mengubah perilaku klien. Hubungan yang
dijalin adalah hubungan yang disengaja dengan tujuan terapi,
dilakukan dengan tahapan sistematis (terstruktur) sehingga melalui
hubungan ini terjadi perubahan tingkah laku klien sesuai dengan
tujuan yang ditetapkan di awal hubungan.
Hubungan terstruktur dalam terapi individual bertujuan agar klien
mampu menyelesaikan konflik yang dialaminya. Selain itu klien juga
diharapkan mampu meredakan penderitaan (distress) emosional, serta
mengembangkan cara yang sesuai dalam memenuhi kebutuhan
dasarnya.
2. Terapi lingkungan
Terapi lingkungan adalah bentuk terapi yaitu menata lingkungan
agar terjadi perubahan perilaku pada klien dari perilaku maladaptive
menjadi perilaku adaptif. Perawat menggunakan semua lingkungan
rumah sakit dalam arti terapeutik. Bentuknya adalah memberi
kesempatan klien untuk tumbuh dan berubah perilaku dengan
memfokuskan pada nilai terapeutik dalam aktivitas dan interaksi.
Dalam terapi lingkungan perawat harus memberikan kesempatan,
dukungan, pengertian agar klien dapat berkembang menjadi pribadi
yang bertanggung jawab. Klien juga dipaparkan pada peraturan-
peraturan yang harus ditaati, harapan lingkungan, tekanan peer, dan
belajar bagaimana berinteraksi dengan orang lain. Perawat juga
mendorong komunikasi dan pembuatan keputusan, meningkatkan
harga diri, belajar keterampilan dan perilaku yang baru.
Bahwa lingkungan rumah sakit adalah lingkungan sementara di
mana klien akan kembali ke rumah, maka tujuan dari terapi
lingkungan ini adalah memampukan klien dapat hidup di luar lembaga
yang diciptakan melalui belajar kompetensi yang diperlukan untuk
beralih dari lingkungan rumah sakit ke lingkungan rumah tinggalnya.
3. Terapi biologis
4. Terapi kognitif
Terapi kognitif adalah strategi memodifikasi keyakinan dan sikap
yang mempengaruhi perasaan dan perilaku klien. Proses yang
diterapkan adalah membantu mempertimbangkan stressor dan
kemudian dilanjutkan dengan mengidentifikasi pola berfikir dan
keyakinan yang tidak akurat tentang stressor tersebut. Gangguan
perilaku terjadi akibat klien mengalami pola keyakinan dan berfikir
yang tidak akurat. Untuk itu salah satu memodifikasi perilaku adalah
dengan mengubah pola berfikir dan keyakinan tersebut. Fokus auhan
adalah membantu klien untuk reevaluasi ide, nilai yang diyakini,
harapan-harapan, dan kemudian dilanjutkan dengan menyusun
perubahan kognitif.
Ada tiga tujuan terapi kognitif meliputi:
a. Mengembangkan pola berfikir yang rasional. Mengubah pola
berfikir tak rasional yang sering mengakibatkan gangguan
perilaku menjadi pola berfikir rasional berdasarkan fakta dan
informasi yang actual.
b. Membiasakan diri selalu menggunakan pengetesan realita dalam
menanggapi setiap stimulus sehingga terhindar dari distorsi
pikiran.
c. Membentuk perilaku dengan pesan internal. Perilaku dimodifikasi
dengan terlebih dahulu mengubah pola berfikir.
5. Terapi keluarga
Terapi keluarga adalah terapi yang diberikan kepada seluruh
anggota keluarga sebagai unit penanganan (treatment unit). Tujuan
terapi keluarga adalah agar keluarga mampu melaksanakan fungsinya.
Untuk itu sasaran utama terapi jenis ini adalah keluarga yang
mengalami disfungsi; tidak bisa melaksanakan fungsi-fungsi yang
dituntut oleh anggotanya.
6. Terapi kelompok
Terapi kelompok adalah bentuk terapi kepada klien yang dibentuk
dalam kelompok, suatu pendekatan perubahan perilaku melalui media
kelompok. Dalam terapi kelompok perawat berinteraksi dengan
sekelompok klien secara teratur. Tujuannya adalah meningkatkan
kesadaran diri klien, meningkatkan hubungan interpersonal, dan
mengubah perilaku maladaptive.
7. Terapi perilaku
Terapi perilaku adalah kenyataan bahwa perilaku timbul akibat
proses pembelajaran. Perilaku sehat oleh karenanya dapat dipelajari
dan disubstitusi dari perilaku yang tidak sehat. Teknik dasar yang
digunakan dalam terapi jenis ini adalah:
- Role model
- Kondisioning operan
- Desensitisasi sistematis
- Pengendalian diri
- Terapi aversi atau releks kondisi
8. Psikofarmaka
Pasien dalam krisis karena kematian orang terdekat atau peristiwa
lain dengan perjalanan waktu yang terbatas akan berfungsi lebih baik
setelah menerima sedasi ringan seperlunya, terutama bila sebelum itu
tidurnya terganggu. Benzodiazepin merupakan obat terpilih dan
ramuan yang khas ialah lorazepam (ativan) 1 mg 1-3 x sehari untuk 2
minggu. Iritabilitas pasien mungkin meningkat dengan penggunaan
teratur benzodiazepin, dan iritabilitas ini merupakan satu resiko untuk
bunuh diri, maka benzodiazepin harus digunakan dengan hati-hati
pada pasien yang bersikap keras dan bermusuhan. Hanya sejumlah
kecil dari medikasi itu harus disediakan, dan pasien harus diikuti
dalam beberapa hari.
Antidepresiva merupakan terapi yang pasti bagi semua pasien yang
menampilkan diri dengan gagasan bunuh diri, tetpi tidak biasanya
untuk mulai memberikan antidepresiva di UGD. Bila diberi resep,
harus diadakan perjanjian untuk pemeriksa lanjutan, sebaiknya
keesokan hari nya (Maramis, 2000).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. Masalah Keperawatan yang Mungkin Muncul
a. Resiko bunuh diri
b. Bunuh diri
2. Data yang perlu dikaji.
1) Riwayat masa lalu :
a) Riwayat percobaan bunuh diri dan mutilasi diri
b) Riwayat keluarga terhadap bunuh diri
c) Riwayat gangguan mood, penyalahgunaan NAPZA dan
skizofrenia
d) Riwayat penyakit fisik yang kronik, nyeri kronik.
e) Klien yang memiliki riwayat gangguan kepribadian boderline,
paranoid, antisosial
f) Klien yang sedang mengalami kehilangan dan proses berduka
2) Riwayat psikososial
a) Perpisahan yang baru saja terjadi, perceraian atau kehilangan
pasangan hidup
b) Hidup sendiri
c) Tidak bekerja, perubahan pekerjaan atau kehilangan pekerjaan
d) Stress yang multipel/kompleks dalam kehidupan (baru
kehilangan, masalah-masalah sekolah, dll)
e) Penyakit medik kronik
f) Peminum berat atau penyalahgunaan obat
3) Faktor kepribadian/personality
a) Impulsif, agresif, bermusuhan
b) Kekakuan kognitif dan negatif
c) Keputusasaan
d) Harga diri rendah
e) Gangguan kepribadian anti social
I. Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Bunuh diri
2. Gangguan konsep diri: harga diri rendah
Diagnosa Tujuan NOC Rasional
Resiko Bunuh diri Tujuan umum : Klien tidak 1. BHSP 1. Hubungan saling percaya
a. Perkenalkan diri dengan klien
melakukan percobaan bunuh kemungkinan klien terbuka
b. Tanggapi pembicaraan klien dengan
diri sebagai dasar intervensi
sabar dan tidak menyangkal.
Tujuan khusus: c. Bicara dengan tegas, jelas, dan jujur. selanjutnya. Mengeksplorasi
Klien tidak melakukan d. Bersifat hangat dan bersahabat.
perasaan klien merupakan
percobaan bunuh diri e. Temani klien saat keinginan
Kriteria : informasi yang penting untuk
mencederai diri meningkat.
a. Klien dapat membina
membantu dalam penyelesaian
2. Jauhkan klien dari benda benda yang dapat
hubungan saling percaya
masalah. Serta berikan pujian
b. Klien dapat terlindung membahayakan (pisau, silet, gunting, tali,
setiap feedback yang ditunjukkan
dari perilaku bunuh diri kaca, dan lain lain).
c. Menyatakan harapannya klien,feedback berfungsi untuk
3. Tempatkan klien di ruangan yang tenang
untuk hidup
mengkatkan harga diri klien.
d. Menyatakan perasaan dan selalu terlihat oleh perawat.
2. Memberi raasa aman atau resiko
marah, kesepian dan
4. Awasi klien secara ketat setiap saat.
keputusasaan secara ceredera pada diri klien.
asertif. 5. Dengarkan keluhan yang dirasakan. 3. Untuk mengobservasi kegiatan
e. Mengidentifikasi orang
Bersikap empati untuk meningkatkan klien,dan resiko bunuh diri yang
lain sebagai sumber
dukungan bila pikiran ungkapan keraguan, ketakutan dan akan dilakukan oleh klien, serta
bunuh diri muncul.
keputusasaan. untuk meminimalisir tindkan
f. Klien dapat meningkatkan
harga diri Beri dorongan untuk mengungkapkan bunuh diri klien.
4. Mengantisipasi dari keadaan
mengapa dan bagaimana harapannya.
mencederai diri sendrir.
6. Beri waktu dan kesempatan untuk
5. Mendengarkan dan empati
menceritakan arti penderitaan, kematian,
penting kepada klien dengan
dan lain lain.Beri dukungan pada tindakan
atau ucapan klien yang menunjukkan risiko bunuh diri, guna untuk
keinginan untuk hidup. mengungkapkan segala
7. Bantu untuk memahami bahwa klien dapat kemarahan dan rasa putus asa
mengatasi keputusasaannya. yang ada dalam diri klien.
6. Mengkaji lebih dalam faktor
penyebab klien melakukan
tidakan bunuh diri terhadap rasa
putus asa dalam menjalani hidup.
7. Memberi motivasi dan dukungan
dengan harapan akan menambah
keinginannya untuk hidup.
Gangguan konsep Tujuan umum : Klien 1. Bina hubungan saling percaya : salam 1. Hubungan saling percaya
diri: harga diri rendah tidak melakukan kekerasan terapeutik, empati, sebut nama perawat kemungkinan klien terbuka
Tujuan khusus : dan jelaskan tujuan interaksi. Panggil sebagai dasar intervensi
1. Klien dapat membina klien dengan nama panggilan yang selanjutnya. Mengeksplorasi
hubungan saling disukai. Bicara dengan sikap tenang, perasaan klien merupakan
percaya. rileks dan tidak menantang informasi yang penting untuk
2. Klien dapat 2. Diskusikan kemampuan dan aspek positif membantu dalam penyelesaian
mengidentifikasi yang dimiliki. Hindari penilaian negatif masalah. Serta berikan pujian
kemampuan dan detiap pertemuan klien, Utamakan setiap feedback yang
aspek positif yang pemberian pujian yang realitas ditunjukkan klien,feedback
3. Diskusikan kemampuan dan aspek positif
dimiliki. berfungsi untuk mengkatkan
yang dimiliki. Diskusikan pula
3. Klien mampu menilai harga diri klien
kemampuan yang kemampuan yang dapat dilanjutkan 2. Mengidentifikasi hal-hal yang
dapat digunakan setelah pulang ke rumah masih dimilki klien. Pemberian
untuk diri sendiri dan 4. Rencanakan bersama klien penilaian negatif dapat
keluarga aktivitas yang dapat dilakukan menurunkan semangat klien
4. Klien dapat setiap hari sesuai kemampuan. dalam hidupnya.
3. Mengidentifikasi hal-hal yang
merencanakan Klien dapat melakukan kegiatan
masih dimilki klien. Untuk
kegiatan yang sesuai kondisi dan kemampuan
meningkatkan harga diri klien.
bermanfaat sesuai 5. Beri pendidikan kesehatan pada keluarga
4. Agar klien dapat menentukan
kemampuan yang tentang cara merawat klien. Bantu
kegiatan yang realistisn sesuai
dimiliki keluarga memberi dukungan selama klien
kemampuan yang dimiliki.
5. Klien dapat dirawat, Bantu keluarga menyiapkan 5. Agar keluarga mengetahui
memanfaatkan sistem lingkungan di rumah. Beri reinforcement bagaimana cara menghadapi
pendukung yang ada positif atas keterlibatan keluarga keluarga dengan gangguan jiwa.
Keluarga diberi pengertian dan
pengetahuan cara merawat
gangguan jiwa.
DAFTAR PUSTAKA

Fitria, Nita. (2009). Prinsip Dasar dan Aplikasi Penulisan Laporan Pendahuluan
dan Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP dan SP). Jakarta :
Salemba Medika.
Shives, R (2008). Basic concept of psychiatric and Mental Health Nursing,
Mosby, St Louis.
Stuart, GW dan Sundeen, S.J, (2010). Buku Saku Keperawatan Jiwa. edisi 3.
Jakarta: Buku Kedokteran EGC.

Anda mungkin juga menyukai