Anda di halaman 1dari 6

Role Theory

Teori Peran (Role Theory) adalah teori yang merupakan perpaduan berbagai teori,
orientasi, maupun disiplin ilmu. Istilah “peran” diambil dari dunia teater. Dalam teater,
seseorang aktor harus bermain sebagai seorang tokoh tertentu dan dalam posisinya sebagai
tokoh itu ia diharapkan untuk berperilaku secara tertentu. Selain itu, peranan atau role (Bruce
J. Cohen, 1992: 25) juga memiliki beberapa bagian, yaitu:

1. Peranan nyata (Anacted Role) adalah suatu cara yang betul-betul dijalankan seseorang
dalam menjalankan suatu peranan.

2.Peranan yang dianjurkan (Prescribed Role) adalah cara yang diharapkan masyarakat dari
kita dalam menjalankan peranan tertentu.

3. Konflik peranan (Role Conflick) adalah suatu kondisi yang dialami seseorang yang
menduduki suatu status atau lebih yang menuntut harapan dan tujuan peranan yang saling
bertentangan satu sama lain.

4. Kesenjangan Peranan (Role Distance) adalah Pelaksanaan Peranan secara emosional.

5. Kegagalan Peran (Role Failure) adalah kagagalan seseorang dalam menjalankan peranan
tertentu.

6. Model peranan (Role Model) adalah seseorang yang tingkah lakunya kita contoh, tiru,
diikuti.

7. Rangkaian atau lingkup peranan (Role Set) adalah hubungan seseorang dengan individu
lainnya pada saat dia sedang menjalankan perannya.

8. Ketegangan peranan (Role Strain) adalah kondisi yang timbul bila seseorang mengalami
kesulitan dalam memenuhi harapan atau tujuan peranan yang dijalankan dikarenakan adanya
ketidakserasiaan yang bertentangan satu sama lain.

Sikap (Attitude) Konsep Cognitive Dissonance


Wibowo (dalam Sarwono, S.W., 2009) mendefinisikannya sebagai keadaan tidak
nyaman akibat adanya ketidaksesuaian antara dua sikap atau lebih serta antara sikap dan
tingkah laku. Festinger (1957) berpendapat bahwa disonansi terjadi apabila terdapat
hubungan yang bertolak belakang, yang diakibatkan oleh penyangkalan dari satu elemen
kognitif terhadap elemen lain, antara elemen-elemen kognitif dalam diri individu. Hubungan
yang bertolak belakang tersebut, terjadi bila ada penyangkalan antara elemen kognitif yang
satu dengan yang lain.

Kelebihan dan Kekurangan Teori Disonansi Kognitif

Teori disonansi kognitif memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan, diantaranya adalah:
Kelebihan teori disonansi kognitif: 1. Merupakan teori yang paling berpengaruh dalam ranah
psikologi social, 2. Memotivasi tejadinya berbagai diskusi dan berimplikasi pada beragam
situasi, 3. Membuat prediksi tentang apakah setiap individu akan mencari informasi, 4.
Membuat prediksi tentang pemikiran dan perilaku manusia setelah keputusan dibuat, 5.
Memiliki implikasi terhadap persuasi, 6. Teori disoansi kognitif merupakan teori yang sangat
luas cakupannya, 7. Memberikan kontribusi yang besar terhadap pemahaman kita mengenai
kognisi dan kaitannya dengan perilaku.

Kekurangan Teori Disonansi Kognitif: 1.Tidak memungkinkan dilakukan prediksi terhadap


bagaimana mengurangi disonansi, 2. Tidak membuat prediksi yang spesifik. (baca: Teori
Fenomenologi), 3. Tidak mempertimbangkan sifat pesan-pesan pesuasif. (baca: Komunikasi
Terapeutik dalam Keperawatan), 4. Menolak adanya variabel efek pesan terhadap disonansi
kognitif dan persuasi, 5. Disonansi bukanlah konsep terpenting untuk menjelaskan perubahan
sikap.

Theory of Planned Behavior


Theory of planned behavior adalah teori yang menekankan pada rasionalitas dari
tingkah laku manusia juga pada keyakinan bahwa target tingkah laku berada di bawah kontrol
kesadaran individu. Perilaku tidak hanya bergantung pada intensi seseorang, melainkan juga
pada faktor lain yang tidak ada dibawah kontrol dari individu, misalnya ketersediaan sumber
dan kesempatan untuk menampilkan tingkah laku tersebut (Ajzen, 2005)

Prinsip dalam teori ini adalah prinsip kesesuaian (principle of compatibility) yang
menjelaskan sikap dan perilaku yang dibagi dengan empat elemen yaitu aksi, target, konteks
dan waktu, dan hubungan antara sikap dan perilaku akan maksimal jika setiap elemennya
berfungsi secara maksimal. Maka, perilaku terdiri dari (a) aksi atau perilaku yang dilakukan,
(b) performa target atau obyek, (c) konteks, dan (d) waktu spesifik, contohnya seseorang
yang fokus pada kebersihan mulut akan (a) menyikat (b) gigi (c) dikamar mandi (d) setiap
pagi setelah sarapan.

Teori ini secara jelas menggambarkan hubungan antara keyakinan (beliefs), sikap (attitude),
kehendak atau intense (intention), da perilaku (behavior).

Komponen Theory of Planned Behavior

Beberapa komponen dalam teori ini berdasarkan skema diatas yaitu:

1. Behavioral belief yang memengaruhi attitude toward behavior. Behavioral


belief adalah hal-hal yang diyakini individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif
dan negatif atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif terhadap suatu perilaku.
Sedangkan attitude toward behavior yaitu sikap individu terhadap suatu perilaku
diperoleh dari keyakinan terhadap konsekuensi yang ditimbulkan oleh perilaku tersebut.

2. Normative belief yang memengaruhi subjective norms. Normative belief adalah


norma yang dibentuk orang-orang disekitar individu yang akan berpengaruh dalam
pengambilan keputusan. Sedangkan subjective norms didefinisikan sebagai adanya
persepsi individu terhadap tekanan sosial yang ada untuk menunjukkan atau tidak suatu
perilaku. Subjective norms ini identik dengan belief dari seseorang tentang reaksi atau
pendapat orang lain atau kelompok lain tentang apakah individu perlu, harus, atau tidak
boleh melakukan suatu perilaku, dan memotivasi individu untuk mengikuti pendapat
orang lain tersebut (Michener, Delamater, & Myers, 2004)

3. Control belief yang memengaruhi perceived behavior control. Control belief adalah
pengalaman pribadi, atau orang disekitar akan mempengaruhi pengambilan keputusan
individu. Perceived behavioral control adalah keyakinan bahwa individu pernah
melaksanakan atau tidak pernah melaksanakan perilaku tertentu. Percieved behavior
control juga diartikan persepsi individu mengenai kontrol yang dimiliki individu tersebut
sehubungan dengan tingkah laku tertentu (Ismail dan Zain: 2008).

Teori Legitimasi
Teori legitimasi merupakan salah satu teori yang banyak dikutip dalam area
akuntansi lingkungan dan sosial (Tilling, 2004). Lebih lanjut (Tilling, 2004) menyatakan
bahwa teori legitimasi menawarkan suatu mekanisme yang kuat untuk memahami
pengungkapan sosial dan lingkungan yang dibuat oleh perusahaan. Legitimasi dapat dianggap
sebagai menyamakan persepsi atau asumsi bahwa tindakan yang dilakukan oleh suatu entitas
adalah merupakan tindakan yang diinginkan, pantas ataupun sesuai dengan sistem norma,
nilai, kepercayaan, dan definisi yang dikembangkan secara sosial (Suchman, 1995 dalam
Kirana, 2009). Legitimasi dianggap penting bagi perusahaan karena legitimasi masyarakat
kepada perusahaan menjadi faktor yang strategis bagi perkembangan perusahaan kedepan.
O’Donovan (2000) berpendapat legitimasi organisasi dapat dilihat sebagai sesuatu yang
diberikan masyarakat kepada perusahaan dan sesuatu yang diinginkan atau dicari perusahaan
dari masyarakat. Dengan demikian legitimasi memiliki manfaat dalam mendukung
keberlangsungan hidup suatu perusahaan. Legitimasi merupakan sistem pengelolaan
perusahaan yang berorientasi pada keberpihakan terhadap masyarakat (society), pemerintah
individu dan kelompok masyarakat. Untuk itu sebagai suatu sistem yang mengutamakan
keberpihakan atau kepentingan masyarakat, operasi perusahaan harus sesuai dengan harapan
masyarakat.
Dasar pemikiran teori ini adalah organisasi atau perusahaan akan terus berlanjut jika
masyarakat menyadari bahwa organisasi beroperasi untuk sistem nilai yang sepadan dengan
sistem nilai masyarakat itu sendiri . Teori legitimasi menganjurkan perusahaan untuk
meyakinkan bahwa aktivitas dan kinerjanya dapat diterima oleh masyarakat. Perusahaan
menggunakan laporan tahunan mereka untuk menggambarkan kesan tanggung jawab
lingkungan, sehingga mereka diterima oleh masyarakat.
TEORI MOTVASI ABRAHAM MASLOW

Motivasi dapat diartikan sebagai kekuatan (energi) seseorang yang dapat


menimbulkan tingkat persistensi dan entusiasmenya dalam melaksanakan suatu kegiatan,
baik yang bersumber dari dalam diri individu itu sendiri (motivasi intrinsik) maupun dari luar
individu (motivasi ekstrinsik).
Seberapa kuat motivasi yang dimiliki individu akan banyak menentukan terhadap
kualitas perilaku yang ditampilkannya, baik dalam konteks belajar, bekerja maupun dalam
kehidupan lainnya.
Dalam teori maslow terdapat 5 pkok kebutuhan manusia yang palingmendasar,
antara lain:
1.Kebutuhan Fisiologis
2.Kebutuhan Keamana dan keselamatan
3.Kebutuhan akan rasa cinta
4.Kebutuhan Pengghargaan
5.Aktualisasi Diri

Teori Keagenan
Teori keagenan mendeskripsikan hubungan antara pemegang saham (shareholders)
sebagai prinsipal dan manajemen sebagai agen. Manajemen merupakan pihak yang dikontrak
oleh pemegang saham untuk bekerja demi kepentingan pemegang saham. Karena mereka
dipilih, maka pihak manejemen harus mempertanggungjawabkan semua pekerjaannya kepada
pemegang saham.

Hubungan keagenan merupakan suatu kontrak dimana satu atau lebih orang (prinsipal)
memerintah orang lain (agen) untuk melakukan suatu jasa atas nama prinsipal serta memberi
wewenang kepada agen membuat keputusan yang terbaik bagi prinsipal. Jika kedua belah
pihak tersebut mempunyai tujuan yang sama untuk memaksimumkan nilai perusahaan, maka
diyakini agen akan bertindak dengan cara yang sesuai dengan kepentingan prinsipal.

Masalah keagenan potensial terjadi apabila bagian kepemilikan manajer atas saham
perusahaan kurang dari seratus persen (Masdupi, 2005). Dengan proporsi kepemilikan yang
hanya sebagian dari perusahaan membuat manajer cenderung bertindak untuk kepentingan
pribadi dan bukan untuk memaksimumkan perusahaan. Inilah yang nantinya akan
menyebabkan biaya keagenan (agency cost). Jensen dan Meckling (1976)
mendefinisikan agency cost sebagai jumlah dari biaya yang dikeluarkan prinsipal untuk
melakukan pengawasan terhadap agen. Hampir mustahil bagi perusahaan untuk
memiliki zero agency cost dalam rangka menjamin manajer akan mengambil keputusan yang
optimal dari pandangan shareholders karena adanya perbedaan kepentingan yang besar
diantara mereka.
Menurut teori keagenan, konflik antara prinsipal dan agen dapat dikurangi dengan
mensejajarkan kepentingan antara prinsipal dan agen. Kehadiran kepemilikan saham oleh
manajerial (insider ownership) dapat digunakan untuk mengurangi agency cost yang
berpotensi timbul, karena dengan memiliki saham perusahaan diharapkan manajer merasakan
langsung manfaat dari setiap keputusan yang diambilnya. Proses ini dinamakan
dengan bonding mechanism, yaitu proses untuk menyamakan kepentingan manajemen
melalui program mengikat manajemen dalam modal perusahaan.

Dalam suatu perusahaan, konflik kepentingan antara prinsipal dengan agen salah satunya
dapat timbul karena adanya kelebihan aliran kas (excess cash flow). Kelebihan arus kas
cenderung diinvestasikan dalam hal-hal yang tidak ada kaitannya dengan kegiatan utama
perusahaan. Ini menyebabkan perbedaan kepentingan karena pemegang saham lebih
menyukai investasi yang berisiko tinggi yang juga menghasilkan return tinggi, sementara
manajemen lebih memilih investasi dengan risiko yang lebih rendah.

Menurut Bathala et al, (1994) terdapat beberapa cara yang digunakan untuk mengurangi
konflik kepentingan, yaitu : a) meningkatkan kepemilikan saham oleh manajemen (insider
ownership), b) meningkatkan rasio dividen terhadap laba bersih (earning after tax), c)
meningkatkan sumber pendanaan melalui utang, d) kepemilikan saham oleh institusi
(institutional holdings).

Order Effect
Dari berbagai literatur yang dibaca order effect terdiri dari dua kata yaitu order yang
memiliki arti “urutan” dan effect memiliki arti sebagai “pengaruh”. Jadi dapat disimpulkan
bahwa order effect adalah suatu strategi yang dilakukan oleh seorang auditor untuk
melakukan pertimbangan yang tidak berdasarkan substansi informasi yang ada, akan tetapi
berdasarkan penyajian (urutan) informasi atau bukti. Strategi tersebut seringkali
menyebabkan terjadi bias di dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan, dan salah
satu bias tersebut disebut sebagai pengaruh urutan (order effect) sebagai bagian dari bias
heuristik. Bias ini akan mempengaruhi efesiensi dan efektivitas audit yang sedang dilakukan.
Efesiensi dapat terpengaruh karena dalam pertimbangan yang diambil oleh auditor, auditor
akan memutuskan perlu tidaknya tambahan bukti baru, yang berarti perlunya prosedur audit
tambahan dilakukan oleh auditor.

Contoh Order Effect: Penelitian yang dilakukan oleh (Pinsker, 2007) yang
menyimpulkan bahwa ketika seperangkat informasi seri pendek secara konsisten positif
(negatif) yang diungkapkan secara sekuensial, dibandingkan dengan pengungkapan simultan,
revisi kepercayaan pada keputusan harga saham secara signifikan lebih besar dalam kondisi
sekuensial. Pengaruh order effect khususnya recency effect akan sering muncul jika pola
pengungkapan adalah secara sekuensial atau step by step hal ini dibuktikan dalam penelitian
yang dilakukan oleh (Messier dan Asare, 1992).
SEMINAR AKUNTANSI

OLEH:
I GEDE DIKA WAISNA PUTRA
1607532030
I GEDE KRISMA UDAYANA
1515351179

PROGRAM REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

Anda mungkin juga menyukai