TEORI MOTIVASI
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan
untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi
adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai
motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan..
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat
intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi,
orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena
rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan
hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar
pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat
seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk
memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat
menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori
motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori
harapan,teori penetapan sasaran.
Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
a. karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan
bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit
pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.
Gambar 1. Theory Reaction Action (Fishbein & Ajzen, 1975 dalam Ajzen (2006)
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA.
Ajzen (2006) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku
yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya
memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku
tertentu Ajzen (2006). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku
tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi
individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya
terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2006)
menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control,
sehingga secara skematik perceived behavioral control dilukiskan sebagaimana pada
gambar 2.
Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)
mengandung berbagai variabel yaitu :
a) Latar belakang (background factors)
Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian,
dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor
latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam
model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen
(2006), memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi.
Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian
(personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor
sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan
agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.
b) Keyakinan perilaku (behavioral belief)
Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan
negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif
terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
c) Keyakinan normatif (normative beliefs)
Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh
Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui
perceived behavioral control. Menurut Ajzen (2006), faktor lingkungan sosial khususnya
orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat
mempengaruhi keputusan individu.
d) Norma subjektif (subjective norm)
Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap
perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah
hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh
orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku
yang akan dilakukannya. Ajzen (2006), menggunakan istilah ”motivation to comply”
untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang
lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
e) Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan
(control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman
melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena
melihat orang lain misalnya, teman, keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu
sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain
pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku
akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan
perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan
untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.
f) Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral control)
Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan
perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia
punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku
tersebut. Ajzen (2006) menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan
mengontrol” (perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (intention)
adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu
pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada
perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu
itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
3. Order Effect
Dari berbagai literatur yang dibaca order effect terdiri dari dua kata yaitu order yang
memiliki arti “urutan” dan effect memiliki arti sebagai “pengaruh”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa order effect adalah suatu strategi yang dilakukan oleh seorang untuk
melakukan pertimbangan yang tidak berdasarkan substansi informasi yang ada, akan
tetapi berdasarkan penyajian (urutan) informasi atau bukti. Strategi tersebut seringkali
menyebabkan terjadi bias di dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan, dan
salah satu bias tersebut disebut sebagai pengaruh urutan (order effect) sebagai bagian dari
bias heuristik. Bias ini akan mempengaruhi efesiensi dan efektivitas.
Teori Model Penyesuaian Keyakinan (Belief Adjustment Model) dari Hogarth dan
Einhorn (1992) dalam Suartana dan Kartana (2007) yang menggunakan pendekatan
anchoring dan adjustment (general anchoring and adjustment approach),
menggambarkan suatu penyesuaian keyakinan individu karena adanya bukti baru ketika
melakukan evaluasi bukti secara berurutan. Pendekatan anchoring dan adjustment adalah
bila seseorang melakukan penilaian dengan memulai dari suatu nilai awal dan
menyesuaikannya untuk menghasilkan keputusan akhir. Nilai awal diperoleh dari
kejadian atau pengalaman sebelumnya.
Secara khusus, model penyesuaian keyakinan memprediksikan tidak ada pengaruh urutan
(no order effects) untuk bukti-bukti yang bersifat konsisten (keseluruhan positif atau
keseluruhan negatif), tetapi pengerauh resensi (urutan) terjadi ketika individu
memperoleh bukti yang beragam (beberapa negatif dan beberapa positif). Keuntungan
utama model penyesuaian keyakinan yang dikembangkan oleh Hogarth dan Einhorn
(1992) dalam Almilia (2010), adalah dimasukkannya tiga karakteristik utama dari bukti
yang digunakan dalam Bayes’ Theorem (arah, kekuatan dan tipe), tetapi juga memperluas
Bayes’ Theorem dengan memasukkan dua karakteristik tambahan yang diabaikan dalam
Bayes’ Theorem yaitu urutan informasi dan model penyajian informasi. Arah dari bukti
menunjukkan apakah bukti mendukung atau tidak mendukung keyakinan individu saat
ini. Bukti tambahan yang mendukung keyakinan adalah bukti positif (conforming),
sementara bukti tambahan yang tidak mendukung keyakinan adalah bukti negatif
(disconforming).
Karakteristik kedua dari bukti tambahan adalah kekuatannya atau tingkatan bukti yang
dapat mendukung atau tidak mendukung keyakinan saat ini. Terakhir, tipe bukti dapat
dikategorikan sebagai bukti yang konsisten dan gabungan. Ketika keseluruhan bukti
tambahan memiliki arah yang sama (baik positif ataupun negatif), bukti tersebut
dikategorikan sebagai tipe bukti konsisten. Sebaliknya, ketika beberapa bukti negatif dan
beberapa bukti positif, bukti tersebut dikategorikan sebagai tipe bukti gabungan (mixed).
Efek urutan terjadi jika keputusan individu berbeda setelah menerima bukti dengan
urutan yang berbeda. Dalam urutan bukti tersebut, sifat buktinya campuran (mixed)
antara informasi yang konfirmasi (positif) dan diskonfirmasi (negatif). Efek resensi
terjadi jika bukti-bukti yang dievaluasi memiliki informasi campuran yang bersifat
konfirmatif dan diskonfirmasi. Jika informasi awal dalam urutan memiliki pengaruh
terbesar terhadap keyakinan individu, maka efek urutan disebut primacy effect (efek
primasi). Sebaliknya jika informasi terakhir memberi pengaruh terbesar maka hal ini
disebut recency effect (efek resensi).
Fenomena pengaruh urutan terjadi ketika mengevaluasi bukti baru, dan penyesuaian
berikutnya didasarkan atas bukti tambahan yang tidak mencukupi. Literatur teori
keputusan menyatakan bahwa individu secara umum cenderung untuk menghindari bukti
baru. Model Hogarth dan Einhorn’s, (1992) dalam Suartana dan Kartana (2007),
memprediksikan bahwa keputusan yang diberikan setelah setiap bukti diperoleh yang
dikenal dengan model respon (SbS) cenderung ditemukan adanya pengaruh resensi.
SEMINAR AKUNTANSI
OLEH:
I GEDE DIKA WAISNA PUTRA
1607532030
I GEDE KRISMA UDAYANA
1515351179