Anda di halaman 1dari 9

1.

TEORI MOTIVASI
Motivasi merupakan satu penggerak dari dalam hati seseorang untuk melakukan atau
mencapai sesuatu tujuan. Motivasi juga bisa dikatakan sebagai rencana atau keinginan
untuk menuju kesuksesan dan menghindari kegagalan hidup. Dengan kata lain motivasi
adalah sebuah proses untuk tercapainya suatu tujuan. Seseorang yang mempunyai
motivasi berarti ia telah mempunyai kekuatan untuk memperoleh kesuksesan dalam
kehidupan..
Motivasi dapat berupa motivasi intrinsic dan ekstrinsic. Motivasi yang bersifat
intinsik adalah manakala sifat pekerjaan itu sendiri yang membuat seorang termotivasi,
orang tersebut mendapat kepuasan dengan melakukan pekerjaan tersebut bukan karena
rangsangan lain seperti status ataupun uang atau bisa juga dikatakan seorang melakukan
hobbynya. Sedangkan motivasi ekstrinsik adalah manakala elemen elemen diluar
pekerjaan yang melekat di pekerjaan tersebut menjadi faktor utama yang membuat
seorang termotivasi seperti status ataupun kompensasi.
Banyak teori motivasi yang dikemukakan oleh para ahli yang dimaksudkan untuk
memberikan uraian yang menuju pada apa sebenarnya manusia dan manusia akan dapat
menjadi seperti apa. Landy dan Becker membuat pengelompokan pendekatan teori
motivasi ini menjadi 5 kategori yaitu teori kebutuhan,teori penguatan,teori keadilan,teori
harapan,teori penetapan sasaran.

A. TEORI MOTIVASI ABRAHAM MASLOW (1943-1970)

Abraham Maslow (1943;1970) mengemukakan bahwa pada dasarnya semua manusia


memiliki kebutuhan pokok. Ia menunjukkannya dalam 5 tingkatan yang berbentuk
piramid, orang memulai dorongan dari tingkatan terbawah. Lima tingkat kebutuhan itu
dikenal dengan sebutan Hirarki Kebutuhan Maslow, dimulai dari kebutuhan biologis
dasar sampai motif psikologis yang lebih kompleks; yang hanya akan penting setelah
kebutuhan dasar terpenuhi. Kebutuhan pada suatu peringkat paling tidak harus terpenuhi
sebagian sebelum kebutuhan pada peringkat berikutnya menjadi penentu tindakan yang
penting.
• Kebutuhan fisiologis (rasa lapar, rasa haus, dan sebagainya)
• Kebutuhan rasa aman (merasa aman dan terlindung, jauh dari bahaya)
• Kebutuhan akan rasa cinta dan rasa memiliki (berafiliasi dengan orang lain, diterima,
memiliki)
• Kebutuhan akan penghargaan (berprestasi, berkompetensi, dan mendapatkan dukungan
serta pengakuan)
• Kebutuhan aktualisasi diri (kebutuhan kognitif: mengetahui, memahami, dan
menjelajahi; kebutuhan estetik: keserasian, keteraturan, dan keindahan; kebutuhan
aktualisasi diri: mendapatkan kepuasan diri dan menyadari potensinya)
Bila makanan dan rasa aman sulit diperoleh, pemenuhan kebutuhan tersebut akan
mendominasi tindakan seseorang dan motif-motif yang lebih tinggi akan menjadi kurang
signifikan. Orang hanya akan mempunyai waktu dan energi untuk menekuni minat
estetika dan intelektual, jika kebutuhan dasarnya sudah dapat dipenuhi dengan mudah.
Karya seni dan karya ilmiah tidak akan tumbuh subur dalam masyarakat yang anggotanya
masih harus bersusah payah mencari makan, perlindungan, dan rasa aman.

B. TEORI MOTIVASI HERZBERG (1966)


Menurut Herzberg (1966), ada dua jenis faktor yang mendorong seseorang untuk
berusaha mencapai kepuasan dan menjauhkan diri dari ketidakpuasan. Dua faktor itu
disebutnya faktorhigiene (faktor ekstrinsik) dan faktor motivator (faktor intrinsik). Faktor
higiene memotivasi seseorang untuk keluar dari ketidakpuasan, termasuk didalamnya
adalah hubungan antar manusia, imbalan, kondisi lingkungan, dan sebagainya (faktor
ekstrinsik), sedangkan faktor motivator memotivasi seseorang untuk berusaha mencapai
kepuasan, yang termasuk didalamnya adalah achievement, pengakuan, kemajuan tingkat
kehidupan, dsb (faktor intrinsik).

C. TEORI MOTIVASI DOUGLAS McGREGOR


Mengemukakan dua pandangan manusia yaitu teori X (negative) dan teori Y (positif),
Menurut teori x empat pengandaian yag dipegang manajer
a. karyawan secara inheren tertanam dalam dirinya tidak menyukai kerja
b. karyawan tidak menyukai kerja mereka harus diawasi atau diancam dengan
hukuman untuk mencapai tujuan.
c. Karyawan akan menghindari tanggung jawab.
d. Kebanyakan karyawan menaruh keamanan diatas semua factor yang dikaitkan
dengan kerja.

Kontras dengan pandangan negative ini mengenai kodrat manusia ada empat teori Y :
a. karyawan dapat memandang kerjasama dengan sewajarnya seperti istirahat dan
bermain.
b. Orang akan menjalankan pengarahan diri dan pengawasan diri jika mereka komit
pada sasaran.
c. Rata rata orang akan menerima tanggung jawab.
d. Kemampuan untuk mengambil keputusan inovatif.

D. TEORI MOTIVASI VROOM (1964)


Teori dari Vroom (1964) tentang cognitive theory of motivation menjelaskan
mengapa seseorang tidak akan melakukan sesuatu yang ia yakini ia tidak dapat
melakukannya, sekalipun hasil dari pekerjaan itu sangat dapat ia inginkan. Menurut
Vroom, tinggi rendahnya motivasi seseorang ditentukan oleh tiga komponen, yaitu:
• Ekspektasi (harapan) keberhasilan pada suatu tugas
• Instrumentalis, yaitu penilaian tentang apa yang akan terjadi jika berhasil dalam
melakukan suatu tugas (keberhasilan tugas untuk mendapatkan outcome tertentu).
• Valensi, yaitu respon terhadap outcome seperti perasaan posistif, netral, atau negatif.
Motivasi tinggi jika usaha menghasilkan sesuatu yang melebihi harapanMotivasi rendah
jika usahanya menghasilkan kurang dari yang diharapkan

2. THEORY OF PLANNED BEHAVIOR


Theory Reasoned Action (TRA) pertama kali dicetuskan oleh Ajzen pada tahun 1980
Ajzen (2006). Teori ini disusun menggunakan asumsi dasar bahwa manusia berperilaku
dengan cara yang sadar dan mempertimbangkan segala informasi yang tersedia. Dalam
TRA ini, Ajzen (2006) yang menyatakan bahwa seseorang dapat melakukan atau tidak
melakukan suatu perilaku tergantung dari niat yang dimiliki oleh orang tersebut. Lebih
lanjut, Ajzen (2006) mengemukakan bahwa niat melakukan atau tidak melakukan
perilaku tertentu dipengaruhi oleh dua penentu dasar, yang pertama berhubungan dengan
sikap (attitude towards behavior) dan yang lain berhubungan dengan pengaruh sosial
yaitu norma subjektif (subjective norms). Dalam upaya mengungkapkan pengaruh sikap
dan norma subjektif terhadap niat untuk dilakukan atau tidak dilakukannya perilaku,
Ajzen melengkapi TRA ini dengan keyakinan (beliefs). Dikemukakannya bahwa sikap
berasal dari keyakinan terhadap perilaku (behavioral beliefs), sedangkan norma subjektif
berasal dari keyakinan normatif (normative beliefs). Secara skematik, TRA dapat
digambarkan seperti berikut:

Gambar 1. Theory Reaction Action (Fishbein & Ajzen, 1975 dalam Ajzen (2006)
Theory of Planned Behavior (TPB) merupakan pengembangan lebih lanjut dari TRA.
Ajzen (2006) menambahkan konstruk yang belum ada dalam TRA, yaitu kontrol perilaku
yang dipersepsi (perceived behavioral control). Konstruk ini ditambahkan dalam upaya
memahami keterbatasan yang dimiliki individu dalam rangka melakukan perilaku
tertentu Ajzen (2006). Dengan kata lain, dilakukan atau tidak dilakukannya suatu perilaku
tidak hanya ditentukan oleh sikap dan norma subjektif semata, tetapi juga persepsi
individu terhadap kontrol yang dapat dilakukannya yang bersumber pada keyakinannya
terhadap kontrol tersebut (control beliefs). Secara lebih lengkap Ajzen (2006)
menambahkan faktor latar belakang individu ke dalam perceived behavioral control,
sehingga secara skematik perceived behavioral control dilukiskan sebagaimana pada
gambar 2.
Model teoritik dari Teori Planned Behavior (Perilaku yang direncanakan)
mengandung berbagai variabel yaitu :
a) Latar belakang (background factors)
Seperti usia, jenis kelamin, suku, status sosial ekonomi, suasana hati, sifat kepribadian,
dan pengetahuan) mempengaruhi sikap dan perilaku individu terhadap sesuatu hal. Faktor
latar belakang pada dasarnya adalah sifat yang hadir di dalam diri seseorang, yang dalam
model Kurt Lewin dikategorikan ke dalam aspek O (organism). Dalam kategori ini Ajzen
(2006), memasukkan tiga faktor latar belakang, yakni personal, sosial, dan informasi.
Faktor personal adalah sikap umum seseorang terhadap sesuatu, sifat kepribadian
(personality traits), nilai hidup (values), emosi, dan kecerdasan yang dimilikinya. Faktor
sosial antara lain adalah usia, jenis kelamin (gender), etnis, pendidikan, penghasilan, dan
agama. Faktor informasi adalah pengalaman, pengetahuan, dan ekspose pada media.
b) Keyakinan perilaku (behavioral belief)
Hal-hal yang diyakini oleh individu mengenai sebuah perilaku dari segi positif dan
negatif, sikap terhadap perilaku atau kecenderungan untuk bereaksi secara afektif
terhadap suatu perilaku, dalam bentuk suka atau tidak suka pada perilaku tersebut.
c) Keyakinan normatif (normative beliefs)
Berkaitan langsung dengan pengaruh lingkungan yang secara tegas dikemukakan oleh
Lewin dalam Field Theory. Pendapat Lewin ini digaris bawahi juga oleh Ajzen melalui
perceived behavioral control. Menurut Ajzen (2006), faktor lingkungan sosial khususnya
orang-orang yang berpengaruh bagi kehidupan individu (significant others) dapat
mempengaruhi keputusan individu.
d) Norma subjektif (subjective norm)
Sejauh mana seseorang memiliki motivasi untuk mengikuti pandangan orang terhadap
perilaku yang akan dilakukannya (Normative Belief). Kalau individu merasa itu adalah
hak pribadinya untuk menentukan apa yang akan dia lakukan, bukan ditentukan oleh
orang lain disekitarnya, maka dia akan mengabaikan pandangan orang tentang perilaku
yang akan dilakukannya. Ajzen (2006), menggunakan istilah ”motivation to comply”
untuk menggambarkan fenomena ini, yaitu apakah individu mematuhi pandangan orang
lain yang berpengaruh dalam hidupnya atau tidak.
e) Keyakinan dari dalam diri individu bahwa suatu perilaku yang dilaksanakan
(control beliefs) dapat diperoleh dari berbagai hal, pertama adalah pengalaman
melakukan perilaku yang sama sebelumnya atau pengalaman yang diperoleh karena
melihat orang lain misalnya, teman, keluarga dekat dalam melaksanakan perilaku itu
sehingga ia memiliki keyakinan bahwa ia pun akan dapat melaksanakannya. Selain
pengetahuan, ketrampilan, dan pengalaman, keyakinan individu mengenai suatu perilaku
akan dapat dilaksanakan ditentukan juga oleh ketersediaan waktu untuk melaksanakan
perilaku tersebut, tersedianya fasilitas untuk melaksanakannya, dan memiliki kemampuan
untuk mengatasi setiap kesulitan yang menghambat pelaksanaan perilaku.
f) Persepsi kemampuan mengontrol tingkah laku (perceived behavioral control)
Keyakinan (beliefs) bahwa individu pernah melaksanakan atau tidak pernah
melaksanakan perilaku tertentu, individu memiliki fasilitas dan waktu untuk melakukan
perilaku itu, kemudian individu melakukan estimasi atas kemampuan dirinya apakah dia
punya kemampuan atau tidak memiliki kemampuan untuk melaksanakan perilaku
tersebut. Ajzen (2006) menamakan kondisi ini dengan “persepsi kemampuan
mengontrol” (perceived behavioral control). Niat untuk melakukan perilaku (intention)
adalah kecenderungan seseorang untuk memilih melakukan atau tidak melakukan sesuatu
pekerjaan. Niat ini ditentukan oleh sejauh mana individu memiliki sikap positif pada
perilaku tertentu, dan sejauh mana kalau dia memilih untuk melakukan perilaku tertentu
itu dia mendapat dukungan dari orang-orang lain yang berpengaruh dalam kehidupannya.
3. Order Effect
Dari berbagai literatur yang dibaca order effect terdiri dari dua kata yaitu order yang
memiliki arti “urutan” dan effect memiliki arti sebagai “pengaruh”. Jadi dapat
disimpulkan bahwa order effect adalah suatu strategi yang dilakukan oleh seorang untuk
melakukan pertimbangan yang tidak berdasarkan substansi informasi yang ada, akan
tetapi berdasarkan penyajian (urutan) informasi atau bukti. Strategi tersebut seringkali
menyebabkan terjadi bias di dalam pertimbangan untuk pengambilan keputusan, dan
salah satu bias tersebut disebut sebagai pengaruh urutan (order effect) sebagai bagian dari
bias heuristik. Bias ini akan mempengaruhi efesiensi dan efektivitas.

Model Belief Adjustment

Teori Model Penyesuaian Keyakinan (Belief Adjustment Model) dari Hogarth dan
Einhorn (1992) dalam Suartana dan Kartana (2007) yang menggunakan pendekatan
anchoring dan adjustment (general anchoring and adjustment approach),
menggambarkan suatu penyesuaian keyakinan individu karena adanya bukti baru ketika
melakukan evaluasi bukti secara berurutan. Pendekatan anchoring dan adjustment adalah
bila seseorang melakukan penilaian dengan memulai dari suatu nilai awal dan
menyesuaikannya untuk menghasilkan keputusan akhir. Nilai awal diperoleh dari
kejadian atau pengalaman sebelumnya.
Secara khusus, model penyesuaian keyakinan memprediksikan tidak ada pengaruh urutan
(no order effects) untuk bukti-bukti yang bersifat konsisten (keseluruhan positif atau
keseluruhan negatif), tetapi pengerauh resensi (urutan) terjadi ketika individu
memperoleh bukti yang beragam (beberapa negatif dan beberapa positif). Keuntungan
utama model penyesuaian keyakinan yang dikembangkan oleh Hogarth dan Einhorn
(1992) dalam Almilia (2010), adalah dimasukkannya tiga karakteristik utama dari bukti
yang digunakan dalam Bayes’ Theorem (arah, kekuatan dan tipe), tetapi juga memperluas
Bayes’ Theorem dengan memasukkan dua karakteristik tambahan yang diabaikan dalam
Bayes’ Theorem yaitu urutan informasi dan model penyajian informasi. Arah dari bukti
menunjukkan apakah bukti mendukung atau tidak mendukung keyakinan individu saat
ini. Bukti tambahan yang mendukung keyakinan adalah bukti positif (conforming),
sementara bukti tambahan yang tidak mendukung keyakinan adalah bukti negatif
(disconforming).
Karakteristik kedua dari bukti tambahan adalah kekuatannya atau tingkatan bukti yang
dapat mendukung atau tidak mendukung keyakinan saat ini. Terakhir, tipe bukti dapat
dikategorikan sebagai bukti yang konsisten dan gabungan. Ketika keseluruhan bukti
tambahan memiliki arah yang sama (baik positif ataupun negatif), bukti tersebut
dikategorikan sebagai tipe bukti konsisten. Sebaliknya, ketika beberapa bukti negatif dan
beberapa bukti positif, bukti tersebut dikategorikan sebagai tipe bukti gabungan (mixed).

Urutan Bukti dan Pola Pengungkapan

Efek urutan terjadi jika keputusan individu berbeda setelah menerima bukti dengan
urutan yang berbeda. Dalam urutan bukti tersebut, sifat buktinya campuran (mixed)
antara informasi yang konfirmasi (positif) dan diskonfirmasi (negatif). Efek resensi
terjadi jika bukti-bukti yang dievaluasi memiliki informasi campuran yang bersifat
konfirmatif dan diskonfirmasi. Jika informasi awal dalam urutan memiliki pengaruh
terbesar terhadap keyakinan individu, maka efek urutan disebut primacy effect (efek
primasi). Sebaliknya jika informasi terakhir memberi pengaruh terbesar maka hal ini
disebut recency effect (efek resensi).
Fenomena pengaruh urutan terjadi ketika mengevaluasi bukti baru, dan penyesuaian
berikutnya didasarkan atas bukti tambahan yang tidak mencukupi. Literatur teori
keputusan menyatakan bahwa individu secara umum cenderung untuk menghindari bukti
baru. Model Hogarth dan Einhorn’s, (1992) dalam Suartana dan Kartana (2007),
memprediksikan bahwa keputusan yang diberikan setelah setiap bukti diperoleh yang
dikenal dengan model respon (SbS) cenderung ditemukan adanya pengaruh resensi.
SEMINAR AKUNTANSI

OLEH:
I GEDE DIKA WAISNA PUTRA
1607532030
I GEDE KRISMA UDAYANA
1515351179

PROGRAM REGULER DENPASAR


FAKULTAS EKONOMI DAN BISNIS
UNIVERSITAS UDAYANA
2019

Anda mungkin juga menyukai