Anda di halaman 1dari 35

ASUHAN KEPERAWATAN

ANEMIA DEFESIENSI ZAT BESI

Diajukan untuk memenuhi tugas mata kuliah


KMB 1

Disusun oleh :
1. Aferi adi S
2. Agus Saparuddin
3. Desi Setya Ningrum
4. Iva Susanti
5. Via arantika

PROG AM STUDI PENDIDIKAN NERS


STIKES PATRIA HUSADA BLITAR
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Allah swt yang telah melimpahkan
karunia, berkat, dan kesehatannya kepada kami, sehingga kami dapat
menyelesaikan makalah ini dengan judul Asuhan Keperawatan Pada Klien dengan
Anemia Defesiensi Zat Besi.

Adapun maksud penyusunan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas


dalam mata kuliah Keperawatan Medikal Bedah 1 , Studi Pendidikan Ners
STIKES Patria Husada Blitar.

Kami mengakui bahwa keberhasilan dalam penyusunan makalah ini


adalah karena bimbingan, pengarahan dan saran dari berbagai pihak sehingga
pada kesempatan ini tak lupa kami menyampaikan terima kasih pada yang
terhormat :
1. Ibu Erni Setyorini , M.Kep.,Ns, selaku dosen Keperawatan Medikal Bedah 1
2. Teman-teman yang telah membantu terselesaikannya makalah ini
Karena terbatasnya kemampuan dan pengetahuan yang kami miliki, sehingga
makalah ini banyak kekurangan dan jauh dari sempurna maka dari itu kami
mengharapkan kritik serta saran dari semua pihak yang sifatnya membangun.

Semoga dengan terselesaikannya makalah ini akan mendapat berkat-Nya, dan


kami berharap agar makalah ini dapat berguna sebagai panduan dalam kajian yang
sama.

Blitar, september 2017

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Anemia adalah suatu istilah yang menunjukkan rendahnya sel darah merah
dan kadar hemoglobin dan hematokrit di bawah normal. Anemia bukan
merupakan penyakit, melainkan pencerminan keadaan suatu penyakit atau
gangguan fungsi tubuh. Secara fisiologis anemia terjadi apabila terdapat
kekurangan jumlah hemoglobin untuk mengangkut oksigen ke jaringan.
(Brunner & Suddarth, 2001)
Zat besi merupakan salah satu mikronutrien terpenting kehidupan anak.
Kekurangan atau defisiensi besi yang berat akan menyebabkan anemia atau
kurang darah. Di dunia, defisiensi besi terjadi pada 20-25% bayi. Di Indonesia,
ditemukan anemia pada 40,5% balita, 47,2% usia sekolah, 57,1% remaja putri,
dan 50,9% ibu hamil. Penelitian pada 1000 anak sekolah yang dilakukan oleh
IDAI di 11 propinsi menunjukkan anemia sebanyak 20-25%. Jumlah anak yang
mengalami defisiensi besi tanpa anemia tentunya jauh lebih banyak lagi.
Berbagai macam pembagian anemia dalam kehamilan telah dikemukakan oleh
para penulis. Berdasarkan penyelidikan data dari Dep.Kes anemia dalam
kehamilan dapat dibagi menjadi:
1. Anemia defisiensi besi
2. Anemia megaloblastik
3. Anemia hipopalstik
4. Anemia hemolitik
Anemia yang langsung berhubungan dengan kehamilan adalah anemia
defisiensi besi, yang merupakan 95% dari anemia pada wanita hamil.
Dalam makalh ini penulis membahas konsep teori anemia defisiensi besi serta
asuhan keperawatannya.
1.2 RUMUSAN MASALAH
Berdasarkan latar belakang di atas maka penulis dat membuat rumusan masalah
yaitu sebagai berikut :
1. Apa Pengertian dari Defisiensi Besi ?
2. Apa Etiologi dari Defisiensi Besi ?
3. Bagaimanakah patofisiologis pada Defisiensi Besi ?
4. Apa saja manifestasi dari Defisiensi Besi ?
5. Bagaimankah penatalaksanaan nya ?
6. Apa saja komplikasi nya?
7. Bagaimanakah Asuhan Keperawatan pada pasien dengan Defisiensi Besi ?
1.3 TUJUAN
Adapun tujuan dari makalah Anemia Defisiensi Besi adalah sebagai berikut
1. Menjelaskan definisi dari Anemia Defisiensi Besi
2. Menjelaskan etiologi dari Anemia Defisiensi Besi
3. Menjelaskan manifestasi klinis dari Anemia Defisiensi Besi
4. Menjelaskan patofisiologi dari Anemia Defisiensi Besi
5. Menjelaskan penatalaksanaa dari Anemia Defisiensi Besi
6. Menjelaskan komplikasi Anemia Defisiensi Besi
7. Menjelaskan asuhan keperawatan dari Anemia Defisiensi Besi
BAB II
KONSEP DASAR PENYAKIT

2.1 DEFINISI
Anemia akibat defesiensi besi untuk sisntesis Hb merupakan penyakit darah yang
paling sering pada bayi dan anak. Frekuensinya berkaitan dengan aspek dasar
metabolisme besi dan nutrisi tertentu. Tubuh bayi baru lahir mengandung kira-kira
0,5 g besi, sedangkan dewasa kira-kira 5 g. untuk mengejar perbedaan itu rata-rata
0,8 mg besi harus direabsorbsi tiap hari selama 15 tahun pertam kehidupan.
Disamping kebutuhan pertumbuhan ini, sejumlah kecil diperlukan untuk
menyeimbangkan kehilangan besi normal oleh pengelupasan sel, karena itu untuk
mempertahankan keseimbangan besi positif pada anak, kira-kira 1 mg besi harus
direabsorbsi setiap hari.
Prevalens anemia defisiensi besi (ADB) pada anak masih tinggi.Pada anak
sekolah dasar berumur 7-13 tahun di Jakarta (1999) dari seluruh jenis anemia
yang diderita, 50% di antaranaya menderita ADB. ADB memberikan dampak
negatif kepada tumbuh-kembang anak.Hal ini disebabkan karena defisiensi besi
selain dapat mengakibatkan komplikasi yang ringan antara lain kelainan kuku
(kolonikia),atrofi papil lidah,glositis dan stomatitis yang dapat sembuh dengan
pemberian besi,dapat pula memberikan komplikasi yang berat misalnya
penurunan daya tahan tubuh terhadap infeksi,gangguan prestasi belajar,atau
gangguan mental yang lainnya yang dapat berlangsung lama bahkan
menetap.Oleh karena itu pengobatan terhadap defisiensi besi harus dimulai sedini
mungkin.Demikian juga tindakan pencegahannya
Anemia Defisiensi besi adalah kadar besi dalam tubuh dibawah nilai normal. Pada
tahap awal kita akan menemukan cadangan besi tubuh yang berkurang. Kemudian
jika kekurangan berlanjut kadar besi dalam plasma akan berkurang. Pada akhirnya
proses pembentukan hemoglobin akan terganggu dan menyebabkan anemia
defisiensi besi.Anemia yang disebabkan kekurangan besi untuk sintesa
Hemoglobin.
Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau
beberapa bahan yang diperlukan untuk pamatangan eritrosit.Anemia defisiensi
besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe sebagai bahan
yang diperlukan untuk pematangan eritrosit.

2.2 ETIOLOGI
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan zat besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun yang dapat beasal dari :
 Saluran cerna Akibat dari tukak peptik kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang.
 Saluran genetalia wanita menoragi atau metroragi
 Saluran kemih hematuria
 Saluran nafas hemoptoe
2. Faktor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau
kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung serat, rendah
vitamin C, dan rendah daging).
3. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
4. Gangguan absorpsi besi gastrekotomi, kolitis kronis.

2.3 TANDA GEJALA


Anemia defisiensi memiliki gejala yang bervariasi tergantung dari seberapa besar
tubuh mengalami kekurangan zat besi. Berikut ini beberapa gejala anemia
defisiensi besi yang dapat terjadi antara lain:
1. Merasa cepat atau mudah lelah
2. Merasa kurang memiliki energi
3. Merasa pusing dan sakit kepala
4. Muka terlihat lebih pucat
5. Merasa sesak napas
6. Merasa sakit pada dada
7. Merasa Jantung berdetak cepat
8. Kaki dan tangan teraba dingin
9. Merasa kesemutan pada kaki dan tangan.
2.4 MENIFESTASI KLINIS
1. Pucat oleh karena kekurangan volume darah dan Hb, vasokontriksi.
2. Takikardi dan bising jantung (peningkatan kecepatan aliran darah) Angina
(sakit dada).
3. Dispnea, nafas pendek, cepat capek saat aktifitas (pengiriman O2
berkurang).
4. Sakit kepala, kelemahan, tinitus (telinga berdengung) menggambarkan
berkurangnya oksigenasi pada SS.
5. Anemia berat gangguan GI dan CHF (anoreksia, nausea, konstipasi atau
diare)
Pucat merupakan tanda paling penting pada defisiensi besi. Pada ADB dengan
kadar Hb 6-10 g/dl terjadi mekanisme kompensasi yang efektif sehingga gejala
anemia hanya ringan saja. Bila kadar Hb turun <> 100 µg/dl eritrosit
Gejala khas yang dijumpai pada defisiensi besi dan tidak dijumpai pada anemia
jenis lain adalah sebagai berikut :
a. Koilorikia Kuku sendok (Spoon nail) kuku menjadi rapuh, bergaris-
garis vertical, dan menjadi cekung seperti sendok.
b. Atrofi papilla lidah Permukaan lidah menjadi licin dan mengilap karena
papil lidah menghilang.
c. Stomatitis angularis adanya peradangan pada sudut mulut, sehingga
tampak sebagai bercak berwarna pucat keputihan.
d. Disfagia nyeri menelan karena kerusakan epitel hipofaring.
e. Atrofi mukosa gaster sehingga menimbulkan aklorida.

2.5 PATOFISIOLOGI
Perdarahan menahun menyebabkan kehilangan besi sehingga cadangan besi
semakin menurun. Apabila cadangan kosong, maka keadaan ini disebut iron
depleted state. Apabila kekurangan besi berlanjut terus, maka penyediaan besi
untuk eritropoesis berkurang. Sehingga menimbulkan gangguan pada bentuk
eritrosit, tetapi anemia secara klinis belum terjadi, keadaan ini disebut iron
deficien erythropoesis. Selanjutnya timbul anemia hipokromik mikrositer,
sehingga disebut iron deficiency anemia. Pada saat ini juga terjadi kekurangan
besi pada epitel serta pada beberapa enzim yang dapat menimbulkan gejala pada
kuku epitel mulut dan faring, serta berbagai gejala lainnya
Zat besi (Fe) diperlukan untuk pembuatan heme dan hemoglobin (Hb).
Kekurangan Fe mengakibatkan kekurangan Hb. Walaupun pembuatan eritrosit
juga menurun, tiap eritrosit mengandung Hb lebih sedikit dari pada biasa sehingga
timbul anemia hipokromik mikrositik.
1. Jumlah efektif eritrosit berkurang menyebabkan jumlah O2 ke jaringan
berkurang.
2. Kehilangan darah yang mendadak (> 30%) mengakibatkan pendarahan
menimbulkan simtomatologi sekunder hipovolemi dan hipoksia.
3. Tanda dan gejala: gelisah, diaforesis (keringat dingin), takikardi, dyspne,
syok.
4. Kehilangan darah dalam beberapa waktu (bulan) sampai dengan 50%
terdapat kompensasi adalah:
 Peningkatan curah jantung dan pernafasan.
 Meningkatkan pelepasan O2 oleh haemoglobin.
 Mengembangkan volume plasma dengan menarik cairan dari sela-sela
jaringan, redistribusi aliran darah ke organ vital.
Salah satu tanda yang sering di kaitkan dengan anemia adalah pucat, ini
umumnya sering di kaitkan dengan volume darah, berkurangnya hemoglobin dan
vasokontriksi untuk memperbesar pengiriman O2 ke organ-organ vital. Karena
faktor-faktor seperti pigmentasi kulit, suhu dan kedalaman serta distribusi kapiler
mempengaruhi warna kulit maka warna kulit bukan merupakan indeks pucat yang
dapat diandalkan. Warna kuku, telapak tangan dan membran mukosa mulut serta
konjungtiva dapat digunakan lebih baik guna menilai kepucatan.
2.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. pemeriksaan laboratorium : Diagnosis akurat dari suatu keadaan defisiensi besi
memerlukan sejumlah tes laboraotrium. Jumlah serum besi, transferin iron
binding capacity (TIBC), dan serum ferritin, adalah yang paling penting.
Pemeriksaan lain yang dapat digunakan meliputi inspeksi langsung simpanan besi
di retikuloendotelial sumsum tulang mengguanakan aspirasi sumsum tulang dan
ukuran sel protopotphyrin.
2. Pemeriksaan serum besi : Serum iron (SI) adalah penghitungan langsung
jumlah yang berikatan ke transferin. Normalnya yang dimiliki seorang individu
berkisar antara 50-150 g/dl. Sedangkan TIBC merupakan jumlah besi yang dapat
berikatan dengan transferin. Normal TIBC berkisar antara 300 sampai 360 g/dl.
Secara bersamaan, SI dan TIBC digunakan untuk menghitung persen saturasi
transferin dengan besi (SI : TIBC = persen saturasi). Dalam keadaan normal besi
seimbang, persen saturasi adalah antara 20-50 persen. Ketika itu berada di bawah
20 persen, eritroid sumsum tulang sulit mendapatkan cukup besi untuk mensuport
peningkatan level eritropoesis. Ketika persen saturasi melebihi 50-60 persen, besi
dilepaskan untuk peningkatan jaringan parenkim, menghasilkan besi yang berisi
hepatocytes, otot jantung, kulit, dan kelenjar pituitary (Hillman, Robbert S, 1998:
76)
3. Pemeriksaan serum ferritin : Seperti yang telah diketahui secara luas, jumlah
kecil ferritin serum dalam serum manusia (15-300 g/l pada pria)
menggambarkan simpanan besi tubuh, penghitungan serum ferritin telah secara
luas diadopsi sebagai tes untuk defisiensi besi dan kelebihan besi (Ludlam,
Christopher A, 1992: 116).
4. Serum transferin-receptor : Hampir semua sel dalam tubuh memerlukan besi
dari protein plasma, transferin, tetapi transferin mempunyai daya tarik tinggi pada
besi saat pH normal dan pelepasan besi mengambil suatu tempat melalui reseptor
spesifik membran (Ludlam, Christopher A, 1992: 124). Pada ADB, diikuti dengan
suatu peningkatan proporsi transferin-receptor pada anemia berat (Hillman,
Robbert S, 1998: 76).
5. Kadar hemoglobin dan indeks eritrosit : Didapatkan anemia hipokrom
mikrositer dengan penurunan kadar hemoglobin mulai dari ringan sampai berat.
MCV, MCHC dan MCH menurun. MCH < 70 fl hanya didapatkan pada anemia
difisiensi besi dan thalassemia mayor. RDW (red cell distribution width)
meningkat yang menandakan adanya anisositosis.Indeks eritrosit sudah dapa
mengalami perubahan sebelum kadar hemoglobin menurun. Kadar hemoglobin
sering turun sangat rendah, tanpa menimbulkan gejala anemia yang mencolok
karena anemia timbul perlahan-perlahan. Apusan darah menunjukkan anemia
hipokromik mikrositer, anisositosis, poikilositosis, anulosit, sel pensil, kadang-
kadang sel target. Derajat hipokromia dan mikrositosis berbanding lurus dengan
derajat anemia, berbeda dengan thalassemia. Leukosit dan trombosit normal.
Retikulosit rendah dibandingkan derajat anemia (Bakta, I. M, 2007).

2.7 PENATALAKSANAAN
1. Medikamentosa
Pemberian preparat besi (ferosulfat/ferofumarat/feroglukonat) dosis 4-6 mg besi
elemental/kg BB/hari dibagi dalam 3 dosis, diberikan di antara waktu makan.
Preparat besi ini diberikan sampai 2-3 bulan setelah kadar hemoglobin normal.
Asam askorbat 100 mg/15 mg besi elemental (untuk meningkatkan absorbsi besi).
 Pemberian preparat besi peroral
Preparat yang tersedia berupa ferrous glukonat, fumarat dan suksinat. Yang sering
dipakai adalah ferrous sulfat karena harganya lebih murah. Untuk bayi tersedia
preparat besi berupa tetes (drop). Untuk mendapatkan respon pengobatan dosis
besi yang dipakai adalah 4-6 mg besi elemental/kgBB/hari. Obat diberikan dalam
2-3 dosis sehari. Preparat besi ini harus diberikan selama 2 bulan setelah anemia
pada penderita teratasi.1,2
 Pemberian preparat besi parenteral
Pemberian besi secara intramuskuler menimbulkan rasa sakit dan harganya mahal.
Dapat menyebabkan limfadenopati regional dan reaksi alergi. Kemampuan untuk
menaikkan kadar Hb tidak lebih baik dibanding peroral. Preparat yang sering
dipakai adalah dekstran besi. Larutan ini mengandung 50 mgbesi.Dosis di hitung
berdasarkan :
Dosis besi (mg) = BB (kg) x kadar Hb yang diinginkan (g/dl) x 2,5.
 Transfusi darah
Transfusi darah jarang diperlukan. Transfusi darah hanya diberikan pada keadaan
anemia yang sangat berat atau yang disertai infeksi yang dapat mempengaruhi
respon terapi. Pemberian PRC dilakukan secara perlahan dalam jumlah yang
cukup untuk menaikkan kadar Hb sampai tingkat aman sambil menunggu respon
terapi besi. Secara umum, untuk penderita anemia berat dengan kadar Hb <
style="font-weight: bold;">II.
2. Bedah
Untuk penyebab yang memerlukan intervensi bedah seperti perdarahan karena
diverticulum Meckel.
3. Suportif
Makanan gizi seimbang terutama yang mengandung kadar besi tinggi yang
bersumber dari hewani (limfa,hati, daging) dan nabati (bayam, kacang-kacangan).
Prinsip penatalaksanaan ADB adalah mengetahui faktor penyebab dan
mengatasinya serta memberikan terapi penggantian dengan preparat besi. Sekitar
80-85% penyebab ADB dapat diketahui sehingga penaganannya dapat dilakukan
dengan tepat. Pemberian preparat Fe dapat secara peroral atau parenteral.
Pemberian peroral lebih aman, murah dan sama efektifnya dengan pemberian
secara parenteral. Pemberian secara parenteral dilakukan pada penderita yang
tidak dapat memakan obat oleh karena terdapat gangguan pencernaan.
4. Pencegahan
Tindakan penting yang dapat dilakukan untuk mencegah kekurangan besi pada
masa awal kehidupan adalah meningkatkan penggunaan ASI eksklusif, menunda
penggunaan susu sapi sampai usia 1 tahun, memberikan makanan bayi yang
mengandung besi serta makanan yang kaya dengan asam askorbat (jus buah) pada
saat memperkenalkan makanan pada usia 4-6 bulan, memberikan suplementasi Fe
kepada bayi yang kurang bulan, serta pemakaian PASI (susu formula) yang
mengandung besi.

2.8 Terapi Farmakologi


SEDIAAN BESI ORAL
 BESI (III) HIDROKSIDA DALAM SUKROSA
 BESI DEKSTRAN (KOMPLEKS BESI HIDROKSIDA DAN
DEKSTRAN YANG MENGANDUNG 50 MG/ML BESI)
 BESI + ASAM FOLAT
 FERO FUMARAT
 FERO GLUKONAT
2.9 Komplikasi
1. Perkembangan otot buruk ( jangka panjang )
2. Daya konsentrasi menurun
3. Kemampuan mengolah informasi yang didengar menurun
BAB 3
KONSEP ASKEP
1. Pengkajian
a. Identitas

1) Identitas pasien

Meliputi : Nama, umur, jenis kelamin, pendidikan, agama, pekerjaan,

alamat, tanggal masuk rumah sakit, tanggal pemeriksaan,

diagnosa medis.

2) Identitas penanggung jawab

Meliputi : Nama, umur, pendidikan, pekerjaan, alamat, dan hubungan

Dengan klien.

b. Keluhan utama

c. Riwayat kesehatan

– Riwayat kesehatan sekarang

– Riwayat kesehatan dahulu

– Riwayat kesehatan keluarga

Apakah ada keluarga pasien pernah mengalami penyakit yang sama seperti klien.

d. Pemeriksaan fisik

Tanda-tanda vital

Tekanan darah : biasanya diatas normal > 120/80

Pernafasan : biasanya diatas normal > 12-16x/menit

Nadi : biasanya diatas normal > 100x/menit

Suhu : diatas normal > 35° celcius

e. Head to toe

 Kepala
inspeksi : biasanya keadaan kepala normal bentuknya sismetris,berwarna hitam
dan kulit kepala tampak sedikit kotor,dan tidak ada lesi dikulit kepala.

Palpasi : tidak terdapat benjolan pada kepala.

Auskultasi : biasanya terdengar denyut nadi dikepala baik oksipital,temporal


maupun orbital.

 Mata

Inspeksi : simetris kiri dan kanan, tidak ada ikterik dan konjungtifa anemis

Palpasi : biasanya tidak ada nyeri tekan

 Telinga

Inspeksi : biasanya simetris kiri dan kanan, ada sermen

Palpasi : kertilago secara simetris (lunak kekeras)

 Hidung

Inspeksi : bentuk tulang hidung, kesimetrisan lobang hidung, perubahan warna,


cuping hidung, pengeluaran, karakter, jumlah dan warnanya dalam keadaan
normal dan simetris.

Palpasi: tidak ada bengkokan pada hidung atau benjolan.

 Mulut

Inspeksi :

 Bibir : mukosa bibir kering


 Gigi : tidak ada karies gigi, gigi tanpak kurang bersih
 Gusi : merah muda, lembab, sedikit tidak teratur tanpa rongga atau edema
 Lidah : merah muda dan tidak ada jamur atau keputihan pada lidah.

Palpasi : biasanya tidak ada kelainan.

 Leher

Inspeksi : tidak ada jaringan parut dan tidak ada pembesaran kelenjer tiroid, dan
odema massa

Palpasi : tidak ada pembesaran kelenjer tiroid

 Trakea : kedudukan trakea tepat tidak ada perubahan atau kelainan pada
saat pemeriksaan
 Dada dan Paru

Inpeksi dada : dari depan tidak simetris klavikula, sternum tulang rusuk anatara
kiri dan kanan. Dari belakang bentuk tulang belakang, scapula tidak simetris dan
adanya retraksi interkostalis selama bernafas

Palpasi : tidak fremitusnya antara kiri dan kanan

Perkusi : bunyi pekak saat diperkusi

Auskultasi : terdengar bunyi ronki saat bernafas

 Jantung

Inspeksi : istulkordis tidak terlihat

Palpasi : istulkordis teraba di RIC,IRC ke 5

Perkusi : batas jantung normal

Auskultasi : irama jantung sinus

 Payudara

Inspeksi :

 Mame : tidak simetris kiri dan kanan


 Axilla : tidak ada pembengkakan atau kemerahan

Palpasi :

 Mame : tidak teraba pembengkakan


 Axilla : tidak ada pembengkakan

 Abdomen

Inspeksi : tidak ada lesi, tidaka danya jaringan parut, tidak asites

Palpasi : tidak teraba hepar dan limpa

Perkusi : bunyi tympani pada abdomen

Askultasi : bising usus 4x/i

 Genetalia
Inspeksi : tidak ada kelainan

 Rectun dan Anus

Inspeksi : tidak ada kelainan

Palpasi : normal tidak ada kelainan

 Kulit

Inspeksi : tidak ada lesi

Palpasi : tidak ada edema

 Kuku

Inpeksi : berwarna pink

Palpasi dasar kuku : CRT kurang dari 3 detik

2. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri
2. Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
3. Intoleransi aktifitas
3. Intevensi
1. Diagnosa 1 : Nyeri Akut
Pernafasan Definisi :

Noc : Kontrol Nyeri (Hal. 247)


Skala : di pertahankan ke 4 dan di tingkatkan ke 3
Kontrol Nyeri
Indikator:

1.mengenali kapan nyeri terjadi.

2.mengambarkan factor penyebab.

3.mengunakan jurnal harian untuk memonitor gejala dari waktu kewaktu.

4.mengunakan tindakan pencegahan.


5.menggunakan tindakan pengurangan nyeri tampa analgesic.

6.menggunakan analgesic yang direkomendasikan.

7.melaporkan perubahan gejala nyeri pada professional kesehatan.

8.melaporkan gejala yang tidak terkontrol pada profesional kesehatan.

9.menggunakan sumberdaya yang tersedia.

10.mengenali apa yang terkait dengan gejala nyeri.

 11.melaporkan nyeri yang terkontrol.

Nic : Pemberian Analgesik (Hal. 247)


Aktivitas :
Pemberian Analgesik
Aktivitas-aktivitas :
1. Tentukan lokasi, karakteristik, kualitas dan keparahan nyeri sebelum
mengobati pasien.
2. Cek perintah pengobatan meliputi obat, dosis, dan frekuensi obat analgesic
yang diresepkan.
3. Cek adanya riwayat alergi obat.
4. Evaluasi kemampuan pasien untuk berperan serta dalam pemilihan analgesic,
rute dan dosis dan keterlibatan pasien, sesuai kebutuhan.
5. Pilih analgesic atau kombinasi analgesic yang sesuai ketika lebih dari satu
diberikan.
6. Tentukan analgesic sebelumnya, rute pemberian, dan dosis untuk mencapai
hasil pengurangan nyeri yang optimal.
7. Berikan kebutuhan kenyamanan dan aktivitas lain yang dapat membantu
relaksasi untuk memfasilitasi penurunan nyeri.
8. Berikan analgesik sesuai waktu paruhnya, terutama pada nyeri yang berat.
9. Susun harapan yang positif mengenai keefektifan analgesik untuk
mengoptimalkan respon pasien.
10. Perbaiki kesalahan pengertian/mitos yang dimiliki pasien dan anggota
keluarga yang mungkin keliru tentang analgesik.
11. Dokumentasikan respon terhadap analgesik dan adanya efek samping.
12. Lakukan tindakan – tindakan untuk menurunkan efek samping analgesik
(misalnys, kontipasi dan iritasi lambung).
(NIC HAL. 247)
2. Diagnosa 2 : Gangguan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
Pernafasan Definisi :

Noc : Nutrisi: Ketidakseimbangan, Kurang dari Kebutuhan Tubuh (Hal.


551)
Skala : di pertahankan ke 3
Indikator :
1.asupan kalori.
2.asupan protein.
3.asupan lemak.
4.asupan karbohidrat
5.asupan serat
6.asupan vitamin
7.asupan mineral
8.asupan zat besi
9.asupan kalsium
10.asupan nutrisi

Nic : Status nutrisi: Asupan Nutrisi (Hal. 197)


Aktivitas :
1. Tentukan status gizi pasien dan kemampuan pasien untuk memenuhi kebutuhan
gizi.
2. Tentukan apa yang menjadi preferensi makana bagi pasien.
3. Intruksikan pasien mengenai kebutuhan nutrisi (yaitu: membahas pedoman diet
dan piramida makanan).
4. Berikan pilihan makanan sambil menawarkan bimbingan terhadap pilihan
makana yang lebih sehat, jika di perlukan.
5. Atur diet yang di perlukan (yaitu: menyediakan makanan protein tinggi,
menyarankan menggunakan bumbu dan rempah – rempah sebagai alternatife
untuk garam, menyediakan pengganti gula, menambah atau mengurangi kalori,
menambah atau mengurangi vitamin, mineral atau suplemen)
6. Ciptakan lingkungan yang optimal pada saat mengkonsumsi makanan
(misalnya, bersih, berventilasi, santai, dan bebas dari bau yang menyengat)
7. Anjurkan pasien untuk duduk pada posisi tegak di kursi, jika memungkinkan.
8. Pastikan makanan di sajikan dengan cara yang menarik dan pada suhu yang
lebih cocok untuk mengkonsumsi secara optimal.
9. Bantu pasien membuka kemasan makanan, memotong makanan, dan makan,
jika di perlukan.
10. Tawarkan makanan ringan yang padat gizi.
(NIC HAL. 197)

3. Diagnosa 3 : Intoleransi aktifitas


Pernafasan Definisi :

Noc : Toleransi Terhadap Aktivitas (Hal. 582)


Skala : Dipertahankan pada skala 4 dan ditingkatkan pada 5
Indikator :
 1. Saturasi oksigen saat beraktivitas
 Dipertahankan pada skala : 3 dan di tingkatkan pada : 4
 2. Frekuensi pernapasan saat beraktivitas
 Dipertahankan pada skala : 3 dan ditingkatkan pada : 4
 3. Kemampuan untuk berbicara saat beraktivitas fisik
Nic : Terapi Aktivitas ( Hal. 431)
Aktivitas :
1. Pertimbangkan kemampuan klien dalam berpartisipasi dalam melakukan
aktivitas spesifik.
2. Pertimbangkan komitmen klien untuk meningkatkan frekuensi dan jarak
aktivitas.
3. Bantu klien untuk mengeksplorasi tujuan personal dari aktivitas-aktivitas
yang dilakukan dan yang disukai.
4. Bantu klien untuk aktivitas dan pencapaian tujuan melalui aktivitas yang
konsisten dengan kemampuan fisik fisiologis dan social.
5. Bantu klien untuk tetap berfokus pada kekuatan dibandingkan dengan
kelemahan yang dimilikinya.
6. Bantu klien untuk mengidentifikasi dan memperoleh sumber yang
diperlukan untuk aktivitas yang diinginkan.
7. Dorong aktivitas yang tepat.
8. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktivitas yang diingkan.
9. Bantu klien untuk mengidentifikasi aktifitas yang bermakna.
10. Bantu klien dan keluarga untuk mengidentifikasi kelemahan dalam level
aktivitas tertentu.
11. Identifikasi strategi untuk meningkatkan partisipasi terkait dengan
aktivitas yang diinginkan.
12. Bantu klien dan keluarga untuk beradaptasi dengan lingkungan pada saat
mengakomodasikan aktivitas yang di inginkan.
13. Dorong keterlibatan dalam aktivitas kelompok maupun
(NIC HAL. 431)
BAB 4
APLIKASI KASUS SEMU

4.1 Kasus

Ny.K 35 tahun datang ke RS Raden, dengan keluhan klien mengatakan dadanya


nyeri, sakit kepala dan sesak nafas, lemas, cepat lelah saat beraktivitas. Pasien
mengatakan nafsu makan berkurang dan berat badannya sebelum sakit 50 Kg,
klien mengatakan mual, lemas/lemah, sesak napas, dan klien tampak pucat,
mukosa bibir dan tangan tampak pucat, konjungtiva tampak pucat, pada sudut
tampak bercak berwarna pucat keputihan, kuku pasien tampak melengkung seperti
sendok.

Setelah dilakukan pemeriksaan fisik, diperoleh data TD : 110/70 mmHg, Suhu :


350 C, HR : 89x/i, RR : 25x/i, (Hb didapat ; Hb 9 g/dl, kadar zat besi 3mg),TB
158 cm, BB : 45 Kg.

4.2 Pengkajian

Identitas pasien

Nama : Ny.K

Umur : 35 tahun

Agama : Islam

Pekerjaan : Pedagang

Pendidikan : SMA

Status perkawinan : Menikah

Suku : Banten

Alamat : Jln. Jend. Sudirman, 25


Tanggal masuk RS / Jam : 02-10-2016 / 17.15

Tanggal dikaji : 02-10-2016

b. Identitas penanggung jawab

Nama : Tn. F.A

Umur : 47 tahun

Agama : Islam

Pendidikan : SMA

Pekerjaan : Pengusaha

Suku : Banten

Alamat : Jln. Jend. Sudirman, 25

Lain-lain : Umum

4.3 RIWAYAT KESEHATAN

A. Riwayat kesehatan sekarang

1. Alasan masuk rumah sakit

Klien masuk rumah sakit dengan keluhan klien mengatakan dadanya nyeri, sakit
kepala dan sesak nafas, lemas, cepat lelah saat beraktivitas.

B. RIWAYAT KESEHATAN MASA LALU

Pasien belum pernah sakit sebelumnya.

4.4 PEMERIKSAAN FISIK


a. Keadaan umum : sedang, tampak sesak nafas
Tingkat kesadaran : Kompos mentis
Vital sign : TD : 100/70 mmHg
SB : 35º C
N : 88 x/m
RR : 25 x/m
Hb : 9 g/dl
Kadar zat besi : 3mg

4.5 PEMERIKSAAN SISTEMIK


1. . Kepala :
Bentuk kepala : mesochepal,simetris
Rambut : hitam, sebagian putih,mudah di cabut
Nyeri tekan tidak ada
2. Mata
Palpebra:tidak ada oedem
Konjung tiva anemis
Sklera
Pupil berespon terhadap perangsang cahaya,isokor,diameter 22 mm
3. Hidung
simetris, tidak nampak deformitas,tidak ada sekret atau darah,napas cuping
hidung tidak ada
4. Mulut: bibir kering,sianosis,lidah bersih faring tidak hiperemi
5. Telinga: tidak ada deformitas,otore maupun yeri tekan
6. Leher
Trakea:trakea tidak ada definasi trakea
Kel.teroid: tidak membesar
Kelenjar limfe: tidak membesar
7. Dada
Paru paru
Inspeksi: simetris,tidak terdapat retraksi,tidak tanpak jejas.
Palpasi:terdapat ketinggalan gerak,vokal fremitus kiri lebih teraba dari pada
yang kanan.
Perkusi : sonor pada regio pulmo sinestra dan redup pada regio pulmo dextra
Auskultasi: SD vesikuler menurun pada pulmo pasien ,ronkhi kasar
8. Jantung
Inspeksi:ictus cordis terlihat
Palpasi : ictus cordis teraba di SIC V Linea axillaris anterior sinistra ,kuat
angkat
Perkusi : batas jantung kanan atas : SIC III LPS diagnosa
Batas jantung kiri atas : SIC III LMC sinistra
Batas jantung kanan bawah : SIC IV LPS diagnosa
Batas jantung kiri bawah : SIC IV LMC sinistra
9. Abdomen
Inspeksi: dinding perut sama dengan dinding dada
Auskultasi : persitaltic usus normal
Palpasi: tidak terdapat nyeri tekan
Perkusi : timpani
10. Ekstremitas
Superior : tidak ada oedema. Akral hangat, pucat , sianosis
Inferior : tidak terdapat oedema. Akral hangat , pucat , sianosis
4.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG
4.6.1 Pemeriksaan Laboratorium
4.6.2 Pemeriksaan Serum Besi
4.6.3 Pemeriksaan kadar hemoglobin
 RENCANA KEPERAWATAN

No Data Etiologi Diagnosa


1 DS : Penurunan O2 ke Gangguan rasa
Klien Mengatakan nyeri jaringan. nyaman nyeri
Do :
Klien Tampak meringis Supali oksigen ke dalam
TD : 110/70mmHg otak berkurang
HR : 89x/i
RR : 25x/i Sakit kepala(pusing)
Ganggan rasa nyaman
nyeri
2 DS : Nafsu makan menurun, Gangguan nutrisi
Klien mengatakan nafsu makan mual kurang dari
berkurang, mual kebutuhan tubuh.
Klien mengatakan sebelum Merangsang output dari
sakit BB nya 50 Kg dalam tubuh:muntah
DO :
Klien tampak pucat Tubuh kekurangan
klien tampak lemas nutrisi
BB 45 Kg
Intake tidak terpenuhi

Gangguan pemenuhan
kebutuhan nutrisi
3 DS : Ketidakseimbangan Intoleransi
Klien Mengatakan sesak nafas antara suplai oksigen aktifitas
dan lemas, cepat lelah pada (pengiriman) dan
Saat beraktifitas. kebutuhan.
DO :
Klien Tampak Pucat Keterbatasan dalam
Klien tampak lemah melakukan aktivitas

Intoleransi aktivitas
Diagnosa Keperawatan NOC NIC
Nyeri Akut Kontrol Nyeri Pemberian Analgesik
Dipertahankan pada : 4 Aktivitas-aktivitas :
13. Tentukan lokasi,
Ditingkatkan ke : 3
karakteristik, kualitas
dan keparahan nyeri
Indikator:
sebelum mengobati
1.mengenali kapan nyeri pasien.
terjadi. 14. Cek perintah
pengobatan meliputi
2.mengambarkan factor
obat, dosis, dan
penyebab. frekuensi obat
analgesic yang
3.mengunakan jurnal
diresepkan.
harian untuk memonitor
15. Cek adanya riwayat
gejala dari waktu
alergi obat.
kewaktu.
16. Evaluasi kemampuan
4.mengunakan tindakan pasien untuk berperan
pencegahan. serta dalam pemilihan
analgesic, rute dan
5.menggunakan tindakan dosis dan keterlibatan
pengurangan nyeri tampa pasien, sesuai
analgesic. kebutuhan.
17. Pilih analgesic atau
6.menggunakan
kombinasi analgesic
analgesic yang
yang sesuai ketika
direkomendasikan.
lebih dari satu
7.melaporkan perubahan diberikan.
gejala nyeri pada 18. Tentukan analgesic
professional kesehatan. sebelumnya, rute
pemberian, dan dosis
8.melaporkan gejala untuk mencapai hasil
yang tidak terkontrol pengurangan nyeri
pada profesional yang optimal.
kesehatan. 19. Berikan kebutuhan
kenyamanan dan
9.menggunakan
aktivitas lain yang
sumberdaya yang
dapat membantu
tersedia.
relaksasi untuk
memfasilitasi
10.mengenali apa yang
penurunan nyeri.
terkait dengan gejala
20. Berikan analgesik
nyeri.
sesuai waktu
11.melaporkan nyeri paruhnya, terutama
yang terkontrol. pada nyeri yang berat.
21. Susun harapan yang
positif mengenai
keefektifan analgesik
untuk
mengoptimalkan
respon pasien.
22. Perbaiki kesalahan
pengertian/mitos yang
dimiliki pasien dan
anggota keluarga yang
mungkin keliru
tentang analgesik.
23. Dokumentasikan
respon terhadap
analgesik dan adanya
efek samping.
24. Lakukan tindakan –
tindakan untuk
menurunkan efek
samping analgesik
(misalnys, kontipasi
dan iritasi lambung).
(NIC HAL. 247)
Nutrisi: Status nutrisi: Asupan Manajemen Nutrisi:
Ketidakseimbangan, Nutrisi Aktivitas – Aktifitas :
Kurang dari Kebutuhan Dipertahankan pada 11. Tentukan status
Tubuh skala ke 3 gizi pasien dan
Ditingkatkan ke 4 kemampuan pasien
Indikator: untuk memenuhi
1.asupan kalori. kebutuhan gizi.
2.asupan protein. 12. Tentukan
3.asupan lemak. apa yang menjadi
4.asupan karbohidrat preferensi makana bagi
5.asupan serat pasien.
6.asupan vitamin 13. Intruksikan
7.asupan mineral pasien mengenai
8.asupan zat besi kebutuhan nutrisi
9.asupan kalsium (yaitu: membahas
10.asupan nutrisi pedoman diet dan
piramida makanan).
14. Berikan
pilihan makanan sambil
menawarkan
bimbingan terhadap
pilihan makana yang
lebih sehat, jika di
perlukan.
15. Atur diet
yang di perlukan (yaitu:
menyediakan makanan
protein tinggi,
menyarankan
menggunakan bumbu
dan rempah – rempah
sebagai alternatife
untuk garam,
menyediakan pengganti
gula, menambah atau
mengurangi kalori,
menambah atau
mengurangi vitamin,
mineral atau suplemen)
16. Ciptakan
lingkungan yang
optimal pada saat
mengkonsumsi
makanan (misalnya,
bersih, berventilasi,
santai, dan bebas dari
bau yang menyengat)
17. Anjurkan
pasien untuk duduk
pada posisi tegak di
kursi, jika
memungkinkan.
18. Pastikan
makanan di sajikan
dengan cara yang
menarik dan pada suhu
yang lebih cocok untuk
mengkonsumsi secara
optimal.
19. Bantu
pasien membuka
kemasan makanan,
memotong makanan,
dan makan, jika di
perlukan.
20. Tawarkan
makanan ringan yang
padat gizi.
(NIC HAL. 197)
Intoleransi aktifitas 1. Toleransi Terahadap Terapi Aktivitas :
Aktivitas 14. Pertimbangkan
2. Indikator : kemampuan klien
3. 1. Saturasi oksigen saat dalam
beraktivitas berpartisipasi
4. Dipertahankan pada dalam melakukan
skala : 3 dan di aktivitas spesifik.
tingkatkan pada : 4 15. Pertimbangkan
5. 2. Frekuensi pernapasan komitmen klien
saat beraktivitas untuk
6. Dipertahankan pada meningkatkan
skala : 3 dan frekuensi dan jarak
ditingkatkan pada : 4 aktivitas.
7. 3. Kemampuan untuk 16. Bantu klien untuk
berbicara saat mengeksplorasi
beraktivitas fisik tujuan personal
8. Dipertahankan pada dari aktivitas-
skala : 4 dan aktivitas yang
ditingkatkan pada : 5 dilakukan dan
9. (NOC HAL. 582) yang disukai.
17. Bantu klien untuk
aktivitas dan
pencapaian tujuan
melalui aktivitas
yang konsisten
dengan
kemampuan fisik
fisiologis dan
social.
18. Bantu klien untuk
tetap berfokus
pada kekuatan
dibandingkan
dengan kelemahan
yang dimilikinya.
19. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
dan memperoleh
sumber yang
diperlukan untuk
aktivitas yang
diinginkan.
20. Dorong aktivitas
yang tepat.
21. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktivitas yang
diingkan.
22. Bantu klien untuk
mengidentifikasi
aktifitas yang
bermakna.
23. Bantu klien dan
keluarga untuk
mengidentifikasi
kelemahan dalam
level aktivitas
tertentu.
24. Identifikasi strategi
untuk
meningkatkan
partisipasi terkait
dengan aktivitas
yang diinginkan.
25. Bantu klien dan
keluarga untuk
beradaptasi dengan
lingkungan pada
saat
mengakomodasika
n aktivitas yang di
inginkan.
26. Dorong
keterlibatan dalam
aktivitas kelompok
maupun
(NIC HAL. 431)
BAB 5

PENUTUP

5.1 KESIMPULAN

Anemia defisiensi adalah anemia yang disebabkan oleh kekurangan satu atau
beberapa bahan yang diperlukan untuk pamatangan eritrosit.
Anemia defisiensi besi adalah anemia yang disebabkan oleh kurangnya mineral Fe
sebagai bahan yang diperlukan untuk pematangan eritrosit
Anemia defisiensi besi dapat disebabkan oleh rendahnya masukan zat besi,
gangguan absorpsi, serta kehilangan besi akibat perdarahan menahun :
1. Kehilangan besi akibat perdarahan menahun yang dapat beasal dari :
Saluran cerna Akibat dari tukak peptik kanker lambung, kanker kolon,
divertikulosis, hemoroid, dan infeksi cacing tambang
Saluran genetalia wanita menoragi atau metroragi
Saluran kemih hematuria
Saluran nafas hemoptoe
2. Faktor nutrisi akibat kurangnya jumlah besi total dalam makanan atau
3. kualitas besi yang tidak baik (makanan banyak mengandung serat, rendah
vitamin C, dan rendah daging).
4. Kebutuhan besi meningkat seperti pada prematuritas anak dalam masa
pertumbuhan dan kehamilan.
5. Gangguan absorpsi besi gastrekotomi, kolitis kronis

5.2 SARAN
Penulis menyadari masih banyak terdapat kekurangan pada makalah ini. Oleh
karena itu, penulis mengharapkan sekali kritik yang membangun bagi makalah ini,
agar penulis dapat berbuat lebih baik lagi di kemudian hari. Semoga makalah ini
dapat bermanfaat bagi penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
DAFTAR PUSTAKA

Carpenito, Lynda Juall.2009. Diagnosis Keperawatan Aplikasi Pada Praktik

Klinis Edisi 9. Jakarta : EGC

Nathan DG, Oski FA. Iron Deficiency Anemia. Hematology of Infancy and

Childhood. Edisi ke-1. Philadelphia; Saunders, 1974 : 103-25.

Anda mungkin juga menyukai