Anda di halaman 1dari 21

AsKep pada pasien dengan Atresia ani

Disususn oleh :
Agus Saparudin (1611011)
Desi Setya N (1611014)
Fina Ayu Ningtyas (1611017)
Krista Maisari (1611024)
Reka Dwi Intan P (1611029)
Definisi
 Atresia ini atau anus imperforate adalah tidak terjadinya
perforasi membran yang memisahkan bagian entoderm
mengakibatkan pembentukan lubang anus yang tidak
sempurna. Anus tampak rata atau sedikit cekung ke dalam
atau kadang berbentuk anus namun tidak berhubungan
langsung dengan rectum. (sumber Purwanto. 2001 RSCM).
 Dapat disimpulkan bahwa, Atresia Ani adalah kelainan
kongenital dimana anus tidak mempunyai lubang untuk
mengeluarkan feses karena terjadi gangguan pemisahan
kloaka yang terjadi saat kehamilan.
Etiologi
Ada sumber yang mengatakan bahwa kelainan bawaan anus di sebabkan
oleh :
1. Karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi, atau pembentukan anus dari
tonjolan embrionik.
2. Putusnya saluran pencernaan dari atas dengan dubur, sehingga bayi
lahir tanpa lubang anus.
3. Gangguan organogenesis dalam kandungan penyebab atresia ani,
karena ada kegagalan pertumbuhan saat bayi dalam kandungan berusia
12 minggu atau 3 bulan.
4. Kelainan bawaan, anus umumnya tidak ada kelainan rektum, sfingter,
dan otot dasar panggul. Namum demikian pada agenesis anus, sfingter
internal mungkin tidak memadai. Menurut penelitian beberapa ahli
masih jarang terjadi bahwa gen autosomal resesif yang menjadi
penyebab atresia ani
Patofisiologis
 Kelainan ini terjadi karena kegagalan pembentukan septum urorektal secara komplit
karena gangguan pertumbuhan, fusi atau pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
sehingga anus dan rektum berkembang dari embrionik bagian belakang. Ujung ekor dari
bagian belakang berkembang menjadi kloaka yang merupakan bakal genitourinari dan
struktur anorektal. Terjadi stenosis anal karena adanya penyempitan pada kanal anorektal.
Terjadi atresia anal karena tidak ada kelengkapan dan perkembangan struktur kolon
antara 7-10 minggu dalam perkembangan fetal. Kegagalan migrasi dapat juga karena
kegagalan dalam agenesis sakral dan abnormalitas pada uretra dan vagina. Tidak ada
pembukaan usus besar yang keluar melalui anus sehingga menyebabkan fekal tidak dapat
dikeluarkan sehingga intestinal mengalami obstruksi. Putusnya saluran pencernaan dari
atas dengan daerah dubur, sehingga bayi baru lahir 20 tanpa lubang anus. Atresia ani
adalah suatu kelainan bawaan, terdapat tiga letak:
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator ani (M. puborektalis)
dengan jarak antara ujung buntu rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga jarak antara kulit dan
ujung rektum paling jauh 1 cm.
Klasifikasi
Pasien bisa diklasifikasikan lebih lanjut menjadi 3 sub kelompok anatomi,
yaitu :
1. Anomali rendah / infralevator : Rektum mempunyai jalur desenden
normal melalui otot puborektalis, terdapat sfingter internal dan
eksternal yang berkembang baik dengan fungsi normal dan tidak
terdapat hubungan dengan saluran genitourinarius.
2. Anomali intermediet : Rektum berada pada atau di bawah tingkat otot
puborectalis, lesung anal dan sfingter eksternal berada pada posisi
yang normal.
3. Anomali tinggi / supralevator : Ujung rectum di atas otot puborectalis
dan sfingter internal tidak ada. Hal ini biasanya berhubungan dengan
fistula genitourinarius – retrouretral (pria) atau rectovagina
(perempuan). Jarak antara ujung rectum buntu sampai kulit perineum
lebih dari 1 cm.
Lanjutan
Klasifikasi menurut letaknya :
1. Tinggi (supralevator) : rektum berakhir di atas M. levator
ani (M. puborektalis) dengan jarak antara ujung buntu
rektum dengan kulit perineum lebih dari 1 cm. Letak
upralevator biasanya disertai dengan fistel ke saluran
kencing atau saluran genital.
2. Intermediate : rektum terletak pada M. levator ani tetapi
tidak menembusnya.
3. Rendah : rektum berakhir di bawah M. levator ani sehingga
jarak antara kulit dan ujung rektum paling jauh 1 cm.
Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan rectal digital dan visual adalah pemeriksaan
diagnostik yang umum dilakukan pada gangguan ini.
2. Jika ada fistula, urin dapat diperiksa untuk memeriksa adanya
sel-sel epitel mekonium.
3. Pemeriksaan sinyal X lateral infeksi (teknik wangensteen-rice)
dapat menunjukkan adanya kumpulan udara dalam ujung rectum
yang buntu pada mekonium yang mencegah udara sampai
keujung kantong rectal.
4. Ultrasound dapat digunakan untuk menentukan letak rectal
kantong
5. Aspirasi jarum untuk mendeteksi kantong rectal dengan
menusukan jarum tersebut sampai melakukan aspirasi, jika
mekonium tidak keluar pada saat jarum sudah masuk 1,5 cm
Derek tersebut dianggap defek tingkat tinggi.
Lanjutan
6. Pemeriksaan radiologis dapat ditemukan :
a) Udara dalam usus berhenti tiba-tiba yang menandakan obstruksi
di daerah tersebut.
b) Tidak ada bayangan udara dalam rongga pelvis pada bagian baru
lahir dan gambaran ini harus dipikirkan kemungkinan atresia
reftil/anus impoefartus, pada bayi dengan anus impoefartus.
Udara berhenti tiba-tiba di daerah sigmoid, kolon/rectum.
c) Dibuat foto anterpisterior (AP) dan lateral. Bayi diangkat
dengan kepala dibawah dan kaki diatas pada anus benda bang
radio-opak, sehingga pada foto daerah antara benda radio-opak
dengan dengan bayangan udara tertinggi dapat diukur
Penatalaksanaan
1. Pembedahan
Terapi pembedahan pada bayi baru lahir bervariasi sesuai dengan
keparahan kelainan. Semakin tinggi gangguan, semakin rumit
prosedur pengobatannya. Untuk kelainan dilakukan kolostomi
beberapa lahir, kemudian anoplasti perineal yaitu dibuat anus
permanen (prosedur penarikan perineum abnormal) dilakukan
pada bayi berusia 12 bulan. Pembedahan ini dilakukan pada usia
12 bulan dimaksudkan untuk memberi waktu pada pelvis untuk
membesar dan pada otot-otot untuk berkembang. Jenis
pembedahan yang dilakukan adalah:
a) Aksisi membran anal (membuat anus buatan)
b) Fiktusi yaitu dengan melakukan kolostomi sementara dan setelah
3 bulan.
c) dilakukan korksi sekaligus (pembuat anus permanen)
Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada penderita atresia ani antara lain :
 Asidosis hiperkioremia.
 Infeksi saluran kemih yang bisa berkepanjangan.
 Kerusakan uretra (akibat prosedur bedah).
 Komplikasi jangka panjang yaitu eversi mukosa anal,Stenosis
(akibat kontriksi jaringan perut dianastomosis)
 Masalah atau kelambatan yang berhubungan dengan toilet training.
 Inkontinensia (akibat stenosis awal atau impaksi)
 Prolaps mukosa anorektal.
 Fistula kambuan (karena ketegangan diare pembedahan dan
infeksi)(Ngastiyah, 2005)
KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN
Pengkajian
1. Identitas pasien dan identitas penanggung jawab pasien (Nama, umur, jenis kelamin, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat dan tanggal masuk RS),
2. Alasan dirawat (keluhan utama, riwayat penyakit sekarang, riwayat penyakit dahulu, riwayat keluarga
dan riwayat alergi terhadap obat),
3. Kebutuhan dasar pasien (bernafas,nutrisi, eleminasi, tidur gerak dan keseimbangan tubuh, kebutuhan
berpakaian, temperature tubuh dan sirkulasi, personal hygiene, rasa aman dan nyaman, berkomunikasi,
kebutuhan spiritual, kebutuhan bekerja, bermain dan berekreasi, kebutuhan belajar),
4. Data pemeriksaan fisik( keadaan umum dan hasil pemeriksaan fisik dari ujung kepala sampai ujung
kaki),
5. Pemeriksaan penunjang, terapi medis, Dari data yang sudah terkumpul baru kita analisa sehingga
didapatkan data subyektif dan obyektif, dari DO dan DS dirumuskan masalah, kemudian dari rumusan
masalah dibuatlah diagnose keperawatannya.
Pengkajian Kebutuhan Dasar Klien :
- Pola Persepsi Kesehatann - Pola Nutrisi dan Metabolik
- Pola Eliminasi - Pola Tidur dan Istirahat
- Pola Konsep Diri dan Persepsi Diri - Pola Peran dan Pola Hubungan
- Pola Reproduksi dan Seksual - Pola Pertahanan Diri, Stress dan Toleransi
- Pola Keyakinan
DIAGNOSA KEPERAWATAN
Pre Op :
 Konstipasi
 Resiko kekurangan volume cairan.
 Cemas orang tua.
Post Op :
 Nyeri.
 Kerusakan integritas kulit
 Resiko infeksi.
 Perubahan pola eliminasi.
 Kurang pengetahuan.
APLIKASI KASUS SEMU
 I. IDENTITAS DATA
Nama : An. R
TTL : Purwokerto, 9 Juli 2008
Usia : 1 Hari
Jenis kelamin : Perempuan
Pendidikan : -
Alamat : Purwokerto
Agama : Islam
Nama ayah/ibu : Tn.R/Ny.N
Pekerjaan ayah : Buruh
Pekerjaan ibu : Ibu rumah tangga
Pendidikan ayah : SMP
Pendidikan ibu : SD
Agama : Islam
Alamat : Purwokerto
Suku/Bangsa : Jawa/Indonesia
LANJUTAN
 II. KELUHAN UTAMA
Ibu pasien mengatakan bahwa pasien tidak punya anus, tidak bisa BAB, tidak mau minum asi, muntah 3x, perut
membuncit, perut kembung, pucat, tinja keluar dari vagina/uretra.

III. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG


1. Muncul Keluhan
a. Tanggal munculnya keluhan : 9 Juli 2008 (Sejak pasien baru lahir)
b. Waktu munculnya keluhan : Sejak lahir
c. Faktor predisposisi : Faktor genetik, Faktor kromosom, Faktor mekanis, Faktor
obat, Faktor hormonal, Faktor radiasi, Faktor gizi, dan gangguan pembentukan anus dari tonjolan embrionik,
Faktor infeksi.
Faktor prespitasi : Gangguan pertumbuhan embrional dan fetal.
d. Lingkungan : Daerah yang terkena radiasi
e. Toksin : Infeksi virus, rubela, bakteri.
2. Karakteristik
a. Lokasi : Perut membuncit, tidak ada anus.
b. Hal-hal yang meningkatkan keluhan : Saat menetek.
c. Gejala-gejala lain yang berhubungan : Rewel, suhu meningkat.
3. Masalah sejak muncul keluhan
a. Insiden : Serangan mendadak tunggal.
b. Perkembangan : Memburuk.
c. Efek dari pengobatan : Tidak ada perubahan.
LANJUTAN
 IV. RIWAYAT MASA LAMPAU
1. Prenatal : Ibu pasien mengandung pasien selama 9 bulan 10 hari dan rutin melakukan pemeriksaan ANC ke bidan
dengan ketentuan :
Trimester I : Memeriksakan kandungan tiap 1 bulan sekali.
Trimester II : Memeriksakan kandungan setiap 1 bulan sekali.
Trimester III : Memeriksakan kandungan setiap 2 minggu sekali.
Ibu pasien juga minum obat penambah darah 1x sehari sejak usia kehamilan 4 bulan, tidak mendapatkan imunisasi TT selama
kehamilan.
Keluhan sewaktu hamil :
TI : mual, muntah.
T II : tidak ada keluhan
T III : tidak ada keluhan
2. Natal :
Ibu pasien melahirkan dengan usia kehamilan 38 minggu. Pasien melahirkan dengan persalinan normal dan spontan dibantu oleh
Bidan Desa dengan didampingi oleh suaminya.
3. Postnatal :
Pada saat melahirkan, ibu pasien tidak mengalami perdarahan dan pasien tidak mengalami asfiksia. Pasien tidak mau minumASI,
pasien tidak mempunyai anus.
APGAR Score :
Menit 1 : 8
Menit 5 : 9
Menit 10 : 10
BBL : 3500 gram
PBL : 45 cm
4. Penyakit waktu kecil : Tidak ada
5. Riwayat dirawat di RS : Pasien belum pernah dirawat di RS.
6. Obat yang dikonsumsi : -
7. Riwayat alergi : -
8. Kecelakaan : -
9. Imunisasi : -
No Data Etiologi Diagnosa
Penurunan pengeluaran cairan
1. Ds : Konstipasi
didalam usus
Ibu pasien mengatakan |
bahwa pasien tidak dapat Penaikan penyerapan air dari
tinja di dalam usus
mengeluarkan mekonium
|
sejak lahir. Tinja kering, keras
Do : |

Perut pasien tampak buncit Tinja tertahan di dalam usus


|
Distensi abdomen
Peristaltik usus menurun Tinja sulit dikeluarkan
|

KONSTIPASI
Ds : ATRESIA ANI Nausea
2.
- Ibu pasien mengatakan bahwa pasien
muntah
- Ibu pasien mengatakan pasien tidak mau Feses tidak keluar
menetek
Do : Feses menumpuk
- Pasien muntah 5x sehari
- Pasien terlihat pucat Peningkatan tekanan intra
- Pasien tampak lemah abdomen

Mual, muntah
Kelainan Konginetal Ansietas
3. Ds :
- Ibu pasien mengatakan bahwa dia cemas
dengan keadaan anaknya. Gagal pembentukan, fusi dan
- Ibu pasien mengatakan merasa bingung pembentukan anus

Do :
- Ibu px tampak gelisah Atresia ani
- Ibu px terlihat cemas
Inkontinensia bowel
- Ibu px tampak tegang

Pembedahan

Kolostomi

Pre Operasi

Kurang Informasi

Cemas
No Diagnosa Noc Nic
Konstipasi
1. Dipertahankan pada skala 2 Manajemen Konstipasi/Impaksi
ditingkatkan pada skala 4 Aktivitas-aktivitas :
Eliminasi usus 1. Monitor tanda dan gejala konstipasi
Indikator : 2. Monitor hasil produksi, pergerakan usus
1. Pola eliminasi (feses) meliputi frekuensi, konsistensi,
2. Kontrol gerakan usus bentuk, volume, dan warna, dengan cara
3. Nyeri pada saat BAB tepat.
4. Konstipasi 3. Konsultasikan dengan dokter mengenai
5. Warna feses penurunan/peningkatan bising usus.
4. Jelaskan penyebab dari masalah dan
rasionalisasi tindakan pasien.
5. Instruksikan pasien/keluarga akan
penggunaan laksatif yang tepat
Nausea
2. Dipertahankan pada skala 3 Manajemen Muntah
ditingkatkan pada skala 5 Aktivitas-aktivitas :
Kontrol Mual dan Muntah 1. Kaji emesis terkait dengan warna, konsistensi,
Indikator : akan adanya darah, waktu, dan sejauh mana
1. Mengenali onset mual. kekuatan emesis.
2. Mendeskripsikan faktor-faktor 2. Ukur atau perkirakan volume emesis.
penyebab. 3. Identifikasi faktor-faktor yang dapat
3. Mengenali pencetus stimulus. menyebabkan atau berkontribusi terhadap
muntah (misalnya, obat-obatan dan prosedur).
4. Pastikan obat antimetik yang efektif diberikan
untuk mencegah muntah bila memungkinkan.
5. Posisikan untuk mencegah aspirasi.
6. Pertahankan jalan nafas lewat mulut.
7. Monitor keseimbangan cairan dan elektolit.
8. Informasikan penggunaan teknik non
farmakologis bersamaan dengan ukuran-ukuran
kontrol muntah.
9. Bantu individu dan keluarga untuk mencari dan
memberikan dukungan untuk diri mereka sendiri.
10. Monitor efek manajemen muntah secara
menyeluruh.
Ansietas
3. Dipertahankan pada skala 2 Pengurangan Kecemasan
dan ditingkatkan pada skala 3 Aktivitas-aktivitas :
Tingkat Kecemasan 1. Gunakan pendekatan yang tenang dan
Indikator : meyakinkan
1. Tidak dapat beristirahat 2. Ciptakaan atmosfer rasa aman untuk
2. Kesulitan berkonsentrasi meninggkatkan kepercayaan
3. Kesulitan dalam 3. Berikan objek yang menunjukkan
penyelesaian masalah perasaan aman
4. Kesulitan dalam 4. Berikan informasi factual terkait
belajar/memahami sesuatu. diagnosis, perawatan, dan prognosis
5. Rasa cemas yang
disampaaikan secara lisan

Anda mungkin juga menyukai