Anda di halaman 1dari 10

BAB III

EKSANTEMA VIRUS

I. Definisi Eksantema
Penyakit eksantema adalah suatu penyakit yang bermanifestasi sebagai
erupsi pada kulit yang berhubungan dengan penyakit sistemik yang biasanya
disebabkan oleh infeksi. Mekanisme terjadinya lesi kulit adalah kerusakan sel
akibat invasi organisme patogen, produksi toksin oleh organisme, dan respon
imun pejamu.1

II. Klasifikasi Eksantema


Pada awal abad 20, saat pravaksinasi, klasifikasi eksantema diurutkan
berdasarkan kejadian dalam masa perkembangan anak. Tabel berikut
menggambarkan urutan penyakit berdasarkan nomor historis :2
DISEASES INFECTIOUS AGENTS
First Rubeola or measles
Second Streptococcal scarlet fever
Third Rubella or German measles
Fourth Filatov-Dukes disease
Fifth Erythema infectiosum (Parvovirus B19)
Sixth Human herpes virus 6 ( roseola )
Sumber : Lau AS, Uba A, Lehman D. Infectious diseases. Dalam: Rudolph AM, Kamei RK, Overby KJ,
editor. Rudolph’s fundamentals of pediatrics. Edisi ketiga. Mc-Graw Hill. New York, 2002; 379-86

Klasifikasi ini tidak digunakan lagi karena telah ditemukan lebih dari 50
organisme (virus, bakteri, Riketsia) penyebab eksantema pada anak.2 Klasifikasi
penyakit eksantema akut berdasarkan gamabaran erupsi kulit:
1. Gambaran eritema makulopapular3
- Campak/measles/rubeola - Toxoplasmosis
- Rubella - Infeksi sitomegalovirus
- Scarlet Fever - Eritema toksik
- Staphylococcal Scaled Skin - Erupsi obat
Syndrome - Sunburn
- Meningococcemia - Miliaria
- Tifus dan Tick Fever - Kawasaki syndrome

8
2. Gambaran erupsi papulovesikular3
- Infeksi varisela zoster - Rickettsia pox
- Variola - Impetigo
- Eksema herpetikum - Gigitan serangga
- Eksema vaksinatum - Urtikaria papular
- Infeksi virus coxackie - Erupsi obat
- Campak atipik

III. Patogenesis Eksantema


Patogenesis manifestasi kulit dari penyakit sistemik dapat dibagi
menjadi 3 kategori. Pertama, penyebaran mikroorganisme penyebab infeksi
melalui darah (viremia, bakteriemia, dan sebagainya) yang menghasilkan
infeksi sekunder di kulit atau dapat juga merupakan hasil reaksi respon imun
antara organisme yang bersangkutan dengan antibodi atau faktor seluler di
lokasi kulit. Cacar air, infeksi enterovirus, dan meningokoksemia adalah
contoh penyakit dimana mikroba mencapai kulit melalui darah.4
Kedua, patogenesis yang berhubungan dengan penyebaran toksin dari
penyebab infeksi. Infeksi terjadi di lokasi tertentu namun kemudian toksin
yang dihasilkan menyebar dan mencapai kulit melalui darah. Tiga contoh
penyakit dalam kelompok ini adalah demam skarlatina streptokokal,
staphylococcal scalded skin syndrome (SSSS), dan sindroma syok toksik.4
Ketiga adalah patogenesis pada penyakit sistemik dimana eksantema
tidak dapat dimengerti dengan baik namun muncul dan diduga mempunyai
dasar imunologis. Contohnya eritema multiforme eksudativum (sindroma
Stevens-Johnsons) dan eritema nodosum.4

IV. Gejala Klinis.


Penyebab penyakit eksantema sebagian besar adalah virus dengan
bentuk morfologik yang mirip satu sama lain sehingga sulit untuk
membedakan secara klinis. Tidak ada batas yang nyata yang dapat
membedakan penyebab infeksi, terutama dari aspek gejala klinik. Berikut
deskripsi berbagai infeksi virus yang menimbulkan demam dan ruam :5

9
Eksantema pada Infeksi Virus yang Umum menurut Lembo (1) 5

Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.

10
Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015.

11
Sumber: Lembo RM. Fever and rash. Dalam: Kliegman RM, Greenbaum LA, Lye PS, editor. Practical strategies in pediatric diagnosis and therapy. Edisi kedua. Elsevier Saunders. Philadelphia, 2004; 997-1015

12
EKSANTEMA SUBITUM

I. Sinonim Eksantema Subitum


Roseola Infantum, Sixth Disease, dan Campak Bayi.1

II. Definisi Eksantema Subitum


Eksantema Subitum atau Roseola Infantum adalah infeksi yang biasanya
terjadi pada bayi, karakteristiknya demam tinggi 3 hingga 5 hari, diikuti
timbulnya ruam makulopapular saat demam turun.6

III. Etilogi Eksantema Subitum


1. Human Herpes Virus tipe-6
Berperan sebagai agen etiologi pada 80-92% kasus eksantema
subitum. Termasuk dalam Genus Roseola virus, Subfamily Beta-
herpesvirus. Diameter virus ini besar (185-200nm), berselubung,
merupakan virus dengan DNA double helix.7
Pada mulanya diisolasi dari sel darah perifer manusia, bereplikasi
pada sel T manusia, baik sel CD4 maupun CD8, monosit, megakariosit, sel
glia, sel salivarius. Saat ini HHV-6 memiliki 2 varian, yaitu human herpes
virus varian A yang tidak menyebabkan penyakit, dan human herpes virus
varian B yang paling banyak menyebabkan infeksi primer.7
Virus ini menyebar melalui air liur (droplet) dan sekret genital.7
2. Human Herpes Virus 7 (HHV-7)
Biasanya ditemukan di saliva orang dewasa. Morfologi mirip dengan
HHV-6.7

IV. Epidemiologi Eksantema Subitum


Infeksi paling banyak ditemukan pada 2 tahun pertama kehidupan.
Diperkirakan roseola menyerang 30% dari semua anak-anak. HHV-6 ini
mempunyai distribusi global, dengan gejala kadang asimtomatik. Morbiditas
penyakit ini rendah pada bayi dengan imunokompeten karena menyebabkan

14
gejala yang ringan, akan tetapi mortalitas tinggi pada orang dewasa yang
menderita imunodefisiensi karena dapat menimbulkan beberapa gejala seperti
depresi saluran pernafasan, kejang dan gangguan multiorgan sehingga dapat
menyebabkan kematian. Insiden roseola infantum tidak dipengaruhi oleh ras
dan jenis kelamin.8

V. Patofisiologi Eksantema Subitum


HHV-6 dan HHV-7 sering terdeteksi dalam saliva manusia dan kadang
pada secret genital. Infeksi primer dapat disertai dengan gejala-gejala atau
dapat tidak bergejala. Viremia dapat dideteksi pada 4-5 hari pertama gejala
klinis muncul. Jumlah viru dalam darah dihubungkan langsung dengan
keparahan penyakit. Terdapat respon imun kompleks yang tersusun dari induksi
berbagai sitokin (interferon alfa dan gamma, IL-beta, TNF-α), respon antibody,
dan reaktivitas sel-T.7
Hilangnya viremia primer, demam dan munculnya ruam dihubungkan
dengan antibody anti-HHV neutralisasi serum dan menaikan jumlah sel natural
killer. Kadar antibodi tinggi pada dewasa, seiring dengan pelepasan virus dalam
liur dan deteksi asam nukleat virus dalam kelenjar ludah, dan deteksi asam
nukleat virus dalam kelenjar ludah dapat mendukung keadaan latensi virus
yang lama. Sifat reaktivasi virus dapat terjadi pada anak yang lebih tua atau
orang dewasa terutama yang memiliki defek pada imunitas seluler seperti
penderita transplantasi atau AIDS.7

VI. Manifestasi Klinis Eksantema Subitum


1. Demam
Muncul demam tinggi (39,4 – 41,20C) secara mendadak, demam biasanya
turun setelah 3-5 hari.7
2. Ruam kemerahan
Setelah demam turun, timbul ruam kulit kemerahan (erupsi makula dan
makulopapular) di seluruh tubuh. Di mulai dari dada menyebar ke lengan,
leher, wajah dan ekstremitas. Ruam berwarna merah muda (rose-pink

15
macula atau makulopapular), tidak gatal, berdiameter 1-3 mm, menghilang
dalam 1-2 hari tanpa pigmentasi atau deskuamasi.7
3. Limfadenopati
Terdapat limfadenopati servikal tetapi tidak meluas seperti pada ruam
rubella.7
4. Tanda dan gejala terkait8
Adenopati oksipital atau servikal 30-35%
Gejala pernafasan 50-55%
Diare ringan 55-70%
Kejang 5-35%
Edema palpebra 26-30%
Faringitis papuler 65%

VII. Diagnosis Eksantema Subitum


Penegakan diagnosis dibuat dari gambaran klinis adanya demam tinggi
selama 3-4 hari dan setelah demam turun akan muncul ruam makulopapuler di
seluruh tubuh, mulai dari badan, menyebar ke lengan dan leher, dan melibatkan
muka serta kaki. Ruam tidak menimbulkan rasa gatal dan akan menghilang
dalam waktu 2-3 hari tanpa adanya hiperpigmentasi. Dapat terjadi
pembengkakan limfonodi servikal, retroaurikular dan oksipital. Limpa juga
agak membesar.7
Pemeriksaan laboratorium menunjukan leukopenia dan leukositosis
relative. Adanya HHV-6 dapat ditemukan dengan kultur darah, tes serologi atau
PCR.7

VIII. Diagnosis Banding Eksantema Subitum


Beberapa diagnosis banding dari roseola infantum:
1. Rubella
Pada rubella didapatkan adanya pembesaran kelenjar limfonodi
suboksipital, servikal posterior dan posaurikular. Ruam pada penyakit ini
muncul ketika masih terjadi demam. Saat ruam menghilang terjadi
deskuamasi.5

16
2. Rubeola
Penyakit ini ditandai dengan adanya coryza, batuk, konjungtivitis dan
bercak koplik. Ruam makulopapuler terjadi disertai naiknya suhu badan.
Hilangnya ruam disertai adanya hiperpigmentasi.5
3. Demam dengue
Ruam makulopapuler, biasanya timbul 5-12 jam sebelum naiknya
suhu pertamakali, yaitu pada hari ketiga-kelima dan biasanya berlangsung
3-4 hari. Ruam ini menghilang dengan tekanan.6
4. Drug Eruption
Terdapat riwayat minum obat sebalumnya. Tidak ada gejala demam.5
5. Demam scarlet
Ruam makulopapuler menyatu dengan tekstur seperti kulit angsa yang
secara jelas terlihat pada abdomen. Saat ruam menghilang disertai adanya
deskuamasi.5

IX. Pemeriksaan Penunjang Eksantema Subitum


1. Pemeriksaan laboratorium dilakukan pemeriksan darah rutin. Hasilnya :8
a. Leukositosis selama 24-36 jam pertama demam, jumlah leukosit
mencapai 16 ribu-20ribu/mm3 disertai peningkatan neutrofil.
b. Leucopenia 3000-5000/mm3, biasanya saat demam hari ketiga dan
keempat.
c. Neutropeni absolute dengan limfositosis relative. Terdapat bukti
laboratorium hepatitis pada beberapa kasus pasien dewasa.
2. Pemeriksaan serologis
a. Polymerase Chain Reaction (PCR), Antibodi IgM terhadap HHV-6
dapat terdeteksi 5-7 hari pertama setelah infeksi primer.

X. Komplikasi
Beberapa komplikasi dari roseola infantum :
1. Kejang demam
Suhu tubuh anak yang meningkat dengan cepat dapat menyebabkan
kejang.8

17
2. Meningoencephalitis
Meningitis dapat terjadi pada 3 dari 8 anak yang kejang demam dan 3
dari encephalitis karena HHV-6 menyebar ke cairan serebrospinal.8

XI. Penatalaksanaan
Tidak ada terapi spesifik, pengobatan yang direkomendasikan bersifat
simtomatis. Antipiretik dapat diberikan untuk membantu menurunkan demam,
dapat menggunakan asetaminofen atau ibuprofen. Pada bayi dan anak muda
yang cenderung untuk konvulsi, pemberian sedatif ketika muncul demam
sebagai profilaksis kejang.7

XII. Prognosis
Prognosis roseola adalah dubia karena pada anak dengan keadaan umum
baik dan imunokompeten dapat bertahan tanpa adanya komplikasi, akan tetapi
pada anak dengan keadaan immunosupressed maka infeksi dapat menjadi
kronis dan timbul komplikasi yang dapat menyebabkan kematian.8

18

Anda mungkin juga menyukai