Anda di halaman 1dari 17

REFLEKSI KASUS 05 Oktober 2019

“FRAKTUR GALEAZZI”

Nama : Ghieliyani Septi Pratini


No. Stambuk : N 111 17 150
Pembimbing : dr. Haris Tata M.kes, Sp.OT

DI BUAT DALAM RANGKA TUGAS KEPANITRAAN KLINIK


BAGIAN ILMU BEDAH
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS TADULAKO
PALU
2019
BAB I

TINJAUAN KASUS

I. IDENTITAS PASIEN

Nama : Ny. E
Umur : 59 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : IRT
Tanggal masuk : 01 september 2019
Ruangan : Teratai kelas 3
Alamat : Jalan Giliraja

II. ANAMNESIS
TANGGAL 02/09/2019

Keluhan Utama : Nyeri pada lengan bawah kanan

Anamnesis Terpimpin :
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada lengan bawah sebelah kanan di
akibatkan karena kecelakaan lalu lintas saat hendak mengantar cucunya. Pasien di bonceng
motor dan tiba tiba di tabrak dari arah belakang kemudian pasien jatuh dengan posisi tangan
terbuka dan bertumpu di aspal. Mual (-), muntah (-), penurunan kesadaran (-). BAB (+)
lancer. BAK (+) lancar.

Riwayat penyakit sebelumnya:


Pasien mengatakan tidak ada riwayat trauma sebelumnya .

Riwayat penyakit dalam keluarga :


Tidak ada riwayat hipertensi (-), diabetes mellitus (-) atau alergi (-) dalam keluarga,
tidak ada anggota keluarga yang mengeluh hal serupa.
III. PEMERIKSAAN FISIK
TANGGAL 02/09/2019
PRIMARY SURVEY

 Airway :Bebas
 Breating : RR: 21x/menit,simetris (+/+), sonor (+/+), Vesikuler (+/+), Rh (-/-), Wh
(-/-), Jejas (-/-), krepitasi (-/-)
 Circulation : TD 130/80 mmHg, N :88 x/menit,Suhu : 36.8 oC, Reguler, akral hangat
(+/+), perdarahan aktif (-), CTR < 2 detik.
 Disability : GCS 15 (E4M6V5)
 Exposure : Diskolasi antebrachii dextra

SECUNDARY SURVEY

Status generalis :

 Kesadaran : Composmentis
 Tekanan Darah : 130/80 mmHg
 Nadi : 88 x/menit
 RR : 21 x/menit
 Temperature : 36,8oC
Kepala : Normocepal
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-
Leher : Pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tyroid (-)
Thorax :
Paru-paru
 Inspeksi : Simetris bilateral, retraksi (-/-)
 Palpasi : Nyeri tekan (-), vokal fremitus kanan sama dengan kiri.
 Perkusi : Sonor +/+, batas paru hepar SIC VI midclavicula dextra
 Auskultasi : Vesikuler (+/+), Rhonki (-/-) wheezing (-/-).
Jantung
 Inspeksi : Iktus kordis tak tampak
 Palpasi : Pulsasi ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : Pekak
Batas jantung atas SIC II parasternal sinistra
Batas jantung bawah SIC V midclavicula sinistra
Batas jantung kanan SIC IV parasternal dextra
 Auskultasi : BJ I/II murni reguler

Abdomen:
 Inspeks : Distensi (-), Jejas (-)
 Auskultasi : Peristaltik (+), kesan normal
 Perkusi : Timpani seluruh abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan (-)

Ekstremitas:
Regio Antebrachii Dextra
Inspeksi : Deformitas (+), edema (+)
Palpasi : nyeri tekan (+)
ROM : Gerakan wrist dan elbow joint terbatas karena nyeri
NVD : A. Radialis teraba, kuat angkat. Sensorik dan motorik dalam batas normal.

IV. PEMERIKSAAN PENUNJANG


1. Pemeriksaan Darah Rutinn Kimia Darah :(02/09/2019)
Result Normal Range
WBC : 14.24 x103/ul (3.8 -11.0)
RBC : 4.12 x 106/ul (3.8 – 5.2)
Hb : 12.1g/dl (11,7 – 15,5)
HCT : 35.7 % (35 – 47 )
PLT : 310 x 103/ul 150- 400
GDS : 100 mg/dl 74-100
Kreatinin : 0.91 mg/dl 0.60-1.20
Ureum : 37 mg/dl 15.0-43.2
HbsAg : nonreaktif

2. Rontgen Antebrachii dextra AP lateral (01/09/2019)

Kesan

 Diskontinuitas radius
 Disrupsia distal radioulnar joint
 Soft tissue swelling (+)
IV. RESUME

Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada lengan bawah sebelah kanan di akibatkan
karena kecelakaan lalu lintas saat hendak mengantar cucunya. Pasien di bonceng motor dan tiba
tiba di tabrak dari arah belakang kemudian pasien jatuh dengan posisi tangan terbuka dan
bertumpu di aspal. Pemeriksaan fisik kesadaran komposmentis, TD = 130/80 mmHg, N=
88x.menit, S =36,8 celcius. Pemeriksaan status lokalis Regio Antebrachii Dextra Inspeksi :
Deformitas (+), edema (+), Palpasi : nyeri tekan (+), ROM : Gerakan wrist dan elbow joint
terbatas karena nyeri, NVD : A. Radialis teraba, kuat angkat. Sensorik dan motorik dalam batas
normal. Pemeriksaan laboratorium di dapatkan WBC= 14.24 x 103, RBC : 4.12 x 106dL ,HB :
12.2 g/dL, HCT 35.70 C, PLT : 310 X 103
.
V. DIAGNOSIS
Closed Fraktur Distal Radius Dextra + Dislokasi Radioulnar Joint (Fraktur Galeazzi)

VI. PENATALAKSANAAN
MEDIKA MENTOSA
 IVFD RL 20 tpm
 Injeksi Ranitidin 1 amp/8jam/iv
 Injeksi ketorolac 1 amp/8 jam/ iv
 Pro Orif

NON MEDIKA MENTOSA

 Pemasangan Spalak
 Tinggikan Tangan

VII. PROGNOSIS

Ad vitam : Dubia ad Bonam


Ad sanationam : Dubia ad Bonam
Ad functionam : Dubia ad Bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Fraktur Galeazzi pertama kali diuraikan oleh Riccardo Galeazzi (1935) yaitu fraktur pada 1/3
distal radius disertai dislokasi sendi radio-ulnar distal. (1,2)

Epidemiologi
Fraktur Galeazzi meliputi 3-7% dari semua fraktur lengan bawah. Ia biasanya lebih sering
terjadi pada laki-laki.(2) Fraktur Galeazzi lebih banyak ditemukan daripada fraktur Monteggia.(3,4)
Kebanyakan ditemukan pada orang dewasa dan jarang pada anak-anak. (1)

Etiologi
Etiologi dari fraktur Galeazzi di duga akibat dari jatuh yang menyebabkan beban aksial
ditumpukan pada lengan bawah yang hiperpronasi.(2,3,5)

Mekanisme trauma
Ada beberapa perbedaan pendapat pada mekanisme yang tepat yang menyebabkan
terjadinya fraktur Galeazzi. Mekanisme yang paling mungkin adalah jatuh dengan tumpuan pada
tangan disertai dengan pronasi lengan bawah yang ekstrim. Daya tersebut diduga melewati artikulasi
radiocarpal, mengakibatkan dislokasi dan pemendekan dari tulang radius.(2,4) Terjadi fraktur pada 1/3
distal radius dan subluksasi atau dislokasi sendi radioulnar distal.(4) Deforming forces termasuk
brakioradialis, kuadriseps pronator, dan ekstensor ibu jari, serta berat tangan. Cedera otot dan
jaringan lunak yang deformasi yang terkait dengan fraktur ini tidak dapat dikontrol dengan
imobilisasi plester.(3)
Diagnosis
Gambaran klinis

Terdapat gejala fraktur dan dislokasi pada daerah distal lengan bawah. (1) Adanya tonjolan
tulang atau nyeri pada ujung ulnar adalah manifestasi yang paling sering ditemukan.(4) Nyeri dan
edema pada jaringan lunak bisa didapatkan pada daerah fraktur radius 1/3 distal dan pada pergelangan
tangan. Cedera ini harus dikonfirmasi dengan pemeriksaan radiologi.(2,3)

Anterior interroseous nerve palsy juga bisa terjadi tapi sering dilewati karena tidak ada
komponen sensorik pada temuan ini. Nervus interosseous anterior merupakan cabang dari nervus
medianus. Cedera pada nervus interosseous anterior ini bisa mengakibatkan paralisis dari fleksor
policis longus dan fleksor digitorum profundus pada jari telunjuk, dan menyebabkan hilangnya
mekanisme menjepit antara ibu jari dengan jari telunjuk.(3)

Gambar 1. Fraktur Galeazzi.(6)


Pemeriksaan radiologis

Dengan pemeriksaan roentgen diagnosis dapat ditegakkan. (1) Foto radiologi lengan bawah
posisi anteroposterior (AP) dan lateral di perlukan untuk menegakkan diagnosis. Foto radiologi
ekstremitas kontralateral bisa diambil untuk perbandingan. Foto polos lengan bawah bisa ditemukan
cedera pada sendi radioulnar distal: (3)

 Fraktur pada dasar dari styloideus ulnaris.


 Pelebaran dari ruang sendi radioulnar distal yang bisa terlihat pada foto posisi AP.
 Dislokasi radius yang relative dengan ulna pada foto lateral, yang bisa didapatkan dengan
mengabduksikan bahu 90˚.
 Pemendekan dari radius lebih dari 5 mm relatif dengan ulnar distal.

Gambar 2. Foto radiologis posisi anteroposterior menunjukkan fraktur Galeazzi klasik: fraktur radius
yang berbentuk oblik dan transversum dengan adanya dislokasi sendi radioulnar distal.(3)
Gambar 3. Fraktur Galeazzi. Gambar menunjukkan perbedaan antara (a) fraktur Monteggia dan (b)
fraktur Galeazzi. (c,d) Tipe Galeazzi sebelum dan setelah reduksi dan pemasangan plat.(4)

Penatalaksanaan
Fraktur bersifat tidak stabil dan terdapat dislokasi sehingga sebaiknya dilakukan operasi
dengan fiksasi interna. Pada fraktur Galeazzi harus dilakukan reposisi secara akurat dan mobilisasi
segera karena bagian distal mengalami dislokasi. Dengan reposisi yang akurat dan cepat maka
dislokasi sendi ulna distal juga tereposisi dengan sendirinya. Apabila reposisi spontan tidak terjadi
maka reposisi dilakukan dengan fiksasi K-Wire. Operasi terbuka dengan fiksasi rigid
mempergunakan plate dan screw.(1)

Open reduction internal fixation merupakan terapi pilihan, karena closed treatment
dikaitkan dengan tingkat kegagalan yang tinggi. Fiksasi plate dan screw adalah terapi pilihan.
Pendekatan Henry anterior (interval antara fleksor karpi radialis dan brakioradialis) biasanya
menyediakan eksposur yang cukup untuk melihat fraktur radius, dengan fiksasi plate pada permukaan
yang datar, permukaan volar dari radius.(5)
Cedera sendi radioulnar distal biasanya menyebabkan ketidakstabilan bagian dorsal, karena
itu, capsulotomy dorsal dapat dilakukan untuk mendapatkan akses ke sendi radioulnar distal jika tetap
dislokasi setelah radius difiksasi. Fiksasi Kirschner wire mungkin diperlukan untuk mempertahankan
reduksi dari sendi radioulnar distal jika ianya tidak stabil. Jika sendi radioulnar distal diyakini stabil,
bagaimanapun, imobilisasi plester pasca operasi mungkin sudah cukup. (5)

Ada 3 kemungkinan yang bisa terjadi pada pasien dengan fraktur Galeazzi: (4)

1. Sendi radio-ulnar tereduksi dan stabil


Tidak dilakukan tindakan lanjut. Lengan di istirihatkan untuk beberapa hari, kemudian
dilakukan pergerakan aktif dengan hati-hati. Sendi radio-ulnar harus diperiksa baik secara klinis
dan radiologis setelah 6 minggu.

2. Sendi radio-ulnar tereduksi tapi tidak stabil


Imobilisasi lengan dalam posisi stabil (biasanya supinasi), jika diperlukan disertai juga
dengan K-wire transversum. Lengan di balut dengan cast di bagian atas siku selama 6 minggu.
Jika terdapat fragmen styloideus ulnaris yang besar, maka harus direduksi dan difiksasi.

3. Sendi radio-ulnar tidak tereduksi


Keadaan ini jarang didapatkan. Open reduction harus dilakukan untuk membersihkan
jaringan lunak yang rusak. Setelah itu lengan di imobilisasi dalam posisi supinasi selama 6
minggu.

Manajemen pascaoperasi: (5)

1. Jika sendi radioulnar distal stabil: Pergerakan dini adalah dianjurkan.


2. Jika sendi radioulnar distal tidak stabil: Imobilisasi lengan dalam posisi supinasi selama 4 sampai
6 minggu dengan menggunakan long arm splint atau cast.
3. Pin sendi radioulnar distal, jika diperlukan, dan akan dilepas pada 6 sampai 8 minggu.

Komplikasi
a) Malunion: Reduksi nonanatomik dari fraktur radius disertai dengan kegagalan untuk
mengembalikan alignment rotasi atau lateral dapat mengakibatkan hilangnya fungsi supinasi
dan pronasi, serta nyeri pada range of motion. Ini mungkin memerlukan osteotomy atau
ulnar distal shortening untuk kasus-kasus di mana gejala pemendekan dari radius
mengakibatkan ulnocarpal impaction. (5)
b) Nonunion: Ini jarang terjadi dengan fiksasi yang stabil, tetapi mungkin memerlukan bone
grafting.(5)
c) Compartement syndrome: kecurigaan klinis harus diikuti dengan pemantauan tekanan
kompartemen dengan fasciotomy darurat setelah didiagnosa sebagai sindrom
kompartemen.(5)
d) Cedera neurovaskuler: (5)
 Biasanya iatrogenik.
 Cedera saraf radialis superfisial (dibawahnya brakioradialis) adalah beresiko dengan
pendekatan radius anterior.
 Cedera saraf interoseus posterior (di supinator) adalah beresiko dengan pendekatan
radius proksimal.
 Jika pemulihan tidak terjadi, eksplorasi saraf setelah 3 bulan.
e) Radioulnar synostosis: Jarang terjadi (3% sampai 9,4% kejadian).(5)
 Faktor risiko meliputi:
 Fraktur kedua tulang pada tingkat yang sama (11% kejadian).
 Closed head injury
 Penundaan operasi > 2 minggu.
 Satu sayatan untuk fiksasi kedua fraktur lengan bawah.
 Penetrasi pada membran interoseus oleh bone grafting atau screw, fragmen tulang,
atau peralatan bedah.
 Crush injury.
 Infeksi.
Prognosis terburuk adalah dengan synostosis distal, dan yang terbaik adalah dengan
synostosis diafisis.

f) Dislokasi rekuren: Ini bisa terjadi akibat dari malreduksi dari radius. Ini menekankan
bahwa perlunya pemulihan secara anatomi pada fraktur radius untuk memastikan
penyembuhan yang cukup dan fungsi biomekanik dari sendi radioulnar distal.(5)
BAB III
PEMBAHASAN

Pada kasus terssebut dalam menegakkan diagnosis kita membutuhkan anamnesis,


pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang.
Pasien masuk rumah sakit dengan keluhan nyeri pada lengan bawah sebelah
kanan di akibatkan karena kecelakaan lalu lintas saat hendak mengantar cucunya. Pasien
mengaku di bonceng naik motor dan tiba tiba di tabrak dari arah belakang kemudian
pasien jatuh dengan posisi tangan terbuka dan bertumpu di aspal. Pemeriksaan fisik
kesadaran komposmentis, TD = 130/80 mmHg, N= 88x.menit, S =36,8 celcius.
Pemeriksaan status lokalis Regio Antebrachii Dextra Inspeksi : Deformitas (+), edema
(+), Palpasi : nyeri tekan (+), ROM : Gerakan wrist dan elbow joint terbatas karena
nyeri, NVD : A. Radialis teraba, kuat angkat. Sensorik dan motorik dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium di dapatkan WBC= 14.24 x 103, RBC : 4.12 x 106dL ,HB :
12.2 g/dL, HCT 35.70 C, PLT : 310 X 103
Berdasarkan teori sebelum menegakkan diagnosis terlebih dahulu kita harus
melakukan anamnesis :
a. Anamnesis :
- Apakah ada Rasa nyeri ?
Pada kasus di dapatkan adanya keluhan nyeri pada regio antebrachii dextra. Nyeri di
rasakan langsung setelah terjadinya trauma, hal ini di karenakan adanya spasme otot,
tekanan dari patahan tulang atau kerusakkan jaringan sekitarnya.
- Apakah adanya riwayat trauma ?
Pada kasus pasien mengaku tidak memiliki riwayat trauma.
- Bagaimana mekanisme trauma ?
Mekanisme trauma pada kasus, pasien saat itu di bonceng naik motor kemudian di
tabrak dari arah belakang lalu pasien jatuh dengan posisi tangan terbuka atau dalam
teori di kenal dengan istilah posisi outward. Posisi outward adala posisi yang paling
sering menyebabkan terjadinya fraktur di region antebrachii bagian distal.
- Apakah ada mual muntah di sertai penurunan kesadaran ?
Pada kasus ini pasien mengaku tidak mengalami mual dan muntah serta tidak
mengalami penurunan kesadaran setelah terjadi kecelakaan.
b. Pemeriksaan fisik
Pada kasus ini pemeriksaan fisik di dapatkan tanda klinis yang bermakna berupa
pada ektremitas atas regio antebrachii dextra saat inspeksi di dapatkan perubahan
bentuk atau deformitas. Seperti di jelaskan dalam teori bahwa deformitas atau
perubahan struktur dan bentuk salah satunya bisa di akibatkan karena terjadinya
pergeseran fragmen pada fraktur. Di mana tulang yang fraktur strukturnya menjadi
berubah sehingga akan tampak perubahan bentuk dari regio antebrachii. Selain
deformitas di dapatkan juga adanya edema pada regio antebrachii dextra. Menurut
teori edema dapat terjadi karena akibat dari fraktur terjadi perdarahan, kerusakan
tulang dan jaringan sekitar. Keadaan ini dapat menimbulkan hematom, hematom
yang terbentuk bisa menyebabkan terajdinya dilatasi kapiler di otot, sehingga
meningkatkan tekanan kapiler. Hal ini dapat menyebbakan terjadinya edema.
Kemudian pada pemeriksaan palpasi di dapatkan nyeri tekan pada regio antebrachii,
nyeri tekan pada kasus di akibatkan oleh kerusakan jaringan karena fraktur dimana
melibatkan otot, saraf dan tulang serta jaringan sekitar. Pada pemeriksaan Range Of
Motion (ROM) di dapatkan gerakkan wrist dan elbow joint terbatas dapat terjadi
karena ketidakstabilan tulang yang fraktur dan bisa juga di sebabkan karena nyeri.
Pengertian ROM adalah istilah untuk menggambarkan seberapa luas sendi dapat
bergerak. Pada kasus ini ROM atau luas gerak sendi tampak terbatas saat pasien
melakukan gerakkan ekstensi, fleksi, forward flexion, hyperextension, internal
rotation dan eksternal rotation pada elbow. Pada kasus juga pasien terbatas saat
melakukan gerakkan flexion, ekstension, radial deviation, ulnar deviation, pronasi
dan supinasi pada wrist joint. Kemudian pada pemeriksaan NVD (Neurovaskular
distal) di dapatkan Arteri Radialis teraba serta kuat angkat, yang berarti tidak terjadi
kerusakkan pada arteri radialis, sensorik dan motorik dalam batas normal, di
buktikan melalui pemriksaan ekstensor policis longus dan brevis, dengan ekstensi
ibu jari tangan pada pasien.
c. Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan adalah pemeriksaan darah rutin, di dapatkan
hasil pada eritrosit, hematokrit, hemoglobin dan trombosit dalam batas normal.
Sedangkan Leukosit terjadi peningkatan pada jumlah yaitu 14.24 x103/ul. Pengertian
leukositosis adalah suatu keadaan dengan jumlah sel darah putih dalam darah
meningkat, melebihi nilai normal. Leukosit adalah suatu respon normal terhadap
insfeksi atau peradangan. Pada kasus ini terjadi peningkatan leukosit yang
kemungkinan di sebabkan oleh trauma, salah satu yang berperan dalam peningkatan
leukosit adalah proses inflamasi. Menurut teori Inflamasi dapat di sebabkan oleh
mikroorganisme, zat kimia ataupun trauma mekanis. Proses inflamasi merupakan
reaksi tubuh terhadap benda asing atau adanya mikroorganisme asing sehingga
sebagai reaksi tubuh untuk mempertahanakan kekebalan tubuh maka kadar leukosit
dalam darah meningkat. Inflamasi merupakan suatu reaksi kompleks pada jaringan
ikat yang memiliki vaskularisasi akibat stimulus eksogen maupun endogen.
Inflamasi adalah suatu respon protektif yang di tujukan untuk menghilangkan
penyebab awal jejas sel serta membuang sel dan jarngan nekrotik yang di akibatkan
oleh kerusakan sel. Tujuan akhir dari respon inflamasi adalah menarik protein
plasma dan fagosit ke tempat yang mengalami cedera menginaktifkan agen yang
masuk, membersihkan debris dan mempersiapkan jaringan untuk proses
penyembuhan. Pada kasus juga di lakukan foto rongten antebrachii dextra AP lateral
untuk kesan pada foto tampak diskontinuitas radius. Dimana menurut teori fraktur
adalah terputusnya kontinuitas (diskontinuitas) struktur tulang. Pada foto juga
tampak disrupsia distal radio ulnar joint dan soft tissue swelling. Berdasarkan hasil
anamnesis, pemeriksaan fisik di sertai pemeriksaan penunjang maka diagnosis pada
kasus ini adalah closed fraktur distal radius dextra + dislokasi radioulnar joint atau
biasa di sebut fraktur galeazzi.
d. Penatalaksanaan
- Medikamentosa
Untuk penatalaksanaan pada kasus, pasien di berikan IVFD RL 20 tpm, kemudian
pasien di berikan Injeksi Ketorolac setiap 8 jam atau sebanyak 3 kali dalam 24 jam.
ketorolac merupakan obat NSAID (non steroid anti inflamasi drug) dengan efek
analgesic kuat di sertai aktivitas anti inflamasi sedang. Dengan efek samping paling
sering adalah mual muntah serta rasa tidak nyaman pada region epigastrium.
Kemudian di berikan Injeksi Ranitidine setiap 8 jam atau sebanyak 3 kali dalam 24
jam, ranitidin menurpakan antagonis histamine dari reseptor H2 dimana sebagai
antagonis histamine, ranitidine di kenal lebih potensial fungsinya untuk menghambat
sekresi asam lambung akibat dari perangsangan obat muskarinik atau stimulasi
vagus. Setelah itu di rencanakan untuk dilakukan pemasangan orif pada pasien.
- Non Medikamentosa
Dilakukan pengaturan posisi tanga dengan meninggikan area fraktur serta
pemasangan spalak bertujuan untuk meluruskan ekstremitas yang cedera dalam
posisi seanatomis mungkin dan mencegah gerakan yang berlebihan pada daerah
fraktur.
DAFTAR PUSTAKA

1. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi 6. Ekstermitas Superior: Lengan
Bawah. EGC: Jakarta. 2006. Hal: 467.
2. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Fraktur. EGC: Jakarta. 2011. Hal: 1040.
3. De Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 3. Dislokasi. EGC: Jakarta. 2011. Hal: 1046.
4. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Fraktur dan Dislokasi. Binarupa Aksara: Tangerang.
2008. Hal: 457.
5. Reksoprodjo S. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Galeazzi Fraktur Dislokasi. Binarupa Aksara:
Tangerang. 2008. Hal: 471.
6. Greene WB. Netter`s Orthopaedic. 1st Edition. Elbow and Forearm. Elsevier: Philadelphia. 2006.
7. Ertl JP. Galeazzi Fracture: Overview. 2010. Diakses pada tanggal 9 Februari 2012Ertl JP. Galeazzi
Fracture: Workup. 2010.Diakses pada tanggal 9 Februari 2012. Ertl JP. Galeazzi Fracture: Surgical
Therapy. 2010.Diakses pada tanggal 9 Februari 2012. Fernandez JA, Valencia. Gustilo Open Fracture
Classification. 2009.Diakses pada tanggal 9 Februari 2012. Anonim. Adult Forearm Fracture. 2011.
Diakses pada tanggal 9 Februari 2012

Anda mungkin juga menyukai