Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH AGAMA ISLAM

“AURAT WANITA”

Oleh:

NAMA :WA ODE NURSAKINAH


NIM :A201901086
KELAS :E3

PROGRAM STUDI D4 LABOLATORIUM MEDIS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MANDALA WALUYA
KENDARI
2019
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Panyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya kepada kami, sehingga saya dapat
menyelesaikan MAKALAH TENTANG AURAT WANITA

Makalah ini telah saya susun dengan maksimal dan mendapatkan bantuan
dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar pembuatan laporan ini. Untuk
itu saya menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah
berkontribusi dalam pembuatan laporan ini.

Terlepas dari semua itu, saya menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka saya menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar saya dapat memperbaiki makalah ini.

Akhir kata saya berharap semoga MAKALAH TENTANG AURAT


WANITA ini dapat memberikan manfaat maupun inpirasi terhadap pembaca.

Kendari, Oktober 1

Penulis
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Fungsi pakaian terutama sebagai penutup aurat, sekaligus sebagai
perhiasan, memperindah jasmani manusia. Agama Islam memerintahkan
kepada setiap orang untuk berpakaian yang baik dan bagus. Baik berarti sesuai
dengan fungsi pakaian itu sendiri, yaitu menutup aurat, dan bagus berarti cukup
memadai serasa sebagai perhiasan tubuh yang sesuai dengan kemampuan si
pemakai untuk memilikinya. Untuk keperluan ibadah misalnya untuk shalat
dimasjid, kita dianjurkan memakai pakaian yang baik dan suci. Berpakaian
dengan mengikuti muda yang berkembang saat ini, bukan merupakan
halangan, sejauh tidak menyalahi fungsi menurut Islam. Namun demikian kita
diperintahkan untuk tidak berlebih-lebihan. Berpakaian bagi kaum wanita
mukimn telah digariskan oleh Al-Qur’an adalah menutup seluruh auratnya. Hal
tersebut selain sebaya identitas mukminah juga menghindari diri dari gangguan
yang tidak diinginkan pada dasarnya pakaian muslim tidak menghalangi
pemakaiannya untuk melakukan kegiatan sehari-hari dalam bermasyarakat.
Semuanya kembali kepada niat si pemakainya dalam melaksanakan ajaran
Allah.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas maka rumusan masalah pada makalah ini sebagai
berikut :
1. Bagaimana kewajiban menutup aurat ?
2. Bagaimana aurat wanita dalam shalat dan diluar sholat ?
3. Bagaimana batasan aurat wanita dihadap muhrim dan bukan muhrim ?
4. Bagaimanakah busana muslimah dan syaratnya ?
BAB II
PEMBAHASAN

KEWAJIBAN MENUTUP AURAT


Firman Allah dalam surat Al-Ar’af : 26
Artinya :
“… Pakailah pakaianmu yang indah setiap memasuki masjid…!”.
Dengan berdasarkan ayat ini, maka seseorang itu wajib menutup aurat
sewaktu shalat. Karena itu tidak sah shalat seseorang itu tanpa menutup aurat
selagi ia sanggup (kuasa). Dan menutup aurat itu mutlak wajib (fardhu).
Menutup aurat adalah dengan menggunakan kain atau pakaian yang
berfungsi sebagai penghalang (penghambat) pandangan terhadap aurat terbuka.
Dengan demikian kain yang tipis, tembus pandang atau yang berlubang-lubang
sudah barang tentu tidak dapat dikategorikan sebagai menutup aurat. Begitu pula
pakaian yang terlalu tipis (ketat) sehingga tampak lokuk-lokuk anggota tubuhnya.
Tidaklah dibenarkan dalam ajaran agama Islam sebagai penutup aurat. Dan
menutup aurat adalah termasuk ciri khusus umat Islam dengan umat pemeluk
agama lain.
Kita terkadang banyak menemukan pakaian panjang. Akan tetapi, pakaian
tersebut terlihat sempit sehingga mempertontonkan seluruh bagian dan lakukan
tubuh. Sekarang kita beralih kepenutup wajah. Menurut Syaikh Mutawall (2009 :
23) agama tidak mewajibkan seorang perempuan muslimah untuk
mempergunakan penutup wajah. Juga tidak melarangnya seandainya ada yang
hendak mempergunakannya. Oleh karena itu bagi orang-orang yang tidak setuju
dengan mereka yang mempergunakannya, maka tidak pantas untuk menolaknya.

A. Aurat Wanita Dalam Shalat


Seorang wanita muslimah yang telah baligh hendaknya menyediakan
pakaian shalat. Pakaian shalat bagi seorang wanita bisa berupa gaun atau baju
kurung yang cukup panjang, yang dapat menutup, kedua kaki sampai tumit,
bisa juga memakai mukenah yang cukup lebar, panjang dan tebal. Dengan
demikian pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutup aurat. Aurat
wanita (semua anggota tubuhnya) kecuali muka dan telapak tangan. Dalam
hubungan ini Allah Ta’ala berfirman :
Artinya :
“… dan janganlah mereka (kaum wanita) menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya…” (An-Nur : 31).
Maksud dan ayat ini adalah, bahwa wanita itu tidak boleh menampakkan
bagian-bagian tubuh yang biasa diberi perhiasan kecuali muka dan kedua
telapak tangan. Dengan demikian bahwa pakaian wanita dalam shalat harus
memakai pakaian yang bisa menutup dari kepala sampai keujung kaki (tumit),
maka dalam hal ini bentuk pakaiannya bisa berupa mukenah, baju kurung dan
sebagainya : pokoknya bisa menutup dari kepada sampai ketumit yang
kelihatan hanya muak dan kedua telapak tangan.

B. Aurat Wanita Di luar Shalat


Kalau aurat wanita dalam shalat itu para fuqaha telah sepakat menyatakan
sekujur badan kecuali muka dan telapak tangan. Maka aurat wanita diluar
shalatnya juga seperti dalam shalat jikalau berhadapan dengan selain muhrim,
karena memang demikianlah konsep agama Islam dalam mengatur dan
menganjurkan cara berbusana wanita muslimah diluar rumah atau ketika
berhadapan dengan laki-laki lain yang bukan muhrimnya. Dan disamping itu
perlu diingat, sepakat atas kebolehannya memperlihatkan wajah dan kedua
telapak tangan kepada selain muhrim, namun apabila dikhawatirkan akan dapat
menimbulkan fitnah. Maka wajah dan telapak tangan tu pun wajib ditutupi /
dirahasiakan dengan menanamkan akidah yang kuat. Demikianlah Allah yang
lebih Maha Tahu.

C. Siapakah yang disebut dengan muhrim?


Muhrim menurut artinya adalah yang diharamkan, dalam istilah ilmu fiqih
wanita yang diharamkan untuk dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan
/ pertalian darah, karena sepersusunan, karena perkawinan dan sebagainya.
Selanjutnya siapa sajakah laki-laki yang tergolong laki-laki muhrim bagi
seorang wanita. Dalam hal ini Allah SWT berfirman dalam surah An-Nur ayat
31
Artinya :
“… Dan janganlah perempuan menampakkan perhiasannya, kecuali
kepada suami mereka, atau putra-putri mereka atau putra-putri suami mereka,
atau saudara-saudara mereka, atau putra-putri saudara laki-laki mereka atau
putra-putri saudara perempuan mereka atau wanita-wanita Islam, atau budak-
budak yang mereka miliki, atau pula yang laki-laki yang tidak mempunyai
keinginan (terhadap wanita), atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita …”

D. Batasan Aurat wanita dihadapan muhrim


Imam Al-Qurtuby mengatakan tingkatkan para muhrim itu berbeda-beda
antara satu dengan yang lainnya ditinjau dari segi hubungan pribadi secara
manusiawi. Kalau seorang wanita dihadapkan suaminya bolehkah membuka /
menampakkan semua perhiasannya, bahkan boleh bertelanjang bulat. Apakah
tingkah laku yang demikian itu harus ditampakkan dihadapan saudara laki-
lakinya? Anak tirinya? Kami rasa tidaklah demikian, kita harus pandai-pandai
menjaga diri dan tidak terlalu bebas untuk menampakkan perhiasan kita.
MADZHAB MALIKI ; Dalam madzhab ini bahwa aurat wanita dihadapan
laki-laki para muhrim ialah sekujur tubuh wanita itu kecuali muka dan ujung-
ujung anggota tubuh, seperti kepala kedua-dua tangan dan kaki.
MADZHAB HANBALI ; Dalam madzhab ini dikatakan bahwa aurat
wanita dihadapan para muhrim ialah sekujur tubuh kecuali muka, keduk,
kepala, dua tangan, kaki dan betis.
Mereka ini tidak berbeda pendapat tentang aurat wanita dihadapan sesama
wanitanya, baik yang muslimah dan yang bukan muslimah. Tidak haram bagi
wanita muslimah tubuhnya terbuka dihadapan mereka.
E. Batasan aurat wanita dihadapan bukan muhrim
Golongan selain muhrim yang kami sebutkan diatas dinamakan “ajnab”
(orang asing), yaitu orang-orang yang tidak tersebut dalam golongan orang-
orang yang haram manakah dengan wanita tersebut untuk selama-lamanya.
Jadi muhrim kebalikannya bukan muhrim (orang ajnab).
Selanjutnya kembali kepada permasalahan diatas yaitu sampai dimanakah
batasan aurat seorang wanita dihadapan laki-laki yang bukan muhrim itu?
Dalam hal ini ada dua pendapat yaitu :
1. Pendapat pertama menyatakan bahwa wanita itu seluruhnya adalah aurat,
mulai dari ujung rambut sampai ke ujung kaki. Tidak ada perhiasan yang
boleh tampak kecuali pakaiannya saja.
2. Pendapat kedua mengatakan bahwa aurat wanita dihadapkan bukan
muhrim adalah muka dan kedua telapak tangan. Jadi kedua anggota
tersebut yang boleh ditampakkan.
Dalam kehidupan bermasyarakat dewasa ini seseorang tidaklah bisa hidup
bersendirian tanpa memerlukan bantuan tangan orang lain mengurung diri
dirumah untuk selama-lamanya. Suatu saat ia harus keluar rumah berhadapan
dengan khayalak sama, misalnya ke pasar, pusat perbelanjaan, supermarket, ke
rumah sakit, ke pengadilan untuk menjadi saksi dan sebagainya. Di saat itulah
yang penting bagi seorang wanita muslimah harus pandai menjaga kekacau
mata diri, menjaga pandangan (artinya pandangannya harus senantiasa
ditundukkan, di samping itu pakaian yang dikenakannya harus pakaian yang
identitas Islam (busana muslimah). Dengan cara demikian Insya Allah kita
terhindar dari berbagai macam fitnah.

F. Busana Muslimah dan Syaratnya


Pakaian wanita muslimah ketika diluar rumah adalah dengan
menggunakan Jilbab yaitu pakaian yang bisa menutup seluruh tubuh sejak dari
kepada ke kaki atau menutup sebagian besar tubuh dan di pakai pada bagian
luar sekali seperti halnya muka dan telapak tangan. Sebab muka dan telapak
tangan Menurut Jumhur Fuqaha tidak termasuk aurat, dengan syarat apabila
dirasa aman dari fitnah.
Syekh Muhammad Nashiruddin Albani telah menguraikan (memerinci)
syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai pakaian wanita muslimah yang
terdapat dalam kitabnya HIJABUL MAR-ATIL MUSLIMAH FIL KITAABI
WAS-SUNNAH, sebagai berikut :
1. Pakaian itu dapat menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan
2. Jenis kainnya harus tebal, yang tidak tembus pandang, sehingga warna
kulitnya tidak bisa dilihat dari luar.
3. Lapang, tidak sempit (ketat), sehingga masih bisa menampakkan bentuk
tubuh yang ditutupinya.
4. Tidak menyerupai pakaian laki-laki
5. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir
6. Tidak terlalu menyolok warnanya sehingga menarik perhatian orang yang
memandangnya.
7. Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri.

G. Pakaian Rasulullah SAW


Nabi Saw biasa mengenakan gamis sebagai pakaian yang paling beliau
suka. Lengan gamis tersebut hingga batas pergelangan tangan. Beliau juga
pernah mengenakan jubah dan pakaian sejenis mantel. Dalam Shahihul
Bukhari terdapat keterangan yang menyebutkan bahwa Nabi Saw melarang
pakaian-pakaian yang terbuat dari sutra bagi laki-laki dan tidak apa-apa
dikenakan kaum wanita.
Diantara hukum-hukum dan adab-adab yang terpenting berkaitan dengan
gamis adalah :
1. Hendaknya lengan gamis hingga mencapai pergelangan betis
2. Hendaknya panjang gamis hingga pertengahan betis
3. Hendaknya berwarna putih
4. Dilarang memanjangkan melebihi mata kaki dan menjulurkannya ke tanah
dengan sikap ujub dan sombong. Hal itu bagi kaum laki-laki saja.
Dari Sa’d Ra, ia berkata, “pada perang uhud, aku melihat disamping kanan
dan kiri Nabi Saw ada dua orang laki-laki yang mengenakan baju putih yang
belum pernah aku lihat sebelum dan sesudahnya.
Al-Hafizh mensyarah hadits diatas dalam kitab Al-Fath x : 295. Ahmad
dan penulis kitab sunnah telah meriwayatkan sebuah hadits yang dishahikan
oleh Hakim berupa hadits Samurah yang ia marfukan sampai kepada Nabi
Saw. “Hendaklah kalian senantiasa mengenakan pakaian putih karena ia lebih
baik dab lebih suci. Kafanilah orang-orang yang meninggal diantara kalian
dengannya.” Kemudian, Al-Hafizh melanjutkan, “Adapun dalam hadits sa’d,
yakni saad bin Abi Waqqa Ra, yang telah disebutkan dimuka, disebutkan
nama kedua orang tersebut, yaitu : Jibril dan Mikail. Bagi yang mengira bahwa
salah satunya adalah Israfil, maka ia telah keliru.
BAB III
KESIMPULAN

1. Menutup aurat adalah dengan menggunakan kain atau pakaian yang


berfungsi sebagai penghalang (penghambat) padanya aurat terbuka.
2. Pakaian shalat bagi seorang wanita harus bisa menutupi aurat. Aurat
wanita (semua anggota tubuhnya) kecuali muka dan telapak tangan.
3. Muhrim dalam istilah ilmu fiqih adalah wanita yang diharamkan untuk
dikawini dengan sebab ada hubungan keturunan / pertalian darah, karena
sepersusun, karena perkawinan.
4. Syarat-syarat tertentu pakaian jilbab sebagai berikut : Pakaian itu dapat
menutupi seluruh tubuh kecuali muka dan telapak tangan, Jenis kainnya
harus tebal, Lapang tidak sempit (ketat), Tidak menyerupai pakaian laki-
laki, Tidak menyerupai pakaian wanita kafir, Tidak terlalu menyolok dan
Tidak ada hiasan pada pakaian itu sendiri
DAFTAR PUSTAKA

Syaikh Mutawalli 2009. As-Syarawi, Fiqih Perempuan. AMZAH. Jakarta, ,


Saputra Thoyib Sah, 1996. Aqidah Akhlak, Toha Putra. Semarang,
Ahnan Mahtuf, 2008. Risalah Fiqih Wanita, Terbit Terang Abu Thalha bin
Abdus. Surabaya, Sattar, 2008. Tata Busana Parasalaf, Zamzam, Solo,.

Anda mungkin juga menyukai