Anda di halaman 1dari 3

Belva, Pemegang Sarjana Ganda Harvard dan Stanford

Adamas Belva Syah Devara lahir pada tanggal 30 Mei 1990 di Jakarta. Dia adalah anak
pertama dari tiga bersaudara pasangan Tri Harsono dan Murni Hercahyani. Sedari kecil ia telah
ditanamkan oleh orangtuanya bahwa pendidikan sangatlah penting. Walaupun keluarganya
berlatar belakang ekonomi sederhana, orangtua Belva tidak ragu mengirimkan anak-anaknya ke
sekolah yang terbaik.

Belva baru menyadari pentingnya pendidikan saat duduk di bangku SMA. Apalagi
keinginannya cukup kuat untuk berkuliah di luar negeri dan di tempat yang terbaik. Dia melihat
peluang di negeri tetangga, Singapura. Belva pun membeli buku kumpulan soal-soal langsung dari
Singapura. Dia bahkan sering membolos sekolah agar dapat fokus belajar di rumah. Hingga
akhirnya dia berhasil mendapatkan beasiswa dari pemerintah Singapura untuk berkuliah di
Universitas Teknologi Nanyang. Belva salah satu dari delapan orang yang berhasil terpilih.

Pada tahun 2011, Belva bekerja sebagai konsultan menajemen di McKinsey dan
Company. Atas karyanya yang luar biasa dengan kliennya, Belva menerima penghargaan “Client
First Award 2012”. Sebelum bekerja di McKinsey dan Company. Belva juga sudah mencicipi dunia
kerja lewat kesempatan magang yang didapatnya. Tidak tanggung-tanggung, selama libur kuliah
Belva pernah magang di UKP4 (Unit Kerja Presiden dibidang Pengawasan dan Pengendalian
Pembangunan) untuk Presiden Susilo Bambang Yudhoyon dan Goldman Sachc di Singapura.

Tahun 2013, Belva berhasil meraih gelar sarjananya dari Universitas Teknologi Nanyang
Singapura dibidang Bisnis dan Ilmu Komputer. Kemudian setelah lulus S1, Belva memutuskan
mengambil program study sarjana ganda untuk pendidikan S2 nya. Tidak tanggung-tanggung,
Belva memilih universitas terbaik dunia, yaitu Harvard dan Standford. Belva pun menyusun
strategi. Mulai dari mencari surat rekomendasi beasiswa, mencari ilmu dari pengalaman orang
Indonesia yang pernah bersekolah di sana, dan mencari kerja di tempat yang mendukung untuk
tambahan biaya. Hasil yang dinantikan tiba, Belva berhasil masuk program dual degree Master of
Business Administration (MBA) di Universitas Stanford, California, Amerika Serikat serta program
Master of Public Administration (MPA) di Universitas Harvard, Boston, Amerika Serikat. Selama di
Amerika, Belva juga sempat melakukan pertukaran peajar ke Institut Teknologi Massachusetts.

Setelah melaksanakan wisuda pada tahun 2016, Belva bersama Iman Usman, sahabatnya
yang juga berkuliah di Amerika, kembali ke Indonesia untuk serius membangun RuangGuru. Kini,
RuangGuru menjadi patform online terbesar yang bergerak dibidang pendidikan. Pada tahun 2017
lalu, RuangGuru telah menerima sekitar tiga investor. Terakhir, Belva dan Iman selaku pendiri
RuangGuru.com juga mendapatkan penghargaan paling bergengsi bagi anak muda, yaitu Forbes
30 Under 30 Asia dari Majalah Forbes, sebagai anak paling berpengaruh di Asia.

Mengenal Sosok Muhammad Iman Usman


Learn, Earn, Return. Tiga prinsip yang dipegang oleh seorang Muhammad Iman
Usman. Belajar lebih awal agar memperoleh hasil lebih awal tak peduli gagal ataupun
berhasil. Kemudian mengembalikan ilmu yang didapat kepada sekelilingnya.

Keinginannya menjadi guru dan melihat di sekeliling kita menumbuhkan


jiwa entrepreneurship dalam diri Iman. Akhirnya, mengantarkan dirinya menjadi Duta
Muda Asean hingga berpidato di hadapan Youth Assembly PBB di Toronto, Kanada.

Mahasiswa Berprestasi UI (Universitas Indonesia) 2012 ini, lahir di Padang 23 tahun


silam. Dibesarkan dalam keluarga yang mengajarkan Alqur’an dan Alhadits
membuatnya bertanya-tanya setelah melihat keadaan sekelilingnya. Iman Usman yang
lahir melihat, ada yang dapat bersekolah dan memiliki buku, ada pula yang tidak dapat
memiliki keduanya. Hal ini menginspirasi Iman kecil untuk memindahkan rak koleksi
buku-bukunya ke depan rumahnya untuk berbagi dengan anak di sekitarnya bahkan
menerima buku kiriman temannya yang juga ingin berbagi.

Sejak sekolah dasar, Iman sudah berprestasi dan mulai berkegiatan sosial serta
melakukan diskusi dalam organisasi. Saat itu, ia masih berusia 10 tahun. Perlahan tapi
pasti, namanya terkenal di kancah nasional kala memperoleh penghargaan Pemimpin
Muda Indonesia tahun 2008 dari Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Anak dan
Presiden Republik Indonesia saat itu.

Pendiri Indonesian Future Leaders bersama 7 teman lainnya ini menjadi satu dari
sepuluh anak yang mendapatkan penghargaan “World Youth Achiever Recognition”
dari Friendship Ambassador Foundation di Amerika Serikat. Alumni FISIP UI jurusan
Hubungan Internasional juga terpilih sebagai Penasihat Remaja United Nations
Population Fund di Indonesia. Karena itulah, pada 2009 Iman terpilih menjadi Duta
Muda Asean dan mewakili Indonesia untuk G-20 My Summit.

Kini Iman tengah menempuh pasca sarjananya di Columbia University dengan bidang
studi International Education Development. Bagi Iman, sesibuk apapun dengan
kegiatannya untuk return kepada sekitarnya, ia tetap mewujudkan mimpinya untuk
menjadi diplomat. Prinsipnya, hidup dengan menjalani mimpinya dan mengejar lebih
dahulu untuk gagal, agar dapat belajar lebih dahulu dari yang lain. Hal inilah yang
menginspirasi kaum muda yang lain.

“Education is life itself” Pendidikan tidak hanya menjadi orang pintar, tidak hanya di
dalam kelas, tidak hanya yang tidak bisa baca menjadi bisa baca. Namun pendidikan
belajar bagaimana orang itu mengetahui tentang hidupnya, siapa dirinya, apa yang
harus dilakukannya.

Seperti organisasi cetusannya, Indonesian Future Leaders adalah sebuah organisasi


anak muda yang punya visi: Menjadikan generasi muda Indonesia generasi yang
kompeten pada bidang yang ditekuninya, dapat membawa perubahan positif dan
menjadi inspirasi bagi lingkungannya. Semuanya benar dan semuanya menggambarkan
sosok anak muda yang ideal untuk bangsa ini. Anak muda yang tidak cuma menuntut
perubahan tapi juga berjuang untuk mewujudkannya. Sesuai wejangan legendaris
Mahatma Gandhi, "Be the change you wish to see in the world."

Anda mungkin juga menyukai