Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

DBD telah muncul sebagai masalah kesehatan masyarakat internasional pada abad ke-21.
Menurut WHO (2000) antara tahun 1975-1995 terdeteksi 102 negara dari 5 wilayah WHO, yaitu
20 negara di Afrika, 42 negara di Amerika, 7 negara di Asia Tenggara, 4 negara di Timur Tengah
dan 29 negara di Pasifik Barat.1
Demam Berdarah Dengue banyak ditemukan di daerah tropis dan sub-tropis. Data dari
seluruh dunia menunjukkan Asia menempati urutan pertama dalam jumlah penderita DBD setiap
tahunnya. Sementara itu, terhitung sejak tahun 1968 hingga tahun 2009, World Health
Organization (WHO) mencatat negara Indonesia sebagai negara dengan kasus DBD tertinggi di
Asia Tenggara.2
Penyakit Demam Berdarah Dengue (DBD) masih merupakan salah satu masalah
kesehatan masyarakat yang utama di Indonesia. Jumlah penderita dan luas daerah penyebarannya
semakin bertambah seiring dengan meningkatnya mobilitas dan kepadatan penduduk. Di
Indonesia Demam Berdarah pertama kali ditemukan di kota Surabaya pada tahun 1968, dimana
sebanyak 58 orang terinfeksi dan 24 orang diantaranya meninggal dunia (Angka Kematian
(AK) : 41,3 %). Dan sejak saat itu, penyakit ini menyebar luas ke seluruh Indonesia.2
Dari tahun 2005-2009 5 provinsi dengan AI tertinggi. Provinsi DKI dan Kalimantan
Timur selalu berada dalam 5 provinsi AI tertinggi dengan DKI Jakarta selalu menduduki AI yang
paling tinggi setiap tahunnya. Hal ini terjadi karena pengaruh kepadatan penduduk, mobilitas
penduduk yang tinggi dan sarana transportasi yang lebih baik dibanding daerah lain, sehingga
penyebaran virus menjadi lebih mudah dan lebih luas. Berbeda dengan Kaltim yang
penduduknya tidak terlalu padat, menurut SUPAS 2005 kepadatan penduduk Kalimantan Timur
hanya 12 orang/km2 (DKI Jakarta 13.344 orang/km2). Faktor-faktor yang mempengaruhi
tingginya kejadian DBD di Kalimantan Timur, kemungkinan adalah karena curah hujan yang
tinggi sepanjang tahun dan adanya lingkungan biologi yang menyebabkan nyamuk lebih mudah
berkembang biak.3
Berdasarkan Penelitian yang dilakukan oleh Hairil Azhar (2009)tiga buah kecamatan
yang mempunyai prevalensi yang tinggi adalah Medan Tuntungan (22,8%), diikuti Medan Baru
(17,4%), dan Medan Selayang (10,9%). Dari total 92 buah kasus, 47 orang (51,1%) adalah laki-

1
laki dan 45 orang (48,9%) adalah perempuan. Balita mencatatkan sebanyak 4 buah kasus (4,3%),
umur sekolah 55 kasus (59,8%) dan dewasa muda sebanyak 33 kasus (35,9%).3
Host alami DBD manusia, agent nya adalah virus dengue yang termasuk ke dalam famili
Flaviridae dan genus Flavivirus, terdiri dari 4 serotipe yaitu Den-1, Den-2, Den-3 dan Den-4
ditularkan ke manusia melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi, khususnya nyamuk Aedes aegypti
dan Ae. albopictus yang terdapat hampir di seluruh pelosok Indonesia.4
Masa inkubasi virus dengue dalam manusia (inkubasi intrinsik) berkisar antara 3 sampai
14 hari sebelum gejala muncul, gejala klinis rata-rata muncul pada hari keempat sampai hari
ketujuh, sedangkan masa inkubasi ekstrinsik (di dalam tubuh nyamuk) berlangsung sekitar 8-10
hari. Manifestasi klinis mulai dari infeksi tanpa gejala demam, demam dengue (DD) dan DBD,
ditandai dengan demam tinggi terus menerus selama 2-7 hari; pendarahan diatesis seperti uji
tourniquet positif, trombositopenia dengan jumlah trombosit ≤ 100 x 109/L dan kebocoran
plasma akibat peningkatan permeabilitas pembuluh.4

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Demam berdarah dengue (DBD) merupakan penyakit yang disebabkan oleh infeksi virus
dengue. DBD adalah penyakit akut dengan manifestasi klinis perdarahan yang menimbulkan
syok yang berujung kematian.5

2.2 Etiologi

Virus dengue termasuk grup B arthropad borne virus (Arboviruses) dan sekarang dikenal
sebagai genus Flavivirus, familia Flaviviridae, yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-
1, DEN-2, DEN-3, dan DEN-4.. infeksi dengan salah satu serotif akan menimbulkan antibodi
seumur hidup terhadap serotipe yang bersangkutan tetapi tidak ada perlindungan terhadap
serotipe yang lain. Seseorang yang tinggal didaerah endemis dengue dapat menginfeksi
dengan 3 atau 4 selama hidupnya. Keempat jenis serotipe virus dengue dapat ditemukan
diberbagai negara di Indonesia. Di Indonesia, pengamatan virus dengue yang dilakukan sejak
tahun 1975 dibeberapa rumah sakit menunjukkan bahwa 4 serotipe ditemukan dan
bersirkulasi sepanjang tahun. serotipe dengue yang ketiga merupakan serotipe yang dominan
dan banyak berhubungan dengan kasus berat.6

2.3 Epidemiologi

Demam berdarah dengue tersebar di wilayah Asia Tenggara, Pasifik Barat dan Karibia.
Indonesia merupakan wilayah endemis dengan sebaran di seluruh wilayah tanah air. Insiden
DBD di Indonesia antara 6 hingga 15 per 100.000 penduduk (1989 hingga 1995); dan pernah
meningkat tajam saat kejadian luar biasa hingga 35 per 100.000 penduduk pada tahun 1998,
sedangkan mortalitas DBD cenderung menurun hingga mencapai 2% pada tahun 1999.1

Penularan infeksi virus dengue terjadi melalui vektor nyamuk genus Aedes (terutama A.
aegypti dan A. albopictus). Peningkatan kasus setiap tahunnya berkaitan dengan sanitasi
lingkungan dengan tersedianya tempat perindukan bagi nyamuk betina yaitu bejana yang
berisi air jernih (bak mandi, kaleng bekas dan tempat penampungan air lainnya).1

3
2.4 Patofisiologi
Patofisiologi terjadinya DHF sebagai berikut:7

Pada DBD dan DSS peningkatan akut permeabilitas vaskuler merupakan patofisiologi
primer.Hal ini akan mengarah ke kebocoran plasma ke dalam ruang ekstravaskuler, sehingga
menimbulkan hemokonsentrasi dan penurunan tekanan darah. Pada kasus-kasus berat volume
plasma menurun lebih dari 20% meliputi efusi pleura, hemokonsentrasi dan hipoproteinemia.
Lesi destruktif vaskuler yang nyata tidak terjadi. Terdapat tiga faktor yang menyebabakan
perubahan hemostasis pada DBD dan DSS yaitu: perubahan vaskuler, trombositopenia dan
kelainan koagulasi.

Hampir semua penderita dengue mengalami peningkatan fragilitas vaskuler dan


trombositopeni, serta koagulogram yang abnormal. Infeksi virus dengue mengakibatkan
muncul respon imun humoral dan seluler, antara lain anti netralisasi, anti hemaglutinin, anti
komplemen. Antibodi yang muncul pada umumnya adalah IgG dan IgM, mulai muncul pada
infeksi primer, dan pada infeksi sekunder kadarnya telah meningkat. Pada hari kelima
demam dapat ditemukan antibodi dalam darah, meningkat pada minggu pertama hingga
minggu ketiga dan menghilang setelah 60-90 hari.pada infeksi primer antibodi IgG
meningkat pada hari ke-14 demam sedangkan pada infeksi sekunder kadar IgG meningkat
pada hari kedua. Karenanya diagnosis infeksi primer ditegakkan dengan mendeteksi antibodi
IgM setelah hari kelima sakit, sedangkan pada infeksi sekunder diagnosis dapat ditegakkan
lebih dini. Pada infeksi primer antibody netralisasi mengenali protein E dan monoclonal
antibodi terhadap NS1, Pre Mdan NS3 dari virus dengue sehingga terjadi aktifitas netralisasi
atau aktifasi komplemen sehingga sel yang terinfeksi virus menjadi lisis.

Proses ini melenyapkan banyak virus dan penderita sembuh dengan memiliki kekebalan
terhadap serotipe virus yang sama. Apabila penderita terinfeksi kedua kalinya dengan virus
dengue serotipe yang berbeda, maka virus dengue tersebut akan berperan sebagai super
antigen setelah difagosit oleh makrofag atau monosit. Makrofag ini akan menampilkan
Antigen Presenting Cell (APC). Antigen ini membawa muatan polipeptida spesifik yang
berasal dari Major Histocompatibility Complex (MHC II). Antigen yang bermuatan peptide
MHC II akan berikatan dengan CD4+ (TH-1 dan TH-2) dengan perantaraan T Cell Receptor
(TCR) sebagai reaksi terhadap infeksi.Kemudian limfosit TH-1 akan mengeluarkan substansi

4
imunomodulator yaitu INFγ, IL-2, dan Colony Stimulating Factor (CSF). IFNγ akan
merangsang makrofag untuk mengeluarkan IL-1 dan TNFα.Interleukin-1 (IL-1) memiliki
efek pada sel endotel, membentuk prostaglandin, dan merangsang ekspresi intercellular
adhasion molecule 1 (ICAM 1). Colony Stimulating Factor (CSF) akan merangsang
neutrophil, oleh pengaruh ICAM 1 Neutrophil yang telah terangsang oleh CSF akan
beradhesi dengan sel endothel dan mengeluarkan lisosim yang mambuat dinding endothel
lisis dan endothel terbuka. Neutrophil juga membawa superoksid yang akan mempengaruhi
oksigenasi pada mitokondria dan siklus GMPs, sehingga endothel menjadi nekrosis dan
mengakibatkan terjadi gangguaan vaskuler. Antigen yang bermuatan MHC I akan
diekspresikan di permukaan virus sehingga dikenali oleh limfosit T CD8+ yang bersifat
sitolitik sehingga menhancurkan semua sel yang mengandung virus dan akhirnya
disekresikan IFNγ dan TNFα.

2.5 Manifestasi klinis


Gejala Klinis Infeksi Virus Dengue sebagai berikut:6
a. Demam Dengue (Dengue Fever)

Masa tunas berkisar antara 3-5 hari (pada umumnya 5-8 hari). Awal penyakit biasanya
mendadak, disertai gejala prodromal seperti nyeri kepala, nyeri berbagai tubuh, anoreksia,
rasa menggigil, dan malaise. Dijumpai trias sindrom, yaitu demam tinggi,nyeri pada anggota
badan dan timbulnya ruam (rash). Ruam timbul pada 6-12 jam sebelum suhu naik pertama
kali, yaitu pada hari sakit ke 3-5 berlangsung 3-4 hari. Ruam bersifat mokulopapular yang
menghilang pada tekanan. Ruam terdapat di dada, tubuh serta abdomen, menyebar ke
anggota gerak dan muka.

Pada lebih dari separuh pasien, gejala klinis timbul dengan mendadak, disertai kenaikan
suku, nyeri kepala hebat, nyeri dibelakang bola mata, punggung otot, sendi disertai rasa
menggigil. Pada beberapa penderita dapat dilihat bentuk kurva suhu yang menyerupai pelana
kuda atau bifasik, tetapi pada penelitian selanjutnya bentuk kurva ini tidak ditemukan pada
semua pasien sehingga tidak dapat dianggap patognomik.

Anoreksia dan obstipasi sering dilaporkan, disamping itu perasaan tidak nyaman di
daerah epigastrium disertai nyeri kolik dan perut lembek sering ditemukan. Pada stadium dini
sering timbul perubahan dalam indra pengecap. Gejala klinis lain yang sering terdapat ialah

5
fotofobia, keringat yang bercucuran, suara sesak, batuk, epitaksis dan disuria. Demam
menghilang secara lisis, disertai keluarnya banyak keringat. Kelenjar limfa servikal
dilaporkan membesar pada 67-77% kasus. Beberapa sarjana menyebutkan sebagai castelani’s
sign, sangat patognomonik dan merupakan patokan yang berguna untuk membuat diagnosis
banding. Manifestasi perdarahan tidak sering dijumpai. Rush pada tahun 1789 melaporkan
pasien demam dengue dengan perdarahan yang kemudian meninggal. Bentuk perdarahan lain
yang dilaporkan ialah menoragi dan menstruasi dini, abortus atau kelahiran bayi berat badan
rendah, mungkin sekali akibat perdarahan uterus.

Kelainan darah tepi demam dengue ialah leukopenia selama periode pra-demam dan
demam, neutrofilia relatif dan limfopenia, didudu neutropenia relatif dan limfositosis pada
periode puncak penyakit dan masa konvalens. Eosinofil menurun atau menghilang pada
permulaan dan pada puncak penyakit, hitung jenis neutrofil bergeser ke kiri selama periode
demam, sel plasma meningkat pada periode memuncaknya penyakit dengan terdapatnya
trombositopenia. Darah tepi menjadi normal kembali dalam waktu 1 minggu.

Komplikasi demam dengue walaupun jarang dilaporkan orkhitis atau ovaritis, keratitis
dan retinitis. Berbagai kelainan neurologis dilaporkan diantaranya menurunnya kesadaran,
paralisis sensorium yang bersifat sementara, meningismus dan ensefalopati. Diagnosis
banding mencakup berbagai infeksi virus (termasuk chickungunya), bakteria dan parasit yang
memperlihatkan sindrom serupa. Menegakkan diagnosis klinis infeksi virus dengue ringan
adalah mustahil, terutama pada kasuk-kasus sporadis.

b. Demam Berdarah Dengue (DBD)

Demam berdarah dengue ditandai oleh 4 manifestasi klinis yaitu demam tinggi,
perdarahan kulit, hepatomegali dan kegagalan peredaran darah (circulatory failure).
Fenomena patofisiologi utama yang menentukan derajat penyakit dan membedakkan DBD
dari DD ialah peningkatan permeabititas dinding pembuluh darah, menurunnya volume
plasma, trombositopenia dan diabetis hemoragik. Perbedaan antara DBD dan DD.

6
Tabel 1. Gejala klinis demam dengue dan demam berdarah dengue

Demam Dengue Gejala Klinis Demam Berdarah Dengue


++ Nyeri Kepala +
+++ Muntah ++
+ Mual +
++ Nyeri Otot +
++ Ruam kulit +
++ Diare +
+ Batuk +
+ Pilek +
++ Limfadenopati +
+ Kejang +
0 Kesadaran menurun ++
0 Obstipasi +
+ Uji torniquet positif ++
++++ Petekie
0 Perdarahan saluran cerna +
++ Hepatomegali +++
+ Nyeri perut +++
++ Trombositopenia ++++
0 Syok +++
Keterangan : (+) 25%, (++) 50%, (+++) 75%, (++++) 100%

Pada DBD terdapat perdarahan kulit, uji tourniquet positif, memar dan perdarahan pada
tempat pengambilan darah vena. Ptekie halus yang tersebar dianggota gerak, muka, aksila
sering ditemukan pada masa dini demam. Harus diingat juga bahwa perdarahan terjadi
disetiap organ tubuh. Epitaksis dan perdarahan gusi jarang dijumpai, sedangkan perdarahan
saluran pencernaan hebat lebih jarang lagi dan biasanya timbul rejatan yang tidak dapt
diatasi. Perdarahan lain, seperti perdarahan subkonjungtivita kadang-kadang ditemukan. Pada
masa konvalens sering ditemukan eritema telapak tangan atau telapak kaki.

c. Sindrom dengue syok

Pada DBD syok, setelah demam berlangsung selama beberapa hari keadaan umum tiba-
tiba memburuk, hal ini biasanya terjadi pada saat atau setelah demam menurun, yaitu di
antara hari sakit ke 3-7. Hal ini dapat diterangkan dengan hipotesis peningkatan reaksi
imunologis (the immunological enhancement hyphotesis). Pada sebagian besar kasus

7
ditemukan tanda kegagalan peredaran darah, kulit teraba lembab dan dingin, sianosis sekitar
mulut, nadi menjadi cepat dan lembut. Anak tampak lesu, gelisah dan secara cepat masuk
dalam fase syok. Pasien seringkali mengeluh nyeri didaerah perut sesaat sebelum syok. Fabie
(1966) mengemukakan bahwa nyeri perut hebat seringkali mendahului perdarahan
gastrointestinal. Nyeri di daerah retrosternal tanpa sebab yang jelas dapat memberikan
petunjuk adanya perdarahan gastrointerstinal yang hebat. Syok yang terjadi selama periode
demam biasanya mempunyai prognosis buruk.

Disamping kegagalan sirkulasi, syok ditandai oleh nadi lembut, cepat, kecil sampai tidak
dapat teraba. Tekanan nadi menurun menjadi 20 mmHg atau kurang dan tekanan sistolik
menurun sampai 80 mmHg atau lebih rendah. Syok harus segera diobati, apabila terlambat
pasien dapat mengalami syok berat (profund shock), tekanandarah tidak dapat diukur dan
nadi tidak dapat diraba. Tatalaksana syok yang tidak adekuat akan menimbulkan komplikasi
asidosis metabolik, hipoksia, perdarahan gastrointestinal hebat dengan prognosis buruk.
Sebaliknya dengan pengobatan yang tepat (termasuk kasus syok berat) segera terjadi masa
penyembuhan dengan cepat. Pasien membaik dalam 2-3 hari. Selera makan yang membaik
merupakan petunjuk prognosis bsik.

Pada pemeriksaan laboratorium ditemukan trombositopenia dan hemakonsentrasi. Jumlah


trombosit < 100.000/ul ditemukan antara hari sakit ke 3-7. Peningkatan kadar hematoktrit
merupakan bukti adanya kebocoran plasma, walau dapat terjadi pula pada kasus derajat
ringan meskipun tidak sehebat dalam keadaan syok. Hasil laboratorium lain yang sering
ditemukan ialah hipoproteinemia, hiponatremia, kadar transamine serum dan urea nitrogen
darah meningkat. Pada beberapa kasus ditemukan asidosis metabolik. Jumlah leukosit
bervariasi antara leukopenia dan leukositosis. Kadang-kadang ditemukan albuminuria ringan
yang bersifat sementara.

Patokan diagnosis DBD (WHO, 1975) berdasarkan gejala klinis dan laboratorium.

a. Klinis
1. Demam tinggi mendadak dan terus-menerus selama 2-7 hari.
2. Manifestasi perdarahan, minimal uji tourniquet positif dan salah satu bentuk perdarahan
lain (ptekie, purpura, ekimosis, epitaksis, perdarahan gusi), hematesis dan atau melena.
3. Pembesaran hati.

8
4. Syok yang ditandai oleh nadi lemah dan cepat disertai tekanan nadi menurun (≤ 20
mmHg), tekanan darah menurun (tekanan sistolik ≤ 80 mmHg) disertai kulit yang teraba
dingin dan lembab terutama pada ujung hidung, jari dan kaki, pasien menjadi gelisah dan
timbul sianosis disekitar mulut.
b. Laboratorium

Trombositopenia (≤ 100.000/ul) dan hemokonsentrasi yang dapat dilihat dari peningkatan


nilai hematokrit ≥ 20% dibandingkan dengan nilai hematokrit pada masa sebelum sakit atau
masa konvalesen. Ditemukannya dua atau tiga patokan klinis pertama disertai trombositopenia
dan hemokonsentrasi sudah cukup untuk klinis membuat diagnosis DBD. Dengan patokan ini
87% kasus tersangka DBD dapat diagnosis dengan tepat, yang dibuktikan oleh pemeriksaan
serologis dan dapat dihindari diagnosis berlebihan.

2.6 Klasifikasi

Gambar 2.1 Skema Kriteria Diagnosis Infeksi Dengue Menurut WHO 20118

9
Tabel 2.1 Derajat DBD Berdasarkan Klasifikasi WHO 20118

2.7 Pemeriksaan Penunjang


a. Pemeriksaan Serologi
1. Antigen NSI dapat di deteksi pada hari ke-1 setelah demam dan akan menurun
sehingga tidak terdeteksi setelah hari ke-5-6. Deteksi antigen virus ini dapat
digunakan untuk diagnosis awal menentukan adanya infeksi dengue, namun tidak
dapat membedakan penyakit DD/DBD.6
2. Uji Serologi IgM dan IgG anti dengue
a. Antibodi IgM anti dengue dapat di deteksi pada hari sakit ke-5 sakit, mencapai
puncaknya pada hari sakit 10-14, dan akan menurun /menghilang pada akhir
minggu keempat sakit.

10
b. Antibodi IgG anti dengue pada infeksi primer dapat terdeteksi pada hari sakit
ke-14. Dan menghilang setelah 6 bulan sampai 4 tahun.
c. Sedangkan pada infeksi sekunder IgG anti dengue akan terdeteksi pada hari sakit ke-
2.
d. Rasio IgM/ IgG digunakan untuk membedakan infeksi primer dari infeksi sekunder.
Apabila rasio IgM:IgG >1,2 menunjukan infeksi primer namun apabila IgM:IgG
easio <1,2 menunjukan infeksi sekunder.
Antibodi anti dengue
Diagnosis IgM IgG Keterangan
Infeksi primer Positif Negatif
Infeksi sekunder Positif Positif
Infeksi lampau Negatif Positif
Bukan dengue Negatif Negatif Apabila klinis mengarah ke
infeksi dengue, pada fase
penyembuhan: IgM dan IgG
diulang
Tabel 2.2 Interprestasi Uji Serologi IgM dan IgG pada Infeksi Dengue9
b. Pemeriksaan radiologis
Pada foto thoraks, didapatkan efusi pleura, erutama di sebelah hemitorak kanan. Pemeriksaan
foto thoraks dilakukan dalam posisi lateral dekubitis kanan (pasien tudur di sisi kanan). Asites
dan efusi pleura dapat di deteksi.9
2.8 Diagnosa Banding
a. Pada awal perjalanan penyakit, diagnosa banding mencangkup infeksi bakteri, vitus, atau
infeksi parasit seperti: Demam tifoid, campak, influenza, hepatitis, demam chikungunya,
leptospirosis, dan malaria. Adanya trombositopenia yang jelas disertai hemokonsentrasi
dapat membedakan antara DBD dengan penyakit lainnya.
b. Demam berdarah dengue harus dibedakan dengan deman chikungunya (DC). Pada DC
biasanya seluruh anggota keluarga dapat terserang dan penularannya mirip dengan
influenza. Bila dibandingkan dengan DBD, DC memperlihatkan serangan mendadak,
masa demam lebih pendek, suhu lebih tinggi, hampir selalu disertai ruam makulopapular,
injeksi conjungtiva, dan lebih sering dijumpai nyeri sendi. Proporsi uji tourniquet positif,
ptekie, dan epitaksis sama dengan DBD. Pada DC tidak ditemukan perdarahan
gastrointestinal dan syok.

11
c. Idiopatic Trombositopenic Purpura ( ITP) sulit dibedakan dengan DBD derajat II, oleh
karena didapatkan demam disertai perdarahan dibawah kulit. Pada hari-hari pertama,
diagnosa ITP sulit dibedakan dengan DBD, tetapi pada ITP demam cepat menghilang
(pada ITP bisa tidak disertai demam), tidak di jumpai leukopenia, tidak dijumpai
hemokonsentrasi, tidak di jumpai pergeseran kekanan pada hitung jenis. Pada fase
penyembuhan DBD jumlah trombosit cepat kembali normal daripada ITP.
d. Perdarahan dapat juga terjadi pada leukopenia atau anemia aplastik. Pada leukemia
demam tidak teratur, kelenjer limfe dapat teraba dan anak sangat anemis. Pemeriksaan
darah tei dan sumsum tulang akan memperjelas diagnosis leukemia. Pada anemia aplastik
anak sangat anemic, demam timbul karena infeksi sekunder. Pada pemeriksaan darah
ditemukan pansitopenia (leukosit, hemoglobin, dan trombosit menurun). Pada pasien
dnegan perdarahan hebat, pemeriksaan foto thoraks dan atau kadar protein dapat
membantu diagnosis.10

Diagnosis Atau Penyebab yang Gejala dan Tanda Klinis


mendasari
Syok karena perdarahan - Riwayat trauma
- Terdapat sumber perdarahan
Dengue Shock Syndrome (DSS) - KLB atau musim Demam Berdarah
Dengue
- Riwayat demam tinggi
- Purpura
Syok Kardiogenik - Riwayat penyakit jantung
- Peningkatanm vena jugularis dan
pembesaran hati
Syok septik - Riwayat penyakit yang disertai
demam
- Anak tampak sakit berat
Syok yang berhubungan dengan - Riwayat diare yang profus
- KLB kolera
dehidrasi berat
Tabel 2.3 diagnosis banding pada anak dengan syok

2.9 Penatalaksanaan
a. Tata laksana infeksi dengue berdasarkan fase perjalanan penyakit
1. Fase Demam

12
a. Medikamentosa
- Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan pemberian parasetamol bukan aspirin
- Diusahakan tidak memberikan obat-obatan yang tidak diperlukan (misalnya
antasid, antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
- Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati apabila terapat perdarahan
saluran cerna kortikosteroid tidak diberikan.
- Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.
2. Suportif
- Cairan per oral + cairan intravena rumatan per hari + 5% defisit
- Diberikan untuk 48 jam atau lebih
- Kecepatan cairan IV disesuaikan dengan kecepatan kehilangan plasma, sesuai
keadaan klinis, tanda vital, diuresis, dan hematokrit.9

Gambar 2.2 Jalur Triase Kasus Tersangka Infeksi Dengue9

2.10 Tanda kegawadaruratan


Tanda kegawatan dapat terjadi pada setiap fase pada perjalanan penyakit infeksi dengue,
seperti berikut:
a. Tidak ada perbaikan klinis/ perburukan saat sebelum atau selama masa transisi ke fase
bebas demam/ sejalan dengan proses penyakit
13
b. Muntah yang menetap, tidak mau minum
c. Nyeri perut hebat
d. Letargi dan/ gelisah, perubahan tingkah laku mendadak
e. Perdarahan: epitaksis, buang air besar hitam, hematemesis, menstruasi yang hebat, warna
urin gelap (hemoglobinuria) / hematuria
f. Giddiness (pusing/ perasaan ingin terjatuh)
g. Pucat, tangan – kaki dingin dan lembab
h. Diuresis kurang/ tidak ada dalam 4-6 jam9

Gambar 2.3 Tatalaksana DBD dengan Syok atau DSS9

2.11 Indikasi Pulang


Pasien dapat dipulangkan apabila telah terjadi perbaikan klinis sebagai berikut :
1. Bebas demam minimal 24 jam tanpa menggunakan antipiretik
2. Nafsu makan telah kembali
3. Secara klinis tampak ada perbaikan

14
4. Diuresis baik
5. Minimum 3 hari setelah sembuh dari syok
6. Tidak ada kegawatan napas karena efusi pleura, tidak ada asites
7. Trombosit >50.000/mm3. Pada kasus DBD tanpa komplikasi, pada umumnya jumlah
trombosit akan meningkat ke nilai normal dalam 3-5 hari.11

2.12 Komplikasi
Komplikasi yang dapat terjadi pada demam berdarah dengue antara lain :
1. Ensefalopati dengue dapat terjadi pada DBD dengan atau tanpa syok.
2. Kelainan ginjal akibat syok berkepanjangan dapat mengakibatkan gagal ginjal akut.
3. Edema paru dan atau gagal jantung seringkali terjadi akibat overloading pemberian cairan
pada masa perembesan plasma.
4. Syok yang berkepanjangan mengakibatkan asidosis metabolik dan perdarahan hebat.
5. Hipoglikemia/hiperglikemia, hiponatremia, hipokalsemia akibat syok berkepanjangan
dabn terapi cairan yang tidak sesuai.9

BAB III
KESIMPULAN

Demam Berdarah Dengue merupakan penyakit demam akut yang disebabkan oleh virus
genus Flavivirus, famili Flaviviridae yang mempunyai 4 jenis serotipe yaitu DEN-1, DEN-2,
DEN-3, DEN-4, dan ditularkan melalui perantara nyamuk Aedes aegypti atau Aedes albopictus.
Berbeda dengan DD, pada DBD terdapat homeostasis yang tidak normal, perembesan plasma

15
(khususnya pada rongga pleura dan rongga peritoneal), hipovolemia, dan syok, karena terjadi
peningkatan permeabilitas kapiler.
Pada demam berdarah dengue perlu dilakukan pemantauan ketat terhadap klinis pasien
dan pemeriksaan berulang terhadap nilai hematokrit, hemoglobin, dan trombosit serta dilakukan
terapi cairan yang tepat dan optimal untuk mencegah pasien jatuh ke dalam kondisi syok yang
dapat menyebabkan kematian.

DAFTAR PUSTAKA

1. Fitriani. Anita., Prevalensi Demam Berdarah Dengue di Kota Medan Berdasarkan Data di
Dinas Kesehatan Kota Medan Tahun 2011. Skripsi. Medan: FKUSU. 2013
2. Wahyono. TRM. Dkk., Buletin Epidemiologi Demam Berdarah Dengue. Jakarta:
Kemenkes.2010
3. Azhar. Hairil., Prevalensi Demam Berdarah Dengue (DBD) Di Rsup. Haji Adam Malik,
Medan Periode Januari 2009-Desember 2009. Skripsi. Medan: FKUSU. 2010
4. Candra, A., Demam Berdarah Dengue: Epidemiologi, Patogenesis, dan Faktor Risiko
Penularan. Semarang: Aspirator Vol. 2 No. 2. 2010
5. A Sukohar., 2014. Demam Berdarah Dengue (DBD) Volume 2, Nomor 2, Februari 2014.
Lampung. Fakultas Kedokteran Universitas Lampung : 2014
6. Soedarmo, S.S.P., Garba, H & Hadinegoro, S.R., Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak : Infeksi &
Penyakit Tropis, Edisi Kedua, Hal 161-63, Jakarta : IDAI, 2012

16
7. Frans. Evisina Hanafiati,.Patogenesis Infeksi Virus Dengue. Jurnal. Surabaya: FK universitas
kusuma wijaya. 2011
8. World Health Organization. 2008. Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak di Rumah Sakit.
Jakarta: WHO Indonesia.
9. Karyanti, Mulya Rahma, MSc, Sp.A (K). Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Infeksi
dan Pediatri Tropik. Departemen Ilmu Kesehatan Anak, RSUPN Cipto Manungkusumo,
FKUI.
10. Hardinegoro dkk. 2012. Update Management of Infections Diseases and Gastrointestinal
Disorders. Jakarta: Departemen Ilmu Kesehatan Anak FKUI-RSCM.
11. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). 2009. Pedoman Pelayanan Medis. Jakarta: Badan
Penerbit Ikatan Dokter Anak Indonesia.

17

Anda mungkin juga menyukai