PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Konsep suhu atau temperatur sebenarnya berawal dari rasa panas
dan dingin yang dialami oleh indera peraba kita. Berdasarkan apa yang
dirasakan oleh indera peraba, kita mengatakan suatu benda lebih panas
dari benda yang lain atau suatu benda lebih dingin dari benda lain.
Benda yang panas memiliki suhu yang lebih tinggi sedangkan benda yang
dingin memiliki suhu yang lebih rendah. Semakin dingin suatu benda, semakin
rendah suhunya. Sebaliknya, semakin panas suatu benda, semakin
tinggi suhunya. Ukuran panas atau dinginnya suatu benda ini disebut
suhu (temperature).
Kalor sendiri merupakan perpindahan suatu energi panas yang
disebabkan adanya suhu atau usaha suatu benda. Menurut Asas Black ,
apabila dua benda yang mempunyai suhu yang berbeda dicampurkan
maka akan terjadi aliran kalor yang mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah.Kalor dan kerja merupakan usaha
yang dilakukan oleh sebuah sistem bukan hanya tergantung pada
keadaan awal dan akhir, tapi juga bergantung pada proses keadaan
awal dan keadaan akhir.
Hubungan antara kalor, kerja dan energi saling berkaitan. Kalor
mempunyai keterkaitan dengan energi. Dalam hal ini kalor merupakan
energi yang berpindah. Energi dalam sistem akan berubah jika sistem
menyerap atau membebaskan kalor. Energi dalam juga akan berubah
jika sistem menerima atau melakukan kerja. Sebuah pompa jika
dipanaskan akan menyebabkan suhu gas dalam pompa meningkat dan
volumenya bertambah. Jadi, energi dalam gas bertambah dan sistem
melakukan kerja. Hubungan antara kalor, kerja dan energi ini termasuk
dalam Hukum Termodinamika I
1
B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian dari suhu dan kalor?
2. Bagaimanakah bentuk pemuaian pada zat?
3. Apa saja jenis-jenis perpindahan Kalor?
4. Bagaimanakah pengaruh kalor pada suhu benda?
C. Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui pengertian dari suhu dan kalor.
2. Untuk mengetahui bentuk pemuain pada zat.
3. Untuk mengetahui jenis-jenis perpindahan kalor.
4. Untuk mengetahui pengaruh kalor pada suhu benda.
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
dan penandaan derajat di teruskan di bawah tanda titik es dan di atas tanda
titik uap. Temperatur sistem lain sekarang dapt di ukur dengan
menempatkan termometer air raksa agar berada dalam kontak termal
dengannya, menanti sampai kesetimbangan termal tercapai, dan mencatat
posisi kolom air raksa. Jika Lt adalah panjang kolom air raksa, temperatur
Celcius ᵗс di berikan oleh persamaan
ᵗс =
Dengan Lo adalah panjang kolam air raksa ketika termometer ada dalam bak es
dan L100 adalah panjangnya ketika termometer ada dalam bak uap.
B. Skala Temperatur Fahrenheit di buat dengan mendefinisikan temperatur titik
es sebagai 32º F dan tempat temperatur titik uap sebagai 212º F. 100º Celsius
dan 180º Fahrenheit antara titik es dan titik uap. Oleh karena itu, perubahan
temperatur sebesar 1º Fahrenheit lebih kecil dari pada perubahan 1º Celsius.
Untuk mengubah sebuah temperatur yang di berikan dalam 1 skala ke
temperatur skala lain, juga harus di perhatikan memperhitungkan kenyataan
bahwa temperatur nol ke dua skala itu tidak sama. Hubungan antara temperatur
Fahrenheit dan temperatur celsius adalah :
5
ᵗс = 9 ( tf - 32º )
4
Rumus konversi suhu Fahrenheit
ᵗс =
Skala temperatur yang di dasarkan pada titik tetap tunggal di sepakati pada
tahun 1954 oleh Internasional Committee on Weights and Measures. Suatu
keadaan acuan yang dapat dibuat kembali dengan jauh lebih tepat dibandingkan
titik es atau titik uap adalah titik tripel air. Hal itu karena pada keadaan tersebut
air, es dan uap air ditaruh pada tempat tertutup tanpa udara mengalami
kesetimbangan yaitu suatu keadaan dimana air tidak mengalami penguapan atau
5
pembekuan, es tidak mencair atau menguap dan uap air tidak mengembun atau
membeku. Keadaan kesetimbangan inilah yang disebut sebagai titik tripel air.
Keadaan ini terjadi pada tekanan 4,58 mmHg dan pada suhu 0,01ºC . Skala
temperatur gas ideal didefinisikan agar temperatur titik tripel adalah 273,16 K.
Sedangkan temperatur T sembarang keadaan lain didefinisikan sebanding dengan
tekanan dalam termometer gas volume konstan :
T = 273,16 K P
P3
Dengan P adalah tekanan gas dalam termometer ketika termometer dalam
keadaan kesetimbangan termal dengan sistem yang temperaturnya diukur dan P3
adalah tekanan gas dalam termometer ketika termometer dimasukkan dalam bak
air-es-uap pada titik tripel. Nilai P3 bergantung pada jumlah gas dalam
termometer. Skala temperatur gas ideal yang ada dalam rumus diatas memiliki
keuntungan bahwa temperatur keadaan mana pun yang diukur bernilai sama tak
peduli jenis gas apapun yang digunakan. Tapi skala ini bergantung pada sifat-sifat
dari gas dan tidak bergantung pada sifat suatu gas mana pun.
Temperatur terendah yang dapat diukur oleh termometer gas yang
mengunakan Helium sebagai gasnya adalah 1 K. Kali ini kita ada mengetahui
hukum kedua termodinamika yang digunakan untuk mendefinisikan skala
temperatur absolut tanpa bergantung pada sifat zat apapun dan tanpa batas
jangkaua temperatur yang dapat diukur. Skala absolut dapat dijelaskan pada
rumus diatas yang mana simbol T mengacu pada temperatur absolut.
Karena Celsius derajat dan Kelvin derajat berukuran sama, beda
temperatur sama antara skala celcius dan temperatur absolut (Kelvin). Artinya ,
perubahan temperatur 1 K identik dengan perubahan 1ºC. Sebagai hasilnya, satu-
satunya perbedaan antara kedua skala itu ialah terletak pada pilihan temperatur 0.
Untuk pindah dari derajat Celcius ke Kelvin, kita cukup menambahkan 273,15.
Kita dapat membulatkan temperatur nol absolut menjadi -173 ºC, sehingga dengan
mudah dapat di tambahkan 273 pada temperatur Celsius untuk mendapatkan
temperatur absolut. Walaupun skala Celsius dan Fahrenheit mudah untuk
6
pemakaian sehari-hari, skla absolut jauh lebih mudah untuk keperluan ilmiah
karena banyak rumus yang lebih mudah di nytatakan dan temperatur absolut dapat
di beri interpretasi yang lebih mendasar.
D. Pemuaian Termal
Bila temperatur sebuah benda naik, maka benda biasanya memuai.
Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan temperatur
tertentu sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu.
Koefisisen α dinamakan koefisien muai linear dengan satuannya adalah
kebalikan derajat celsius ( 1/ ºC ) atau kebalikan kelvin (1/K ). Koefisien muai
linier untuk padatan atau cairan biasanya tidak banyak berubah dengan tekanan,
tetapi dapat berubah dengan teperatur. Dalam banyak hal, ketelitian yang
mencukupi di dapat dengan menggunakan nilai rata-rata α untuk rentang
temperatur yang lebar.
Koefisien β dinamakan koefisien volume di definisikan dengan cara sama
sebagai rasio fraksi perubahan volume terhadap perubahan temperatur ( pada
tekanan konstan ). Seperti α, β untuk padatan dan cairan biasanya tidak berubah
dengan tekanan tetapi dapat berubah dengan temperatur. Dapat di tunjukkan
bahwa untuk bahan tertentu, koefisien muai volume adalah 3 kali koefisien muai
linear. Pertambahan ukuran tiap bagian suatu benda untuk suatu perubahan
temperatur tertentu sebanding dengan ukuran mula-mula bagian benda itu.
7
hukum Boyle. Hukum ini berlaku untuk hampir semua gas dengan kerapatan
rendah. Temperatur absolut gas dengan kerapatan rendah sebanding dengan
tekanan pada volume konstan. Temperatur absolut sebanding dengan volume gas
jika tekanan di jaga konstan, suatu hasil yang di temukan secara eksperimen oleh
Jacques Charles ( 1746-1823 ) dan Gay Lussac ( 1778-1850 ).
Gas ideal di definisikan sebagai gas di man PV/nT konstan untuk seluruh
tekanan. Konsep gas ideal adalah ekstrapolasi dari perilaku gas nyata pada
kerapatan dan tekanan rendah menjadi perilaku ideal. Kurva-kurva “ Isoterm “
untuk gas ideal adalah hiperbola.
1. Gas terdiri daripada molekul-molekul yang bergerak secara acak dan tanpa
henti.
2. Ukuran molekul-molekul dianggap terlalu kecil sehingga boleh diabaikan,
maksudnya garis pusatnya lebih kecil daripada jarak purata yang
dilaluinya antara perlanggaran.
3. Molekul-molekul gas tidak berinteraksi antara satu sama lain.
Perlanggaran sesama sendiri dan dengan dinding bekas adalah kenyal yaitu
8
jumlah tenaga kinetik molekulnya sama sebelum dan sesudah
perlanggaran.
1. Gas terdiri atas partikel-partikel dalam jumlah yang besar sekali, yang
senantiasa bergerak dengan arah sembarang dan tersebar merata dalam ruang yang
kecil.
2. Jarak antara partikel gas jauh lebih besar daripada ukuran partikel, sehingga
ukuran partikel gas dapat diabaikan.
3. Tumbukan antara partikel-partikel gas dan antara partikel dengan dinding
tempatnya adalah elastis sempurna.
4. Hukum-hukum Newton tentang gerak berlaku.
G. DIAGRAM FASA
Hubungan keseluruhan di antara fasa padat, cair dan gas disajikan paling baik
dalam suatu grafik yang dikenal sebagai diagram fasa. Diagram fasa merupakan
grafik tekanan terhadap temperatur pada volume konstan untuk berbagai macam
bahan.
9
Bagian diagram antara O dan C menunjukkan tekanan uap terhadap
temperatur. Bila kita lanjutkan pemanasan, kerapatan cairan akan berkurang dan
kerapatan uap bertambah. Di titik C, nilai kedua kerapatan ini sama. Titik C
adalah titik kritis. Pada titik ini dan diatasnya, tidak ada perbedaan antara cairan
dan gas.
Pada temperatur dan tekanan di bawah titik tripel, cairan tidak bisa
terwujud. Kurva OA dalam diagram fasa adalah tempat kedudukan tekanan dan
temperatur dengan padatan dan uap bersama-sama dalam kesetimbangan.
Perubahan langsung dari padatan menjadi uap disebut sublimasi.
Kurva OB adalah kurva pelelehan yang memisahkan fasa cairan dari fasa padatan.
Untuk bahan seperti air yang temperatur pelelehannya turun bila tekanan naik,
kurva OB miring ke arah kiri atas dari titik tripel, seperti pada gambar. Untuk
kebanyakan bahan lain, temperatur leleh naik bila tekanan naik. Untuk bahan
semacam itu, kurva OB miring ke arah kanan atas dari titik tripel
10
1. Kalor
Pada abad 18 sampai 19, kalor diyakini sebagai suatu fluida yang disebut kalorik,
yang bisa berpindah dari satu benda ke benda lain, yaitu dari panas ke dingin.dua
buah benda yang suhunya berbeda disentuhkan satu sama lain, maka kedua benda
akan mencapai suhu yang sama. Keadaan ini dinamakan kesetimbangan termal.
Pada tahun 1760, Joseph Black membedakan pengertian kalor dan suhu dimana
suhu adalah sesuatu yang diukur pada termometer, dan kalor adalah sesuatu yang
mengalir (fluida) dari benda panas ke benda yang dingin dalam rangka mencapai
kesetimbangan termal. Tahun 1798 seorang ilmuwan Amerika, Benjamin
Thompson menyangsikan definisi kalor sebagai fluida kalorik. Ia mengamati kalor
yang dihasilkan pada meriam. Ia menyimpulkan, kalor bukanlah fluida tetapi
kalor dihasilkan oleh usaha yang dilakukan oleh kerja mekanis (misal gesekan).
Satu kalori didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk
menaikkan suhu air sebesar 1˚C.
Kalor jenis adalah banyaknya kalor yang dibutuhkan untuk menaikkan suhu satu
satuan massa benda sebesar satu derajat..
Jika sejumlah kalor ΔQ menghasilkan perubahan suhu sebesar ΔT, kapasitas kalor
C didefinisikan sebagai
∆𝑄
𝐶=
∆𝑇
11
∆𝑄 = 𝑚𝑐∆𝑇
Dimana besaran c disebut kalor jenis benda. Kalor jenis benda merupakan
karakteristik termal suatu benda. Berdasarkan persamaan diatas tampak bahwa
kalor jenis sama dengan kapasitas kalor per satuan massa, sehingga satuan SI-nya
adalah J/kg.K
𝐶
𝑐=
𝑀
ΔQ = ncmΔT
Melebur adalah perubahan wujud dari padat menjadi cair. Suhu di mana zat
mengalami peleburan disebut titik lebur..
Membeku adalah perubahan wujud dari cair menjadi padat. Suhu di mana zat
mengalami pembekuan disebut titik beku..
Sejumlah kalor yang dilepaskan atau diserap pada saat melebur atau membeku,
tetapi tidak digunakan untuk menaikkan atau menurunkan suhu disebut kalor laten
(L)
Secara umum, kalor laten adalah banyaknya kalor yang diperlukan oleh suatu zat
untuk berubah wujud per satuan massa zat. Misalnya kalor lebur es 80 kal/g
berarti bahwa untuk melebur 8 g es menjadi air seluruhnya diperlukan kalor
sebanyak 80 kalori. Banyaknya kalor yang diperlukan dalam proses perubahan
wujud Q , sama dengan massa zat dikalikan kalor latennya.
∆𝑄 = 𝑚𝐿
12
H. Hukum Pertama Termodinamika
Kita mendefinisikan energi dalam sistem sebagai jumlah total semua energi
molekul pada sistem. Kita mengharapkan bahwa energi dalam sistem akan
naik jika kerja dilakukan padanya, atau jika kalor ditambahkan pada sistem
tersebut. Dengan cara yang sama, energi dalam akan menurun jika kalor
keluar dari sistem atau jika kerja dilakukan oleh sistem pada yang lainnya.
Berarti, dari kekekalan energi, adalah masuk akal untuk mengemukakan
sebuah hukum yang penting; perubahan energi dalam sistem yang tertutup,
ΔU, akan sama dengan kalor yang ditambahkan ke sistem dikurangi kerja
yang dilakukan oleh sistem; dalam bentuk persamaan:
ΔU= Q – W
Dimana Q adalah kalor total yang ditambahkan ke sistem dan W adalah
kerja total yang dilakukan oleh sistem. Kita harus berhati-hati dan konsisten
dalam mengikuti aturan tanda untuk Q dan W. karena W pada persamaan
tersebut adalah kerja yang dilakukan oleh sistem, maka jika kerja dilakukan
pada sistem, W akan negatif dan dan U akan bertambah. Dengan cara yang
sama, Q positif jika kalor ditambahkan ke sistem, sehingga jika kalor
meninggalkan sistem, Q negatif. Persamaan tersebut dikenal sebagai
hukum pertama termodinamika. Hukum ini vasiditasnya terletak pada
percobaan (seperti percobaan joule) di mana tidak ada pengecualian yang
terlihat. Karena Q dan W menyatakan energi yang ditransfer ke dalam atau
keluar sistem, energi dalam juga ikut berubah. Berarti, hukum pertama
termodinamika merupakan pernyataan hukum kekekalan energi.
I. Energi Internal Gas Ideal
Menurut model molekuler gas yang sederhana, temperatur gas T
dihubungkan dengan energi kinetik translasi molekul-molekul gas K dengan
hubungan
𝟐
K = 𝟐 nRT
n adalah jumlah mol gas dan R adalah konstanta gas universal. Jika energi
translasi ini diambil sebagai energi internal total gas, maka energi internal
13
akan tergantung hanya pada temperatur gas dan terletak pada volume atau
tekanannya. Dengan menuliskan U untuk K.
𝟑
U= 𝟐nRT
Jika energi internal gas meliputi energi jenis lain, nilainya akan berbeda dari
yang diberikan oleh persamaan tersebut, dan dapat atau tak dapat tergantung
pada tekanan dan volume gas. Andaikan, sebagai contoh, bahwa molekul-
molekul gas yang berdekatan saling melakukan gaya tarik menarik, maka
usaha dibutuhkan untuk menambah jarak pisah molekul. Jadi, jika jarak
rata-rata antara molekul dinaikkan,maka energi potensial yang dikaitkan
dengan tarikan molekul akan bertambah. Dengan demikian energi internal
gas akan tergantung pada volume gas dan juga pada temperaturnya.
J. Usaha dan Diagram PV untuk Gas
a. Proses isobarik
Proses isobarik adalah proses perubahan variabel keadaan sistem pada
tekanan konstan. Dari kenyataan tersebut kita dapat melukiskan grafik
hubungan antara tekanan p dan volume V seperti gambar berikut
Usaha proses isobarik dapat ditentukan dari luas kurva di bawah grafik P –
V
W = p (Va - Vb)
b. Proses Isotermal
14
Isotermal berasal dari bahasa Yunani yang berarti proses perubahan gas
dengan suhu tetap. Gambar di bahai ini memperlihatkan bahwa tekanan dan
volume sistem berubah sepanjang garis lintasan, sedangkan temperaturnya
tetap. Karena T konstan, maka PV = nRT = C = konstan. Perhatikan grafik
pada Gambar berikut.
Pada proses ini berlaku hukum Boyle.PaVa = PbVb Karena suhunya tetap
maka pada proses isotermis ini tidak terjadi perubahan energi dalam ΔU = 0.
Sedang usahanya dapat dihitung dari luas daerah di bawah kurva, besarnya
seperti berikut.
c. Proses ishokhorik
Proses isokhorik atau isovolumetrik adalah proses perubahan variabel
keadaan sistem pada volume konstan. Dari pernyataan tersebut kita dapat
melukiskan grafik hubunganantara tekanan dan volum konstan. Dari
pernyataan tersebut, kita dapat melukiskan grafik hubungan antara tekanan
dengan volume (p - V) seperti gambar :
15
Menurut Hukum Gay-Lussac proses isokhorik pada gas dapat dinyatakan
dengan persamaan : p/T = konstan, atau, p1/T1 = p2/T2 . Oleh karena
perubahan volumedalam proses isokhorik ΔV = 0 maka usahanya W = 0.
d. Proses Adiabatik
Proses adiabatik adalah proses di mana tidak ada kalor yang masuk atau
keluar sistem, Q = 0. Proses ini dapat dilakukan dengan cara mengisolasi
sistem menggunakan bahan yang tidak mudah menghantarkan kalor atau
disebut juga bahan adiabatik. Adapun, bahan-bahan yang bersifat mudah
menghantarkan kalor disebut bahan diatermik. Proses adiabatik ini
mengikuti persamaan Poisson sebagai berikut
p Vγ = konstan, atau , p1 V1γ = p2 V2γ
Oleh karena persamaan gas ideal dinyatakan sebagai pV = nRT maka
Persamaan (9–4) dapat ditulis : T1V1(γ –1) = T2 V2(γ –1)
dengan γ = CP/CV = konstanta Laplace, dan CP/CV > 1. CP adalah kapasitas
kalor gas pada tekanan tetap dan CV adalah kalor gas pada volume tetap.
16
Dari kurva hubungan p – V tersebut, Anda dapat mengetahui bahwa:
1) Kurva proses adiabatik lebih curam daripada kurva proses isotermal.
2) Suhu, tekanan, maupun volume pada proses adiabatik tidak tetap.
Oleh karena sistem tidak melepaskan atau menerima kalor, pada kalor sistem
proses adiabatik Q sama dengan nol. Dengan demikian, usaha yang dilakukan
oleh sistem hanya mengubah energi dalam sistem tersebut. Besarnya usaha pada
proses adiabatik tersebut dinyatakan dengan persamaan berikut.
W= 3/2 nRT−T = 3/2 (p1 V1 − p2 V2)
K. Kapasitas Panas
3
Energi kinetik translasi total dari n mol gas adalah K=2nRT. Jadi, jika energi
internal suatu gas hanya terdiri dari energi kinetik translasi saja, maka kita
dapatkan
3
U= 2Nrt
17
BAB III
PENUTUP
A. KESIMPULAN
Dari pembahasan makalah diatas, maka kesimpulan yang dapat diambil
adalah :
1. Suhu didefinisikan sebagai derajat panas dinginnya suatu benda.
2. Kalor merupakan perpindahan suatu energi panas yang disebabkan
adanya suhu, atau usaha suatu benda.
3. Kalori bukan termasuk satuan internasional, satuan internasional dari
kalor adalah joule.
4. Pertukaran energi antara sistem dan lingkungan selain dalam bentuk
kalor disebut kerja
5. Persamaan ini menyatakan bahwa perubahan energi dalam (U) sama
dengan jumlah kalor yang diserap (Q) ditambah dengan jumlah kerja
yang diterima sistem (W) rumusan hukum 1 termodinamika dapat
dinyatakan dengan sebagai berikut “energi tidak dapat diciptakan atau
dimusnahkan,tetapi dapat diubah dari satu bentuk kebentuk yang lain,
atau energi alam semesta adalah konstan.”
18
DAFTAR PUSTAKA
Giancoli,Douglas.2001.Fisika edisi kelima.Jakarta:PT.Erlangga
Chang, Raymond. 2005. Kimia dasar. Jakarta : Erlangga
Moran. 2002. Termodinamika teknik. Jakarta : Erlangga
19