A. Definisi
B. Etiologi
1. Kehilangan darah
c. Perdarahan gastrointestinal
d. Trauma
2. Kehilangan plasma
b. Pankreatitis
c. Deskuamasi kulit
d. Sindrom Dumping
a. Muntah (vomitus)
b. Dehidrasi
c. Diare
e. Diabetes insipidus
f. Insufisiensi adrenal
Menurut Toni Ashadi, 2006, Syok hipovolemik yang dapat disebabkan oleh
hilangnya cairan intravaskuler, misalnya terjadi pada:
1. Kehilangan darah atau syok hemorargik karena perdarahan yang mengalir keluar
tubuh seperti hematotoraks, ruptur limpa, dan kehamilan ektopik terganggu
2. Trauma yang berakibat fraktur tulang besar, dapat menampung kehilangan darah
yang besar. Misalnya: fraktur humerus menghasilkan 500-1000 ml perdarahan
atau fraktur femur menampung 1000-1500 ml perdarahan.
3. Kehilangan cairan intravaskuler lain yang dapat terjadi karena kehilangan
protein plasma atau cairan ekstraseluler, misalnya pada:
a. Gastrointestinal: peritonitis, pankreatitis, dan gastroenterit
b. Renal: terapi diuretik, krisis penyakit Addison
c. Luka bakar (kompustio) dan anafilaksis
D. Patofisiologi
Respon dini terhadap kehilangan darah adalah mekanisme kompensasi
tubuh yang berupa vasokonstriksi di kulit, otot, dan sirkulasi viseral untuk
menjaga aliran darah yang cukup ke ginjal, jantung, dan otak. Respon terhadap
berkurangnya volume sirkulasi akut yang berkaitan dengan trauma adalah
peningkatan detak jantung sebagai usaha untuk menjaga cardiac output. Dalam
banyak kasus, takikardi adalah tanda syok paling awal yang dapat diukur
(American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pelepasan katekolamin endogen akan meningkatkan tahanan vaskular
perifer. Hal ini akan meningkatkan tekanan darah diastolik dan menurunkan
tekanan nadi tetapi hanya sedikit meningkatkan perfusi organ. Hormon-hormon
lainnya yang bersifat vasoaktif dilepaskan ke sirkulasi selama kondisi syok,
termasuk histamin, bradikinin, dan sejumlah prostanoid dan sitokin-sitokin
lainnya. Substansi-substansi ini mempunyai pengaruh besar terhadap
mikrosirkulasi dan permeabilitas vaskular (American College of Surgeons
Committee on Trauma, 2008).
Pada syok perdarahan yang dini, mekanisme pengembalian darah vena
dilakukan dengan mekanisme kompensasi dari kontraksi volume darah dalam
sistem vena yang tidak berperan dalam pengaturan tekanan vena sistemik. Namun
kompensasi mekanisme ini terbatas. Metode yang paling efektif dalam
mengembalikan cardiac output dan perfusi end-organ adalah dengan menambah
volume cairan tubuh/darah (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2008).
Pada tingkat selular, sel-sel dengan perfusi dan oksigenasi yang tidak
memadai mengalami kekurangan substrat esensial yang diperlukan untuk proses
metabolisme aerobik normal dan produksi energi. Pada tahap awal, terjadi
kompensasi dengan proses pergantian menjadi metabolisme anaerobik yang
mengakibatkan pembentukan asam laktat dan berkembang menjadi asidosis
metabolik. Bila syok berkepanjangan dan pengaliran substrat esensial untuk
pembentukan ATP tidak memadai, maka membran sel akan kehilangan
kemampuan untuk mempertahankan kekuatannya dan gradien elektrik normal pun
akan hilang (American College of Surgeons Committee on Trauma, 2008).
Pembengkakan retikulum endoplasma adalah tanda struktural pertama dari
hipoksia seluler, menyusul segera kerusakan mitokondria, robeknya lisosom, dan
lepasnya enzim-enzim yang mencerna elemen-elemen struktur intraseluler lainnya.
Natrium dan air masuk ke dalam sel dan terjadilah pembengkakan sel.
Penumpukan kalium intraseluler juga terjadi. Bila proses ini tidak membaik, maka
akan terjadi kerusakan seluler yang progresif, penambahan pembengkakan
jaringan, dan kematian sel. Proses ini meningkatkan dampak kehilangan darah dan
hipoperfusi jaringan (American College of Surgeons Committee on Trauma,
2008).
Menurut patofisiologinya, syok terbagi atas 3 fase yaitu :
1. Kompensasi
Penurunan curah jantung (cardiac output) terjadi sedemikian rupa
sehingga timbul gangguan perfusi jaringan tapi belum cukup untuk
menimbulkan gangguan seluler. Mekanisme kompensasi dilakukan melalui
vasokonstriksi untuk menaikkan aliran darah ke jantung, otak dan otot skelet
dan penurunan aliran darah ke tempat yang kurang vital. Faktor humoral
dilepaskan untuk menimbulkan vasokonstriksi dan menaikkan volume darah
dengan konservasi air. Ventilasi meningkat untuk mengatasi adanya penurunan
kadar oksigen di daerah arteri. Jadi pada fase kompensasi ini terjadi
peningkatan detak dan kontraktilitas otot jantung untuk menaikkan curah
jantung dan peningkatan respirasi untuk memperbaiki ventilasi alveolar. Walau
aliran darah ke ginjal menurun, tetapi karena ginjal mempunyai cara regulasi
sendiri untuk mempertahankan filtrasi glomeruler. Akan tetapi jika tekanan
darah menurun, maka filtrasi glomeruler juga menurun.
2. Fase Progresif
Terjadi jika tekanan darah arteri tidak lagi mampu mengkompensasi
kebutuhan tubuh. Faktor utama yang berperan adalah jantung. Curah jantung
tidak lagi mencukupi sehingga terjadi gangguan seluler di seluruh tubuh. Pada
saat tekanan darah arteri menurun, aliran darah menurun, hipoksia jaringan
bertambah nyata, gangguan seluler, metabolisme terganggu, produk
metabolisme menumpuk, dan akhirnya terjadi kematian sel. Dinding pembuluh
darah menjadi lemah, tak mampu berkonstriksi sehingga terjadi bendungan
vena, vena balik (venous return) menurun.
Relaksasi sfinkter prekapiler diikuti dengan aliran darah ke jaringan tetapi
tidak dapat kembali ke jantung. Peristiwa ini dapat menyebabkan trombosis
kecil-kecil sehingga dapat terjadi koagulopati intravasa yang luas (DIC =
Disseminated Intravascular Coagulation). Menurunnya aliran darah ke otak
menyebabkan kerusakan pusat vasomotor dan respirasi di otak. Keadaan ini
menambah hipoksia jaringan. Hipoksia dan anoksia menyebabkan terlepasnya
toksin dan bahan lainnya dari jaringan (histamin dan bradikinin) yang ikut
memperjelek syok (vasodilatasi dan memperlemah fungsi jantung).
Iskemia dan anoksia usus menimbulkan penurunan integritas mukosa
usus, pelepasan toksin dan invasi bakteri usus ke sirkulasi. Invasi bakteri dan
penurunan fungsi detoksikasi hepar memperjelek keadaan. Dapat timbul sepsis,
DIC bertambah nyata, integritas sistim retikuloendotelial rusak, integritas mikro
sirkulasi juga rusak. Hipoksia jaringan juga menyebabkan perubahan
metabolisme dari aerobik menjadi anaerobik. Akibatnya terjadi asidosis
metabolik, terjadi peningkatan asam laktat ekstraseluler dan timbunan asam
karbonat di jaringan.
3. Fase Irevesibel
Karena kerusakan seluler dan sirkulasi sedemikian luas sehingga tidak
dapat diperbaiki. Kekurangan oksigen mempercepat timbulnya ireversibilitas
syok. Gagal sistem kardiorespirasi, jantung tidak mampu lagi memompa darah
yang cukup, paru menjadi kaku, timbul edema interstisial, daya respirasi
menurun, dan akhirnya anoksia dan hiperkapnea.
E. Manifestasi Klinis
Gejala dan tanda yang disebabkan oleh syok hipovolemik akibat non
perdarahan serta perdarahan adalah sama meskipun ada sedikit perbedaan dalam
kecepatan timbulnya syok (Baren et al., 2009).Gejala klinis pada suatu
perdarahan bisa belum terlihat jika kekurangan darah kurang dari 10% dari total
volume darah karena pada saat ini masih dapat dikompensasi oleh tubuh. Bila
perdarahan terus berlangsung maka tubuh tidak mampu lagi mengkompensasinya
dan menimbulkan gejala-gejala klinis. Secara umum, syok hipovolemik
menimbulkan gejala peningkatan frekuensi jantung dan nadi (takikardi),
pengisian nadi yang lemah, kulit dingin dengan turgor yang jelek, ujung-ujung
ekstremitas dingin, dan pengisian kapiler lambat (Hardisman, 2013).Pasien hamil
bisa saja menunjukkan tanda dan gejala syok hipovolemik yang atipikal hingga
kehilangan 1500 ml darah tanpa terjadi perubahan tekanan darah (Strickler,
2010).
Keparahan dari syok hipovolemik tidak hanya tergantung pada jumlah
kehilangan volume dan kecepatan kehilangan volume, tetapi juga usia dan status
kesehatan individu sebelumnya (Kelley, 2005).Secara klinis, syok hipovolemik
diklasifikasikan menjadi ringan, sedang dan berat. Pada syok ringan, yaitu
kehilangan volume darah 20%, vasokonstriksi dimulai dan distribusi aliran darah
mulai terhambat. Pada syok sedang, yaitu kehilangan volume darah 20-40%,
terjadi penurunan perfusi ke beberapa organ seperti ginjal, limpa, dan pankreas.
Pada syok berat, dengan kehilangan volume darah lebih dari 40%, terjadi
penurunan perfusi ke otak dan jantung (Kelley, 2005).
Tanda-tanda syok adalah menurut Toni Ashadi, 2006 adalah:
1. Kulit dingin, pucat, dan vena kulit kolaps akibat penurunan pengisian kapiler
selalu berkaitan dengan berkurangnya perfusi jaringan.
2. Takhikardi: peningkatan laju jantung dan kontraktilitas adalah respon
homeostasis penting untuk hipovolemia. Peningkatan kecepatan aliran darah
ke homeostasis penting untuk hopovolemia. Peningkatan kecepatan aliran
darah ke mikrosirkulasi berfungsi mengurangi asidosis jaringan.
3. Hipotensi: karena tekanan darah adalah produk resistensi pembuluh darah
sistemik dan curah jantung, vasokontriksi perifer adalah faktor yang esensial
dalam mempertahankan tekanan darah. Autoregulasi aliran darah otak dapat
dipertahankan selama tekanan arteri turun tidak dibawah 70 mmHg.
4. Oliguria: produksi urin umumnya akan berkurang pada syok hipovolemik.
Oliguria pada orang dewasa terjadi jika jumlah urin kurang dari 30ml/jam.
Gejala Klinis Syok Hipovolemik (Baren et al., 2009).
1. Ringan
a. Ekstremitas dingin
b. Waktu pengisian kapiler meningkat
c. Diaporesis
d. Vena kolaps
e. Cemas
2. Sedang sama, ditambah:
a. Takikardia
b. Takipnea
c. Oliguria
d. Hipotensi ortostatik
3. Berat sama, ditambah:
a. Hemodinamik tidak stabil
b. Takikardia bergejala
c. Hipotensi
d. Perubahan kesadaran
Perubahan dari syok hipovolemik ringan menjadi berat dapat terjadi
bertahap atau malah sangat cepat, terutama pada pasien lanjut dan yang
memiliki penyakit berat (Baren et al., 2009).
G. Penatalaksanaan
Penatalaksanaan syok hipovolemik meliputi
1. Mengembalikan tanda-tanda vital dan hemodinamik kepada kondisi dalam
batas normal. Selanjutnya kondisi tersebut dipertahankan dan dijaga agar tetap
pada kondisi stabil. Penatalaksanaan syok hipovolemik tersebut yang utama
terapi cairan sebagai pengganti cairan tubuh atau darah yang hilang. Jika
ditemukan oleh petugas dokter atau petugas medis, maka penatalaksanaan syok
harus dilakukan secara komprehensif yang meliputi penatalaksanaan sebelum.
dan di tempat pelayanan kesehatan atau rumah sakit.
2. Penatalaksanaan sebelum di tempat pelayanan kesehatan harus memperhatikan
prinsip-prinsip tahapan resusitasi. Selanjutnya bila kondisi jantung, jalan nafas
dan respirasi dapat dipertahankan, tindakan selanjutnya adalah adalah
menghentikan trauma penyebab perdarahan yang terjadi dan mencegah
perdarahan berlanjut. Menghentikan perdarahan sumber perdarahan dan jika
memungkinkan melakukan resusitasi cairan secepat mungkin. Selanjutnya
dibawa ke tempat pelayaan kesehatan, dan yang perlu diperhatikan juga adalah
teknik mobilisai dan pemantauan selama perjalanan. Perlu juga diperhatikan
posisi pasien yang dapat membantu mencegah kondisi syok menjadi lebih
buruk, misalnya posisi pasien trauma agartidak memperberat trauma dan
perdarahan yang terjadi, pada wanita hamil dimiringkan kearah kiri agar
kehamilannya tidak menekan vena cava inferior yang dapat memperburuh
fungsi sirkulasi. Sedangkan saat ini posisi tredelenberg tidak dianjurkan lagi
karenajustru dapat memperburuk fungsi ventilasi paru.
3. Pada pusat layanan kesehatan atau dapat dimulai sebelumnya harus dilakukan :
a. Pemasangan infus intravena. Cairan resusitasi yang digunakan adalah
cairan isotonik NaCl 0,9% atau ringer laktat. Pemberian awal adalah
dengan tetesan cepat sekitar 20 ml/KgBB pada anak atau sekitar 1-2 liter
pada orang dewasa. Pemberian cairan terus dilanjutkan bersamaan dengan
pemantauan tanda vital dan hemodinamiknya. Jika terdapat perbaikan
hemodinamik, maka pemberian kristaloid terus dilanjutnya. Pemberian
cairan kristaloid sekitar 5 kali lipat perkiraan volume darah yang hilang
dalam waktu satu jam, karena istribusi cairan koloid lebih cepat berpindah
dari intravaskuler ke ruang intersisial. Jika tidak terjadi perbaikan
hemodinamik maka pilihannya adalah dengan pemberian koloid, dan
dipersiapkan pemberian darah segera.
Yang perlu diperhatikan Pastikan jalan nafas pasien dan nafas dan sirkulasi
dipertahankan. Beri bantuan ventilator tambahan sesuai kebutuhan.Perbaiki
volume darah sirkulasi dengan penggantian cairan dan darah cepat sesuai
ketentuan untuk mengoptimalkan preload jantung, memperbaiki hipotensi,
dan mempertahankan perfusi jaringan.
b. Kateter tekan vena sentra dimasukkan dalam atau didekat atrium kanan
untuk bertindak sebagai petunjuk penggantian cairan. Pembacaan tekanan
vena sentral kontinu (CVP) memberi petunjuk dan derajat perubahan dari
pembacaan data dasar; kateter juga sebagai alat untuk penggantian volume
cairan darurat.
c. Jarum atau kateter IV diameter besar dimasukkan kedalam vena perifer.
Dua atau lebih kateter mungkin perlu untuk penggantiaqn cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume. Buat jalur IV diameter besar dimasukkan ke vena periver. Dua tau
lebih kateter mungkin perlu untuk penggantian cairan cepat dan
pengembalian ketidakstabilan hemodinamik; penekanan pada penggantian
volume.
d. Ambil darah untuk spesimen; garis darah arteri, pemeriksaan kimia,
golongan darah dan pencocokan silang, dan hemtokrit.
e. Mulai infus IV dengan cepat sampai CVP meningkat pada tingkat pada
tingkat yang memuaskan diatas pengukuran dasar atau sampai terdapat
perbaikan pada kondisi klinis pasien.
f. Infus larutan Ringer Laktat digunakan pada awal penangana karena cairan
ini mendekati komposisi elektrolit plasma, begitu juga dengan
osmolalitasnya, sediakan waktu untuk pemeriksaan golongan darah danm
pencocockan silang, perbaiki sirkulasi, dan bertindak sebagai tambahan
terapi komponen darah.
g. Mulai tranfusi terapi komponen darah sesuai program, khususnya saat
kehilangan darah telah parah atau pasien terus mengalami hemoragi.
h. Kontrol hemoragi; hemoragi menyertai status syok. Lakukan pemeriksaan
hematokrit sering bila dicurigai berlanjutnya perdarahan
i. Pertahankan tekanan darah sistolik pada tingkat yang memuaskan dengan
memberi cairan dan darah sesuai ketentuan.
j. Pasang kateter urine tidak menetap: catat haluaran urine setiap 15-30
menit, volume urine menunjukkan keadekuatan perfusi ginjal.
k. Lakukan pemeriksaan fisik cepat untuk menentukan penyebab syok.
l. Pertahankan surveilens keperawatan terus menerus terhadap pasien total-
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, suhu kulit, warna, CVP, EKG,
hematokrit, Hb, gambaran koagulasi, elektrolit, haluaran urine-untuk
mengkaji respon pasien terhadap tindakan. Pertahankan lembar alur
tentang parameter ini; analisis kecenderungan menytakan perbaikan atau
pentimpangan pasien.
m. Tinggikan kaki sedikit untuk memperbaiki sirkulasi serebral lebih baik dan
mendorong aliran darah vena kembali kejantung (posisi ini kontraindikasi
pada pasien dengan cidera kepala). Hindarkan gejala yang tidak perlu.
n. Berikan obat khusus yang telah diresepkan (misalnya inotropik seperti
dopamen) untuk meningkatkan kerja kardiovaskuler.
o. Dukung mekanisme devensif tubuh : Tenangkan dan nyamankan pasien:
sedasi mungkin perlu untuk menghilangkan rasa khawatir. Hilangkan nyeri
dengan kewaspadaan penggunaan analgesik atau narkotik.Pertahankan
suhu tubuh.Terlalu panas menimbulkan vasodilatasi yang merupakan
mekanisme kompensasi tubuh dari vasokontriksi dan meningkatnya
hilangnya caiiran karena perspirasi.Pasien yang mengalami septik harus
dijaga tetap dingin: demam tinggi meningkatkan efek metabolik selular
terhadap syok
H. Komplikasi
Kegagalan multi organ akibat penurunan alilran darah dan hipoksia
jaringan yang berkepanjangan. Sindrom distress pernapasan dewasa akibat
destruksi pertemuan alveolus kapiler karena hipoksia. DIC (Koagulasi
intravascular diseminata) akibat hipoksia dan kematian jaringan yang luas
sehingga terjadi pengaktifan berlebihan jenjang koagulasi