Anda di halaman 1dari 30

BAB I

PENDAHULUAN

Strabismus atau juling ditemukan pada sekitar 5% dari seluruh anak-anak dengan pola
perkembangan yang normal. Strabismus yang bermanifestasi terbagi menjadi eksotropia dan
esotropia.1 Intermitte BAB I

PENDAHULUAN

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut,
menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi
dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada
bronkiolus. (1,2,3,4,5,6)
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-
anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian
pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-
negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak
sekitar 95%.(1,3,5,6)

Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun. Anak-anak yang berusia
lebih tua dan dewasa bisa dikatakan tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih
tahan terhadap terjadinya edema pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis
tidak dijumpai, walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena
infeksi. (1,3)

Bronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Penularan penyakit ini
terjadi melalui kontak langsung dengan penderita ISPA. Penularan dalam keluarga ditemukan
sangat tinggi (45%), umumnya pada keluarga yang mempunyai anak usia sekolah. (1)
1.2. Tujuan Penulisan
Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi,
patologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan
prognosis bronkiolitis.
PENDAHULUAN

1.3. Latar Belakang


Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut,
menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi
dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada
bronkiolus. (1,2,3,4,5,6)
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-
anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian
pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-
negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak
sekitar 95%.(1,3,5,6)

Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun. Anak-anak yang berusia
lebih tua dan dewasa bisa dikatakan tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih
tahan terhadap terjadinya edema pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis
tidak dijumpai, walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena
infeksi. (1,3)

Bronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Penularan penyakit ini
terjadi melalui kontak langsung dengan penderita ISPA. Penularan dalam keluarga ditemukan
sangat tinggi (45%), umumnya pada keluarga yang mempunyai anak usia sekolah. (1)

1.4. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi,
patologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan
prognosis bronkiolitis.
PENDAHULUAN
1.5. Latar Belakang
Bronkiolitis merupakan suatu peradangan bronkiolus yang bersifat akut,
menggambarkan suatu sindrom klinis yang ditandai dengan pernafasan cepat, retraksi
dinding dada dan suara pernafasan yang berbunyi. Penyakit ini merupakan penyakit
saluran pernafasan bagian bawah yang menggambarkan terjadinya obstruksi pada
bronkiolus. (1,2,3,4,5,6)
Bronkiolitis merupakan penyebab utama kunjungan rumah sakit pada bayi dan anak-
anak. Insidensi penyakit ini terjadi pada 2 tahun pertama kehidupan dengan puncak kejadian
pada usia kira-kira 6 bulan. Sering terjadi pada musim dingin dan awal musim semi (di negara-
negara dengan 4 musim). Angka kesakitan tertinggi didapatkan pada tempat penitipan anak
sekitar 95%.(1,3,5,6)

Bronkiolitis sering mengenai anak-anak usia dibawah 2 tahun. Anak-anak yang berusia
lebih tua dan dewasa bisa dikatakan tidak pernah ditemukan penyakit ini, karena mereka lebih
tahan terhadap terjadinya edema pada bronkiolus, sehingga gambaran klinis suatu bronkiolitis
tidak dijumpai, walaupun sebenarnya saluran nafas kecil pada paru bagian bawah terkena
infeksi. (1,3)

Bronkiolitis merupakan penyakit yang disebabkan oleh virus. Penularan penyakit ini
terjadi melalui kontak langsung dengan penderita ISPA. Penularan dalam keluarga ditemukan
sangat tinggi (45%), umumnya pada keluarga yang mempunyai anak usia sekolah. (1)

1.6. Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan referat ini antara lain untuk mengetahui definisi, etiologi,
patologi, patofisiologi, gambaran klinis, diagnosis, diagnosis banding, terapi dan
prognosis bronkiolitis.

Edema paru merupakan akumulasi cairan ekstravaskular yang


berlebihan di interstisial paru. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau saluran limfatik.1,2 Edema paru dapat terjadi akibat
kelainan pada paru atau faktor sistemik, oleh karena itu edema paru
diklasifikasikan menjadi edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru
seringkali terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru sekunder ke
jantung kiri. Edema paru kardiogenik terjadi karena gagal jantung kiri akut yang diikuti
dengan miokard infark, meningkatnya tekanan hidrostatis pulmonal, dan meningkatnya
tekanan vena pulmonalis. Edema paru non-kardiogenik terjadi setelah cedera pada hambatan
alveolar-kapiler di parenkim paru, yang meningkatkan konduktivitas (Lf) dan pembatasan
protein yang lebih rendah contohnya yaitu pada cedera paru akut atau acute respiratory
distress syndrome (ARDS).3
Edema paru dapat mengancam jiwa (life threathening) dan memerlukan penanganan
yang segera dan tepat. Terapi yang efektif dapat menyelamatkan pasien dari dampak buruk
terganggunya keseimbangan cairan paru.1 Gejala dan tanda-tanda klinis dari suatu edema
paru akut (EPA) umumnya sesak nafas (dyspnea), napas cepat (takipnea) atau gelisah,
berkeringat berlebihan, batuk darah, dan perasaan seolah-olah “tenggelam” karena tidak bisa
mendapatkan cukup udara. Penatalaksaan edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakkan dengan tujuan utama memastikan oksigenasi yang cukup, mengurangi venous
return dari paru, mengurangi tahanan sistemik pembuluh darah, dan pemberian inotropik
pada beberapa kasus. Prognosis edema paru akut diprediksi buruk meskipun dengan
penanganan yang baik.4
Penelitian pada tahun 1994 secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di seluruh dunia. Terdapar sekitar 2,1 juta penderita edema paru di Inggris yang
memerlukan pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Diperkirakan lima setengah
juta penduduk Amerika Serikat menderita edema paru. Penderita edema paru di Jerman
sebanyak enam juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari medik di dalam merawat penderita edema paru secara komprehensif.5
Edema paru pertama kali terdeteksi di Indonesia pada tahun 1971, sejak itu penyakit
tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah mencakup seluruh
provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Insiden tersebar di
Indonesia terjadi pada 1998 dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan
Crude Fatality Rate (CFR) = 2%. Incidence rate menurun tajam pada tahun 1999 sebesar
10,17%, namun pada tahun tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (2000),
19,24 % (2002), dan 23,87 % (2003). Edema paru kardiogenik akut (Acute Cardiogenic
Pulmonary Edema/ACPE) sering terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan dengan
tingkat kematian 10- 20%.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru yang dapat disebabkan oleh tekanan
intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non-kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan yang berasal dari vascular paru masuk ke dalam interstisium dan
alveoli paru.1,6
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
pembuluh darah kapiler dengan jaringan paru sekitarnya. Edema paru akut dapat terjadi
sebagai akibat kelainan pada jantung serta gangguan organ lain di luar jantung.4

BAB I

PENDAHULUAN

Edema paru merupakan akumulasi cairan ekstravaskular yang


berlebihan di interstisial paru. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau saluran limfatik.1,2 Edema paru dapat terjadi akibat
kelainan pada paru atau faktor sistemik, oleh karena itu edema paru
diklasifikasikan menjadi edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru
seringkali terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru sekunder ke
jantung kiri. Edema paru kardiogenik terjadi karena gagal jantung kiri akut yang diikuti
dengan miokard infark, meningkatnya tekanan hidrostatis pulmonal, dan meningkatnya
tekanan vena pulmonalis. Edema paru non-kardiogenik terjadi setelah cedera pada hambatan
alveolar-kapiler di parenkim paru, yang meningkatkan konduktivitas (Lf) dan pembatasan
protein yang lebih rendah contohnya yaitu pada cedera paru akut atau acute respiratory
distress syndrome (ARDS).3
Edema paru dapat mengancam jiwa (life threathening) dan memerlukan penanganan
yang segera dan tepat. Terapi yang efektif dapat menyelamatkan pasien dari dampak buruk
terganggunya keseimbangan cairan paru.1 Gejala dan tanda-tanda klinis dari suatu edema
paru akut (EPA) umumnya sesak nafas (dyspnea), napas cepat (takipnea) atau gelisah,
berkeringat berlebihan, batuk darah, dan perasaan seolah-olah “tenggelam” karena tidak bisa
mendapatkan cukup udara. Penatalaksaan edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakkan dengan tujuan utama memastikan oksigenasi yang cukup, mengurangi venous
return dari paru, mengurangi tahanan sistemik pembuluh darah, dan pemberian inotropik
pada beberapa kasus. Prognosis edema paru akut diprediksi buruk meskipun dengan
penanganan yang baik.4
Penelitian pada tahun 1994 secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di seluruh dunia. Terdapar sekitar 2,1 juta penderita edema paru di Inggris yang
memerlukan pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Diperkirakan lima setengah
juta penduduk Amerika Serikat menderita edema paru. Penderita edema paru di Jerman
sebanyak enam juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari medik di dalam merawat penderita edema paru secara komprehensif.5
Edema paru pertama kali terdeteksi di Indonesia pada tahun 1971, sejak itu penyakit
tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah mencakup seluruh
provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Insiden tersebar di
Indonesia terjadi pada 1998 dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan
Crude Fatality Rate (CFR) = 2%. Incidence rate menurun tajam pada tahun 1999 sebesar
10,17%, namun pada tahun tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (2000),
19,24 % (2002), dan 23,87 % (2003). Edema paru kardiogenik akut (Acute Cardiogenic
Pulmonary Edema/ACPE) sering terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan dengan
tingkat kematian 10- 20%.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru yang dapat disebabkan oleh tekanan
intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non-kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan yang berasal dari vascular paru masuk ke dalam interstisium dan
alveoli paru.1,6
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
pembuluh darah kapiler dengan jaringan paru sekitarnya. Edema paru akut dapat terjadi
sebagai akibat kelainan pada jantung serta gangguan organ lain di luar jantung.4

BAB I

PENDAHULUAN

Edema paru merupakan akumulasi cairan ekstravaskular yang


berlebihan di interstisial paru. Edema paru terjadi oleh karena adanya aliran cairan
dari darah ke ruang intersisial paru yang selanjutnya ke alveoli paru, melebihi aliran cairan
kembali ke darah atau saluran limfatik.1,2 Edema paru dapat terjadi akibat
kelainan pada paru atau faktor sistemik, oleh karena itu edema paru
diklasifikasikan menjadi edema paru kardiogenik dan non-kardiogenik. Edema paru
seringkali terjadi disebabkan oleh peningkatan tekanan hidrostatik kapiler paru sekunder ke
jantung kiri. Edema paru kardiogenik terjadi karena gagal jantung kiri akut yang diikuti
dengan miokard infark, meningkatnya tekanan hidrostatis pulmonal, dan meningkatnya
tekanan vena pulmonalis. Edema paru non-kardiogenik terjadi setelah cedera pada hambatan
alveolar-kapiler di parenkim paru, yang meningkatkan konduktivitas (Lf) dan pembatasan
protein yang lebih rendah contohnya yaitu pada cedera paru akut atau acute respiratory
distress syndrome (ARDS).3
Edema paru dapat mengancam jiwa (life threathening) dan memerlukan penanganan
yang segera dan tepat. Terapi yang efektif dapat menyelamatkan pasien dari dampak buruk
terganggunya keseimbangan cairan paru.1 Gejala dan tanda-tanda klinis dari suatu edema
paru akut (EPA) umumnya sesak nafas (dyspnea), napas cepat (takipnea) atau gelisah,
berkeringat berlebihan, batuk darah, dan perasaan seolah-olah “tenggelam” karena tidak bisa
mendapatkan cukup udara. Penatalaksaan edema paru harus segera dimulai setelah diagnosis
ditegakkan dengan tujuan utama memastikan oksigenasi yang cukup, mengurangi venous
return dari paru, mengurangi tahanan sistemik pembuluh darah, dan pemberian inotropik
pada beberapa kasus. Prognosis edema paru akut diprediksi buruk meskipun dengan
penanganan yang baik.4
Penelitian pada tahun 1994 secara keseluruhan terdapat 74,4 juta penderita edema
paru di seluruh dunia. Terdapar sekitar 2,1 juta penderita edema paru di Inggris yang
memerlukan pengobatan dan pengawasan secara komprehensif. Diperkirakan lima setengah
juta penduduk Amerika Serikat menderita edema paru. Penderita edema paru di Jerman
sebanyak enam juta penduduk. Ini merupakan angka yang cukup besar yang perlu mendapat
perhatian dari medik di dalam merawat penderita edema paru secara komprehensif.5
Edema paru pertama kali terdeteksi di Indonesia pada tahun 1971, sejak itu penyakit
tersebut dilaporkan di berbagai daerah sehingga sampai tahun 1980 sudah mencakup seluruh
provinsi di Indonesia. Sejak pertama kali ditemukan, jumlah kasus menunjukkan
kecenderungan meningkat baik dalam jumlah maupun luas wilayah. Insiden tersebar di
Indonesia terjadi pada 1998 dengan Incidence Rate (IR) = 35,19 per 100.000 penduduk dan
Crude Fatality Rate (CFR) = 2%. Incidence rate menurun tajam pada tahun 1999 sebesar
10,17%, namun pada tahun tahun berikutnya IR cenderung meningkat yaitu 15,99 % (2000),
19,24 % (2002), dan 23,87 % (2003). Edema paru kardiogenik akut (Acute Cardiogenic
Pulmonary Edema/ACPE) sering terjadi, dan berdampak merugikan dan mematikan dengan
tingkat kematian 10- 20%.5
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

1.1 Definisi
Edema paru adalah akumulasi cairan di paru yang dapat disebabkan oleh tekanan
intrvaskular yang tinggi (edema paru kardiogenik) atau karena peningkatan permeabilitas
membran kapiler (edema paru non-kardiogenik) yang mengakibatkan terjadinya
ekstravasasi cairan yang berasal dari vascular paru masuk ke dalam interstisium dan
alveoli paru.1,6
Edema paru akut adalah akumulasi cairan pada jaringan interstisial paru yang
disebabkan oleh ketidakseimbangan antara tekanan hidrostatik dan onkotik dalam
pembuluh darah kapiler dengan jaringan paru sekitarnya. Edema paru akut dapat terjadi
sebagai akibat kelainan pada jantung serta gangguan organ lain di luar jantung.4

a. nt exotropia (X(T)) merupakan suatu bentuk paling awam dari eksotropia yang
ditemukan pada masa kanak-kanak, den Status oftalmologikus
OD OS
Visus Fiksasi benda 6 m Fiksasi sinar (+)
Tekanan P = N+0 P = N+0
intraokular

KBM Ortoforia
GBM   

   
   
Baik ke segala arah Baik ke segala arah

Segment Anterior
Palpebra Tenang Tenang
Konjungtiva Tenang Tenang
Kornea Jernih Jernih
Iris Gambaran baik Gambaran Baik
Pupil B, C, RC(+), Ø3mm B, C, RC(+), Ø3mm
Lensa Keruh di bagian polaris Keruh
posterior
Segment Posterior
Refleks Fundus (+) (-)
Papil Bulat, berbatas tegas, Detail sulit dinilai
c/d 0,3, a:v= 2:3
Makula Refleks fovea (+) Detail sulit dinilai
Retina Kontur pembuluh darah Detail sulit dinilai
baik

II. Pemeriksaan Penunjang


USG B Scan ODS

III. Diagnosis Banding


Leukokoria e.c Katarak juvenile ODS
Leukokoria e.c Katarak kongenital
Leukokoria e.c Retinoblastoma

IV. Diagnosis Kerja


Leukokoria e.c Katarak juvenile ODS

V. Tatalaksana
Non farmakologis
KIE:
 Memberikan informasi kepada keluarga bahwa bintik putih pada mata kiri
disebabkan oleh katarak
 Memberikan informasi bahwa diperlukan tindakan operasi pada pasien untuk
membuang lensa yang mengalami katarak
Pro Aspirasi Lensa ODS dengan AU

VI. Prognosis
gan angka kejadian 50-90% dari seluruh kejadian eksotropia.2 Secara keseluruhan,
disebutkan bahwa insidensi dari intermittent exotropia mencakup 1% dari populasi umum.
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari intermittent exotropia.
Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait
intermittent exotropia dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:
Topic bahasan – strabismus:
1. Amblyopia
2. Diplopia
3. Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


1. Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
2. Posisi cover – uncover test
3. Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


4. Amblyopia
5. Diplopia
6. Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


4. Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
5. Posisi cover – uncover test
6. Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
7. Amblyopia
8. Diplopia
9. Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


10.Posisi reflex Amblyopia
11.Diplopia
12.Suppresion

Strabismus atau juling ditemukan pada sekitar 5% dari seluruh anak-anak dengan pola
perkembangan yang normal. Strabismus yang bermanifestasi terbagi menjadi eksotropia dan
esotropia.1 Intermittent exotropia (X(T)) merupakan suatu bentuk paling awam dari
eksotropia yang ditemukan pada masa kanak-kanak, dengan angka kejadian 50-90% dari
seluruh kejadian eksotropia.2 Secara keseluruhan, disebutkan bahwa insidensi dari
intermittent exotropia mencakup 1% dari populasi umum. klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi
salah satu sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


13.Amblyopia
14.Diplopia
15.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


7. Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
8. Posisi cover – uncover test
9. Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


16.Amblyopia
17.Diplopia
18.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


10.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
11.Posisi cover – uncover test
12.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – stra

BAB I
PENDAHULUAN

Strabismus atau juling ditemukan pada sekitar 5% dari seluruh anak-anak dengan pola
perkembangan yang normal. Strabismus yang bermanifestasi terbagi menjadi eksotropia dan
esotropia.1 Intermittent exotropia (X(T)) merupakan suatu bentuk paling awam dari
eksotropia yang ditemukan pada masa kanak-kanak, dengan angka kejadian 50-90% dari
seluruh kejadian eksotropia.2 Secara keseluruhan, disebutkan bahwa insidensi dari
intermittent exotropia mencakup 1% dari populasi umum. klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi
salah satu sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:
Topic bahasan – strabismus:
19.Amblyopia
20.Diplopia
21.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


13.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
14.Posisi cover – uncover test
15.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


22.Amblyopia
23.Diplopia
24.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


16.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
17.Posisi cover – uncover test
18.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
25.Amblyopia
26.Diplopia
27.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


28.Posisi reflex Amblyopia
29.Diplopia
30.Suppresion

Strabismus atau juling ditemukan pada sekitar 5% dari seluruh anak-anak dengan pola
perkembangan yang normal. Strabismus yang bermanifestasi terbagi menjadi eksotropia dan
esotropia.1 Intermittent exotropia (X(T)) merupakan suatu bentuk paling awam dari
eksotropia yang ditemukan pada masa kanak-kanak, dengan angka kejadian 50-90% dari
seluruh kejadian eksotropia.2 Secara keseluruhan, disebutkan bahwa insidensi dari
intermittent exotropia mencakup 1% dari populasi umum. klinis, diagnosis, diagnosis
banding, tatalaksana, dan prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini
dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi
salah satu sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:
VII. Pemeriksaan Penunjang
USG B Scan ODS

VIII. Diagnosis Banding


Leukokoria e.c Katarak juvenile ODS
Leukokoria e.c Katarak kongenital
Leukokoria e.c Retinoblastoma

IX. Diagnosis Kerja


Leukokoria e.c Katarak juvenile ODS

X. Tatalaksana
Non farmakologis
KIE:
 Memberikan informasi kepada keluarga bahwa bintik putih pada mata kiri
disebabkan oleh katarak
 Memberikan informasi bahwa diperlukan tindakan operasi pada pasien untuk
membuang lensa yang mengalami katarak
Pro Aspirasi Lensa ODS dengan AU

XI. Prognosis
gan angka kejadian 50-90% dari seluruh kejadian eksotropia.2 Secara keseluruhan,
disebutkan bahwa insidensi dari intermittent exotropia mencakup 1% dari populasi umum.
klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari intermittent exotropia.
Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan informasi terkait
intermittent exotropia dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


31.Amblyopia
32.Diplopia
33.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


19.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
20.Posisi cover – uncover test
21.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


34.Amblyopia
35.Diplopia
36.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


22.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
23.Posisi cover – uncover test
24.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:

Topic bahasan – strabismus:


37.Amblyopia
38.Diplopia
39.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


25.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
26.Posisi cover – uncover test
27.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


40.Amblyopia
41.Diplopia
42.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


28.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
29.Posisi cover – uncover test
30.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
43.Amblyopia
44.Diplopia
45.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


46.Posisi reflex Amblyopia
47.Diplopia
48.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


31.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
32.Posisi cover – uncover test
33.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


49.Amblyopia
50.Diplopia
51.Suppresion
XII. Diagnosis Kerja
Leukokoria e.c Katarak juvenile ODS

XIII. Tatalaksana
Non farmakologis
KIE:
 Memberikan informasi kepada keluarga bahwa bintik putih pada mata kiri
disebabkan oleh katarak
 Memberikan informasi bahwa diperlukan tindakan operasi pada pasien untuk
membuang lensa yang mengalami katarak
Pro Aspirasi Lensa ODS dengan AU

XIV. Prognosis
gan angka kejadian 50-90% dari seluruh kejadian eksotropia.2 Secara
keseluruhan, disebutkan bahwa insidensi dari intermittent exotropia mencakup
1% dari populasi umum. klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalak Pasien
mengeluhkan kedua mata berair, gatal dan rasa mengganjal sejak Desember 2018.
Pasien juga mengeluhkan mata merah yang hilang timbul pada kedua matanya.
Pasien kemudian berobat ke RSKM pada bulan Januari 2019 dan dilakukan tindakan
pencabutan bulu mata pada kedua mata. Pada bulan Maret 2019, pasien kembali ke
RSKM dengan keluhan kedua mata merah, rasa mengganjal dan rasa menusuk, lalu
dilakukan pencabutan bulu mata pada mata kanan dan kiri. Kotoran mata (-),
pandangan seperti dalam terowongan (-), pandangan seperti melihat tirai (-),
pandangan kabur (-).
a. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma (-)
Riwayat mata merah sebelumnya (+)
Riwayat menderita darah tinggi (+)
Riwayat menderita kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat operasi katarak + IOL (+)
b. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (-)

3. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,2o C
Status Gizi : Baik

Pasien mengeluhkan kedua mata berair, gatal dan rasa mengganjal sejak
Desember 2018. Pasien juga mengeluhkan mata merah yang hilang timbul pada
kedua matanya. Pasien kemudian berobat ke RSKM pada bulan Januari 2019 dan
dilakukan tindakan pencabutan bulu mata pada kedua mata. Pada bulan Maret 2019,
pasien kembali ke RSKM dengan keluhan kedua mata merah, rasa mengganjal dan
rasa menusuk, lalu dilakukan pencabutan bulu mata pada mata kanan dan kiri.
Kotoran mata (-), pandangan seperti dalam terowongan (-), pandangan seperti
melihat tirai (-), pandangan kabur (-).
b. Riwayat Penyakit Dahulu
Riwayat trauma (-)
Riwayat mata merah sebelumnya (+)
Riwayat menderita darah tinggi (+)
Riwayat menderita kencing manis (-)
Riwayat alergi (-)
Riwayat operasi katarak + IOL (+)
c. Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat penyakit dengan keluhan yang sama dalam keluarga (-)

4. Pemeriksaan Fisik
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
Tekanan Darah : 130/70 mmHg
Nadi : 80 kali/menit regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 20 kali/menit
Suhu : 36,2o C
Status Gizi : Baik

sana, dan prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat
bermanfaat untuk memberikan informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi salah satu
sumber bacaan tentang intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


52.Amblyopia
53.Diplopia
54.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


34.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
35.Posisi cover – uncover test
36.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


55.Amblyopia

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


37.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
38.Posisi cover – uncover test
Pada remaja dan orang tua, penyakit ini dilaporkan memiliki insidensi sebanyak 32
per 100.000. Dilaporkan bahwa intermittent exotropia lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
tempat tropis, dan pada perempuan.3
Intermittent exotropia paling sering ditemukan pada anak berusia di bawah 5 tahun,
bahkan pernah dilaporkan kasus pada tahun pertama kehidupan.2 Penderita akan
mengeluhkan pandangan ganda, fotofobia, masalah kosmetik, sakit kepala, dan kesulitan
membaca. Penyakit ini biasanya diawali dahulu dengan bentuk yang lebih ringannya, yaitu
eksoforia, dan deviasi baru terlihat saat penderita sedang kelelahan, stres, atau sedang tidak
fokus.
Penanganan saat ini terfokuskan pada watchful waiting, oklusi paruh waktu, kacamata
dengan over-minus, latihan fusi dan pembedahan. Namun, terapi pembedahan tetap menjadi
baku emas penatalaksanaan intermittent exotropia karena outcome yang cenderung lebih baik
dibandingkan dengan terapi non-bedah. Penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan karena
sifat dasar penyakit yang progresif. Dilaporkan dalam suatu publikasi bahwa 75% pasien
dengan intermittent exotropia akan mengalami perburukan dalam jangka waktu 3 tahun.
Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan bahwa 4% dari subjek penderita intermittent
exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi yang menghilang dan 50% lainnya justru
mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10 dioptri.4
39.kornea (Hirschberg Test)
40.Posisi cover – uncover test
41.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


56.Amblyopia
57.Diplopia
58.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


42.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
43.Posisi cover – uncover test
Pada remaja dan orang tua, penyakit ini dilaporkan memiliki insidensi sebanyak 32
per 100.000. Dilaporkan bahwa intermittent exotropia lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
tempat tropis, dan pada perempuan.3
Intermittent exotropia paling sering ditemukan pada anak berusia di bawah 5 tahun,
bahkan pernah dilaporkan kasus pada tahun pertama kehidupan.2 Penderita akan
mengeluhkan pandangan ganda, fotofobia, masalah kosmetik, sakit kepala, dan kesulitan
membaca. Penyakit ini biasanya diawali dahulu dengan bentuk yang lebih ringannya, yaitu
eksoforia, dan deviasi baru terlihat saat penderita sedang kelelahan, stres, atau sedang tidak
fokus.
Penanganan saat ini terfokuskan pada watchful waiting, oklusi paruh waktu, kacamata
dengan over-minus, latihan fusi dan pembedahan. Namun, terapi pembedahan tetap menjadi
baku emas penatalaksanaan intermittent exotropia karena outcome yang cenderung lebih baik
dibandingkan dengan terapi non-bedah. Penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan karena
sifat dasar penyakit yang progresif. Dilaporkan dalam suatu publikasi bahwa 75% pasien
dengan intermittent exotropia akan mengalami perburukan dalam jangka waktu 3 tahun.
Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan bahwa 4% dari subjek penderita intermittent
exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi yang menghilang dan 50% lainnya justru
mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10 dioptri.4

Penul Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada
perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah terang dan mudah digerakkan pada mata
kanan tanpa ada penurunan visus, pada awalnya pasien merasa tidak nyaman seperti ada
yang mengganjal di mata, tidak ada keluhan nyeri, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air
mata yang banyak. Pasien mengalami trauma di bagian mata karena terjatuh dari motor dan
mata sebelah kanan terkena motor. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obat
pengencer darah, tidak terdapat riwayat darah tinggi maupun diabetes pada pasien, dan
tidak terdapat riwayat bersin, batuk atau mengejan sehingga dapat disingkirkan penyebab
lain dari perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena
trauma mayor, minor, atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian
depan.1 Tidak adanya keluhan mata perih (-), gatal (-), rasa mengganjal pada mata (-),
kotoran mata (-) menyingkirkan diagnosis banding konjungtivitis hemoragik.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan perdarahan pada pembuluh darah dibawah
lapisan konjungtiva. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). 2 Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak
ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi
usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur. 3
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada perdarahan
subkonjungtiva, antara lain: merah terang dan mudah digerakkan pada mata kanan tanpa
ada penurunan visus, pada awalnya pasien merasa tidak nyaman seperti ada yang
mengganjal di mata, tidak ada keluhan nyeri, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air
mata yang banyak. Pasien mengalami trauma di bagian mata karena terjatuh dari motor dan
mata sebelah kanan terkena motor. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obat
pengencer darah, tidak terdapat riwayat darah tinggi maupun diabetes pada pasien, dan
tidak terdapat riwayat bersin, batuk atau mengejan sehingga dapat disingkirkan penyebab
lain dari perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena
trauma mayor, minor, atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian
depan.1 Tidak adanya keluhan mata perih (-), gatal (-), rasa mengganjal pada mata (-),
kotoran mata (-) menyingkirkan diagnosis banding konjungtivitis hemoragik.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan perdarahan pada pembuluh darah dibawah
lapisan konjungtiva. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). 2 Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak
ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi
usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur. 3
isan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari
intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang
intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


59.Amblyopia
60.Diplopia
61.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


44.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
45.Posisi cover – uncover test
46.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


62.Amblyopia
63.Diplopia
64.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


47.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
48.Posisi cover – uncover test
49.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
65.Amblyopia
66.Diplopia
67.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


50.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
51.Posisi cover – uncover test
52.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


68.Amblyopia
69.Diplopia
70.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


53.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
54.Posisi cover – uncover test
55.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
71.Amblyopia
72.Diplopia
73.Suppresion
56.reflex ko gugugu gugugu gugugurnea (Hirschberg Test)
57.Posisi cover – uncover test
58.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


74.Amblyopia
75.Diplopia
76.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


59. Posisi reflex k
suatu publikasi bahwa 75% pasien dengan intermittent exotropia akan mengalami
perburukan dalam jangka waktu 3 tahun. Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan
bahwa 4% dari subjek penderita intermittent exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi
yang menghilang dan 50% lainnya justru mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10
dioptri.4

60. Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan
prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmugu gugugu
guguguuncover test
61.Penilaian gerakan bola mata

bismus:
77.Amblyopia
78.Diplopia
79.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


80.Posisi reflex Amblyopia
81.Diplopia
82.Suppresion
Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:
62.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
63.Posisi cover – uncover test
64.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


83.Amblyopia
84.Diplopia
85.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


65.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
66.Posisi cover – uncover test
Pada remaja dan orang tua, penyakit ini dilaporkan memiliki insidensi sebanyak 32
per 100.000. Dilaporkan bahwa intermittent exotropia lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
tempat tropis, dan pada perempuan.3
Intermittent exotropia paling sering ditemukan pada anak berusia di bawah 5 tahun,
bahkan pernah dilaporkan kasus pada tahun pertama kehidupan.2 Penderita akan
mengeluhkan pandangan ganda, fotofobia, masalah kosmetik, sakit kepala, dan kesulitan
membaca. Penyakit ini biasanya diawali dahulu dengan bentuk yang lebih ringannya, yaitu
eksoforia, dan deviasi baru terlihat saat penderita sedang kelelahan, stres, atau sedang tidak
fokus.
Penanganan saat ini terfokuskan pada watchful waiting, oklusi paruh waktu, kacamata
dengan over-minus, latihan fusi dan pembedahan. Namun, terapi pembedahan tetap menjadi
baku emas penatalaksanaan intermittent exotropia karena outcome yang cenderung lebih baik
dibandingkan dengan terapi non-bedah. Penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan karena
sifat dasar penyakit yang progresif. Dilaporkan dalam suatu publikasi bahwa 75% pasien
dengan intermittent exotropia akan mengalami perburukan dalam jangka waktu 3 tahun.
Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan bahwa 4% dari subjek penderita intermittent
exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi yang menghilang dan 50% lainnya justru
mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10 dioptri.4
67.kornea (Hirschberg Test)
68.Posisi cover – uncover test
69.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:
Topic bahasan – strabismus:
86.Amblyopia
87.Diplopia
88.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


70.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
71.Posisi cover – uncover test
Pada remaja dan orang tua, penyakit ini dilaporkan memiliki insidensi sebanyak 32
per 100.000. Dilaporkan bahwa intermittent exotropia lebih banyak ditemukan pada ras Asia,
tempat tropis, dan pada perempuan.3
Intermittent exotropia paling sering ditemukan pada anak berusia di bawah 5 tahun,
bahkan pernah dilaporkan kasus pada tahun pertama kehidupan.2 Penderita akan
mengeluhkan pandangan ganda, fotofobia, masalah kosmetik, sakit kepala, dan kesulitan
membaca. Penyakit ini biasanya diawali dahulu dengan bentuk yang lebih ringannya, yaitu
eksoforia, dan deviasi baru terlihat saat penderita sedang kelelahan, stres, atau sedang tidak
fokus.
Penanganan saat ini terfokuskan pada watchful waiting, oklusi paruh waktu, kacamata
dengan over-minus, latihan fusi dan pembedahan. Namun, terapi pembedahan tetap menjadi
baku emas penatalaksanaan intermittent exotropia karena outcome yang cenderung lebih baik
dibandingkan dengan terapi non-bedah. Penatalaksanaan yang tepat perlu dilakukan karena
sifat dasar penyakit yang progresif. Dilaporkan dalam suatu publikasi bahwa 75% pasien
dengan intermittent exotropia akan mengalami perburukan dalam jangka waktu 3 tahun.
Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan bahwa 4% dari subjek penderita intermittent
exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi yang menghilang dan 50% lainnya justru
mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10 dioptri.4

Penul Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan
fisik, yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada
perdarahan subkonjungtiva, antara lain: merah terang dan mudah digerakkan pada mata
kanan tanpa ada penurunan visus, pada awalnya pasien merasa tidak nyaman seperti ada
yang mengganjal di mata, tidak ada keluhan nyeri, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air
mata yang banyak. Pasien mengalami trauma di bagian mata karena terjatuh dari motor dan
mata sebelah kanan terkena motor. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obat
pengencer darah, tidak terdapat riwayat darah tinggi maupun diabetes pada pasien, dan
tidak terdapat riwayat bersin, batuk atau mengejan sehingga dapat disingkirkan penyebab
lain dari perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena
trauma mayor, minor, atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian
depan.1 Tidak adanya keluhan mata perih (-), gatal (-), rasa mengganjal pada mata (-),
kotoran mata (-) menyingkirkan diagnosis banding konjungtivitis hemoragik.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan perdarahan pada pembuluh darah dibawah
lapisan konjungtiva. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). 2 Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak
ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi
usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur. 3
Diagnosis pada pasien ini ditegakkan berdasarkan anamnesis dan pemeriksaan fisik,
yang mana keluhan dan hasil dari beberapa pemeriksaan fisik mengarah pada perdarahan
subkonjungtiva, antara lain: merah terang dan mudah digerakkan pada mata kanan tanpa
ada penurunan visus, pada awalnya pasien merasa tidak nyaman seperti ada yang
mengganjal di mata, tidak ada keluhan nyeri, kotoran yang berlebihan dan keluarnya air
mata yang banyak. Pasien mengalami trauma di bagian mata karena terjatuh dari motor dan
mata sebelah kanan terkena motor. Pasien tidak sedang mengkonsumsi obat-obat
pengencer darah, tidak terdapat riwayat darah tinggi maupun diabetes pada pasien, dan
tidak terdapat riwayat bersin, batuk atau mengejan sehingga dapat disingkirkan penyebab
lain dari perdarahan subkonjungtiva. Perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi karena
trauma mayor, minor, atau sebab yang tidak dapat dideteksi yang terjadi pada mata bagian
depan.1 Tidak adanya keluhan mata perih (-), gatal (-), rasa mengganjal pada mata (-),
kotoran mata (-) menyingkirkan diagnosis banding konjungtivitis hemoragik.
Perdarahan subkonjungtiva merupakan perdarahan pada pembuluh darah dibawah
lapisan konjungtiva. Konjungtiva mengandung banyak pembuluh darah kecil dan rapuh yang
mudah pecah atau rusak. Ketika hal ini terjadi, darah bocor ke dalam ruang antara
konjungtiva dan sklera. Perdarahan subkonjungtiva merupakan akibat dari rupturnya
pembuluh darah konjungtivalis atau episklera. Namun kadang tidak dapat ditemukan
penyebabnya (perdarahan subkonjungtiva idiopatik). 2 Perdarahan subkonjungtiva sebagian
besar terjadi unilateral (90%), Pada perdarahan subkonjungtiva tipe spontan tidak
ditemukan hubungan yang jelas dengan suatu kondisi keadaan tertentu (64.3%), Dari segi
usia, perdarahan subkonjungtiva dapat terjadi di semua kelompok umur. 3
isan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi, patofisiologi,
klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan prognosis dari
intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmiah ini dapat bermanfaat untuk memberikan
informasi terkait intermittent exotropia dan menjadi salah satu sumber bacaan tentang
intermittent exotropia.
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


89.Amblyopia
90.Diplopia
91.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


72.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
73.Posisi cover – uncover test
74.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


92.Amblyopia
93.Diplopia
94.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


75.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
76.Posisi cover – uncover test
77.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
95.Amblyopia
96.Diplopia
97.Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


78.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
79.Posisi cover – uncover test
80.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


98.Amblyopia
99.Diplopia
100. Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


81.Posisi reflex kornea (Hirschberg Test)
82.Posisi cover – uncover test
83.Penilaian gerakan bola mata
Topic bahasan – strabismus:
101. Amblyopia
102. Diplopia
103. Suppresion
84.reflex ko gugugu gugugu gugugurnea (Hirschberg Test)
85.Posisi cover – uncover test
86.Penilaian gerakan bola mata
Dari buku modul koas:

Topic bahasan – strabismus:


104. Amblyopia
105. Diplopia
106. Suppresion

Topic bahasan keterampilan procedural – strabismus:


87. Posisi reflex k
suatu publikasi bahwa 75% pasien dengan intermittent exotropia akan mengalami
perburukan dalam jangka waktu 3 tahun. Sebuah studi kohort oleh Nusz et al mengatakan
bahwa 4% dari subjek penderita intermittent exotropia mengalami perbaikan dengan deviasi
yang menghilang dan 50% lainnya justru mengalami peningkatan sebesar lebih dari 10
dioptri.4

88. Penulisan telaah ilmiah ini bertujuan untuk mengetahui definisi, etiologi,
patofisiologi, klasifikasi, gejala klinis, diagnosis, diagnosis banding, tatalaksana, dan
prognosis dari intermittent exotropia. Diharapkan telaah ilmugu gugugu
guguguuncover test
89.Penilaian gerakan bola mata

Anda mungkin juga menyukai