Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

Kista preaurikuler atau sering juga disebut Sinus atau fistula preaurikuler
merupakan malformasi kongenital berupa lubang kecil (pit) di dekat anterior heliks
asendens aurikula.1-2 Kista preaurikuler sering tidak memperlihatkan gejala klinis.
Namun setelah adanya infeks akan muncul gejala berupa pembengkakan, terasa
nyeri dan mengeluarkan cairan yang berbau. Infeksi ini sering mengalami
kekambuhan dan kadang dapat terjadi abses.3 Malformasi ini harus ditangani
dengan prosedur peksisi setelah infeksi dikendalikan dengan antibiotik. Untuk
kasus yang memiliki formasi abses besar, nanah harus dievakuasi dengan insisi atau
ruptur spontan.4
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pre-
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap
penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari pre-medikasi, masa anestesi / intraoperasi
dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.5

1. Scheinfeld NS. Preauricular sinus. Update 2010, Aug 16 [cited 2011 Apr 29].
Available from: www.emedicine.medscape.com/article/1118768overview
2. Choi SJ, Choung YH, Park K, Ba J, Park HY. The Variant type of preauriculer
sinus: postauriculer sinus. Laryngoscope 2007;117:1798-802.
3. Huang XY, Tay GS, Wansaicheong GKL, Low WK. Preauricular sinus. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 2007;133:65-8.
4. Chu MT, Lin HC. Extirpation of ruptured preauricular fistula. The
Laryngoscope. 2001 May;111(5):924-6.
5. uhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
6.

1
2
BAB II
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
Nama : Ny. IM
No RM : 1113432
Umur : 32 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Honorer
BB/TB : 65 kg / 160 cm
Alamat : Perumdam Kartika I Blok BAB I

PENDAHULUAN

Kista preaurikuler atau sering juga disebut Sinus atau fistula preaurikuler
merupakan malformasi kongenital berupa lubang kecil (pit) di dekat anterior heliks
asendens aurikula.1-2 Kista preaurikuler sering tidak memperlihatkan gejala klinis.
Namun setelah adanya infeks akan muncul gejala berupa pembengkakan, terasa
nyeri dan mengeluarkan cairan yang berbau. Infeksi ini sering mengalami
kekambuhan dan kadang dapat terjadi abses.3 Malformasi ini harus ditangani
dengan prosedur peksisi setelah infeksi dikendalikan dengan antibiotik. Untuk
kasus yang memiliki formasi abses besar, nanah harus dievakuasi dengan insisi atau
ruptur spontan.4
Pasien yang akan menjalani anestesi dan pembedahan (elektif atau darurat)
harus dipersiapkan dengan baik. Pada prinsipnya dalam penatalaksanaan anestesi
pada suatu operasi terdapat beberapa tahap yang herus dilaksanakan yaitu pre-
anestesi yang terdiri dari persiapan mental dan fisik pasien, perencanaan anestesi,
menentukan prognosis dan persiapan pada pada hari operasi. Tahap
penatalaksanaan anestesi yang terdiri dari pre-medikasi, masa anestesi / intraoperasi
dan pemeliharaan. Serta tahap pemulihan dan perawatan pasca anestesi.5

1
7. Scheinfeld NS. Preauricular sinus. Update 2010, Aug 16 [cited 2011 Apr 29].
Available from: www.emedicine.medscape.com/article/1118768overview
8. Choi SJ, Choung YH, Park K, Ba J, Park HY. The Variant type of preauriculer
sinus: postauriculer sinus. Laryngoscope 2007;117:1798-802.
9. Huang XY, Tay GS, Wansaicheong GKL, Low WK. Preauricular sinus. Arch
Otolaryngol Head Neck Surg 2007;133:65-8.
10. Chu MT, Lin HC. Extirpation of ruptured preauricular fistula. The
Laryngoscope. 2001 May;111(5):924-6.
11. uhardi, M, dkk. (1989). Anestesiologi, bagian Anastesiologi dan TerapiIntensif,
FKUI, CV Infomedia, Jakarta.
12.

2
3

 SpO2) selama 24 jam


 Bed rest dan posisi head up 30 ͦ
 Oksigenasi 3L/m
 Analgetik Ketorolac telah diberikan di ruangoperasi
 Jika ada mual muntah, konfirmasi DPJP
 Bila sadar penuh, boleh makan dan minum

2.3 Follow Up
Tanggal 16 Januari 2020 pukul 17.00
Kesadaran : Compos mentis (E4M6V5)
Tekanan Darah : 130/90 mmHg
Nadi : 85 x/menit, reguler, isi dan tegangan
cukup.
Pernafasan : 20 x/menit, reguler
Suhu : 36,7ºC
SpO2 : 99%

Cairan : RL 500 cc
Obat :
BAB III
ANALISIS KASUS

Ny. IM, 32 tahun datang dengan keluhan benjolan di depan telinga sebelah kiri sejak 1
tahun yang lalu. Benjolan sebesar telur ayam berwarna kemerahan, konsistensi kenyal, nyeri
tekan tidak ada. Pasien pernah berobat ke spesialis THT, dilakukan aspirasi pada benjolan,
namun tidak ada perbaikan yang berarti. 1 bulan sebelum masuk rumah sakit, pasien mengeluh
benjolan di depan telinga kiri semakin lama semakin membesar, berwarna kemerahan,
konsistensi kenyal, nyeri tekan tidak ada. Pasien berobat ke Poliklinik Otologi RSMH
Palembang dan disarankan untuk menjalankan operasi.

LEMON score untuk lihat penyulit itubasi

ALDRETE Score yang menila apakah pasien sudah recovery sempurna dan blh dipinah dari
RR ke bangsal (if > 9 boleh pindah)

Revisian mbak yova:

- Kenapa messti puasa 6 jam


- Secure airway, cara intubasi
- Penjelasan obat fentanil, propofol dan midazolam

 Evaluasi preoperatif terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan


penunjang. Pada anamnesis, penting untuk ditanyakan mengenai riwayat-riwayat
penyakit yang 8)
 Tekanan Darah: 170/110 mmHg
Nadi: 96x/Evaluasi pre-operatif terdiri dari anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan
penunjang serta harus dilengkapi klasifikasi status fisik pasien berdasarkan skala America
Society of Anaesthesiology (ASA).7 Pada anamnesis, terdapat lima poin penting untuk
ditanyakan yaitu Alergi, Medikasi, Past Illness, Last Meal, Event (AMPLE)penting untuk
ditanyakan mengenai riwayat-riwayat penyakit yang melibatkan fungsi jantung dan paru,
4
penyakit ginjal, penyakit endokrin dan metabolik, masalah pada muskuloskeletal dan anatomi
jalan napas, serta respon dan reaksi pasien terhadap anestesi sebelumnya.

Setelah dilakukan anamnesis lengkap, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk


mengkonfirmasi dan mendeteksi kemungkinan abnormalitas yang tidak didapatkan dari
anamnesis. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien sehat seperti pada kasus meliputi
pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan suhu serta
pemeriksaan jalan napas, jantung, paru dan mukuloskeletal dengan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.

Khusus pada pasien dengan rencana dilakukan intubasi, evaluasi jalan napas wajib
dilakukan meliputi kelengkapan gigi geligi, abnormalitas anatomi wajah seperti makrognotia,
lidah besar, keterbatasan ROM pada sendi temporo-mandibular yang berpotensi menjadi
penyulit saat prosedur intubasi. Pemeriksaan laboratorium kurang direkomendasikan untuk
pasien dengan kondisi tubuh sehat namun dokter biasanya melakukan pemeriksaan darah rutin.
(Butterworth, Mackey dan Wasnick, 2018).

Pasien didiagnosis kista preaurikula dan direncanakan untuk tindakan ekstirpasi kista.
Berdasarkan evaluasi preoperatif pasien masuk dalam kategori ASA I. ASA Physical Status
Classification System digunakan untuk melakukan assessment pasien preanestesi. Klasifikasi
ini tidak dapat memprediksi risiko operasi, namun dapat digunakan untuk menentukan faktor-
faktor lainnya untuk membantu mempredikEvaluasi pre-operatif terdiri dari anamnesis,
pemeriksaan fisik, pemeriksaan penunjang serta harus dilengkapi klasifikasi status fisik pasien
berdasarkan skala America Society of Anaesthesiology (ASA).7 Pada anamnesis, terdapat lima
poin penting untuk ditanyakan yaitu Alergi, Medikasi, Past Illness, Last Meal, Event
(AMPLE)penting untuk ditanyakan mengenai riwayat-riwayat penyakit yang melibatkan
fungsi jantung dan paru, penyakit ginjal, penyakit endokrin dan metabolik, masalah pada
muskuloskeletal dan anatomi jalan napas, serta respon dan reaksi pasien terhadap anestesi
sebelumnya.

Setelah dilakukan anamnesis lengkap, dilanjutkan dengan pemeriksaan fisik untuk


mengkonfirmasi dan mendeteksi kemungkinan abnormalitas yang tidak didapatkan dari

5
anamnesis. Pemeriksaan yang dilakukan pada pasien sehat seperti pada kasus meliputi
pemeriksaan tanda vital seperti tekanan darah, denyut jantung, laju pernapasan dan suhu serta
pemeriksaan jalan napas, jantung, paru dan mukuloskeletal dengan teknik inspeksi, palpasi,
perkusi dan auskultasi.

Khusus pada pasien dengan rencana dilakukan intubasi, evaluasi jalan napas wajib
dilakukan meliputi kelengkapan gigi geligi, abnormalitas anatomi wajah seperti makrognotia,
lidah besar, keterbatasan ROM pada sendi temporo-mandibular yang berpotensi menjadi
penyulit saat prosedur intubasi. Pemeriksaan laboratorium kurang direkomendasikan untuk
pasien dengan kondisi tubuh sehat namun dokter biasanya melakukan pemeriksaan darah rutin.
(Butterworth, Mackey dan Wasnick, 2018).

 Pasien didiagnosis kista preaurikula dan direncanakan untuk tindakan ekstirpasi kista.
Berdasarkan evaluasi preoperatif pasien masuk dalam kategori ASA I. ASA Physical
Status Classification System digunakan untuk melakukan assessment pasien
preanestesi. Klasifikasi ini tidak dapat memprediksi risiko operasi, namun dapat
digunakan untuk menentukan faktor-faktor lainnya untuk membantu
mempredikmenit, reguler, teraba kuat
 Pernafasan: 28x/menit
 Suhu: 36,30C
 Berat badan: 67,7 kg Tinggi badan: 160cm IMT: 26,4kg/m2
 Kulit: ada abses di punggung kanan bagian tengah dengan diameter 10cm, tidak berdarah.
 Mata: konjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-), pupil isokor.
 Mulut: tidak dilakukan.
 Leher: JVP meningkat.
 Paru-paru: bunyi nafas vesikuler, ronki (-), wheezing (-)
 Jantung: bunyi jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop (-)
 Abdomen: supel, bising usus (+) normal, asites (-)
 Ekstremitas: akral hangat, edema (-)

6
IV.Skor : 1 kriteria minor (bukan gagal jantung kongestif)
Skor Index Wayne untuk pasien ini:

No. Gejala Yang Baru Timbul Dan Atau Bertambah Nilai


Berat

Sesak saat kerja +1 +1

Berdebar +2 +2

Kelelahan +3 +3

Suka udara panas -5 -5

Suka udara dingin +5

Keringat berlebihan +3 +3

Gugup +2 +2

Nafsu makan naik +3 +3

Nafsu makan turun -3

Berat badan naik -3

Berat badan turun +3 +3

No Tanda Ada Tidak

1. Tyroid Teraba +3 -3 -3

2. Bising Tyroid +2 -2 -2

3. Exoptalmus +2 - -

4. Kelopak Mata Tertinggal Gerak Bola +1 - -


Mata

7
5. Hiperkinetik +4 -2 -2

6. Tremor Jari +1 - -

7. Tangan Panas +2 -2 -2

8. Tangan Basah +1 -1 +1

9 Fibrilasi Atrial +4 - +4

10. Nadi Teratur

<80 x/menit - -3 +3

80-90 x/menit - -

>90 x/menit +3 -

Skor : 11 (eutiroid)

I. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Laboratorium (11 November 2019)
Pemeriksaan Hasil Unit Nilai rujukan

HEMATOLOGI

Hemoglobin 13,8 g/dL 11.4-15

Leukosit 6,57 103/µL 4.73-10.89

Eritrosit 4,78 106/µL 4.0-5.7

Hematokrit 41,3 % 35-45

Trombosit 166 103/µL 150-450

RDW-CV 15,6 % 11-15

Hitung jenis
Basofil 0,3 0-1 Normal
Eosinofil 2,6 1-6 Normal
Neutrofil 64,1 50-70 Normal
Limfosit 26,2 20-40 Normal
Monosit 6,8 2-8 Normal
Children
8
Blood is frequently transfused in critically ill infants and children. In a recent survey,
14% of patients in pediatric ICUs received blood transfusion. 104 There have been four
clinical trials evaluating liberal versus restrictive transfusion thresholds in this
population 105 (see Table 10.4). One hundred hospitalized preterm infants with
birthweights between 500 and 1300 g were randomly assigned to two transfusion levels.
106 The transfusion protocol adjusted the hematocrit level that led to transfusion
depending on the respiratory status of the infant. A primary outcome was not
designated among the 15 clinical events evaluated. Infants in the restrictive group
received a median of two units less than the liberal group during the study, and the
mean difference in hemoglobin concentration was ∼2 g/dL. There were no differences
between the liberal and restrictive transfusion groups for most outcomes, including
survival, patent ductus arteriosus, retinopathy, or bronchopulmonary dysplasia. Infants
assigned to the restrictive group had more apneic events and more neurologic events
(combined parenchymal brain hemorrhage or periventricular leukomalacia). These
differences in outcomes should be interpreted as hypothesis-generating because the
composite neurologic outcomes were not designated a priori, 107 apnea was assessed by
an unblinded nurse 107 and the differences were small, and the large number of
outcomes increase the risk of false-positive results.

Anda mungkin juga menyukai