Anda di halaman 1dari 141

PENGELOLAAN WISATA RELIGI

(Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya


Untuk Pengembangan Dakwah)

Skripsi
Diajukan Guna Memenuhi Persyaratan
Mencapai Derajat Sarjana Strata Sosial Islam (S.Sos.I)
Jurusan Manajemen Dakwah

Oleh :
AHSANA MUSTIKA ATI
1104039

FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2011
NOTA PEMBIMBING

Lamp : Lima (5) eksemplar


Hal : Persetujuan Naskah Skripsi

Kepada
Yth. Dekan Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo Semarang
di Semarang

Assalamu’alaikum Wr. Wb.

Setelah membaca, mengadakan koreksi dan perbaikan sebagaimana mestinya,


maka kami menyatakan bahwa skripsi saudari:

Nama : Ahsana Mustika Ati


Nim : 1104039
Fak/ Jurusan : Manajemen Dakwah
Judul Skripsi : PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY KASUS
MAKAM SULTAN HADIWIJAYA UNTUK
PENGEMBANGAN DAKWAH).

Dengan ini telah kami setujui, dan mohon agar segera diujikan. Demikian atas
perhatiannya diucapkan terima kasih.

Wassalamu’alaikum Wr. Wb.


Semarang, Mei 2011
Pembimbing,

Bidang Substansi Materi Bidang Metodologi & tata tulis


PENGESAHAN
SKRIPSI

PENGELOLAAN WISATA RELIGI


(Studi Kasus Makam Sultan Hadiwijaya Untuk
Pengembangan Dakwah)

Disusun oleh
Ahsana Mustika Ati
1104039

Telah Dipertahankan di Depan Penguji


Pada tanggal 16 Juni 2011
Dan Dinyatakan Telah Lulus Memenuhi Syarat

Susunan Dewan Penguji

Ketua Dewan Penguji /Dekan Anggota Penguji


Penguji I

Dr. Muhammad Sulthon, M. Ag Dr. Awaludin Pimay, Lc.,M. Ag


NIP.19620827 199303 1 004 NIP. 19610727 200003 1 001

Sekretaris Dewan Penguji/ Penguji II


Pembimbing

Drs.H. Nurbini M.S.I Ariana Suryorini.S.E, MMSI.


NIP.19680918 199303 1 004 NIP : 19770930 200501 2 002
MOTTO

      

Artinya: pada hari itu manusia ke luar dari kuburnya dalam Keadaan
bermacam-macam, supaya diperlihatkan kepada mereka (balasan)
pekerjaan mereka
(QS. Al-Zalzalah: 6)
PERSEMBAHAN

1. Bapakku W. Joko Prayitno dan Ibundaku Sri Suwarsini yang tersayang yang
selalu memberiku semangat dan doa dalam menyelesaikan skripsi ini,
menemaniku dalam suka maupun duka dalam setiap langkahku.
2. Kakakku tercinta R. Sidiq Fitriyadi yang selalu memberiku motivasi dan
semangat.
3. Adikku tersayang Aflaha Musliha Taati dan saudara Arie Purnomo selalu
memberi semangat dan doa.
4. Teman-teman seperjuangan Erma Khanifa tersayang, Mega, Dini, Eni, Diva,
Iik, Ida, Nafis yang selalu menemaniku dalam sehari-hariku yang tidak dapat
aku sebutkan satu persatu, terima kasih ya.
PERNYATAAN

Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi ini adalah hasil kerja saya
sendiri dan di dalamnya tidak terdapat karya yang pernah diajukan untuk
memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi di lembaga pendidikan
lainnya. Pengetahuan yang diperoleh dari hasil penelitian maupun yang belum /
tidak diterbitkan, sumbernya dijelaskan dalam tulisan dan daftar pustaka.

Semarang, Juni 2011


Deklarator,

Ahsana Mustika Ati


NIM: 1104039
ABSTRAKSI

Skripsi dengan judul: ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam


Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah). Skripsi ini memfokuskan pada:
bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah Sultan
Hadiwijaya? Sumber daya apa yang ada dan diperlukan dalam pengelolaan Makam
Sultan Hadiwijaya? Dan faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan
Makam Sultan Hadiwijaya. Jenis penelitian ini adalah penerapan kualitatif dengan
pendekatan dakwah, sedangkan spesifikasi penelitian adalah deskriptif.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengelolaan makan Sultan Hadiwijaya
sudah berjalan dengan baik yaitu meliputi pengelolaan wisata religi, pengelolaan
sumberdaya antara lain sumber daya manusia, sumber daya alam serta sumberdaya
finansial. Faktor-faktor pendukung maupun penghambat untuk pengelolaan wisata
religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya hendaknya selalu ditingkatkan, misal
pemberian informasi kepada pihak luar, menjalin kerjasama dengan pemerintah yang
paling utama Dinas Pariwisata, bekerjasama dengan Kraton Surakarta maupun
dengan masyarakat.
Dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya langsung ditangani oleh
seorang juru kunci, dimana juru kunci berperan sebagai perawat dan penjaga makam.
Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam
pengembangan dakwahnya menggunakan media berupa buku-buku bacaan serta
pada dinding makam terdapat tulisan yang berisi peringatan agar para peziarah yang
datang tidak tersesat pada kekafiran atau syirik. Aktivitas dakwah di kompleks
makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan fakir miskin
sudah berjalan sesuai dengan rencana. Kegiatan wisata religi di sebuah wilayah tidak
lengkap tanpa adanya daya tarik, maka obyek makam Sultan Hadiwijaya harus selalu
mengembangkan daya tarik kepada para peziarah karena daya tarik wisata
merupakan fokus utama yang berfungsi sebagai penggerak yang menarik para
pengunjung untuk mendatangi tempat tersebut. Misalnya dengan ditemukannya situs
sejarah makam Sultan Hadiwijaya, peziarah akan datang mengunjungi obyek untuk
melaksanakan kegiatan sesuai dengan niatan mereka masing-masing.
Upaya yang dilakukan daya tarik wisata pada kompleks makam Sultan
Hadiwijaya untuk menarik peziarah agar berkunjung ke makam Sultan Hadiwijaya
maka, pihak pengelola melakukan kiat-kiat keselamatan terhadap wisatawan,
kelestarian dan mutu lingkungan, ketertiban dan ketentraman masyarakat
diselenggarakan sesuai dengan ketentuan yang diatur lebih lanjut dengan peraturan
pemerintah. Kegiatan mengelola daya tarik wisata yang telah ada mempunyai arti
penting untuk kelanjutan dan kesinambungan pariwisata baik pembangunan tempat
wisata maupun sarana dan prasarana. Pengelolaan daya tarik wisata religi dapat
memberikan manfaat baik dalam bidang ekonomi, sosial dan menjaga cagar budaya
ini dengan sebaik-baiknya.
Dengan demikian pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan
Hadiwijaya dapat berjalan dengan baik, dari waktu ke waktu secara terus menerus
dapat mengalami peningkatan pengunjung tanpa mengurangi nilai-nilai dakwah baik
melalui lisan maupun melalui tulisan-tulisan.
KATA PENGANTAR

Segala puja dan puji syukur penulis panjatkan pada Allah SWT, yang telah
memberikan rahmat dan hidayahnya sehingga penulis dapat menyelesaikan
penyusunan skripsi ini. Shalawat serta salam semoga senantiasa terlimpahkan
kepada Rasulullah SAW, para kerabat, sahabatnya dan para pengikutnya hingga
hari akhir nanti.
Skripsi yang berjudul ” ”Pengelolaan Wisata Religi (Study Kasus Makam
Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)”, disusun guna melengkapi
dan memenuhi salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Strata Satu (S.1)
Fakultas Dakwah Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Walisongo Semarang.
Dengan selesainya penulisan Skripsi ini penulis menyampaikan terima
kasih kepada:
1. Prof. Dr. Muhibbin, M.Ag selaku Rektor IAIN Walisongo Semarang
2. Dr. Muhammad Sulthon, M.Ag selaku Dekan fakultas Dakwah IAIN
Walisongo Semarang.
3. Drs. Nurbini, M.S.I, dan Dra. Misbah Zulfa Elizabeth, M.Hum. selaku
pembimbing yang telah bersedia meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk
memberikan bimbingan dan pengarahan dalam penyusunan skripsi ini.
4. Segenap Dosen dan asisten dosen serta Civitas Akademika Fakultas Dakwah
IAIN Walisongo yang telah memberi ilmunya baik langsung maupun tidak
langsung demi terselesainya penulisan Skripsi ini.
5. Pengelola Makam Sultan Hadiwijaya yang telah bersedia meluangkan waktu
untuk wawancara dan menyediakan beberapa data yang diperlukan dalam
penelitian ini.
6. Ibu Bapak tercinta yang menjadi spirit terbesar dalam hidupku, yang tak
pernah letih memotivasi dan selalu setia menemani dalam kondisi apapun.
7. Sahabat dan teman-teman terbaikku, terima kasih segala bantuannya.
8. Semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini.
Kepada mereka semua penulis tidak dapat memberikan apa-apa selain
untaian rasa terima kasih yang tulus dengan diiringi do’a semoga Allah SWT
membalas semua amal kebaikan mereka. Amin.
Pada akhirnya penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini belum
mencapai kesempurnaan dalam arti yang sebenarnya, namun penulis berharap
semoga skripsi ini dapat membawa berkah dan manfaat terutama bagi penulis
sendiri dan bagi para pembaca pada umumnya.

Semarang, Juni 2011

Penulis,
DAFTAR ISI

Halaman Judul ........................................................................................... i


Halaman Nota Pembimbing ....................................................................... ii
Halaman Pengesahan ................................................................................. iii
Halaman Pernyataan ................................................................................... iv
Halaman Motto ........................................................................................... v
Halaman Persembahan ............................................................................... vi
Halaman Abstraksi ..................................................................................... vii
Halaman Kata Pengantar ............................................................................ viii
Daftar Isi ..................................................................................................... xi

BAB I PENDAHULUAN
1.1.Latar Belakang ................................................................ 1
1.2.Rumusan Masalah ........................................................... 6
1.3.Tujuan dan Manfaat Penelitian ....................................... 7
1.4.Tinjauan Pustaka ............................................................. 8
1.5.Metode Penelitian ........................................................... 11
1.6.Sistematika Penulisan Skripsi ......................................... 16

BAB II TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA


2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan ......................................... 18
2.1.1 Pengertian tentang Pengelolaan ................................... 18
2.1.2 Manajemen Wisata ...................................................... 20
2.1.3 Unsur-unsur Manajemen Wisata ................................. 24
2.1.4 Pengelolaan Wisata ...................................................... 26
2.1.5 Model Pengelolaan Wisata .......................................... 27
2.2 Tinjauan tentang Wisata Religi ....................................... 29
2.2.1 Pengertian Wisata Religi ............................................. 29
2.2.2 Fungsi Wisata Religi .................................................... 33
2.2.3 Bentuk-bentuk Wisata Religi ....................................... 33
2.3.4 Tujuan Wisata Religi ................................................... 34
BAB III METODE PENELITIAN
3.1 Gambaran Umum Kabupaten Sragen ............................. 36
3.1.1 Kondisi Geografis ........................................................ 36
3.1.2 Sejarah Kabupaten Sragen ........................................... 37
3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya ................ 41
3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan
Hadiwijaya ................................................................... 44
3.4 Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya ............................... 47
3.5 Biografi Tokoh ................................................................ 49
3.5.1 Lahirnya Sultan Hadiwijaya ........................................ 49
3.5.2 Sultan Hadiwijaya dijuluki Jaka Tingkir ..................... 49
3.5.3 Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak ..................... 50
3.5.4 Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak ......................... 50
3.5.6 Sultan Hadiwijaya mendapat Wahyu Kraton ............... 51
3.5.7 Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang .................. 52

BAB IV ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (STUDY


KASUS MAKAM SULTAN HADIWIJAYA UNTUK
PENGEMBANGAN DAKWAH)
4.1 Analisis Pengelola Wisata Religi untuk Pengembangan
dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya …………………...54
4.2 Analisis Sumber Daya dalam Pengelolaan di Makam Sultan
Hadiwijaya ..................................................................... 64
4.3 Analisis Faktor-faktor Pendukung dan Penghambat Pengelolaan
di Makam Sultan Hadiwijaya ........................................ 71

BAB V PENUTUP
5.1 Kesimpulan ..................................................................... 79
5.2 Saran-saran ...................................................................... 81
5.3 Penutup ........................................................................... 83
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN
RIWAYAT HIDUP
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dakwah Islam adalah tugas suci yang dibebankan kepada muslim

dimana saja ia berada, sebagaimana termaktub dalam al qur‟an dan al hadis.

Dakwah pada era kontemporer ini dihadapkan pada berbagai tantangan dan

problematika yang semakin kompleks.

Mengingat aktifitas dakwah tidak terlepas dari masyarakat, maka

perkembangannya pun harus berbanding lurus dengan perkembangan

masyarakat, artinya aktifitas dakwah hendaknya dapat mengikuti

perkembangan dan perubahan masyarakat (Abdul Basit, 2006: 3).

Islam adalah agama dakwah artinya agama yang selalu mendorong

pemeluknya untuk selalu senantiasa aktif melakukan kegiatan dakwah. Maju

mundurnya umat islam sangat berkaitan erat dengan kegiatan dakwah yang

dilakukannya, karena di dalam al qur‟an dalam menyebut kegiatan dakwah

dengan ahsanu qaula, dengan kata lain bisa menempati posisi tinggi dan mulia

dalam kemajuan agama islam, tidak dapat dibayangkan apabila kegiatan

dakwah mengalami kelumpuhan yang disebabkan oleh beberapa faktor terlebih

di era globalisasi sekarang ini, dimana berbagai informasi masuk begitu cepat

dan instan yang tidak dapat dibendung lagi (Munir, 2003:4)

Umat islam harus dapat memilah dan menyaring informasi tersebut

sehingga tidak bertentangan dengan nilai-nilai agama Islam. Karena

1
2

merupakan suatu kebenaran, maka Islam harus tersebar luas dan penyampaian

kebenaran tersebut merupakan tanggung jawab Islam secara keseluruhan sesuai

dengan misinya “Rahmatan Lil Alamin” Islam harus ditampilkan dengan wajah

yang menarik supaya umat lain beranggapan dan mempunyai pandangan

bahwa kehadiran Islam bukan sebagai ancaman bagi eksistensi mereka

melainkan pembawa kedamaian dan ketentraman dalam kehidupan mereka

sekaligus sebagai pengantar menuju kebahagiaan di dunia dan akhirat (Munir,

2003: 5).

Pengelolaan merupakan implementasi dari perencanaan organisasi.

Dalam konteks pengelolaan manajemen disini lebih diarahkan pada

keberadaan organisasi salah satu ciri utama organisasi yaitu adanya

sekelompok orang yang mengabungkan diri dengan suatu ikatan norma,

peraturan, ketentuan dan kebijakan, ciri kedua adanya hubungan timbale balik

dengan maksud untuk mencapai sasaran dan tujuan,Sedangkan ciri yang

ketiga diarahkan pada satu titik tertentu yaitu tujuan yang

direalisasikan.(Siswanto,73:2005). Pengelolaan sebagai suatu proses harus

memperhatikan beberapa hal: Pertama struktur harus mencerminkan

tujuan dan rencana kegiatan, Kedua harus mencerminkan wewenang

tersedia bagi pengelola, Ketiga harus memperhatikan lingkungan sekitar

baik dari faktor internal maupun eksternal. Faktor internal yang

dimaksudkan disini berasal dari juru kunci makam dan yayasan Kraton

Surakarta sebagai pengelola makam, sedangkan faktor eksternal berasal dari

kelompok maupun pihak lain.(Munir,117:2006)


3

Selanjutnya membahas mengenai wisata adalah perjalanan yang

dilakukan oleh seseorang atau sekelompok orang dengan mengunjungi tempat

tertentu untuk tujuan rekreasi atau mempelajari keunikan daya tarik wisata

yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara.(Ismayanti,2010:3)

Wisata disisi lain merupakan fenomena sosial yang muncul pada

masyarakat modern.

Wisata dibutuhkan tidak semata-mata untuk mencari kesegaran baru

namun digunakan untuk memperoleh ekses simbolik bagi yang melaksanakan.

Disini dapat kita tunjukkan berbagai bentuk konsumsi waktu senggang yang

penekanannya adalah pada konsumsi pengalaman dan kesenangan (seperti

theme park, pusat-pusat wisata dan rekreasi) serta hal-hal lain yang

didalamnya merujuk pada budaya tinggi yang lebih tradisional seperti

museum dan galeri menarik kembali untuk melayani audien yang lebih luas

melalui penjualan seni kanonik, auratik serta berbagai gagasan edukatif

formatif dengan menekankan hal yang bersifat spektakuler, populer,

menyenangkan dan dapat diterima (Featherstone, 231).

Indonesia memiliki potensi wisata yang beranekaragam mulai dari

wisata alam, wisata kuliner, wisata bahari dan lain sebagainya. Salah satu

potensi wisata yang berkembang saat ini adalah wisata ziarah. Di Jawa makam

para penyiar agama telah lama menjadi obyek kunjungan. Wisata ziarah

memiliki dampak ekonomi dan pengembangan keberagamaan yang tidak

dapat diabaikan. Beberapa contoh berikut dapat diambil representasi dari

penjabaran.
4

Pertama Makam Ki Ageng Pandanaran yang merupakan Adipati

Semarang pertama, tanggal diangkatnya beliau dijadikan sebagai hari jadi

kota Semarang. Ki Ageng Pandanaran meninggal pada tahun 1496. tempat ini

banyak dikunjungi oleh para peziarah pada acara khaul meninggalnya beliau

setiap bulan Muharram / setahun sekali. Letak makam Ki Ageng Pandanaran

di Jl. Mugas Dalam II/4 Kelurahan Mugasari kurang lebih 1 KM dari Tugu

Muda, dibuka untuk umum setiap hari dan setiap saat.

(http/semarang.go.id/pariwisata/indeks.phpoption=com-contenstask

14/3/2009).

Kedua wisata religi di Pesarean gunung kawi, motivasi pengunjung ke

Pesarean gunung Kawi secara umum adalah untuk memanjatkan doa atas

keinginan-keinginan mereka sesuai dengan cara keyakinan masing-masing.

Pada hari-hari biasa pengunjung pesarean gunung kawi berkisar puluhan

hingga ratusan orang, tetapi pada malam Jum‟at Legi (kamis Kliwon) jumlah

pengunjung melonjak hingga ribuan orang. Jumlah ini mencapai puncaknya

pada tanggal 1 dan 12 Suro. Secara tidak langsung, popularitas Pesarean

gunung Kawi dan frekuensi kunjungan yang tinggi dari para pengunjung

pesarean yang berjumlah besar telah memacu aktivitas dan pertumbuhan

ekonomi masyarakat sekitar pesarean tersebut. Pasar yang ada di sebelah

timur pesarean semakin semarak, disisi-sisi jalan masuk ke Pesarean

masyarakat membuka kios lain-lain. Menjual barang-barang hasil karya lokal

seperti anyam-anyaman, ukir-ukiran, batu permata, keramik tanaman hias dan

lain-lain. Para remaja putri atau kaum perempuan dibalik kios-kios


5

menawarkan bunga untuk ditaburkan di makam atau untuk upacara

peribadatan, menarik pula untuk dinikmati di lebih spesifik dari daerah

setempat misal ketela rambat, jagung rebus dan bakar, pisang, apel malang

dan sebagainya. Disamping itu tersedia restoran yang menyajikan makanan

Indonesia dan Tionghoa. Kawasan sekitar komplek makam atau pesarean

tersebut sudah mulai tumbuh seperti „‟kota mini” yang lengkap dengan

berbagai fasilitas. Oleh karena itu dibutuhkan pengembangan-pengembangan

(Prastowardoyo,dkk.2009:32).

Di Indonesia ziarah dalam arti kunjungan ke makam ternyata sejalan

dengan apa yang sudah ada terlebih dahulu yaitu kebiasaan mengunjungi

candi atau tempat suci lainnya dengan maksud melakukan pemujaan roh

nenek moyang. Pada zaman dahulu ziarah dipahami yaitu untuk meneruskan

kebiasaan lama, yaitu pemujaan selain Allah yang kemudian dilarang dalam

ajaran Islam. (Soekmono,1973:85).

Makam Sultan Hadiwijaya sebagai salah satu tempat wisata letaknya

di Desa Gedongan Kecamatan Plupuh Kabupaten Sragen yang biasanya ramai

dikunjungi oleh para peziarah dari berbagai daerah. Makam Sultan Hadiwijaya

yang dikelola oleh juru kunci makam yang bernama Aziz yang diwakilkan

dari Kraton Surakarta. Tinggalan arkeologis yang dapat dilihat berupa

bangunan makam, Kyai Tambak Boro/gethek yang digunakan Sultan

Hadiwijaya semasa hidupnya, masjid yang dibangun dari pemerintah. Makam

Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi pada malam jum‟at atau pada waktu

ruwah. Adapun ritual yang dilakukan adalah tahlil, biasanya para peziarah
6

membawa dupa dan kembang dengan maksud sebagai pewangi tempatnya

aman bersih dan nyaman.

Arti penting wisata religi yang dimaksud disini bukan hanya

bersenang-senang dan mencari hiburan saja artinya bersenang-senang dan cari

hiburan diperbolehkan dan halal tetapi yang lebih penting adalah memperluas

wawasan untuk menyaksikan ayat-ayat kebesaran Allah yang tersebar di

persada bumi ciptaan Allah ini, seperti mengunjungi tempat rekreasi atau

makam orang saleh sebagai wisata rohani atau wisata spiritual.. Dengan

menyaksikan keindahan alam kemanapun mata memandang dapat merasakan

wisata rohani yang indah dan kudus, dan mata hati dapat melihat dengan jelas

keindahan sang pencipta, pelukis agung yang Maha Indah. Wisata rohani,

tamasya Spiritual dengan wisata rohani bukan hanya keindahan lahiriah yang

dapat dinikmati. Menurut pandangan Al Qur‟an wisaata diambil dari kata

siyahah yang secara populer diartikan wisata, kata itu mengandung arti

penyebaran, terbentuk dari kata sahat yang berarti lapangan yang luas. Wisata

religi dijelaskan dalam Al Qur‟an surat Yusuf 109-111. ayat ini menjelaskan

perjalanan wisata yang bertujuan untuk memperoleh pelajaran dan ibrah

(Departemen Agama RI, 1994 hlm. 365-367). Wisata religi saat ini bukan

hanya pada makam saja, pada masjid juga bisa termasuk wisata religi. Wisata

religi di indonesia yang menonjol adalah pada makam wali Allah terutama

pada makam Walisongo yang dikenal oleh umat Islam.

Wisata merupakan sebuah perjalanan yang terencana yang disusun

oleh perusahaan perjalanan menggunakan waktu seefektif dan efisien agar


7

membuat peserta wisata merasa puas. Berdasarkan uraian diatas penulis

merasa perlu untuk lebih dalam meneliti tentang pengelolaan wisata religi

(study kasus makam Sultan Hadiwijaya untuk pengembangan dakwah).

B. Rumusan Masalah

Berdasarkan pembahasan diatas untuk melihat bagaimana pengelolaan

wisata religi disana beberapa hal yang perlu diperhatikan adalah sebagai

berikut:

1. Bagaimana pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah di

makam Sultan Hadiwijaya?

2. Apa saja sumberdaya yang diperlukan dalam pengelolaan makam

Sultan Hadiwijaya?

3. Apa faktor-faktor pendukung dan penghambat pengelolaan Makam

Sultan Hadiwijaya?

C. Tujuan

1. Tujuan Penelitian

Penelitian ini mempunyai beberapa tujuan yang diharapkan dapat

bermanfaat bagi pengembangan ilmu pengetahuan adapun tujuannya

sebagai berikut :

a. Untuk mengetahui bagaimana pengelolaan wisata religi kaitanya

dengan pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya.

b. Untuk mengetahui sumberdaya yang digunakan dalam

pengelolaan Makam di Makam Sultan Hadiwijaya.


8

c. Untuk mengetahui faktor-faktor pendukung dan penghambat

pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya.

2. Manfaat Penelitian

a. Manfaat Teoritis

Secara teoritis hasil penelitian ini menambah khasanah ilmu

pengetahuan tentang suatu pengelolaan, terutama berkaitan dengan

pengelolaan wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya.

b. Manfaat Praktis

Secara praktis diharapkan dapat memberikan sumbangan

pemikiran tentang pengelolaan wisata religi dimasa yang akan

datang.

D. Tinjauan Pustaka

Untuk menghindari kesamaan penulisan dan plagiasi maka dalam

penulisan skripsi ini diantaranya penulis cantumkan beberapa hasil

penelitian yang ada kaitannya dengan skripsi ini diantara penelitian –

penelitian tersebut adalah sebagai berikut :

Pertama, Karya Ahmad Amir Aziz, dkk, 2004 dengan judul

“Kekeramatan Makam (Study Kepercayaan Masyarakat terhadap

Kekeramatan Makam-makam Kuno di Lombok. (Pendekatan kualitatif dan

pendekatan Antropologis). Pendekatan kualitatif dipakai karena obyek

penelitian berupa gejala yang diangkakan, yang mudah dijelaskan dengan

kata-kata sehingga dinamikannya dapat ditangkap secara utuh. Penelitian ini

berusaha memotret apa adanya tentang dimensi-dimensi kepercayaan,


9

keyakinan, ritual dan tradisi yang telah berlangsung lama dan di ikuti banyak

orang. Fokus penelitian ini yaitu Makam Loang Balok Bintaro dan Batu

layar, semuanya menunjukkan kekuatan dahsyat dalam prospektif

masyarakat. Subyek penelitian adalah para peziarah di ketiga Makam

tersebut, para tokoh agama dan masyarakat. Kesimpulan berdasarkan uraian

diatas dapat disimpulkan bahwa kepercayaan masyarakat terhadap

kekeramatan makam tidaklah bersifat tunggal. Banyak motivasi dan tujuan

yang diinginkan oleh masing-masing peziarah sesuai dengan niatan yang

paling dalam (Aziz, dkk 2004: 78). Pada makam kuno di Lombok pada

kenyataannya masyarakat masih percaya akan tradisi, keyakinan dan ritual

pada masa lalu. Namun dalam penelitian penulis lebih menekankan pada

strategi dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya.

Kedua, Karya Zakarsyi Abdul Salam, dkk 1998 dengan judul

“Ziarah Budaya” (Pendekatan Kebudayaan atau Etnografi) Pendekatan ini

menggambarkan keterjadian unsur-unsur satu sama lain dalam satu kesatuan

secara integratif, berfungsi, beroperasi dan bergerak dalam kesatuan system

budaya. Sasaran yang dituju adalah masyarakat dan kebudayaannya. Tujuan

dan manfaat penelitiannya adalah mendeskripsikan tradisi dan tatacara

ziarah makam raja-raja mataram di Imogiri dalam kaitannya dengan persepsi

pengunjung khususnya kalangan peziarah muslim menurut latar belakang

pemahaman yang dimiliki pengembangan studi sosial, keagamaan islam.

Ketiga, Karya Arifin Suryo Nugroho, 2007 “Ziarah Wali Wisata

Spiritual Sepanjang Masa” dalam penelitian ini tentang ziarah dalam


10

pandangan islam, ziarah sebagai konsep trans ilahi dan tradisi ziarah

terhadap peninggalan para wali serta objek-objek wisata spiritual yang

selalu ramai dikunjungi orang yang berdatangan untuk berziarah karena

ziarah itu sudah menjadi fitrah manusia bahwa dirinya senantiasa

mendambakan keselamatan dan kebahagiaan serta pengakuan diri di sisi

Tuhan sehingga agama menjadi identitas diri untuk mencari Tuhan

(Nugroho, 2007:11).

Keempat, Karya Lilik Nur Kholidah, 2008 dengan judul

“Management Obyek dan Wisata Ziarah (Studi Kasus di Kasepuhan Makam

Sunan Kalijaga Kelurahan Kadilangu Kecamatan Demak Kabupaten

Demak)” penelitian ini membahas tentang penerapan fungsi manajemen

yang ada pada makam Sunan Kalijaga Kelurahan kadilangu demak

kabupaten Demak, meskipun belum diterapkan fungsi managemen untuk

pengembangan makam, akan tetapi pihak pengembangan selalu berusaha

agar bias lebih baik lagi dalam pengembangan Makam Sunan Kalijaga di

Kadilangu Demak, yaitu dengan menerapkan fungsi-fungsi manajemen

dengan sempurna, selain memiliki nilai religi Makam Sunan Kalijaga di

Kadilangu Demak juga memiliki nilai Historis, dari tahun ke tahun jumlah

pengunjung atau wisatawan mengalami peningkatan wisatawan dalam

negeri maupun wisatawan dari mancanegara. Penelitian ini menggunakan

metode analisis induktif, sedangkan metode pengumpulan data

menggunakan metode wawancara, observasi pastisipatoris serta

dokumentasi (Lilik Nur Kholidah, 2008: 15. ).


11

Dari berbagai penelitian diatas belum ada peneliti yang secara

khusus yang meneliti tentang pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya

untuk pengembangan dakwah. Peneliti memfokuskan pada tugas juru

kunci Makam sumberdaya yg digunakan dalam pengelolaan makam ,

serta faktor-faktor pendukung dan penghambat dalam pengelolaan dakwah

dalam wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya dengan penerapan fungsi

manajemen oleh karena itu penelitian ini layak dilakukan.

Dari uraian diatas dapat diambil analisis bahwa pengelolaan

dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya memerlukan rencana yang baik

supaya tujuan dapat tercapai dan lebih baik dari sebelumnya. Dengan adanya

strategi fungsi managemen akan berjalan dengan baik sehingga berpengaruh

pada peningkatan kualitas Objek Makam Sultan Hadiwijaya.

E. Metode Penelitian

Metode penelitian yang mengandung prosedur dan cara melakukan

verifikasi data yang diperlukan. Untuk memecahkan atau menjawab masalah

penelitian, peranan metode dalam menyimpan data yang diperlukan dalam

penelitian, metode yang mencerminkan petunjuk bagaimana penelitian

dilaksanakan (Sudjana, 1989: 16).

1) Jenis dan Spesifikasi Penelitian

Penelitian yang penulis gunakan pada” Pengelolaan Wisata Religi

untuk pengembangan Dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya”

menggunakan penelitian kualitatif yakni prosedur penelitian yang

menghasilkan data yang eksplisit berupa kata-kata tertulis dan lisan dari
12

orang-orang dan perilaku yang dapat diambil, dan diarahkan pada latar

alamiah dan individu secara holistic (menyeluruh) (Moleong, 2002:3).

Berdasarkan pada permasalahan yang diajukan dalam penelitian

deskriptif. Penelitian ini diharapkan dapat menghasilkan berbagai

informasi tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan

da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya.

2) Sumber Data

Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini

penulis menggunakan sumber data lapangan (field research) dan data

kepustakaan yang digunakan untuk memperoleh data teoritis yang dibahas

untuk itu sebagai jenis datanya sebagai berikut:

a. Data Primer

Data primer adalah data yang diperoleh langsung dari subyek

penelitian dengan mengenakan alat pengukuran atau alat pengambilan

data langsung pada subyek sebagai sumber informasi yang dicari

(Azwar, 2001: 91). Sumber data primer diperoleh dari semua informan

melalui teknik wawancara dan observasi terhadap obyek penelitian

tentang strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan

dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya dalam melakukan observasi

peneliti menggunakan data primer. Data primer di peroleh dari juru

kunci makam, masyarakat, kepala desa, warga desa dan peziarah.


13

b. Data Sekunder

Data sekunder yaitu sumber data yang diperoleh dari pihak

lain, sehingga peneliti memperolehnya tidak langsung, sumber tertulis

atas sumber buku dan sebagainya. Sumber data yakni data yang sudah

bentuk jadi seperti data dokumen dan publikasi, sumber data berupa

data yang berkait dengan wisata ziarah, berkaitan dengan wisata religi

di makam Sultan Hadiwijaya (Azwar, 2001: 91).

3) Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah baik yang

digunakan berhubungan dengan studi kepustakaan maupun yang

dihasilkan dari data empiris. Studi kepustakaan penelitian dilakukan

dengan mengadakan kajian-kajian terhadap buku-buku pengembangan

da‟wah sebagai acuan dasar dalam membuat kerangka teoritis sample

diambil menurut kebutuhan. Purposive Sampling yaitu sample yang dipilih

dengan cermat sehingga relevan dengan rancangan penelitian (Sumarsono,

2004: 63)

a. Metode Observasi

Dalam menggunakan metode ini dilakukan dengan cara

mengadakan pengamatan dan pencatatan secara sistematik terhadap

unsure-unsur yang tampak dalam suatu gejala atau gejala-gejala pada

obyek penelitian. “Unsur-unsur yang tampak itu disebut data informasi

yang harus diamati dan dicatat secara benar dan lengkap (Nawawi,

Martini 1992: 74).


14

Metode ini digunakan secara langsung tentang hasil dari

strategi pengelolaan wisata religi untuk pengembangan da‟wah di

Makam Sultan Hadiwijaya sekaligus untuk mengetahui hambatan dan

pendukung dalam pengelolaan dakwahnya.

b. Metode Interview / Wawancara

Metode interview adalah merupakan salah satu metode

pengumpulan data dengan jalan komunikasi, yakni melalui kontak atau

hubungan pribadi antara pengumpul data (pewawancara) dengan

sumber data (responden) komunikasi tersebut dapat dilakukan secara

langsung ataupun tidak langsung (Adi, 2005: 72).

Metode ini digunakan untuk memperoleh informasi dari

sumber data antara lain yaitu dari juru kunci makam, masyarakat,

maupun para peziarah, baik mengenai strategi pengelolaan

pengembangan da‟wah, faktor-faktor yang menunjang keberhasilan

dan hambatan yang dihadapi dalam strategi, tujuan pengembangan

da‟wah di makam Sultan Hadiwijaya.

c. Metode Dokumentasi

Metode dokumentasi adalah peneliti mencari dan mendapatkan

data-data primer melalui data-data dari prasasti-prasasti atau naskah-

naskah kearsipan (baik dalam bentuk barang cetakan maupun

rekaman) data gambar atau foto atau blue print dan lain sebagainya

(Supardi, 2005: 138)


15

Maksudnya bahwa metode dokumentasi digunakan untuk

memperoleh data tentang latar belakang serta dokumen-dokumen lain

berupa buku-buku, majalah dan Koran dan lain-lain yang berkaitan

dengan penelitian wisata religi di Makam Sultan Hadiwijaya.

4) Teknik Pengolahan Data

Setelah data dari lapangan terkumpul dengan menggunakan

beberapa metode, maka peneliti mengolah data tersebut dengan cara

berfikir induktif artinya berangkat dari fakta-fakta yang khusus, peristiwa-

peristiwa konkret, kemudian dari fakta-fakta atau peristiwa-peristiwa yang

khusus konkret itu ditarik generalisasi yang mempunyai sifat umum.

5) Teknik Analisis Data

Setelah memperoleh data dari hasil observasi, wawancara dan

dokumentasi, langkah selanjutnya data-data tersebut disusun dan dianalisa

menggunakan analisis SWOT . Analisis SWOT digunakan dalam rangka

membuat keputusan. Strength (kekuatan) berupa modal, bangunan,

sumberdaya yang dimiliki reputasi organisasi, lembaga, hubungan yang

baik dengan pemerintah ini berkaitan dengan peluang.

Weaknesses kelemahan dapat berupa masalah yang selalu

dihadapi, ketergantungan, kekurangan sumber daya dan seterusnya.

Opportunity (peluang) dapat berupa kecenderungan masa depan

organisasi lain tidak dapat melakukan tetapi kita bisa berarti kita

berpeluang untuk merebut pasar, hubungan dengan pihak luar,

kesempatan yang diberikan oleh pemerintah dalam bentuk perundang-


16

undangan dan sebagainya. Threat (ancaman) dapat berupa kurangnya

minat terhadap institusi, kompetisi yang mencekam serta pengaruh

budaya asing yang tak terelakkan (Arsyad,2002:27).

F. Sistematika Skripsi

Sistematika penulisan skripsi ini hal yang sangat penting karena

mempunyai fungsi untuk mengatakan garis-garis besar masing-masing bab

yang saling berkaitan dan berurutan. Hal ini dimaksudkan agar tidak terjadi

kekeliruan dalam penyusunannya sehingga terhindar dari kesalahan ketika

penyajian pembahasan masalah.

1) Bagian awal berisikan: cover, hal persetujuan, hal pengesahan, nota

pembimbing, motto, persembahan, abstraksi, kata pengantar, daftar isi.

2) Bagian isi merupakan inti dari hasil laporan penelitian yang berisikan

5 bab dengan pengelolaan.

Bab Pertama, berisi tentang latar belakang masalah, rumusan masalah, tujuan

dan manfaat penelitian, tinjauan pustaka, kerangka teori,

metode penelitian dan sistematika penulisan skripsi

Bab Kedua, berisi tentang, tinjauan pengelolaan wisata, yang meliputi

pengertian, manajemen, unsur-unsur manajemen, metode

pengelolaan, model pengelolaan kemudian dilanjutkan tinjauan

tentang wisata religi yang meliputi pengertian wisata religi,

fungsi wisata religi, bentuk-bentuk wisata religi dan tujuan

wisata religi.
17

Bab Ketiga, berisi tentang Gambaran Umum Kabupaten Sragen, yang

meliputi kondisi geografis, sejarah kabupaten Sragen,

kemudian dilanjutkan Gambaran Umum Makam Sultan

Hadiwijaya, Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan

Hadiwijaya, Ritual di Makam Sultan Hadiwijaya dan Biografi

Tokoh Sultan Hadiwijaya.

Bab Keempat, berisi tentang Analisis Pengelola wisata religi di Makam Butuh

Sultan Hadiwijaya, Sumberdaya dalam Pengelolaan di Makam

Sultan Hadiwijaya serta Faktor-faktor Pendukung dan

Penghambat pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya.

Bab Kelima, Kesimpulan, saran-saran, penutup.


BAB II

TINJAUAN TENTANG PENGELOLAAN WISATA RELIGI

2.1 Tinjauan tentang Pengelolaan Wisata

2.1.1 Pengertian tentang pengelolaan

Kata pengelolaan berasal dari kata kerja mengelola dan merupakan

terjemahan dari bahasa Italia yaitu menegiare yaitu yang artinya

menangani alat-alat, berasal dari bahasa latin manus yang artinya tangan.

Dalam bahasa Prancis terdapat kata mesnagement yang kemudian menjadi

management. Menurut kamus besar bahasa Indonesia pengelolaan berasal

dari kata kelola yang berarti mengendalikan, mengurus dan

menyelenggarakan.

Di sisi lain Efendi menyatakan manajemen berasal dari bahasa

Inggris yaitu to manage yang memiliki kesamaan dengan kata to hand

yang berarti “mengurus”, to control “memeriksa”, to guide “memimpin

atau membimbing”, jadi apabila dilihat dari asal katanya manajemen

berarti pengurusan, pengendalian, memimpin atau membimbing.

Manajemen adalah suatu proses yang diterapkan oleh individu atau

kelompok dalam upaya-upaya koordinasi untuk mencapai suatu tujuan.

Dalam skala aktivitas manajemen dapat diartikan sebagai aktivitas

mengatur, menertibkan dan berpikir yang dilakukan oleh seseorang,

sehingga mampu mengemukakan, menata, merapikan segala sesuatu yang

ada di sekitarnya sesuai dengan prinsip-prinsip serta menjadikan hidup

18
19

lebih selaras, serasi dengan yang lainnya. Upaya mengefektifkan

pengelolaan dan pengembangan di lingkungan internal maupun eksternal

yang ada termasuk di dalamnya kecenderungan terhadap pariwisata dalam

konteks global (Suryono, 2005: 1).

Dari dua penjelasan di atas dapat diambil kesimpulan bahwa

manajemen merupakan aktivitas yang mencakup perencanaan adalah

proses penentuan tujuan dan pedoman pelaksanaan dengan memilih yang

terbaik dari alternatif-alternatif yang ada. Pengorganisasian adalah suatu

proses penentuan, pengelompokan dan pengaturan bermacam-macam

aktivitas yang diperlukan untuk mencapai tujuan. Pengarahan adalah

mengarahkan semua bawahan, agar mau bekerja sama dan bekerja efektif

untuk mencapai tujuan serta pengendalian dan pengawasan adalah proses

pengaturan berbagai faktor dalam suatu perusahaan agar sesuai dengan

ketetapan-ketetapan dalam rencana (Hasibuan, 2004: 41).

Dalam pengelolaan wisata keagamaan atau wisata religi, terdapat

beberapa hal yang harus diperhatikan:

1) Perlu pembentukan forum rembug masyarakat setempat untuk

membahas pengembangan daya tarik wisata religi tematis keagamaan/

ziarah muslim secara tepat dengan memperhatikan potensi kekayaan

budaya lokal yang ada.

2) Perlu perlengkapan berupa pembuatan induk pengembangan (master

plan) RTBL (Rencana Tata Bangunan dan Lingkungan) dan dibahas


20

secara lintas sektoral. Beberapa hal termasuk pula persyaratan-

persyaratan teknis untuk pendirian suatu bangunan (building code)

3) Perlu dikembangkan pula, “Collaborative Management” antara

instansi-instansi yang berkepentingan (lintas sektor) dengan maksud

untuk tetap menjaga kelestarian sejarah dan budaya yang ada.

Adapun pola-pola lintas sektor yang harus dikembangkan untuk

pengelolaan daya tarik wisata religi adalah dengan semangat 4 M:

a) Mutual Respect (saling menghormati)

b) Mutual Trust (saling percaya)

c) Mutual Responsibility (saling bertanggungjawab)

d) Mutual Benefit (saling memperoleh manfaat) (Suryono, 2005: 11)

Arti penting pengelolaan dalam konteks manajemen adalah

memungkinkan sekelompok orang untuk mencapai tujuan organisasional

secara bersama-sama. Selain itu pengelolaan memungkinkan kerjasama

antar orang-orang dan individu di dalam organisasi untuk mencapai tujuan

tertentu.

2.1.2 Manajemen Wisata

Manajemen yang baik dan efektif memerlukan penguasaan atas

orang-orang yang dikelola. Dalam kegiatan wisata terdiri atas beberapa

komponen utama yaitu wisatawan, elemen geografi dan Industri

pariwisata. Pengertian dari masing-masing komponen diatas adalah

sebagai berikut:
21

 Wisatawan adalah aktor dalam kegiatan wisata dengan melakukan

perjalanan wisata akan menjadi sebuah pengalaman manusia untuk

menikmati, mengantisipasi dan mengingatkan dalam masa-masa

kehidupan.

 Pergerakan wisatawan berlangsung pada tiga area geografi yaitu

daerah asal wisatawan, tempat ketika dia melakukan aktivitas

keseharian, seperti bekerja, belajar, tidur dan kebutuhan dasar lain.

Rutinitas ini mendorong seseorang untuk melakukan wisata dari daerah

asal, seseorang dapat mencari informasi tentang obyek dan daya tarik

wisata yang diminati, membuat pemesanan kemudian menuju ke

tempat tujuan wisata. Daerah tujuan wisata ini sering disebut dengan

ujung tombak pariwisata. Di daerah tujuan wisata dampak pariwisata

sangat dirasakan sehingga sangat dibutuhkan perencanaan dan

manajemen yang tepat.

 Industri pariwisata adalah industri yang menyediakan jasa, daya tarik,

dan sarana wisata. Sebagai contoh, biro perjalanan wisata dapat

ditemukan pada daerah asal wisatawan, penerbangan dapat ditemukan

baik di daerah asal maupun pada tempat transit serta akomodasi dapat

ditemukan pada daerah tujuan wisata.

Pariwisata merupakan kegiatan yang dapat dipahami dari banyak

pendekatan. Dalam Undang-undang RI nomor 10 tahun 2009 tentang

Kepariwisataan dijelaskan bahwa wisata adalah kegiatan perjalanan yang

dilakukan oleh sekelompok orang dengan mengunjungi tempat tertentu


22

untuk tujuan rekreasi, pengembangan pribadi, atau mempelajari keunikan

daya tarik wisata yang dikunjungi dalam jangka waktu sementara. Adapun

yang dimaksud dengan pariwisata sendiri adalah berbagai macam kegiatan

wisata dan didukung berbagai fasilitas serta layanan yang disediakan oleh

masyarakat, pengusaha, dan pemerintah (Ismayanti, 2010:3).

Wisata adalah kegiatan yang tidak dapat terlepas dari kehidupan

manusia. Setiap orang akan membutuhkan kegiatan berwisata dan

pariwisata baik yang dilakukan di dalam daerah maupun diluar daerah dari

tempat tinggalnya. Wisatawan dalam melakukan perjalanan dengan

berbagai tujuan antara lain bersenang-senang, tujuan bisnis dan

professional dan tujuan lain-lain sehingga wisatawan dibedakan menjadi

wisatawan vakansi dan wisatawan bisnis dengan cara tersendiri. Para

wisatawan dapat melakukan nya di dalam negeri atau pariwisata domestik

dan perjalanan keluar negeri atau mancanegara.

Manfaat wisata menurut Kotler (2006:273) membagi wisatawan

dari manfaat yang ingin diraihnya ketika melakukan perjalanan wisata.

Wisatawan dalam melakukan perjalanan wisata tentunya ingin

mendapatkan sesuatu karena perjalanan wisata harus berimbang dengan

perjalanan yang dilakukannya. Manfaat perjalanan yang dicari oleh setiap

orang beragam yaitu mulai dari kualitas yang merupakan kata kunci dalam

industri pariwisata. Kualitas disini berperan sangat penting bagi para

wisatawan yang mencari mutu yang tinggi dan berapapun akan

dibayarnya. Pelayanan adalah serangkaian kegiatan yang dirancang untuk


23

memenuhi kepuasan wisatawan, pelayanan disini adalah inti dari kegiatan

wisata dan membuat produk wisata menjadi unik. Aspek ekonomis yaitu

sebagian wisatawan menginginkan manfaat ekonomis dari pariwisata,

mereka akan memperhitungkan untung dan rugi dari setiap keputusan

berwisata. Para wisatawan juga membutuhkan ketepatan dan kecepatan

dalam hal penyediaan jasa. Keragaman perjalanan wisata dibentuk dari

karakter-karakter manusia yang berbeda-beda. Wisatawan dapat

dikelompokkan berdasarkan jenisnya. Para ahli mengembangkan beragam

jenis wisatawan pada prinsipnya perilaku jenis wisatawan mempunyai

jenis yang sama yaitu motivasi kegiatan dan perjalanan. Adapun fasilitas

yang digunakan wisatawan adalah transportasi yang meliputi angkutan

darat, air dan udara. Angkutan udara digunakan oleh para wisatawan

dalam jarak jauh dan waktu tempuh yang panjang, sedangkan angkutan

darat digunakan untuk menjemput kedatangan wisatawan sesuai dengan

rute perjalanan. Transportasi darat dapat mencapai daerah yang sulit

bahkan area yang sulit sekalipun. Transportasi air memberikan

kenyamanan tersendiri bagi para wisatawan misal kapal feri, kapal pesiar,

kapal danau dan perahu.

Sarana akomodasi sangat dibutuhkan untuk setiap kegiatan

wisata, karena kegiatannya membutuhkan waktu lebih dari 1 hari.

Sehingga seluruh akomodasi umumnya menyediakan jasa pelayanan

penginapan yang dilengkapi dengan makan dan minum serta jasa lain

dalam wujud yang seragam. Beragam jenis daya tarik wisata memberikan
24

peluang kunjungan yang lebih banyak dan di butuhkan. Keanekaragaman

telah melahirkan potensi daya tarik wisata memerlukan perhatian dari

pihak pengelola baik dalam menggali potensi maupun untuk melestarikan

sehingga tercipta pariwisata yang berkelanjutan dan berkesinambungan.

Usaha daya tarik wisata sangat diperlukan dalam menciptakan manfaat

ekonomi, sosial dan lingkungan dari industri pariwisata. Daya tarik

merupakan fokus utama dari industri pariwisata,

2.1.3. Unsur-unsur Manajemen Wisata

Unsur adalah kesatuan yang tidak dapat dipisahkan dan berkaitan

satu sama lainnya. Manullang (1996:1) menyebutkan manajemen memiliki

unsur-unsur yang saling mendukung dan tidak dapat dipisahkan yaitu 6 M

meliputi:

1) Man (Manusia)

Manusia merupakan unsur pendukung yang paling penting

untuk pencapaian sebuah tujuan yang telah ditentukan sehingga

berhasil atau gagalnya suatu manajemen tergantung pada

kemampuan untuk mendorong dan menggerakkan orang-orang ke

arah tujuan yang hendak dicapai.

2) Money (uang)

Segala aktivitas dalam sebuah lembaga tentu membutuhkan

uang operasional kegiatan.


25

3) Material

Dalam proses kegiatan, manusia membutuhkan bahan-bahan

materi, karena materi merupakan unsur pendukung manajemen dalam

rangka pencapaian tujuan.

4) Machine (mesin)

Peranan mesin sangat dibutuhkan agar proses produksi dan

pekerjaan bisa berjalan efektif dan efisien.

5) Method (metode)

Untuk pelaksanaan pekerjaan perusahaan perlu membuat

alternatif-alternatif cara (metode) agar produk bisa berdaya guna dan

berhasil guna dan sesuai dengan perkembangan yang menawarkan

berbagai metode baru untuk lebih cepat dan baik dalam menghasilkan

barang dan jasa.

6) Market (pemasaran)

Bagi kegiatan yang bergerak di bidang wisata, pasar sangat

penting sebagai pencapaian tujuan akhir. Pasar yang menghendaki

seorang manajer untuk mempunyai orientasi. Penjelasan tentang 6M

kaitannya dengan fungsi manajemen Menurut Leiper pengelolaan

manajemen merujuk kepada seperangkat peranan atau fungsi

manajemen yaitu planning, directing, organizing dan controlling.


26

2.1.4 Metode Pengelolaan Wisata

1) Pengonsultasian dengan semua pemangku kepentingan

Menurut WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183

pengelolaan wisata dalam hal ini dapat dilakukan dengan beragam cara,

seperti melalui pertemuan formal dan terstruktur dengan pelaku industri

pariwisata, dewan pariwisata, konsultasi publik dan subyek tertentu,

penjajakan dan survei, konsultasi kebijakan dengan beragam kelompok

dan melalui interaksi antara departemen pemerintah terkait dengan

berbagai pihak sesuai subyek yang ditentukan. (Pitana & Diarta, 2009:

88-89).

2) Pengidentifikasian Isu

Isu pariwisata akan semakin beragam seiring dengan

meningkatnya skala kegiatan yang dilakukan. Isu-isu yang mungkin

muncul dalam skala kegiatan pariwisata, misalnya penyebaran dan

ketimpangan pendapatan antar wilayah; pembangunan infrastruktur

termasuk transportasi, akomodasi dan abstraksi; investasi, termasuk

akses kepada modal dan investasi asing.

3) Penyusunan Kebijakan

Kebijakan ini yang disusun mungkin akan berdampak langsung

maupun tidak langsung dengan pariwisata. Kebijakan ini akan menjadi

tuntunan bagi pelaku pariwisata dalam mewujudkan visi dan misi

pembangunan pariwisata.
27

4) Pembentukan dan Pendanaan Agen dengan Tugas khusus

Agen ini bertujuan menghasilkan rencana strategis sebagai

panduan dalam pemasaran dan pengembangan fisik di daerah tujuan

wisata. Agen ini juga bertugas melakukan riset pasar, pemasaran daerah

tujuan wisata dan mendorong fasilitas dan perusahaan pariwisata.

5) Penyediaan Fasilitas dan Operasi

Hal ini terutama berkaitan dengan situasi dimana pelaku usaha

tidak mampu menyediakan fasilitas secara mandiri. Pemerintah berperan

dalam memberikan modal usaha, pemberian subsidi kepada fasilitas dan

pelayanan yang vital tetapi tidak mampu membiayai dirinya sendiri tetapi

jangka panjang menjadi penentu keberhasilan pembangunan pariwisata

(WTO, dalam Richardson dan Fluker, 2004: 183).

2.1.5 Model Pengelolaan Wisata dan Dampak Sosial Budaya

Untuk mencapai tujuan pariwisata yang berkelanjutan baik secara

ekonomi, sosial budaya dan lingkungan, maka pengelola wajib melakukan

manajemen sumber daya yang efektif. Berkembangnya pariwisata

menimbulkan berbagai dampak sosial. Menurut WTO,1980:12-13 dampak

pariwisata dapat dipetakan kedalam beberapa hal antara lain sebagai

berikut:

1) Berkembang atau hilangnya budaya lokal

Beberapa daerah tujuan wisata (misalnya Bali, lihat Pitana,

2002 dan Diarta, 2006) mampu mengembangkan budaya lokalnya

akibat keberadaan interaksinya dengan pariwisata. Hal ini misalnya


28

semakin suburnya kesenian tradisional berupa seni tan, lukis, patung

dan sebagainya.

2) Perlindungan atau perusakan terhadap cagar budaya

Munculnya kesadaran akan perlindungan terhadap lingkungan

alam dan budaya yang berada di kawasan lingkungan tersebut. Hal ini

merupakan asset suatu daerah yang menjadi daya tarik wisata.

Terkadang keberadaan pariwisata justru menjadi pemicu perusakan

dan degradasi kualitas cagar budaya tersebut.

3) Perlindungan atau perusakan kontur alam.

Pariwisata juga berdampak pada keberadaan dan keaslian

kontur alam. Kontur alam dalam konteks ini maksudnya adalah

perlindungan lingkungan alam misalnya mencegah kebanjiran,

kekeringan dan sebagainya.

4) Perlindungan atau perusakan monumen bernilai sejarah

Monumen sejarah yang menjadi atraksi berkelas dunia sering

mengundang banyak wisatawan. Tidak jarang sebagian dan monumen

sejarah tersebut mendapat perlakuan yang berbeda. Di satu sisi

pemerintah memberikan perlindungan dan pemeliharaan terhadap

monumen. Hal ini diikuti kesadaran masyarakat dan wisatawan untuk

melestarikannya. Namun disisi lain tidak jarang pula sebagian dan

mereka justru merusak, menghancurkan dan menurunkan kualitas

objek tersebut dengan perusakan fisik langsung.


29

5) Polusi terhadap keberadaan arsitektur tradisional

Masuknya arsitektur modern ke dunia pedesaan atau daerah

tujuan wisata di satu sisi mungkin bermanfaat. Misalnya, teknik

pembangunan yang tahan gempa. Namun, arsitektur tradisional sarat

nilai dan filosofis. Tidak jarang arsitektur tradisional justru menjadi

daya tarik yang eksotik dan bersifat etnik bagi wisatawan. Dampak

positif misalnya jika dibangun menggunakan arsitektur modern

dipadukan dengan prinsip-prinsip arsitektur tradisional.

2.1 Tinjauan tentang Wisata Religi

2.1.1 Pengertian Wisata religi

Wisata berasal dari bahasa sansekerta VIS yang berarti tempat tinggal

masuk dan duduk. Kemudian kata tersebut berkembang menjadi Vicata

dalam bahasa Jawa Kawi kuno disebut dengan wisata yang berarti

berpergian. Kata wisata kemudian memperoleh perkembangan pemaknaan

sebagai perjalanan atau sebagian perjalanan yang dilakukan secara sukarela

serta bersifat sementara untuk menikmati obyek dan daya tarik wisata

(Khodiyat & Ramaini, 1992: 123).

Wisata religi yang dimaksudkan disini lebih mengarah kepada wisata

ziarah. Secara etimologi ziarah berasal dan bahasa Arab yaitu zaaru,

yazuuru, Ziyarotan. Ziarah dapat berarti kunjungan, baik kepada orang yang

masih hidup maupun yang sudah meninggal, namun dalam aktivitas

pemahaman masyarakat kunjungan kepada orang yang telah meninggal

melalui kuburannya. Kegiatannya pun lazim disebut dengan ziarah kubur.


30

Dalam Islam, ziarah kubur dianggap sebagai perbuatan sunah yaitu

apabila dikerjakan mendapat pahala dan apabila ditinggalkan tidak berdosa.

Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebih-lebihkan

sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Tradisi ini pun dihidupkan

kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian (Ruslan, 2007: 6).

Praktik ziarah sebenarnya telah ada sebelum Islam, namun dilebih-

lebihkan sehingga Rasulullah sempat melarangnya. Tradisi inipun

dihidupkan kembali bahkan dianjurkan untuk mengingat kematian.

Perkembangan pariwisata Indonesia mengalami pasang surut tidak sesuai

dengan perkembangan zaman. Hal tersebut berlaku pula terhadap pariwisata

religi yang berada di Indonesia, obyek wisata potensial yang dewasa ini

banyak dikunjungi baik oleh wisatawan domestik maupun mancanegara.

Kecenderungan wisatawan lebih suka memilih wisata religi dibandingkan

dengan obyek wisata lainnya. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah

sudah selayaknya mengupayakan agar obyek wisata religi lebih ditingkatkan

dengan merencanakan dan melakukan strategi yang matang serta efektif agar

pariwisata religi dapat berperan aktif dalam meningkatkan devisa di

Indonesia.

Indonesia merupakan sebuah negara yang penduduknya menganut

beberapa agama Islam, Kristen, Katolik, Protestan, Hindu, Budha. Contoh

dari wisata religi, perayaan tahun baru Agama Budha (Waisyak) di Candi

Borobudur yang mendatangkan wisatawan domestik dari seluruh Indonesia,

pemeluk agama Budha dari seluruh dunia, Perayaan Hari Eka Dasa Rudra
31

(1979) yang diselenggarakan setiap 100 tahun, dan Hari Panca Wali Krama

yang diselenggarakan setiap 10 tahun, di Pura Besakih Bali berhasil menarik

jutaan umat Hindu seluruh dunia. Di luar negeri Umar Kristen secara teratur

melakukan perjalanan agama ke pusat agama Katolik di Vatikan Roma,

Gerramergam, Lourdes dan setiap cabang gereja yang ada.

Umat Protestan berbondong-bondong mengunjungi gereja megah

seperti Notre Dame Catedral di Paris atau Saint Peter di Roma. Di antara

sekian banyak tempat ziarah yang paling terkenal yang ada di dunia adalah

kunjungan ke Mekkah dan Madinah untuk ibadah haji dan ke Israel untuk

ziarah bagi umat Islam. Bahkan di luar negeri sejak agama berkembang

beberapa ratus tahun yang lalu pariwisata religi ini telah dilakukan jutaan

umat manusia secara berkelompok. Mereka melakukan perjalanan untuk

memberikan penghormatan ke tempat suci tertentu sebagai penebusan dosa

atau untuk memenuhi janji ketika sakit (Mc. Intoch, 1972: 35-36).

Hal yang sama juga berlaku bagi umat Kristen dan Protestan di

Indonesia yang pergi ke Roma dan Yerussalem untuk turut merayakan Natal,

namun dapat dikatakan hampir tidak ada wisatawan mancanegara yang

datang ke Indonesia. Salah satu moment besar yang berkaitan dengan

perkembangan agama Islam di Indonesia dan berhasil mendatangkan

wisatawan mancanegara dalam jumlah besar adalah festival Istiqlal (1990)

(Raqayah Danasaputro, 2009).

Sesungguhnya pariwisata telah dimulai sejak dimulainya peradaban

manusia itu sendiri yang ditandai dengan adanya pergerakan manusia yang
32

melakukan ziarah atau perjalanan agama lain. Namun demikian tonggak-

tonggak sejarah dalam wisata sebagai fenomena modern dapat ditelusuri dan

perjalanan Marcopolo (1054-1324) yang menjelajahi Eropa dan Tiongkok.

Untuk kembali ke Venesia, perjalanan pangeran Henry (1394-1460).

Christopher Colombus (1451 -1506) dan Vasco da Gama sedangkan sebagai

kegiatan ekonomi. pariwisata baru berkembang pada awal abad ke- 19 dan

sebagai industri Internasional pariwisata tahun 1869 (Crick, 1989: Grabum

dan Jafari, 1991; Pitana dan Gayatri, 2005).

Para teolog Islam merumuskan dua macam ziarah yakni:

- Ziarah Syar„iyah, yaitu ziarah yang dilakukan dengan maksud

mendo‟akan si mayat dan mengambil pelajaran (I„tibar) dengan keadaan

mereka pada waktu masih hidup. Mereka telah mati, telah dipendam,

telah menjadi tanah dan mereka telah menjumpai apa yang telah mereka

perbuat baik berupa kebaikan atau keburukan.

- Ziarah Bid’iyah (svirkiyah), yaitu ziarah yang dimaksudkan memohon

kepada si mayat untuk memenuhi hajat seseorang atau meminta do‟a dan

syafaat kepadanya atau berdoa di dekat kuburannya dengan keyakinan

bahwa do‟anya lebih terkabul.

MUI perlu mengeluarkan fatwa sehubungan dengan adanya

penyimpangan oleh praktik keagamaan dalam makam yang mengarah pada

perbuatan syirik. MUI perlu mengadakan re-edukasi terhadap masyarakat

peziarah untuk memberikan pemahaman yang benar tentang makam dan

aktivitas ritualnya, sehingga dapat mengeliminir pemahaman bahwa makam


33

adalah keramat. MUI perlu mengadakan pelurusan pemahaman agama Islam

di kalangan juru kunci makam, mubaligh dan peziarah

(http://aslibumiayu.wordpress.com/2010/08/12).

2.1.2 Fungsi Wisata Religi

Wisata religi dilakukan dalam rangka mengambil ibrah atau

pelajaran dan ciptaan Allah atau sejarah peradaban manusia untuk

membuka hati sehingga menumbuhkan kesadaran bahwa hidup di dunia

ini tidak kekal.

Wisata pada hakikatnya adalah perjalanan untuk menyaksikan

tanda-tanda kekuasaan Allah, implementasinya dalam wisata kaitannya

dengan proses dakwah dengan menanamkan kepercayaan akan adanya

tanda-tanda kebesaran Allah sebagai bukti ditunjukkan berupa ayat-ayat

dalam Al qur‟an.

2.1.3 Bentuk- bentuk Wisata Religi

Wisata religi dimaknai sebagai kegiatan wisata ke tempat yang

memiliki makna khusus, biasanya berupa tempat yang memiliki makna

khusus.

1. Masjid sebagai tempat pusat keagamaan dimana masjid digunakan

untuk beribadah sholat, i‟tikaf, adzan dan iqomah.

2. Makam dalam tradisi Jawa, tempat yang mengandung kesakralan .

makam dalam bahasa Jawa merupakan penyebutan yang lebih tinggi

(hormat) pesarean, sebuah kata benda yang berasal dan sare, (tidur).
34

Dalam pandangan tradisional, makam merupakan tempat peristirahatan

(Suryono Agus, 2004: 7)

3. Candi sebagai unsur pada jaman purba yang kemudian kedudukannya

digantikan oleh makam.

2.1.4 Tujuan Wisata Religi

Tujuan wisata religi mempunyai makna yang dapat dijadikan

pedoman untuk menyampaikan syiar islam di seluruh dunia, dijadikan

sebagai pelajaran, untuk mengingat ke-Esaan Allah. Mengajak dan

menuntun manusia supaya tidak tersesat kepada syirik atau mengarah

kepada kekufuran (Ruslan, 2007:10).

Ada 4 faktor yang mempunyai pengaruh penting dalam

pengelolaan wisata religi yaitu lingkungan eksternal, sumber daya dan

kemampuan internal, serta tujuan yang akan dicapai. Suatu keadaan,

kekuatan, yang saling berhubungan dimana lembaga atau organisasi

mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut lingkungan internal,

sedangkan suatu keadaan, kondisi, peristiwa dimana organisasi atau

lembaga tidak mempunyai kekuatan untuk mengendalikan disebut

lingkungan eksternal. Kaitan antara wisata religi dengan aktivitas dalam

adalah tujuan dari wisata ziarah itu sendiri (RD.Jatmiko, 2003:30).

Abidin (1991: 64) menyebutkan bahwa tujuan ziarah kubur adalah

1. Islam mensyariatkan ziarah kubur untuk mengambil pelajaran dan

mengingatkan akan kehidupan akhirat dengan syarat tidak melakukan


35

perbuatan yang membuat Allah murka, seperti minta restu dan doa

dari orang yang meninggal.

2. Mengambil manfaat dengan mengingat kematian orang-orang yang

sudah wafat dijadikannya pelajaran bagi orang yang hidup bahwa kita

akan mengalami seperti apa yang mereka alami yaitu kematian.

3. Orang yang meninggal diziarahi agar memperoleh manfaat dengan

ucapan doa dan salam oleh para peziarah tersebut dan mendapatkan

ampunan.

Muatan dakwah dalam wisata religi adalah sebagai berikut:

1. Al-Hikmah ( ‫) الحكمة‬

Sebagai metode dakwah yang diartikan secara bijaksana, akal budi

yang mulia, dada yang lapang, hati yang bersih dan menarik perhatian

orang kepada agama atau Tuhan.

2. Al-Mauidhah Hasanah (‫)الموعظة الحسنة‬

Mauidhah hasanah dapat diartikan sebagai ungkapan yang

mengandung unsur bimbingan, pendidikan, pengajaran kisah, berita

gembira, peringatan, pesan-pesan positif (wasiat) yang dapat dijadikan

pedoman dalam kehidupan agar mendapatkan keselamatan di dunia dan

akhirat (Munir, 2003: 17).


36

BAB III

TINJAUAN TENTANG OBYEK DAN DAYA TARIK WISATA

MAKAM SULTAN HADIWIJAYA

3.1 Gambaran Umum Kabupaten

3.1.1 Kondisi Geografis

Gambar 1. Peta Lokasi Kabupaten Sragen

Lokasi makam Sultan Hadiwijaya berada di Kabupaten Sragen.

Kabupaten Sragen terletak 7105’-7030’ LS dan 110045’-111010’ BT.

Kabupaten Sragen berada di daerah aliran Sungai Bengawan Solo yang

mengalir dari arah timur. Sebelah utara merupakan wilayah perbukitan,

yang merupakan bagian dari pegunungan Kendeng. Sementara itu di

bagian selatan berupa lereng gunung Lawu. Adapun Batas-Batas

Kabupaten Sragen adalah :

a. Sebelah Utara berbatasan dengan Kabupaten Grobogan

b. Sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Ngawi (Jawa Timur)

c. Sebelah Selatan berbatasan dengan Kabupaten Karanganyar

d. Sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Boyolali.

36
37

Luas wilayah kabupaten Sragen adalah 946,49 Km2. Kabupaten

Sragen terdiri atas 20 Kecamatan yaitu Gemolong, Gesi, Gondang, JEnar,

Kalijambe, Karangmalang, Kedawung, Masaran, Miri, Mandokan,

Ngrampal, Plupuh, Sambirejo, Sambungmacan, Sidoharjo, Sragen,

Sukodono, Sumberlawang, Tangen dan Tanon. Makam Sultan Hadiwijaya

terletak di Kecamatan Plupuh Sragen. Kabupaten Sragen terletak di jalur

utama transportasi Jawa Tengah – Jawa Timur di lintas Selatan.

Kabupaten Sragen dilintasi oleh semua jalur transportasi darat, baik bus

maupun kereta api. Untuk jalur kereta api Sragen dilintasi oleh jalur

Gundih- Solo Balapan dengan Stasiun terbesarnya yaitu di Gemolong.

3.1.2 Sejarah Kabupaten Sragen

Kelahiran Kabupaten Sragen tidak terlepas dari keberadaan

Pangeran Mangkubumi adik dari Sunan Pakubuwono II dari Mataram.

Pangeran Mangkubumi sangat membenci kolonialis Belanda. Kebencian

Pangeran Mangkubumi semakin bertambah setelah Belanda banyak

mengintervensi Mataram sebagai pemerintah yang berdaulat. Oleh karena

itu dengan tekad yang kuat, Mangkubumi melarikan diri dari istana dan

menyatakan perang terhadap Belanda. Peperangan antara Mangkubumi

dan Belanda disebut Perang Mangkubumen yang terjadi pada tahun 1746-

1757. Dalam Peperangan itu Mangkubumi dan pasukannya dari keraton

bergerak melewati desa-desa Cemara, Tingkir, Wonosari, Karangsari,

Ngerang, Butuh dan Gayang. Mangkubumi dan pasukan melanjutkan


38

perjalanan ke desa Pandak, Karangnangka kemudian masuk daerah

Sukowati.

Di Desa Sukowati Pangeran Mangkubumi membentuk

pemerintahan pemberontak yaitu, di desa Pandak Karangnongko yang

dijadikan pusat pemerintahan yaitu Projo Sukowati. Atas dasar itu

Mangkubumi meresmikan namanya menjadi Pangeran Sukowati serta

mengangkat beberapa pejabat pemerintah.

Secara geografis Sukowati terletak di tepi Jalan Tentara Kompeni

di Jalur Surakarta-Madiun. Karena pusat pemerintahan Sukowati dianggap

kurang aman, kemudian pada tahun 1746 dipindahkan di Desa Gebang

yang terletak di sebelah Tenggara Desa Pandak Karangnongko. Sejak saat

itu Pangeran Sukowati memperluas wilayah kekuasaannya yang meliputi

Desa Krikilan, Pakis, Jati, Prampalan, Mojoroto, Celep, Jurangrejo,

Kaliwuluh, Jumbleng, Lajersari dan beberapa desa lain.

Daerah kekuasaan dan jumlah pasukan Pangeran Sukowati

semakin besar. Pangeran Sukowati terus menerus melakukan perlawanan

terhadap Belanda dengan bekerjasama dengan saudaranya Raden Mas

Said. Perlawanan Pangeran Sukowati berakhir dengan perjanjian Giyanti

pada tahun 1755 yang terkenal dengan Perjanjian Palihan Negari. Dalam

perjanjian itu wilayah dibagi menjadi Kasunanan Surakarta dan

Kasultanan Yogyakarta. Pangeran Sukowati menjadi Sultan

Hamengkubuwono ke-1 pada perjanjian Salatiga tahun 1757, dan Raden


39

Mas Said ditetapkan menjadi Adipati Mangkubuwono I dengan mendapat

sebagian wilayah Kasunanan Surakarta.

Selanjutnya sejak tgl 12 Oktober 1840 dengan surat Sunan

Pakubuwono VII yaitu Angger-Angger Gunung (surat wasiat dari Raja)

daerah yang berlokasi strategis ditunjuk menjadi pos tundan, yang

dinyatakan sebagai tempat untuk menjaga ketertiban dan keamanan lalu

lintas, pemeriksaan barang dan surat jalan serta jembatan. Salah satunya

wilayah yang dianggap strategis adalah wilayah Sragen, sehingga

diwilayah itu didirikan pos tundan Sragen.

Perkembangan selanjutnya, sejak tanggal 5 Juni 1847 Sunan

Pakubuwono VII dengan persetujuan Residen Surakarta yaitu Baron de

Geer diperintahkan untuk melakukan tugas kepolisian wilayah Sragen

dengan sebutan Kabupaten Pulisi Sragen. Berdasarkan staatsblaad no. 32

tahun 1854 di setiap Kabupaten Pulisi diangkat seorang ketua yang

dibantu oleh Kliwon,” Panewu Rangga” 1 dan kaum,”.

Sejak pemerintahan Sunan Pakubuwono VIII dan seterusnya di

Sragen dilakukan reformasi terus menerus di bidang pemerintahan yang

pada akhirnya Kabupaten Gunung Pulisi Sragen disempurnakan menjadi

Kabupaten Pangreh Praja. Perubahan ini ditetapkan pada zaman

pemerintahan Pakubuwono X. Menurut Rijkblaad No. 23 tahun 1918

Kabupaten Pangreh Praja dijadikan daerah otonom untuk melaksanakan

kekuasaan hukum dan pemerintahan. Pada akhirnya memasuki

1
Merupakan jabatan di atas demang atau jajar
40

pemerintahan Republik Indonesia Kabupaten Pangreh Praja Sragen

menjadi Pemerintah Daerah Kabupaten Sragen (Wiyono, 2007:2).

Kabupaten Sragen yang sebelumnya bernama Sukowati dan

digunakan sejak kekuasaan kerajaan (Kasunanan) Surakarta, kemudian

digunakan sebagai pusat pemerintahan yang baru.2 Hari jadi kabupaten

Sragen ditetapkan dengan Perda nomor 4 tahun 1987, yaitu hari Selasa

Pon, tanggal 27 mei 1746. Hari dan Tanggal tersebut adalah hasil

penelitian serta kajian dari fakta sejarah ketika Pangeran Mangkubumi

yang menjadi Sri Sultan Hamengkubuwono yang I menjadi tonggak

pertama yang melakukan perlawanan terhadap Belanda menuju bangsa

yang berdaulat dengan membentuk suatu pemerintahan lokal di desa

Pandak, Karangnongko masuk tlatah Sukowati sebelah timur.

Pariwisata dewasa ini adalah mega bisnis. Jutaan orang

mengeluarkan triliunan dolar AS, meninggalkan rumah dan pekerjaan

untuk memuaskan dan membahagiakan diri (pleasure) dan untuk

menghabiskan waktu luang. Hal ini menjadi bagian penting dari dalam

kehidupan dan gaya hidup di negara-negara maju. Namun demikian

memposisikan pariwisata sebagai bagian esensial dalam kehidupan sehari-

hari merupakan fenomena yang relatif baru. Hal ini mulai terlihat sejak

berakhirnya perang dunia II disaat pariwisata meledak dalam skala besar

sebagai salah satu kekuatan sosial dan ekonomi (Mac Donald, 2004: 7).

2
Di wilayah Sragen terdapat situs arkeologi yaitu Sangiran yang ditempat itu ditemukan
manusia purba dan binatang purba yang sebagian disimpan di Musium Fosil Sangiran
41

3.2 Gambaran Umum Makam Sultan Hadiwijaya

Makam Sultan Hadiwijaya merupakan obyek dan daya tarik wisata

religi terkemuka di Kota Sragen, Makam Sultan Hadiwijaya terletak di bagian

selatan Kecamatan Plupuh.

Kec. Tanon

Kec. Gemolong

Kec. Masaran

Kab. Karanganyar

Gambar 2. Peta Kecamatan Plupuh

Adapun batas-batas wilayah kecamatan adalah sebagai berikut:

- Sebelah Utara kecamatan Tanon

- Sebelah Timur kecamatan Masaran

- Sebelah Selatan kabupaten Karanganyar

- Sebelah Barat kecamatan Gemolong

Makam Sultan Hadiwijaya dibangun oleh Pakubuwono X pada tahun

1930. Selanjutnya dilanjutkan dengan pembangunan masjid. Pengelolaan

makam Butuh dikelola secara turun temurun yaitu langsung dari Keraton

Surakarta diwakilkan kepada juru kunci yaitu Pak Sarjono yang telah

meninggal digantikan oleh anaknya bernama Aziz sampai sekarang yang juga

sebagai abdi dalem Keraton Surakarta. Makam Sultan Hadiwijaya pada setiap

bulan Mei diadakan acara tahunan yaitu kunjungan dari Bupati beserta staff,
42

kunjungan ke makam Sukowati, makam Butuh, dan makam para leluhur.

Keterlibatan Dinas Pariwisata dalam pengelolaan makam Sultan Hadiwijaya

sekedar mengadakan kunjungan bahwa di Sragen terdapat situs sejarah.

Tabel 1 Pembagian Wilayah Administratif


Jumlah Jumlah
No Nama Desa Pusat Desa
Dukuh RT
1 Jembangan Jembangan 10 14

2 Sidokerto Talun 10 16

3 Jabung Jabung 9 15

4 Pungsari Tanjungsari 9 12

5 Manyarejo Manyarejo 8 12

6 Gedongan Gedongan 7 18

7 Plupuh Plupuh 17 17

8 Cangkol Cangkol 12 17

9 Somoromorodukuh Balai Rakyat 12 17

10 Sambirejo Sambirejo 16 26

11 Dari Dari 16 16

12 Karangnyar Karanganyar 6 17

13 Gentan Banaran Kangkung 15 19

14 Karungan Karungan 8 14

15 Karangwaru Karangwaru 10 15

16 Ngrombo Ngrombo 14 19

Sumber: www.sragen.go.id/home.phpmenu25 Januari 2010.

Luas kecamatan Plupuh adalah 4.836 Ha terdiri dari 16 desa dan 169

dukuh terbagi dalam 264 RT. Kecamatan Plupuh terletak di bagian Barat

Kabupaten Sragen. Kantor Kecamatan Plupuh terletak di jalan Sambirejo No.1

Plupuh Sragen.
43

3.3 Alur Perjalanan Wisata Ziarah ke Makam Sultan Hadiwijaya

Memasuki area pemakaman, peziarah melewati masjid terlebih dahulu

untuk menuju ke pesarean. Kemudian peziarah dapat beristirahat di masjid

atau langsung menuju ke pemakaman. Kendaraan para peziarah dapat parkir di

lokasi yang telah disediakan. Peziarah yang memasuki pintu gerbang di kanan

kiri akan melihat pemakaman umum. Setelah melewati pintu gerbang para

peziarah akan bertemu dengan juru kunci makam di mana di halaman

bangunan utama terdapat makam kerabat Sultan Hadiwijaya, tugas juru kunci

di sini memberikan penjelasan-penjelasan baik secara lisan maupun sesuai

dengan tulisan-tulisan yang tertera di dinding bangunan makam. Setelah

memasuki bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya para peziarah dapat

mengambil wadah yang dipersiapkan untuk menaruh bunga dan dupa

berfungsi sebagai pewangi. Peziarah dapat langsung menuju makam atau

ruang baca. Di ruang ini pengunjung yang berminat dapat membaca dokumen

– dokumen yang ada sembari beristirahat. Situasi Makam Butuh Sultan

Hadiwijaya. Para peziarah yang datang setelah beristirahat di Masjid

kemudian mereka menuju makam Sultan Hadiwijaya melewati pintu gerbang

pertama yang dilanjutkan menuju pintu gerbang utama pada Makam Sultan

Hadiwijaya. Didalam bangunan utama makam Sultan Hadiwijaya terdapat

sembilan makam yang meliputi makam kedua orang tua Sultan Hadiwijaya

yaitu KA Kebo Kenongo, Ny A.Kebo Kenongo yang terletak di Sebelah

Utara,kemudian Sultan Hadiwijaya yang sejajar dengan anaknya KP Benowo

terletak disebelah Barat,sebelah Selatan terdapat tiga makam yang merupakan


44

sahabat karib Sultan Hadiwijaya yaitu KP Monconegoro, K. Tmg Wilomarto

dan K. Tmg.Wuragil. Pada sisi kanan dan kiri pintu masuk utama masih di

dalam bangunan terdapat makam KP Tedjowulan dan KRt Kadilangu putra

Sultan Hadiwijaya. Pada bagian Selatan masih satu atap dengan bangunan

utama terdapat tempat juru kunci untuk menerima tamu atau ruang informasi

dan ruang baca. Sementara itu di luar bangunan utama sebelah Barat terdapat

makam KPH Sinawung putra Sultan Hadiwijaya. Selanjutnya diluar pintu

masuk utama Sebelah Timur terdapat empat makam yaitu KR Adi Negoro,

Istri, Ray Pagedongan, dan Ray Kodok Ijo.Di bagian Selatan terdapat tiga

makam yaitu KA Ngerang, Ny. Ageng Ngerang, KPH Mas Demang Brang

Wetan. Kemudian di sebelah Utara terdapat getek tambak boro yang

digunakan sebagai kendaraan pada waktu Sultan Hadiwijaya masih hidup.

Untuk lebih jelas dapat dilihat pada lampiran.

Para peziarah (Gb. 1) masuk di area


masjid Makam Sultan Hadiwijaya.
Kendaraan dapat diparkir di lokasi parkir
yang telah disediakan. Satu hal yang
menarik di tempat parkir telah disediakan
kotak amal, sehingga para peziarah dapat
memasukkan uang langsung ke dalam
kotak tersebut.
45

Para peziarah memasuki pintu


gerbang makam Sultan Hadiwijaya
(Gb. 2) untuk melaksanakan tujuan
mereka datang ke makam Sultan
Hadiwijaya sesuai dengan niatan
masing-masing.

Umumnya peziarah yang datang di


kompleks makam Sultan Hadiwijaya
adalah untuk mendoakan mereka
yang telah meninggal.

Para peziarah memasuki pintu


gerbang (Gb. 3) para peziarah
memasuki bangunan utama Makam
Sultan Hadiwijaya yaitu untuk
melaksanakan tujuan mereka datang
untuk mendoakan para ahli kubur
atau dapat membaca dokumen-
dokumen di ruang baca.
46

Material wisata yang terdapat di


bangunan Makam Sultan Hadiwijaya
(Gb. 4) meliputi buku-buku bacaan
yang berisi tentang ilmu-ilmu agama.
Skema tulisan pada dinding makam
atau buku yang telah dibuat oleh juru
kunci makam yang berisi tentang
peringatan-peringatan tujuan ziarah
kubur dengan maksud agar para
peziarah terhindar dari hal-hal yang
menyimpang.

Pada kompleks Makam Sultan


Hadiwijaya (Gb.5) para pengunjung
dapat melihat makam kerabat yang
terdapat di sisi kanan dan kiri
bangunan makam Sultan Hadiwijaya

Selain itu pengunjung juga dapat


menyaksikan peninggalan ini antara
lain getek Tambakboro (Gb. 6. Getek
Tambakboro adalah alat transportasi
air yang digunakan Sultan
Hadiwijaya pada waktu masih hidup.
Getek Tambakboro digunakan Sultan
Hadiwijaya untuk menyeberang
Sungai Bengawan
47

3.4 Ritual yang dilakukan di Makam Sultan Hadiwijaya

Selama ini ada 2 macam ritual yang dilakukan di kompleks Makam

Sultan Hadiwijaya adalah sebagai berikut :

1. Dzikir dan tahlil. Pada acara dzikir dan tahlil yang diadakan secara rutin

langsung dipimpin oleh pemuka agama atau tokoh agama setempat. Acara

dimulai pada malam jum’at pada pukul 21.00,tidak ada ritual khusus pada

saat pelaksanaan diawali dengan membaca fatihah, surat al ikhlas, An-nas,

Al Falaq dilanjutkan surat Al Baqarah, Yusuf dan seterusnya. Kemudian

bacaan tahlil ‫ الاله االّ اهلل‬. Dzikir dan tahlil ini ditujukan untuk senantiasa

mengingat Allah bahwa hidup di dunia ini hanyalah sementara.

Pelaksanaan Dzikir dan tahlil dilakukan di serambi masjid Sultan

Hadiwijaya diikuti oleh warga setempat dan juru kunci makam.

2. Khaul atau sering disebut dengan peringatan pada hari kematian. Acara

khaul di kompleks makam Sultan Hadiwijaya diadakan secara rutin pada

setiap tanggal 15 bulan Syawal. Kegiatan khaul ini meliputi pembacaan

do’a dan tahlil yang dipimpin oleh pemuka agama setempat dan santunan

fakir miskin yang diikuti oleh warga sekitar dan juru kunci makam.

Motivasi para peziarah yang datang ke makam Sultan Hadiwijaya

adalah peziarah yang datang didorong oleh motivasi agama melalui tuntunan

ajaran Islam, yaitu mereka berziarah dengan maksud mendoakan kepada ahli

kubur serta mengambil pelajaran akan arti mati bagi dirinya dan mengambil

suri tauladan terhadap jasa-jasa dan perjuangan ahli kubur ketika masih hidup.

Kedatangan para pengunjung ada yang hanya sekedar berwisata, mendoakan


48

para leluhur, melakukan penelitian ilmiah dan yang paling umum untuk

kunjungan ziarah untuk memanjatkan do’a .

Menurut Rais, salah satu pengunjung yang berasal dari Sragen, tidak

ada persyaratan khusus untuk berziarah ke makam Sultan Hadiwijaya, hanya

membawa bunga dan dupa jika perlu yang berfungsi sebagai pewangi dan

menyisipkan uang secara suka rela kedalam kotak yang telah disediakan atau

langsung kepada juru kunci makam. Rais mengatakan merasa nyaman dan

pikiran merasa tenang ziarah ditempat ini karena didukung suasana yang sejuk

dan bersih.

3.5 Biografi Tokoh

3.5.1 Lahirnya Sultan Hadiwijaya

Pada waktu malam hari dikisahkan dalam sebuah babad (Babad

Tanah Jawi) bahwa Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber. Pada

Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging melahirkan bayi laki-laki yang

tampan. Dikisahkan bahwa pada malam itu hujan turun dengan sangat

deras, orang yang mendalang disuruh berhenti.Bayi Sultan Hadiwijaya

kemudian dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng Tingkir. Bayi

diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata kepada Ki

Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya keyakinan

anak ini kelak tinggi derajatnya. Anak ini aku beri nama Mas Karebet,

karena lahirnya pada saat menanggap wayang beber.


49

3.5.2 Sultan Hadiwijaya Dijuluki Jaka Tingkir

Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo/ Ki ageng

Pengging sekitar 10 tahun berwajah tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang

kekar halus kulitnya berwajah ceria bagaikan emas yang diasah. Mas

Karebet sangat gemar terhadap wayang, ikut mengabdi kepada Ki dalang,

sehingga Bagus Karebet mampu memainkan wayang. Bagus Karebet yang

yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah sebabnya ia

lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai Ageng

Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di

pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin

menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka

Tingkir sering pergi ke hutan dalam waktu yang cukup lama misalnya, 3

hari atau 3 hari 3 malam. Ibu Jaka Tingkir menangis jika dia pulang.

Ibunya berkata pada Jaka Tingkir lebih baik kamu membantu mencangkul

di ladang bersama para pembantu. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul

pembantunya ke sawah sebelah timur sungai. Juru sawah tahu bahwa

tuannya datang, tetapi ketika saat makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin

menunggui sawah saja. Ketika itu Sunan Kalijaga datang dari sebelah

selatan sawah Jaka Tingkir sambil berteriak-teriak begini, hai anak muda

yang ada di sawah lekas pulang, karena kau calon Raja yang menguasai

tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke Demak .


50

3.5.3 Sultan Hadiwijaya Mengabdi ke Demak

Jaka Tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak,

menemui Ki Ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka

bertemu Ki Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng

kepada Ki Ganjur, yakni menyerahkan Jaka Tingkir agar mengabdi kepada

Baginda Sultan. Ki Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu

sudah kuterima putranya, tapi aku tidak memastikan diterima atau

tidaknya. Hal itu bergantung pada nasib anak sendiri, kemudian kedua

santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di tempat Ki Ganjur pekerjaannya

menghadap Baginda manakala ada pertemuan atau menyerahkan sesuatu

di masjid kecil Suranatan.

3.5.4 Sultan Hadiwijaya Diusir dari Demak

Dikisahkan, ada seorang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung

Awuk. Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya.

Ki Dadung Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama.

Lalu disampaikan kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat

tampang orang itu, sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang

oleh Jaka Tingkir. Krena di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau

dicoba dengan ditusuk keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu

ditusuk oleh Jaka Tingkir. Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman

tamtama disuruh ikut menusuknya dengan keris. Jenazah Ki Dadung

Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin terkenal kesaktiannya.


51

3.5.5 Sultan Hadiwijaya Berguru Ki Buyut Banyu Biru

Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian

diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan

dengan Mas Manca. Ki Buyut menghabiskan nasehatnya kepada Jaka

Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada

Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng

Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata.

Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu

kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau

Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada

yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan

keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya disuruh

membuang terlebih dahulu. Kerbau itu pasti mati kamu bunuh dan kamu

kuberi teman adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya

Ki Wiragil, serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga

orang itu jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi.

3.5.6 Sultan Hadiwijaya mendapat Ilham dari Kraton

Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya,

kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat

Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu.

Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir,

yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole,

bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah


52

kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka

dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil.

Mereka menasehati Jaka Tingkir karena pulung kraton Demak sudah pindah

kepada dirinya. Dia akan menggantikan Sultan Demak, tinggal dimohonkan

kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia dinasehati tentang laku

yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua orang Kiai tadi kepada

Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta siap menjalankan ajaran

itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta teman-temannya. Mereka

naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di desa Bulu, daerah Majenang,

kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali ke Kedung Srengenge. Jaka

Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan berjalan darat. Sejak saat

itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak.

3.5.7 Sultan Hadiwijaya Menjadi Sultan Pajang

Dikisahkan, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya

perempuan, dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran

Langgar. Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan,

kawin dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan

Pangeran Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir.

Bungsunya laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah

menikah, lalu diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya.

Dia menghadap ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah

gemah raharja, subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana.
53

Dikisahkan, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak,

Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak

ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah

Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada

yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang

menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata.

dia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu,

yang bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati

Madiun. Dari uraian di atas dapat diketahui siapa sebenarnya tokoh Sultan

Hadiwijaya,yang menjadi raja Pajang setelah melalui perjalanan panjang

mulai dari Sultan Hadiwijaya menjadi seorang tamtama sampai menjadi

menantu Sultan Trengono dari Demak. Setelah menjadi menantu Sultan

Trengono kemudian Sultan Hadiwijaya diangkat menjadi seorang Raja di

wilayah Pajang sekaligus sebagai raja penyebar agama Islam pada daerah

pedalaman jawa meliputi Jawa Tengah dan Jawa Timur pada peralihan Hindu

menuju Islam.
BAB IV
ANALISIS PENGELOLAAN WISATA RELIGI (Study Kasus Makam

Sultan Hadiwijaya untuk Pengembangan Dakwah)

4.1 Analisis Pengelolaan Wisata Religi untuk pengembangan dakwah di

Makam Sultan Hadiwijaya.

Makam Sultan Hadiwijaya terletak di desa Gedongan Kecamatan

Plupuh Kabupaten Sragen. Makam Sultan Hadiwijaya ini berada dalam jarak

sekitar 20 km dari kota Surakarta dan berada dekat dengan aliran sungai

Bengawan Solo. Luas Makam Sultan Hadiwijaya sekitar 4000 meter persegi

dan terdiri dari tiga teras yaitu bangunan makam Sultan Hadiwijaya beserta

kerabat, pemakaman umum yang berada di sebelah timur masjid dan serambi

masjid di area Makam Sultan Hadiwijaya. Pengembangan Dakwah di Makam

Sultan Hadiwijaya mengunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan

dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al hikmah dan Mauidhah

hasanah. Pengembangan makam ini menyangkut pengembangan wisata religi

implementasinya melalui program dzikir dan tahlil serta santunan fakir

miskin. Sebagai makam dari tokoh Keraton Pajang, makam ini menarik untuk

para wisatawan untuk beberapa tujuan, yaitu pertama adalah untuk

mendoakan para ahli kubur dan kerabat Sultan Hadiwijaya, kedua untuk

melakukan wisata, ketiga melakukan penelitian ilmiah, keempat untuk niat

beribadah dengan berziarah. Untuk tujuan kebutuhan para pengurus, makam

Sultan Hadiwijaya dikelola dengan cara tertentu. Lokasi wisata religi

kompleks makam Sultan Hadiwijaya dalam kesehariannya dijaga dan dirawat

54
55

oleh seorang juru kunci. Juru kunci ini saat ini dipegang oleh Aziz yang

sekaligus menjadi abdi dalem Keraton Surakarta. Aziz adalah anak dari

Sarjono juru kunci sebelumnya yang telah meninggal. Sebelum Sarjono

Makam ini dipegang oleh Gito Hastono kakek dari Aziz yang telah

meninggal. Status juru kunci makam ini selalu dipegang oleh orang-orang

dalam keluarganya sejak dulu secara turun temurun. Juru kunci makam yang

sekarang bertempat tinggal tidak jauh dari lokasi makam, berada di sebelah

utara makam. Kunjungan ke makam ini dapat dilakukan setiap saat dan

setiap waktu dalam hal ini juru kunci siap melayani.

Berkait pengelolaannya, makam ini langsung dikelola oleh Kraton

Surakarta. Pelaksana dari pengelola itu adalah juru kunci. Juru kunci dipilih

dan ditentukan oleh Kraton melalui proses penunjukan. Sejarah juru kunci

makam Sultan Hadiwijaya berawal sejak 3 generasi sampai saat ini yang

dipegang oleh anak Sarjono yang bernama Aziz, Aziz menggantikan ayahnya

semenjak ayahnya meninggal sampai sekarang. Tugas dari juru kunci makam

yang paling utama adalah menjaga dan merawat makam, hal ini dilakukan

dengan tujuan supaya makam terawat dengan baik dan terjaga keamanannya

dan terhindar dari kerusakan pada bangunan. Adapun tindakan yang

dilakukan oleh juru kunci jika terjadi kerusakan pada bangunan makam

adalah melaporkan kepada Kraton Surakarta untuk meminta dana perbaikan.

Selanjutnya dana yang diperoleh dari Kraton maupun dari hasil kotak amal

yang dibukukan pada setiap bulan dipergunakan untuk membiayai perawatan

makam, listrik dan kebutuhan lainnya. Pembangunan ruas jalan pada makam
56

Sultan Hadiwijaya mendapat bantuan dari pemerintah Kabupaten Sragen

yaitu berupa jalan aspal. Sehingga para peziarah yang datang dari daerah asal

maupun luar daerah dapat memasuki area makam dengan mudah.

Pengawasan pada makam juga dilakukan langsung oleh juru kunci

yang dibantu oleh warga sekitar beserta dinas yang terkait maupun dari

pemerintah. Tugas dari juru kunci disini adalah mengawasi secara langsung

segala kegiatan para peziarah yang datang ke makam. Pengawasan dilakukan

semata-mata untuk menjaga supaya tidak terjadi hal yang tidak diinginkan.

Untuk pelaksanaan pengawasan dalam merealisasikan tujuan dilakukan

beberapa tindakan yaitu sebagai berikut :

1. Menetapkan Standar

Dalam menetapkan standar program pengembangan makam Sultan

Hadiwijaya sebagai obyek wisata religi, juru kunci menetapkan standar

operasional yang terkait dengan kuantitas maupun kualitas pengunjung.

Terkait dengan kuantitas, jumlah pengunjung belum menunjukkan

peningkatan menurut juru kunci hal ini terjadi karena masih minimnya

informasi kepada pihak luar bahwa di Sragen terdapat situs sejarah makam

tokoh Sultan Hadiwijaya yang sebenarnya sudah tidak asing dalam

pendengaran khalayak secara umum. Juru kunci dalam menetapkan

standar peningkatan jumlah pengunjung tidak ada batasannya. Sedangkan

terkait dengan kualitas juru kunci di samping mengawasi para pengunjung

yang datang juga melakukan semacam pengarahan atau membimbing

kaitannya dengan dakwah, untuk memberikan peringatan supaya para


57

pengunjung tidak tersesat. Sebagai contoh melarang mengkultuskan

makam secara berlebihan, minta berkah dan lain sebagainya. Hal ini

dilakukan juru kunci dengan tujuan baik supaya para pengunjung tidak

mengarah pada perbuatan syirik ini sejalan dengan arahan dari juru kunci.

Hal ini dilakukan supaya tidak terjadi penyimpangan- penyimpangan

aqidah dikalangan para peziarah makam yang tidak sesuai dengan ajaran

Islam, Keyakinan yang dimaksud disini adalah animisme dan dinamisme

yang masih berkembang dikalangan masyarakat Islam dan kepercayaan itu

masih mengakar dan membudaya dalam bentuk upacara tradisional,

sejalan dengan apa yang diyakini oleh masyarakat terdapat upacara yang

dilakukan di makam yang mempunyai motivasi menyimpang dari

keyakinan Islam. Dinas pariwisata kabupaten Sragen selama ini hanya

sekedar tahu bahwa di Sragen terdapat situs makam Sultan Hadiwijaya,

dalam pengembangan menjadikan wisata ziarah belum, makam ini masih

dibawah pengawasan Kraton Surakarta yang merupakan pengelolanya.

2. Mengadakan Penilaian

Penilaian yang dimaksudkan disini adalah penilaian terhadap

pelaksanaan ziarah. Pelaksanaan ziarah di kompleks makam ini menurut

juru kunci sudah berjalan dengan baik meskipun pengunjung yang datang

rata-rata dari masyarakat lokal atau masyarakat yang berasal dari Jawa

Tengah maupun Jawa Timur yang sudah mengetahui bahwa di Sragen

terdapat situs sejarah makam Sultan Hadiwijaya sebagaimana

diungkapkan oleh juru kunci bahwa pelaksanaan ziarah dilakukan dengan


58

berbagai cara. Adapun cara melalui penyebaran informasi terhadap pihak

luar melalui pondok-pondok pesantren, dari orang per orang maupun

instansi terkait misal bupati beserta staff dan lain sebagainya. Juru kunci

dalam hal ini berharap ke depannya makam ini menjadi obyek wisata yang

dikenal masyarakat luas demi bertahannya cagar budaya ini. Obyek wisata

ziarah Sultan Hadiwijaya semakin berkembang dengan baik adapun

tujuannya adalah agar proses penyelenggaraan dakwah dapat berjalan

sehingga akan tercapai hasil yang efektif.

3. Mengadakan tindakan-tindakan perbaikan

Tindakan perbaikan di makam ini dilakukan secara terus-menerus

tidak hanya dilakukan jika terjadi penyimpangan-penyimpangan. Tindakan

perbaikan dapat diartikan sebagai tindakan yang diambil untuk

menyesuaikan hasil pekerjaan juru kunci dalam mengawasi segala

kegiatan di kompleks makam dengan nyata apabila terjadi penyimpangan

agar segera dapat diatasi dengan standar atau rencana yang telah

ditentukan sebelumnya. Dari hasil penelitian dapat diketahui makam ini

dalam melaksanakan kegiatan langsung diawasi oleh juru kunci tujuannya

agar mencapai hasil yang maksimal. Apabila kurang maksimal juru kunci

dapat melakukan perbaikan secara terus menerus guna mendapatkan hasil

yang maksimal. Perbaikan yang dimaksudkan disini adalah perbaikan

dalam bentuk fisik maupun pada lingkungan. Perbaikan dalam bentuk fisik

misalnya dengan menjaga dan merawat bangunan makam supaya tidak

terjadi perilaku yang menyimpang dari para peziarah misalnya secara


59

sengaja melakukan pengrusakan pada bangunan. Adapun perbaikan lebih

diarahkan pada lingkungan yaitu dengan cara menjaga keamanan

sehingga dapat membuat para peziarah merasa nyaman dalam melakukan

aktivitas ziarah.

Menurut Manullang, 171 dalam melakukan tugas, hanya dapat

berjalan dengan baik bila seseorang yang melaksanakan tugas itu mengerti

arti dan tujuan dari tugas yang dilaksanakan. Dalam hal ini seorang juru

kunci yang melakukan tugas pengawasan harus mengetahui arti dan tujuan

dari pelaksanaan tugas pengawasan

Pengendalian adalah proses kegiatan untuk mengetahui hasil

pelaksanaan, kesalahan, kegagalan untuk memperbaiki dan mencegah agar

pelaksanaan kegiatan sesuai rencana yang telah ditentukan. Setelah

pengelolaan terlaksana dengan baik kemudian diperlukan suatu system

pengawasan yang efektif, artinya system pengawasan yang efektif juru

kunci dapat langsung merealisasikan suatu tujuan.

Tujuan utama juru kunci mengadakan pengawasan di kompleks

makam ini agar apa yang sudah dilaksanakan sesuai dengan kenyataan.

Pengawasan yang dilakukan oleh juru kunci meliputi pengawasan yang

bersifat pencegahan yang dilakukan terjadi penyimpangan-penyimpangan.

Obyek yang perlu diawasi oleh juru kunci adalah tempat atau kompleks

makam ini dengan cara menjaga keamanannya. Para pengunjung dalam

hal ini para peziarah juga perlu diawasi tujuannya agar tidak terjadi
60

penyimpangan contoh dengan memberikan peringatan jangan memuja

kuburan, minta- minta pada kuburan dan lain sebagainya.

Pengawasan terhadap pelaksanaan pengelolaan di kompleks

makam Sultan Hadiwijaya diperlukan untuk mengetahui sejauh mana

pelaksanaan kegiatan yang dilakukan oleh juru kunci, bagaimana tugas

dilaksanakan, penyimpangan yang terjadi. Oleh karena itu dengan adanya

pengawasan dapat diambil tindakan pencegahan terhadap adanya

penyimpangan dan hal ini ternyata telah dilakukan dengan baik oleh juru

kunci dengan bekerjasama dengan warga setempat, para tokoh masyarakat

maupun pemerintah tetap dibawah pengawasan Kraton Surakarta.1

Selain itu esensi dakwah kompleks makam ini untuk membangun

kualitas kehidupan manusia secara utuh untuk memperoleh keselamatan,

kesejahteraan dan kedamaian di dunia maupun di akhirat. Kualitas ini

tidak hanya menyangkut persoalan sosial, ekonomi, politik maupun

budaya melainkan juga persoalan agama. Islam memiliki kualitas yang

hendak di capai melalui dakwah Islam yaitu kualitas yang seimbang yang

tidak hanya bersifat material tetapi juga bersifat spiritual yang sudah di

kenal secara kodrati oleh manusia, oleh karena itu dakwah Islam

merupakan kegiatan yang menyangkut seluruh dimensi kehidupan

manusia (Pimay, 2005:47-48).

Pengelolaan obyek-obyek wisata ziarah Islam di seluruh Nusantara

pada dasarnya berada dalam pengelolaan lembaga formal struktural, yaitu

1
Wawancara, Aziz 24 Oktober 2010
61

pemerintah dan organisasi non formal seperti kerapatan adat, badan

kesejahteraan masjid, keturunan / ahli waris khususnya untuk Istana dan

Kraton (http//abril.susiloady.net/2007/02/21).

Sejauh ini ada beberapa kecenderungan kuat yang dapat dijadikan

rujukan dalam mengarahkan wisata ziarah Islam agar lebih professional,

antara lain luasnya penyebaran dan tingginya minat mayoritas masyarakat

muslim Nusantara yang berdampak pada ramainya kunjungan terhadap

peninggalan sejarah purbakala dari masa awal masuknya Islam ke

Nusantara.

Kedatangan para peziarah sangat didukung dengan suasana alam

yang ada di sekitar makam, udaranya yang bersih dan sejuk terdapat

pepohonan yang besar rindang dan subur terlihat sangat asri. Keheningan

adalah bagian yang mendatangkan ketenangan pada suasana makam,

suasana seperti ini mendukung kekhusukan para peziarah untuk

memanjatkan do’a kepada Tuhan Yang Maha Esa.2

Mereka mengatakan bahwa Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya

adalah seorang pemimpin yang arif dan bijaksana, mempunyai sifat

kepemimpinan yang tegas dan disiplin. Sehingga dalam waktu cepat sultan

Hadiwijaya mendapat pengakuan dari Adipati-Adipati di seluruh Jawa

Tengah maupun Jawa Timur. Dalam perkembangan selanjutnya Pangeran

Benowo putra dari Sultan Hadiwijaya lebih suka menyebarkan agama

Islam dari pada menjadi seorang Raja. Makam Sultan Hadiwijaya lebih

2
Wawancara, Rizky Aditya 26 oktober 2010
62

dikenal dengan sebutan Makam Butuh karena terletak di dukuh Butuh

yang juga nama lain dari makam pakdenya yang bernama Ki Ageng Butuh

atau semasa hidupnya bernama Kebo Kanigara.

Menurut Muhammad Husein Aziz yang merupakan juru kunci

makam, makam Sultan Hadiwijaya ramai dikunjungi oleh para peziarah

pada bulan Sya’ban, Muharram dan Syawal. Sedangkan setiap hari jum’at

pengunjung yang berziarah cukup banyak berkisar antara 50-100 orang

saja, tetapi jumlah itu meningkat pada bulan Sya’ban, Syawal dan

Muharram hingga mencapai 400 orang. Beberapa hal yang menjadi tradisi

ziarah makam Sultan Hadiwijaya misalnya menyediakan bunga tabur dan

dupa yang fungsinya sebagai pewangi saja untuk ditaburkan di atas

makam.3

Pada abad pertengahan ziarah ternyata jauh lebih umum bagi

masyarakat di Barat dalam hal ini tidak hanya dilakukan di Jerussalem

yang merupakan tempat penyaliban tetapi juga di berbagai tempat yang

tersebar di berbagai daerah seperti Canterbury di Inggris dan Santiago de

Compostela di Spanyol. Kepentingan ziarah di dalam Islam dewasa ini

harus dibandingkan dengan praktik – praktik serupa yang terjadi pada era

awal sejarah Kristen dan bukan dengan praktik umat Kristen sekarang ini

apalagi di Amerika. Di Dunia Islam, orang-orang yang melaksanakan

ibadah haji juga mengunjungi makam Nabi Muhammad di Madinah dan

3
Wawancara, Aziz 25 oktober 2010
63

sebelum tahun 1967 sewaktu Israel merebut Jerussalem, sejumlah besar

umat Islam juga berziarah ke kota suci umat Islam ini (Nasr,167:2007).

Mengunjungi dan menziarahi makam- makam wali sangat

ditentang oleh kelompok Wahabi dan kelompok pembaru puritan serta

kaum modernis. Adapun alasan kaum Wahabi didasarkan atas bahwa

mengunjungi makam seorang wali sufi adalah menyerupai penyembahan

berhala dan menjauhkan pemikiran orang akan transendensi Tuhan.

Sementara pada kaum modernis tidak mendukung kegiatan ziarah ini

karena mereka memiliki tujuan sekularisasi pada kehidupan sosial, tetapi

penentangan mereka tidak sehebat yang dilakukan oleh kelompok Wahabi.

Di dalam agama Islam terdapat anjuran untuk menziarahi kubur

maksudnya adalah agar dengan ziarah kubur tersebut orang akan

mengingat bahwa dirinya akan meninggal dan diharapkan orang tersebut

mendapat dorongan untuk selalu berbuat baik serta memperbanyak amal.

Namun dalam kenyataan pelaksanaan ziarah kubur lebih terlihat sebagai

suatu upacara gembira dari pada upacara agama yang dilakukan secara

khusuk.

Pelaksanaan tradisi ziarah kubur sekarang pada hakekatnya

mempunyai tujuan yang sama dengan kunjungan ke tempat keramat pada

zaman dahulu, pada saat ini masih ada yang melakukan secara personal.

Tradisi ziarah kubur masih ada yang mengandung unsur pemujaan dan

penghormatan terhadap nenek moyang dan orang- orang yang telah

meninggal dunia. Dalam hal ini kelompok Muhammadiyah kurang setuju


64

menurut mereka tradisi ziarah kubur belum sesuai dengan yang dianjurkan

oleh agama pada masa sekarang ini, masih banyak terjadi penyimpangan –

penyimpangan aqidah. Disisi lain banyak ulama lain yang menyetujuinya

(Lutfi,1980:60).

4.1 Analisis Sumber Daya Dalam Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya

Sumberdaya yang dibutuhkan diantaranya adalah sumberdaya

manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial. Sumberdaya

manusia selalu berperan aktif dan dominan dalam setiap kegiatan organisasi

karena manusia menjadi perencana, pelaku dan penentu terwujudnya tujuan

organisasi. Tujuan tidak mungkin terwujud tanpa peran aktif manusia.

Selanjutnya setelah sumberdaya manusia dilanjutkan peran dari sumberdaya

alam meliputi pemeliharaan lingkungan hidup merupakan penentu

keseimbangan. Dalam konteks pelestarian lingkungan pemahaman ini sudah

kita kenal sejak lama, semua komponen ekosistem baik berwujud makhluk

hidup maupun komponen lainnya merupakan sebuah kesatuan yang harus

seimbang supaya tidak terjadi bencana. (Mangunjaya,2005 xiv).

Perencanaan dalam sumber daya manusia sangat penting bagi

organisasi. Perencanaan sumber daya manusia ini harus mempunyai tujuan

yang berdasarkan kepentingan individu, organisasi maupun kepentingan

nasional. Tujuan perencanaan sumber daya manusia adalah menghubungkan

kebutuhan manusia di masa yang akan datang. Perencanaan sumber daya

manusia atau perencanaan tenaga kerja dapat diartikan sebagai suatu proses
65

untuk menentukan kebutuhan akan tenaga kerja yang didasarkan pada

peramalan, pengembangan, pengimplementasian, dan pengontrolan

kebutuhan yang berintegrasi dengan rencana organisasi agar tercipta jumlah

pegawai secara tepat dan bermanfaat secara ekonomis (Mangkunegara,

2000:5).

Sumber daya dalam hal ini mencakup warga, juru kunci, para

peziarah. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya tidak

hanya orang Islam saja, namun berasal dari agama lain misal kristen dapat

dijadikan sebagai sarana dan pemersatu atau toleransi antara umat beragama.

Motivasi para pengunjung makam Sultan Hadiwijaya beraneka ragam sesuai

dengan niatan mereka yang paling dalam. Kebanyakan informan menjelaskan

bahwa tujuan mereka berziarah adalah untuk menenangkan hati dan pikiran,

mendoakan orang yang meninggal dan mengambil hikmah dari kunjungan

tersebut. Para peziarah yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya melakukan

ritual ziarah dengan tata cara yang dicontohkan Nabi. Menurut pendapat

mereka meminta pertolongan kepada orang–orang yang dikubur, meminta

kebutuhan mereka baik dari dekat maupun jauh, bernazar untuk mereka dan

bersumpah kepada selain Allah merupakan bid’ah dan termasuk dosa besar

yang wajib diperangi. Kegiatan para peziarah pada setiap makam selalu

diadakan upacara yang sifatnya tradisional yaitu diselenggarakan setiap tahun

sekali. Tradisi ini mempunyai corak yang hampir sama yaitu peringatan

kematian para ahli kubur. Tradisi ini disebut dengan istilah Khaul inti adalah

mengirim do’a secara bersama-sama. Pada penyelenggaraan khaul dilihat dari


66

motivasinya yang dilakukan oleh para peziarah pada umumnya kembali pada

dasar keyakinan mereka masing-masing, pada kenyataannya masih saja

terjadi penyimpangan akidah. Penyimpangan akidah yang dimaksud tidak

sesuai dengan ajaran Islam, sebagai contoh pada upacara khaul di makam

Raden Patah dan Makam Sunan Kalijaga. Pada makam Raden Patah ada

upacara Tumpeng Sembilan, sedangkan di makam Sunan Kalijaga terdapat

Penjamasan benda pusaka.

Pengunjung berasal dari berbagai daerah di Jawa Tengah dan

masyarakat lokal saja karena makam Sultan Hadiwijaya belum dijadikan

objek wisata secara komersial dan dikenal oleh banyak kalangan diseluruh

pelosok tanah air. Adapun tujuan ziarah ke makam Sultan Hadiwijaya di

Butuh Kabupaten Sragen ini adalah sebagai berikut :

a. Mengingat Kematian

Nabi SAW bersabda: “Ingatlah kematian, ingatlah demi Dzat yang

diriku dalam kekuasaannya, seandainya kamu mengetahui apa yang aku

ketahui, maka kamu akan sedikit tertawa dan banyak menangis.” (HR.

Ibnu Abid Dunya). Keadaan orang-orang sholeh ketika mengingat mati,

Nabi Dawud As ketika mengingat mati dan kiamat, maka ia menangis

sehingga persendian anggota tubuhnya serasa lepas, namun bila mengingat

Allah, keadaannya pulih kembali. Nabi Isa As bila mengingat mati, atau

ketika diingatkan kematian, maka meneteslah darah di kulitnya. Umar Bin

Abdul Aziz sering mengumpulkan pada setiap ahli fiqih dan ulama, lalu

mereka saling menyampaikan perihal ingat mati, hari kiamat dan akhirat,
67

kemudian mereka menangis, sehingga seolah-olah dihadapan mereka ada

jenazah.

Faedah mengingat mati Nabi SAW bersabda: “Perbanyaklah ingat

mati itu dapat menghilangkan dosa-dosa dan menjadikan zuhud pada

keduniaan. (HR. Ibnu Ad Dunya).

Zuhud pada keduniaan artinya mengurangi keinginan yang

terlampau lebih terhadap kebutuhan dunia, sehingga menyebabkan

kelalaian akan kematian. Dimana kematian adalah akhir dari hidup di

dunia, padahal masih ada kehidupan sesudah dunia ini, yaitu alam kubur.

Jalan untuk sampai mengingat kematian adalah salah satu diantaranya

dengan melakukan ziarah kubur. Para sahabat Nabi sebelumnya memang

dilarang ziarah kubur, sebab pada waktu itu akidah belum begitu kuat,

namun setelah mendapat pengajaran dari Nabi, akhirnya diperbolehkan

ziarah kubur, bahkan dianjurkan, karena dapat mengingatkan kematian dan

akhirat.

b. Menuju Anak Shaleh

Pengertian anak sholeh bukanlah seperti anak-anak dalam usia

anak-anak atau remaja atau dalam pengertian secara umum, namun anak

sholeh disini adalah orang yang beramal menurut amalan yang benar.

Anak sholeh yang mendoakan kedua orang tuanya ketika masih hidup

maupun ketika sudah meninggal.

c. Menuju Syukur
68

Menuju syukur maksudnya, “Dan Allah mengeluarkan kamu dari

perut Ibumu dalam keadaan tidak mengetahui sesuatu pun dan dia

memberi kamu pendengaran dan penglihatan dan supaya kamu

bersyukur.” (an-Nahl 78)

Nikmat-nikmat yang perlu disyukuri adalah nikmat keimanan, hidup,

umur kecukupan, merasakan, melihat, bergerak, melakukan aktivitas

dengan normal dan berpikir.

d. Menuju Kemuliaan di sisi Allah

Barang siapa yang menghendaki kemuliaan, maka bagi Allah

kemuliaan itu semuanya, Kepada Nya-lah naik perkataan-perkataan yang

baik dan amal sholeh dinaikannya. Dan orang-orang yang merencanakan

kejahatan, bagi mereka azab yang keras. Dan rencana Mereka akan hancur

(Fathir ayat : 10).

Ziarah kubur akan menjadi nasehat yang baik bagi hati. Pada saat

seseorang melihat rumah kegelapan yang terkubur itu, seseorang pasti akan

melihat akhirnya orang-orang yang mengantarkan jenasah dan menimbunnya

dengan tanah akan meninggalkannya sendirian. Berkunjung ke tempat orang-

orang shaleh, hati seseorang menjadi tergugah. Motivasi untuk beribadah juga

akan tumbuh lagi (Thalbah,2008:275).

Sumber daya alam meliputi pengelolaan tempat, sarana, dan prasarana

yang baik, lingkungan yang bersih menjadikan objek wisata Makam Sultan

Hadiwijaya menarik untuk dikunjungi. Program Sapta Pesona dalam kegiatan

wisata religi makam Sultan Hadiwijaya hendaknya dilakukan.


69

Kegiatan kepariwisataan merupakan kegiatan yang bersifat lintas

sektoral dan menyentuh berbagai aspek kehidupan baik pemerintah maupun

kalangan dunia usaha maupun masyarakat luas dimana kepariwisataan sesuatu

hal yang menawarkan alam, budaya, keunikan dan kenyamanan. Lintas

sektoral pengelolaan wisata akan terwujud secara nyata dengan adanya

program Sapta Pesona di dalam kehidupan sehari-hari. Sapta Pesona yang

mempunyai 6 unsur tersebut menentukan citra baik pariwisata. Kehadirannya

memang begitu penting sudah saatnya disuguhkan sebagai tolak ukur program

peningkatan pariwisata.

Program pesona pariwisata tersebut adalah sebagai berikut :

a. Pesona Aman

Bila kita menghendaki wisatawan atau para peziarah yang

berkunjung ke makam merasakan suatu keamanan, maka hal tersebut

harus diciptakan, faktor keamanan bukan hanya mencakup situasinya saja,

tetapi keamanan secara menyeluruh.

b. Pesona Tertib

Pada dasarnya para pengunjung berkeinginan untuk memperoleh

suasana tertib di setiap tempat yang akan dikunjungi baik dalam peraturan

waktu, pelayanan dan niaga segi informasi. Para pengunjung atau

wisatawan pada dasarnya mendambakan suasana kehidupan dan

kemasyarakatan yang tertib. Mereka akan senang bila memperoleh

suasana pelaksanaan peraturan yang taat dan teratur.


70

c. Pesona Bersih

Para pengunjung yang datang dari manapun asal usulnya akan

mendambakan dan suka menikmati lingkungan yang bersih dan terbebas

dari berbagai macam yang mengganggu kesehatan dan lain sebagainya.

d. Pesona Sejuk dan Indah

Para pengunjung yang datang ke Makam Sultan Hadiwijaya dapat

merasakan kesejukan di lingkungan tersebut terbebas dari polusi. Dengan

kata lain terpeliharanya suatu kondisi yang nyaman. Kesejukan yang

hakiki adalah kesejukan alam hasil karunia Tuhan Yang Maha Esa yang

dilimpahkan kepada manusia dalam bentuk panorama yang indah (penuh

penghijauan dan teratur).

e. Pesona Ramah Tamah

Pesona ramah tamah adalah bagian dari mutu pelayanan yang perlu

ditumbuhsuburkan, dimana hal tersebut akan mampu mengajak para

pengunjung makam untuk kembali melihat objek-objek wisata tanpa

mereka terpaksa.

Manfaat kepariwisataan adalah memperluas dan memanfaatkan

lapangan pekerjaan, meningkatkan pergaulan antar suku dan bangsa saling

berkenalan, meningkatkan taraf hidup masyarakat agar dapat hidup mandiri,

membina diri dan kepribadian sebagai bagian dari kekuatan dan ketahanan
71

nasional serta meningkatkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat melalui

pembudayaan potensi yang dimilikinya.

Sumber pemasukan atau dana operasional berasal dari Keraton

Surakarta, yang sekaligus sebagai pelindung. Partisipasi dari warga sekitar

serta orang-orang yang melakukan ziarah di makam Sultan Hadiwijaya demi

bertahannya cagar budaya ini.

4.2 Analisis Mengenai Faktor-Faktor Pendukung dan Penghambat

Pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya

Tabel II
Analisis mengenai faktor-faktor Internal dan eksternal Makam Sultan
Hadiwijaya.

Faktor internal Faktor eksternal

Pendukung Penghambat Peluang Ancaman

1)Karena 1)Kurangnya 1)Peran juru 1)Obyek wisata

banyak orang penyebar kunci, Yayasan ini tidak

yang melakukan informasi Kraton Surakarta dikenal

ziarah menjadi kepada pihak sebagai masyarakat

pendukung luar. Sehingga pengelola luas jika tidak

untuk makam Sultan menjadi prioritas segera

mengembangkan Hadiwijaya ini utama. dipromosikan.

wisata religi belum dikenal 2)Aktivitas dengan cara

makam Sultan oleh masyarakat dakwah melalui bekerjasama


72

Hadiwijaya. luas diseluruh program dzikir dengan instansi

2)warga sekitar Indonesia. dan tahlil sudah yang terkait

yang membantu 2)Promosi yang berjalan dengan sebagai contoh

keamanan. masih sangat baik. Sehingga Dinas

3) Pemerintah terbatas, dana menambah Pariwisata.

yang yang diperoleh suasana yang 2)Bahaya

memberikan masih kurang. nyaman dan Polusi

keleluasaan 3) Perlu adanya tentram jika lingkungan

4)Sumberdaya kerjasama melakukan yaitu system

alam, dengan ziarah. untuk

sumberdaya berbagai pihak 3)Menumbuhkan melindungi

manusia dan terutama Dinas kesadaran dan lingkungan

sumberdaya Pariwisata pengertian yang masih

finansial setempat guna penduduk lokal lemah.

menjadi faktor perkembangan manfaat 3) Bahaya

penting dalam obyek wisata melakukan dikhawatirkan

pengelolaan ini. ziarah di makam diambil alih

Makam Sultan Sultan para pesaing

Hadiwijaya. Hadiwijaya. pada makam

4)Pengembangan yang sudah

pusat wisata terkenal contoh

religi baru. Makam

Walisongo.
73

Tradisi ziarah memang memiliki banyak manfaat, selain

mengingatkan para peziarah bahwa kehidupan di dunia bersifat sementara dan

penuh kefanaan, juga berkontribusi pada sisi lainnya. Kontribusi ini dapat

digolongkan ke dalam dua segi yaitu intern maupun ekstern pengalaman

spiritual pribadi para peziarah merupakan manfaat intern yang bisa mereka
74

raih. Sedangkan manfaat ekstern sifatnya lebih pada sisi-sisi sosial

kemasyarakatan dan inilah yang dapat diperoleh dari tradisi ziarah. Selain itu,

di tengah kehidupan yang sudah banyak melupakan sejarah dan maraknya

program relokasi serta penataan fungsi situs sejarah yang tidak pada

tempatnya, sehingga terputusnya kisah sejarah, maka tak pelak sejarah

hanyalah menjadi masalah kelam yang terjadi masa silam. Namun tidak

demikian halnya dengan tradisi ziarah. Para peziarah ternyata ikut serta dalam

menjaga tempat-tempat sejarah yang berkaitan dengan penyebaran Islam di

Nusantara.

Sebagaimana diketahui, makam para wali yang sering dikunjungi

mereka yang banyak berjasa dalam mengislamkan Nusantara. Dengan

berbagai metode mereka berusaha menarik masyarakat yang telah

mendapatkan pengaruh kuat agama Hindu Budha selama berabad-abad.

Tidaklah mudah melakukan ini semua, halangan dan tantangan tentunya

kerap membayangi, oleh karena itu tidak semua wali berhasil melakukan misi

dakwahnya.

Adapun mereka yang banyak berhasil mempengaruhi masyarakat

Nusantara pra-Islam adalah Walisongo. Sekali lagi nama ini tidak

menunjukkan kualitas tapi lebih pada kualitasnya. Mereka berdakwah dengan

jalan damai dan tanpa kekerasan mereka akhirnya banyak mengislamkan

masyarakat bukan hanya di Jawa tetapi wilayah Nusantara lainnya.

4.3 Daya Tarik Makam Sultan Hadiwijaya


75

Corak bangunan Makam Sultan Hadiwijaya di atap pintu gerbang terdapat

simbol mahkota raja yang artinya Sultan Hadiwijaya dulu semasa hidupnya adalah

seorang raja yang memerintah kerajaan Pajang, kemudian di makamkan di desa

Gedongan Kec. Plupuh Kabupaten Sragen. Bentuk bangunan masjid sudah

mengalami renovasi yaitu masjid yang berbentuk bangunan modern, namun

mimbarnya masih pada zaman dulu. Terdapat getek tambak bara yang digunakan

Sultan Hadiwijaya semasa hidupnya.

Media yang digunakan untuk pengembangan dakwah Sultan Hadiwijaya

berupa buku-buku diruang baca, tulisan-tulisan yang berada pada bangunan

makam yang diletakkan pada dinding-dinding, serta tulisan yang diletakkan pada

dinding pintu gerbang. Masjid sebagai tempat ibadah dan memanjatkan do’a.

Dakwah untuk pengembangan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya

menggunakan metode dakwah bil-lisan atau secara langsung disampaikan oleh

juru kunci. Muatan dakwah di Makam Sultan Hadiwijaya adalah al-hikmah dan

Mauidhah Hasanah. Pengembangan makam Sultan Hadiwijaya ini menyangkut

pengembangan wisata keagamaan . Makam Sultan Hadiwijaya belum mempunyai

jaringan yang terlalu luas sebatas warga sekitar, orang daerah lain yang

mengetahui, pemerintah Kabupaten Sragen, Pondok- Pondok pesantren yang

berada di sekitar Sragen dan Kraton Surakarta. Dalam pengembangan ke depan

diharapkan kompleks makam ini dapat dikenal oleh masyarakat luas yaitu dengan

cara menyebarkan informasi kepada pihak luar, kerjasama dengan pemerintah

maupun dinas pariwisata dan lain-lain. Pengembangan wisata kompleks makam

Sultan Hadiwijaya sudah melibatkan peran dari masyarakat, pemerintah


76

Kabupaten Sragen, juru kunci sendiri serta Kraton Surakarta yang menjadi

Pengelola intinya.

Makam Sultan Hadiwijaya sebenarnya juga mempunyai potensi dan daya

tarik wisata yang cukup besar hal ini didasarkan bahwa tokoh yang dimakamkan

adalah seorang Raja dan Bijaksana yang sebenarnya namanya tidak asing di

khalayak umum. Peringatan yang berupa tulisan yang ditempel pada dinding

makam jarang ditemukan di kompleks makam yang telah menjadi kompleks

wisata besar.

Makam sebagai tempat yang sakral, di dalam tradisi Jawa, tempat yang

mengandung kesakralan. Dalam bahasa Arab, Makam berasal dari kata maqam

yang berarti tempat, status secara hierarki. Tempat menyimpan jenazah sendiri

dalam bahasa Arab disebut Qabr, yang di dalam lidah orang Jawa disebut dengan

kubur atau lebih tegas dikatakan dengan kuburan. Baik kata kuburan maupun

makam biasanya memperoleh akhiran-an, sehingga diungkapkan kuburan atau

makam atau memakamkan mayat. Namun demikian, ada hal yang khusus, jika

yang dikubur seorang wali atau orang suci maka tempat penguburannya disebut

dengan makam wali dan bukan kuburan wali. Padahal semestinya, jika mengikuti

bahasa Arab tempat tersebut adalah kubur atau qabr, seperti qabr Hud dan

Hadramaut, bukan maqam Hud dan maqam Ibrahim di Mekkah. Selain dua istilah

ini, juga terdapat istilah lain yang dikaitkan dengan kuburan yakni astana, sentana

dan pesarean. Menurut Issatriyadi (1977: 7) pesarean adalah bahasa Jawa yang

berarti tempat tidur atau kuburan, sedangkan astana berasal dari bahasa
77

Sansekerta “stha” yang berarti berdiri, tinggal, tetap, diam, dan istirahat. Astana

berarti tempat kediaman (mandala), pertapaan.

Makam bagi sebagian masyarakat yang mempercayainya bukan hanya

sekedar tempat menyimpan mayat, akan tetapi adalah tempat yang keramat karena

disitu dikuburkan jasad orang keramat. Jasad orang keramat itu tidak sebagaimana

jasad orang kebanyakan karena diyakini jasadnya tidak akan hancur dimakan

binatang tanah seperti cacing ulat pemangsa dan sebagainya. Memang benar tak

semua orang yang menziarah makam itu benar tujuannya, sebab ada diantara

mereka yang justru meminta kepada roh para wali untuk mengabulkan

permohonannya. Bahkan ada juga diantara mereka yang pulang dengan

mengambil barang tertentu dapat berupa air, atau kayu yang ada di makam itu,

sebagai “jimat”.

Berbagai makam wali tersebut hingga sekarang tetap mendapat

pengkramatan dari sebagian umat Islam melalui wisata ziarah, peringatan tahunan

(khaul) dan pemeliharaan yang kontinyu. Makam yang sebenarnya berfungsi

sebagai tempat menyimpan jenazah berubah fungsi ritual keagamaan dan

ekonomi. Ziarah dan khaul adalah ritual keagamaan, sedangkan pendapatan

yayasan pengelola makam dari kaum peziarah dan perdagangan di sekitar makam

adalah contoh kongkrit mengenai sisi ekonomi makam (Nursyam, 2005: 138-141)

Kehadiran peziarah untuk mengunjungi makam bukan hanya didorong

oleh motif sejarah, melainkan karena adanya tradisi untuk mengunjungi makam

keluarga atau tokoh yang dianggap berperan penting dalam sejarah hidupnya dan

sejarah masyarakatnya kunjungan yang disebut ziarah ini ke tempat makam


78

maupun tokoh ini sebenarnya bukan hanya menjadi tradisi umat Islam. Sebagian

masyarakat kecil Belanda juga masih suka mengunjungi makam keluarga mereka

yang dikuburkan di Menteng, dan kota-kota lain di Indonesia. Namun ziarah

sudah menjadi fenomena tersendiri yang unik bagi masyarakat muslim Indonesia,

tetapi juga di seluruh dunia.

Sementara secara sosiologis pariwisata mencerminkan tiga interaksi : yaitu

interaksi bisnis, interaksi politik, dan interaksi kultural. Pengembangan kawasan

pariwisata menggunakan model terbuka, maka muncullah kontak antara aktivitas

masyarakat lokal yang berperan sebagai penyedia jasa kebutuhan wisatawan.

Akibatnya, terjadi pengaruh pada perilaku, pola hidup dan budaya masyarakat

setempat. Tempat-tempat makam yang mempunyai budaya khas, sekarang sudah

tampak seragam. Sentuhan modernitas tampak disana-sini mulai dari tampilan

bangunan, cara berpakaian, perilaku dan secara umum simbol-simbol yang

lainnya.

Disinilah sebenarnya competitive advantage pariwisata ziarah. Keragaman

merupakan khasanah yang tidak ternilai yang telah mengantarkan bangsa ini

kepada kekayaan-kekayaan nilai-nilai budaya dan sebagainya. Masing-masing

makam sesungguhnya memiliki kondisi khas yang tidak ditemui di makam lain.

Keragaman yang terdapat pada tiap-tiap makam akan semakin meneguhkan

pembentukan budaya nasional. Kemunculan budaya yang mendasar pada

pluralitas tersebut akan membuat masyarakat tidak tercabut dari akarnya, dan

sekaligus akan mengantarkan mereka kepada emosional dam rasional yang kuat

terdapat nilai-nilai kebangsaan mereka. Pada tataran ini, semua elemen bangsa
79

dapat menyumbangkan nilai-nilai yang dianutnya, sebab nilai-nilai yang

dikedepankan adalah nilai-nilai kemanusiaan secara universal dengan segala

karakteristiknya yang telah terjadi selama ini. Justru kita akan disadarkan dalam

perspektif post kolonial mengenai cultural different sebagai budaya sehingga

bersifat knowledgeable, otoratif dan adekuat bagi konstruksi terhadap sistem

identifikasi budaya (Bhabha, 1993 : 34)

Pengelolaan di Makam Sultan Hadiwijaya menggunakan fungsi-fungsi

manajemen antara lain :

 Perencanaan wisata religi komplek makam Sultan Hadiwijaya sudah berjalan

dengan baik artinya semua kegiatan apapun dan sasaran beserta tujuan yang

akan dicapai hanya dapat berjalan dengan baik efektif dan efisien apabila

semua sudah dipersiapkan. (Saleh, 2005 : 28)

 Pengorganisasian artinya setelah rencana tersusun diperlukan penyusunan

kelompok-kelompok kegiatan yang telah ditentukan yang akan dilaksanakan

dalam hal ini di kompleks makam Sultan Hadiwijaya belum ada tugas khusus

yang diberikan pada keanggotaan namun dilakukan oleh juru kunci makam

sendiri sebagai pengelola.

 Penggerakan adalah kegiatan yang meliputi; memberikan penerangan,

penjelasan, informasi tentang kegiatan yang berhubungan dengan tujuan yang

hendak dicapai. Contoh penggerakan di komplek makam Sultan Hadiwijaya

adalah mengajak orang yang berziarah yang belum mau shalat supaya

menjalankan sholat dan memberikan keterangan mengenai tujuan ziarah yang

benar.
80

 Penilaian atau controlling bertujuan untuk mengetahui sampai dimana tujuan

yang telah ditetapkan dapat dicapai.

Upaya yang akan dilakukan ke depan menurut M. Husein Aziz di Makam

Sultan Hadiwijaya adalah tetap mempertahankan kegiatan yang telah terlaksana

dapat berjalan dengan rutin, dapat menarik para peziarah untuk mengunjungi

makam Sultan Hadiwijaya dengan cara menyebarkan informasi kepada pihak luar

dan mengingat kembali para toko wali penyebar Islam yang ada di tanah Jawa.

Adapun cara mensyukurinya adalah dengan mendo’akannya, menjaga dan

melestarikan warisannya, berupaya melanjutkan perjuangannya. Perlunya

mengingat raja atau para leluhur menumbuhkan rasa syukur dan menumbuhkan

semangat untuk meneruskan perjuangannya.


BAB V

PENUTUP

5.1 Kesimpulan

Berdasarkan uraian dari bab satu sampai bab empat sebelumnya dapat

disimpulkan bahwa :

1. Pengelolaan wisata religi di kompleks makam Sultan Hadiwijaya langsung

ditangani oleh juru kunci makam, dimana juru kunci ini dipercaya oleh Kraton

Surakarta sebagai abdi dalem sekaligus menjadi perawat dan penjaga makam.

Kraton Surakarta disini berperan sebagai pengelola sekaligus pelindung.

Selanjutnya makam Sultan Hadiwijaya dalam pengembangan dakwahnya

menggunakan metode dakwah bil lisan sedangkan muatan dakwah di makam ini

adalah al hikmah dan mauidhah hasanah. Pengembangan makam ini

menyangkut pengembangan wisata religi melalui program dzikir dan tahlil serta

santunan fakir miskin.

2. Sumberdaya manusia sangat berperan dalam pengembangan dan pengelolaan

wisata religi makam Sultan Hadiwijaya. Peran itu antara lain sebagai berikut

peran dalam menjaga dan merawat makam, peran dalam mengembangkan

obyek wisata ini, peran dalam menjaga keamanan dan kenyamanan di kompleks

makam ini dan lain sebagainya. Sementara itu sumberdaya alam yang tersedia

yang sepantasnya dikelola secara bijaksana sepanjang keperluan manusia dan

tidak menggunakannya secara berlebihan yang pada akhirnya dapat

menimbulkan kerusakan pada cagar budaya ini. Dalam pemahaman lain bahwa

manusia harus pandai memanfaatkan sumberdaya alam secara optimal,

sumberdaya alam yang dimaksudkan disini berupa air, pepohonan yang rindang

52
80
81

untuk dirawat dan diambil manfaatnya, namun bukan untuk dirusak.

Selanjutnya sumberdaya finansial diperoleh dari para peziarah serta berasal dari

Kraton Surakarta digunakan oleh juru kunci dan masyarakat sekitar makam

untuk terus menerus mengembangkan kompleks makam ini sebagai tempat

untuk wisata ziarah. Pengelolaan dakwah wisata religi di makam Sultan

Hadiwijaya telah berjalan sebagaimana mestinya. Adapun Aktivitas-aktivitas

dakwah di makam Sultan Hadiwijaya melalui program tahlil, dzikir, santunan

fakir miskin sudah berjalan sesuai rencana. Pengelolaan dakwah wisata religi di

kompleks makam Sultan Hadiwijaya tidak dapat terlepas dari tiga unsur yaitu

sumberdaya manusia, sumberdaya alam maupun sumberdaya finansial, ketiga

unsur tersebut sangat diperlukan dalam pengembangan dan peningkatan jumlah

kunjungan peziarah pada obyek wisata religi di Makam ini.

3. Faktor-faktor pendukung berasal dari masyarakat ataupun instansi terkait baik

pemerintah, Dinas Pariwisata maupun pengelola Keraton Surakarta ditunjang

dengan sarana dan prasarana yang memadai, suasana alam yang sejuk serta

keamanan dan kenyamanan. Faktor penghambatnya adalah masih kurangnya

penyebar informasi kepada pihak luar.

5.2 Saran-Saran

Ada beberapa saran yang penulis sampaikan dalam penelitian ini

diantaranya :

1. Potensi-potensi yang ada di makam Sultan Hadiwijaya kaitannya dengan

pengelolaan wisata religi untuk pengembangan dakwah lebih ditingkatkan

lagi, agar potensi wisata ziarah di makam Sultan Hadiwijaya berkembang


82

secara optimal hendaknya juru kunci makam melakukan gebrakan baru

dengan menyebarluaskan informasi kepada pihak luar, supaya cagar budaya

ini tetap dapat dilindungi dan dapat menarik para peziarah dari pelosok

tanah air maupun mancanegara. Dalam hal ini hendaknya Dinas Pariwisata

mendekati Kraton untuk mengembangkan obyek wisata religi makam ini

yaitu Dinas Pariwisata berperan secara langsung sebagai penyebar informasi

kepada pihak luar.

2. Menjalin kerjasama dengan berbagai pihak yang terkait dengan objek dan

daya tarik wisata misal dengan Dinas pariwisata dan biro perjalanan wisata

dan lain-lain. Adanya Promosi dari Dinas Pariwisata bahwa di Sragen

terdapat obyek wisata ziarah.

3. Hendaknya pengelolaan wisata religi makam Sultan Hadiwijaya untuk

pengembangan dakwahnya ditetapkan konsep sebagai berikut :

 Pengembangan keterkaitan ke dalam dan keluar,

 Pemberdayaan peran masyarakat dan pemerintah,

 Stabilitas keamanan dan kenyamanan,

4. Dalam wisata ziarah perlu adanya pemandu pariwisata. Pemandu wisata

adalah orang yang memberi petunjuk informasi secara langsung kepada

peziarah atau wisatawan sebelum dan selama perjalanan wisata. Selama ini

pemandu wisata baru sebatas juru kunci makam, di kompleks makam Sultan

Hadiwijaya belum ada secara khusus.

5. Meningkatnya sarana dan prasarana yang menunjang wisatawan dalam

mengunjungi makam Sultan Hadiwijaya. Sehingga wisatawan itu merasa


83

nyaman dan aman dan dapat menarik perhatian untuk mengunjungi makam

Sultan Hadiwijaya.

5.3 Penutup

Alhamdulillah dengan memanjat puji dan syukur kehadirat Allah SWT

akhirnya penulis berhasil menyelesaikan skripsi ini. Penulis menyadari bahwa

penulisan skripsi masih terdapat banyak kekurangan dan masih jauh dari

kesempurnaan. Oleh karena itu bagi kalangan akademis hasil skripsi ini dapat

ditindaklanjuti kritik dan saran sangat penulis harapkan guna kesempurnaan

skripsi ini. Semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan

bagi pembaca umumnya.


DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Zaenal. 1991. Alam Kubur dan Seluk Beluknya, Solo: Rineka Cipta.

Amir Abdul Aziz, Jum’ah. 2000. Ad Dakwah, Qowaidu wa Ushul, (Fiqih dan
Kaidah Asasi Dakwah Islam) Surakarta : Era Inter Media.

Arsyad, Ashar. 2002. Pokok-pokok Manajemen. Yogyakarta : Pustaka Pelajar.

Aziz, dkk. 2004. Kekeramatan Makam (Studi Kepercayaan Masyarakat Terhadap


Kekeramatan Makan-Makam Kuno di Lombok), dalam” Jurnal Penelitian
Keislaman”. Vol. 1. No. 1,Desember 2004.

Azwar, Syaifudin.2001. Metode Penelitian, Yogyakarta : Pustaka pelajar.

Basith, Abdul. 2006. Wacana Dakwah Kontemporer, STAIN Purwokerto Press :


Pustaka Pelajar.

Bhaba, Homik. 1993. The Location of Culture. London dan New York Roudledge.

Pimay, Awaludin. 2005. Paradigma Dakwah Humanis. Semarang. Rasail (Ranah


Ilmu-Ilmu sosial dan Interdisipliner)

Dirjen Pariwisata, Pariwisata Tanah air Indonesia, Jakarta, 1987

Featherstone, Mike. 2001. Costumer Culture and Posmodernism, Yogyakarta,


Pustaka pelajar.

Hossein Nasr, Sayyed. 2002. The Heart Of Islam. New York=USA.

Kadarman, dkk. 1997. Perencanaan Sebagai Fungsi Managemen. Jakarta : Bina


Akisara.

Khodiyat, Ramaini. 1992. Kamus Pariwisata dan Perhotelan. Jakarta : Gramedia


Widiasarana Indonesia

Luthfi, Amir. 1980. Laporan Pendidikan Agama dan Tradisi pada Masyarakat
Limo Koto Kampar Riau, Lembaga penelitian Institut Agama Islam Negeri
Sulthan Syarif Qasim.

Mc. Intoch, Hobert. 1972. Tourism Principles, Practices and Philosophies. Ohio :
Grid Inc. Iim Rogayah Dana Saputra (2 Nov 2009)

Mochtar, Efendi. 1986. Manajemen Suatu Pendekatan Berdasarkan Ajaran Islam.


Jakarta : Bhatara Karya Aksara.
Makmun, H Ismail.2000.Tinjauan Tentang Penangulangan Korupsi dan Wisata,
dalam “ Jurnal Al Qalam”, jurnal Ilmiah bidang Keagamaan dan
Kemasyarakatan Vol XX1/Desember/2000.

Mangunjaya, Fachruddin M.2005.Konservasi Alam Dalam Islam. Jakarta :


Yayasan Obor Indonesia.

Moleong, Lexy J. 2005. Metodologi Penelitian Kualitatif edisi Revisi. Bandung :


PT Remaja Rosdakarya

Munir, Ilahi. 2006. Manajemen Dakwah, Jakarta : Prenada Media.

Munir, M. 2006. Management Dakwah. Jakarta : Kencana.

Nasir, M. 1998. Metodologi Penelitian. Jakarta : Ghalia.

Nawawi, Martini. 1992. Instrumen Penelitian Ilmu Sosial, Yogyakarta : Gajah


Mada Universitas Press.

Nur, Syam. 2005. Islam Pesisir. Yogyakarta :LKIS

Nurhadi, Agus. 1997. Transformasi Kehidupan Beragama Dalam Masyarakat


Daerah Pariwisata (Studi Kasus di Bandungan),dalam” Himpunan
abstraksi Laporan Hasil Penelitian IAIN dan STAIN” Direktorat
Pembinaan Perguruan Tinggi Agama Islam Jakarta, 1998.

Perpustakaan Nasional RI (KDT) Katalog dalam terbitan. Bekasi : PT Sapta


Sentosa

Pitana, Diarta. 2009. Pengantar Ilmu Pariwisata, Yogyakarta : CV ANDI


OFFSET

Prabu Mangkunegara, Anwar. 2000. Managemen Sumber Daya Manusia


Perusahaan. Bandung : PT Remaja Rosdakarya

Purwadi, Azzah Zaimul dkk. 2006. Jejak Para Wali dan ziarah Spiritual. Jakarta
Kompas Media Nusantara.

Purwadi, Toyoda Kazunori. 2006. Babad Tanah Jawi. Yogyakarta : gelombang


Pasang.

Purwadi. 2004. Ramalan Zaman Edan Ronggowarsita. Yogyakarta : Media


Abadi.

Rianto, Adi. 2004. Metodologi Penelitian Sosial dan Hukum, Jakarta : Granit.

Ruslan, Arifin S. N. 2007. Ziarah Wali Spiritual Sepanjang Masa. Yogyakarta :


Pustaka Timur.
Salusu, J. 1996. Pengambilan Keputusan Strategik. Jakarta : Grasindo.

Soekmono. 1973. Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 3, Yogyakarta:


Kanisisus (Anggota IKAPI)

Sudjana, Nana dan Ibrahim, 1989. Penelitian dan Pendidikan, Bandung: Sinar
Baru.

Sumarsono. Sony, 2004. Metode Riset Sumberdaya Manusia, Yogyakarta: Graha


Ilmu

Supardi. 2005. Metodologi Penelitian dan Bisnis. Yogyakarta : UII Press.

Suryono, Agus. 2004. Paket Wisata Ziarah Umat Islam. Semarang : Kerjasama
Dinas Pariwisata Jawa Tengah dan Stiepari Semarang.

Thalbah, Hisyam. 2008. Ensiklopedia Al_Qur’an dan Hadist.

Wardoyo. Prasto. 2009. Gunung Kawi fakta dan mitos, Surabaya : Lingua Kata
PT Kawan Pustaka.

Wiyono, Untung. 2007. Ringkasan Sejarah Hari Jadi Sragen. Dokumen


Kabupaten Sragen.

http://abril.susiloady.net 2007 02/21)

http:asli bumi ayu.wordpress.com/2010/08/12)

http // isnoe82.blogspot.com / 2009/03/wisata religi-antara tantangan dan html.


(maret,2009)

http/semarang.go.id/pariwisata/index.php option=com-content task

http/en.wikipedia.org/wiki/management

http://semarang.go.id/pariwisata/indeks.php.option=com.contenstask

Sragen Online www.sragen.go.id/home.php?menu 25 01/02/2010


BIOGRAFI TOKOH

A. Lahirnya Mas Karebet

Pada waktu malam hari Ki Ageng Pengging menanggap wayang beber.

Malam itu juga, istri Ki Ageng Pengging yang melahirkan bayi laki-laki yang

tampan. Bertepatan dengan itu hujan deras, orang yang mendalang disuruh

berhenti. Jabang bayi lalu dimandikan dan dibawa ke hadapan Ki Ageng

Tingkir. Bayi diterima lalu dipangku oleh Ki Ageng Tingkir. Ia berkata

kepada Ki Ageng Pengging, adimas anakmu ini tampan sekali, aku punya

keyakinan anak ini kelak tinggi derajatnya. Beruntunglah orang yang

mengetahui. Anak ini aku beri nama Mas Karebet, karena lahirnya sedang

menanggap wayang beber.

Ki Ageng Tingkir, Ki Ageng Butuh, Ki Ageng Ngerang setelah

sepuluh hari di Pengging lalu kembali. Tidak lama kemudian Ki Ageng

Tingkir wafat. Ki Ageng Pengging dipanggil istri Ki Ageng Tingkir. Mereka

di Tingkir lima hari, kemudian kembali lagi ke Pengging. Sekembalinya dari

Tingkir, Ki Ageng Pengging sangat susah, karena istri Ki Ageng Tingkir

ingin segera mati menyusul suaminya.

Sultan Bintara lama menunggu datangnya Ki Ageng Pengging.

Waktunya sudah lebih 2 tahum. Sultan Bintara berpikir sudah jelas kalau Ki

Ageng Pengging membangkang dan tidak mau menghadap. Sultan Bintara

mengutus Sunan Kudus ke Pengging, agar menyampaikan amanahnya. Sunan

Kudus berangkat dengan membawa tujuh sahabat, serta membawa bende kadi

dinamai Kyai Macan.


1

Alkisah, Sunan Kudus di Jalan-jalan menamai daerah-daerah seperti

desa Sima, Jimbungan, Derana, Aru-aru. Saat perjalanan sunan Kudus sampai

di Pengging bertemu dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus berdebat

dengan Ki Ageng Pengging. Sunan Kudus tahu maksud hati Ki Ageng

Pengging. Maka Dia pun menjatuhkan hukuman sebagai orang yang yang

membangkang kepada Raja. Ki Ageng Pengging tewas ditangan sunan

Kudus. Keluarganya geger mereka membela Ki Ageng Pengging yang sudah

wafat. Mereka mengejar sunan Kudus. Sunan Kudus mengeluarkan kesaktian

sahabatnya yang hanya tujuh orang dilihat orang Pengging seperti dua ribu

serta bersenjata lengkap. Akan tetapi orang Pengging tidak takut. Mereka

mengamuk dan memukul bende bernama Kyai Udan Arum. Sunan Kudus

kemudian mengeluarkan kesaktian lagi. Tekonya dilemparkan orang

Pengging hilang nafsunya dan menyerah. Merka lalu mengurusi jenazah

Gustinya dan menguburnya disebelah timur laut rumahnya. Setelah sudah 40

hari, Istri Ki Ageng Pengging wafat. Mas Karebet sebatang kara dan dirawat

oleh para saudaranya.

B. Mas Karebet Dijuluki Jaka Tingkir

Bagus Karebet yang ditinggalkan oleh Ki Kebo Kenongo sekitar 10

tahun. Tampan, gagah, dan bentuk tubuh yang kekar halus kulitnya berwajah

ceria bagaikan emas yang diasah. Sangat gemar terhadap wayang, ikut

mengabdi kepada Ki dalang, akhirnya mampu memainkan wayang. Bagus

Karebet yang yatim piatu diambil anak oleh Nyai Ageng Tingkir, itulah

sebabnya ia lebih dikenal sebagai Jaka Tingkir. Ia sangat disayangi oleh Nyai
2

Ageng Tingkir dan dimanjakan. Ia suka berkelana masuk ke gua-gua sepi di

pegunungan, sehingga tampak kurang makan dan tidur, cita-citanya ingin

menjadi prajurit, dan ingin sakti tidak mempan oleh hujaman senjata. Jaka

Tingkir sering pergi ke hutan selama 3 hari baru pulang kadang 3 hari 3

malam. Begitu Jaka pulang ditangisi ibunya, katanya oh anakku belahan

jiwaku lebih baik kau bantu aku ke ladang mencangkul bersama pembantu

semua. Jaka Tingkir pun kemudian menyusul pembantunya ke sawah sebelah

timur sungai. Juru sawah tahu bahwa tuannya datang, tetapi ketika saat

makan tiba, Jaka tidak ikut makan ingin menunggui sawah saja. Ketika itu

Sunan Kalijaga rawuh datang dari sebelah selatan sawah Jaka Tingkir sambil

berteriak-teriak begini, hai anak muda yang ada di sawah lekas pulang, karena

kau calon Raja yang menguasai tanah jawa ini, lebih baik kau mengabdi ke

Demak .

Setelah itu, sunan Kalijaga berjalan ke Utara kemudian menghilang.

Jaka Tingkir terbengong, dia tidak mengenal siapakah orang yang

memberitahukan kenyataan dirinya itu, namun demikian ia tetap menuruti

perintah. Jaka Tingkir pulang dan memberitahukan kepada ibunya,

mendengar keterangan Jaka Tingkir, ibunya kaget, Engger bagaimana bentuk

orang yang memanggil-manggil kamu nak? Jaka menjawab, tubuhnya tinggi

berjalan agak membongkok-bongkok, berpakaian serba hitam. Nyai Ageng

terhenyak. “lho itu kan kanjeng Sunan Kalijaga, aduh kau mendapatkan

wahyu, nak. Dia seorang wali, laksanakanlah perintah itu mengabdilah di

sana, sekarang lebih baik kau kuserahkan kepada pamanmu saja yang
3

mengabdi di sana, menjadi lurah Suranata bernama Ki Ganjur, dia adalah

saudaraku sendiri”. Jaka Tingkir tidak menolak. (Babad Tanah Jawa

(Majapahit-Demak-Pajang)

C. Jaka Tingkir Mengabdi Mengabdi ke Demak

Jaka tingkir diantar oleh dua orang santri menuju Demak, ,menemui

Ki ganjur setelah berpamitan dengan ibunya. Setelah mereka bertemu Ki

Ganjur, dua santri itu menyampaikan pesan Nyai Ageng kepada Ki Ganjur,

yakni menyerahkan Jaka tingkir agar mengabdi kepada Baginda Sultan. Ki

Ganjur berkata: “Ya, katakanlah kepada Mbak Yu sudah kuterima putranya,

tapi aku tidak memastikan diterima atau tidaknya. Hal itu bergantung pada

nasib anak sendiri, kemudian kedua santri pulang. Jaka Tingkir selama ini di

tempat Ki Ganjur pekerjaannya menghadap Baginda manakala ada pertemuan

atau menyerahkan sesuatu di masjid kecil Suranatan.

Pada suatu hari ketika sang Sultan bersembahyang, keluar dari masjid

kecil seperti biasanya didampingi 30 orang Suranata (pengawal) mereka

bersiap di tepi kolam, dia hendak menyingkir tetapi tidak bisa, sebab

terhalang kolam. Jaka tingkir melompat sambil membelakangi. Sultan Demak

kaget melihat hal itu, lalu menanyainya “Hai anak darimana dan anak siapa?

Ki Ganjur yang dekat Baginda Sultan menjawab : tuanku dia anak hamba,

anak dari desa putra Kyai Ageng Tingkir, saudara tua hamba. Kanjeng Sultan

sangat suka pada Jaka Tingkir karena tampan dan digdaya. Lama-lama dia

diambil sebagai putra, diberi hak asuh ke dalam istana serta dijadikan lurah

tamtama. Jaka dikenal oleh orang senegara Demak. Setelah cukup lama, sang
4

raja ingin menambah prajurit tamtama 400 orang lagi. Kerajaan merekrut dan

memilih para pemuda dari kota dan pedesaan. Salah satu tesnya adalah diadu

dengan banteng, kalau mampu memukul kepala banteng sampai remuk,

masuk menjadi tamtama, kalau tidak gugur.

D. Jaka Tingkir Diusir dari Demak

Alkisah, ada orang dari Kedu Pingit bernama Ki Dadung Awuk.

Wajahnya menyeramkan, akan tetapi sudah terkebal kesaktiannya. Ki Dadung

Awuk tadi lalu ke Demak, ingin menjadi prajurit tamtama. Lalu disampaikan

kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir kurang suka melihat tampang orang itu,

sebab berangasan dan kurang sopan. Lalu ditantang oleh Jaka Tingkir. Krena

di desa sudah terkenal kesaktiannya, apakah mau dicoba dengan ditusuk

keris. Jawabnya mau. Ki Dadung Awuk lalu ditusuk oleh Jaka Tingkir.

Dadanya pecah, lalu mati. Teman-teman tamtama disuruh ikut menusuknya

dengan keris. Jenazah Ki Dadung Awuk terluka parah. Jaka Tingkir semakin

terkenal kesaktiannya.

Peristiwa itu disampaikan kepada Sultan, kalau Jaka Tingkir

membunuh orang yang hendak masuk menjadi tamtama. Kanjeng Sultan

sangat marah, karena Kanjeng Sultan terkenal sebagai raja yang adil. Maka

Jaka Tingkir lalu dijatuhi hukuman diusir dari negeri Demak. Kanjeng Sultan

memberi diyat kepada ahli waris Ki Dadung Awuk sebanyak lima ratus real.

Adapun Jaka Tingkir lalu pergi dari negeri Demak. Mereka yang melihat

sangat kasihan. Teman-teman tamtamanya banyak yang menangisi. Jaka

Tingkir sangat malu karena kesalahannya itu. Ia malu bertemu dengan orang
5

Demak. Ia begitu masgul. Ia putus asa dan ingin mati saja. Perjalanannya ke

arah timur laut. Menuju hutan besar, tidak tentu arah tujuannya karena

bingung hatinya.

Di tengah hutan, ia berjalan tanpa arah dan tujuan sampai lima bulan.

Ketika itu, perjalanannya sampai di hutan jati di t engah Gunung Kendeng.

Disana ia bertemu dengan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng sangat kaget dan

berkata sambil mendekati, “Thole, berhentilah. Wajahmu mirip Kakangku

Pengging yang sudah mati. Kalau kamu jadi putranya pantas. Akan tetapi

kamu tampan dan gagah. Ki Ageng Pengging dulu agak lebih tinggi sedikit.

Cepat jawablah. Dari mana asalmu?” Jaka Tingkir berkata, “Kalau mau tahu,

ya saya ini anaknya Ki Ageng Pengging.” Mendengar jawaban itu, Ki Ageng

segera memeluk Jaka Tingkir sambil berkata, “Ada apa, anakku, kamu kok

ada di tengah hutan begini?” Jaka Tingkir lalu menceritakan dari awal sampai

akhir. Ki Ageng sangat haru.

Ki Ageng kemudian pulang. Jaka Tingkir diajaknya serta. Setibanya

di Butuh, Jaka Tingkir disanjung-sanjung. Ki Ageng Butuh kemudian

memanggil Ki Ageng Ngerang. Ki Ageng Ngerang segera ke Butuh. Ia lantas

diberi tahu, kalau Jejaka ini adalah anak Ki Ageng Pengging. Ki Ageng

Ngerang segera memeluk sambil menangis. Ia berkata, “Thole, beberapa

waktu lalu aku ke Pengging, akan tetapi kamu tidak ada, sudah dibawa ibumu

ke Tingkir. Jadi sudah senang hatiku. Sekarang kamu mendapat kesusahan

begitu. Thole, terimalah dengan lapang dada. Semua tindakanmu yang tidak
6

benar, itu sudah takdir Allah, dan sudah lumrah orang yang akan mendapat

kemuliaan itu mesti perjuangannya sulit.”

Ki Ageng Butuh dan Ki Ageng Ngerang banyak-banyak menasehati

Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat berterima kasih. Jaka Tingkir tinggal dua

bulan di rumah Ki Ageng Butuh. Setelah banyak-banyak menasehati, Ki

Ageng Butuh berkata, “Thole, karena sudah antara tujuh bulan kamu pergi

dari Demak, maka kamu dapat kembali ke Demak, atau pulang ke Tingkir

dan Pengging. Mudah-mudahan Kanjeng Sultan sudah ingat serta memanggil

terhadap kamu. Aku yakin, lama-lama kamu dicari di mana tinggalmu.” Jaka

Tingkir patuh lalu berangkat sendirian. Setibanya di pinggir kota Demak, lalu

mencari temannya para tamtama. Satu persatu mereka datang secara

sembunyi-sembunyi. Jaka Tingkir bertanya kepada para tamtama, karena

perginya sudah lama, apakah Kanjeng Sultan sudah pernah bertanya tentang

dirinya. Jawab para tamtama, Sang Raja belum pernah bertanya. Mendengar

hal itu Jaka Tingkir sangat susah hati. Ia lalu pamit kepada teman-temannya,

hendak mengembara lagi.

Perjalanan Jaka Tingkir menuju di Pengging. Di suatu malam, ia tidur

di kebun, di kuburan ayahandanya sampai empat malam. Kemudian ia

mendengar suara yang sangat jelas, “Thole, pergilah kamu ke arah tenggara.

Dekat Desa Getas Ali ada orang tinggal disitu, namanya Ki Buyut Banyu

Biru. Mengabdilah kepadanya. Jalanilah apapun perintahnya.“ Jaka Tingkir

sangat kaget. Lalu ia bangun dari tidurnya, lalu berangkat sendirian.


7

Ganti alkisah, di Dukuh Caltujuh, kakinya Gunung Lawu, di situ ada

orang bertapa, bernama Ki Jaba Leka – masih trah Majapahit. Ki Jaba Leka

punya anak satu laki-laki, tampan wajahnya, bernama Mas Manca. Ki Mas

Manca tadi pergi dari Caltujuh, hendak bertapa ke pesisir selatan. Tapi ia

berhenti di sebuah telaga yang berwarna biru, lalu diambil putra oleh Ki

Buyut Banyu Biru. Ia sangat dikasihi, diperbolehkan berbuat sesukanya

supaya segera mendapat derajat. Sebab Ki Buyut tahu kalau Mas Manca tadi

akan menjadi pendamping raja. Ketika itu, Ki Buyut berkata kepada Ki Mas

Manca. “Kulup, cpelan rajamu hampir sampai disini. Kalau sudah tiga bulan

di Banyu Biru, berarti sudah hampir menjadi raja. Kelak akan beristana di

Pajang. Raja itu sangat sakti, ditakuti para musuh. Kratonnya terhormat. Ia

adalah keturunan Adipati Jayaningrat di Pengging. Kamu yang akan menjadi

patihnya. Aku besok yang mengupayakan, agar cepat bertahta.“ Ki Mas

Manca mengucapkan banyak terimakasih.

E. Jaka Tingkir Berguru Ki Buyut Banyu Biru

Dua hari kemudian, Jaka Tingkir sampai di Banyu Biru. Ia kemudian

diangkat sebagai putra Ki Buyut. Ia sangat dipuji-puji, dipersaudarakan

dengan Mas Manca. Ki Buyut menghabiskan nasehatnya kepada Jaka

Tingkir dan Mas Manca. Sesudah genap tiga bulan, Ki Buyut berkata kepada

Jaka Tingkir, “Ngger, sudah saatnya kamu menghadap lagi kepada Kanjeng

Sultan. Mumpung ini musim hujan, beliau mesti istirahat di Gunung Prawata.

Kukira kedatanganmu di Prawata masih bisa menemui Kanjeng Sultan. Kamu

kuberi syarat agar bisa disapa oleh Kanjeng Sultan. Tanah ini berikan Kerbau
8

Danau. Kerbau pasti akan mengamuk ke Prawata. Orang Demak tidak ada

yang bisa membunuh. Kalau sudah begitu, Kanjeng Sultan akan menanyakan

keberadaanmu. Kalau kamu disuruh membunuh kerbau itu, tanahnya

buanglah dulu. Kerbaui tu pasti bisa kamu bunuh. Dan kamu kuberi teman

adikmu ini, Ki Mas Manca serta saudaraku laki-laki, namanya Ki Wiragil,

serta keponakanku, Putra Buyut Majasta, namanya Ki Wila. Tiga orang itu

jangan sampai pisah dengan kamu.” Jaka Tingkir mematuhi.

Ki Buyut lalu memerintahkan anak cucunya agar membuat getek,

untuk kendaraan Jaka Tingkir. Setelah sudah selesai, kemudian berangkat

naik getek. Ki Buyut Banyu Biru mengantar sampai dipinggir sungai, sambil

berdo’a menengadah ke langit. Ki Majasta mengantar ikut naik getek. Getek

mengalir di Sungai Dengker. Sesudah sampai di Desa dekat rumah Ki

Majasta, mereka menginap disitu selama tiga hari, lalu berangkat. Ki Majasta

tidak ikut. Getek berjalan lagi sampai di bengawan picis. Empat sekawan tadi,

dua orang mengayuh, yang dua di depan. Setelah pukul empat sore sampai di

kedung Srengenge. Hujan gerimis campur hujan. Di Kedung Srengenge itu

ada raja buaya, bernama Baureksa. Patihnya bernama Jalu Mampang.

Prajuritnya Buaya tak terhitung jumlanya. Buaya Jalu Mampang memimpin

dua ratus buaya, mengejar getek. Maka terjadilah perang dengan Mas Manca

di daratan. Patih Jalu Mampang beserta tujuh puluh buaya mati, dipukuli

dengan kayu-kayuan oleh Mas Manca. Jaka Tingkir masuk ke dalam air

seperti di daratan saja. Ia membunuhi banyak buaya. Baya, raja buaya yang

bernama Baureksa menyerah kepada Jaka Tingkir, serta berjanji hendak


9

mengantar perjalanan Jaka Tingkir di air dan berjanji akan memberi satu

buaya sebagai persembahan setiap tahun.

Jaka Tingkir kemudian meneruskan perjalanan naik getek lagi. Getek

ini disunggi empat puluh buaya. Mereka tinggal enak-enak naik getek. Kayuh

dan bilahnya dibuang. Waktu malam hari, mereka sampai di Butuh. Getek

dipinggirkan. Buaya tahu adanya wangsit. Getek diistirahatkan. Jaka Tingkir

beserta ketiga kawannya yang kelelahan tertidur di atas getek.

F. Wahyu Kraton untuk Jaka Tingkir

Pada waktu tengah malam, Ki Ageng Butuh keluar dari rumahnya,

kaget melihat pulung kraton, jatuh dari arah barat laut, jatuh di sungai tempat

Jaka Tingkir tidur. Ki Ageng kemudian mengejar jatuhnya pulung itu.

Setibanya di pinggir sungai, Ki Ageng tidak ragu lagi melihat Jaka Tingkir,

yang tidur di getek, kejatuhan pulung. Ia lalu dibangunkan, “Thole,

bangunlah, jangan tidur saja. Pulung Kraton Demak sudah pindah

kepadamu.” Jaka Tingkir dan teman-temannya lalu segera bangun. Mereka

dibawa ke padepokan Ki Ageng Butuh. Ki Ageng Ngerang lalu dipanggil.

Mereka menasehati banyak-banyak kepada Jaka Tingkir karena pulung kraton

Demak sudah pindah kepada dirinya. Ia akan menggantikan Sultan Demak,

tinggal dimohonkan kepada Allah, agar mendapat cinta kasih Sang Raja. Ia

dinasehati tentang laku yang nista dan utama. Banyak-banyak nasehat dua

orang Kiai tadi kepada Jaka Tingkir. Jaka Tingkir sangat bersuka hati serta

siap menjalankan ajaran itu. Jaka Tingkir kemudian pamit berangkat beserta

teman-temannya. Mereka naik getek lagi dengan pelan. Setelah sampai di


10

desa Bulu, daerah Majenang, kemudian naik ke darat. Buaya di suruh kembali

ke Kedung Srengenge. Jaka Tingkir dan teman-temannya meneruskan dengan

berjalan darat. Sejak saat itu desa Bulu diganti menjadi Desa Tindak.

Perjalanan Jaka Tingkir ke arah barat laut keluar sampai di Grobogan.

Setibanya di Prawata, Jaka Tingkir tahu, kalau Kanjeng Sultan masih

bercengkrama disitu, belum pulang ke Demak. Jaka Tingkir kemudian

mencari Kerbau Danu. Setelah ketemu, lalu diberi tanah dari Majasta. Kerbau

itu segera lari mengamuk menuju pesanggrahan Prawata, mengobrak abrik

pesanggrahan, serta menerjang orang-orang. Banyak prajurit yang terluka dan

tewas. Orang-orang Prawata geger. Kerbau itu dihujani senjata tidak

mempan. Kanjeng Sultan memerintahkan kepada prajurit tamtama untuk

menghadang amukan Kerbau Danu. Para prajurit membawa senjata lengkap.

Para Prajurit tamtama itu sudah diajari menempeleng kepala banteng, sekali,

remuk kepalanya, mati. Prajurit tamtama lalu keluar menghadapi amukan

kerbau, seorang demi seorang bergantian. Akan tetapi tidak ada yang bisa

memukul hancur kerbau tadi. Malah banyak yang terkena tanduk, dan

terinjak-injak. Kerbau itu mengamuk sampai tiga hari tiga malam. Kalau

matahri terbenam, kerbau itu kembali ke hutan. Kalau pagi hari mengamuk

lagi ke pesanggrahan. Kerbau itu mencari manusia dan mengejarnya. Tiap

hari Kanjeng Sultan melihat dari panggung. Ketika itu Kanjeng Sultan

melihat kerbau itu mengamuk lagi. Belliau segera berkata kepada hambanya

yang bernama Jebad, “Jebad, Aku seperti melihat itu Si Tingkir, bersama tiga

orang baturnya. Iya. Aku tidak pangling. Tanayailah, apakah ia berani aku
11

adu dengan Kerbau yang mengamuk itu. Kalau si Tingkir bisa membunuh

kerbau itu, aku ampuni dosanya yang sudah-sudah.” Jaka Tingkir begitu

mendapat perintah, langsung bertindak. Kanjeng Sultan memerintahkan untuk

mengepung kerbau itu serta disuruh untuk menyoraki Jaka Tingkir beradu

dengan kerbau dan disuruh menabuh gamelan monggang. Sang Raja melihat

pertarungan dengan kerbau itu. Kerbau itu menerjang. Jaka Tingkir ditanduk,

diterjang, akan tetapi tidak mempan. Tanduk dan ekor kerbau itu dipegang

dan ditarik. Kerbau jatuh tergeletak, tanah syarat dari Banyu Biru keluar.

Kepala kerbau itu segera ditempelenng oleh Jaka Tingkir.

Kerbau itu pun mati terkapar. Semua yang melihat senang. Demikian

pula Kanjeng Sultan. Jaka Tingkir lalu dikembalikan kedudukannya seperti

dahulu, sebagai lurah prajurit tamtama. Kanjeng Sultan kembali sangat

mengasihi seperti yang dahulu. Kanjeng Sultan kemudian pulang ke negeri

Demak.

Tidak lama kemudian, Kanjeng Sultan pergi ke Cirebon. Ia ingin

membujuk Sunan Kalijaga, agar mau tinggal di Demak. Sunan Kalijaga

menurut, lalu dibangunkan rumah di Adi Langu. Ia bertugas mengajar agama

Islam. Murid beliau sangat banyak.

Alkisah, Ki Ageng Sela ingin masuk sebagai prajurit tamtama.

Kemudian beliau dicoba, diadu dengan banteng. Banteng dipukul kepalanya

sekali mampus. Darahnya mencurat. Ki Ageng Sela menjawab kecipratan

darah. Ki Ageng Sela kemudian ditolak menjadi tamtama, karena takut darah.

Ki Agneg Sela sangat malu, lalu kembali. Ia marah dan mengumpulkan para
12

pemuda Sela. Ia marah dan mengamuk istana Demak. Ki Ageng naik kuda,

diiring kawan-kawannya juga naik kuda, dan masih banyak pula yang jalan

darat. Setibanya di antara dua buah pohon beriring kurung di alun-alun

Demak, lalu dipanah oleh Sultan Bintara. Kuda Ki Ageng terkena panah

hingga meronta dan menubruk kuda kawannya. Kawan-kawannya pontang

panting, terkena serangan panah. Kuda Ki Ageng lari kembali ke Sela.

Kawannya bubar semua. Kanjeng Sultan melihat dengan tersenyum dan

berkata kepada Patih Wanasalam, “Ternyata Kecil hatinya Ki Ageng Sela.

Kukira, tidak bisa ia menjadi raja. Tapi tak tahulah di belakang hari.”

KASULTANAN PAJANG HADININGRAT

A. Jaka Tingkir Menjadi Sultan Pajang Tahun 1946-1987

Alkisah, Kanjeng Sultan sudah berputra enam. Sulungnya perempuan,

dikawinkan dengan anak Ki Ageng Sampang. Bernama Pangeran Longgar.

Adiknya laki-laki, bernama Pangeran Prawata. Ketiga perempuan, kawin

dengan Pangeran Kalinyamat. Keempat perempuan, kawin dengan Pangeran

Cirebon. Kelima perempuan, dikawinkan dengan Jaka Tingkir. Bungsunya

laki-laki, bernama Pangeran Timur. Jaka Tingkir, setelah sudah menikah, lalu

diangkat sebagai bupati Pajang, diberi tanah empat ribu karya. Ia menghadap

ke Demak tiap tahun. Tidak lama kemudian Pajang sudah gemah raharja,

subur makmur. Adipati Pajang pun telah membuat istana.

Alkisah, Sultan Demak wafat. Setelah wafatnya sultan Demak,

Adipati Pajang mengangkat diri sebagai Sultan. Semua bawahan Demak

ditundukkan Pajang. Jika ada yang membangkang dihantam perang. Tanah


13

Pesisir, Manca Negara, Bang Wetan dan Pesisir Barat semua sujud, tidak ada

yang melawan. Mereka takut kedigjayaan Adipati Pajang. Adapun yang

menjadi Adipati Demak adalah anak Sultan Kedua, bernama Sultan Prawata.

Ia tunduk dengan Adipati Pajang. Anak Sultan Trenggana yang bungsu, yang

bernama Pangeran Timur dibawa ke Pajang lalu dijadikan Bupati Madiun.

Ada sebuah cerita lagi, pada masa Sultan Demak ini, Ki Ageng Sela

sedang berangkat ke sawah. Tiba-tiba hujan lebat. Ia membawa cangkul.

Waktu itu menjelang Asar. Setibanya di sawah ia lalu mencangkul. Baru saja

tiga cangsayan, tiba-tiba ada petir datang, berwujud seorang kakek-kakek. Ki

Ageng tahu, kalau orang ini adalah perwujudan petir. Maka segera

ditangkapnya. Petir berbunyi menggelegar. Ki Ageng semakin kuat

memegangnya. Petir lalu dirangket, dibawa ke Demak. Petir lalu dipenjara di

kurungan besi. Kanjeng Sultan memerintahkan agar tidak diberi minum.

Seorang nenek-nenek datang, memberi minum memakai beruk. Ini adalah

istrinya petir yang dipenjara tadi. Petir yang dipenjara ketika mendapat air,

lalu menggeleger lagi, penjara besi hancur seketika, dua petir itu menghilang.

B. Asal Mula Bende Ki Bicak

Alkisah, di Demak ada dakang ringgit purwa, bernama Ki Bicak.

Istrinya cantik. Ia ditanggap oleh Ki Ageng Sela. Kyai Ageng melihat istri

dalang itu jatuh hati. Dalang Ki Bicak lalu dibunuhnya. Wayang dan Bende

pusaka serta istrinya diambil oleh Ki Ageng Sela. Ki Ageng begitu mendapat

Bende, tidak jadi suka kepada istri Dalang Ki Bicak. Ia jatuh hati pada Bende

pusaka itu. Bende dinamakan Ki Bicak. Menurut firasat Kanjeng Sultan


14

Kalijaga, Bende tadi akan menjadi pusaka keraton, serta akan menjadi

pertanda perang. Kalau Bende ditabuh dan bunyinya menggeleger, perangnya

pasti akan menang. Kalau ditabuh tapi tidak berbunyi, pertanda akan kalah

perangnya.

Pada waktu itu, Ki Ageng Sela sedang mengemban anaknya yang

masih kecil di dekat tanaman waloh. Ki Ageng memakai kain cinde, tidak

memakai sawuk. Tiba-tiba ia mendengar ramai-ramai. Ki Ageng berniat akan

kembali, menaruh putranya. Akan tetapi orang yang mengamuk itu keburu

datang, lalu menyerang Ki Ageng. Ki Ageng tidak mempan, akan tetapi Ki

Ageng terserat batang waloh. Ia jatuh terlentang. Kain cindenya lepas dari

badannya, jadi telanjang. Ki Ageng kemudian bangun. Orang yang

mengamuk itu ditempeleng. Pecah kepalanya dan tewas. Ki Ageng lalu

bersumpah, kelak seketurunannya jangan berkain cinde, serta jangan

menanam waloh dan memakan buahnya.

Alkisah, Ki Ageng Sela sudah berputra tujuh, semua sudah

berkeluarga. Pertama bernama Ki Ageng Lurung Tengah, Nyai Ageng Saba,

Ketiga Nyai Ageng Bangsri, keempat Nyai Ageng Jati, kelima Nyai Ageng

Patanen, keenam Nyai Ageng Pakis Dadu dan bungsunya laki-laki bernama

Ki Ageng Ngenis. Setelah berputra tujuh, Ki Ageng Sela wafat. Adapun Ki

Ageng Ngenis tadi juga sudah berputra laki-laki satu, bernama Ki

Pemanahan. Ia dikawinkan dengan anak Nyai Ageng Saba yang sulung. Anak

bungsu Nyai Ageng Saba adalah laki-laki bernama Kyai Juru Martani. Jadi Ki

Pemanahan tadi dengan Kyai Juru Martani adalah saudara Ipar. Ki Ageng
15

Nngenis mengambil satu anak angkat laki-laki, masih keponakan misan,

bernama Ki Panjawi. Ia dipersaudarakan dengan Ki Pemanahan dan Ki Juru

Martani. Mereka menjadi saudara yang sangat rukun. Ketiga orang tadi

kemana saja tidak berpisah. Mereka lalu berguru kepada Sunan Kalijaga,

bersamaan dengan Sultan Pajang. Atas inisiatif Sunan Kalijaga, Sunan Pajang

dipersaudarakan dengan ketiga orang tadi. Mereka sangat rukun bersaudara

seperti saudara kandung.

C. Para Sahabat Sultan Pajang

Kemudian atas kehendak Sultan Pajang, Ki Ageng Ngenis diberi

rumah di Lawiyan. Setelah lama, Ki Ageng Ngenis wafat dan dikubur di

Lawiyan. Ki Pemanahan dan Ki Panjawi sudah diabdikan di Pajang dan

dijadikan lurah Tamtama. Mereka sangat tekun menjalankan tugas, sehingga

dipercaya mengatasi segala persoalan negeri Pajang, dan disebut kakang oleh

Sultan Pajang. Adapun Ki Juru Martani tugasnya adalah momong Ki Panjawi

dan Ki Pemanahan. Sedang yang menjadi patih Pajang adalah Ki Mas Manca.

Sultan juga dibantu oleh para Tumenggung Manca Negara. Ki Wila dan Ki

Wiragil menjadi Bupati.

Alkisah, Ki Pemanahan sudah berputra tujuh, laki-laki lima dan

perempuan dua. Sulungnya bernama Raden Jambu, kedua Raden Bagus,

Ketiga Raden Santri, keempat Raden Tompe, kelima Raden Kadawung,

keenam perempuan dikawinkan dengan Tumenggung Mayang. Bungsunya

perempuan masih kecil. Ketika itu kanjeng Sultan Pajang belum berputra.

Anak Ki Pemanahan yang bernama Raden Bagus tadi diambil putra sulung
16

oleh Sultan Pajang. Ia sangat dikasihi, seperti anaknya sendiri. Waktu itu

oranng jawa banyak berguru agama Islam dan ilmu kadigjayaan serta

keteguhan. Guru yang terkenal ada dua, pertama Kanjeng Sunan Kalijaga,

dan kedua Kanjeng Sunan Kudus. Sunan Kudus memiliki murid tiga orang,

satu Arya Penangsang di Jipang, kedua Sunan Prawata, dan ketiga Sultan

Pajang. Yang paling dikasihi adalah Pangeran Arya Penangsang. Pada waktu

itu, Sunan Kudus sedang duduk di rumahnya dengan Panngeran Arya

Penangsang. Sunan Kudus berkata kepada Arya Penangsang, “Orang berani

melawan guru itu hukumnya apa?” Arya Jipang menjawab pelan, “Hukumnya

dibunuh. Tapi saya belum tahu, siapa yang punya niat demikian itu.” Sunan

Kudus berkata, “Kakangmu Prawata.” Arya Penanngsang, mendengar kata

Sunan Kudus, lalu bertekad membunuh Sunan Prawata. Segera ia berangkat.

Setibanya di Prawata ia sudah bertemu dengan Sunan Prawata. Sunan

Prawata sedang sakit, didampingi istrinya. Arya Penangsang menyuruh

abdinya masuk. Setelah melihat kedatangan abdi itu, sunan Prawata bertanya,

“Kamu itu siapa?” rangkud berkata, “Hamba utusan Arya Penangsang,

disuruh membunuh paduka.” Sunan Prawata berkata, “Iya sekehendakmu.

Akan tetapi aku saja yang kau bunuh, jangan kau ikutkan orang lain.”

Rangkud lalu menusuk Sunan Prawata sekuatnya. Dada Sunan Prawata

tembus sampai punggung. Lalu dada istrinya. Sunan Prawata melihat istrinya

terluka, segera menarik kerisnya, bernama Kyai Betok, dan dilemparkan

kepada abdi yang bernama Rangkud itu. Rangkud terkena ujung keris, roboh
17

ke tanah dan mati. Sunan Prawata dan Istrinya juga tewas. Pada waktu itu

tahun 1453

Alasan utama Arya Penangsang membunuh Sunan Prawata adalah

karena ayah Arya Penangsang telah dibunuh oleh Sunan Prawata. Ketika baru

saja pulang Jum’atan, ia dihadang dijalan oleh utusan Sunan Prawata,

bernama Surayata. Ki Surayata lalu dibunuh oleh seorang Sunan teman ayah

Arya Jipang. Demikianlah kisah kematian Ayah Arya Jipang.

D. Sumpah Ratu Kalinyamat

Alkisah, sunan Prawata punya saudara perempuan, bernama Ratu

Kalinyamat. Ia mendendam atas kematian saudara laki-lakinya. Ia lalu

berangkat ke Kudus dengan suaminya, hendak meminta keadilan sunan

Kudus. Dihadapan Sunan Kudus, ia mengutarakan permintaannya itu.

Jawaban Sunan Kudus, “Kakangmu itu sudah hutang pati terhadap Arya

Penangsang. Maka kematiannya itu adalah tebusannya.” Ratu Kalinyamat

mendengar jawaban Sunan Kudus demikian, sangat sakit hatinya. Ia lalu

kembali pulang. Dijalan ia dirampok oleh utusan Arya Penangsang. Suami

Ratu Kalinyamat dibunuh. Ratu Kalinyamat sangat menderita, sebab baru

saja kematian saudaranya, kini malah suaminya menyususl, jadi sangat

prihatin.

Ratu Kalinyamat lalu bertapa telanjang di Gunung Danaraja. Sebagi

penutup tubuhnya hanyalah rambutnya yang digerai. Ratu Kalinyamat

bersumpah, tidak mau memakai kain selama hidup, kalau Arya Jipang belum
18

mati, dan janji siapa yang bisa membunuh Arya Jipang, Ratu Kalinyamat

akan mengabdi kepadanya dan semua miliknya diserahkan semua.

Alkisah, Sunan Kudus sedang bermusyawarah dengan Arya

Penangsang. Sunan Kudus berkata, “Kakangmu Prawata dan Kalinyamat

sekarang sudah mati dan istrinya menangis-nangis. Tapi belum lega hatiku,

kalau kamu belum bertahta menjadi raja tanah Jawa. Dan kalau masih ada

adikmu Sultan Pajang, kukira kamu tidak bisa jadi raja, sebab itu yang

menyulitkan.”

Arya Penangsang, setelah mendengar laporan kajineman (polisi

rahasia), sangat susah hatinya. Ia lalu memberi tahu Sunan Kudus, kalau

utusannya membunuh Sultan Pajang tidak berhasil. “Kalau Kanjeng Sunan

berkenan, sebaiknya Sultan Pajang saja yang sebaiknya diperintah kesini,

dengan alasan, akan diajak bermusyawarah tentang ilmu. Kalau sudah disini,

mudahlah itu.”

Sunan Kudus menuruti permohonan Arya penangsang. Ia Lalu

mengirim utusan untuk memanggil Sultan Pajang. Sultan Pajang gugup

menerima perintah Sunan Kudus, karena artinya diperintah oleh guru. Beliau

kemudian bersiap-siap

E. Dialog Politik Arya Penangsang dengan Sultan Pajang

Akan tetapi Ki Pemanahan dan Ki Panjawi segera mengingatkan agar

Sultan Pajang waspada. Katanya, “Kanjeng Sultan, menurut batinku, Adimas

diperintah oleh Sunan Kudus ini tidak akan diajak musyawarah bab ilmu.

Menurut pikiranku, ini ada hubungannya dengan pencuri dulu itu. Maka
19

meskipun Adimas datang ke Kudus, jangan kurang hati-hati. Sebaiknya

bawalah prajurit secukupnya..” mendengar nasihat Ki Pemanahan dan

Panjawi, Sultan Pajang sangat senang. Ia lalu memerintahkan menyiapkan

prajurit dengan senjata perang lengkap. Anak Ki Pemanahan, yang ikut

adalah putra sulung Sultan Pajang, yang diberi nama Raden Ngabehi Loring

Pasar, serta dijadikan Lurah Prajurit Tamtama. Prajurit Pajang telah siap.

Sultan Pajang lalu berangkat bersama prajuritnya. Akan tetapi Sultan Pajang

mendahului dengan pasukan Kuda. Adapun Prajurit infanteri berjalan di

belakang, yang memimpin oleh Patih Pajang, Tumenggung Manca Negara.

Perjalanan Sultan Pajang sudah sampai di Kudus. Ia berhenti di Alun-

alun. Lalu ia memberi tahu kepada Sunan Kudus. Sunan Kudus lalu

menyuruh Pangeran Arya Jipang duduk di Sitinggil. Arya Penangsang

waspada, kemudian keluar duduk di sitinggil dengan prajurit pilihan

dibelakangnya. Maksud Arya Penangsang, kalau Sultan Pajang datang, akan

dilihat kerisnya, lalu ditusukkan. Prajuritnya pasti akan segera mengeroyok.

Adapun Sultan Pajang tadi sudah menerima utusan Sunan Kudus, disuruh

duduk di sitinggil dengan Arya Penangsang. Sultan Pajang lalu duduk pula.

Ki Panjawi dan Ki Pemanahan serta Raden Ngabehi Lorong Pasar

mendampingi kiri kanan agak ke belakang, sambil waspada. Sultan Pajang

duduk berhadap-hadapan dengan Arya Penangsang, saling bertukar pandang.

Arya Penangsang kemudian bertanya kepada Sultan Pajang, “Adik, sudah

lama saya tidak bertemu dengan kamu. Sekarang kita ada disini. Keris apa

yang kamu pakai sekarang?” Sultan Pajang menjawab, “Keris saya yang
20

lama.” Arya Penangsang berbicara lagi, “Mana, Adik? Saya ingin melihat

kerismu.” Keris lalu dihunus. Ki Pemanahan segera mencubit. Sultan Pajang

merenung keris sudah diulurkan kepada Arya Penangsang. Sultan Pajang

segera menarik Kyai Setan Kober, sambil berkata, ”Kakang Arya

Penangsang, masih bagusan keris saya ini. Melebihi yang Kakang lihat itu.”

Arya Penangsang tersenyum sambil berkata, “Menurutku, yang kupakai ini

juga bagus, masih ampuh pun Kyai Crubuk. Luwang-nya yang jadi sekali

tusuk mesti mati.”

Sunan Kudus datang ke sitinggil. Ia melihat yang dua orang yang

duduk dengan keris terhunus. Sunan Kudus segera mendekati sambil berkata,

“Ini ada apa, mengapa kok menghunus keris segala? Apa akan blantikan, apa

akan tukar keris? Cepat masukkan ke sarungnya, tidak baik dilihat orang

banyak.” Keris lalu dikembalikan kepada Sultan Pajang, serta disarungkan

kembali. Arya Penangsang berkata, “Pantas belum waktunya aku akan

membuat janda.” Sultan Pajang membalas, “Memang belum saatnya aku mau

memberi pakan burung gagak.” Sunan Kudus menimpali, “Sudah jangan

diperpanjang ocehan kalian. Rukunlah jadi saudara itu. Sudah sekarang

kembalilah ke Pesanggrahanmu sendiri-sendiri. Besok kalau para Bupati

sudah kumpul, kalan aku panggil.” Arya Penangsang lalu kembali ke

pesanggrahannya di sebelah timur Bengawan Sore. Sultan Pajang

pesanggrahannya sebelah barat Bengawan Sore. Prajurut Pajang yang

berjalan di belakang pun sudah datang.

F. Menembus Sumpah Batu Kalinyamat


21

Pada suatu malam, Sultan Pajang duduk berbincang-bincang dengan

Ki Pemanahan serta Ki Panjawi. Ki Pemanahan berkata, “Saya mendengar

kabar, setelah wafatnya Sunan Prawata dan kakangnya, Kangmbok Ratu

Kalinyamat sangat Prihatin, kemudian bertapa di Gunung Danaraja sambil

telanjang. Sumpahnya, ia tidak mau berkain, kalau Arya Penangsang belum

mati. Kalau Adimas berkenan, mari kita menjenguknya ke sana.” Sultan

Pajang sepakat dengan usulan Ki Pemanahan. Sultan Pajang lalu pergi ke

Gunung Danaraja pada waktu malam hari. Yang mengikuti adalah Ki

Pemanahan, Ki Panjawi, dan ketiga Raden Ngabehi Loring Pasar. Setibanya

Gunung Danaraja, mereka terhenti di Regol. Para putri penjaga melaporkan

kepada Ratu Kalinyamat, kalau Sultan Pajang ingin bertemu. Kata Ratu

Kalinyamat, “Segera panggilah kemari, akan tetapi beritahu terlebih dulu,

kalau aku tidak bisa menemui langsung. Persilahkan duduk di luar gerbang

saja.” Dayang yang diperintah tadi segera menyampaikan pesan itu kepada

Sultan Pajang. Sultan Pajang dan ketiga kawannya lalu masuk, duduk di luar

gerbang. Ratu Kalinyamat berkata, “Adimas Prabu, apa maksud

kedatanganmu kemari?” Sultan Pajang menjawab, ”Mbakyu, saya ke sini

karena saya mendengar berita, kalau Mbakyu meninggalkan negeri, bertapa di

Gunung Danaraja serta tidak berkain. Apa yang menjadi kesusahan hati

Mbakyu? Adapun kematian Kakang Kalinyamat, orang sudah takdir Allah.

Kalau boleh, hilangkanlah kesedihan Mbakyu yang berlebihan itu.” Ratu

Kalinyamat berkata, “Aku mengucapkan terima kasih, Adimas, atas

nasehatmu kepadaku. Akan tetapi sumpahku sudah terlanjur, bagaimana?


22

Aku tidak memakai kain, kalau si Arya Jipang belum mati. Meskipun aku

sampai mati, kujalani. Malah kedatanganmu ke sini itu membuatku senang

sekali. Karena aku perempuan, siapa yang akan kumintai tolong

menghilangkan keprihatinanku. Kalau Adimas bisa membunuh si Arya

Penangsang, maka Kalinyamat dan Prawata, juga seluruh harta bendaku

semua kuserahkan kepada Adimas, serta aku numpang hidup

kepadamu.”Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, saya takut melawan Arya

Jipang, sebab ia sangat sakti dan kuat.” Ratu kalinyamat berkata, “Adimas,

siapa yang bisa mendengar tangis Mbakyumu ini, kecuali kamu? Apakah

kedatanganmu kesini itu tak berguna.” Ki Pemanahan berbisik-bisik kepada

Sultan Pajang, “Kalau menurut saya, sebaiknya dipikir dahulu. Adimas Prabu

sebaiknya sanggupi dulu, nanti malam kita bicarakan lagi. Besok pagi

Adimas Sultan Kemari lagi.” Sultan Pajang menurut. Ia lalu berkata, “Baiklah

Mbakyu. Akan aku pikirkan semalam ini.” Ratu Kalnyamat berkata, ”Iya,

Adimas, besuk kembalilah ke sini. Benar lho, aku tunggu-tunggu.” Sultan

Pajang lalu pamit kembali ke pesanggrahan. Ki Pemanahan mengikuti Sultan

Pajang mundur. Akan tetapi kemudian ia kembali menemui Ratu Kalinyamat,

lalu ditanyai, “Adimas Pemanahan, ada apa lagi, kok ke sini lagi?” Ki

Pemanahan berkata, “Mbakyu, saya ada gagasan untuk Sampeyan, tentang

cara minta tolong kepada Kanjeng Sultan Pajang. Ketika tadi saya melihat

dua dayang putri Sampeyan yang cantik-cantik itu, besok pagi suruhlah

berdandan. Kalau Sultan Pajang datang ke sini, suruhlah mereka dekat di

gerbang ini. Karena, wataknya Sultan Pajang, kalau melihat perempuan


23

cantik, ia lalu timbul keberanian. Pasti lalu menyanggupi untuk membunuh

Arya Jipang. Apalagi kalau putri tadi sampeyan berikan . hanya ini usul saya

sehingga saya kembali ke sini.” Ratu kalinyamat tersenyum sambil berkata,

“Terima kasih , Adimas, atas gagasanmu serta akan aku turuti.” Ki

Pemanahan lalu pamit kembali ke pesanggrahan.

Esoknya, Sultan Pajang bermusyawarah dengan Ki Panjawi dan

Pemanahan. Sultan Pajang berkata, “Bagaimana menurutmu Kakang, tentang

permintaan tolong Kakang saya itu?” Ki Pemanahan menjawab, “Sebaiknya

disanggupi, sebab yang berkewajiban menolong hanya Sampeyan. Sampeyan

pasti tidak kekurangan akal. Abdi Sampeyan para Bupati ditanyai, siapa yang

bisa membunuh Arya Jipang, sampeyan ganjar Negeri dan raja Brana.

Mustahil, kalau tidak ada yang sanggup.” Mendengar gagasan Ki Pemanahan,

Sultan Pajang sangat lega hatinya. Ia lalu berkata, “Kakang, nanti malam kita

kembali. Kasihan Kakangmbok, agar berhenti kesusahannya.”

Setelah malam mulai jatuh, mereka kembali menuju Gunung

Danaraja. Setibanya disitu, Sultan Pajang kaget melihat dua putri cantik,

duduk di kiri kanan gerbang. Sultan Pajang sangat terpesona hatinya. Ia lalu

menoleh bertanya kepada Ki Pemanahan, “Kakang, dua orang itu istri siapa,

kok cantik sekali. Saya belum pernah melihat.” Ki Pemanahan berkata, hanya

putri, meskipun yang lain pasti diberikan, kalau Adimas Prabu bisa

memenuhi permintaannya.”

Ratu Kalinyamat kemudian bertanya kepada Sultan Pajang,

“Bagaimana, Dimas, kedatanganmu kemari apakah sudah memikirkan apa


24

permintaanku kemarin?” Sultan Pajang berkata, “Mbakyu, Sampeyan jangan

khawatir. Enakkan saja hati Sampeyan. Saya sanggup membunuh Arya

Penangsang. Akan tetapi dua putri ini saya minta, itu lho yang duduk dekat

gerbang.” Ratu Kalinyamat berkata, “Adimas, jangankan dua orang putri itu,

negara Kalinyamat dan Prawata dan kekayaanku semua ku berikan. Asalkan

kamu memenuhi permintaanku.”

Dua putri tadi lalu diberikan, disuruh duduk di dekat Sultan.

Keduanya lalu maju, duduk menunduk. Sebenarnya, dua putri ini sudah

bersuami. Yaitu Kajineman di Prawata. Setelah menerima dua putri itu, lalu

Sultan Pajang berkata, ”Mbakyu, jangan khawatir Sampeyan. Arya Jipang

mesti mati oleh saya.” Ratu Kalinyamat berkata, “Baik, Adimas, siapa yang

kupercaya lagi selain dirimu?”

Sultan pamit pulang ke pesanggrahan, membawa dua orang putri.

Adapun Kajineman yang punya istri tadi waktu malam hari berniat

membunuh Sultan Pajang, dengan membawa teman-teman Kajineman empat

orang kajineman. Waktu itu Sultan sedang tidur, lalu dihujani senjata oleh

empat orang kajineman itu. Akan tetapi tidak mempan. Ketika Sultan bangun,

empat kajineman itu bertobat. Sultan lalu mengampuni mereka, serta

diijinkan pulang kembali. Mereka merelakan istrinya.

G. Gugurnya Pahlawan Besar Arya Penangsang

Pada malam harinya, Sultan Pajang memerintahkan kepada semua

pengikutnya, siapa yang bernai membunuh Arya Jipang, Sultan akan

memberi hadiah daerah Pati dan Mataram. Akan tetapi para Bupati dan
25

menteri tidak ada yang sanggup, sebab takut melawan Arya Penangsang.

Sultan Pajang kemudian mengatakan, semua orang di kota maupun desa,

meskipun tukang rumput sekalipun, kalau bisa membunuh Arya Penangsang,

akan dihadiahi negeri Pati dan Mataram.

Alkisah, Ki Panjawi dan Ki Pemanahan, ketiga Ki Juru Martani dan

keempat Raden Ngabehi Loring Pasar sedang berkumpul di rumah Ki

Pemanahan. Ki Juru bertanya tentang kabar terakhir mengenai sayembara itu.

Ki Pemanahan menjawab, “kanjeng sultan menyebarkan sayembara, siapa

yang bisa membunuh arya penangsang, mesti dihadiahi pati dan Mataram.

Akan tetapi para buapati dan menteri takut semua, jadi belum ada orang yang

mempunyai kesanggupan.”

Ki Juru berbicara lagi,”Menurut saya, sebaiknya dua orang, sampeyan

dan Ki Penjawi manyanggupi. Sebab negeri pati dan mataram sayang sekali,

kalau sampai jatuh ke tangan orang lain.” “Ki Juru, mudah orang menerima

hadiah demikian. Sebaliknya, membunuh Arya Penangsang bagaimana?”

jawab Ki Pemanahan.

Ki Juru Martani berbicara lagi, “Umpamanya orang mengadu jago,

kalau botohnya bisa, mesti jagonya menang. Demikian juga orang perang,

kalau bisa mengatur senopatinya, mesti perangnya menang. Karena saya tahu

watak Arya Penangsang, sangat berangasan dan mudah panas hati. Begini

saja Arya Penangsang itu kirimilah surat tantangan. Suruhlah ia datang

sendiri jangan membawa pasukan. Kalau sudah datang, lalu di keroyok

dengan saudara sampeyan semua. Mesti mati. Kalau kamu setuju dengan usul
26

saya ini. Besok pagi, aku menghadap Sultan. “Ki Pemanahan dan Ki penjawi

menuruti usulan itu.

Esok paginya, empat orang itu lalu menghadap. Para bupati menteri

lengkap. Sultan bertanya kepada para bupati, “siapa yang sanggup

menghadapi dan membunuh Arya Penangsang?”

Kata para bupati, Tidak ada yang sanggup. Ki Pemanahan berkata,

“Saya dan Adimas Penjawi sanggup membunuh Arya Jipang. Adimas Prabu

saksikanlah dari kejauhan saja. Yang mengahdapi perang saya sendiri dan

saudara saya. Apabila Adimas Prabu kelihatan oleh Arya Penangsang, mesti

hanya Adimas Prabu yang dikejar, tidak melayani orang banyak. “Mendengar

kesanggupan itu, Sultan Kanjeng sangat gembira dan berkata, “Syukur,

Kakang. Kakang sendiri yang sanggup membunuh Arya Jipang. Negeri Pati

dan Mataram untuk kakang rencanamu bagaimana?” Ki Pemanahan berkata,

“esok pagi pasukan pajang semua bersiaplah. Akan tetapi di pesanggrahan

saja. Saya dan saudara saya sendiri saja yang maju perang.” Sultan menuruti

kata Ki Pemanahan.

Pagi harinya, Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru Martani,

keempat Raden Ngabehi Loring Pasar, serta sekeluarganya semua, kira-kira

dua ratus, berangkat ke sebelah barat sungai, sambil bersikap waspada. Ki

Pemanahan dan Ki Penjawi dan Ki Juru, lalu pergi tanpa pasukan menuju

tempat para pencari rumput, mencari tukang rumput. Ada seorang pektik atau

tukang rumput satu orang yang terpisah. Lalu ditanyai oleh ki pemanahan,

“Kamu itu tukang rumputnya siapa?” Ki Pekatik menjawab, “Saya pekerja


27

untuk Adipati Jipang. Sayalah yang mencarikan rumput untuk kudanya yang

bernama Gagak Rimang.”

Setelah memastikan bahwa tukang rumput abdi arya penangsang, ki

penjawi lalu segera menangkapnya. Tukang rumput tak bisa berkutik. Ki

pemanahan bebrbicara sambil tersenyum, “Kisanak, saya minta maklum

kamu, telingamu itu aku minta satu.” “Aduh, paduka ini siapa, telinga kok

diminta. Lebih baik paduka ambil keranjang dan pisau sabit ini. Pasti saya

berikan.”

“Kalau kamu tidak memberi, ya saya beli. Berapa harganya?” kata Ki

Pemanahan. Meskipun paduka beli, tidak saya berikan. Saya tidak kepingin

uang. Seumur saya belum pernah melihat orang menjual telinga.” Pilih mana,

ku sobek telingamu?” ancam Ki Pemanahan.

Pekatik tidak bisa mengelak. Ia lalu menyerahkan telinganya. Ia

kemudian diberikan uang lima belas real. Telinganya terpotong sebelah. Yang

sebelah lagi ditangguntungi surat tantangan, disuruh menyampaiakan kepada

tuannya. Ki Pekatik kemudian lari ke timur sungai. Setibanya di

pesanggrahan ia menyerudug para punggawa Arya Penangsang yang sedang

menghadap. Patih Jipang yang bernama Ki Mataun sangat kaget, melihat

Pekatik sang Adipati mandi darah, telinganya terpotong sebelah serta

dikalungi surat. Ia lari hendak menghadap gustinya. Orang itu segera di

pegang Ki Mataun, lantas ditanyai. Ki Pekatik meronta ingin segera masuk

menghadap Arya Penangsang.


28

Waktu itu, Arya Penangsang sedang makan. Ia kaget mendengar

ramai-ramai. Ia menyuruh orang memanggil Ki Mataun. Arya Penangsang

berkata, “Mataun ada apa ramai-ramai diluar itu?”

“Bendara, silahkan paduka menyelesaikan makan dahulu. Nanti saja

saya berkata, “Sebab berita tidak baik,” jawab Ki Mataun. Ki Mataun berkata

demikian sebab tau watak gustinya, kalau sangat beranngasan dan nekad.

Kalau sudah tahu berita tadi, pasti ia kemudian berangkat, meninggalkan

pengiring. Arya Jipang berkata, “Mataun, segera katakan kepadaku, jangan

takut-takut.”

Ki Mataun belum mau berkata, diam saja. Tiba-tiba pekatik tadi lepas

dari pegangan para prajurit, lalu nyelonong masuk, menghadap di depan sang

adipati. Arya Jipang berkata, “Kamu kenapa, kok berlumuran darah?” Ki

Mataun berkata sambil menyembah, inilah yang menyebabkan keributan

diluar tadi, tukang rumput paduka, dipotong telinganya sebelah, dan dikalungi

surat.”

H. Ki Penjawi Menjadi Bupati Pati

Surat lalu diambil, diterima tangan kiri. Tangan kanan masih

memegang nasi. Surat dibaca bunyinya, ”Pahamilah suratku. Dari sultan

pajang ke arya penangsang. Kalau kamu nyata-nyata jantan dan pemberani,

ayo, perang satu lawan satu, jangan membawa prajurit. Seberangilah sungai

aku di sebelah barat sungai sekarang. Aku tunggu kamu disitu.”


29

Sesudah membaca surat itu, arya penangsang sangat marah. Darahnya

mendidih. Nasi sewakul dipukul sambil menge[pal nasi. Meja panjang

terbelah menjadi dua. Arya Penangsang segera berdiri, memakai busana

perang, serta menyuruh agar kudanya yang bernama gagak rimang diambil. Ia

kemudian naik kuda sambil membawa tombak bernama dandang musuh. Ki

Mataun berkata, “Bendara, tunggulah prajurit sebentar, kalau buru-buru

paduka bisa celaka.”

Arya Penangsang tidak mendengarkan kata Ki Mataun, malah

semakin marah saja. Seperti dikipasi. Kemudian ada saudara muda Arya

Penangsang, bernama Arya Mataram. Ia segera mendekati dan berkata,

“Kakang, sabar dulu. Tunggulah prajurit.” Arya Penangsang berkata, “Sudah

diam, jangan cerewet. Aku tidak takut. Sudah semestinya orang perang itu

dikerubut orang banyak.” Adiknya berkata banyk-banyak. Arya Penangsang

menghardik keras, “Pergi sana! Aku tidak mengajak kamu, sebab kamu

saudaraku lain Ibu, mesti tidak pemberani seperti aku.”

Arya Penangsang melecut kudanya, lari sendirian. Arya Mataram

kembali dengan sakit hati. Ki Mataun mengejar, tapi tidak terkejar, sebab

sudah tua dan punya sakit jantung. Perjalanan Arya Jipang sudah sampai

sebelah timur bengawan Sore.

Alkisah, mitos orang jaman malam, kalau orang berhadap-hadapan

hendak berperang, siapa yang menyeberang sungai pasti kalah perangnya.

Adapun Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, ketiga Ki Juru, dan keempat Raden

Ngabehi Loring Pasar serta prajuritnya semua sudah menunggu di sebelah


30

barat dekat sungai. Mereka melihat Arya Penangsang datang sendirian. Orang

sesela suka hatinya. Arya Penangsang berteriak, “Hai, orang Pajang, siapa

yang membuat layang tantangan kepadaku? Cepat menyeberanglah ke timur.

Keroyoklah aku! Itu kesukaanku, perang dikeroyok orang banyak.” Orang

sesela menjawab, “Gusti kami Sultan Pajang yang membuat surat kepadamu.

Kalau kamu memang pemberani, cepat menyeberanglah ke barat! Aku

tandingi satu lawan satu.”

Arya Penangsang mendengar sesumbar demikian, telinga seperti

disobek-sobek, darahnya mendidih. Kudanya segera digebrag sertav dicemeti,

disebrangkan sungai. Kuda lalu menyebrang sungai. Punggungnya tidak

basah. Kuda Arya Penangsang sudah hampir sampai di tepi barat. Lalu

dihutani senjata oleh orang Sesela. Ada tombak, ada panah, akan tetapi tidak

ada yang kena.

Kuda Arya Penangsang kemudian dicemeti, melompat dari air,

dampai di tengah barisan orang Sesela. Banyak yang roboh, diterjang oleh

kuda Arya Penangsang. Kuda lalu menerjang dan menggigit. Orang sesela

banyak yang terluka dan mati. Arya Penangsang marah sambil berkata, “Si

Karebet ada di mana, kalau berani lawan aku! Mana batang hidungnya tidak

kelihatan?” Arya Penangsang marah-marah, berkitar-kitar mencari Sultan

Pajang.

Arya Penangsang kemudian dikeroyok orang banyak, dilempari

tombak dari kiri, kanan, depan dan belakang. Arya Penangsang terluka

lambung kanannya. Ususnya keluar, lalu disampirkan dihulu keris, serta


31

semakin marah. Prajurit Sesela semakin banyak yang terluka dan mati. Raden

Ngabehi Loring Pasar segera maju menerjang ap dengan naik kuda yang

masih muda, sambil memegang tombak Kyai Plered. Di kanannya Ki

Pemanahan, sebelah kiri Ki Penjawi, Ki Juru menjaga dibelakangnya. Mereka

menyongsong Arya Penangsang. Kyai Juru segera melepaskan kuda betina.

Kuda itu lalu berlari-lari, menjingkat-jingkat, meloncat-loncat, dan menabrak-

nabrak. Kuda yang dinaiki Raden Ngabehi malah lari mmenjauh. Raden

Ngebehi hampir saja jatuh, lalu ditarik tali kekang kuda itu. Setelah kudanya

berhenti, Raden Ngabehi segera turun sambil menuntun kuda. Raden Ngebehi

berkata, “Besok seketurunanku, kalau perang, jangan ada yang naik kuda

muda begini, sebab membahayakan diri.”

Kuda lalu diberikan kepada kawannya. Raden Ngabehi terus berjalan,

serta sambil memegang Kyai Plered. Ia berhadapan dengan Arya Penangsang.

Arya Penangsang berkata, ”Siapa namamu, anak muda berani-beraninya maju

didepanku? Lebih baik mundur saja, dari pada mati. Panggilah si Pajang,

kalau berani hadapi aku satu lawan satu.” Akan tetapi, kuda yang dinaiki

Arya Penangsang tadi masih daja menjingkrak-jingkrak, jadi tidak bisa

menyiapkan lemparan tombaknya. Keburu dada Arya Penangsang dilempar

tombak oleh Raden Ngabehi, hingga tembus punggungnya. Ia tewas dan

ambruk. Jenazahnya lalu dibawa oleh orang-orang Sela. Raden ngabehi

menarik tombaknya yang berlumuran darah. Tidak lama kemudian, Ki

Mataun datang dan mengamuk. Tapi langsung dihadapi oleh orangn-orang


32

Sesela hingga mati. Lehernya dipenggal, lalu kepalanya dipajang dipinggir

sungai. Pada waktu itu tahun 1471.

Tak lama kemudian, prajurit Jipang datang dengan senjata lengkap,

sangat banyak. Namun mereka terhenti di pinggir sungai. Mereka mendengar

kalau Gustinya serta Ki Mataun sudah tewas. Raden Ngabehi berteriak sambil

tangannya menunjuk dari sebelah barat sungai, “Hai, orang Jipang, ketahuilah

bendaramu dan patihmu sudah pada tewas binasa. Lihatlah ini kepalanya.

Yang akan kalian rebut apa? Lebih baik, menyerahlah kepadaku. Adapun Ki

Mataun memang pantas kalau dia bela mati, karena selama hidupnya ikut

mukti kepada Arya Jipang.”

Orang-orang Jipang mendengarkan hal tersebut kemudian

menyerahkan diri. Senjata-senjata dikumpulkan, lalu menyeberang ke barat

sungai, menyembah Raden Ngabehi. Mereka lalu dibawa ke pesanggrahan.

Malam harinya, Ki Pemanahan, Ki Penjawi, dan Ki Juru, serta Raden

Ngabehi, berembug tentang siapa yang membunuh ap adalah Raden Ngabehi,

apakah akan dilaporkan terus terang kepada Kanjeng Sultan?”

Ki Pemanahan berkata, “Kakang, kalau saya akan melaporkan

bagaimana kenayataan yang terjadi saja.” Ki Juru berbicara lagi, “Menurutku,

sebaiknya kamu saja yang mengaku telah membunuh Arya Penangsang

adalah Raden Ngabehi, pasti hanya diberi hadiah berupa pakaian-pakaian

iindah dan sebagainya. Pasti tidak akan dihadiahi negara, sebab Raden

Ngabehi ini masih anakanak, pasti suka pakaian yang bagus-bagus. Kedua, ia

sudah diambil anak pertama oleh Kanjeng Sultan, maka pastilah Kanjeng
33

Sultan hanya akan menghadiahi sekehendak hatinya saja. Lain kalau kamu

yang mengaku serta Ki Penjawi, pasti jadi menerima hadiah negeri Pati dan

Mataram.”

Ki Pemanahan dan Ki Penjawi, setelah mendengar gagasan Ki Juru,

sangat senang hatinya, serta menurut. Raden Ngabehi juga setuju dengan

keputusan itu, serta diumumkan kepada prajuritnya semua, kalau yang

membunuh Arya Penangsang adalah Ki Pemanahan dan Ki Penjawi. Pagi

harinya, mereka segera berangkat, hendak menghadap kepada sultan pajang

serta membawa tawanan dari Jipang yang sudah menyerah. Kanjeng sultan

sangat suka. Ia lalu bertanya kepada menteri Jipang, “Menteri Jipang, Si Arya

Penangsang dulu punya saudara muda, namanya Arya Mataram. Sekarang

ada dimana?”

Menteri Jipang menyembah, “Gusti, ketika Arya Penangsang hendak

berangkat perang, Arya Mataram memohon kepada Kakangnya, agar

menunggu pasukan, akan tetapi ia malah dimarahi. Arya Mataram sakit hati,

lalu pergi. Saya tidak tahu kemana perginya.” Kanjeng Sultan berkata kepada

Ki Pemanahan, “Kakang, terimakasihku kepada Kakang dan juga Ki Penjawi.

Adapun hadiahku adalah negara Pati dan Mataram. Bagilah sendiri dengan Ki

Penjawi. Karena Kakang yang lebih tua, saya sarankan agar memilih terlebih

dahulu, mana yang Kakang senangi.”

Ki Pemanahan berkata, “ Karena saya menjadi yang lebih tua, pantas

mengalah saja. Saya memilih yang masih hutan saja. Adimas, saya di

Mataram saja, yang masih hutan belantara.” Sultan berkata lagi, “Kalau
34

Kakang sudah terima, Kakang Penjawi segera berangkatlah ke Pati Sekarang

juga. Negara Pati tatalah baik-baik. Adapun Negara Mataram besok, kalau

saya sudah kembali ke Pajang, akan saya berikan kepada Kakang Pemanahan.

Dan lagi Kakang Pemanahan, Kakang jangan pulang bersam saya. Tolong

Kakang ke Danaraja dulu memberi tahu Kakang mbok, kalau ap sudah mati.

Adapun pesanku, Kakangmbok saya mohon sudahi tapanya. Segeralah

memakai kain. Jangan lama-lama di sana, segeralah Kakang kembali.”

Banyak orang tersesat karena mereka mengharap berkah dari Makam,

seperti berkahnya ma’unah, karomah, ilmu, harta dan seseorang . maka,

jadikanlah ziarah ke makam untuk mengingat mati.

Ikutilah perjuangan para ulama dan orang-orang yang telah berjasa

menanamkan nilai-nilai agama yang sampai sekarang kita rasakan. Insya

Allah selamat dunia khirat. (dari Makam Butuh- Sultan Hadiwijaya) Butuh,

Gedongan, Plupuh, Sragen.


35

APENDIK II

HASIL WAWANCARA I
Informasi : Widodo
Jabatan : Peziarah
Hari/ tgl : 25 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : mengikuti sunah Rosul

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : hati jadi tenang

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dijaga keasliannya

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : ingin masuk surga

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : Raja Pajang, penyebar agama islam

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak ada.
36

HASIL WAWANCARA II
Informasi : Risky Aditya
Jabatan : Pelajar
Hari/ tanggal : 26 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : ingin mengerti dan menambah pengetahuan tentang agama.

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : tenang dan damai

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : bangunan yang perlu diperbaiki atau dikembangkan harus dijaga
keasliannya

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mendo’akan leluhur kita karena adanya kita masih terikat dengan
orang-orang yang terdahulu

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : Raja yang berwibawa dapat menumbuhkan rasa hormat saat
mengenalinya

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : ada, yaitu kendaraan. Karena saya selalu jalan kaki ketika mau
ziarah
37

HASIL WAWANCARA III


Informasi : Muhammad Katno Nur Said
Jabatan : Peziarah
Hari, tanggal : 27 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : cari ketenangan karena keadaannya sepi

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : suasana tenang, hening dan sepi

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dipasang penunjuk jalan ke arah Makam, di jalan-jalan supaya
peziarah lebih tahu

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mengingat mati dan mendo’akannya

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : Raja Pajang Raden Mas Karebet

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : gak ada
38

HASIL WAWANCARA IV

Informasi : Hendri Setiawan


Jabatan : Mahasiswa
Hari/ tanggal : 28 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : takut mati, rasa takut mati menjadi pendorong saya untuk
berziarah ke Makam-makam

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : hati menjadi tenteram

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : pengembangan dari segi bangunan

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : yang pertama mengingat mati, kedua berhubungan orang harus
mempunyai hubungan dengan alam adalah bagian dari hidup

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : orang yang mempunyai martabat dan kewibawaan yang tinggi,
pahlawan Solo

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak sama sekali
39

HASIL WAWANCARA V
Informasi : Endri
Jabatan : Peziarah
Hari/ tanggal : 29 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : keinginan mendekatkan diri pada Allah SWT

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : suasana dingin mendorongku untuk berdzikir

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : menjaga keasliannya, dengan pembangunan yang aman agar tidak
terjadi pencurian benda-benda malam

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : mengingat mati, serta belajar mendekatkan diri pada Allah SWT

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : beliau termasuk penyebar islam di tanah Jawa

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak ada.
40

HASIL WAWANCARA VI
Informasi : Mahendra
Jabatan : Pelajar
Hari/ tanggal : 30 oktober 2010

Pertanyaan : apa yang menjadi faktor pendorong saudara ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawab : menjalankan sunah nabi

Pertanyaan : bagaimana kesan saudara ketika mengunjungi Makam Sultan


Hadiwijaya?
Jawab : gelap

Pertanyaan : menurut saudara upaya apa saja yang diperlukan dalam


pengelolaan Makam Sultan Hadiwijaya?
Jawab : dijaga keasliannya

Pertanyaan : apa maksud dan tujuan saudara melakukan ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : Mendo’akan leluhur

Pertanyaan : menurut saudara siapakah sebenarnya Sultan Hadiwijaya?


Jawaban : Raja Pajang

Pertanyaan : apakah saudara mendapat hambatan ketika ziarah ke Makam


Sultan Hadiwijaya?
Jawaban : tidak.
41

Gambar 3. Situasi Makam / Pasarean Butuh


DAFTAR RIWAYAT HIDUP

Nama : Ahsana Mustika Ati

NIM : 1104039

Jurusan : Manajemen Dakwah

Tempat / Tgl Lahir : Wonogiri, 8 April 1985

Alamat : Ds. Karangtengah RT 02 RW 01

Kecamatan Karangtengah Kabupaten Wonogiri

Jenjang pendidikan

1. TK Dharma Wanita lulus tahun 1992

2. SDN 1 Karangtengah lulus tahun 1998

3. SMPN 1 Karangtengah lulus tahun 2001

4. SMAN 1 Purwantoro lulus tahun 2004

5. IAIN Walisongo Semarang Fakultas Dakwah angkatan 2004

Demikian surat keterangan ini dibuat dengan sebenarnya

Semarang, Juni 2011

Ahsana Mustika Ati


NIM. 1104039

Anda mungkin juga menyukai