Anda di halaman 1dari 38

BAB II

PEMBAHASAN
A. Definisi :
Sinusitis merupakan penyakit infeksi sinus yang disebabkan oleh kuman
atau virus. Sinusitis adalah peradangan mukosa sinus paranasal yang dapat
berupa sinusitis maksilaris, sinusitis etmoid, sinusitis frontal, dan sinusitis
sfenoid.Bila yang terkena lebih dari satu sinus disebut multisinusitis, dan bila
semua sinus terkena disebut pansinusitis.
B. Etiologi
1. Rinogen
Obstruksi dari ostium Sinus (maksilaris/paranasalis) yang disebabkan oleh
:
a Rinitis Akut (influenza)
b Polip, septum deviasi
2. Dentogen
Penjalaran infeksi dari gigi geraham atas
Kuman penyebab :
a) Streptococcus pneumonia
b) Hamophilus influenza
c) Steptococcus viridans
d) Staphylococcus aureus
e) Branchamella catarhatis

C. Patofisiologi
Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan
kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia
tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh maka
sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang poten untuk
tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah menjadi purulen
yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan terapi antibiotik.
Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut, akan terjadi hipoksia
dan bakteri anaerob akan semakin berkembang. Keadaan ini menyebabkan
perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi, polipoid atau pembentukan
polip dan kista.

D. Gejala Klinis
1. Febris, filek kental, berbau, bisa bercampur darah
2. Nyeri :
a Pipi : biasanya unilateral
b Kepala : biasanya homolateral, terutama pada sorehari
c Gigi (geraham atas) homolateral.
3. Hidung :
a buntu homolateral
b Suara bindeng

E. Cara pemeriksaan
1. Rinoskopi anterior
2. Mukosa merah
3. Mukosa bengkak
4. Mukopus di meatus medius.
5. Rinoskopi posterior
6. mukopus nasofaring.
7. Nyeri tekan pipi yang sakit.
8. Transiluminasi : kesuraman pada ssisi yang sakit.
9. X Foto sinus paranasalis
10. Kesuraman
11. Gambaran “airfluidlevel”
12. Penebalan mukosa

F. Penatalaksanaan :
1. Drainage
a Medical :
1) Dekongestan lokal : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak)
2) Dekongestan oral :Psedo efedrin 3 X 60 mg
b Surgikal : irigasi sinus maksilaris.
2. Antibiotik diberikan dalam 5-7 hari (untk akut) yaitu :
a ampisilin 4 X 500 mg
b amoksilin 3 x 500 mg
c Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Simtomatik
a parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk kromis adalah :
a Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi)
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN DENGAN SINUSITIS

A. Pengkajian :
1. Biodata : Nama ,umur, sex, alamat, suku, bangsa, pendidikan, pekerjaan.
2. Riwayat Penyakit sekarang
Keluhan utama : biasanya penderita mengeluh nyeri kepala sinus,
tenggorokan.
3. Riwayat penyakit dahulu :
a Pasien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau
trauma
b Pernah mempunyai riwayat penyakit THT
c Pernah menedrita sakit gigi geraham
4. Riwayat keluarga : Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga
yang lalu yang mungkin ada hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Riwayat spikososial
a Intrapersonal : perasaan yang dirasakan klien (cemas/sedih0
b Interpersonal : hubungan dengan orang lain.
6. Pola fungsi kesehatan
a Pola persepsi dan tata laksanahidup sehat
Untuk mengurangi flu biasanya klien menkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b Pola nutrisi dan metabolisme :
biasanya nafsumakan klien berkurang karena terjadi gangguan pada
hidung
c Pola istirahat dan tidur
Selama inditasi klien merasa tidak dapat istirahat karena klien sering
pilek
d Pola Persepsi dan konsep diri
Klien sering pilek terus menerus dan berbau menyebabkan konsepdiri
menurun
e Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu karena hidung buntu akibat pilek terus
menerus (baik purulen , serous, mukopurulen).
7. Pemeriksaan fisik
a status kesehatan umum : keadaan umum , tanda viotal, kesadaran.
b Pemeriksaan fisik data focus hidung : nyeri tekan pada sinus, rinuskopi
(mukosa merah dan bengkak).
Data subyektif :
1) Observasi nares :
a. Riwayat bernafas melalui mulut, kapan, onset, frekwensinya
b. Riwayat pembedahan hidung atau trauma
c. Penggunaan obat tetes atau semprot hidung : jenis, jumlah, frekwensinyya ,
lamanya.
2. Sekret hidung :
a. warna, jumlah, konsistensi secret
b. Epistaksis
c. Ada tidaknya krusta/nyeri hidung.
3. Riwayat Sinusitis :
a. Nyeri kepala, lokasi dan beratnya
b. Hubungan sinusitis dengan musim/ cuaca.
4. Gangguan umum lainnya : kelemahan
Data Obyektif
1. Demam, drainage ada :
Serous
Mukppurulen
Purulen
2. Polip mungkin timbul dan biasanya terjadi bilateral pada hidung dan sinus yang
mengalami radang Pucat, Odema keluar dari hidng atau mukosa sinus
3. Kemerahan dan Odema membran mukosa.
4. Pemeriksaan penunjung :
a. Kultur organisme hidung dan tenggorokan
b. Pemeriksaan rongent sinus.
Diagnosa Keperawatan
1. Nyeri : kepala, tenggorokan , sinus berhubungan dengan peradangan pada
hidung
2. Cemas berhubungan dengan Kurangnya Pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis(irigasi sinus/operasi)
3. Ketidakefektifan jalan nafas berhubungan dengan dengan obstruksi /adnya
secret yang mengental
4. Gangguan istirahat tidur berhubungan dengan hiidung buntu., nyeri sekunder
peradangan hidung
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan nafus
makan menurun sekunder dari peradangan sinus
6. Gangguan konsep diri berhubungan dengan bau pernafasan dan pilek
Perencanaan
1. Gangguan rasa nyaman nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung
Tujuan : Nyeri klien berkurang atau hilang
Kriteria hasil :
Klien mengungkapakan nyeri yang dirasakan berkurang atau hilang
Klien tidak menyeringai kesakitan
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat nyeri klien a. Mengetahui tingkat nyeri klien dalam
menentukan tindakan selanjutnya
b. Jelaskan sebab dan akibat nyeri padab. Dengan sebab dan akibat nyeri
klien serta keluarganya diharapkan klien berpartisipasi dalam
c. Ajarkan tehnik relaksasi dan distraksi perawatan untuk mengurangi nyeri
c. Klien mengetahui tehnik distraksi dan
relaksasi sehinggga dapat
d. Observasi tanda tanda vital dan keluhan mempraktekkannya bila mengalami nyeri
klien d. Mengetahui keadaan umum dan
e. Kolaborasi dngan tim medis : perkembangan kondisi klien.
1) Terapi konservatif : e. Menghilangkan /mengurangi keluhan nyeri
obat Acetaminopen; Aspirin, klien
dekongestan hidung
Drainase sinus
2) Pembedahan :
Irigasi Antral : Untuk sinusitis maksilaris.
Operasi Cadwell Luc.
2. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis (irigasi/operasi)
Tujuan : Cemas klien berkurang/hilang
Kriteria :
Klien akan menggambarkan tingkat kecemasan dan pola kopingnya
Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang dideritanya serta
pengobatannya.
Intervensi Rasional
a. Kaji tingkat
a. kecemasan
Menentukan
klien
tindakan selanjutnya
b. Berikan kenyamanan dan ketentaman
b. .Memudahkan penerimaan klien
pada klien : terhadap informasi yang diberikan
Temani klien
Perlihatkan rasa empati( datang dengan
menyentuh klien ) c. Meingkatkan pemahaman klien
c. Berikan penjelasan pada klien tentang tentang penyakit dan terapi untuk
penyakit yang dideritanya perlahan, penyakit tersebut sehingga klien lebih
tenang seta gunakan kalimat yang kooperatif.
jelas, singkat mudah dimengerti
d. Singkirkan stimulasi yang berlebihan
d. Dengan menghilangkan stimulus yang
misalnya : mencemaskan akan meningkatkan
- Tempatkan klien diruangan yang lebih ketenangan klien.
tenang
- Batasi kontak dengan orang lain /klien
lain yang kemungkinan mengalami
e. Mengetahui perkembangan klien
kecemasan secara dini.
e. Observasi
f. tanda-tanda vital. f.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis Obat dapat menurunkan tingkat
kecemasan klien
3. Jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obtruksi (penumpukan secret
hidung) sekunder dari peradangan sinus
Tujuan : Jalan nafas efektif setelah secret (seous,purulen) dikeluarkan
Kriteria :
- Klien tidak bernafas lagi melalui mulut
- Jalan nafas kembali normal terutama hidung
Intervensi Rasional
a. kaji penumpukan secret yang ada a. Mengetahui tingkat keparahan dan
b. Observasi tanda-tanda vital. tindakan selanjutnya
c. Koaborasi dengan tim medis untuk
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum
pembersihan sekret dilakukan operasi
c. Kerjasama untuk menghilangkan
penumpukan secret/masalah

Gangguan pemenuhan nutrisi kurng dari


kebutuhan berhubungan dengan nafsu
makan menurun k
Intervensi Rasional
a. kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien a. Mengetahui kekurangan nutrisi kliem
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang
penyembuhan nutrisi akan memotivasi meningkatkan
c. Catat intake dan output makanan klien. pemenuhan nutrisi
d. Anjurkan makan sediki-sedikit tapi seringc. Mengetahui perkembangn utrisi klien
e. Sajikan makanan secara menarik d. Dengan sedikit tapi sering mengurangi
penekanan yang berlebihan paan
pemenuhan da lambung
e. Mengkatkan selera makan klien

4. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung buntu, nyeri sekunder
dari proses peradangan
Tujuan : klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman
Kriteria :
- Klien tidur 6-8 jam sehari
Intervensi Rasional
a. kaji kebutuhan tidur klien. a. Mengetahui permasalahan klien dalam
pemenuhan kebutuhan istirahat tidur
b. ciptakan suasana yang nyaman. b. Agar klien dapat tidur dengan tenang
c. Anjurkan klien bernafas lewat mulut c. Pernafasan tidak terganggu.
d. Kolaborasi dengan tim medis pemberiand. Pernafasan dapat efektif kembali lewat
obat hidung
DAFTAR PUSTAKA
Doenges, M. G. Rencana Asuhan Keperawatan, Edisi 3 EGC, Jakarta 2000

DEFINISI SINUSITIS Sinusitis adalah suatu keradangan yang terjadi pada sinus.
Sinus sendiri adalah rongga udara yang terdapat di area wajah yang terhubung
dengan hidung. Fungsi dari rongga sinus adalah untuk menjaga kelembapan
hidung & menjaga pertukaran udara di daerah hidung. Rongga sinus sendiri terdiri
dari 4 jenis, yaitu
a. Sinus Frontal, terletak di atas mata dibagian tengah dari masing-masing alis
b. Sinus Maxillary, terletak diantara tulang pipi, tepat disamping hidung
c. Sinus Ethmoid, terletak diantara mata, tepat di belakang tulang hidung
d. Sinus Sphenoid, terletak dibelakang sinus ethmoid & dibelakang mata
Didalam rongga sinus terdapat lapisan yang terdiri dari bulu-bulu halus yang
disebut dengan cilia. Fungsi dari cilia ini adalah untuk mendorong lendir yang di
produksi didalam sinus menuju ke saluran pernafasan. Gerakan cilia mendorong
lendir ini berguna untuk membersihkan saluran nafas dari kotoran ataupun
organisme yang mungkin ada. Ketika lapisan rongga sinus ini membengkak maka
cairan lendir yang ada tidak dapat bergerak keluar & terperangkap di dalam
rongga sinus. Jadi sinusitis terjadi karena peradangan didaerah lapisan rongga
sinus yang menyebabkan lendir terperangkap di rongga sinus & menjadi tempat
tumbuhnya bakteri.
Sinusitis paling sering mngenai sinus maksila (Antrum Highmore), karena
merupakan sinus paranasal yang terbesar, letak ostiumnya lebih tinggi dari dasar,
sehingga aliran sekret (drenase) dari sinus maksila hanya tergantung dari gerakan
silia, dasar sinus maksila adalah dasar akar gigi (prosesus alveolaris), sehingga
infeksi gigi dapat menyebabkan sinusitis maksila, ostium sinus maksila terletak di
meatus medius di sekitar hiatus semilunaris yang sempit sehingga mudah
tersumbat.
2.2 KLASIFIKASI SINUSITIS
Sinusitis sendiri dapat dibedakan menjadi 2 jenis, yaitu
1. Sinusitis akut : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3
minggu.
Macam-macam sinusitis akut : sinusitis maksila akut, sinusitis emtmoidal akut,
sinus frontal akut, dan sinus sphenoid akut.
2. Sinusitis kronis : Suatu proses infeksi di dalam sinus yang berlansung selama 3-
8 minggu tetapi dapat juga berlanjut sampai berbulan-bulan bahkan bertahun-
tahun.
2.3 ETIOLOGI SINUSITIS
Pada Sinusitis Akut, yaitu:
1. Infeksi virus
Sinusitis akut bisa terjadi setelah adanya infeksi virus pada saluran pernafasan
bagian atas (misalnya Rhinovirus, Influenza virus, dan Parainfluenza virus).
2. Bakteri
Di dalam tubuh manusia terdapat beberapa jenis bakteri yang dalam keadaan
normal tidak menimbulkan penyakit (misalnya Streptococcus pneumoniae,
Haemophilus influenzae). Jika sistem pertahanan tubuh menurun atau drainase
dari sinus tersumbat akibat pilek atau infeksi virus lainnya, maka bakteri yang
sebelumnya tidak berbahaya akan berkembang biak dan menyusup ke dalam
sinus, sehingga terjadi infeksi sinus akut.
3. Infeksi jamur
Infeksi jamur bisa menyebabkan sinusitis akut pada penderita gangguan sistem
kekebalan, contohnya jamur Aspergillus.
4. Peradangan menahun pada saluran hidung
Pada penderita rhinitis alergi dan juga penderita rhinitis vasomotor.
5. Septum nasi yang bengkok
6. Tonsilitis yg kronik
Pada Sinusitis Kronik, yaitu:
1. Sinusitis akut yang sering kambuh atau tidak sembuh.
2. Alergi
3. Karies dentis ( gigi geraham atas )
4. Septum nasi yang bengkok sehingga menggagu aliran mucosa.
5. Benda asing di hidung dan sinus paranasal
6. Tumor di hidung dan sinus paranasal.
2.4 MANIFESTASI KLINIK
2.4.1 Sinusitis maksila akut
Gejala : Demam, pusing, ingus kental di hidung, hidung tersumbat, nyeri pada
pipi terutama sore hari, ingus mengalir ke nasofaring, kental kadang-kadang
berbau dan bercampur darah.
2.4.2 Sinusitis etmoid akut
Gejala : ingus kental di hidung dan nasafaring, nyeri di antara dua mata, dan
pusing.
2.4.3 Sinusitis frontal akut
Gejala : demam,sakit kepala yang hebat pada siang hari,tetapi berkurang setelah
sore hari, ingus kental dan penciuman berkurang.
2.4.4 Sinusitis sphenoid akut
Gejala : nyeri di bola mata, sakit kepala, ingus di nasofaring
2.4.5 Sinusitis Kronis
Gejala : pilek yang sering kambuh, ingus kental dan kadang-kadang berbau,selalu
terdapat ingus di tenggorok, terdapat gejala di organ lain misalnya rematik,
nefritis, bronchitis, bronkiektasis, batuk kering, dan sering demam.
2.5 PEMERIKSAAN DIAGNOSTIK
2.5.1 Rinoskopi anterior
Tampak mukosa konka hiperemis, kavum nasi sempit, dan edema.Pada sinusitis
maksila, sinusitis frontal dan sinusitis ethmoid anterior tampak mukopus atau
nanah di meatus medius, sedangkan pada sinusitis ethmoid posterior dan sinusitis
sfenoid nanah tampak keluar dari meatus superior.
2.5.2 Rinoskopi posterior : Tampak mukopus di nasofaring (post nasal drip).
2.5.3 Dentogen : Caries gigi (PM1,PM2,M1)
2.5.4 Transiluminasi (diaphanoscopia)
Sinus yang sakit akan menjadi suram atau gelap. Pemeriksaan transiluminasi
bermakna bila salah satu sisi sinus yang sakit, sehingga tampak lebih suram
dibanding sisi yang normal.
2.5.5 X Foto sinus paranasalis:
Pemeriksaan radiologik yang dibuat ialah Posisi Water’s, Posteroanterior dan
Lateral. Akan tampak perselubungan atau penebalan mukosa atau batas cairan
udara (air fluid level) pada sinus yang sakit.
Posisi Water’s adalah untuk memproyeksikan tulang petrosus supaya terletak di
bawah antrum maksila, yakni dengan cara menengadahkan kepala pasien
sedemikian rupa sehingga dagu menyentuh permukaan meja. Posisi ini terutama
untuk melihat adanya kelainan di sinus maksila, frontal dan etmoid. Posisi
Posteroanterior untuk menilai sinus frontal dan Posisi Lateral untuk menilai sinus
frontal, sphenoid dan etmoid
2.5.6 Pemeriksaan CT -Scan
Pemeriksaan CT-Scan merupakan cara terbaik untuk memperlihatkan sifat dan
sumber masalah pada sinusitis dengan komplikasi. CT-Scan pada sinusitis akan
tampak : penebalan mukosa, air fluid level, perselubungan homogen atau tidak
homogen pada satu atau lebih sinus paranasal, penebalan dinding sinus dengan
sklerotik (pada kasus-kasus kronik).Hal-hal yang mungkin ditemukan pada
pemeriksaan CT-Scan :
a. Kista retensi yang luas, bentuknya konveks (bundar), licin, homogen, pada
pemeriksaan CT-Scan tidak mengalami ehans. Kadang sukar membedakannya
dengan polip yang terinfeksi, bila kista ini makin lama makin besar dapat
menyebabkan gambaran air-fluid level.
b. Polip yang mengisi ruang sinus
c. Polip antrokoanal
d. Massa pada cavum nasi yang menyumbat sinus
e. Mukokel, penekanan, atrofi dan erosi tulang yang berangsur-angsur oleh massa
jaringan lunak mukokel yang membesar dan gambaran pada CT Scan sebagai
perluasan yang berdensitas rendah dan kadang-kadang pengapuran perifer.
2.5.7 Pemeriksaan di setiap sinus
a. Sinusitis maksila akut
Pemeriksaan rongga hidung akan tampak ingus kental yang kadang-kadang dapat
terlihat berasal dari meatus medius mukosa hidung. Mukosa hidung tampak
membengkak (edema) dan merah (hiperemis). Pada pemeriksaan tenggorok,
terdapat ingus kental di nasofaring.
Pada pemeriksaan di kamar gelap, dengan memasukkan lampu kedalam mulut
dan ditekankan ke langit-langit, akan tampak pada sinus maksila yang normal
gambar bulan sabit di bawah mata. Pada kelainan sinus maksila gambar bulan
sabit itu kurang terang atau tidak tampak. Untuk diagnosis diperlukan foto
rontgen. Akan terlihat perselubungan di sinus maksila, dapat sebelah (unilateral),
dapat juga kedua belah (bilateral ).
b. Sinusitis etmoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, terdapat ingus kental, mukosa hidung edema dan
hiperemis. Foto roentgen, akan terdapat perselubungan di sinus etmoid.
c. Sinusitis frontal akut
Pemeriksaan rongga hidung, ingus di meatus medius. Pada pemeriksaan di kamar
gelap, dengan meletakkan lampu di sudut mata bagian dalam, akan tampak bentuk
sinus frontal di dahi yang terang pada orang normal, dan kurang terang atau gelap
pada sinusitis akut atau kronis. Pemeriksaan radiologik, tampak pada foto
roentgen daerah sinus frontal berselubung.
d. Sinusitis sfenoid akut
Pemeriksaan rongga hidung, tampak ingus atau krusta serta foto rontgen.
2.6 PENATALAKSANAAN
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
1. Drainage
a. Dengan pemberian obat, yaitu
Dekongestan local : efedrin 1%(dewasa) ½%(anak).
Dekongestan oral sedo efedrin 3 X 60 mg.
b. Surgikal dengan irigasi sinus maksilaris.
2. Pemberian antibiotik dalam 5-7 hari (untuk Sinusitis akut) yaitu :
a. Ampisilin 4 X 500 mg
b. Amoksilin 3 x 500 mg
c. Sulfametaksol=TMP (800/60) 2 x 1tablet
d. Diksisiklin 100 mg/hari.
3. Pemberian obat simtomatik
Contohnya parasetamol., metampiron 3 x 500 mg.
4. Untuk Sinusitis kromis bisa dengan
a. Cabut geraham atas bila penyebab dentogen
b. Irigasi 1 x setiap minggu ( 10-20)
c. Operasi Cadwell Luc bila degenerasi mukosa ireversibel (biopsi).
2.6.2 Penatalaksanaan Pembedahan
Pencucian sinus paranasal :
a. Pada sinus maksila
Dilakukan fungsi sinus maksila, dan dicuci 2 kali seminggu dengan larutan garam
fisiologis. Caranya ialah, dengan sebelumnya memasukkan kapas yang telah
diteteskan xilokain dan adrenalin ke daerah meatus inferior. Setelah 5 menit,
kapas dikeluarkan, lalu dengan trokar ditusuk di bawah konka inferior, ujung
trokar diarahkan ke batas luar mata. Setelah tulang dinding sinus maksila bagian
medial tembus, maka jarum trokar dicabut, sehingga tinggal pipa selubungnya
berada di dalam sinus maksila. Pipa itu dihubungkan dengan semprit yang berisi
larutan garam fisiologis, atau dengan balon yang khusus untuk pencucian sinus
itu.
Pasien yang telah ditataki plastik di dadanya, diminta untuk membuka mulut. Air
cucian sinus akan keluar dari mulut, dan ditampung di tempat bengkok.
Tindakan ini diulang 3 hari kemudian. Karena sudah ada lubang fungsi, maka
untuk memasukkan pipa dipakai trokar yang tumpul. Tapi tindakan seperti ini
dapat menimbulkan kemungkinan trokar menembus melewati sinus ke jaringan
lunak pipi,dasar mata tertusuk karena arah penusukan salah, emboli udara karena
setelah menyemprot dengan air disemprotkan udara dengan maksud
mengeluarkan seluruh cairn yang telah dimasukkan serta perdarahan karena
konka inferior tertusuk. Lubang fungsi ini dapat diperbesar, dengan memotong
dinding lateral hidung, atau dengan memakai alat, yaitu busi. Tindakan ini disebut
antrostomi, dan dilakukan di kamar bedah, dengan pasien yang diberi anastesi.
b. Pada sinus frontal, etmoid dan sfenoid
Pencucian sinus dilakukan dengan pencucian Proetz. Caranya ialah dengan pasien
ditidurkan dengan kepala lebih rendah dari badan. Kedalam hidung diteteskan
HCL efedrin 0,5-1,5 %. Pasien harus menyebut “kek-kek” supaya HCL efedrin
yang diteteskan tidak masuk ke dalam mulut, tetapi ke dalam rongga yang terletak
dibawah ( yaitu sinus paranasal, oleh karena kepala diletakkan ebih rendah dari
badan). Ke dalam lubang hidung dimasukkan pipa gelas yang dihubungkan
dengan alat pengisap untuk menampung ingus yang terisap dari sinus. Pada pipa
gelas itu dibuat lubang yang dapat ditutup dan dibuka dengan ujung jari jempol.
Pada waktu lubang ditutup maka akan terisap ingus dari sinus. Pada waktu
meneteskan HCL ini, lubang di pipa tidak ditutup. Tindakan pencucian menurut
cara ini dilakukan 2 kali seminggu.
Pembedahan, dilakukan :
a. bila setelah dilakukan pencucian sinus 6 kali ingus masih tetap kental.
b. bila foto rontgen sudah tampak penebalan dinding sinus paranasal.
Persiapan sebelum pembedahan perlu dibuat foto ( pemeriksaan) dengan CT scan.
Macam pembedahan sinus paranasal
1. Sinus maksila
a. Antrostomi, yaitu membuat saluran antara rongga hidung dengan sinus maksila
di bagian lateral konka inferior. Gunanya ialah untuk mengalirkan nanah dan
ingus yang terkumpul di sinus maksila.
Alat yang perlu disiapkan ialah :
- alat fungsi sinus maksila
- semprit untuk mencuci
- pahat untuk memotong dinding lateral hidung
- alat pengisap
- tampon kapas atau kain kasa panjang yang diberi salep
Tindakan dilakukan di kamar besdah, dengan pembiusan ( anastesia ), dan pasien
dirawat selama 2 hari.
Perawatan pasca tindakan :
- beri antrostomi dilakukan pada kedua belah sinus maksila, maka kedua belah
hidung tersumbat oleh tampon. Olehkarena itu pasien harus bernafas melalui
mulut, dan makanan yang diberikan harus lunak.
- tampon diangkat pada hari ketiga, setelah itu, bila tidak terdapat perdarahan,
pasien boleh pulang.
b. Operasi Caldwell-Luc
Operasi ini ialah membuka sinus maksila, dengan menembus tulang pipi. Supaya
tidak terdapat cacat di muka, maka insisis dilakukan di bawah bibir, di bagian
superior ( atas ) akar gigi geraham 1 dan 2. Kemudian jaringan diatas tulang pipi
diangkat kearah superior, sehingga tampak tulang sedikit di atas cuping hidung,
yang disebut fosa kanina. Dengan pahat atau bor tulang itu dibuka, dengan
demikian rongga sinus maksila kelihatan. Dengan cunam pemotong tulang lubang
itu diperbesar. Isi sinus maksila dibersihkan. Seringkali akan terdapat jaringan
granulasi atau polip di dalam sinus maksila. Setelah sinus bersih dan dicuci
dengan larutan bethadine, maka dibuat anthrostom. Bila terdapat banyak
perdarahan dari sinus maksila, maka dimasukkan tampon panjang serta pipa dari
plastik, yang ujungnya disalurkan melalui antrostomi ke luar rongga hidung.
Kemudian luka insisi dijahit.
Perawatan pasca bedah :
- beri kompres es di pipi, untuk mencegah pembengkakan di pipi pasca-bedah.
- perhatikan keadaan umum : nadi, tensi,suhu
- perhatikan apakah ada perdarahan mengalir ke hidung atau melalui mulut.
Apabila terdapat perdarahan, maka dokter harus diberitahu.
- makanan lunak
-tampon dicabut pada hari ketiga.
2. Sinus etmoid
Pembedahan untuk membersihkan sinus etmoid, dapat dilakukan dari dalam
hidung (intranasal) atau dengan membuat insisi di batas hidung dengan pipi
(ekstranasal).
a. Etmoidektomi intranasal
Alat yang diperlukan ialah :
a. spekulum hidung
b. cunam pengangkat polip
c. kuret ( alat pengerok )
d. alat pengisap
e. tampon
Tindakan dilakukan dengan pasien dibius umum ( anastesia). Dapat juga dengan
bius lokal (analgesia). Setelah konka media di dorong ke tengah, maka dengan
cunam sel etmoid yang terbesar ( bula etmoid ) dibuka. Polip yang ditemukan
dikeluarkan sampai bersih. Sekarang tindakan ini dilakukan dengan menggunakan
endoskop, seh igga apa yang akan dikerjakan dapat dilihat dengan baik.
Perawatan pasca-bedah yang terpenting ialah memperhatikan kemungkinan
perdarahan.
b. Etmoidektomi ekstranasal
Insisi dibuat di sudut mata, pada batas hidung dan mata. Di daerah itu sinus
etmoid dibuka, kemudian dibersihkan.
3. Sinus frontal
Pembedahan untuk membuka sinus frontal disebut operasi Killian. Insisi dibuat
seperti pada insisi etmoidektomi ekstranasal, tetapi kemudian diteruskan ke atas
alis.Tulang frontal dibuka dengan pahat atau bor, kemudian dibersihkan.
Salurannya ke hidung diperikasa, dan bila tersumbat, dibersihkan. Setelah rongga
sinus frontal bersih, luka insisi dijahit, dan diberi perban-tekan. Perban dibuka
setelah seminggu.
Seringkali pembedahan untuk membuka sinus frontal dilakukan bersama dengan
sinus etmoid, yang disebut fronto-etmoidektomi.
4. Sinus sfenoid
Pembedahan untuk sinus sfenoid yang aman sekarang ini ialah dengan memakai
endoskop. Biasanya bersama dengan pembersihan sinus etmoid dan muara sinus
maksila serta muara sinus frontal, yang disebut Bedah Endoskopi Sinus
Fungsional.
Bedah endoskopi sinus fungsional ( FESS=functional endoscopic sinus surgery)
Cara pemeriksaan ini ialah dengan mempergunakan endoskop, tanpa melakukan
insisis di kulit muka.
Endoskop dimasukkan ke dalam rongga hidung. Karena endoskop ini
dihubungkan dengan monitor (seperti televisi), maka dokter juga melakukan
pembedahan tidak perlu melihat kedalam endoskop, tetapi cukup dengan melihat
monitor.
Dengan bantuan endoskop dapat dibersihkan daerah muara sinus, seperti daerah
meatus medius untuk sinus maksila, sinus etmoid anterior dan sinus frontal.
Endoskop juga dapat dimasukkan kedalam sinus etmoid anterior dan posterior
untuk membuka sel-sel sinus etmoid. Kemudian dapat diteruskan kedalam sinus
sfenoid yang terletak dibelakang sinus etmoid apabila di CT scan terdapat
kelainan di sinus sfenoid.
Sekitar sinus yang sakit dibersihakan, dilihat juga muara sinus-sinus yang lain.
Setelah selesai, rongga hidung di tampoan untuk mencegah perdarahan. Tampon
dicabut pada hari ketiga.
2.7 KOMPLIKASI
2.7.1 Kelainan pada Orbita
Sinusitis ethmoidalis merupakan penyebab komplikasi pada orbita yang tersering.
Pembengkakan orbita dapat merupakan manifestasi ethmoidalis akut, namun
sinus frontalis dan sinus maksilaris juga terletak di dekat orbita dan dapat
menimbulkan infeksi isi orbita juga.
Pada komplikasi ini terdapat lima tahapan :
a. Peradangan atau reaksi edema yang ringan.
Terjadi pada isi orbita akibat infeksi sinus ethmoidalis didekatnya. Keadaan ini
terutama ditemukan pada anak, karena lamina papirasea yang memisahkan orbita
dan sinus ethmoidalis sering kali merekah pada kelompok umur ini.
b. Selulitis orbita
Edema bersifat difus dan bakteri telah secara aktif menginvasi isi orbita namun
pus belum terbentuk.
c. Abses subperiosteal
Pus terkumpul diantara periorbita dan dinding tulang orbita menyebabkan
proptosis dan kemosis.
d. Abses orbita
Pus telah menembus periosteum dan bercampur dengan isi orbita. Tahap ini
disertai dengan gejala sisa neuritis optik dan kebutaan unilateral yang lebih serius.
Keterbatasan gerak otot ekstraokular mata yang tersering dan kemosis
konjungtiva merupakan tanda khas abses orbita, juga proptosis yang makin
bertambah.
e. Thrombosis sinus kavemosus
Akibat penyebaran bakteri melalui saluran vena kedalam sinus kavernosus,
kemudian terbentuk suatu tromboflebitis septik.
2.7.2 Kelainan intracranial
a. Meningitis akut
Salah satu komplikasi sinusitis yang terberat adalah meningitis akut, infeksi dari
sinus paranasalis dapat menyebar sepanjang saluran vena atau langsung dari sinus
yang berdekatan, seperti lewat dinding posterior sinus frontalis atau melalui
lamina kribriformis di dekat sistem sel udara ethmoidalis.
b. Abses dura
Kumpulan pus diantara dura dan tabula interna kranium, sering kali mengikuti
sinusitis frontalis. Proses ini timbul lambat, sehingga pasien hanya mengeluh
nyeri kepala dan sebelum pus yang terkumpul mampu menimbulkan tekanan intra
kranial.
c. Abses subdural
Kumpulan pus diantara duramater dan arachnoid atau permukaan otak. Gejala
yang timbul sama dengan abses dura.
d. Abses otak
Setelah sistem vena, dapat mukoperiosteum sinus terinfeksi, maka dapat terjadi
perluasan metastatik secara hematogen ke dalam otak.
2.7.3 Osteitis dan Osteomylitis.
Penyebab tersering osteomielitis dan abses subperiosteal pada tulang frontalis
adalah infeksi sinus frontalis. Nyeri tekan dahi setempat sangat berat. Gejala
sistemik berupa malaise, demam dan menggigil.
2.7.4 Mukokel
Suatu kista yang mengandung mukus yang timbul dalam sinus, kista ini paling
sering ditemukan pada sinus maksilaris, sering disebut sebagai kista retensi
mukus dan biasanya tidak berbahaya.
Dalam sinus frontalis, ethmoidalis dan sfenoidalis, kista ini dapat membesar dan
melalui atrofi tekanan mengikis struktur sekitarnya. Kista ini dapat bermanifestasi
sebagai pembengkakan pada dahi atau fenestra nasalis dan dapat menggeser mata
ke lateral. Dalam sinus sfenoidalis, kista dapat menimbulkan diplopia dan
gangguan penglihatan dengan menekan saraf didekatnya.
2.7.5 Pyokokel.
Mukokel terinfeksi, gejala piokel hampir sama dengan mukokel meskipun lebih
akut dan lebih berat.
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN
3.1 PENGKAJIAN
3.1.1 Data Demografi
Identitas pada klien yang harus diketahui diantaranya: nama, umur, agama,
pendidikan, pekerjaan, suku/bangsa, alamat, jenis kelamin, status perkawinan, dan
penanggung biaya.
3.1.2 Riwayat Sakit dan Kesehatan
1. Keluhan utama
Biasanya klien mengeluh nyeri kepala sinus dan tenggorokan
2. Riwayat penyakit saat ini
Klien mengeluh hidung tersumbat, pilek yang sering kambuh, demam, pusing,
ingus kental di hidung, nyeri di antara dua mata, penciuman berkurang.
3. Riwayat penyakit dahulu
a. Klien pernah menderita penyakit akut dan perdarahan hidung atau trauma.
b. Klien pernah mempunyai riwayat penyakit THT.
c. Klien pernah menderita sakit gigi geraham.
4. Riwayat penyakit keluarga
Adakah penyakit yang diderita oleh anggota keluarga yang mungkin ada
hubungannya dengan penyakit klien sekarang.
5. Pengkajian psiko-sosio-spiritual
a. Intrapersonal : Perasaan yang dirasakan klien ( cemas atau sedih )
b. Interpersonal : hubungan dengan orang lain
6. Pola fungsi kesehatan
a. Pola persepsi dan tatalaksana hidup
Contohnya untuk mengurangi flu biasanya klien mengkonsumsi obat tanpa
memperhatikan efek samping
b. Pola nutrisi dan metabolism
Biasanya nafsu makan klien berkurang karena terjadi gangguan pada hidung.
c. Pola istirahat dan tidur
Adakah indikasi klien merasa tidak dapat istirahat karena sering flu.
d. Pola persepsi dan konsep diri
Klien sering flu terus menerus dan berbau yang menyebabakan konsep diri
menurun.
e. Pola sensorik
Daya penciuman klien terganggu kaena hidung buntu akibat flu terus menerus (
baik purulen, serous maupun mukopurulen ).
3.1.3 Pemeriksaan Fisik ( ROS : Review of System )
Pemeriksaan fisik pada klien dengan sinusitis meliputi pemeriksaan fisik umum
per system dari observasi keadaan umum, pemeriksaan tanda-tanda vital, B1
(breathing), B2 (Blood), B3 (Brain), B4 (Bladder), B5 (Bowel), dan B6 (Bone).
1. Pernafasan B1 (breath)
a. Bentuk dada : normal
b. Pola napas : tidak teratur
c. Suara napas : ronkhi
d. Sesak napas : ya
e. Batuk : tidak
f. Retraksi otot bantu napas ; ya
g. Alat bantu pernapasan : ya (O2 2 lpm)
2. Kardiovaskular B2 (blood)
a. Irama jantung : regular
b. Nyeri dada : tidak
c. Bunyi jantung ; normal
d. Akral : hangat
3. Persyarafan B3 (brain)
a. Penglihatan (mata) : normal
b. Pendengaran (telinga) : tidak ada gangguan
c. Penciuman (hidung) : ada gangguan
d. Kesadaran: gelisah
e. Reflek: normal
4. Perkemihan B4 (bladder)
a. Kebersihan : bersih
b. Bentuk alat kelamin : normal
c. Uretra : normal
d. Produksi urin: normal
5. Pencernaan B5 (bowel)
a. Nafsu makan : menurun
b. Porsi makan : setengah
c. Mulut : bersih
d. Mukosa : lembap
6. Muskuloskeletal/integument B6 (bone)
a. Kemampuan pergerakan sendi : bebas
b. Kondisi tubuh: kelelahan
3.2 DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Bersihan jalan nafas tidak efetif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret
yang mengental.
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
3. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
4. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
manurun sekunder dari peradangan dengan sinus.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri
sekunder akibat peradangan hidung.
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi )
3.3 INTERVENSI
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi / adanya secret
yang mengental.
Tujuan : bersihan jalan nafas menjadi efektif setelah secret dikeluarkan.
Kriteria hasil :
- Respiratory Rate 16-20x/menit
- Suara napas tambahan tidak ada
- Ronkhi (-)
- Dapat melakukan batuk efektif
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji penumpukan secret yang ada
b. Observasi tanda-tanda vital.
c. Ajarkan batuk efektif
d. Koaborasi nebulizing dengan tim medis untuk pembersihan secret
e. Evaluasi suara napas, karakteristik sekret, kemampuan batuk efektif
a. Mengetahui tingkat keparahan dan tindakan selanjutnya
b. Mengetahui perkembangan klien sebelum dilakukan operasi.
c. Mengeluarkan sekret di jalan napas
d. Kerjasama untuk menghilangkan penumpukan secret.
e. Ronkhi (-) mengindikasikan tidak ada cairan/sekret pada paru, jumlah,
konsistensi, warna sekret dikaji untuk tindakan selanjutnya
2. Nyeri berhubungan dengan peradangan pada hidung.
Tujuan : Nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi oleh klien
Kriteria hasil :
- Klien mengungkapkan nyeri yang dirasakan berkurang atau dapat diadaptasi
- Klien tidak merasa kesakitan.
- Dapat mengidentifikasi aktifitas yang meningkatkan atau menurunkan nyeri,
klien tidak gelisah, skala nyeri 0-1 atau teradaptasi
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji terhadap nyeri dengan skala 0-4
b. Berikan kesempatan waktu istirahat bila terasa nyeri dan berikan posisi yang
nyaman.
c. Mengajarkan tehnik relaksasi dan metode distraksi
d. Kolaborasi analgesic
e. Observasi tingkat nyeri dan respon motorik klien, 30 menit setelah pemberian
analgesik untuk mengkaji efektivitasnya dan setiap 1-2 jam setelah tindakan
perawatan selama 1-2 hari.
a. Nyeri merupakan respon subjektif yang bisa dikaji menggunakan skala nyeri.
Klien melaporkan nyeri biasanya di atas tingkat cidera.
b. Istirahat akan merelaksasi semua jaringan sehingga akan meningkatkan
kenyamanan.
c. Akan melancarkan peredaran darah, dan dapat mengalihkan perhatian nyerinya
ke hal-hal yang menyenangkan
d. Analgesik memblok lintasan nyeri, sehingga nyeri berkurang
e. Pengkajian yang optimal akan memberikan perawat data yang objektif untuk
mencegah kemungkinan komplikasi dan melakukan intervensi yang tepat.
3. Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan nafsu makan
manurun sekunder akibat peradangan dengan sinus.
Tujuan : Kebutuhan nutrisi klien dapat terpenuhi dengan adekuat
Kriteria hasil :
- Antropometri: berat badan tidak turun (stabil), tinggi badan, lingkar lengan
- Biokimia: albumin normal dewasa (3,5-5,0) g/dl
Hb normal (laki-laki 13,5-18 g/dl, perempuan 12-16 g/dl)
- Clinis: tidak tampak kurus, terdapat lipatan lemak, rambut tidak jarang dan
merah
- Diet: klien menghabiskan porsi makannya dan nafsu makan bertambah
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji pemenuhan kebutuhan nutrisi klien
b. Jelaskan pentingnya makanan bagi proses penyembuhan.
c. Mencatat intake dan output makanan klien.
d. Kolaborasi dengan ahli gizi untuk membantu memilih makanan yang dapat
memenuhi kebutuhan gizi selama sakit
e. Manganjurkn makan sedikit- sedikit tapi sering.
f. Menyarankan kebiasaan untuk oral hygine sebelum dan sesudah makan
a. Mengetahui kekurangan nutrisi klien.
b. Dengan pengetahuan yang baik tentang nutrisi akan memotivasi untuk
meningkatkan pemenuhan nutrisi.
c. Mengetahui perkembangan pemenuhan nutrisi klien.
d. Ahli gizi adalah spesialisasi dalam ilmu gizi yang membantu klien memilih
makanan sesuai dengan keadaan sakitnya, usia, tinggi, berat badannya.
e. Dengan sedikit tapi sering mengurangi penekanan yang berlebihan pada
lambung.
f. Meningkatkan selera makan klien.
4. Hipertermi berhubungan dengan reaksi inflamasi
Tujuan : suhu tubuh kembali dalam keadaan normal
Kriteria hasil :
- suhu tubuh 36,5-37,5 C
- kulit hangat dan lembab, membran mukosa lembab
INTERVENSI RASIONAL
a. Monitoring perubahan suhu tubuh
b. Mempertahankan keseimbangan cairan dalam tubuh dengan pemasangan infus
c. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian antibiotik guna mengurangi proses
peradangan (inflamasi)
d. Anjurkan pada pasien untuk memenuhi kebutuhan nutrisi yang optimal
sehingga metabolisme dalam tubuh dapat berjalan lancar a. Suhu tubuh harus
dipantau secara efektif guna mengetahui perkembangan dan kemajuan dari pasien.
b. Cairan dalam tubuh sangat penting guna menjaga homeostasis (keseimbangan)
tubuh. Apabila suhu tubuh meningkat maka tubuh akan kehilangan cairan lebih
banyak.
c. Antibiotik berperan penting dalam mengatasi proses peradangan (inflamasi)
d. Jika metabolisme dalam tubuh berjalan sempurna maka tingkat kekebalan/
sistem imun bisa melawan semua benda asing (antigen) yang masuk.
5. Gangguan istirahat dan tidur berhubungan dengan hidung tersumbat, nyeri
sekunder akibat peradangan hidung.
Tujuan : Klien dapat istirahat dan tidur dengan nyaman.
Kriteria hasil :
- Klien tidur 6 – 8 jam sehari.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji kebutuhan tidur klien.
b. Menciptakan suasana yang nyaman.
c. Kolaborasi dengan tim medis pemberian obat a. Mengetahui permasalahan
klien dalam pemenuhan kebutuhan istirahat atau tidur.
b. Supaya klien dapat tidur dengan nyaman dan tenang.
c. Pernafasan dapat efektif kembali lewat hidung
6. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan klien tentang penyakit dan
prosedur tindakan medis ( irigasi sinus / operasi ).
Tujuan : Perasaan cemas klien berkurang atau hilang.
Kriteria hasil :
- Klien dapat menggambarkan tingkat keemasa dan pola kopingnya.
- Klien mengetahui dan mengerti tentang penyakit yang di deritanya serta
pengobatannya.
INTERVENSI RASIONAL
a. Kaji tingkat kecemasan klien
b. Berikan kenyamanan dan ketentraman pada klien dengan,
- Temani klien
- Perlihatkan rasa empati ( datang dengan menyentuh klien )
c. Berikan penjelasan pada klien tentang penyakit yang dideritanya secara
perlahan dan tenang serta menggunakan kalimat yang jelas, singkat dan mudah
dimengerti
d. Menjauhkan stimulasi yang berlebihan misalnya :
- Tempatkan klien diruangan yang lebih tenang.
- Batasi kontak dengan orang lain atau klien lain yang kemungkinan mengalami
kecemasan
e. Observasi tanda-tanda vital.
f. Bila perlu , kolaborasi dengan tim medis. a. Menentukan tindakan selanjutnya.
b. Memudahkan penerimaan klien terhadap informasi yang diberikan.
c. Meingkatkan pemahaman klien tentang penyakit dan terapi untuk penyakit
tersebut sehingga klien lebih kooperatif.
d. Dengan menghilangkan stimulus yang mencemaskan akan meningkatkan
ketenangan klien.
e. Mengetahui perkembangan klien secara dini.
f. Obat dapat menurunkan tingkat kecemasan klien.

Patofisiologi

Kesehatan sinus dipengaruhi oleh patensi ostium-ostium sinus dan


kelancaran klirens dari mukosiliar didalam komplek osteo meatal (KOM).
Disamping itu mukus juga mengandung substansi antimikrobial dan zat-zat
yang berfungsi sebagai pertahanan terhadap kuman yang masuk bersama
udara pernafasan.
Bila terinfeksi organ yang membentuk KOM mengalami oedem, sehingga
mukosa yang berhadapan akan saling bertemu. Hal ini menyebabkan silia
tidak dapat bergerak dan juga menyebabkan tersumbatnya ostium. Hal ini
menimbulkan tekanan negatif didalam rongga sinus yang menyebabkan
terjadinya transudasi atau penghambatan drainase sinus. Efek awal yang
ditimbulkan adalah keluarnya cairan serous yang dianggap sebagai sinusitis
non bakterial yang dapat sembuh tanpa pengobatan. Bila tidak sembuh
maka sekret yang tertumpuk dalam sinus ini akan menjadi media yang
poten untuk tumbuh dan multiplikasi bakteri, dan sekret akan berubah
menjadi purulen yang disebut sinusitis akut bakterialis yang membutuhkan
terapi antibiotik. Jika terapi inadekuat maka keadaan ini bisa berlanjut,
akan terjadi hipoksia dan bakteri anaerob akan semakin berkembang.
Keadaan ini menyebabkan perubahan kronik dari mukosa yaitu hipertrofi,
polipoid atau pembentukan polip dan kista.

D. Patoflow

Anda mungkin juga menyukai