Anda di halaman 1dari 15

Nama Kelompok : 1.

Ahmad Zidane Akram R (01)

2. Febilla Putri Amalia (10)

3. Muhamad Figo Octavianto (14)

4. Nur Laila (24)

5. Nur’aini Nanda Maharani (25)

6. Syahdiatud Diniyah Agustin (34)

TUGAS SENI BUDAYA

I. Hak Cipta Karya Seni Rupa


Hak Cipta adalah hak eksklusif bagi Pencipta atau penerima hak untuk
mengumumkan atau memperbanyak Ciptaannya atau memberikan izin untuk itu
dengan tidak mengurangi pembatasanpembatasan menurut peraturan perundang-
undangan yang berlaku.

a) Seniman dan Profesi

Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif,
inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk
menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan, patung, seni
peran,seni tari, sastra, film dan musik. Seniman menggunakan imajinasi dan
bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni dan
kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni
dalam batas-batas yang diakui.

Profesi juga sebagai pekerjaan yang membutuhkan pelatihan dan penguasaan


terhadap suatu pengetahuan khusus. Suatu profesi biasanya memiliki asosiasi
profesi, kode etik, serta proses sertifikasi dan lisensiyang khusus untuk bidang
profesi tersebut. Contoh profesi adalah pada
bidang hukum, kesehatan, keuangan, militer, teknik desainer, tenaga pendidik.

b) Seni dan Budaya Indonesia

Kebudayaan di Indonesia
Keanekaragaman budaya Indonesia dariSabang sampai Merauke merupakan aset
yang tidak ternilai harganya, sehingga harus tetap dipertahankan dan terus
dilestarikan. Tetapi, sayangnya, sebagai anak bangsa masih banyak yang tidak
mengetahui ragam budaya daerah lain di Indonesia, salah satunya budaya tato di
Mentawai, Sumatra Barat, tindik sebagai tanda kedewasaan dan masih banyak
kebudayaan lain yang belum ter ekdplorasi.
Bagi penyuka traveling ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya yang rasa
ingintahunya cukup tinggi terhadap beragam budaya, tidak ada salahnya mampir ke
Mentawai untuk melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan
masyarakat setempat, selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya.

Tato kebudayaan indonesia


Dalam konteks pemahaman masyarakat majemuk, selain kebudayaan kelompok
suku bangsa, masyarakat Indonesiajuga terdiri dari berbagai kebudayaan daerah
bersifat kewilayahan yang merupakan pertemuan dari berbagai kebudayaan
kelompok sukubangsa yang ada didaerah tersebut. Dengan jumlah penduduk 200
juta orang dimana mereka tinggal tersebar dipulau- pulau di Indonesia. Mereka juga
mendiami dalam wilayah dengan kondisi geografis yang bervariasi. Mulai dari
pegunungan, tepian hutan, pesisir, dataran rendah, pedesaan, hingga perkotaan. Hal
ini juga berkaitan dengan tingkat peradaban kelompok-kelompok sukubangsa dan
masyarakat di Indonesia yang berbeda.
Contoh dari kebudayaan rakyat pesisir adalah pesta laut yang dipersembahkan
untuk para leluhur

Pesta laut

Masyarakat pesisir indonesia


Dari berbagai kebudayaan yang ada sebagai generasi muda Indonesia patutnya kita
bangga dan berusaha menghalau budaya-budaya luar yang mampu menggerus
kearifan budaya lokal Indonesia dengan semangat juang dan nilai dasar Pancasila.

Ragam Seni dan Budaya Indonesia

» Rumah Adat

Nuwo Sesat, Rumah Adat Lampung

Nama-nama rumah adat dan Provinsinya:


Nanggro Aceh Darussalam (NAD)
Rumah Adat : Rumah Krong Bade
Sumatera Utara (SUMUT)
Rumah Adat : Rumah Bolon
Sumatera Barat
Rumah Adat : Rumah Gadang
Riau
Rumah Adat : Rumah Melayu Selaso Jatuh Kembar
Jambi
Rumah Adat : Rumah Panjang
Sumatera Selatan (SUMSEL)
Rumah Adat : Rumah Limas
Bangka Belitung
Rumah Adat : Rumah Rakit
Bengkulu
Rumah Adat : Rumah Rakyat
Lampung
Rumah Adat : Rumah Sesat
DKI Jakarta
Rumah Adat : Rumah Kebaya
Jawa Barat (JABAR)
Rumah Adat : Rumah Kasepuhan Cirebon
Banten Rumah Adat : Rumah Badui
Jawa Tengah (JATENG)
Rumah Adat : Padepokan Jawa Tengah.
Daerah Istimewa (DI) Yogyakarta
Rumah Adat : Bangsal Kencono Dan Rumah Joglo.
Jawa Timur (JATIM)
Rumah Adat : Rumah Situbondo.
Bali
Rumah Adat : Rumah Gapura Candi Bentar.
Nusa Tenggara Barat (NTB)
Rumah Adat : Rumah Istana Sultan Sumbawa
Nusa Tenggara Timur (NTT)
Rumah Adat : Rumah Musalaki
Kalimantan Utara (KALTARA)
Rumah Adat : Rumah Baloy.
Kalimantan Barat (KALBAR)
Rumah Adat : Rumah Istana Kesultanan Pontianak.
Kalimantan Tengah (KALTENG)
Rumah Adat : Rumah Betang
Kalimantan Selatan (KALSEL)
Rumah Adat : Rumah Banjar Bubungan Tinggi.
Kalimantan Timur (KALTIM)
Rumah Adat : Rumah Lamin.
Sulawesi Utara (SULUT)
Rumah Adat : Rumah Pewaris
Sulawesi Barat (SULBAR)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan
Sulawesi Tengah (SULTENG)
Rumah Adat : Rumah Tambi
Sulawesi Tenggara (SULTRA)
Rumah Adat : Rumah Istana Buton
Sulawesi Selatan (SULSEL)
Rumah Adat : Rumah Tongkonan.
Gorontalo
Rumah Adat : Rumah Dulohupa dan Rumah Pewaris.
Maluku
Rumah Adat : Rumah Baileo
Papua Barat
Rumah Adat : Rumah Honai.
Papua Rumah Adat : Rumah Honai

Macam-macam Seni di Indonesia

» Alat Musik
Alat musik di Indonesia sebenarnya sangat banyak macamnya, contoh saja
seperti gendang dari yogyakarta, gamelan dari jawa tengah, Angklung dari jawa
barat, bende dari lampung dan masih banyak lagi.
tapi heranya kenapa sekarang orang indonesia sudah jarang ada yang memainkan
alat musik tersebut, alat musik tersebut dipakai kalau hanya ada acara besar saja
atau di peruntuhkan untuk anak sekolah dasar. harusnya sebagai orang indonesia
kita ikut mewarisi budaya-budaya yang telah ada agar budaya tersebut tidak hilang
karna adanya budaya asing yang masuk.

Gendang, Yogyakarta Angklung, Jawa Barat

>> Tarian
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa
dan budaya Indonesia.tetapi kebanyakan dari orang indonesia sudah terpengaruh
oleh budaya asing atau luar. setiap suku bangsa di Indonesia pasti memmpunyai
tarian khas daerahnya sendiri-sendiri. Tradisi kuno tarian dan drama ini biasanya
diajarkan seperti di sanggar-sanggar tari dan juga sekolah.
Seni tari di indonesia juga bisa masuk kedalam beberapa golongan, Dalam katagori
sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah,
era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat
terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum
bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan
tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari
kontemporer.
contoh gambar tarian bercorak prasejarah dari suku pedalaman

Tari keraton

Tari Golek Ayun-ayun, dari KeratonYogyakarta


Tarian di Indonesia mencerminkan sejarah panjang Indonesia. Beberapa keluarga
bangsawan; berbagai istana dan keraton yang hingga kini masih bertahan di
berbagai bagian Indonesia menjadi benteng pelindung dan pelestari budaya istana.
Perbedaan paling jelas antara tarian istana dengan tarian rakyat tampak dalam
tradisi tari Jawa. Masyarakat Jawa yang berlapis-lapis dan bertingkat tercermin
dalam budayanya. Jika golongan bangsawan kelas atas lebih memperhatikan pada
kehalusan, unsur spiritual, keluhuran, dan keadiluhungan; masyarakat kebanyakan
lebih memperhatikan unsur hiburan dan sosial dari tarian. Sebagai akibatnya tarian
istana lebih ketat dan memiliki seperangkat aturan dan disiplin yang dipertahankan
dari generasi ke generasi, sementara tari rakyat lebih bebas, dan terbuka atas
berbagai pengaruh.
Perlindungan kerajaan atas seni dan budaya istana umumnya digalakkan oleh
pranata kerajaan sebagai penjaga dan pelindung tradisi mereka. Misalnya para
Sultan dan Sunan dari Keraton Yogyakarta dan Keraton Surakarta terkenal sebagai
pencipta berbagai tarian keraton lengkap dengan komposisigamelan pengiring
tarian tersebut.

Tari rakyat

Tari Jaipongan, tari tradisi rakyatSunda

Tarian Indonesia menunjukkan kompleksitas sosial dan pelapisan tingkatan


sosial dari masyarakatnya, yang juga menunjukkan kelas sosial dan derajat
kehalusannya. Berdasarkan pelindung dan pendukungya, tari rakyat adalah tari
yang dikembangkan dan didukung oleh rakyat kebanyakan, baik di pedesaan
maupun di perkotaan. Dibandingkan dengan tari istana (keraton) yang
dikembangkan dan dilindungi oleh pihak istana, tari rakyat Indonesia lebih dinamis,
enerjik, dan relatif lebih bebas dari aturan yang ketat dan disiplin tertentu, meskipun
demikian beberapa langgam gerakan atau sikap tubuh yang khas seringkali tetap
dipertahankan. Tari rakyat lebih memperhatikan fungsi hiburan dan sosial
pergaulannya daripada fungsi ritual.

Tari tradisional

Tari Sigeh Pengunten

Tari tradisional Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman


bangsa Indonesia. Beberapa tradisi seni tari seperti; tarian Bali, tarian Jawa, tarian
Sunda, tarian Minangkabau, tarian Palembang, tarian Melayu, tarian Aceh, dan
masih banyak lagi adalah seni tari yang berkembang sejak dahulu kala, meskipun
demikian tari ini tetap dikembangkan hingga kini. Penciptaan tari dengan
koreografi baru, tetapi masih di dalam kerangka disiplin tradisi tari tertentu masih
dimungkinkan. Sebagai hasilnya, muncullah beberapa tari kreasi baru. Tari kreasi
baru ini dapat merupakan penggalian kembali akar-akar budaya yang telah sirna,
penafsiran baru, inspirasi atau eksplorasi seni baru atas seni tari tradisional.
Sekolah seni tertentu di Indonesia seperti Sekolah Tinggi Seni Indonesia (STSI) di
Bandung, Institut Kesenian Jakarta (IKJ) di Jakarta, Institut Seni Indonesia (ISI)
yang tersebar di Denpasar,Yogyakarta, dan Surakarta kesemuanya mendukung dan
menggalakkan siswanya untuk mengeksplorasi dan mengembangkan seni tari
tradisional di Indonesia. Beberapa festival tertentu seperti Festival Kesenian Bali
dikenal sebagai ajang ternama bagi seniman tari Bali untuk menampilkan tari kreasi
baru karya mereka.

c) Eksploitas Seni Budaya Tradisional

Pengarang, seniman dan pencipta dari masyarakat tradisional atau pedesaan


jarang menerima imbalan finansial yang memadai untuk kekayaan intelektual
berupa Pengetahuan Tradisional yang dieksploitasi. Sebagai contoh misalnya,
seorang Achim Sibeth (antropolog) memasuki wilayah masyarakat desa di Tanah
Batak dan kemudian menulis buku Living with Ancestors The Batak People of
Island of Sumatra. Sebuah buku Antropologi kebudayaan yang lengkap, termasuk
Art and Craft, Batak Script and Literature, Black-smith’s work, Bronze Work,
Works of goldsmiths and silversmiths, Textil, Ulos, Dance and Music, Domestic
Architecture Toba and Karo Batak, dan dengan bebas memotret karya-karya itu
untuk ilustrasi penerbitan buku 239 halaman itu. Fenomena pemberlakuan Hak
Cipta pada kasus ini paling tidak menyajikan dua masalah: (1) Achim Sibeth,
memperoleh untung dari penjualan buku, sementara mas-yarakat desa tidak
mendapatkan imbalan finansial apapun. (2) Karena buku itu mempunyai nilai
budaya atau spiritual untuk seluruh masyarakat Batak, maka pemanfaatan komersial
seperti itu dapat menying-gung perasaan masyarakat. (Misalnya cerita adat yang
kerahasiaannya dijaga ketat dan bersifat sangat penting dan dipelihara secara turun
temurun oleh masyarakat Batak) secara terbuka diungkapkan ke-pada dunia.
Adakah perlindungan hukum bagi kasus seperti ini? Dalam hal ini Negara
memegang Hak Cipta atas karya peninggalan prasejarah, sejarah, dan benda budaya
nasional lainnya. Negara meme-gang Hak Cipta atas folkor dan hasil kebudayaan
rakyat yang menjadi milik bersama, seperti cerita, hikayat, dongeng, legenda,
babad, lagu, kerajinan tangan, koreografi, tarian, kaligrafi, lukisan, patung, topeng,
wayang, ornamen, arsitektur, batik, reog, tari, drama, dan banyak lagi karya seni
lainnya. Namun pelaksanaan Hak Cipta atas Ciptaan yang Penciptanya Tidak
Dikenal seperti ini diatur dengan Peraturan Pemerintah. Dan kita berharap
Peraturan itu akan segera “diciptakan” dengan memperhatikan kepen-tingan
masyarakat banyak yang menjadi subjek dan objek penerapan Hak Cipta.

d) Undang-undang Desain Industri

UU nomor 31 tahun 2000


1. Pasal 5 ayat (1), Pasal 20, dan Pasal 33 Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945;
2. Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1984 tentang Perindustrian (Lembaran Negara
Republik Indonesia Tahun 1984 Nomor 22, Tambahan Lembaran Negara Republik
Indonesia Nomor 3274);
3. Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1994 tentang Pengesahan Agreement
Establishing the
World Trade Organization (Persetujuan Pembentukan Organisasi Perdagangan
Dunia),
(Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 1994 Nomor 57, Tambahan
Lembaran
Negara Republik Indonesia Nomor 3564).

e) Hak Cipta dan Pemalsuan Lukisan

Pemalsuan lukisan merupakan tindak kejahatan dan melanggar undang-


undang hak cipta, pemalsuan lukisan ini banyak terjadi dikalangan pebisnis lukisan,
tujuannya tentu untuk mendapatkan uang sebanyak-banyaknya. pemalsuan lukisan
merupakan tiruan karya dari pelukis-pelukis terkenal yang harganya sudah
mencapai puluhan juta rupiah sampai ratusan juta rupiah perlukisan. Pemalsuan
lukisan menirukan semua yang terkandung dalam lukisan, diantaranya objek
lukisan pada thema yang disukai pelukis terkenal itu, komposisi warna, goresan-
goresan kuas, tebal atau tipisnya cat, media yang dipakai, ukuran kanvas dan masih
banyak lagi.Pemalsu lukisan sebelum melukis mempeljari dulu dari beberapa
lukisan asli, kumudian berexperimen sederhana sampai pada taraf dirasa cukup, dan
setelah merasa cukup baru melukis dan mengambil objek yang disukai Pelukis
terkenal itu. Setelah lukisan selesai dibuat ditirunya pula tanda tangan Pelukis
terkenal itu sepersis mungkin, supaya pembeli tidak tahu kalau itu tanda tangan dan
lukisan palsu. karena penjual biasanya terus terang menyatakan repro dari pelukis
A misalnya dan tanda tangannya bukan tanda tangan Pelukis terkenal yang hasil
kayanya di repro. Biasanya tanda tangan yang merepro lukisan.Reproduksi ini
untuk keperluan konsumen yang keuangannya terbatas dan ingin mempunyai
lukisan Pelukis Idiolanya. Media yang dipakai melukis dari bahan yang berharga
murah untuk menyesuaikan daya beli masyarakat umum.

f) Dewan Hak Cipta

Eksistensi Dewan Hak Cipta dalam kaitannya dengan pelaksanaan Undang-


Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Dewan Hak Cipta.

Keberadaan atau eksistensi Dewan hak Cipta berkaitan dengan peran atau
kontribusi yang diberikan oleh Dewan Hak Cipta di masyarakat. Hal ini menjadi
wajar dalam hal keberadaan atau eksistensi Dewan Hak Cipta tidak diketahui oleh
anggota masyarakat karena memang peran dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya Dewan Hak Cipta jarang terjun langsung ke masyarakat atau memberikan
kontribusi riil langsung kepada masyarkat misalnya dalam pembinaan, penyuluhan
dan pembimbingan akan hak cipta. Dewan Hak Cipta juga jarang berperan dalm hal
penyelesaian sengketa kasus tentang hak cipta yang menarik perhatian publik.
Apabila kita amati lagi dalam Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta, peran Dewan Hak Cipta adalah koordinasi dengan pemerintah dalam hal ini
adalah Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Masyarakt juga tidak
mengetahui tentang program kerja Dewan Hak Cipta secara umum maupun khus
yang dilakukan secara reguler oleh Dewan Hak Cipta.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum ada Peraturan
dibawahnya yang secara khusus mengatur tentang Dewan Hak Cipta dalam bentuk
PP (Peraturan Pemerintah) maupun peraturan lainnya yang setingkat atau di
bawahnya. Oleh karena itu PP yang digunakan adalah PP tentang Dewan Hak Cipta
yang lama yaitu PP No. PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta dan PP
No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta.

Peran Dewan Hak Cipta menurut saya juga tidak efektif, karena ada beberapa
peran yang sama dan tumpang tindah dengan Dirjen HKI Kementerian Hukum dan
HAM. Oleh karena itu sebaiknya Dewan Hak Cipta dileburkan perannya dengan
Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Kinerja[5] yang dimaksud oleh penulis
adalah tentang eksistensi atau keberadaan lembaga, program kerja dan peran yang
dilakukannya.

C.1.1 Tugas Pokok dan Fungsi Dewan Hak Cipta.

Kebanyakan masyarakat Indonesia tidak mengetahui terkait dengan


keberadaan Dewan Hak Cipta. Dewan Hak Cipta merupakan wadah non struktural
yang berkedudukan di ibukota Negara Republik Indonesia. Biaya untuk
pelaksanaan tugas dan fungsi Dewan dibebankan kepada Anggaran Belanja
Departemen Kehakiman. Hal tersebut dikarenakan oleh banyak faktor. Saya
membaginya dalam 2 (dua) faktor yaitu faktor dari masyarakat dan faktor dari
Dewan Hak Cipta. Adapun faktor dari masyarakat adalah minimnya pengetahun
masyarakat tentang Hak Cipta dan lemba-lembaga yang terkait dengan Hak
Cipta. Faktor dari Dewan Hak Cipta dikarenakan lembaga tersebut jarang
melakukan aktivitas yang berkaitan dengan masyarakat secara langsung, khususnya
masyarakat yang bersinggungan dengan hak cipta. Lembaga ini juga jarang muncul
ke khayalak publik dalam rangka melakukan seuatu program riil tentang hak cipta
di masyarakat.

Tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta sudah diatur secara konkrit dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Didalam pasal 48 dijelaskan bahwa:

Untuk membantu Pemerintah dalam memberikan penyuluhan dan


pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta, dibentuk Dewan Hak
Cipta.Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil
organisasi profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang
Hak Cipta, yang diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri.Ketentuan lebih lanjut mengenai tugas, fungsi, susunan, tata kerja,
pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta ditetapkan dengan Peraturan
Pemerintah.Biaya untuk Dewan Hak Cipta sebagaimana dimaksud pada ayat (3)
dibebankan kepada anggaran belanja departemen yang melakukan pembinaan di
bidang Hak Kekayaan intelektual.

Jadi jelas bahwa dari uraian di atas maka dapat kita ketahui bahwa tugas
Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan
penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta.

Kewenangan lain yang dimiliki oleh Dewan Hak Cipta berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya bisa kita lihat dalam PP No. 14 Tahun 1986 sebagaumana
telah diubah dengan PP No. 7 tahun 1989. PP ini guna melaksanakan ketentuan
Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Umum tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta adalah membantu Pemerintah
dalam memberikan penyuluhan, bimbingan, dan pembinaan tentang hak cipta.
Adapun tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta adalah:

1) membantu Pemerintah dalam penyiapan dan pengolahan bahan-bahan yang


diperlukan baik dalam rangka penyusunan peraturan perundang-undangan
mengenai hak cipta ataupun perumusan kebijaksanaan Pemerintah tentang tindakan
atau langkah–langkah yang diperlukan dalam usaha memberikan perlindungan hak
cipta;

2) memberikan pertimbangan dan pendapat kepada Presiden baik diminta maupun


tidak diminta mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta;

3) memberikan pertimbangan dan pendapat mengenai hak cipta atas permintaan


pengadilan atau instansi Pemerintah lainnya;

4) memberikan pertimbangan dan pendapat kepada pencipta dan masyarakat


mengenai hal-hal yang berkaitan dengan hak cipta; dan

5) memberikan pertimbangan dan pendapat dalam rangka penyelesaian


perselisihan atas para pihak yang berselisih.

Dalam pasal 16 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan
bahwa Dewan Hak Cipta juga dapat memberikan pertimbangan terkait dengan
Kementerian Hukum dan Ham atau Direktorat Jenderal HKI pada Kementerian
Hukum dan HAK untuk:

a) mewajibkan Pemegang Hak Cipta untuk melaksanakan sendiri penerjemahan


dan/atau Perbanyakan Ciptaan tersebut di wilayah Negara Republik Indonesia
dalam waktu yang ditentukan;

b) mewajibkan Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan untuk memberikan izin


kepada pihak lain untuk menerjemahkan dan/atau memperbanyak Ciptaan tersebut
di wilayah Negara Republik Indonesia dalam waktu yang ditentukan dalam hal
Pemegang Hak Cipta yang bersangkutan tidak melaksanakan sendiri atau
melaksanakan sendiri kewajiban sebagaimana dimaksud dalam huruf a;

c) menunjuk pihak lain untuk melakukan penerjemahan dan/atau Perbanyakan


Ciptaan tersebut dalam hal Pemegang Hak Cipta tidak melaksanakan kewajiban
sebagaimana dimaksud dalam huruf b.

d) Memberikan pertimbangan kepada Pemerintah melarang Pengumuman setiap


Ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan Pemerintah di bidang agama,
pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta ketertiban umum.

Catatan: ada 2 (dua) permasalahan yang muncul dalam kewenangan pada huruf d
ini yaitu: pertama, dalam hal kewenangan pelarangan ciptaan adalah standar atau
ukuran sebuah ciptaan dikatakan atau divonis bertentangan dengan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta
ketertiban umum. Kedua, siapakah yang berhak memvonis atau mengkategorikan
sebuah ciptaan dikatakan atau divonis bertentangan dengan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta
ketertiban umum (apakah Pengadilan ataukah Dewan Hak Cipta).

C.1.2 Keanggotaan Dewan Hak Cipta

Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi
profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta.
Unsur struktur Dewan Hak Citpta terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil
Sekretaris, dan Anggota Dewan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri Kehakiman untuk masa 3 (tiga) tahun lamanya, dan sesudah itu anggota
Dewan dapat dipilih kembali untuk berturut–turut selama-lamanya 2 (dua) kali
masa jabatan. Pencalonan anggota Dewan dilakukan sebagai berikut :

1) Menteri Hukum dan HAM berkonsultasi dengan Menteri/Pimpinan Lembaga


Pemerintah Non Departemen yang bersangkutan untuk menetapkan caIon-calon
yang akan mewakili Pemerintah dalam Dewan;

2) Masing-masing organisasi menurut bidang keahlian atau profesi yang


berhubungan dengan hak cipta mengajukan kepada Menteri Hukum dan
HAM calon anggota Dewan yang diusulkan.

3) Menteri Hukum dan HAM memilih calon-calon anggota Dewan yang diajukan
oleh organisasi menurut bidang keahlian atau profesi yang berhubungan dengan hak
cipta untuk selanjutnya bersama–sama calon yang akan mewakili Pemerintah
diusulkan pengangkatannya sebagai anggota Dewan kepada Presiden.

Adapun syarat-syarat untuk menjadi anggota Dewan Hak Cipta diatur dalam Pasal
8 PP No. 16 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta yaitu:
a) warga negara Republik Indonesia;

b) bertempat tinggal dalam wilayah Republik Indonesia;

c) setia kepada Negara dan haIuan Negara Kesatuan Republik Indonesia;

d) mempunyai keahlian, kecakapan, pengalaman di bidang hak cipta dan


mempunyai rasa tanggung jawab;

e) tidak pernah dijatuhi pidana yang berkaitan dengan hak cipta.

Organisasi yang dapat mengajukan wakilnya sebagai anggota Dewan Hak Cipta
harus memenuhi kriteria:

a) berasaskan Pancasila dan berlandaskan Undang-Undang Dasar 1945;

b) bersifat independen, tidak bernaung di bawah organisasi lain, dan bersifat


nasional.

Dalam pasal 9 PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan hak Cipta disebutkan
Keanggotaan dalam Dewan berakhir, karena;

1) meninggal dunia;

2) mengundurkan diri, baik karena kesehatannya atau sebab–sebab lain yang tidak
memungkinkannya menjalankan tugas sebagai anggota Dewan;

3) diberhentikan oleh Presiden atas usul Menteri Kehakiman;

4) berakhirnya masa jabatan keanggotaannya

Susunan keanggotaan Dewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:[6]

a) Ketua merangkap anggota : Menteri Kehakiman;

b) Wakil Ketua merangkap anggota : Direktur Jenderal Kebudayaan, Departemen


Pendidikan dan Kebudayaan;

c) Sekretaris merangkap anggota : Direktur Jenderal Hak Cipta, Patent dan


Merek, Departemen Kehakiman;

d) Wakil Sekretaris merangkap anggota : Direktur Hak Cipta, Direktorat Jenderal


Hak Cipta, Patent dan Merek, Departemen Kehakiman;

e) Sebanyak-banyaknya 10 (sepuluh) orang anggota terdiri dari wakil-wakil


Departemen atau Lembaga Pemerintah Non Departemen antara lain Departemen
Pendidikan dan Kebudayaan, Departemen Penerangan, dan Wakil-wakil organisasi
menurut bidang keahlian atau profesi yang berhubungan dengan ” hak cipta.

C.2.1 Eksistensi Dewan Hak Cipta dan Akibat Hukumnya

Keberadaan Dewan Hak Cipta selalu dikaitkan dengan UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, PP No. PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta dan
PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta. Pasal yang secara khusus mengatur tentang Dewan Hak Cipta adalah
pasal 48, pasal 17 dan pasal 16 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Ketentuan pasal ini sebenarnya tidak berdiri sendiri, karena pasal ini berada dalam
ranah peraturan organik yaitu Undang-Undang. Oleh karena itu, apabila pasal ini
dianggap berdiri sendiri maka pandangan tersebut masih parsial bukan pandangan
terpadu yang memandang ketentuan Dewan Hak Cipta sebagai suatu sistem yang
kait-mengkait dengan satu sama lain.

Hal ini harus dikaitkan dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan. Ketentuan pasal 48, pasal 17 dan
pasal 16 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum berlaku karena belum
ada peraturan pelaksananya, merupakan ketentuan hukum yang bersifat
memaksa (dwingen recht) sehingga harus ditaati. Perubahan Undang-Undang
tentang Hak Cipta No. 6 Tahun 1982, Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1997 dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tidak
diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang baru yang mengatur tentang
Dewan Hak Cipta. Dasar hukum peraturan pelaksanan Dewan Hak Cipta hanya
didasarkan pada PP yang lama yaitu PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak
Cipta dan PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986
tentang Dewan Hak Cipta.

Sehubungan dengan ketentuan tentang Dewan Hak Cipta dalam UU No. 19 Tahun
2002 belum berlaku maka penggunaan dasar hukum pasal 48, pasal 17, pasal 16
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta dan PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986
tentang Dewan Hak Cipta adalah tidak benar. Pasal 48, pasal 17, pasal 16 UU No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum berlaku, sehingga belum dapat dijadikan
sebagai dasar hukum pelaksanaan kerja dan keberadaan atau eksistensi Dewan Hak
Cipta. Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan keberadaan Dewan Hak
Cipta adalah tidak sah menurut hukum. Sehingga Dewan Hak Cipta tidak bisa
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.

Hal ini senada dengan pasal 48 ayat (3) bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Soluasi atas permasalahan tentang
keabsahan keberadaan Dewan hak Cipta bisa dijawab dengan langkah pembentukan
atau penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) baru tentang Dewan Hak Cipta sesuai
dengan Undang-Undang Hak Cipta terbaru yaitu UU No. 19 Tahun 2002. Belum
adanya dasar hukum setingkat Peraturan Pemerintah (PP) menjadi salah satu faktor
Dewan Hak Cipta sampai dengan saat ini belum menjalankan kewenangannya
secara baik dan nyata. Dasar hukum ini yaitu Peraturan Pemerintah sebagai panduan
atau unsur utama dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta.

C.2.2 Pelaksanan Kewenangan Dewan Hak Cipta

Menurut penulis tugas Dewan Hak Cipta yang secara umum disebutkan dalam pasal
48, pasal 16 dan pasal 17 dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu:

penyuluhan, pembimbingan dan pembinaan hak cipta; danmembantu Pemerintah


dalam merumuskan kebijakan tentang hak cipta.

Dalam hal penyuluhan, pembimbingan dan pembinaan hak cipta merupakan tugas
dan kewenangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat khususnya
pemegang hak cipta. Menurut kamus besar.com[7]penyuluhan adalah 1). proses,
cara, perbuatan menyuluh; 2). penerangan; dan 3). pengintaian; penyelidikan.
Pembinaan diartikan 1. proses, cara, perbuatan membina (negara dsb); 2.
pembaharuan; penyempurnaan; 3). usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan
secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. Sedangkan
Pembimbingan merrupakan sebuah proses bimbingan.

Berikut pendapat beberapa ahli tentang pengertian bimbingan, yaitu:[8]

Miller (I.DJUMHUR dan MOH.SURYA,1975)

Bimbingan sebagai proses bantuan terhadap individu untuk mencapai pemahaman


diri yang dibutuhkan untuk melakukan penyesuaian diri secara maksimum di
sekolah,keluargg dan masyarakat.

Djumhur dan Moh. Surya (1975)

Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menurus dan
sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya,agar
tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self understanding),untuk
menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai
dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.

Peraturan pemerintah No 29 tahun 1990 tentang pendidikan menengah


dikemukakan bahwa ‘bimbingan merupakan bantuan yang diberikan kepada peserta
didik dalam rangka menemukan pribadi, mengenal lingkungan, dan merencanakan
masa depan.
Penulis mengartikan frase penyuluhan, pembimbingan dan pembinaan sebagai
serangkaian tindakan atau kegiatan yang tersusun secara terencana, terarah dan
terpadu dalam bentuk kegiatan-kegiatan yang secara nyata dapat diukur parameter
keberhasilannya, misalnya dengan menjalankan program kegiatan mendatangi
langsung para pemegang hak cipta, seminar, riset tentang hak cipta dan berbagai
kegiatan lainnya yang berhubungan langsung dengan masyarakat.

Dalam hal membantu Pemerintah dalam merumuskan kebijakan tentang hak cipta
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan Pemerintah RI khususnya Dirjen
HKI Kementerian Hukum dan HAM sebagai penyelenggara pemerintah khusus
dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual. Kebijakan yang penulis maksud adalah
kebijakan publik. Dalam literatur kepustakaan yang sudah diketahui oleh umum,
kata kebijakan diterjemahkan dari bahasa Inggris yaitu policy. Istilah kebijakan
atau policy digunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya
seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah
aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.

Dalam arti yang luas policy mempunyai dua aspek pokok.


Pertama, policy merupakan praktika sosial, ia bukan eventyang tunggal atau
terisolir. dengan demikian sesuatu yang dihasilkan pemerintah berasal dari segala
kejadian dalam masyarakat. Kedua, policy merupakan dorongan atau incentive bagi
pihak-pihak yang sudah bersepakat menentukan tujuan bersama tersebut untuk
bersama-sama bekerja secara rasional. Maka dari dua aspek tersebut dapat
disimpulkan bahwa policy disatu pihak dapat berbentuk suatu usaha yang kompleks
dari masyarakat untuk kepentingan masyarakat, di lain pihak policy merupakan
suatu teknik atau cara untuk mengatasi konflik dan menimbulkan insentif.

Berbagai konsep kebijakan publik telah banyak dikemukakan oleh para ahli
kebijakan. diantaranya adalah pendapat Thomas R. Dye (1995) yang menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to
do). Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1971) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai
tertentu, dan praktik-praktik tertentu.

Selanjutnya James Anderson (2000) menyatakan bahwa kebijakan merupakan arah


tindakan sejumlah aktor dalam mengatasi masalah atau suatu persoalan (a relative
stable, purposive course of action followed by an actor or set of aktor in dealing
with a problem or matter of concern). Sedangkan David Easton (1965, 212)
mendefinisikan kebijakan publik sebagai akibat aktivitas pemerintah (the impact of
government acivity). Carl I.Friedrick (1963) mendefinisikan sebagai serangkain
tindakan yang diusulkan seseorang, kelompok, atau pemerintah dalam suatu
lingkungan tertentu, dengan ancaman dan peluang yang ada. Kebijakan yang
diusulkan tersebut ditujukan untuk memanfaatkan potensi sekaligus mengatasi
hambatan yang ada dalam rangka mencapai tujuan.
Rianto Nugroho mendefinisikan kebijakan publik adalah keputusan yang dibuat
negara, khususnya pemerintah, sebagai strategi untuk merealisasikan tujuan negara
yang bersangkutan. Dalam konteks saat ini, yang mana paradigma pengelolaan
negara sudah bergeser dari government ke governance, maka seharusnya kebijakan
publik tidak hanya meletakkan pemerintah/negara sebagai aktor tunggal dan
menentukan dari semua proses kebijakan. Kebijakan publik harus dilihat sebagai
dialektika antara pemerintah, swasta dan civil society.Pemerintah tidak menjadi
aktor tunggal dalam proses kebijakan publik akan tetapi hanya sebagai fasilitator
yang menjembatani kepentingan bersama dengan mengeluarkan regulator
berdasarkan dialektika aspirasi tiga komponen governance.[9]

Kebijakan publik dalam praktik ketatanegaraan dan kepemerintahan pada dasarnya


terbagi dalam tiga prinsip yaitu:pertama, dalam konteks bagaimana merumuskan
kebijakan publik (Formulasi kebijakan); kedua, bagaimana kebijakan publik
tersebut diimplementasikan dan ketiga, bagaimana kebijakan publik tersebut
dievaluasi (Nugroho 2004,100-105).[10]Penulis berpendapat bahwa kegiatan atau
aktivitas yang berhubungan dengan Pemerintah juga harus bisa diukur secara
konkret atau nyata parameternya. Hal tersebut terutama berkaitan dengan
perkembangan global tentang hak cipta, misalnya ratifikasi konvensi internasional
dan proses harmonisasinya dengan perundang-undangan nasional, perumusan
kebijakan tentang hak cipta, pembaruan dan pembentukan peraturan perundang-
undangan tentang hak cipta dan berbagai kegaitan lainnya yang berada pada level
formulasi atau pembuatan kebijakan pemerintah.

Anda mungkin juga menyukai