Seniman adalah istilah subyektif yang merujuk kepada seseorang yang kreatif,
inovatif, atau mahir dalam bidang seni. Penggunaan yang paling kerap adalah untuk
menyebut orang-orang yang menciptakan karya seni, seperti lukisan, patung, seni
peran,seni tari, sastra, film dan musik. Seniman menggunakan imajinasi dan
bakatnya untuk menciptakan karya dengan nilai estetik. Ahli sejarah seni dan
kritikus seni mendefinisikan seniman sebagai seseorang yang menghasilkan seni
dalam batas-batas yang diakui.
Kebudayaan di Indonesia
Keanekaragaman budaya Indonesia dariSabang sampai Merauke merupakan aset
yang tidak ternilai harganya, sehingga harus tetap dipertahankan dan terus
dilestarikan. Tetapi, sayangnya, sebagai anak bangsa masih banyak yang tidak
mengetahui ragam budaya daerah lain di Indonesia, salah satunya budaya tato di
Mentawai, Sumatra Barat, tindik sebagai tanda kedewasaan dan masih banyak
kebudayaan lain yang belum ter ekdplorasi.
Bagi penyuka traveling ke berbagai daerah di Indonesia, khususnya yang rasa
ingintahunya cukup tinggi terhadap beragam budaya, tidak ada salahnya mampir ke
Mentawai untuk melihat dari dekat budaya tato yang sudah menjadi kebudayaan
masyarakat setempat, selain menikmati sajian pesona alam dan lautnya.
Pesta laut
» Rumah Adat
» Alat Musik
Alat musik di Indonesia sebenarnya sangat banyak macamnya, contoh saja
seperti gendang dari yogyakarta, gamelan dari jawa tengah, Angklung dari jawa
barat, bende dari lampung dan masih banyak lagi.
tapi heranya kenapa sekarang orang indonesia sudah jarang ada yang memainkan
alat musik tersebut, alat musik tersebut dipakai kalau hanya ada acara besar saja
atau di peruntuhkan untuk anak sekolah dasar. harusnya sebagai orang indonesia
kita ikut mewarisi budaya-budaya yang telah ada agar budaya tersebut tidak hilang
karna adanya budaya asing yang masuk.
>> Tarian
Tarian Indonesia mencerminkan kekayaan dan keanekaragaman suku bangsa
dan budaya Indonesia.tetapi kebanyakan dari orang indonesia sudah terpengaruh
oleh budaya asing atau luar. setiap suku bangsa di Indonesia pasti memmpunyai
tarian khas daerahnya sendiri-sendiri. Tradisi kuno tarian dan drama ini biasanya
diajarkan seperti di sanggar-sanggar tari dan juga sekolah.
Seni tari di indonesia juga bisa masuk kedalam beberapa golongan, Dalam katagori
sejarah, seni tari Indonesia dapat dibagi ke dalam tiga era: era kesukuan prasejarah,
era Hindu-Buddha, dan era Islam. Berdasarkan pelindung dan pendukungnya, dapat
terbagi dalam dua kelompok, tari keraton (tari istana) yang didukung kaum
bangsawan, dan tari rakyat yang tumbuh dari rakyat kebanyakan. Berdasarkan
tradisinya, tarian Indonesia dibagi dalam dua kelompok; tari tradisional dan tari
kontemporer.
contoh gambar tarian bercorak prasejarah dari suku pedalaman
Tari keraton
Tari rakyat
Tari tradisional
Keberadaan atau eksistensi Dewan hak Cipta berkaitan dengan peran atau
kontribusi yang diberikan oleh Dewan Hak Cipta di masyarakat. Hal ini menjadi
wajar dalam hal keberadaan atau eksistensi Dewan Hak Cipta tidak diketahui oleh
anggota masyarakat karena memang peran dalam menjalankan tugas pokok dan
fungsinya Dewan Hak Cipta jarang terjun langsung ke masyarakat atau memberikan
kontribusi riil langsung kepada masyarkat misalnya dalam pembinaan, penyuluhan
dan pembimbingan akan hak cipta. Dewan Hak Cipta juga jarang berperan dalm hal
penyelesaian sengketa kasus tentang hak cipta yang menarik perhatian publik.
Apabila kita amati lagi dalam Undang-Undang No. 19 tahun 2002 tentang Hak
Cipta, peran Dewan Hak Cipta adalah koordinasi dengan pemerintah dalam hal ini
adalah Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Masyarakt juga tidak
mengetahui tentang program kerja Dewan Hak Cipta secara umum maupun khus
yang dilakukan secara reguler oleh Dewan Hak Cipta.
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum ada Peraturan
dibawahnya yang secara khusus mengatur tentang Dewan Hak Cipta dalam bentuk
PP (Peraturan Pemerintah) maupun peraturan lainnya yang setingkat atau di
bawahnya. Oleh karena itu PP yang digunakan adalah PP tentang Dewan Hak Cipta
yang lama yaitu PP No. PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta dan PP
No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta.
Peran Dewan Hak Cipta menurut saya juga tidak efektif, karena ada beberapa
peran yang sama dan tumpang tindah dengan Dirjen HKI Kementerian Hukum dan
HAM. Oleh karena itu sebaiknya Dewan Hak Cipta dileburkan perannya dengan
Dirjen HKI Kementerian Hukum dan HAM. Kinerja[5] yang dimaksud oleh penulis
adalah tentang eksistensi atau keberadaan lembaga, program kerja dan peran yang
dilakukannya.
Tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta sudah diatur secara konkrit dalam
Undang-Undang No. 19 Tahun 2002. Didalam pasal 48 dijelaskan bahwa:
Jadi jelas bahwa dari uraian di atas maka dapat kita ketahui bahwa tugas
Dewan Hak Cipta adalah untuk membantu Pemerintah dalam memberikan
penyuluhan dan pembimbingan serta pembinaan Hak Cipta.
Kewenangan lain yang dimiliki oleh Dewan Hak Cipta berdasarkan tugas
pokok dan fungsinya bisa kita lihat dalam PP No. 14 Tahun 1986 sebagaumana
telah diubah dengan PP No. 7 tahun 1989. PP ini guna melaksanakan ketentuan
Pasal 39 dan Pasal 40 Undang-undang Nomor 6 Tahun 1982 tentang Hak Cipta.
Umum tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta adalah membantu Pemerintah
dalam memberikan penyuluhan, bimbingan, dan pembinaan tentang hak cipta.
Adapun tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta adalah:
Dalam pasal 16 Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta disebutkan
bahwa Dewan Hak Cipta juga dapat memberikan pertimbangan terkait dengan
Kementerian Hukum dan Ham atau Direktorat Jenderal HKI pada Kementerian
Hukum dan HAK untuk:
Catatan: ada 2 (dua) permasalahan yang muncul dalam kewenangan pada huruf d
ini yaitu: pertama, dalam hal kewenangan pelarangan ciptaan adalah standar atau
ukuran sebuah ciptaan dikatakan atau divonis bertentangan dengan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta
ketertiban umum. Kedua, siapakah yang berhak memvonis atau mengkategorikan
sebuah ciptaan dikatakan atau divonis bertentangan dengan kebijaksanaan
Pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan Negara, kesusilaan, serta
ketertiban umum (apakah Pengadilan ataukah Dewan Hak Cipta).
Keanggotaan Dewan Hak Cipta terdiri atas wakil pemerintah, wakil organisasi
profesi, dan anggota masyarakat yang memiliki kompetensi di bidang Hak Cipta.
Unsur struktur Dewan Hak Citpta terdiri dari Ketua, Wakil Ketua, Sekretaris, Wakil
Sekretaris, dan Anggota Dewan diangkat dan diberhentikan oleh Presiden atas usul
Menteri Kehakiman untuk masa 3 (tiga) tahun lamanya, dan sesudah itu anggota
Dewan dapat dipilih kembali untuk berturut–turut selama-lamanya 2 (dua) kali
masa jabatan. Pencalonan anggota Dewan dilakukan sebagai berikut :
3) Menteri Hukum dan HAM memilih calon-calon anggota Dewan yang diajukan
oleh organisasi menurut bidang keahlian atau profesi yang berhubungan dengan hak
cipta untuk selanjutnya bersama–sama calon yang akan mewakili Pemerintah
diusulkan pengangkatannya sebagai anggota Dewan kepada Presiden.
Adapun syarat-syarat untuk menjadi anggota Dewan Hak Cipta diatur dalam Pasal
8 PP No. 16 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta yaitu:
a) warga negara Republik Indonesia;
Organisasi yang dapat mengajukan wakilnya sebagai anggota Dewan Hak Cipta
harus memenuhi kriteria:
Dalam pasal 9 PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan hak Cipta disebutkan
Keanggotaan dalam Dewan berakhir, karena;
1) meninggal dunia;
2) mengundurkan diri, baik karena kesehatannya atau sebab–sebab lain yang tidak
memungkinkannya menjalankan tugas sebagai anggota Dewan;
Susunan keanggotaan Dewan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) terdiri dari:[6]
Keberadaan Dewan Hak Cipta selalu dikaitkan dengan UU No. 19 Tahun 2002
tentang Hak Cipta, PP No. PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak Cipta dan
PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta. Pasal yang secara khusus mengatur tentang Dewan Hak Cipta adalah
pasal 48, pasal 17 dan pasal 16 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Ketentuan pasal ini sebenarnya tidak berdiri sendiri, karena pasal ini berada dalam
ranah peraturan organik yaitu Undang-Undang. Oleh karena itu, apabila pasal ini
dianggap berdiri sendiri maka pandangan tersebut masih parsial bukan pandangan
terpadu yang memandang ketentuan Dewan Hak Cipta sebagai suatu sistem yang
kait-mengkait dengan satu sama lain.
Hal ini harus dikaitkan dengan UU No. 10 Tahun 2004 tentang Tata Cara
Penyusunan Peraturan Perundang-Undangan. Ketentuan pasal 48, pasal 17 dan
pasal 16 UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum berlaku karena belum
ada peraturan pelaksananya, merupakan ketentuan hukum yang bersifat
memaksa (dwingen recht) sehingga harus ditaati. Perubahan Undang-Undang
tentang Hak Cipta No. 6 Tahun 1982, Undang-Undang No. 7 Tahun 1987, Undang-
Undang Nomor 12 Tahun 1997 dan Undang-Undang No. 19 Tahun 2002 tidak
diikuti dengan terbitnya Peraturan Pemerintah yang baru yang mengatur tentang
Dewan Hak Cipta. Dasar hukum peraturan pelaksanan Dewan Hak Cipta hanya
didasarkan pada PP yang lama yaitu PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan Hak
Cipta dan PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986
tentang Dewan Hak Cipta.
Sehubungan dengan ketentuan tentang Dewan Hak Cipta dalam UU No. 19 Tahun
2002 belum berlaku maka penggunaan dasar hukum pasal 48, pasal 17, pasal 16
UU No. 19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta, PP No. 14 Tahun 1986 tentang Dewan
Hak Cipta dan PP No. 7 Tahun 1989 tentang perubahan atas PP No. 14 tahun 1986
tentang Dewan Hak Cipta adalah tidak benar. Pasal 48, pasal 17, pasal 16 UU No.
19 Tahun 2002 tentang Hak Cipta belum berlaku, sehingga belum dapat dijadikan
sebagai dasar hukum pelaksanaan kerja dan keberadaan atau eksistensi Dewan Hak
Cipta. Akibat hukum yang timbul sehubungan dengan keberadaan Dewan Hak
Cipta adalah tidak sah menurut hukum. Sehingga Dewan Hak Cipta tidak bisa
melaksanakan tugas pokok dan fungsinya sebagaimana diatur dalam UU No. 19
Tahun 2002 tentang Hak Cipta.
Hal ini senada dengan pasal 48 ayat (3) bahwa ketentuan lebih lanjut mengenai
tugas, fungsi, susunan, tata kerja, pembiayaan, masa bakti Dewan Hak Cipta
ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Soluasi atas permasalahan tentang
keabsahan keberadaan Dewan hak Cipta bisa dijawab dengan langkah pembentukan
atau penerbitan Peraturan Pemerintah (PP) baru tentang Dewan Hak Cipta sesuai
dengan Undang-Undang Hak Cipta terbaru yaitu UU No. 19 Tahun 2002. Belum
adanya dasar hukum setingkat Peraturan Pemerintah (PP) menjadi salah satu faktor
Dewan Hak Cipta sampai dengan saat ini belum menjalankan kewenangannya
secara baik dan nyata. Dasar hukum ini yaitu Peraturan Pemerintah sebagai panduan
atau unsur utama dalam menjalankan tugas pokok dan fungsi Dewan Hak Cipta.
Menurut penulis tugas Dewan Hak Cipta yang secara umum disebutkan dalam pasal
48, pasal 16 dan pasal 17 dapat dikategorikan menjadi 2 (dua), yaitu:
Dalam hal penyuluhan, pembimbingan dan pembinaan hak cipta merupakan tugas
dan kewenangan yang berhubungan langsung dengan masyarakat khususnya
pemegang hak cipta. Menurut kamus besar.com[7]penyuluhan adalah 1). proses,
cara, perbuatan menyuluh; 2). penerangan; dan 3). pengintaian; penyelidikan.
Pembinaan diartikan 1. proses, cara, perbuatan membina (negara dsb); 2.
pembaharuan; penyempurnaan; 3). usaha, tindakan, dan kegiatan yg dilakukan
secara efisien dan efektif untuk memperoleh hasil yg lebih baik. Sedangkan
Pembimbingan merrupakan sebuah proses bimbingan.
Bimbingan adalah suatu proses pemberian bantuan yang terus menurus dan
sistematis kepada individu dalam memecahkan masalah yang dihadapinya,agar
tercapai kemampuan untuk memahami dirinya (self understanding),untuk
menerima dirinya (self acceptance), kemampuan untuk mengarahkan dirinya (self
direction) dan kemampuan untuk merealisasikan dirinya (self realization) sesuai
dengan potensi atau kemampuannya dalam mencapai penyesuaian diri dengan
lingkungan, baik keluarga, sekolah dan masyarakat.
Dalam hal membantu Pemerintah dalam merumuskan kebijakan tentang hak cipta
merupakan kegiatan yang berhubungan dengan Pemerintah RI khususnya Dirjen
HKI Kementerian Hukum dan HAM sebagai penyelenggara pemerintah khusus
dalam bidang Hak Kekayaan Intelektual. Kebijakan yang penulis maksud adalah
kebijakan publik. Dalam literatur kepustakaan yang sudah diketahui oleh umum,
kata kebijakan diterjemahkan dari bahasa Inggris yaitu policy. Istilah kebijakan
atau policy digunakan untuk menunjukkan perilaku seorang aktor (misalnya
seorang pejabat, suatu kelompok maupun suatu lembaga pemerintah) atau sejumlah
aktor dalam suatu bidang kegiatan tertentu.
Berbagai konsep kebijakan publik telah banyak dikemukakan oleh para ahli
kebijakan. diantaranya adalah pendapat Thomas R. Dye (1995) yang menyatakan
bahwa kebijakan publik adalah apapun yang dipilih oleh pemerintah untuk
dilakukan atau tidak dilakukan (whatever government choose to do or not to
do). Harold Laswell dan Abraham Kaplan (1971) mendefinisikan kebijakan publik
sebagai suatu program yang diproyeksikan dengan tujuan-tujuan tertentu, nilai-nilai
tertentu, dan praktik-praktik tertentu.