Anda di halaman 1dari 22

Kegiatan Belajar 1: Dasar-dasar Pengelasan

Proses penyambungan logam yang digunakan di lapangan sangat banyak


macamnya, diantaranya adalah: 1) penyambungan logam secara mekanik, 2) penyambungan
logam dengan proses brazing, 3) penyambungan logam dengan proses adhesive, dan 4)
penyambungan logam dengan pengelasan. Sambungan logam dengan proses las merupakan
teknik penyambungan yang sangat populer di masyarakat, hal ini dikarenakan proses
penyambungan logam dengan pengelasan dapat dilakukan dengan cepat dan murah.

1. Pengertian pengelasan

Pengelasan merupakan proses penyatuan dua atau lebih bagian oleh panas atau
tekanan atau keduanya, sedemikian rupa sehingga ada kontinuitas dalam sifat logam antara
bagian-bagian yang disambung. (TWI, 2006: 2)

Kata penyatuan yang disebut dalam definisi tersebut mempunyai arti bahwa bagian
logam yang disambung dengan proses las menjadi satu dengan lainnya menjadi sambungan
yang antar komponen tidak dapat dipisahkan kecuali merusaknya. Proses penyatuan ini terjadi
karena adanya energi panas atau energi tekan atau keduanya. Proses las yang menggunakan
energi panas hingga mencairkan logam yang disambung dikategorikan pada kelompok
pengelasan fusi, sedangkan proses las yang menggunakan energi tekan dikategorikan pada
kelompok pengelasan tekan. Lihat Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi proses penyambungan logam


(Winarto, 2010: 1)

1
Pencairan logam pada las fusi (cair) menggunakan beberapa sumber energi panas
yang berasal dari berbagai proses, diantaranya adalah: 1) energi busur listrik (arc), 2) energi
kimia, dan 3) energi mekanis, dan 4) energi optik. Pengelasan tekan, ada yang menggunakan
panas dan ada yang tidak, panas yang digunakan pada las tekan biasanya tidak digunakan
untuk mencairkan logam tetapi hanya digunakan untuk memanasi sampai temperatur
rekristalisasi logam, di mana pada kondisi tersebut kemudian logam yang disambung ditekan
sehingga terjadi proses penyambungan tersebut. Panas yang digunakan adalah dari energi
tahanan listrik, gesekan, dan lain-lain. Las tekan yang tidak memerlukan panas, menggunakan
energi getaran ultra sonik, ledakan, dan lain-lain.

Tabel 1 juga memaparkan proses penyambungan logam dengan menggunakan proses


brazing dan soldering. Pada dasarnya proses brazing dan soldering secara metalurgi adalah
sama. Jika proses las fusi penyambungan dilakukan fasa cari logam, dan las tekan logam
dalam kondisi fasa pada, sedangkan proses brazing dan soldering dilakukan pada fasa padat
dan cair. Gambar 1 memaparkan profil sambungan las fusi, las tekan, dan brazing.

2
Gambar 1. Profil sambungan las dan brazing
(Winarto, 2010: 2)

2. Pengaruh Panas pada Sambungan Las

Pada dasarnya pengelasan logam dilakukan dengan mencairkan bagian yang


disambung dan mendinginkan secara cepat bagian tersebut. Proses ini berpengaruh terhadap
deposit logam las dan logam dasar (logam yang disambung).

a. Pengaruh panas terhadap deposit logam las

Pada deposit logam yang yang dipanaskan hingga mencair akan bereaksi dengan
atmosfir. Jika logam las yang cair ini tidak dilindungi dari udara luar akan terjadi reaksi kimia
pada logam las tersebut. Logam baja yang bereaksi dengan Oksigen yang ada di udara
menjadi senyawa baru yaitu Oksida besi, sedangkan jika bereaksi dengan Nitrogen akan
menjadi Nitrid. Kedua senyawa baru ini mengakibatkan imperfection (ketidaksempurnaan)
pada deposit logam las atau lebih dikenal dengan ketidaksempurnaan struktural.
Ketidaksempurnaan struktural ini jika masih dalam batas penerimaan standar las maka
sambungan las tidak perlu direpair, tetapi jika melebihi batas yang disyaratkan menurut
satandar, itu dikatakan cacat las dan harus direpair atau bahkan di-reject.

Sehubungan dengan fenomena tersebut, logam las harus dilindungi ketika pengelasan
masih berlangsung. Type energi panas yang digunakan untuk pencairan logam dan teknik
pelindungan cairan logam las sangat berpengaruh terhadap perubahan komposisi kimawi
dalam deposit logam lasan. Ketika nyala oksidasi dalam las Karbit (Oxy-acetylene
welding/OAW) akan merubah besi menjadi Oksida besi (FeO, Fe2O, Fe2O3) sehingga deposit
las keropos karena Oksida besi tersebut tercampur di dalamnya. Untuk mengelas baja karbon
akan lebih baik bila digunakan nyala Netral pada proses pengelasan logam dengan OAW,
cairan logam dilindungi dari udara luar oleh reduksi gas hasil pembakaran gas Acetylene.
Dalam teknik pengelasan SMAW, proses pelindungan logam lasan dilakukan dua tahap.
Ketika logam las dalam kondisi cair dilindungi oleh bermacam-macam gas hasil pembakaran
elektroda las dan ketika sedang membeku cairan ini dilindungi oleh lapisan terak yang terbentu
dari fluks yang membeku. Pelindungan deposit logam las dalam pengelasan Metal inert gas
(MIG) dan Tungsten inert gas (TIG), terjadi karena sifat inert gas yang tidak dapat mengikat
elemen lain dalam udara sehingga tidak akan terjadi reaksi kimia. Jika las MIG menggunakan
gas pelindung CO2, akan terjadi proses deoksidasi CO2 ketika terbakar dengan busur listrik,
gas ini terpecah menjadi Karbon monoksida (CO) dan Oksigen (O2). Oksigen yang lepas tidak
bersentuhan dengan logam lasan, sedangkan deoxidator yang ada dalam bahan tambah
bereaksi dengan Oksigen membentuk lapisan slag yang sangat tipis di atas permukaan
deposit logam lasan.

3
b. Pengaruh panas terhadap logam dasar (logam yang disambung)

Pencairan logam saat pengelasan menyebabkan adanya perubahan fasa logam dari
padat hingga mencair. Ketika logam cair mulai membeku akibat pendinginan cepat, maka
akan terjadi perubahan struktur mikro dalam deposit logam las dan logam dasar yang terkena
pengaruh panas (Heat affected zone/HAZ). Struktur mikro dalam logam lasan biasanya
berbentuk columnar, sedangkan pada daerah HAZ terdapat perubahan yang sangat
bervariasi. Sebagai contoh, pengelasan baja karbon tinggi sebelumnya berbentuk pearlite,
maka setelah pengelasan struktur mikronya tidak hanya pearlite, tetapi juga terdapat bainite
dan martensite. Perubahan ini mengakibatkan perubahan pula sifat-sifat logam dari
sebelumnya. Struktur mikro pearlite memiliki sifat liat dan tidak keras, sebaliknya martensite
mempunyai sifat keras dang getas. Biasanya keretakan sambungan las berasal dari struktur
mikro ini. Gambar 2 menunjukkan struktur mikro di daerah HAZ bervariasi yang terdiri dari: 1)
daerah grain growth yang terekspos oleh temperatur antara 1000oC sampai 1450oC, 2) daerah
rekristalisasi dipengaruhi oleh temperatur antara 800oC sampai 1000oC, 3) daerah partially
transformation dengan suhu 700oC sampai 800oC, dan 4) daerah tempered dengan suhu
antara 600oC sampai 700oC. Struktur mikro ini berpengaruh terhadap sifat-sifat logam dasar.

Di samping perubahan struktur mikro pemanasan dan pendinginan pada logam dasar
juga mengakibatkan terjadinya distorsi. Setiap logam yang dipanaskan mengalami pemuaian
dan ketika pendinginan akan mengalami penyusutan. Fenomena ini menyebabkan adanya
ekspansi dan konstraksi pada logam yang dilas. Ekspansi dan konstraksi pada logam yang
dilas ini menurut istilah metalurgi dinamakan distorsi.

Distorsi terjadi melalui beberapa mekanisme, yaitu: 1) penyusutan searah sumbu las
(longitudinal shrikage) , 2) penyusutan tegak lurus terhadap sumbu las (transverse
shringkage), 3) distorsi sudut (angular distorsion), 4) bowing & dishing (distorsi puntir), 5)
buckling (distorsi bergelombang). Penyusutan searah sumbuh las menyebabkan penyusutam
deposit logam las sepanjang sumbu las tetapi logam dasar yang jauh dari sumbu tidak
mengalami penyusutan. Penyusutan tranversal menyebabkan dimensi sambungan las ke arah
transversal mengalami penyusutan. Distorsi sudut menyebabkan benda yang dilas
membentuk sudut. Bowing adalah distorsi yang menyebabkan benda yang dilas membentuk
radius (juga disebut dengan bending). Berbeda dengan bowing, dishing merupakan distorsi
yang menyebabkan benda yang dilas membentuk cekungan seperti mangkok. Buckling adalah
distorsi yang menyebabkan benda yang dilas bergelombang. Lihat Gambar 3.

4
Gambar 2. Perubahan struktur mikro pada sambungan las
(https://www.researchgate.net/figure/16-A-schematic-diagram-of-the-sub-
zones-of-the-heat-affected-zone-explained-in-terms_fig15_312293091)

Proses penyambungan logam dengan pengelasan yang melibatkan proses metalurgi


tersebut mempunyai kelebihan, yaitu prosesnya tidak rumit, cepat, dan kuat, namun ada
kelemahan yang mendasar yaitu adanya perubahan struktur mikro pada sambungan las
khususnya pada bagian Heat affected zone (HAZ), oleh karenanya kualitas sambungan las
tergantung pada ketepatan prosedur yang ditetapkan dalam Welding procedure specification
(WPS), ketrampilan Welder, dan kualitas peralatan yang digunakan. Seorang guru las harus
dapat membaca Welding Procedure Specification (WPS), mempunyai ketrampilan setara
Welder, dan dapat menganalisis berbagai kegagalan dalam sambungan las, untuk itu ia harus
memiliki pengetahuan tentang metalurgi las, kode gambar pekerjan las, parameter las, dan
teknik pengelasan berbagai posisi.

5
Gambar 3. Berbagai macam distorsi
(http://www.kobelco-welding.jp/education-
center/abc/ABC_2006-03.html)

3. Ruang Lingkup Pekerjaan Las

Industri manufaktur tidak dapat terlepas dari penyambungan logam. Penyambungan


logam dilakukan dengan berbagai tujuan, diantaranya adalah untuk membuat suatu barang
yang tidak mungkin dilakukan dengan teknik lain, memudahkan pekerjaan, serta dapat
menekan biaya produksi. Proses penyambungan logam yang banyak digunakan dalam
industri manufaktur adalah las. Pengelasan logam merupakan pilihan yang cukup tepat.
Pengelasan tidak membutuhkan waktu lama, konstruksi ringan, kekuatan sambungan cukup
baik, serta biaya relatif murah. Penerapan sambungan las sangat luas. Sambungan las
banyak digunakan pada konstruksi jembatan, gedung, industri otomotif, industri peralatan
rumah tangga, konstruksi pemipaan, bahkan industri barang dengan bahan plastikpun banyak
menggunakan proses las tersebut, lihat gambar 4.

4. Bentuk Dasar Sambungan Las

Ada beberapa bentuk dasar dari sambungan las, kondisi di lapangan lebih banyak lagi
karena bentuk sambungan tersebut dimodifikasi. Sambungan Lap joint dan fillet joint biasanya
tidak dibuat kampuh, oleh karenanya sering diterapkan las tumpul (tanpa kampuh). Bentuk
sambungan Corner joint, Butt joint, dan Edge joint kebanyakan dibuat kampuh sehingga
digolongkan ke dalam las grove, lihat Gambar 5.

6
5. Pengaruh Posisi Pengelasan terhadap Kualitas Sambungan

Sebagaian besar pekerjaan las dilakukan dengan proses LSW (Liquid state welding)
atau proses las dalam kondisi cair. Proses las yang dilakukan dengan kondisi cair ini, posisi
saat pengelasan berlangsung sangat berpengaruh terhadap bentuk deposit logam las yang
terbentuk. Tidak semua juru las mahir di semua posisi, posisi di bawah tangan (down hand)
merupakan posisi yang paling mudah untuk dilakukan, namun ketika mengelas pipa logam
dengan posisi miring akan sangat sulit dilakukan. Juru las yang dapat melakukan pengelasan
ini adalah juru las kelas satu yang dilengkapi dengan sertifikat standar internasional.

Gambar 4. Pekerjaan las pada jaringan pemipaan


http://simpatiweldinggroup.blogspot.co.id/2016/07/jasa-las-pipa.html

Lap joint Corner joint T joint

Butt joint Edge joint

Gambar 5. Berbagai Bentuk Sambungan Las

7
6. Simbol Gambar Las

Juru las harus bisa membaca Welding Procedure Specification (WPS) yang memuat
prosedur pengelasan yang harus dilakukan mulai dari persiapan bahan, pemilihan parameter
las, teknik pengelasan, sampai heat treatment. Untuk bisa membaca WPS, seorang juru las
harus dapat membaca symbol las dalam gambar kerja. Simbol las memuat elemen-elemen
pengelasan yang meliputi ukuran kampuh, jenis las, ukuran bagian yang dilas, bentuk kontur,
dan pekerjaan finishing yang harus dilakukan.

a. Simbol Posisi Pengelasan

Dalam dunia industri posisi las diberi kode tertentu agar pada saat pengelasan
dilakukan tidak terjadi kekeliruan menentukan juru las dan prosedur pengelasan. Ada dua
sistim pengkodean yang banyak dikenal, yaitu sistim yang ditetapkan oleh American Welding
Society (AWS) dan sistim International Standard Organisation (ISO).

Berdasarkan kode yang ditetapkan oleh AWS, posisi las dikaitkan pada jenis teknik
sambungan las, jika sambungan berkampuh (groove) maka kode posisinya dengan huruf G,
untuk posisi down-hand 1G, horisontal 2G, vertikal 3G, over-head 4G, pipa dengan sumbu
horisontal 5G, pipa miring 6G, dan pipa miring dengan ring 6GR. Jika sambungan las tidak
berkampuh/tumpul (fillet) maka kodenya adalah F, untuk posisi down-hand 1F, horisontal 2F,
pipa diputar horisontal 2FR, vertikal 3F, over-head 4F, dan pipa fillet 5F, lihat Tabel 2.

Sistim kode posisi las yang ditetapkan DIN EN ISO 6947 berbeda dengan AWS. Kode
posisi las menurut ISO didasarkan pada posisi elektroda saat pengelasan dilakukan, untuk
pengelasan plat diberi kode PA, PB, PC, PD, PE, dan plat pengelasan naik PF dan plat
pengelasan turun PG. Sedangkan pipa datar pengelasan naik PH, pipa datar pengelasan turun
PJ, pipa miring down hill JLO 45, dan pipa miring uphill HLO 45.

a. Simbol Gambar Pengelasan

Garis referensi berguna untuk meletakkan simbol-simbol pekerjaan las,


sedangkan anak panah berfungsi untuk menunjukkan lokasi bagian yang dilas. Jika
simbol pekerjaan las diletakkan di bawah garis referensi, maka bagian yang dilas
adalah bagian yang ditunjuk oleh anak panah, jika simbol diletakkan di atas garis
referensi, maka bagian yang dilas adalah sisi sebaliknya yang ditunjuk anak panah.
Lihat Gambar 6.

8
1) Penerapan Simbol Las

Jika bagian yang dilas di kedua sisi benda kerja, maka simbol las ditulis di atas dan di
bawah garis referensi, dan jika tidak ada lokasi yang secara jelas orientasi lokasi pendeposisi
logam las, maka sombol pekerjaan las dituli di tengah-tengah garis referensi. Sebagai contoh
adalah pada pengelasan spot dan seam yang menggunakan proses Resistant welding.

Tabel 2. Klasifikasi posisi las menurut DIN EN ISO 6947 dan American Welding Society
(AWS)

AWS
N NAMA DIN EN
O POSISI ISO 6947 LAS TYPE FILET LAS TYPE GROOVE

PLAT PIPA PLAT PIPA

1F 1 FR 1G 1G
Pipe rotation Pipe rotation

Down
1 PA
Hand

Rotated

Rotated

9
2F 2F
Pipe fixed

2 FR
Pipe rotation Tidak Tidak
2 Horizontal PB diterapkan diterapkan

Rotate
d

Tabel 2. Klasifikasi posisi las menurut DIN EN ISO 6947 dan American Welding Society
(AWS) (sambungan)

2G 2G
Pipe fixed
2F
Tidak
diterapkan
2 Horizontal PC

10
3F
3G
Up hill
Up hill

Tidak Tidak
PF
diterapkan diterapkan

3 Vertical

3F 3G
Down hill Down hill

Tidak Tidak
PG
diterapkan diterapkan

Tabel 2. Klasifikasi posisi las menurut DIN EN ISO 6947 dan American Welding Society
(AWS) (sambungan)

11
5F 5G
Pipe fixed Pipe fixed
Up hill Up hill

Tidak Tidak
PH
diterapkan diterapkan

Pipa
5
mendatar

5F 5G
Pipe fixed Pipe fixed
Down hill Down hill

Tidak Tidak
PJ
diterapkan diterapkan

6G
Pipe fixed
Up hill

Pipa H- Tidak Tidak Tidak


6
miring LO45 diterapkan diterapkan diterapkan

12
Tabel 2. Klasifikasi posisi las menurut DIN EN ISO 6947 dan American Welding Society
(AWS) (sambungan)

6G
Pipe fixed
Down hill

Pipa Tidak Tidak Tidak


6 J-LO45
miring diterapkan diterapkan diterapkan

6 GR
Pipe fixed

Pipa
miring Tidak Tidak Tidak Tidak
7
dengan diterapkan diterapkan diterapkan diterapkan
ring

45°

3.
Sistim simbol yang dikembangkan oleh AWS, mementingkan bentuk
pendeposisian logam las. Ada tiga macam bentuk las yaitu; 1) Fillet, 2) Groove, dan
3) Compound. Las Fillet adalah las yang pendeposisian logam lasnya tidak
memerlukan alur las. Las Groove membutuhkan alur las untuk mendeposisikan logam
las, sedangkan las Compound adalah teknik las yang membutuhkan kedua hal
tersebut dalam mendeposisikan logam las. Sering kita menyalahartikan bentuk deposit
sambungan dengan bentuk sambungan las, padahal keduanya merupakan sesuatu
yang berbeda. Fillet dan groove bukanlah bentuk sambungan tetapi bentuk deposit
logam las. Biasanya las fillet diterapkan pada sambungan Lap/Tumpang dan T,
sedangkan las groove kebanyakan pada sambungan Butt/ujung. Lihat Gambar 7.

13
Gambar 6. Simbol Pekerjaan Las Menurut AWS
(AWS Committee On Definitions and Symbols, 1998: 3)

Las fillet Las Las groove


compound

Gambar 7. Bentuk Pendeposisian


Logam Las

Di samping bentuk las dengan kampuh (groove) atau tidak (fillet), juga ada bentuk las
lainnya, misalnya las isi (plug), las titik (spot), las garis (seam), las dengan plat penahan
(backing), las dengan kampuh radius (flange), dan las penebalan permukaan (surfacing).
Semua bentuk las tersebut dibuat atas dasar desain yang berkaitan dengan tujuan sambungan
las dibuat, ketebalan benda, atau tujuan untuk mengeliminasi distorsi. Bentuk-bentuk las
tersebut harus digambarkan dengan simbol/kode sambungan las yang telah disepakati dalam
komonitas profesi pengelasan. Di dunia banyak komunitas masyarakat profesi pengelasan
yang membuat simbol pekerjaan las dalam standar mereka, diantaranya adalah American
Welding Society (AWS). Menurut AWS simbol dasar sambungan las berbentuk seperti
Gambar 8 & 9.

14
Gambar 8. Simbol dasar sambungan las
(AWS Committee On Definitions and Symbols, 1998: 3)

Gambar 9. Simbol suplemen sambungan las


(http://lib.znate.ru/docs/index-107610.html?page=18)

Dalam sistim simbol tambahan AWS pada Tabel 3 merupakan simbol dari detail desain
sambungan las yang harus diterapkan pada pelaksanaan proses pengelasan. Semua stake
holder yang terlibat di dalamnya harus benar-benar memahami simbol-simbol tersebut. Pada
Gambar 10 dideskripsikan penerapan simbol-simbol pekerjaan las.

Pada Gambar 10 menunjukkan bahwa simbol B adalah sambungan ujung (Butt joint),
simbol 1 adalah kampuh persegi (square), simbol E menunjukkan ukuran las, R adalah root
opening/root gap (lebar celah akar las). Pada kolom joint design, huruf P menunjukkan Partial
joint penetration (PJP) atau penetrasi sebagian, simbol a berarti bukan merupakan
prakualifikasi untuk proses GMAW atau GTAW, simbol huruf b adalah pengelasan dilakukan
pada satu sisi, da, huruf c menunjukkan bahwa sambungan las akan diberi beban berulang.

15
Tabel 3. Simbol tambahan sambungan las (American Welding Society (AWS) D1 committee
on structural welding, 2008: 75)

16
Gambar 10. Penerapan simbol pekerjaan las pada sambungan ujung (Butt joint)
(American Welding Society (AWS) D1 committee on structural welding, 2008: 75)

7. Karakteristik sumber daya mesin las

Mesin las yang yang menyuplai sumber tenaga las busur listrik (arc welding)
mempunyai dua macam karakter dasar, yaitu constant current dan constant voltage. Constant
current juga disebut dengan drop voltage ketika digunakan, arc length (panjang busur listrik)
mempunyai pengaruh yang besar terhadap perubahan voltase/tegangan las sedangkan
terhadap arus las hanya sedikit, oleh karenanya karakter mesin ini diterapkan pada mesin
SMAW (Shielded Metal Arc Welding) dan GTAW (Gas Tungten Arc Welding) yang kompatibel
digunakan untuk operasi las secara manual di mana welder bisa mengatur heat input dengan
memanjangpendekkan arc length pada saat pengelasan, lihat Gambar 11. Sumber daya mesin
las dengan karakter constant voltage, arc length berpengaruh cukup signifikan terhadap
perubahan arus listrik, sedangkan voltasenya relatif kecil perubahannya. Mesin las dengan
karakter seperti ini sesuai digunakan untuk operasi pengelasan otomatis. Mesin las yang
menggunaka sistim ini adalah GMAW (Gas Metal Arc Welding), lihat Gambar 12.

17
Gambar 11. Karakteristik mesin las constant current
(TWI, 2006: 9.6)

Gambar 12. Karakteristik mesin las constant voltage


(TWI, 2006: 9.7)

8. Parameter Las

Parameter las adalah faktor yang berpengaruh terhadap heat input (masukan panas)
pada benda kerja dan elektroda. Parameter las ini merupakan salah satu faktor yang sangat
penting dalam menentukan kualitas hasil las. Faktor tersebut adalah: 1) polaritas, 2) arc
voltage, 3) arus las. Polaritas menentukan konsentrasi panas apakah di elektroda ataukah di
bahan dasar. Polaritas ini juga berpengruh terhadap kedalaman penetrasi, weldability pada
bahan tertentu, terjadinya cacat las, dan kesesuaian operasi mesin las. Lihat Tabel 4. Arc
voltage berkaitan dengan arc length. Pada mesin las yang baik terdapat pengaturan arc
voltage. Arc voltage mempengaruhi bentuk profil deposit logam las. Arus las berpengaruh
terhadap kedalaman fusi atau penetrasi. Semakin besar arus las semakin dalam penetrasinya,
semakin kecil arus akan terjadi sebaliknya.

18
Gambar 13. Polaritas Arus Pengelasan
(https://app.aws.org/forum/topic_show.pl?tid=24737)

Tabel 4. Polaritas mesin las (TWI, 2006: 9.3)

9. Beberapa Istilah dalam Pengelasan

Prosedur pekerjaan las harus mengikuti prosesdur yang distandarkan atau diakui
secara internasional., oleh karenanya banyak istilah-istilah dalam pekerjaan las harus
diketahui oleh semua orang yang menekuni pekerjaan ini. Istilahistilah tersebut adalah sebagai
berikut.

a. Root gab, Root face, dan bevel angle

Istilah root gab, root face, dan bevel angle berhubungan dengan persiapan benda kerja
yang biasanya pada sambungan yang berkampuh. Root gab / root opening adalah ukuran

19
celah akar las, root face adalah lebar akar las, dan bevel angle merupakan ukuran sudut
kampuh V. (Lihat Gambar 14 dan 15)

Bevel angle
30°-35°

Root face

Root gab
1,6-

0-3 mm
Gambar 14. Bentuk Persiapan Sambungan Las

b. Root pass, filler pass, dan cover pass

Cover pass

Filler pass
Root pass

Gambar 15. Jenis Jalur Las

Root pass berupa jalur las yang dibuat untuk penembusan, teknik pembuatannya
berbeda dengan filler dan cover pass. Filler pass adalah jalur las yang dibuatuntuk mengisi
kampuh sambungan, jumlah lapisan tergantung dari ketebalan bahan dan kecepatan
pengelasan. Cover pass yang dibuat untuk menutup bagian atas kampuh harus halus, tidak
bolaeh ada cacat permukaan atau seandainya ada cacat tidak boleh melebihi ukuran yang
ditetapkan oleh standar pengelasan.

20
c. Leg, Throat, Toe.

Pada sambungan T atau X, biasanya diterapkan pendeposisian logam las fillet atau
compound. Dimensi pada kedua pendeposisian logam las tersebut ditentukan oleh ukuran
Leg, Throat, Toe, dan Reinforcement pada weld face. Untuk mengetahui secara detail
pengertian beberapa istilah tersebut lihat Gambar 16.

d. Travel angle dan work angle

Posisi elektroda ketika pengelasan dilakukan harus tepat, jika tidak, kualitas
sambungan las tidak baik. Dua posisi elektroda yang harus diperhatikan adalah sudut
elektroda searah dengan penarikan kawat las yang biasa disebut Travel angle.

Besar sudut ini adalah antara 5°-15° dari arah tegak lurus benda kerja. Sudut kerja
atau Work angle besarnya tergantung jenis sambungan las, untuk sambungan fillet sebesar
45° dan untuk sambungan flat 90°. (Lihat Gambar 17)

Gambar 16. Throat, Leg, dan Toe

5°-15°

90° 45°

Gambar 17. Travel dan Work Angle

21
e. Whipping dan Weaving

Ada beberapa macam gerakan elektroda ketikan proses las berlangsung, yaitu tanpa
ayun, whipping dan weaving. Gerakan tanpa ayunan digunakan untuk membuat stringre bead,
filler dan cover pass posisi horisontal, pengelasan multiple pass, dan root pass pada posisi
over head. Untuk membuat root pass semua posisi kecuali over head menggunakan gerakan
whipping atau maju-mundur, gerakan maju sebesar satu diameter elektroda dan mundur
setengah diameter elektroda. Gerakan weaving atau ayun kanan-kiri dimanfaatkan untuk
pembuatan filler dan cover pass semua posisi kecuali horisontal.

Gerakan weaving mempunyai berbagai macam bentuk ayunan, diantaranya adalah


setengah lingkaran, lingkaran penuh, ’U’, ’U’ patah-patah, ’Z’, segitiga, pohon cemara.
Gerakan setengah lingkaran digunakan untuk membuat filler dan cover pass semua posisi
pengelasan kecuali horisontal, lingkaran penuh untuk pembuatan root pass posisi horisontal
dan depositing bahan las pada sambungan fillet horisontal. Gerakan ’U’ paling baik diterapkan
pada cover pass posisi vertikal, sedangkan ’U’ patah-patah sebaiknya digunakan untuk
membuat coverpas over head. ’Z’ merupakan gerakan yang bisa diterapkan untuk membuat
filler dan cover pass hampir di semua posisi, kecuali horisontal. Gerakan segitiga dan pohon
cemara lebih tepat diterapkan pada pembuatan filler dan cover pass posisi vertikal up.

Welding procedure specification (WPS)


WPS adalah prosedur pengelasan yang harus diikuti oleh semua pihak yang
melakukan pekerjaan las. WPS merupakan acuan setiap sambungan las yang menghendaki
kualitasnya didasarkan pada kriteria standar pengelasan. Setiap WPS dibuat berdasarkan
ujicoba pengelasan material yang disesuaikan dengan bahan tambahnya, parameter las,
proses perlakuan panas, dan persyaratan pengujiannya. Dalam membuat WPS, bahan yang
disambung dilas dengan beberapa prosedur dan dilakukan pengujian kualitasnya memlalui
beberapa tahap. Prosedur pengujian ini dituangkan dalam rekaman yang disebut Welding
Procedure Qualification Record (PQR), oleh karenanya WPS harus dilengkapi dengan PQR.

WPS terdiri dari tiga komponen dasar, yaitu: 1) Essential variables, 2) Non essential
variables, dan 3) Supplementtary essential variables. Esensial variables merupakan variabel
yang berpengaruh terhadap keberhasilan atau kegagalan sambungan las. Variabel ini terdiri
dari: jenis bahan yang dilas, jenis bahan tambah, perlakuan panas, dan jenis proses las. Non
sessential variables adalah variabel yang tidak berpengaruh secara langsung terhadap
kualitas hasil las dan variabel ini tergantung dari welder yang mempunyai kualifikasi sesuai
standar las, variabel tersebut adalah tegangan las, arus las, dan kecepatan las. Suplementary
essential variables merupakan variabel yang mempengaruhi hasil las jika dipersyaratkan
pengujian sambungan las. Variabel tersebut adalah, group number, klasifikasi bahan tambah,
dll.

22

Anda mungkin juga menyukai