Anda di halaman 1dari 36

POLA PEMBIAYAAN USAHA KECIL (PPUK)

INDUSTRI ETERNIT

BANK INDONESIA
Direktorat Kredit, BPR dan UMKM

Telepon : (021) 3818043 Fax: (021) 3518951, Email : tbtlkm@bi.go.id

Bank Indonesia – Industri Eternit 0


DAFTAR ISI

1. Pendahuluan.................................................................................2

2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan.................................................4


a. Profil Usaha.................................................................................4
b. Pola Pembiayaan..........................................................................5

3. Aspek Pemasaran..........................................................................7
a. Permintaan dan Penawaran............................................................7
b. Persaingan dan Peluang Pasar........................................................8
c. Harga.........................................................................................9
d. Jalur Pemasaran...........................................................................9
e. Kendala Pemasaran....................................................................10

4. Aspek Produksi............................................................................11
a. Lokasi Usaha..............................................................................11
b. Fasilitas Produksi dan Peralatan....................................................11
c. Bahan Baku...............................................................................12
d. Tenaga Kerja.............................................................................14
e. Teknologi...................................................................................14
f. Proses Produksi...........................................................................15
g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi..................................................21
h. Produksi Optimum......................................................................22
i. Kendala Produksi.........................................................................22

5. Aspek Keuangan..........................................................................23
a. Pola Usaha.................................................................................23
b. Asumsi......................................................................................23
c. Biaya Investasi dan Operasional....................................................24
d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja............................................26
e. Produksi & Pendapatan................................................................27
f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point........................................28
h. Analisis Sensitivitas....................................................................29

6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan...........................32


a. Aspek Sosial Ekonomi..................................................................32
b. Dampak Lingkungan...................................................................32

7. Penutup.......................................................................................33
a. Kesimpulan................................................................................33
b. Saran........................................................................................33

LAMPIRAN.......................................................................................34

Bank Indonesia – Industri Eternit 1


Bank Indonesia – Industri Eternit 2
1. Pendahuluan

Eternit merupakan produk bahan bangunan dibuat dari campuran semen


dengan tepung batu gamping atau asbes yang digunakan sebagai langit-
langit rumah. Eternit dikenal juga dengan sebutan plasterboard. Eternit
dapat dicetak sesuai dengan motif yang dibuat, sehingga akan tampak lebih
menarik.

Foto 1.1. Eternit

Sebagai langit-langit rumah selain eternit/asbes, juga digunakan gipsum dan


triplek. Dibandingkan dengan gipsum dan triplek, harga eternit/asbes jauh
lebih murah sehingga banyak digunakan terutama untuk perumahan
sederhana, sedangkan gipsum dan triplek lebih banyak digunakan pada
perumahan mewah.

Proses pembuatan eternit relatif mudah untuk dilakukan dan tidak


memerlukan persyaratan khusus lokasi. Tenaga kerja yang dibutuhkanpun
tidak memerlukan spesifikasi/keahlian khusus. Karena itu usaha pembuatan
eternit hampir merata dapat dilakukan di seluruh wilayah Indonesia yang
memiliki sumber bahan baku batu gamping/asbes.

Ketersediaan bahan baku untuk pembuatan eternit di Indonesia cukup


melimpah. Berdasarkan data BPS tahun 2003 produksi batu kapur Indonesia
mencapai 53.745.686,43 ton yang tersebar hampir diseluruh wilayah
Indonesia, seperti dapat dilihat pada Gambar 1.1.

Bank Indonesia – Industri Eternit 3


Gambar 1.1. Peta Potensi Batu Kapur Indonesia Sumber : Pusat Penelitian
dan Pengembangan Teknologi Mineral dan Batubara

Bank Indonesia – Industri Eternit 4


2. Profil Usaha dan Pola Pembiayaan

a. Profil Usaha

Usaha eternit di wilayah Purwokerto, Kabupaten Banyumas sudah mulai


dijalankan sejak tahun 1990. Usaha eternit umumnya merupakan usaha
perorangan berbentuk usaha dagang dan dilakukan secara bersamaan
pengelolaannya dengan kegiatan usaha lainnya seperti usaha paving, tegel,
dan usaha perdagangan bahan bangunan.

Beberapa alasan pengusaha eternit menekuni usahanya antara lain adalah


tersedianya sumber bahan baku, tersedianya sumberdaya manusia (tenaga
kerja), menguasai keterampilan teknis usaha, harga cukup baik, dan adanya
pasar. Selain itu ada juga pengusaha yang menyatakan melakukan usaha ini
karena melanjutkan usaha keluarga.

Pengelolaan usaha dilakukan sendiri oleh pemiliknya dengan menggunakan


tenaga kerja yang berasal dari keluarga dan luar keluarga. Tenaga kerja dari
dalam keluarga umumnya membantu dalam pengelolaan usaha dan tenaga
pemasaran. Tenaga kerja dari luar keluarga merupakan tenaga kerja untuk
produksi dengan sistem upah harian atau borongan berdasarkan satuan unit
produksi.

Perizinan dan kelengkapan legalitas yang harus dimiliki dalam pendirian


usaha eternit ini antara lain adalah SIUP, TDP, HO, Surat Tanda Pendaftaran
Industri Kecil (STPIK), dan NPWP. Berdasarkan data dari Dinas Perindag
Kabupaten Banyumas tahun 2004 usaha eternit di daerah ini berjumlah
sekitar 27 unit usaha, dengan jumlah dan penyebaran usaha seperti terlihat
pada Tabel 2.1. Data jumlah dan penyebaran usaha eternit secara nasional
belum tersedia, namun berdasarkan data dari direktori industri pengolahan
yang dikeluarkan BPS (2004) dapat diketahui terdapat 3 perusahaan eternit
di Jawa Barat dan Jawa Tengah yang termasuk skala menengah dan besar.

Tabel 2.1.
Jumlah Usaha dan Tenaga Kerja Eternit di Kabupaten Banyumas

Kecamatan Jumlah Usaha Tenaga Kerja


Pakuncen 15 105
Aji Barang 7 42
Cilongok 5 35
Jumlah 27 182
Sumber : Dinas Perindustrian dan Perdagangan Kab. Banyumas 2005

Bank Indonesia – Industri Eternit 5


b. Pola Pembiayaan

Dalam memenuhi kebutuhan modal usaha pembuatan eternit, selain memiliki


modal sendiri sebagian pengusaha juga ada yang memanfaatkan fasilitas
kredit yang disediakan oleh perbankan. Berdasarkan informasi dari salah
satu bank yang menyalurkan kredit, motivasi bank dalam membiayai usaha
ini karena usaha ini merupakan usaha yang layak dibiayai dan
menguntungkan.

Pembiayaan yang dilakukan bank sudah berlangsung sejak tahun 2002


melalui skim kredit usaha kecil (KUK), dengan jumlah plafond kredit yang
disalurkan sebesar Rp 250 juta. Kredit yang diberikan berupa kredit modal
kerja dengan tingkat suku bunga 15,75%, dalam jangka waktu
pengembalian 1 tahun. Persyaratan kredit meliputi, jaminan pokok berupa
usaha yang dibiayai, jaminan tambahan berupa sertifikat tanah/bangunan
tempat usaha dan tidak sedang menerima kredit dari bank lain. Pada awal
pengajuan kredit juga ada tambahan biaya provisi dan biaya administrasi.

Berdasarkan penilaian bank terhadap usaha eternit yang dibiayai, bank


menilai kinerja pengembalian kredit usaha ini berlangsung lancar, usaha
yang dijalankan dinilai masih prospektif dengan pertimbangan masih adanya
pasar untuk produk usaha ini. Beberapa prosedur yang harus dipenuhi untuk
memperoleh kredit adalah calon debitur membuat permohonan rencana
pembiayaan kepada bank, dengan melampirkan identitas usaha secara jelas,
perizinan usaha, dan laporan keuangan, beserta jaminan tambahan.
Selanjutnya bank akan melakukan survey lokasi usaha dan memberikan
penilaian. Apabila perbankan menilai semua persyaratan sudah terpenuhi
maka dalam jangka waktu sekitar 9 hari kerja kredit sudah dapat dicairkan.
Dalam menyalurkan kredit kepada nasabah, penilaian bank mengacu kepada
kriteria 5C yaitu: Character (watak), Capacity (kemampuan), Capital
(permodalan), Collateral (jaminan), dan Condition (kondisi).

Selain kredit KUK, terdapat juga pengusaha yang menerima fasilitas kredit
KUPEDES, yaitu fasilitas kredit yang disediakan oleh BRI unit untuk
meningkatkan atau mengembangkan usaha kecil. Pengusaha eternit yang
memanfaatkan KUPEDES mendapatkan pinjaman dana untuk modal kerja
sebesar 15 juta dengan suku bunga pertahun 24% dalam jangka waktu 24
bulan.

Fasilitas kredit KUPEDES menyediakan jenis kredit modal kerja dan kredit
investasi. Sektor yang dibiayai meliputi sektor pertanian, perindustrian,
perdagangan, jasa lainnya dan golongan berpenghasilan tetap. Persyaratan
KUPEDES yaitu plafond maksimum 25 juta yang dapat diberikan untuk kedua
jenis kredit sekaligus. Jangka waktu angsuran minimal 3 bulan dan
maksimum 24 bulan untuk modal kerja dan 36 bulan untuk kredit investasi.
Pola angsuran secara bulanan atau dengan grace period 3, 4 dan 6 bulan.
Persyaratan lainnya adalah menyediakan agunan yang cukup mengcover
jumlah KUPEDES yang diterima. Keistimewaan KUPEDES yaitu diberikan

Bank Indonesia – Industri Eternit 6


IPTW (insentif pembayaran tepat waktu) bagi nasabah yang tertib
mengangsur pinjaman secara tepat waktu selama periode tertentu.

Bank Indonesia – Industri Eternit 7


3. Aspek Pemasaran
a. Permintaan dan Penawaran

1. Permintaan

Besarnya permintaan produk eternit di wilayah Kabupaten Banyumas


ditandai oleh volume panjualan rata-rata perbulannya dari pengusaha eternit
di daerah ini. Rata-rata permintaan eternit sebulan untuk setiap pengusaha
mencapai 110.000 lembar dengan total omset berkisar antara Rp 187 juta
-198 juta per bulan.

Secara nasional tidak tersedia data mengenai besarnya permintaan untuk


produk eternit. Dilihat dari penggunanya, eternit banyak digunakan untuk
keperluan langit-langit perumahan terutama di perumahan sederhana.
Permintaan eternit didekati dari penggunaan eternit dan asbes. Persentase
jumlah rumah tangga pengguna asbes/eternit dibandingkan terhadap jumlah
total rumah tangga pada tahun 2001 adalah sebesar 15,67% dan pada tahun
2004 meningkat menjadi 16,14%. Jumlah pemakaian asbes/eternit antara
tahun 2001 dan 2004 meningkat sebesar 5% per tahun, seperti dapat dilihat
pada Tabel 3.1.

Tabel 3.1.
Pemakaian Plafon Eternit/Asbes Perumahan Sederhana

Jumlah Rumah RT Pengguna Pemakaian


Tahun
Tangga (RT) Asbes/Eternit (lembar)
2001 51.372.654 8.034.683 160.693.662
2004 56.623.000 9.138.952 182.779.044
Sumber: Statistik Perumahan dan Pemukiman 2001 dan 2004

Pada Tabel 3.1. di atas dapat dilihat rumah tangga pengguna eternit/asbes
pada tahun 2004 sebanyak 9.138.952 rumah tangga. Apabila diasumsikan
setiap rumah tangga tersebut menggunakan asbes/eternit sebesar 20 m2,
maka jumlah kebutuhan eternit/asbes pada tahun 2004 mencapai
182.779.044 lembar per tahun. Gambaran ini menunjukkan industri eternit
potensial dikembangkan untuk memenuhi permintaan perumahan sederhana
yang menggunakan eternit sebagai bahan langit-langit.

Berdasarkan hasil wawancara dengan pengusaha eternit di daerah


Purwokerto permintaan eternit berasal dari developer dan pedagang, yang
tidak hanya berasal dari wilayah Purwokerto saja, tetapi juga berasal dari
Kabupaten Brebes, Cilacap, Tegal, dan Purbalingga, bahkan dipasarkan
sampai ke luar provinsi (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Subang).

Bank Indonesia – Industri Eternit 8


2. Penawaran

Data usaha pembuatan eternit secara nasional tidak tersedia. Dari aspek
ketersediaan bahan baku utama berupa batu kapur, usaha pembuatan
eternit dengan bahan baku batu kapur ini berpotensi untuk diusahakan
hampir di semua wilayah Indonesia. Selain itu pembuatan eternit relatif
mudah untuk dilakukan.

Di Kabupaten Banyumas terdapat sebanyak 27 usaha eternit yang telah


terdaftar dengan jumlah tenaga kerja 182 orang. Perkembangan jumlah
produksi eternit secara nasional berdasarkan produksi dari industri besar dan
sedang tahun 2000-2002 dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 3.2.
Jumlah dan Nilai Produksi Eternit tahun 2000-2002

Produksi Eternit
Tahun
Lembar Nilai (Rp 000)
2000 5.700.148 12.716.841
2001 6.888.652 18.060.584
2002 5.841.225 16.074.910
Sumber : Statistik Industri BEsar dan Sedang, BPS 2000-2002

Pada Tabel 3.2 terlihat bahwa terjadi fluktuasi produksi eternit. Data ini
merupakan produksi dari industri besar dan menengah. Data produksi eternit
usaha kecil tidak tersedia. Apabila dilihat pemakaian eternit rumah tangga
pada tahun 2001 mencapai 160.693.662 lembar (Tabel 3.1), produksi eternit
tahun 2001 sangat kecil, perbedaan yang sangat besar ini diduga berasal
dari produksi usaha kecil.

b. Persaingan dan Peluang Pasar

Persaingan dalam dunia usaha merupakan hal yang lumrah terjadi, termasuk
dalam kegiatan usaha eternit. Persaingan dapat terjadi antara usaha sejenis
maupun dengan produk yang menjadi substitusinya. Faktor-faktor yang
mempengaruhi daya saing suatu usaha maupun produk adalah tingkat harga,
mutu, dan kemudahan akses terhadap sumber daya yang ada serta
keunggulan komparatif yang dimiliki.

Persaingan antara industri sejenis terjadi secara sehat dan terbuka antara
pengusaha eternit di Purwokerto. Umumnya dalam upaya merebut pasar,
pengusaha eternit berusaha untuk menjaga mutu dan meningkatkan
pelayanan penjualan, serta aktif mencari pasar dengan melakukan
pendekatan kepada kontraktor.

Bank Indonesia – Industri Eternit 9


Persaingan produk sejenis yaitu dengan eternit press pabrik yang
mempunyai tekstur lebih halus dengan bahan baku asbes. Namun asbes
termasuk kategori bahan B3 (bahan beracun berbahaya), sehingga perlu
penanganan khusus untuk mengurangi dampaknya, yang berimbas kepada
biaya produksi yang tinggi. Persaingan lain datang dari produk substitusi
seperti gipsum dan papan triplek. Dibandingkan gipsum dan triplek, eternit
memiliki harga jual yang lebih murah sehingga eternit banyak digunakan
pada perumahan sederhana/sangat sederhana, sedangkan gipsum dan
triplek lebih banyak digunakan untuk perumahan mewah.

Bila dilihat menurut daerahnya, produk eternit memiliki daya saing yang
terbatas, mengingat mahalnya biaya transportasi bila diangkut ke tempat
yang jauh. Keadaan ini menyebabkan usaha eternit lebih ekonomis
dipasarkan pada sekitar daerah tempat produksinya, tanpa harus takut
bersaing dengan produk sejenis dari daerah lain.

c. Harga

Perkembangan harga eternit terus mengalami peningkatan dari tahun ke


tahun (pada tahun 2003 harga eternit Rp 15.000/pak dan tahun 2004 Rp
16.000/pak). Kenaikan harga eternit dikarenakan pengaruh inflasi dan
karena meningkatnya harga mill, semen dan benang som sebagai bahan
baku. Di Kabupaten Banyumas pada tahun 2005, harga eternit 1 pak (berisi
10 lembar eternit) adalah Rp 18.000, dan harga eternit tersebut merupakan
harga di tingkat konsumen. Harga sampai ke konsumen ini dengan
menambah biaya transpor yang besarnya berbeda menurut jauh dekatnya
jarak daerah pemasaran. Harga untuk penjualan ke toko-toko biasanya lebih
murah dibandingkan harga ke konsumen langsung

d. Jalur Pemasaran

Rantai tataniaga eternit cukup sederhana, biasanya produsen menjual


produknya sendiri ke konsumen atau menjual ke pedagang bahan bangunan.
Hal ini menyebabkan perbedaan harga antara harga di produsen sampai ke
konsumen sangat kecil, sehingga harga produk yang dapat diterima oleh
produsen mencapai sekitar 90-95%.

Gambar 3.1. Skema Jalur Pemasaran Eternit di Purwokerto

Produk eternit yang dihasilkan oleh pengusaha eternit di Purwokerto


dipasarkan di dalam Kabupaten Banyumas rata-rata sebanyak 27% dan
sebagian lainnya (57%) dipasarkan ke kabupaten lain yang berdekatan
seperti ke Kabupaten Brebes, Cilacap, Tegal, dan Purbalingga, 17% lainnya

Bank Indonesia – Industri Eternit 10


dipasarkan ke luar propinsi (Cirebon, Indramayu, Majalengka dan Subang).
Berdasarkan jenis pembelinya, pengusaha eternit di Purwokerto menjual
kepada kelompok konsumen rumah tangga, perusahaan dan kontraktor serta
pedagang, sebagaimana dapat dilihat pada Tabel 3.3.

Cara pembayaran yang diterapkan kebanyakan adalah dengan cara cash and
carry (35%) dan pembayaran dengan cara tunda (65%) antara 7 hari sampai
30 hari.

Tabel 3.3.
Persentase Penjualan Eternit Menurut Jenis Pembeli di Purwokerto
Jenis Pembeli Persentase
Rumah tangga/perorangan 10
Perusahaan atau kontraktor 60
Pedagang 30
Sumber : Data Primer Pengusaha Eternit, 2005

e. Kendala Pemasaran

Kendala pemasaran eternit adalah penjualan terbatas hanya pada lokasi


usaha atau daerah sekitar lokasi usaha, karena penjualan eternit ke daerah
yang jauh dari lokasi usaha menyebabkan tingginya biaya transportasi. Rata-
rata pengusaha eternit mengaku bahwa beberapa bulan terakhir mengalami
penurunan omset penjualan usaha sekitar 40%. Menurut pengusaha hal ini
merupakan dampak dari kenaikan bahan bakar minyak (BBM), karena daya
beli masyarakat menurun. Namun pengusaha eternit menganggap usaha
yang dijalankan masih memiliki prospek, dengan alasan bahwa dari
pengalaman tahun sebelumnya produk eternit yang dihasilkan dapat terjual
habis meskipun dalam setiap bulannya mengalami fluktuasi.

Masalah pemasaran lainnya adalah ketika permintaan sepi, umumnya terjadi


pada bulan tertentu, seperti pada bulan Muharram dan bulan Ramadhan.
Pada saat sepi pengusaha tetap melakukan produksi dan menyetok produk
untuk dijual saat pesanan ramai.

Bank Indonesia – Industri Eternit 11


4. Aspek Produksi
a. Lokasi Usaha

Usaha pembuatan eternit tidak memerlukan persyaratan khusus, namun


demikian dalam upaya meningkatkan efisiensi dan efektivitas usaha
beberapa hal yang perlu menjadi pertimbangan pemilihan lokasi adalah:

1. Kemudahan akses terhadap sumber bahanbaku, dalam hal ini


sedapatmungkin dipilih daerah yang dekat dengan lokasi penepungan
batugamping/batu kapur dan mudah mendapatkan semen.
2. Ketersediaan tenaga kerja
3. Kemudahan dalam pemasaran hasil produksi.

Umumnya lokasi usaha pembuatan eternit yang ditemui berada di pinggir


jalan raya, hal ini memudahkan dalam hal pemasaran produk dan pengadaan
bahan baku.

b. Fasilitas Produksi dan Peralatan

Kebutuhan Lahan Usaha dan Bangunan

Fasilitas produksi yang diperlukan untuk memulai usaha pembuatan eternit


dengan kapasitas produksi 2.500 lembar per hari antara lain adalah:

1. Lahan usaha sebagai tempat untuk kegiatan produksi, penyimpanan


/pengumpulan hasil produksi, penjemuran dan sekaligus sebagai
tempat penjualan produk. Luas lahan disesuaikan dengan kapasitas
produksi yaitu seluas 700 m2.
2. Ruang produksi atau bangunan tempat kegiatan pembuatan eternit,
biasanya berbentuk naungan dengan dinding terbuka. Konstruksi tiang
terbuat dari bambu atau kayu dengan atap berupa genteng atau seng.
Ruang produksi yang diperlukan adalah 200 m2.
3. Gudang tempat penyimpanan bahan dan peralatan produksi, seluas 80
m2 .
4. Gudang tempat penyimpanan produk seluas 200 m2.
5. Rumah jaga atau ruangan jaga yang juga berfungsi sebagai kantor
usaha seluas 20 m2.

Peralatan Produksi

Peralatan yang diperlukan dalam pembuatan eternit meliputi peralatan untuk


penyiapan bahan, peralatan untuk pembuatan/pencampuran adukan semen
dan pasir, serta peralatan untuk mencetak eternit. Rincian kebutuhan mesin
dan peralatan yang digunakan untuk produksi eternit dengan kapasitas 2.500
unit per hari adalah sebagaimana pada Tabel 4.1.

Bank Indonesia – Industri Eternit 12


Tabel. 4.1.
Fasilitas Produksi dan Peralatan Usaha Pembuatan Eternit
No Nama Alat/Mesin Spesifikasi Satuan Jumlah
Meja tempat cetakan besar
1 280x110x60 cm set 3
+ silinder diameter 110
Meja tempat cetakan kecil
2 280x60x60 cm set 4
+ silinder diameter 80
Kasut (peralatan adonan
3 plat unit 19
dalam cetakan)
4 Drum tempat minyak tanah kap 200 liter unit 2
5 Palu besi unit 4
6 Gergaji besi unit 3
7 Cangkul besi unit 3
8 Sekop besi unit 3
9 Tatakan eternit dari papan kayu unit 2.500
10 Gerobak dorong besi unit 2
11 Pompa air jet pump unit 1
Sumber : Data Primer Pengusaha Eternit 2005

c. Bahan Baku

Bahan baku pembuatan eternit adalah mill (tepung batu gamping/batu


kapur), semen, dan benang som. Semen yang digunakan adalah semen
portland sebagaimana yang biasa digunakan untuk bangunan umum yang
tidak memerlukan persyaratan khusus.

A. Semen

Bank Indonesia – Industri Eternit 13


B. Batu Kapur Halus

C. Benang Som

Foto 4.1. Bahan Baku Eternit

Kebutuhan bahan baku untuk memproduksi eternit dengan jumlah produksi


per hari 2.500 unit eternit adalah sebagai berikut:

Tabel 4.2.
Kebutuhan Bahan untuk Pembuatan Eternit

No Bahan Satuan Jumlah Penggunaan


1 Mill kg 6.000
2 Semen kg 1.250
3 Benang som kg 300
Sumber : Data Primer Pengusaha Eternit 2005

Sumber bahan baku, khususnya mill (tepung batu gamping/batu kapur)


dapat diperoleh dari pabrik penggilingan batu kapur di wilayah setempat.
Menurut Dinas Pertambangan Kabupaten Banyumas, terdapat beberapa

Bank Indonesia – Industri Eternit 14


pabrik penggilingan batu kapur/batu gamping. Salah satu pabrik
penggilingan yang ditemui di Desa Sawangan Kecamatan Ajibarang
memproduksi 26 ton mill/hari. Berdasarkan data yang tercatat pada tahun
2001, potensi batu kapur di Banyumas diperkirakan sebanyak 442.181.713
ton.

Sumber benang som adalah dari pabrik-pabrik pembuatan pakaian berbahan


jins, atau dapat diperoleh dari pedagang yang khusus menyediakan bahan
pembuatan eternit. Sedangkan semen diperoleh dari perwakilan suplier di
daerah atau pedagang yang dapat ditemui di pasar lokal.

d. Tenaga Kerja

Jumlah kebutuhan tenaga kerja produksi disesuaikan dengan kapasitas


produksi. Rata-rata untuk pengerjaan 2.500 eternit per hari dibutuhkan 36
orang tenaga kerja tidak tetap. Untuk tenaga kerja produksi diperlukan
tenaga kerja yang memiliki keterampilan dalam pembuatan eternit namun
juga tidak diperlukan keahlian khusus.

Sistem upah yang diterapkan dalam usaha eternit adalah sistem harian dan
borongan. Sistem upah harian diberikan kepada tenaga kerja yang
bertanggung jawab dalam penjemuran, pengangkutan, yang biasanya juga
merangkap dalam pengadaan bahan baku dan pemasaran. Sistem upah
borongan diberikan kepada tenaga kerja produksi pencetak, pengaduk, dan
pengemas. Rincian tenaga tidak tetap dapat dilihat pada tabel 4.3 berikut :

Tabel 4.3.
Kebutuhan Tenaga Kerja Tidak Tetap.

No Tenaga Kerja Tidak Tetap Jumlah Upah Satuan


1 TK borongan pencetak 19 300 Rp/lembar
2 TK borongan pengaduk 4 30 Rp/lembar
3 TK borongan pengemas 4 60 Rp/pak
4 Tenaga harian jemur 6 8.000 orang hari
5 Sopir 1 20.000 orang hari
6 Mandor 2 15.000 orang hari
Total 36

Sumber : Data Primer Pengusaha Eternit, 2005

e. Teknologi

Secara umum proses produksi pembuatan eternit dengan pres manual


adalah sebagai berikut

Bank Indonesia – Industri Eternit 15


Gambar 4.1. Diagram Alir Pembuatan Eternit

f. Proses Produksi

1. Penyiapan bahan/cetakan

Untuk satu adukan diperlukan bahan mill sebanyak 240 kg, semen sebanyak
50 kg dan benang som sebanyak 12 kg. Penyiapan cetakan dilakukan dengan
mengolesi cetakan dengan oli bekas dan minyak tanah. Pengolesan ini
dilakukan agar adonan tidak lengket dan mudah melepaskan hasil cetakan
dari cetakannya.

Bank Indonesia – Industri Eternit 16


Foto 4.2. Pengolesan Cetakan dengan Minyak Tanah dan Oli Bekas

Foto 4.3. Contoh Motif Cetakan

2. Pencampuran/pengadukan

Pencampuran bahan (mill, semen dan benang som) dilakukan dalam dua
tahap yaitu secara kering dan secara basah. Bahan terlebih dahulu dicampur
secara kering sampai merata kemudian di tambah air secukupnya sampai
adonan lengket, dan tidak mudah putus pada waktu diratakan.

Bank Indonesia – Industri Eternit 17


3. Pencetakan

Pencetakan dilakukan di atas cetakan yang sudah disiapkan di atas meja.


Proses pencetakan diawali dengan meratakan adonan di atas cetakan.
Setelah adonan rata di atas cetakan kemudian dilapisi dengan karung goni,
dan di atas karung goni dilapisi kembali dengan karpet bantalan. Selanjutnya
dipres dengan menggunakan silinder.

Foto 4.4. Perataan Pada Cetakan

Foto 4.5. Pengepresan Dengan Silinder

4. Pengerasan

Proses pengerasan awal dilakukan dengan meletakkan eternit hasil cetakan


ke atas lengser. Pengerasan di atas lengser ini dilakukan dengan cara
ditumpuk selama satu hari, dan dilakukan penyiraman dengan air sebanyak
3 kali. Eternit kemudian dikeluarkan dari lengser. Proses selanjutnya
dilakukan pengerasan lanjutan, dengan cara disiram dengan air sebanyak 3
kali sehari selama 3 sampai 4 hari.

Bank Indonesia – Industri Eternit 18


Foto 4.6. Pengerasan di Atas Lengser

Bank Indonesia – Industri Eternit 19


Foto 4.7. Perendaman dalam Bak Air

Bank Indonesia – Industri Eternit 20


Foto 4.8. Pengerasan di Luar

5. Pengemasan

Proses pengemasan dilakukan dengan menggunakan bahan kemasan dari


kayu geunjing (albasia). Pada bagian siku diberi penguat dengan
menggunakan plat seng. Dalam satu kemasan berisi sepuluh lembar eternit.
Pada kemasan dilakukan pelabelan yang berisi informasi nama produsen dan
jenis produk (polos/motif).

Bank Indonesia – Industri Eternit 21


Foto 4.9. Pengemasan Eternit

g. Jumlah, Jenis dan Mutu Produksi

Jumlah produk yang dihasilkan sesuai dengan kapasitas produksi sekitar


2.500 unit/hari atau sebanyak 62.500 unit/bulan. Eternit yang diproduksi
berukuran 1m x 0,5m dan berukuran 1 x 1 m. Jenis eternit yang diproduksi
adalah eternit polos dan bermotif, biasaya eternit polos lebih banyak dipesan
oleh konsumen. Kedua jenis eternit ini tidak begitu berbeda proses
pembuatannya, sehingga dijual dengan harga yang sama.

Mutu eternit ditentukan oleh kualitas bahan baku dan perbandingan


campuran. Bahan baku mill (tepung batu kapur) yang bagus adalah tidak
mengandung campuran bahan pengotor (tanah/pasir), berwarna putih
(cerah) dan kering. Benang som yang digunakan tidak menimbulkan efek
warna pada produk akhir. Benang som dari bahan jins relatif lebih bagus
dibandingkan bahan katun. Penggunaan campuran semen dan mill untuk
satu adukan adalah 50 kg semen dengan 240 kg mill.

Bank Indonesia – Industri Eternit 22


h. Produksi Optimum

Produksi optimum industri eternit ini adalah 2.500 lembar eternit per hari
dengan menggunakan 3 meja tempat cetakan besar dan 4 meja tempat
cetakan kecil, serta tenaga kerja produksi sebanyak 35 orang. Pencapaian
produksi optimum dilihat dari upaya pencapaian target produksi maksimum
dan pencapaian mutu yang diharapkan. Dalam upaya pencapaian target
produksi, faktor yang mempengaruhi pencapaian produksi optimum antara
lain adalah:

1. Keterampilan tenaga kerja


2. Efektifitas penggunaan mesin dan peralatan sesuai dengan kapasitas
terpasang.
3. Kedisiplinan jam kerja karyawan

Dari segi mutu produk, faktor yang mempengaruhi tercapainya mutu produk
sebagaimana diharapkan adalah:

1. Penggunaan jenis bahan baku


2. Perbandingan penggunaan campuran semen dan mill
3. Proses pencampuran dan proses pencetakan

i. Kendala Produksi

Beberapa kendala produksi menurut pengusaha eternit adalah :

1. Pengadaan bahan baku mill sulit diperoleh bila terjadi musim hujan,
karena produksi mill menurun. Untuk mengatasinya biasanya
menjelang musim hujan pengusaha membeli mill untuk disimpan.
2. Kelangkaan semen pada waktu-waktu tertentu sehingga produksi
eternit berkurang.

Bank Indonesia – Industri Eternit 23


5. Aspek Keuangan

a. Pola Usaha

Analisa aspek keuangan diperlukan untuk mengetahui kelayakan usaha dari


sisi keuangan, terutama kemampuan pengusaha untuk mengembalikan
kredit yang diperoleh dari bank. Analisa keuangan ini juga dapat
dimanfaatkan pengusaha dalam perencanaan dan pengelolaan usaha industri
eternit

Pembuatan eternit dapat dilakukan dengan cara menggunakan peralatan


secara manual. Teknologi yang digunakan relatif sederhana sehingga tidak
memerlukan tenaga kerja yang memiliki keterampilan/keahlian khusus.
Peralatan utama yang digunakan seperti meja, silinder dan cetakan juga
cukup sederhana yang dapat dibuat sendiri.

Industri eternit memanfaatkan tepung batu gamping/batu kapur, yang


diperoleh dari pabrik penggilingan batu kapur di wilayah setempat. Produk
yang dihasilkan adalah eternit polos dan bermotif dengan ukuran 1 x 0,5 m
dan 1 x 1 m. Kebutuhan tenaga kerja adalah sebanyak 36 orang dengan
produksi eternit 2.500 lembar per hari.

b. Asumsi

Untuk penyusunan pola pembiayaan usaha kecil diperlukan adanya beberapa


asumsi mengenai parameter teknologi proses maupun biaya. Beberapa
asumsi dalam penentuan parameter didasarkan pada hasil pengamatan di
lapangan, masukan dari instansi terkait dan pustaka yang mendukung.
Asumsi tersebut dapat dilihat pada Tabel 5.1.

Dalam penghitungan analisa finansial digunakan hanya satu ukuran eternit


yaitu 1 x 0,5 m saja. Untuk eternit ukuran 1 x 1 m adalah dua kali dari biaya
produksi eternit ukuran 1 x 0,5 m. Begitu juga dengan penjualannya harga
eternit 1 x 1 m dua kali harga eternit 1 x 0,5 m.

Pemilihan periode proyek 4 tahun disebabkan oleh umur ekonomis beberapa


peralatan yang digunakan dalam proses produksi. Bulan kerja produktif
adalah selama 10 bulan, karena diasumsikan terdapat 2 bulan permintaan
sepi (bulan Muharram dan Ramadhan). Sementara untuk hari produksi dalam
1 bulan diasumsikan selama 25 hari kerja. Produksi eternit per bulan adalah
6.250 pak tetapi dasumsikan terjadi kerusakan 1% sehingga penjualannya
menjadi 6.187 pak. Asumsi dan parameter keuangan secara lebih rinci
terdapat pada Lampiran 1.

Bank Indonesia – Industri Eternit 24


Tabel 5.1.
Asumsi Analisis Keuangan
No Asumsi Satuan Jumlah
1 Periode proyek tahun 5
2 Bulan kerja efektif per tahun bulan 10
3 Hari kerja per bulan hari 25
4 Kapasitas produksi per bulan pak 6.250
5 Volume penjualan per bulan pak 6.187
6 Tenaga kerja orang 36
7 Harga jual eternit (1pak = 10 lembar) pak 18.000
8 Discount rate/Suku bunga persen 16
9 Proporsi dana
a. Kredit persen 60
b. Modal Sendiri persen 40
10 Jangka waktu Kredit Investasi tahun 3
11 Jangka waktu Kredit Modal Kerja tahun 1

c. Biaya Investasi dan Operasional

Struktur biaya yang diperlukan untuk usaha eternit terdiri dari biaya
investasi dan biaya operasional. Biaya investasi diperlukan pada tahun ke 0
(masa konstuksi), sedangkan biaya operasional diperlukan pada tahun ke 1,
pada saat proses produksi mulai dilakukan

Biaya investasi yang dibutuhkan untuk membangun usaha eternit meliputi


perizinan, tanah dan bangunan serta mesin dan peralatan. Biaya investasi ini
bersifat tetap (fixed) dan harus dikeluarkan pada tahun ke 0 sebelum
melakukan usaha. Jumlah biaya investasi yang diperlukan adalah sebesar Rp
324.215.000. Rekapitulasi kebutuhan biaya investasi dapat dilihat pada Tabel
5.2.

Komponen biaya investasi yang paling besar digunakan untuk bangunan dan
kendaraan yang besarnya mencapai 81,46% dari seluruh kebutuhan biaya
investasi industri eternit. Selama periode proyek (4 tahun) terdapat
komponen yang harus dilakukan reinvestasi pada tahun-tahun berikutnya
karena umur ekonomisnya lebih pendek dari pada umur proyek, yaitu
tatakan eternit. Kebutuhan biaya investasi industri eternit secara rinci
terdapat pada Lampiran 2.

Bank Indonesia – Industri Eternit 25


Tabel 5.2 Kebutuhan Biaya Investasi

No Uraian Total Biaya


1 Perizinan 5.100.000
2 Bangunan 134.100.000
3 Sewa lahan usaha 8.000.000
4 Mesin dan peralatan 47.015.000
5 Kendaraan 130.000.000
Total biaya investasi 324.215.000

Biaya operasional merupakan biaya yang diperlukan dalam memproduksi


eternit. Komponen biaya operasional ini meliputi biaya variabel dan biaya
tetap. Biaya variabel terdiri dari biaya bahan baku, biaya bahan pembantu,
dan biaya tenaga kerja tidak tetap. Total biaya variabel pada tahun 1
(kapasitas 80%) adalah 662.082.000, pada tahun ke 2 (kapasitas 90%)
adalah 744.842.250 dan tahun ke 3 dan 4 (kapasitas 100%) adalah sebesar
Rp. 827.602.500.

Biaya tetap meliputi biaya tenaga kerja tetap, listrik, telepon, perawatan
mobil, biaya retribusi parkir serta biaya lainnya sebesar 10% dari biaya
tetap. Biaya lainnya ini meliputi, iuran kebersihan, PBB, biaya
kesehatan/kecelakaan kerja karyawan dan untuk sumbangan. Total biaya
tetap per tahun adalah sebesar Rp. 52.344.000. Besarnya biaya operasional
per bulan kapasitas 100% dapat dilihat pada Tabel 5.3

Tabel 5.3 Kebutuhan Biaya Operasional per Bulan

No Uraian Total Biaya


1 Biaya Variabel
- Biaya bahan baku 39.812.500
- Biaya bahan pembantu 14.660.000
- Biaya bahan pengemas 6.648.750
- Biaya tenaga kerja tidak tetap 31.250.000
2 Biaya Tetap 4.362.000
Jumlah 96.733.250

Pada Tabel 5.3 di atas, terlihat bahwa komponen biaya paling besar adalah
biaya bahan baku yang besarnya mencapai 41,16% dari seluruh biaya

Bank Indonesia – Industri Eternit 26


operasional. Rincian biaya variabel per tahun dapat dilihat pada Lampiran 4,
dan rincian biaya tetap per tahun dapat dilihat pada Lampiran 5.

d. Kebutuhan Investasi dan Modal Kerja

Kebutuhan dana industri eternit terdiri dari dana investasi dan modal kerja
yang diperoleh dari kredit perbankan dan dana sendiri. Secara keseluruhan
besarnya dana untuk investasi dan modal kerja mencapai Rp 469.314.875.
Dana yang diperoleh dari kredit perbankan mencapai Rp 281.588.925 atau
60% dari total dana yang diperlukan. Kebutuhan biaya investasi dan modal
kerja dapat dilihat pada Tabel 5.4.

Kebutuhan investasi industri eternit adalah sebesar Rp 324.215.000, yang


terdiri dari kredit perbankan 60% yaitu Rp 194.529.000 dan dari dana sendiri
40% sebesarRp 129.686.000. Kredit investasi seluruhnya diterima pada
tahun ke nol proyek (masa konstruksi). Sedangkan untuk kebutuhan modal
kerja dibutuhkan dana sebesarRp 145.099.875 yang terdiri dari kredit
perbankan 60% yaitu Rp 87.059.925 dan dari dana sendiri 40% sebesar Rp
58.039.950, yang diperlukan pada tahun ke-1. Kebutuhan modal kerja yang
diperlukan selama 1,5 bulan produksi dengan pertimbangan penerimaan
hasil penjualan diterima setelah satu bulan dan antisipasi produk tidak
langsung terjual pada bulan pertama. Dengan pertimbangan tersebut
kebutuhan bantuan modal kerja bulan-bulan berikutnya dapat dipenuhi dari
hasil penjualan pada bulan pertama.

Tabel 5.4.
Komponen dan Struktur Biaya Proyek

No Asumsi Persentase Total Biaya


1 Biaya Investasi
- Bersumber dari kredit 60% 194.529.000
- Dari dana sendiri 40% 129.686.000
Total Biaya Investasi 324.215.000
2 Biaya Modal Kerja
- Bersumber dari kredit 60% 87.059.925
- Dari dana sendiri 40% 58.039.950
Total Biaya Modal Kerja 145.099.875
3 Total Dana Proyek
- Bersumber dari kredit 60% 281.588.925
- Dari dana sendiri 40% 187.725.950
Jumlah Dana Proyek 469.314.875

Bank Indonesia – Industri Eternit 27


Masa pinjaman kredit investasi selama 3 tahun, dengan tingkat bunga 16 %
per tahun. Cicilan pokok untuk investasi besarnya sama setiap tahun dan
pembayaran bunga dilakukan setiap bulan selama 3 tahun. Masa pinjaman
kredit modal kerja adalah 1 tahun dengan bunga yang sama yaitu 16%.
Secara keseluruhan pengembalian pinjaman dari bank berupa angsuran
pokok dan bunga dapat dilihat pada Tabel 5.5.

Tabel 5.5.
Perhitungan Angsuran Kredit
Angsuran
Tahun Bunga Total Saldo Awal Saldo Akhir
Pokok
281.588.925 281.588.925
1 151.902.925 33.914.680 185.817.605 281.588.925 129.686.000
2 64.843.000 15.994.607 80.837.607 128.686.000 64.843.000
3 64.843.000 5.619.727 70.462.727 64.843.000 -

Angsuran pokok pada tahun 1 besarnya mencapai Rp 151.902.925 yang


berasal dari angsuran kredit investasi sebesar Rp 64.843.000 dan angsuran
kredit modal kerja sebesar Rp 87.059.925. Angsuran pokok pada tahun ke 2
dan ke 3 hanya berasal dari kredit investasi. Pembayaran angsuran kredit
investasi dan kredit modal kerja secara rinci dapat dilihat pada Lampiran 7
dan Lampiran 8.

e. Produksi & Pendapatan

Produksi eternit per bulan adalah sebesar 2.500 lembar, atau sama dengan
250 pak (1 pak berisi 10 lembar). Produksi dan pendapatan usaha
diproyeksikan dengan asumsi bahwa pada tahun 1 usaha beroperasi pada
kapasitas 80%, tahun ke 2 kapasitas 90%, tahun ke 3 dan seterusnya
beroperasi pada kapasitas 100%.

Sebesar satu persen dari produksi diasumsikan rusak, sehingga proyeksi


pendapatan hanya sebesar 99%. Dengan harga jual Rp 18.000 per pak,
maka diperoleh pendapatan pada tahun 1 adalah sebesar Rp 891.000.000,
pada tahun 2 adalah sebesar Rp 1.002.375.000, pada tahun ke 3 dan 4
adalah sebesar Rp 1.113.750.000. Proyeksi pendapatan selama 3 tahun
dapat dilihat pada Tabel 5.6.

Bank Indonesia – Industri Eternit 28


Tabel 5.6.
Proyeksi Pendapatan Industri Eternit

Tahun
No Uraian
1 2 3 4
A Kapasitas 80% 90% 100% 100%
Total
B 891.000.000 1.002.375.000 1.113.750.000 1.113.750.000
Penerimaan

f. Proyeksi Laba Rugi dan Break Even Point

Hasil proyeksi rugi laba menunjukkan usaha eternit dapat menghasilkan laba
pada tahun 1 pada kapasitas 80% sebesar Rp 80.032.234, dengan nilai profit
on sales 8,98%. Dengan memperhitungkan hasil penjualan, biaya variabel,
dan biaya tetap industri eternit diperoleh rata-rata BEP sebesar Rp
524.525.486 atau setara dengan 29.140 pak eternit. Potensi laba tersebut
terus meningkat setiap tahun, hingga tahun ke 4 diperoleh laba sebesar Rp
157.504.788 dengan profit on sales mencapai 14,14%, dan BEP mencapai Rp
392.521.974 atau setara dengan 21.807 pak eternit.

Rata-rata laba usaha eternit selama periode proyek adalah Rp 127.462.969,


rata-rata profit on sales adalah 12,29%, dan rata-rata BEP adalah Rp
446.554.806 atau setara dengan 24.809 pak eternit. Berdasarkan informasi
yang disajikan pada Lampiran 9, secara garis besar proyeksi laba rugi usaha
dan BEP usaha dapat dilihat pada Tabel 5.7.

Tabel 5.7.
Proyeksi Rugi Laba Usaha Industri Eternit
Tahun Ke
Uraian Rata-rata
1 2 3 4
Kapasitas 80% 90% 100% 100%
Total
891.000.000 1.002.375.000 1.113.750.000 1.113.750.000 1.030.218.750
Penerimaan
Total
796.811.430 861.684.607 934.069.977 928.450.250 880.262.316
Pengeluaran
R/L Sebelum
94.155.570 140.690.393 179.680.023 185.299.750 149.956.434
Pajak
Pajak (15%) 14.123.335 21.103.559 26.952.004 27.794.963 22.493.465
Laba Setelah
80.032.234 119.586.834 152.728.020 157.504.788 127.462.969
Pajak
Profit on
8,98% 11,93% 13,71% 14,14% 12,29%
Sales

Bank Indonesia – Industri Eternit 29


BEP Rupiah 524.525.486 454.776.557 414.395.206 392.521.974 446.554.806
Unit
29.140 25.265 23.022 21.807 24.809
Produksi

g. Proyeksi Arus Kas dan Kelayakan Proyek

Analisis keuangan digunakan untuk menganalisa kelayakan suatu proyek dari


segi keuangan. Proyek dikatakan layak dari segi keuangan, jika dapat
memenuhi kewajiban finansial serta dapat mendatangkan keuntungan yang
layak bagi perusahaan. Untuk mengkaji kemampuan usaha memenuhi
kewajiban finansialnya disusun proyeksi arus kas yang dapat dilihat pada
Lampiran 10.

Analisis kelayakan finansial dilakukan dengan menilai kriteria investasi untuk


mengukur kelayakan pendirian industri eternit yaitu NPV (Net Present Value),
IRR (Internal Rate of Return), Net B/C (Net Benefit/Cost) Ratio. Nilai NPV
industri eternit ini adalah Rp 264.709.511 pada tingkat bunga 16%. Nilai IRR
adalah 47,73%, yang menunjukkan usaha ini masih layak sampai pada
tingkat suku bunga mencapai 47,73%. Nilai Net B/C Ratio adalah 1,82
dengan Pay Back Period (PBP) 2,4 tahun, sehingga usaha ini layak untuk
dilaksanakan. Secara ringkas kriteria kelayakan dan nilainya dapat dilihat
pada Tabel 5.8.

Tabel 5.8.
Kelayakan Investasi Industri Eternit
Justifikasi
Kriteria Kelayakan Nilai
Kelayakan
NPV (16%) 264.709.511 >0
IRR 47,73% > 16%
Net B/C Ratio 1,82 > 1,00
PBP (tahun) 2,4 <4

h. Analisis Sensitivitas

Analisis sensitivitas dilakukan untuk melihat seberapa jauh proyek dapat


dilaksanakan mengikuti perubahan harga, baik biaya produksi maupun harga
jual produk ataupun kelemahan estimasi hasil produksi. Analisis sensitivitas
dilakukan pada tiga skenario. Skenario I kenaikan biaya produksi (biaya
variabel) sementara biaya investasi dan penjualan tetap; skenario II
penurunan pendapatan sementara biaya investasi dan biaya produksi tetap,
dan skenario III kompilasi skenario I dan II (kenaikan biaya produksi dan
penurunan pendapatan).

Bank Indonesia – Industri Eternit 30


Pada skenario I, biaya variabel mengalami kenaikan 12% dengan asumsi
biaya investasi, biaya tetap dan pendapatan tetap. Pada kenaikan biaya
variabel sebesar 12%, diperoleh Net B/C Ratio lebih dari satu, NPV positif
dan IRR mencapai 17,43% serta PBP 3,9 tahun. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa pada suku bunga 16% dengan kenaikan biaya variabel
sebesar 12% maka usaha ini layak dilaksanakan. Pada kenaikan biaya
variabel mencapai 13% proyek ini tidak layak dilaksanakan karena IRR
kurang dari tingkat suku bunga, yaitu 14,75%, Net B/C Ratio kurang dari
satu, NPV negatif dan PBP melebihi umur proyek. Hasil analisis sensitivitas
kenaikan biaya variabel dapat dilihat pada Tabel 5.9, dan secara lebih rinci
dapat dilihat pada Lampiran 11 dan Lampiran 12.

Tabel 5.9.
Hasil Analisis Sensitivitas Kenaikan Biaya Variabel
Kenaikan Biaya Variabel
Kriteria Kelayakan
12% 13%
NPV (16%) 11.319.088 (9.796.781)
IRR 17,43% 14,75%
Net B/C Ratio 1,03 0,97
PBP (Tahun) 3,9 4,1

Pada skenario II, pada saat pendapatan turun sebesar 9% dengan tingkat
bunga 16%, diperoleh NPV positif, Net B/C Ratio lebih dari satu dengan IRR
mencapai 17,13%. Dapat disimpulkan bahwa pada penurunan pendapatan
sebesar 9% usaha tersebut layak dilaksanakan. Pada penurunan pendapatan
sebesar 10% diperoleh Net B/C Ratio kurang dari satu, NPV bernilai negatif,
IRR 13,52%, dan PBP melebihi umur proyek sehingga proyek tidak layak
dilaksanakan. Hasil analisis sensitivitas penurunan pendapatan dapat dilihat
pada Tabel 5.10, dan secara lebih rinci dapat dilihat pada Lampiran 13 dan
Lampiran 14.

Tabel 5.10.
Hasil Analisis Sensitivitas Penurunan Pendapatan
Penurunan Pendapatan
Kriteria Kelayakan
9% 10%
NPV (16%) 8.958.486 (19.458.295)
IRR 17,13% 13,52%
Net B/C Ratio 1,03 0,94
PBP (Tahun) 3,9 4,1

Pada skenario III, penurunan pendapatan dan kenaikan biaya variabel

Bank Indonesia – Industri Eternit 31


masing-masing sebesar 5%, usaha tersebut masih layak dilaksanakan,
karena pada tingkat suku bunga 16 % Net B/C Ratio lebih dari satu dan NPV
positif serta IRR mencapai 18,15%. Namun jika pendapatan turun dan biaya
variabel naik masing-masing sebesar 6%, maka usaha ini tidak layak
dilaksanakan karena NPV negatif, IRR lebih kecil dari suku bunga yaitu
11,84%, Net B/C Ratio kurang dari satu dan PBP melebihi umur proyek. Hasil
analisis sensitivitas gabungan kenaikan biaya variabel dan penurunan
pendapatan dapat dilihat pada Tabel 5.11, dan secara lebih rinci dapat dilihat
pada Lampiran 15 dan Lampiran 16.

Tabel 5.11.
Hasil Analisis Sensitivitas Gabungan Kenaikan Biaya Variabel dan Penurunan
Pendapatan
Kenaikan Biaya Variabel Kenaikan Biaya Variabel
Kriteria
5% dan Penurunan 6% dan Penurunan
Kelayakan
Pendapatan 5% Pendapatan 6%
NPV (16%) 17.046.265 (32.486.384)
IRR 17,13% 13,52%
Net B/C Ratio 1,03 0,94
PBP (Tahun) 3,9 4,1

Hasil analisis sensitivitas menunjukkan bahwa penurunan pendapatan lebih


sensitif dibandingkan kenaikan biaya variabel. Hal ini terbukti dengan
penurunan pendapatan sebesar 10% usaha sudah tidak layak, sedangkan
pada kenaikan biaya variabel sampai sebesar 12% usaha masih tetap layak.
Namun demikian, dari hasil analisis keuangan secara keseluruhan dapat
diketahui bahwa industri eternit merupakan usaha yang cukup
menguntungkan dan layak dilaksanakan.

Bank Indonesia – Industri Eternit 32


6. Aspek Sosial Ekonomi dan Dampak Lingkungan
a. Aspek Sosial Ekonomi

Dilihat dari aspek ekonomi, industri eternit dapat meningkatkan pendapatan


pengusaha. Pengusaha eternit menyatakan bahwa dari pendapatan yang
diperoleh dapat disisihkan untuk tabungan berupa tabungan di bank atau
membeli tanah.

Manfaat yang dirasakan dengan adanya usaha ini, antara lain adalah bagi
pengusaha sendiri dapat menghidupi keluarga, memenuhi biaya pendidikan,
serta mampu menambah peralatan produksi seperti membeli mobil.
Keberadaan industri eternit ini juga mendorong perkembangan industri
penepungan batu gamping/batu kapur, yang sekaligus meningkatkan
pendapatan penambang batu gamping.

Secara umum keberadaan dan pengembangan industri eternit memberi


dampak yang positif, yaitu dengan terbukanya peluang kerja serta
peningkatan pendapatan masyarakat dan sekaligus peningkatan pendapatan
daerah. Tenaga kerja yang dapat terserap pada industri eternit dengan
kapasitas produksi 2.500 lembar per hari adalah sebanyak 36 orang.
Pendapatan untuk tenaga kerja produksi berkisar Rp 937.000 - Rp 986.000
per orang per bulan, relatif lebih tinggi dibandingkan UMR yang berlaku di
Kabupaten Banyumas (Rp 400.000) . Berdasarkan kebutuhan terhadap
tepung batu kapur (mill), industri eternit mampu menyerap 6.000 kg mill per
hari, setara dengan pendapatan pengusaha tepung batu kapur Rp 600.000
per hari. Sedangkan sumbangan usaha ini terhadap pajak berkisar Rp 14
juta - Rp 27 juta per tahun

b. Dampak Lingkungan

Dari sisi dampak terhadap lingkungan, industri eternit tidak menimbulkan


limbah yang berbahaya. Namun harus diperhatikan kesehatan dari pekerja,
untuk memakai masker, karena tepung mill mudah terhirup oleh hidung
sehingga dapat membahayakan kesehatan. Beberapa hasil samping yang
dihasilkan seperti bekas kantong semen dapat dikumpulkan dan dijual
kembali.

Bank Indonesia – Industri Eternit 33


7. Penutup
a. Kesimpulan

1. Industri eternit merupakan industripenunjang bahan bangunan yang


dapat diusahakan hampir di seluruh lokasiyang memiliki sumber daya
bahan baku berupa batu gamping/batu kapur danmudah untuk
mendapatkan semen.
2. Eternit merupakan salah satu alternatifpilihan sebagai langit-langit di
perumahan terutama untuk perumahansederhana karena harganya
yang jauh lebih murah dibandingkan gypsum dantriplek.
3. Pola usaha eternit dapat dijalankan denganmenggunakan peralatan
manual dan teknologi yang relatifsederhana.
4. Total biaya investasi yang dibutuhkanuntuk industri eternit dengan
kapasitas 2.500 lembar per hari adalahsebesar Rp 324.215.000, yang
dibiayai dari pinjaman kredit 60%(Rp 194.529.000 ) dan biaya sendiri
40% (Rp 129.686.000), dengan bungapinjaman 16% dan masa
pinjaman kredit investasi selama 3 tahun.
5. Biaya modal kerja adalah sebesar Rp145.099.875 yang dibiayai dari
pinjaman kredit 60% (Rp 87.059.925) danbiaya sendiri 40% (Rp
58.039.950), dengan bunga pinjaman 16% dan masapinjaman kredit
selama 1 tahun.
6. Secara finansial industri eternit dinilai layak dilaksanakan dengan
kriteria NPV Rp 264.709.511, IRR 47,73%, Net B/C Ratio 1,82 dan PBP
2,4 tahun.
7. Analisa sensitifitas menunjukkan industrieternit lebih sensitif terhadap
penurunan pendapatan dibandingkandengan kenaikan biaya produksi
(biaya variabel), penurunanpendapatan layak sampai 9% sedangkan
kenaikan biaya variabel layaksampai sebesar 12%.
8. Pengembangan industri eternit memberikan manfaat yang positif dari
aspek sosial ekonomi, antara lain tersedianya lapangan kerja serta
peningkatan pendapatan masyarakat, serta usaha ini tidak
menimbulkan dampak yang negatif terhadap lingkungan.

b. Saran

1. Berdasarkan potensi bahan baku, prospek pasar, tingkat teknologi


proses, dan aspek finansial, industri eternit ini, layak untuk dibiayai.
2. Untuk menjamin kelancaran usaha, pihak intansi terkait dan
perbankan juga turut berpartisipasi dalam pembinaan usaha ini pada
lingkup masing-masing instansi. Pembinaan yang perlu diperhatikan
adalah pada aspek pemasaran, antara lain dalam bentuk dukungan
informasi untuk perluasan pasar, serta dukungan permodalan.

Bank Indonesia – Industri Eternit 34


LAMPIRAN

Bank Indonesia – Industri Eternit 35

Anda mungkin juga menyukai