Anda di halaman 1dari 78

MAKALAH

KEPERAWATAN GAWAT DARURAT

ASUHAN KEPERAWATAN FRAKTUR, TRAUMA


MUSKOLOSKELETAL, DAN SINDROM KOMPARTEMEN

KELOMPOK 5 :

1. Anggun Putri R. (010117A008)


2. Duwik Rukayanti (010117A021)
3. Emma Fiana (010117A025)
4. Fiorentina (010117A033)
5. Hamzah Fida N.A. (010117A036)
6. Laeli Magfiroh (010117A044)
7. Larassati (010117A047)
8. Mutya Risty M. (010117A059)

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN

UNIVERSITA NGUDI WALUYO

TAHUN AJARAN 2018/2019


Kata Pengantar

Puji syukur kami panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa


karena dengan rahmat, karunia, serta taufik dan hidayah-Nya kami dapat
menyelesaikan makalah tentang Fraktur dengan baik meskipun banyak
kekurangan didalamnya.
Kami sangat berharap makalah ini dapat berguna dalam rangka
menambah wawasan serta pengetahuan kita mengenai penyakit Fraktur.
Kami juga menyadari sepenuhnya bahwa di dalam makalah ini terdapat
kekurangan dan jauh dari kata sempurna. Oleh sebab itu, kami berharap
adanya kritik, saran dan usulan demi perbaikan makalah yang telah kami
buat di masa yang akan datang, mengingat tidak ada sesuatu yang
sempurna tanpa saran yang membangun.
Semoga makalah sederhana ini dapat dipahami bagi siapapun yang
membacanya. Sekiranya laporan yang telah disusun ini dapat berguna
bagi kami sendiri maupun orang yang membacanya. Sebelumnya kami
mohon maaf apabila terdapat kesalahan kata-kata yang kurang berkenan
dan kami memohon kritik dan saran yang membangun demi perbaikan di
masa depan.

Ungaran , 30 Maret 2019

Penyusun
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan atau tulang
rawan yang disebabkan oleh rudapaksa (trauma atau tenaga fisik). Untuk
memperbaiki posisi fragmen tulang pada fraktur terbuka yang tidak dapat
direposisi tapi sulit dipertahankan dan untuk memberikan hasil yang lebih
baik maka perlu dilakukan tindakan operasi ORIF (Open Rreduktion
wityh Internal Fixation).
Sistem muskuloskeletal merupakan penunjang bentuk tubuh dan
mengurus pergerakan. Komponen utama dari sistem muskuloskeletal
adalah tulang dan jaringan ikat yang menyusun kurang lebih 25 % berat
badan dan otot menyusun kurang lebih 50%. Sistem ini terdiri dari tulang,
sendi, otot rangka, tendon, ligament, dan jaringan-jaringan khusus yang
menghubungkan struktur-struktur ini.
Tulang adalah jaringan yang paling keras diantara jaringan ikat
lainnya yang terdiri atas hampir 50 % air dan bagian padat, selebihnya
terdiri dari bahan mineral terutama calsium kurang lebih 67 % dan bahan
seluler 33%.
Kecelakaan lalu lintas sering sekali terjadi di negara kita,
khususnya di kota ini. Ratusan orang meninggal dan luka-luka tiap tahun
karena peristiwa ini. Memang di negara ini, kasus kecelakaan lalu lintas
sangat tinggi. Kecelakaan lalu-lintas merupakan pembunuh nomor tiga di
Indonesia, setelah penyakit jantung dan stroke. Menurut data kepolisian
Republik Indonesia Tahun 2003, jumlah kecelakaan di jalan mencapai
13.399 kejadian, dengan kematian mencapai 9.865 orang, 6.142 orang
mengalami luka berat, dan 8.694 mengalami luka ringan. Dengan data itu,
rata-rata setiap hari, terjadi 40 kecelakaan lalu lintas yang menyebabkan
30 orang meninggal dunia. Adapun di Sulawesi Selatan, jumlah
kecelakaan juga cenderung meningkat di mana pada tahun 2001 jumlah
korban mencapai 1717 orang, tahun selanjutnya 2.277 orang, 2003
sebanyak 2.672 orang. Tahun 2004, jumlah ini meningkat menjadi 3.977
orang. Tahun 2005 dari Januari sampai September, jumlah korban
mencapai 3.620 orang dengan korban meninggal 903 orang.
Trauma yang paling sering terjadi dalam sebuah kecelakaan adalah
fraktur (patah tulang). Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya
kontinuitas jaringan tulang yang umumnya disebabkan oleh tekanan atau
rudapaksa. Fraktur dibagi atas fraktur terbuka, yaitu jika patahan tulang
itu menembus kulit sehingga berhubungan dengan udara luar, dan fraktur
tertutup, yaitu jika fragmen tulang tidak berhubungan dengan dunia luar.
Secara umum, fraktur terbuka bisa diketahui dengan melihat adanya
tulang yang menusuk kulit dari dalam, biasanya disertai perdarahan.
Adapun fraktur tertutup, bisa diketahui dengan melihat bagian yang
dicurigai mengalami pembengkakan, terdapat kelainan bentuk berupa
sudut yang bisa mengarah ke samping, depan, atau belakang.
Selain itu, ditemukan nyeri gerak, nyeri tekan, dan perpendekan
tulang. Dalam kenyataan sehari-hari, fraktur yang sering terjadi adalah
fraktur ekstremitas dan fraktur vertebra. Fraktur ekstremitas mencakup
fraktur pada tulang lengan atas, lengan bawah, tangan, tungkai atas,
tungkai bawah, dan kaki. Dari semua jenis fraktur, fraktur tungkai atas
atau lazimnya disebut fraktur femur (tulang paha) memiliki insiden yang
cukup tinggi. Umumnya fraktur femur terjadi pada batang femur 1/3
tengah.
B. Rumusan Masalah
1. Apa saja anatomi tulang?
2. Apa itu fraktur?
3. Apa saja etiologi dari fraktur ?
4. Apa saja manifestasi klinik dari fraktur ?
5. Bagaimana patofisiologi dari fraktur ?
6. Apa saja pemeriksaan penunjang fraktur?
7. Apa saja penatalaksanaan medis fraktur?
8. Apa saja komplikasi fraktur ?
9. Bagaimana konsep askep dari fraktur ?
.3 Tujuan Masalah
1. Untuk mengetahui anatomi tulang
2. Untuk mengetahui apa itu fraktur
3. Untuk mengetahui apa saja etiologi dari fraktur
4. Untuk mengetahui apa saja manifestasi klinik dari fraktur
5. Untuk mengetahui bagaimana patofisiologi dari fraktur
6. Untuk mengetahui apa saja pemeriksaan penunjang fraktur
7. Untuk mengetahui apa saja penatalaksanaan medis fraktur
8. Untuk mengetahui apa saja komplikasi fraktur
9. Untuk mengetahui Bagaimana konsep askep dari fraktur

BAB II

PEMBAHASAN

A. Anatomi
1. Struktur Tulang
Tulang sangat bermacam-macam baik dalam bentuk ataupun ukuran,
tapi mereka masih punya struktur yang sama. Lapisan yang paling luar
disebut Periosteum dimana terdapat pembuluh darah dan saraf.
Lapisan dibawah periosteum mengikat tulang dengan benang kolagen
disebut benang sharpey, yang masuk ke tulang disebut korteks. Karena
itu korteks sifatnya keras dan tebal sehingga disebut tulang kompak.
Korteks tersusun solid dan sangat kuat yang disusun dalam unit
struktural yang disebut Sistem Haversian. Tiap sistem terdiri atas
kanal utama yang disebut Kanal Haversian. Lapisan melingkar dari
matriks tulang disebut Lamellae, ruangan sempit antara lamellae
disebut Lakunae (didalamnya terdapat osteosit) dan Kanalikuli. Tiap
sistem kelihatan seperti lingkaran yang menyatu. Kanal Haversian
terdapat sepanjang tulang panjang dan di dalamnya terdapat pembuluh
darah dan saraf yang masuk ke tulang melalui Kanal Volkman.
Pembuluh darah inilah yang mengangkut nutrisi untuk tulang dan
membuang sisa metabolisme keluar tulang. Lapisan tengah tulang
merupakan akhir dari sistem Haversian, yang didalamnya terdapat
Trabekulae (batang) dari tulang.Trabekulae ini terlihat seperti spon
tapi kuat sehingga disebut Tulang Spon yang didalamnya terdapat
bonemarrow yang membentuk sel-sel darah merah. Bone Marrow ini
terdiri atas dua macam yaitu bonemarrow merah yang memproduksi
sel darah merah melalui proses hematopoiesis dan bonemarrow
kuning yang terdiri atas sel-sel lemak dimana jika dalam proses
fraktur bisa menyebabkan Fat EmbolismSyndrom (FES).
Tulang terdiri dari tiga sel yaitu osteoblast, osteosit, dan osteoklast.
Osteoblast merupakan sel pembentuk tulang yang berada di bawah
tulang baru. Osteosit adalah osteoblast yang ada pada matriks.
Sedangkan osteoklast adalah sel penghancur tulang dengan menyerap
kembali sel tulang yang rusak maupun yang tua. Sel tulang ini diikat
oleh elemen-elemen ekstra seluler yang disebut matriks. Matriks ini
dibentuk oleh benang kolagen, protein, karbohidrat, mineral, dan
substansi dasar (gelatin) yang berfungsi sebagai media dalam difusi
nutrisi, oksigen, dan sampah metabolisme antara tulang daengan
pembuluh darah. Selain itu, didalamnya terkandung garam kalsium
organik (kalsium dan fosfat) yang menyebabkan tulang
keras.sedangkan aliran darah dalam tulang antara 200 – 400 ml/ menit
melalui proses vaskularisasi tulang (Black,J.M,et al,1993 dan
Ignatavicius, Donna. D,1995).
2. Tulang Panjang

Adalah tulang yang panjang berbentuk silinder dimana ujungnya


bundar dan sering menahan beban berat (Ignatavicius, Donna. D,
1995). Tulang panjang terdiriatas epifisis, tulang rawan, diafisis,
periosteum, dan medula tulang. Epifisis (ujung tulang) merupakan
tempat menempelnya tendon dan mempengaruhi kestabilan sendi.
Tulang rawan menutupi seluruh sisi dari ujung tulang dan
mempermudah pergerakan, karena tulang rawan sisinya halus dan
licin. Diafisis adalah bagian utama dari tulang panjang yang
memberikan struktural tulang. Metafisis merupakan bagian yang
melebar dari tulang panjang antara epifisis dan diafisis. Metafisis ini
merupakan daerah pertumbuhan tulang selama masa pertumbuhan.
Periosteum merupakan penutup tulang sedang rongga medula
(marrow) adalah pusat dari diafisis (Black, J.M, etal, 1993)

3. Tulang Humerus

Tulang humerus terbagi menjadi tiga bagian yaitu kaput (ujung atas),
korpus, dan ujung bawah.

a. Kaput

Sepertiga dari ujung atas humerus terdiri atas sebuah kepala, yang
membuat sendi dengan rongga glenoid dari skapla dan merupakan
bagian dari banguan sendi bahu. Dibawahnya terdapat bagian yang
lebih ramping disebut leher anatomik. Disebelah luar ujung atas
dibawah leher anatomik terdapat sebuah benjolan, yaitu
Tuberositas Mayor dan disebelah depan terdapat sebuah benjolan
lebih kecil yaitu Tuberositas Minor. Diantaratuberositas terdapat
celah bisipital (sulkusintertuberkularis) yang membuat tendon dari
otot bisep. Dibawahtuberositas terdapat leher chirurgis yang
mudah terjadi fraktur.

b. Korpus

Sebelah atas berbentuk silinder tapi semakin kebawah semakin


pipih. Disebelah lateral batang, tepat diatas pertengahan disebut
tuberositasdeltoideus (karena menerima insersi otot deltoid).
Sebuah celah benjolan oblik melintasi sebelah belakang, batang,
dari sebelah medial ke sebelah lateral dan memberi jalan kepada
saraf radialis atau saraf muskulo-spiralis sehingga disebut celah
spiralis atau radialis.

c. Ujung Bawah

Berbentuk lebar dan agak pipih dimana permukaan bawah sendi


dibentuk bersama tulang lengan bawah. Trokhlea yang terlatidak
di sisi sebelah dalam berbentuk gelendong-benang tempat
persendian dengan ulna dan disebelah luar etrdapat kapitulum
yang bersendi dengan radius. Pada kedua sisi persendian ujung
bawah humerus terdapat epikondil yaitu epikondil lateral dan
medial. (Pearce, Evelyn C, 1997)

Fungsi Tulang

 Memberi kekuatan pada kerangka tubuh.

 Tempat mlekatnya otot.

 Melindungi organ penting.

 Tempat pembuatan sel darah.

 Tempat penyimpanan garam mineral.

(Ignatavicius, Donna D, 1993)

B. Definisi
Fraktur adalah putusnya hubungan normal suatu tulang atau tulang
rawan yang disebabkan oleh kekerasan. (E. Oerswari, 1989 : 144).
Fraktur atau patah tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan
tulang atau tulang rawan yang umumnya disebabkan oleh rudapaksa
(Mansjoer, 2000 : 347).
Fraktur tertutup adalah bila tidak ada hubungan patah tulang
dengan dunia luar. Fraktur terbuka adalah fragmen tulang meluas
melewati otot dan kulit, dimana potensial untuk terjadi infeksi
(Sjamsuhidajat, 1999 : 1138).
Fraktur femur adalah terputusnya kontinuitas batang femur yang
bisa terjadi akibat trauma langsung (kecelakaan lalu lintas, jatuh dari
ketinggian), dan biasanya lebih banyak dialami oleh laki-laki dewasa.
Patah pada daerah ini dapat menimbulkan perdarahan yang cukup banyak,
mengakibatkan pendertia jatuh dalam syok (FKUI, 1995:543).
Fraktur olecranon adalah fraktur yang terjadi pada siku yang
disebabkan oleh kekerasan langsung, biasanya kominuta dan disertai oleh
fraktur lain atau dislokasi anterior dari sendi tersebut (FKUI, 1995:553).
Klasifikasi fraktur secara umum:
1. Berdasarkan tempat (Fraktur humerus, tibia, clavicula, ulna,
radius dan cruris dst).
2. Berdasarkan komplit atau ketidakklomplitan fraktur:
a. Fraktur komplit (garis patah melalui seluruh
penampang tulang atau melalui kedua korteks tulang).
b. Fraktur tidak komplit (bila garis patah tidak melalui
seluruh garis penampang tulang).
3. Berdasarkan bentuk dan jumlah garis patah :
a. Fraktur Komunitif: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu dan saling berhubungan.
b. Fraktur Segmental: fraktur dimana garis patah lebih
dari satu tapi tidak berhubungan.
c. Fraktur Multiple: fraktur dimana garis patah lebih dari
satu tapi tidak pada tulang yang sama.
4. Berdasarkan posisi fragmen :
a. Fraktur Undisplaced (tidak bergeser): garis patah
lengkap ttetapi kedua fragmen tidak bergeser dan
periosteum masih utuh.
b. Fraktur Displaced (bergeser): terjadi pergeseran
fragmen tulang yang juga disebut lokasi fragmen
5. Berdasarkan sifat fraktur (luka yang ditimbulkan).
a. Faktur Tertutup (Closed), bila tidak terdapat hubungan
antara fragmen tulang dengan dunia luar, disebut juga
fraktur bersih (karena kulit masih utuh) tanpa
komplikasi. Pada fraktur tertutup ada klasifikasi
tersendiri yang berdasarkan keadaan jaringan lunak
sekitar trauma, yaitu:
1. Tingkat 0: fraktur biasa dengan sedikit atau
tanpa ceddera jaringan lunak sekitarnya.
2. Tingkat 1: fraktur dengan abrasi dangkal atau
memar kulit dan jaringan subkutan.
3. Tingkat 2: fraktur yang lebih berat dengan
kontusio jaringan lunak bagian dalam dan
pembengkakan.
4. Tingkat 3: cedera berat dengan kerusakan
jaringan lunak yang nyata ddan ancaman
sindroma kompartement.
b. Fraktur Terbuka (Open/Compound), bila terdapat
hubungan antara hubungan antara fragmen tulang
dengan dunia luar karena adanya perlukaan kulit.
Fraktur terbuka dibedakan menjadi beberapa grade
yaitu :
1. Grade I : luka bersih, panjangnya kurang dari 1
cm.
2. Grade II : luka lebih luas tanpa kerusakan
jaringan lunak yang ekstensif.
3. Grade III : sangat terkontaminasi, dan
mengalami kerusakan jaringan lunak ekstensif.
6. Berdasar bentuk garis fraktur dan hubungan dengan
mekanisme trauma:
a. Fraktur Transversal: fraktur yang arahnya melintang
pada tulang dan merupakan akibat trauma angulasi
atau langsung.
b. Fraktur Oblik: fraktur yang arah garis patahnya
membentuk sudut terhadap sumbu tulang dan
meruakan akibat trauma angulasi juga.
c. Fraktur Spiral: fraktur yang arah garis patahnya
berbentuk spiral yang disebabkan trauma rotasi.
d. Fraktur Kompresi: fraktur yang terjadi karena trauma
aksial fleksi yang mendorong tulang ke arah
permukaan lain.
e. Fraktur Avulsi: fraktur yang diakibatkan karena
trauma tarikan atau traksi otot pada insersinya pada
tulang.
7. Berdasarkan kedudukan tulangnya :
a. Tidak adanya dislokasi.
b. Adanya dislokasi
1. At axim : membentuk sudut.
2. At lotus : fragmen tulang berjauhan.
3. At longitudinal : berjauhan memanjang.
4. At lotus cum contractiosnum : berjauhan dan
memendek.
8. Berdasarkan posisi frakur
Sebatang tulang terbagi menjadi tiga bagian :
a. 1/3 proksimal
b. 1/3 medial
c. 1/3 distal
9. Fraktur Kelelahan : Fraktur akibat tekanan yang
berulang-ulang.
10. Fraktur Patologis : Fraktur yang diakibatkan karena
proses patologis tulang.
C. Etiologi
1. Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik
terjadinya kekerasan. Fraktur demikian demikian sering bersifat
fraktur terbuka dengan garis patah melintang atau miring.
2. Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat
yang jauh dari tempat terjadinya kekerasan. Yang patah biasanya
adalah bagian yang paling lemah dalam jalur hantaran vektor
kekerasan.
3. Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan
dapat berupa pemuntiran, penekukan, penekukan dan penekanan,
kombinasi dari ketiganya, dan penarikan. (Oswari E, 1993)
D. Manifestasi klinis
Manifestasi fraktur menurut Brunner & Suddarth (2005) adalah
nyeri, hilangnya fungsi, deformitas, pemendekan ekstremitas, krepitus,
pembengkakan local dan perubahan warna.

 Nyeri terus menerus dan bertambah beratnya sampai fregmen


tulang diimobilisasi. Spasme otot yang menyertai fraktur
merupakan bentuk bidai alamiah yang dirancang untuk
meminimalkan gerakan antar fragmen tulang.
 Setelah terjadi fraktur, bagian – bagian tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak alamiah (gerakan luar biasa)
bukannya tetap rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada
fraktur lengan atau tungkai menyebabkan deformitas (terlihat
maupun teraba) ekstremitas yang bias diketahui dengan
membandingkan dengan ekstremitas normal. Ekstremitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada
integritas tulang tempat melengketnya otot.
 Pada fraktur panjang, terjadinya pemendekan tulang yang
sebenarnya karena kontraksi otot yang melekat diatas atau dibawah
tempat fraktur. Fraktur sering saling melingkupi satu sama lain
sampai 2,5 sampai 5 cm (1-2 inci).
 Saat ekstremitas diperiksa dengan tangan, teraba adanya derik
tulang dinamakan krepitus yang teraba akibat gesekan antara
fragmen satu dengan lainnya.
 Pembengkakan dan perubahan warna local pada kulit terjadi
sebagai akibat trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur.
E. Patofisiologi

Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan


gaya pegas untuk menahan tekanan (Apley, A. Graham, 1993). Tapi
apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang dapat diserap
tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan rusaknya
atau terputusnya kontinuitas tulang (Carpnito, LyndaJuall, 1995). Setelah
terjadi fraktur, periosteum dan pembuluh darah serta saraf dalam korteks,
marrow, dan jaringan lunak yang membungkus tulang rusak. Perdarahan
terjadi karena kerusakan tersebut dan terbentuklah hematoma di rongga
medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan ke bagian tulang yang
patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi terjadinya
respon inflamasi yang ditandai denagnvasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. Kejadian inilah yang merupakan
dasar dari proses penyembuhan tulang nantinya (Black, J.M, etal, 1993).

a. Faktor-faktor yang mempengaruhi fraktur

1. Faktor Ekstrinsik

Adanya tekanan dari luar yang bereaksi pada tulang yang


tergantung terhadap besar, waktu, dan arah tekanan yang dapat
menyebabkan fraktur.

2. Faktor Intrinsik

Beberapa sifat yang terpenting dari tulang yang menentukan


daya tahan untuk timbulnya fraktur seperti kapasitas absorbsi
dari tekanan, elastisitas, kelelahan, dan kepadatan atau
kekerasan tulang. ( Ignatavicius, Donna D, 1995 )

b. Biologi penyembuhan tulang

Tulang bisa beregenerasi sama seperti jaringan tubuh yang


lain. Fraktur merangsang tubuh untuk menyembuhkan tulang yang
patah dengan jalan membentuk tulang baru diantara ujung patahan
tulang. Tulang baru dibentuk oleh aktivitas sel-sel tulang. Ada
lima stadium penyembuhan tulang, yaitu:

1. Stadium Satu-Pembentukan Hematoma

Pembuluh darah robek dan terbentuk hematomadisekitar


daerah fraktur. Sel-sel darah membentuk fibrin guna
melindungi tulang yang rusak dan sebagai tempat
tumbuhnya kapiler baru dan fibroblast. Stadium ini
berlangsung 24 – 48 jam dan perdarahan berhenti sama
sekali.

2. Stadium Dua-Proliferasi Seluler


Pada stadium initerjadi proliferasi dan differensiasi sel
menjadi fibro kartilago yang berasal dari
periosteum,`endosteum,danbonemarrow yang telah
mengalami trauma. Sel-sel yang mengalami proliferasi ini
terus masuk ke dalam lapisan yang lebih dalam dan
disanalahosteoblast beregenerasi dan terjadi proses
osteogenesis. Dalam beberapa hari terbentuklah tulang
baru yang menggabungkan kedua fragmen tulang yang
patah. Fase ini berlangsung selama 8 jam setelah fraktur
sampai selesai, tergantung frakturnya.

3. Stadium Tiga-Pembentukan Kallus

Sel–sel yang berkembang memiliki potensi yang


kondrogenik dan osteogenik, bila diberikan keadaan yang
tepat, sel itu akan mulai membentuk tulang dan juga
kartilago. Populasi sel ini dipengaruhi oleh kegiatan
osteoblast dan osteoklast mulai berfungsi dengan
mengabsorbsi sel-sel tulang yang mati. Massa sel yang
tebal dengan tulang yang imatur dan kartilago, membentuk
kallus atau bebat pada permukaan endosteal dan
periosteal. Sementara tulang yang imatur (anyaman
tulang ) menjadi lebih padat sehingga gerakan pada tempat
fraktur berkurang pada 4 minggu setelah fraktur
menyatu.

4. Stadium Empat-Konsolidasi

Bila aktivitas osteoclast dan osteoblast berlanjut, anyaman


tulang berubah menjadi lamellar. Sistem ini sekarang
cukup kaku dan memungkinkan osteoclast menerobos
melalui reruntuhan pada garis fraktur, dan tepat
dibelakangnyaosteoclast mengisi celah-celah yang tersisa
diantara fragmen dengan tulang yang baru. Ini adalah
proses yang lambat dan mungkin perlu beberapa bulan
sebelum tulang kuat untuk membawa beban yang normal.

5. Stadium Lima-Remodelling

Fraktur telah dijembatani oleh suatu manset tulang yang


padat. Selama beberapa bulan atau tahun, pengelasan kasar
ini dibentuk ulang oleh proses resorbsi dan pembentukan
tulang yang terus-menerus. Lamellae yang lebih tebal
diletidakkan pada tempat yang tekanannya lebih tinggi,
dinding yang tidak dikehendaki dibuang, rongga sumsum
dibentuk, dan akhirnya dibentuk struktur yang mirip
dengan normalnya.(Black, J.M, etal, 1993 dan Apley,
A.Graham,1993).,

F. Pathway

Trauma

Fraktur
Cedera sel Luka
terbuka

Degranulasi sel mast Terapi restrictif


Gg. Integritas
kulit

Pelepasan Gg. mediator kimia Port de’ entri kuman


Mobilitas
Fisik

Resiko Infeksi
Nociceptor Medulla spinalis

Korteks serebri

Nyeri

G. Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan diagnostik fraktur yaitu:

a. Pemeriksaan rontgen : menentukan lokasi dan luasnya fraktur

b. Scan tulang, tonogram, scan CT/MRI : memperlihatkan fraktur,


juga dapat digunakan untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan
lunak.
c. Arteriogram : dilakukan bila kerusakan vaskuler dicurigai

d. Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi)


atau menurun (perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ
jauh pada taruma multiple).

e. Kreatinin : trauma otot meningkat beban kreatinin untuk kliren


ginjal

f. Profil koagulasi : perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah,


transfusi multiple atau cedera hari.
H. Penatalaksanaan Medis
Prinsip penanganan fraktur meliputi reduksi, imobilisasi dan
pengembalian fungsi serta kekuatan normal dengan rehabilitasi. Reduksi
fraktur berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis. Metode untuk mencapai reduksi fraktur adalah dengan
reduksi tertutup, traksi, dan reduksi terbuka. Metode yang dipilih untuk
mereduksi fraktur bergantung pada sifat frakturnya.
Pada kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Selanjutnya traksi
dapat dilakukan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi.
Beratnya traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi. Pada fraktur
tertentu memerlukan reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen
tulang direduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup,
plat, paku atau batangan logam dapat digunakan untuk mempertahankan
fragmen tulang dalam posisinya samapai penyembuhan tulang solid
terjadi. Tahapan selanjutnya setelah fraktur direduksi adalah
mengimobilisasi dan mempertahankan fragmen tulang dalam posisi dan
kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat
dilakukan dengan fiksasi interna dan fiksasi eksterna. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontin, pin dan teknik
gips. Sedangkan implant logam digunakan untuk fiksasi interna.
Mempertahankan dan mengembalikan fragmen tulang dapat
dilakukan dengan reduksi dan imobilisasi. Pantau status neurovaskuler,
latihan isometrik, dan memotivasi klien untuk berpartisipasi dalam
memperbaiki kemnadirian dan harga diri (Brunner & Suddarth, 2005).
Prinsip penanganan fraktur dikenal dengan empat R yaitu:

a. Rekognisi adalah menyangkut diagnosis fraktur pada tempat


kejadian dan kemudian dirumah sakit.
b. Reduksi adalah usaha dan tindakan memanipulasi fragmen-
fragmen tulang yang patah sedapat mungkin untuk kembali
seperti letak asalnya.

c. Retensi adalah aturan umum dalam pemasangan gips, yang


dipasang untuk mempertahankan reduksi harus melewati sendi
diatas fraktur dan dibawah fraktur.

d. Rehabilitasi adalah pengobatan dan penyembuhan fraktur (Price,


2006).
Penatakansanaan perawat menurut Masjoer (2003), adalah sebagai
berikut:

a. Terlebih dahulu perhatikan adanya perdarahan, syok dan


penurunan kesadaran, baru periksa patah tulang.

b. Atur posisi tujuannya untuk menimbulkan rasa nyaman,


mencegah kompikasi

c. Pemantauan neurocirculatory yang dilakukan setiap jam secara


dini, dan pemantauan neurocirculatory pada daerah yang cedera
adalah:

- Merabah lokasi apakah masih hangat

- Observasi warna

- Menekan pada akar kuku dan perhatikan pengisian kembali


kapiler

- Tanyakan pada pasien mengenai rasa nyeri atau hilang


sensasi pada lokasi cedera

- Meraba lokasi cedera apakah pasien bisa membedakan rasa


sensasi nyeri.

- Observasi apakah daerah fraktur bisa digerakkan.


d. Pertahankan kekuatan dan pergerakan

e. Mempertahankan kekuatan kulit

f. Meningkatkan gizi, makanan-makanan yang tinggi serat anjurkan


intake protein 150-300 gr/hari.

g. Memperhatikan immobilisasi fraktur yang telah direduksi dengan


tujuan untuk mempertahankan fragmen yang telah dihubungkan
tetap pada tempatnya sampai sembuh.
Tahap-tahap penyembuhan fraktur menurut Brunner & Suddart (2005):

a. Inflamasi tubuh berespon pada tempat cedera terjadi hematom

b. Poliferasi sel terbentuknya barang-barang fibrin sehingga terjadi


revaskularisasi

c. Pembentukan kalus jaringan fibrus yang menghubungkan efek


tulang

d. Opsifikasi merupakan proses penyembuhan pengambilan jaringan


tulang yang baru

e. Remodeling perbaikan patah yang meliputi pengambilan jaringan


yang mati dan reorganisai.
I. Komplikasi fraktur

1. Komplikasi Awal

a. Kerusakan Arteri

Pecahnya arteri karena trauma bisa ditandai dengan tidak adanya


nadi, CRT menurun, cyanosis bagian distal, hematoma yang lebar,
dan dingin pada ekstrimitas yang disebabkan oleh tindakan
emergensisplinting, perubahan posisi pada yang sakit, tindakan
reduksi, dan pembedahan.
b. KompartementSyndrom

KompartementSyndrom merupakan komplikasi serius yang terjadi


karena terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam
jaringan parut. Ini disebabkan oleh oedema atau perdarahan yang
menekan otot, saraf, dan pembuluh darah. Selain itu karena
tekanan dari luar seperti gips dan embebatan yang terlalu kuat.

c. Fat EmbolismSyndrom

Fat EmbolismSyndrom (FES) adalah komplikasi serius yang


sering terjadi pada kasus fraktur tulang panjang. FES terjadi
karena sel-sel lemak yang dihasilkan bonemarrow kuning masuk
ke aliran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah
rendah yang ditandai dengan gangguan pernafasan, tachykardi,
hypertensi, tachypnea, demam.

d. Infeksi

System pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.


Pada trauma orthopedic infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan
masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus fraktur terbuka,
tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan
seperti pin dan plat.

e. Avaskuler Nekrosis

Avaskuler Nekrosis (AVN) terjadi karena aliran darah ke tulang


rusak atau terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang dan
diawali dengan adanya Volkman’sIschemia.

f. Shock

Shock terjadi karena kehilangan banyak darah dan meningkatnya


permeabilitas kapiler yang bisa menyebabkan menurunnya
oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.
2. Komplikasi Dalam Waktu Lama

a. Delayed Union

Delayed Union merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai


dengan waktu yang dibutuhkan tulang untuk menyambung. Ini
disebabkan karenn\a penurunan supai darah ke tulang.

b. Nonunion

Nonunion merupakan kegagalan fraktur berkkonsolidasi dan


memproduksi sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-
9 bulan. Nonunion ditandai dengan adanya pergerakan yang
berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthrosis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang
kurang.

c. Malunion

Malunion merupakan penyembuhan tulang ditandai dengan


meningkatnya tingkat kekuatan dan perubahan bentuk
(deformitas). Malunion dilakukan dengan pembedahan dan
reimobilisasi yang baik. (Black, J.M, etal, 1993).

BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
1. Survai Primari pada klien fraktur
a. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang
mengalami fraktur, meliputi pemeriksaan adanya obstruksi
jalan nafas yang dapat disebabkan benda asing, fraktur
wajah, fraktur mandibula atau maksila, fraktur laring atau
trachea. Usaha untuk membebaskan jalan nafas harus
melindungi vertebra servikal karena kemungkinan
patahnya tulang servikal harus selalu diperhitungkan.
Dalam hal ini dapat dilakukan chin lift, tetapi tidak boleh
mengakibatkan hiperekstensi leher.
Cara melakukan chinlift dengan menggunakan jari-
jari satu tangan yang diletakan dibawah mandibula,
kemudian mendorong dagu ke anterior. Ibu jari tangan
yang sama sedikit menekan bibir bawah untuk membuka
mulut dan jika diperlukan ibu jari dapat diletakkan didalam
mulut dibelakang gigi seri untuk mengangkat dagu. Jaw
trust juga merupakan tekhnik untuk membebaskan jalan
nafas. Tindakan ini dilakukan oleh dua tangan masing-
masing satu tangan dibelakang angulus mandibula dan
menarik rahang ke depan. Bila tindakan ini dilakukan
memakai face-mask akan dicapai penutupan sempurna dari
mulut sehingga dapat dilakukan ventilasi yang baik. Jika
kesadaran klien menurun pembebasan jalan nafas dapat
dipasang guedel (oro-pharyngeal airway) dimasukkan
kedalam mulut dan diletakkan dibelakang lidah.
Cara terbaik adalah dengan menekan lidah dengan
tongue spatol dan mendorong lidah kebelakang, karena
dapat menyumbat fariks. Pada klien sadar tidak boleh
dipakai alat ini, karena dapat menyebabkan muntah dan
terjadi aspirasi. Cara lain dapat dilakukan dengan
memasukkan guedel secara terbalik sampai menyentuh
palatum molle, lalu alat diputar 180o dan diletakkan
dibelakang lidah. Naso-Pharyngeal airway juga merupakan
salah satu alat untuk membebaskan jalan nafas. Alat ini
dimasukkan pada salah satu lubang hidung yang tidak
tersumbat secara perlahan dimasukkan sehingga ujungnya
terletak di fariks. Jika pada saat pemasangan mengalami
hambatan berhenti dan pindah kelubang hidung yang
satunya. Selama memeriksa dan memperbaiki jalan nafas,
harus diperhatikan bahwa tidak boleh dilakukan ekstensi,
fleksi atau rotasi leher.
b. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi
yang baik. Pertukaran gas yang terjadi pada saat bernafas
mutlak untuk pertukaran oksigen dan mengeluarkan
karbondioksida dari tubuh. Ventilasi yang baik meliputi
fungsi yang baik dari paru, dinding dada dan diafragma.
Dada klien harus dibuka untuk melihat pernafasan yang
baik. Auskultasi dilakukan untuk memastikan masuknya
udara ke dalam paru. Perkusi dilakukan untuk menilai
adanya udara atau darah dalam rongga pleura. Inspeksi dan
palpasi dapat mengetahui kelainan dinding dada yang
mungkin mengganggu ventilasi. Evaluasi kesulitan
pernafasan karena edema pada klien cedera wajah dan
leher. Perlukaan yang mengakibatkan gangguan ventilasi
yang berat adalah tension pneumothoraks, flail chest
dengan kontusio paru, open pneumothoraks dan
hemathotoraks massif. Jika terjadi hal yang demikian
siapkan klien untuk intubasi trakea atau trakeostomi sesuai
indikasi.
c. Circulation
Control pendarahan bena dengan menekan
langsung sisi area perdarahan bersamaan dengan tekanan
jari pada arteri paling dekat dengan area perdarahan. Kaji
tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah, kulit
dingin, lembab dan nadi halus. Darah yang keluar
berkaitan dengan fraktur femur dan pelvis. Pertahankan
tekanan darah dengan infuse IV, plasma. Berikan transfuse
untuk terapi komponen darah sesuai ketentuan setelah
tersedia darah. Berikan oksigen karena obstruksi jantung
paru menyebabkan penurunan suplai oksigen pada jaringan
menyebabkan kolaps sirkulsi. Pembebatan ekstremitas dan
pengendalian nyeri penting dalam mengatasi syok yang
menyertai fraktur.
d. Disability/evaluasi neurologis
Dievalusai keadaan neurologisnya secara cepat, yaitu
tingkat kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan
kesadaran dapat disebabkan penurunan oksigen atau
penurunan perfusi ke otak atau perlukaan pada otak.
Perubahan kesadaran menuntutu dilakukannya
pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi, perfusi dan
oksigenasi.
e. Exporsur/ control lingkungan
Di Rs klien harus dibuka keseluruhan
pakainnya,untuk evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka,
penting agar klin tidak kedinginan, harus diberikan selimut
hangat dan diberikan cairan intravena yang sudah
dihangatkan.
2. Survai skunder
1) Kaji riwayat trauma, mengetahui riwayat trauma, karena
penampilan luka kadang tidak sesuai dedngan parahnya
cidera, jika ada saksi seseorang dapat menceritakan
kejadiannya sementara petugas melakukan pemeriksaan
klien.
2) Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepa;a
sampai kaku secara sistematis, inspeksi adanya laserasi
bengkak dan deformitas.
3) Pemeriksaan Fisik (Review of Systems)
a. B1 – Breath (Pernafasan)
Memperhatikan pola nafas klien. Pola nafas yang cepat
dan ireguler mengindikasikan klien merasakan nyeri
pada angota bagian tubuhnya.
b. B2 – Blood (Kardiovaskuler)
Memperhatikan irama dan frekuensi denyut jantung,
reguler/ireguler.
Perabaan denyut nadi perifer untuk
mengindikasikan kemungkinanadanya perdarahan
didalam dekat jaringan yang mengalami
fraktur,sehingga nadi teraba cepat namun lemah.
c. B3 – Brain (Perkemihan)
Tingkat kesadaran klien dapat dikaji lewat pertanyaan-
pertanyaanseperti nama dan alamat klien, dan
menentukan nilai GCS klien.
d. B4 – Bladder (Perkemihan)
Memeriksan jumlah, warna, dan karaktersitik urine. Ada
atau tidaknyadistensi kandung kemih.
e. B5 – Bowel (Pencernaan)
Penilaian apda rongga mulut, ada tidaknya lesi pada
mulut atauperubahan pada lidah menunjukkan adanya
dehidrasi. Ada atautidaknya bising usus. Ada atau
tidaknya distensi abdomen.
f. B6 – Bone (Muskuloskeletal)
Perhatikan warna kulit, suhu, kelembaban, dan turgor
kulit. Kebiruanmenunjukkan sianosis, kemerahan
menunjukkan adanya infeksi atauperdarahan. Warna
kulit pucat menandakan klien memiliki
kadarHemoglobin (Hb) yang rendah. Mengkaji rentang
gerak dan kekuatanekstremitas klien, dan juga melihat
integritas atau keutuhan kulitklien.
4) Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple:
a) Trauma pada tungkai akibat jatuh dari ketinggian
sering disertai dengan trauma pada lumbal
b) Trauma pada lutut saat pasien jatuh dengan posisi
duduk dapat disertai dengan trauma panggul
c) Trauma lengan sering menyebabkan trauma pada
siku sehingga lengan dan siku harus dievakuasi
bersamaan.
d) Trauma proksimal fibula dan lutut sering
menyebabkan trauma pada tungkai bawah.
5) Kaji adanya nyeri pada area fraktur dan dislokasi
6) Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
7) Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur
pelvis dan femur.
8) Kaji adanya sindrom kompartemen, fraktur terbuka,
tertutup dapat menyebabkan perdarahan atau hematoma
pada daerah yang tertutup sehingga menyebabkan
penekanan saraf.
9) Kaji TTV secara continue.

B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen cidera
fisik(mis.,abses,amputasi,luka bakar,terpotong,mengangkat
berat,prosedur bedah,tauma,olahraga berlebihan).
2) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan, perubahan
status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan sensasi
ditandai dengan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan, penurunan
berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan nekrotik.
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/
ketidaknyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
4) Risiko infeksi berhubungan dengan stasis cairan tubuh, respons
inflamasi tertekan, prosedur invasif dan jalur penusukkan,
luka/kerusakan kulit, insisi pembedahan.

C. Intervensi Keperawatan

No Tanggal/ Diangosa Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi


Jam Keperawatan (NOC) (NIC)
1 00132,Nyeri akut Setelah dilakukan tindakan 1400,Pain Management
berhubungan keperawatan selama 3x24. jam - Lakukan pengkajian nyer
dengan agen cidera diharapkan nyeri klien dapat secara komprehensif termasuk
fisik(mis.,abses,am teratasi dengan kriteria hasil: lokasi, karakteristik, durasi
putasi,luka 1605,Pain control frekuensi, kualitas, dan fakto
bakar,terpotong,me - Mampu mengontrol nyeri presipitasi.
ngangkat (tahu penyebab nyeri, - Observasi reaksi nonverba
berat,prosedur mampu menggunakan dari ketidaknyamanan
bedah,tauma,olahra teknik nonfarmakologi - Ajarkan teknik non
ga berlebihan.) untuk mengurangi nyeri, farmakologis (relaksasi
mencari bantuan) distraksi dll) untuk mengetas
- Melaporkan bahwa nyeri nyeri.
berkurang dengan - Evaluasi tindakan pengurang
menggunakan manajemen nyeri/kontrol nyeri.
- Kolaborasi dengan dokter bila
nyeri.
- Mampu mengenali nyeri ada komplain tentang
(skala, intensitas, frekuensi pemberian analgetik tidak
dan tanda nyeri) berhasil.
- Menyatakan rasa nyaman
setelah nyeri berkurang.

2 00046,Kerusakan Setelah dilakukan tindakan 3500,Pressure Management


integritas kulit keperawatan selama 3x24 jam - Monitor kulit akan adanya
berhubungan diharapkan kerusakan kemerahan
dengan tekanan, integritas kulit klien dapat - Hindari kerutan pada tempa
perubahan status teratasi dengan kriteria hasil: tidur
metabolik, 1101,Tissue Integrity : Skin - Jaga kebersihan kulit aga
kerusakan sirkulasi and Mucous tetap bersih dan kering.
- Mobilisasi pasien (ubah posis
dan penurunan - Integritas kulit yang baik
pasien) setiap dua jam sekali
sensasi ditandai bisa dipertahankan (sensasi,
- Oleskan lition atau
dengan oleh elastisitas, temperatur,
minyak/baby oil pada daerah
terdapat luka / hidrasi, pigmentasi).
yang tertekan
ulserasi, - Tidak ada luka/lesi pada
- Mandikan pasien dengan
kelemahan, kulit
sabun dan air hangat.
penurunan berat - Perfusi jaringan baik
- Menunjukkan pemahaman
badan, turgor kulit
dalam proses perbaikan
buruk, terdapat
kulit dan mencegah
jaringan nekrotik
terjadinya cedera berulang.
- Mampu melindungi kulit
dan mempertahankan
kelembaban kulit dan
perawatan alami.
3 00085,Hambatan Setelah dilakukan tindakan 0221,Exercise therapy
mobilitas fisik keperawatan selama 3x24 jam ambulantion
berhubungan diharapkan klien dapat - Monitor vital sign sebelum
dengan nyeri/ beraktivitas secara mandiri sesudah latihan dan liha
ketidaknyamanan, dengan kriteria hasil: respon pasien saat latihan
kerusakan 0208,Mobility Level - Konsultasikan dengan terap
muskuloskletal, - Klien meningkat dalam fisik tentang rencana
terapi pembatasan aktivitas fisik ambulasi sesuai dengan
aktivitas, dan - Mengerti tujuan dari kebutuhan
penurunan peningkatan mobilitas - Bantu klien untuk
kekuatan/tahanan - Memverbalisasikan menggunakan tongkat saa
perasaan dalam berjalan dan cegah terhadap
meningkatan kekuatan dan cedera
kemampuan berpindah. - Ajarkan pasien atau tenaga
- Memperagakan penggunaan kesehatan lain tentang teknik
alat bantu untuk mobilisasi ambulasi
(walker). - Kaji kemampuan klien dalam
mobilisasi
- Latih pasien dalam
pemenuhan kebutuhan ADL
secara mandiri sesua
kemampuan
- Dampingi dan bantu pasien
saat mobilisasi dan bantu
penuhi kebutuhan ADL
pasien.
- Berikan alat bantu jika klien
memerlukan
- Ajarkan pasien bagaimana
merubah posisi dan berikan
bantuan jika diperlukan.
4 00004,Risiko Setelah dilakukan tindakan 6540,Infection Control
infeksi keperawatan selama 3x24. jam - Bersihkan lingkungan setelah
berhubungan diharapkan resiko infeksi tidak dipakai pasien lain
dengan stasis terjadi dengan kriteria hasil: - Pertahankan teknik isolasi
cairan tubuh, 1902,Risk Control - Batasi pengunjung bila perlu
- Instruksikan pada
respons inflamasi - Klien bebas dari tanda dan
pengunjung untuk mencuc
tertekan, prosedur gejala infeksi
- Mendeskripsikan proses tangan saat berkunjung dan
invasif dan jalur
penularan penyakit, faktor setelah berkunjung
penusukkan,
yang mempengaruhi meninggalkan pasien.
luka/kerusakan
- Gunakan sabun antimikroba
kulit, insisi penularan serta
untuk mencuci tangan
pembedahan penatalaksanaannnya.
- Cuci tangan setiap dan
- Menunjukkan kemampuan
sesudah melakukan tindakan
untuk mencegah timbulnya
keperawatan
infeksi
- Pertahankan lingkungan
- Jumlah leukosit dalam batas
aseptik selama pemasangan
normal
- Menunjukkan perilaku alat.
- Monitor tanda dan gejala
hidup sehat
infeksi sistemik dan lokal
- Monitor kerentanan terhadap
infeksi
- Berikan terapi antibiotik bila
perlu
SINDROM KOMPLAMENTER
A. Pengertian
Sindrom kompartemen merupakan suatu kondisi dimana terjadi
peningkatan tekanan dalam suatu kompartemen sehingga mengakibatkan
penekanan terhadap saraf, pembuluh darah dan otot di dalam kompartemen
osteofasial yang tertutup. Hal ini mengawali terjadinya peningkatan tekanan
interstisial, kurangnya oksigen dari penekanan pembuluh darah, dan diikuti
dengan kematian jaringan.
Sindrom Kompartemen merupakan suatu kondisi yang bisa
mengakibatkan kecacatan hingga mengancam jiwa akibat terjadi peningkatan
tekanan interstitial dalam sebuah ruangan terbatas yakni kompartemen
osteofasia yang tertutup. Sebagian besar terjadi pada daerah lengan bawah
dan kaki. Sehingga mengakibatkan berkurangnya perfusi jaringan dan
tekanan oksigen jaringan. (ENA,2000).
Sindrom kompartemen merupakan masalah yang terjadi saat perfusi
jaringan dalam otot kurang yang dibutuhkan untuk kehidupan jaringan. Ini
bisa disebabkan karena, penurunan kompartemen otot karena fasia yang
membungkus otot terlalu ketat atau gips atau balutan yang
menjerat,peningkatan isi kompartemen otot karena edema atau perdarahan
sehubungan dengan berbagi masalah (Smeltzer & Bare, 2001).
A. Anatomi
Kompartemen merupakan daerah tertutup yang dibatasi oleh tulang,
interosseus membran, dan fascia, yang melibatkan jaringan otot, saraf dan
pembuluh darah. Otot mempunyai perlindungan khusus yaitu fascia, dimana
fascia ini melindungi semua serabut otot dalam satu kelompok.
Secara anatomik, sebagian besar kompartemen terletak di anggota
gerak yaitu terletak di lengan atas (kompartemen anterior dan posterior), di
lengan bawah (yaitu kompartemen anterior, lateral, dan posterior). Di
anggota gerak bawah, terdapat tiga kompartemen di tungkai atas
(kompartemen anterior, medial, dan kompartemen posterior), empat
kompartemen di tungkai bawah (kompartemen anterior, lateral, posterior
superfisial, posterior profundus). Sindrom kompartemen yang paling sering
terjadi di daerah tungkai bawah dan lengan atas.
Setiap kompartemen pada tungkai bawah memiliki satu nervus mayor.
Kompartemen anterior memiliki nervus peroneus profundus, kompartemen
lateral memiliki nervus peroneus superfisial, kompartemen posterior
profunda memiliki nervus tibialis posterior dan kompartemen posterior
superfisial memiliki nervus suralis. Ketika tekanan kompartemen meningkat,
suplai vaskuler ke nervus akan terpengaruh menyebabkan timbulnya
parestesia.
Tabel 1. Letak dan Isi Kompartemen
Letak Kompartemen Isi
Lengan Anterior M. Biceps brachii, M. Coracobrachialis,
Atas M. Brachialis;
A. Brachialis;
N. Musculocutaneus
Struktur yang Menembus Kompartemen :
N. Musculocutaneus, N. Medius, M.
Ulnaris, A. Brachialis, V. Basilica
Posterior M. Triceps brachii;
A. Profunda brachii, A. Collateralis
ulnaris;
N. Radialis
Struktur yang Menembus Kompartemen :
N. Radialis dan N. Ulnaris
Lengan Anterior M. Pronator teres, M. Flexor carpi
Bawah radialis, M. Palmaris longus, M. Flexor
carpi ulnaris, M. Flexor digitorum
superficialis, M. Flexor pollicis longus,
M. Flexor digitorum profundus, M.
Pronator quadratus;
A. Ulnaris, A. Radialis;
N. Medianus
Lateral M. Brachioradialis, m. Flexor carpi
radialis longus;
A. Radialis, a. Brachialis;
N. Radialis
Posterior M. Extensor carpi radialis brevis, M.
Extensor digitorum, M. Extensor digiti
minimi, M. Extensor carpi ulnaris, M.
Anconeus, M. Supinator, M. Abductor
pollicis longus, M. Extensor pollicis
brevis, M. Extensor pollicis longus, M.
Extensor indicis;
Arteriae interoseus anterior dan posterior;
Ramus profundus nervi radialis
Tungkai Anterior M. Sartorius, M. Iliacus, M. Psoas, M.
Atas Pectineus, M. Quadriceps femoris;
A. Femoralis;
N. femoralis
Medial M. Gracilis, M. Adductor longus, M.
Adductor brevis, M. Adductor magnus,
M. Obturatorius externus;
A. profunda femoris, A. Obturatoria;
N. obturatorius
Posterior M. Biceps femoris, M. Semitendinosus,
M. Semimembranosus, M. Adductor
magnus;
Cabang-cabang a. Profunda femoris
Tungkai Anterior M. Tibialis anterior, M. Extensor
Bawah digitorum longus, M. Peroneus tertius,
M. Extensor hallucis longus, M. Extensor
digitorum brevis;
A. Tibialis anterior;
N. Peroneus profundus
Lateral M. Peroneus longus, M. Peroneus brevis;
Cabang-cabang dari a. Peronea;
N. peroneus superficialis
Posterior M. Gastrocnemius, M. Plantaris, M.
Superfisial Soleus;
A. Tibialis posterior;
N. Tibialis
Posterior M. Popliteus, M. Flexor digitorum
Profundus longus, M. Flexor hallucis longus, M.
Tibialis posterior;
A. Tibialis posterior;
N. Tibialis
B. Klasifikasi
Menurut klasifikasi syndrome kompartement dibagi menjadi 2 yaitu
sebagai berikut :
1. Sindrom Kompartemen Akut
Pasien merasakan nyeri yang tidak sesuai dengan cedera dan
pembengkakan atau nyeri di daerah tersebut. Gejala lain termasuk nyeri
hebat dengan gerakan pasif otot dalam kompartemen, hilangnya gerakan
sadar pada otot yang terlibat, dan perubahan sensorik serta parestesia di
daerah yang dipersarafi oleh saraf yang terlibat.
2. Sindrom Kompartemen kronik
Pada sindrom kompartemen kronik, gejala mulai secara bertahap,
biasanya dengan peningkatan beban latihan atau latihan pada permukaan
keras. Rasa sakit digambarkan sebagai nyeri, terbakar, atau kram dan
terjadi pada gerakan berulang, paling sering berlari namun juga pada
menari, bersepeda, dan hiking. Rasa sakit biasanya terjadi pada sekitar
waktu yang sama setiap kali pasien berpartisipasi dalam kegiatan ini
(misalnya, setelah 15 menit berlari) dan bertambah atau tetap konstan
jika aktivitas terus berlangsung. Rasa sakit menghilang atau berkurang
setelah beberapa menit istirahat.
Pada gejala yang berlanjut, sakit nyeri tumpul dapat menetap.
Nyeri dapat terlokalisir pada kompartemen tertentu, meskipun beberapa
kompartemen sering dapat terlibat. Rasa baal dan kesemutan dapat
terjadi pada saraf yang terdapat di dalam kompartemen yang terlibat.
Sindrom kompartemen kronik dapat dilihat pada sindrom berlebihan
lainnya (misalnya, bersamaan dengan stres pada fraktur tibia)

C. Etiologi
Penyebab sindrom kompartemen secara umum dibedakan menjadi dua:
1. Peningkatan volume intra-kompartemen dengan luas ruang kompartemen
tetap; dapat disebabkan oleh:
a. Fraktur yang menyebabkan robekan pembuluh darah, sehingga darah
mengisi ruang intra-kompartemen
b. Trauma langsung jaringan otot yang menyebabkan pembengkakan
c. .Luka bakar yang menyebabkan perpindahan cairan ke ruang intra-
kompartemen
2. Penurunan luas ruang kompartemen dengan volume intra-kompartemen
yang tetap
a. Kompresi tungkai terlalu ketat saat imobilisasi fraktur
b. Luka bakar yang menyebabkan kekakuan/ konstriksi jaringan ikat
sehingga mengurangi ruang kompartemen.
Menurut (Petrus Aprianto, 2017) terdapat berbagai penyebab dapat
meningkatkan tekanan jaringan lokal yang kemudian memicu timbullny
sindrom kompartemen, yaitu antara lain:
1. Penurunan volume kompartemen
Kondisi ini disebabkan oleh:
a. Penutupan defek fascia
b. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas
2. Peningkatan tekanan eksternal
a. Balutan yang terlalu ketat
b. Berbaring di atas lengan
c. Gips
3. Peningkatan tekanan pada struktur komparteman
Beberapa hal yang bisa menyebabkan kondisi ini antara lain:
a. Pendarahan atau Trauma vaskule
b. Peningkatan permeabilitas kapiler
c. Penggunaan otot yang berlebihan
d. Luka bakar
e. Operasi
Sejauh ini penyebab sindroma kompartemen yang paling sering
adalah cedera, dimana 45 % kasus terjadi akibat fraktur, dan 80% darinya
terjadi di anggota gerak bawah.
D. Patofisiologi
Patofisiologi sindrom kompartemen melibatkan hemostasis jaringan
lokal normal yang menyebabkan peningkatan tekanan jaringan, penurunan
aliran darah kapiler, dan nekrosis jaringan lokal yang disebabkan
hipoksia.
Tanpa memperhatikan penyebabnya, peningkatan tekanan jaringan
menyebabkan obstruksi vena dalam ruang yang tertutup. Peningkatan
tekanan terus meningkat hingga tekanan arteriolar intramuskuler bawah
meninggi. Pada titik ini, tidak ada lagi darah yang akan masuk ke kapiler,
menyebabkan kebocoran ke dalam kompartemen, sehingga tekanan dalam
kompartemen semakin meningkat. Penekanan saraf perifer disekitarnya
akan menimbulkan nyeri hebat.
Bila terjadi peningkatan intrakompartemen, tekanan vena meningkat.
Setelah itu, aliran darah melalui kapiler akan berhenti. Dalam keadaan ini
penghantaran oksigen juga akan terhenti, Sehingga terjadi hipoksia
jaringan (pale). Jika hal ini terus berlanjut, maka terjadi iskemia otot dan
nervus, yang akan menyebabkan kerusakan ireversibel komponen
tersebut.
Ada 3 teori tentang penyebab iskemia, yaitu:
1. Spasme arteri akibat peningkatan tekanan kompartemen
2. “Theori of critical closing pressure.” Akibat diameter yang kecil dan
tekanan mural arteriol yang tinggi, tekanan transmural secara
signifikan berbeda (tekanan arteriol-tekanan jaringan) ini
dibutuhkan untuk memelihara patensi. Bila tekanan jaringan
meningkat atau tekanan arteriol menurun perbedaan tidak ada, yaitu
critical closing pressure dicapai, arteriol akan menutup.
3. Karena dinding vena yang tipis, vena akan kolaps bila tekanan
jaringan melebihi tekanan vena. Bila darah mengalir secara kontinyu
dari kapiler, tekanan vena secara kontinyu akan meningkat pula
sampai melebihi tekanan jaringan dan drainase vena dibentuk
kembali.
Sedangkan respon otot terhadap iskemia yaitu dilepaskannya
histamine like substances mengakibatkan dilatasi kapiler dan peningkatan
permeabilitas endotel. Ini berperan penting pada transudasi plasma
dengan endapan sel darah merah ke intramuskular dan menurunkan
mikrosirkulasi.
Alasan yang mendasari untuk peningkatan tekanan pada sindrom
kompartemen yaitu peningkatan isi cairan atau berkurangnya ukuran
kompartemen.
1. Peningkatan isi cairan dapat disebabkan sebagai berikut :
a. Penggunaan otot yang terus-menerus (antara lain : tetanus, kejang)
b. Aktivitas sehari-hari (bersepeda, menunggang kuda)
c. Terbakar
d. Injeksi intraarterial (paling sering karena iatrogenik)
e. Osmolaritas serum menurun
f. Perdarahan (terutama dari cedera pembuluh darah yang besar)
2. Penurunan volume kompartemen dapat disebabkan sebagai berikut :
a. Military Antishock Trousers (MAST)
b. Terbakar
c. Penutupan defek fascia
d. Traksi internal berlebihan pada fraktur ekstremitas

E. Manifestasi klinis
Pertama-tama akan muncul gejala sensasi nyeri seperti terbakar. Rasa
nyeri terasa di bagian dalam otot tungkai bawah dan akan terasa lebih
nyeri saat digerakkan. Nyeri harus dibedakan dari nyeri trauma primer
akibat fraktur. Gejala lain yang sering menurut ( ENA 2005 ) adalah rasa
kesemutan tungkai bawah yang memberat akibat terjepitnya saraf perifer.
Rasa kesemutan pertama kali dirasakan pada jari pertama dan jari kedua
kaki. Gejala klasik 5P (pain, pallor, parasthesia, pulselessness,
poikilothermia).

1. Pain (nyeri) : nyeri yang hebat saat peregangan pasif pada otot-otot
yang terkena, ketika ada trauma langsung. Nyeri merupakan gejala
dini yang paling penting. Terutama jika munculnya nyeri tidak
sebanding dengan keadaan klinik (pada anak-anak tampak semakin
gelisah atau memerlukan analgesia lebih banyak dari biasanya). Otot
yang tegang pada kompartemen merupakan gejala yang spesifik dan
sering.
2. Pallor (pucat), diakibatkan oleh menurunnya perfusi ke daereah
tersebut.
3. Pulselesness (berkurang atau hilangnya denyut nadi )
4. Parestesia (rasa kesemutan)
5. Paralysis : Merupakan tanda lambat akibat menurunnya sensasi saraf
yang berlanjut dengan hilangnya fungsi bagian yang terkena
kompartemen sindrom.

Gambar 1. Sindrom Kompartemen


F. Komplikasi
Menurut (Smeltzer & Bare, 2001) sindrom kompartemen jika tidak
mendapatkan penanganan dengan segera, akan menimbulkan berbagai
komplikasi antara lain:
1. Nekrosis pada syaraf dan otot dalam kompartemen
2. Kontraktur volkman, merupakan kerusakan otot yang disebabkan oleh
terlambatnya penanganan sindrom kompartemen sehingga timbul
deformitas pada tangan, jari, dan pergelangan tangan karena adanya
trauma pada lengan bawa.
3. Trauma vascular
4. Gagal ginjal akut
5. Epsis
6. Acute respiratory distress syndrome (ARDS)
7. Kematian
G. WOC/Phatway
1. Operasi,
2. Balutan yang terlalu ketat,
3. Kecelakaan lain seperti luka bakar, luka tusuk, luka tembak,
kejatuhan benda keras

Cedera kolumna verterbralis cedera medula spinalis

Peningkatan tekanan interstitial

Terbatasnya ruangan Penekanan saraf perifer

kompartemen osteofasial

Nyeri akut

Berkurangnya perfusi jaringan

Peningkatan tekanan jaringan

Ketidakefektifanperfusi jaringan
Penurunan aliran darah kapiler

Syok Hipovolemik perdarah Kebocoran ke dalam kompartemen

H. Pemeriksaan Penunjang
Pada kasus-kasus dengan sindrom kompartemen dapat dilakukan
pemeriksaan penunjang, antara lain :
1. Laboratorium
Hasil laboratorium biasanya normal dan tidak dibutuhkan untuk
mendiagnosis kompartemen sindrom, tetapi dapat menyingkirkan
diagnosis banding lainnya.
a. Complete Metabolic Profile (CMP)
b. Hitung sel darah lengkap
c. Kreatinin fosfokinase dan urin myoglobin
d. Serum myoglobin
e. Toksikologi urin : dapat membantu menentukan penyebab, tetapi
tidak membantu dalam menentukan terapi pasiennya.
f. Urin awal : bila ditemukan myoglobin pada urin, hal ini dapat
mengarah ke diagnosis rhabdomyolisis.
g. Protrombin time (PT) dan activated partial thromboplastin time
(aPTTT)
2. Imaging
a. Rontgen : pada ekstremitas yang terkena.
b. USG membantu untuk mengevaluasi aliran arteri dalam
memvisualisasi Deep Vein Thrombosis (DVT)
3. Pemeriksaan Lainnya
a. Pengukuran tekanan kompartemen
Gambar 2. Alat Pengukur Tekanan Kompartemen

b. Pulse oximetry Sangat membantu dalam mengidentifikasi


hipoperfusi ekstremitas, namun tidak cukup sensitif.
I. Penatalaksanaan Medis
Tujuan dari terapi sindrom kompartemen adalah mengurangi
defisit fungsi neurologis dengan lebih dulu mengembalikan aliran darah
lokal, biasanya dengan bedah dekompresi. Tindakan non-operatif tertentu
mungkin bisa berhasil, seperti menghilangkan selubung eksternal. Jika hal
tersebut tidak berhasil maka tindakan operasi dekompresi perlu
dipertimbangkan. Indikasi mutlak untuk operasi dekompresi sulit untuk
ditentukan, tiap pasien dan tiap sindrom kompartemen memiliki
individualitas yang berpengaruh pada cara untuk menindaklanjutinya.
Berbeda dengan kompleksitas diagnosis, terapi kompartemen
sindrom sederhana yaitu fasciotomi kompartemen yang terlibat. Walaupun
fasciotomi disepakati sebagai terapi yang terbaik, namun beberapa hal,
seperti timing, masih diperdebatkan. Semua ahli bedah setuju bahwa
adanya disfungsi neuromuskular adalah indikasi mutlak untuk melakukan
fasciotomi.

Penanganan sindrom kompartemen meliputi :


1. Terapi medikamentosa/non operatif
Pemilihan terapi secara medikamentosa digunakan apabila masih
menduga suatu sindrom kompartemen, yaitu :
a. Menempatkan ekstremitas yang terkena setinggi jantung, untuk
mempertahankan ketinggian kompartemen yang minimal, elevasi
dihindari karena dapat menurunkan aliran darah dan akan lebih
memperberat iskemia.
b. Pada kasus penurunan ukuran kompartemen, gips harus di buka
dan pembalut konstriksi dilepas.
c. Pada kasus gigitan ular berbisa, pemberian anti racun dapat
menghambat perkembangan sindrom kompartemen.
d. Mengoreksi hipoperfusi dengan cairan kristaloid dan produk
darah.
e. Pada peningkatan isi kompartemen, diuretik dan pemakaian
manitol dapat mengurangi tekanan kompartemen. Manitol
mereduksi edema seluler, dengan memproduksi kembali energi
seluler yang normal dan mereduksi sel otot yang nekrosis melalui
kemampuan dari radikal bebas.
1. Terapi pembedahan / operatif
Terapi operatif untuk sindrom kompartemen apabilatekanan
intrakompartemen lebih dari 30 mmHg memerlukan tindakan yang
cepat dan segera dilakukan fasciotomi. Tujuannya untuk
menurunkan tekanan dengan memperbaiki perfusi otot. Apabila
tekanannya kurang dari 30 mmHg, tungkai dapat diobservasi
dengan cermat dan diperiksa lagi pada jam-jam berikutnya, kalau
keadaan tungkai itu membaik, evaluasi klinik yang berulang-ulang
dilanjutkan hingga bahaya telah terlewati. Kalau tidak ada
perbaikan, atau kalau tekanan kompartemen meningkat, fasiotomi
harus segera dilakukan. Keberhasilan dekompresi untuk perbaikan
perfusi adalah 6 jam.
Ada dua teknik dalam fasciotomi yaitu teknik insisi tunggal
dan insisi ganda. Tidak ada keuntungan yang utama dari kedua
teknik ini. Insisi ganda pada tungkai bawah paling sering
digunakan karena lebih aman dan lebih efektif, sedangkan insisi
tunggal membutuhkan diseksi yang lebih luas dan resiko
kerusakan arteri dan vena peroneal. Pada tungkai bawah, fasiotomi
dapat berarti membuka ke empat kompartemen, kalau perlu
dengan mengeksisi satu segmen fibula. Luka harus dibiarkan
terbuka, kalau terdapat nekrosis otot, dapat dilakukan debridemen,
kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit (tanpa regangan), atau
dilakukan pencangkokan kulit.
Terapi untuk sindrom kompartemen biasanya adalah operasi.
Insisi panjang dibuat pada fascia untuk menghilangkan tekanan
yang meningkat di dalamnya. Luka tersebut dibiarkan terbuka
(ditutup dengan pembalut steril) dan ditutup pada operasi kedua,
biasanya 5 hari kemudian. kalau terdapat nekrosis otot, dapat
dilakukan debridemen, kalau jaringan sehat, luka dapat di jahit
(tanpa regangan), atau skin graft mungkin diperlukan untuk
menutup luka ini.
Indikasi untuk melakukan operasi dekompresi antara lain:
1. Adanya tanda-tanda sindrom kompartemen seperti nyeri hebat.
2. Gambaran klinik yang meragukan dengan resiko tinggi (pasien
koma, pasien dengan masalah psikiatrik, dan dibawah pengaruh
narkotik) dengan tekanan jaringan lebih dari 30 mmHg pada
pasien yang diharapkan memiliki tekanan jaringan yang normal.
Bila ada indikasi, operasi dekompresi harus segera
dilakukan karena penundaan dapat meningkatkan kemungkinan
kerusakan jaringan intra-kompartemen.
Waktu adalah inti dari diagnosis dan terapi sindrom
kompartemen. Kerusakan nervus permanen mulai setelah 6 jam
terjadinya hipertensi intrakompartemen. Jika dicurigai adanya
sindrom kompartemen, pengukuran tekanan dan konsultasi yang
diperlukan harus segera dilakukan secepatnya.
Beberapa teknik telah diterapkan untuk operasi dekompresi
untuk semua sindrom kompartemen akut. Prosedur ini dilakukan
tanpa torniket untuk mencegah terjadinya periode iskemia yang
berkepanjangan dan operator juga dapat memperkirakan derajat
dari sirkulasi lokal yang akan didekompresi. Setiap yang
berpotensi membatasi ruang, termasuk kulit, dibuka di sepanjang
daerah kompartemen, semua kelompok otot harus lunak pada
palpasi setelah prosedur selesai. Debridemant otot harus
seminimal mungkin selama operasi dekompresi kecuali terdapat
otot yang telah nekrosis.

J. Pencegahan
1. Lakukan pemeriksaan dengan yang ahli dan dipantau perkembangan
2. Hubungi atau kembali ke rumah sakit bila nyeri terasa berat, kaku,
sensasi terbakar atau kelemahan pada ekstremitas yang terkena.
3. Rujuk bila sindrom kompartemen disertai dengan :

a. ketidakmampuan atau tidak akurat dalam mendiagnosis


sindrom kompartemen karena keterbatasan alat atau diagnostik
imaging
b. Penanganan dengan bedah yang tidak memadai
c. Tidak tersedianya fasilitas I
Konsep Asuhan Keperawatan ke Gawat daruratan pada Pasien Sindrom
Kompartement
A. Pengkajian
1. Primary Survey
Pengkajian primer mempunyai tujuan untuk mengetahui dengan
segera kondisi yang mengancam nyawa paisen dilakukan dalam tempo
waktu yang singkat (kurang dari 10 detik) difokuskan pada airway,
Breathing, Circulation (ABC).
A. (Airway)
Jalan nafas adalah sumbatan jalan atas (larynx, pharinx) akibat
cedera inhalasi yang ditandai kesulitan bernafas atau suara nafas
yang berbunyi stridor hoarness. Tindakan dengan membersihkan
jalan napas, memberikan oksigen, trakeostomi, pemberian
kortikosteroid dosis tertinggi dan antibiotika.
B. (Breathing)
Kemampuan bernafas, ekspansi rongga dada dapat terhambat
karena nyeri atau eschar melingkar di dada. Tindakan yang
dilakuakan kaji dan monitor kemampuan bernafas, memberikan
oksigen, melakukan tindakan kedaruratan jalan napas agresif.
C. (Circulation)
Status volume pembuluh darah. Keluarnya cairan dari pembuluh
darah terjadikarena meningkatnya permeabilitas pembuluh darah
(jarak antara sel endoteldinding pembuluh darah).

D. (Disability)
Pada primary survey, disability dikaji dengan menggunakan skala
AVPU :
1) A - alert, yaitu merespon suara dengan tepat, misalnya
mematuhi perintah yang diberikan
2) V - vocalises, mungkin tidak sesuai atau mengeluarkan suara
yang tidak bisa dimengerti
3) P - responds to pain only (harus dinilai semua keempat tungkai
jika ekstremitas awal yang digunakan untuk mengkaji gagal
untuk merespon)
4) U - unresponsive to pain, jika pasien tidak merespon baik
stimulus nyeri maupun stimulus verbal.
E. Ekspose, Examine dan Evaluate
Dalam situasi yang diduga telah terjadi mekanisme trauma yang
mengancam terjadinya gagal napas, maka Rapid Trauma
Assessment harus segera dilakukan:
1) Lakukan pemeriksaan kepala, leher, dada dan ekstremitas pada
pasien
2) Perlakukan setiap temuan luka baru yang dapat mengancam
nyawa pasien luka dan mulai melakukan transportasi pada
pasien yang berpotensi tidak stabil atau kritis.
2. Secondary Survey
a. Kulit kepala
Seluruh kulit kepala diperiksa. Sering terjadi pada penderita
yang datang dengan cedera ringan, tiba-tiba ada darah di lantai yang
berasal dari bagian belakang kepala penderita. Lakukan inspeksi dan
palpasi seluruh kepala dan wajah untuk adanya pigmentasi, laserasi,
massa, kontusio, fraktur dan luka termal, ruam, perdarahan, nyeri tekan
serta adanya sakit kepala (Delp & Manning. 2004).
b. Wajah
Ingat prinsip look-listen-feel. Inspeksi adanya kesimterisan
kanan dan kiri. Apabila terdapat cedera di sekitar mata jangan lalai
memeriksa mata, karena pembengkakan di mata akan menyebabkan
pemeriksaan mata selanjutnya menjadi sulit. Re evaluasi tingkat
kesadaran dengan skor GCS.
1) Mata : periksa kornea ada cedera atau tidak, ukuran pupil
apakah
isokor atau anisokor serta bagaimana reflex
cahayanya, apakah pupil mengalami miosis atau
midriasis, adanya ikterus, ketajaman mata (macies
visus dan acies campus), apakah konjungtivanya
anemis atau adanya kemerahan, rasa nyeri, gatal-gatal,
ptosis, exophthalmos, subconjunctival perdarahan,
serta diplopia
2) Hidung :periksa adanya perdarahan, perasaan
nyeri, penyumbatan
penciuman, apabila ada deformitas (pembengkokan)
lakukan palpasi akan kemungkinan krepitasi dari suatu
fraktur.
3) Telinga :periksa adanya nyeri, tinitus,
pembengkakan, penurunan
atau hilangnya pendengaran, periksa dengan senter
mengenai keutuhan membrane timpani atau adanya
hemotimpanum
4) Rahang atas : periksa stabilitas rahang atas
5) Rahang bawah : periksa akan adanya fraktur
6) Mulut dan faring : inspeksi pada bagian mucosa terhadap tekstur,
warna,
kelembaban, dan adanya lesi; amati lidah tekstur,
warna, kelembaban, lesi, apakah tosil meradang,
pegang dan tekan daerah pipi kemudian rasakan apa
ada massa/ tumor, pembengkakkan dan nyeri, inspeksi
amati adanya tonsil meradang atau tidak
(tonsillitis/amandel). Palpasi adanya respon nyeri
c. Vertebra servikalis dan leher
Pada saat memeriksa leher, periksa adanya deformitas tulang
atau krepitasi, edema, ruam, lesi, dan massa , kaji adanya keluhan
disfagia (kesulitan menelan) dan suara serak harus diperhatikan, cedera
tumpul atau tajam, deviasi trakea, dan pemakaian otot tambahan. Palpasi
akan adanya nyeri, deformitas, pembekakan, emfisema subkutan, deviasi
trakea, kekakuan pada leher dan simetris pulsasi. Tetap jaga imobilisasi
segaris dan proteksi servikal. Jaga airway, pernafasan, dan oksigenasi.
Kontrol perdarahan, cegah kerusakan otak sekunder. .
d. Toraks
1) Inspeksi : Inspeksi dinding dada bagian depan, samping dan
belakang
untuk adanya trauma tumpul/tajam,luka, lecet, memar, ruam ,
ekimosiss, bekas luka, frekuensi dan kedalaman pernafsan,
kesimetrisan expansi dinding dada, penggunaan otot
pernafasan tambahan dan ekspansi toraks bilateral, apakah
terpasang pace maker, frekuensi dan irama denyut jantung,
(lombardo, 2005)
2) Palpasi : seluruh dinding dada untuk adanya trauma
tajam/tumpul,
emfisema subkutan, nyeri tekan dan krepitasi.
3) Perkusi : untuk mengetahui kemungkinan hipersonor dan
keredupan
4) Auskultasi : suara nafas tambahan (apakah ada ronki, wheezing,
rales) dan bunyi jantung (murmur, gallop, friction rub)
e. Abdomen
Cedera intra-abdomen kadang-kadang luput terdiagnosis,
misalnya pada keadaan cedera kepala dengan penurunan kesadaran,
fraktur vertebra dengan kelumpuhan (penderita tidak sadar akan nyeri
perutnya dan gejala defans otot dan nyeri tekan/lepas tidak ada).
Inspeksi abdomen bagian depan dan belakang, untuk adanya trauma
tajam, tumpul dan adanya perdarahan internal, adakah distensi abdomen,
asites, luka, lecet, memar, ruam, massa, denyutan, benda tertusuk,
ecchymosis, bekas luka , dan stoma. Auskultasi bising usus, perkusi
abdomen, untuk mendapatkan, nyeri lepas (ringan). Palpasi abdomen
untuk mengetahui adakah kekakuan atau nyeri tekan,
hepatomegali,splenomegali,defans muskuler,, nyeri lepas yang jelas atau
uterus yang hamil. Bila ragu akan adanya perdarahan intra abdominal,
dapat dilakukan pemeriksaan DPL (Diagnostic peritoneal lavage,
ataupun USG (Ultra Sonography). Pada perforasi organ berlumen
misalnya usus halus gejala mungkin tidak akan nampak dengan segera
karena itu memerlukan re-evaluasi berulang kali. Pengelolaannya
dengan transfer penderita ke ruang operasi bila diperlukan (Tim YAGD
118, 2010).
f. Pelvis (perineum/rectum/vagina)
Cedera pada pelvis yang berat akan nampak pada pemeriksaan
fisik (pelvis menjadi stabil), pada cedera berat ini kemungkinan
penderita akan masuk dalam keadaan syok, yang harus segera diatasi.
Bila ada indikasi pasang PASG/ gurita untuk mengontrol perdarahan dari
fraktur pelvis (Tim YAGD 118, 2010).
Pelvis dan perineum diperiksa akan adanya luka, laserasi ,
ruam, lesi, edema, atau kontusio, hematoma, dan perdarahan uretra.
Colok dubur harus dilakukan sebelum memasang kateter uretra. Harus
diteliti akan kemungkinan adanya darah dari lumen rectum, prostat letak
tinggi, adanya fraktur pelvis, utuh tidaknya rectum dan tonus musculo
sfinkter ani. Pada wanita, pemeriksaan colok vagina dapat menentukan
adanya darah dalam vagina atau laserasi, jika terdapat perdarahan vagina
dicatat, karakter dan jumlah kehilangan darah harus dilaporkan (pada
tampon yang penuh memegang 20 sampai 30 mL darah). Juga harus
dilakuakn tes kehamilan pada semua wanita usia subur. Permasalahan
yang ada adalah ketika terjadi kerusakan uretra pada wanita, walaupun
jarang dapat terjadi pada fraktur pelvis dan straddle injury. Bila terjadi,
kelainan ini sulit dikenali, jika pasien hamil, denyut jantung janin
(pertama kali mendengar dengan Doppler ultrasonografi pada sekitar 10
sampai 12 kehamilan minggu) yang dinilai untuk frekuensi, lokasi, dan
tempat. Pasien dengan keluhan kemih harus ditanya tentang rasa sakit
atau terbakar dengan buang air kecil, frekuensi, hematuria, kencing
berkurang, Sebuah sampel urin harus diperoleh untuk analisis.(Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
g. Ektremitas
Pemeriksaan dilakukan dengan look-feel-move. Pada saat
inspeksi, jangan lupa untuk memriksa adanya luka dekat daerah fraktur
(fraktur terbuak), pada saat pelapasi jangan lupa untuk memeriksa
denyut nadi distal dari fraktur pada saat menggerakan, jangan
dipaksakan bila jelas fraktur. Sindroma kompartemen (tekanan intra
kompartemen dalam ekstremitas meninggi sehingga membahayakan
aliran darah), mungkin luput terdiagnosis pada penderita dengan
penurunan kesadaran atau kelumpuhan (Tim YAGD 118, 2010). Inspeksi
pula adanya kemerahan, edema, ruam, lesi, gerakan, dan sensasi harus
diperhatikan, paralisis, atropi/hipertropi otot, kontraktur, sedangkan
pada jari-jari periksa adanya clubbing finger serta catat adanya nyeri
tekan, dan hitung berapa detik kapiler refill (pada pasien hypoxia lambat
s/d 5-15 detik.
Penilaian pulsasi dapat menetukan adanya gangguan vaskular.
Perlukaan berat pada ekstremitas dapat terjadi tanpa disertai
fraktur.kerusakn ligament dapat menyebabakan sendi menjadi tidak
stabil, keruskan otot-tendonakan mengganggu pergerakan. Gangguan
sensasi dan/atau hilangnya kemampuan kontraksi otot dapat disebabkan
oleh syaraf perifer atau iskemia. Adanya fraktur torako lumbal dapat
dikenal pada pemeriksaan fisik dan riwayat trauma. Perlukaan bagian
lain mungkin menghilangkan gejala fraktur torako lumbal, dan dalam
keadaan ini hanya dapat didiagnosa dengan foto rongent. Pemeriksaan
muskuloskletal tidak lengkap bila belum dilakukan pemeriksaan
punggung penderita. Permasalahan yang muncul adalah
1) Perdarahan dari fraktur pelvis dapat berat dan sulit dikontrol,
sehingga terjadi syok yang dpat berakibat fatal
2) Fraktur pada tangan dan kaki sering tidak dikenal apa lagi penderita
dalam keadaan tidak sada. Apabila kemudian kesadaran pulih
kembali barulah kelainan ini dikenali.
3) Kerusakan jaringan lunak sekitar sendi seringkali baru dikenal
setelah penderita mulai sadar kembali (Diklat RSUP Dr. M.Djamil,
2006).
h. Bagian punggung
Memeriksa punggung dilakukan dilakukan dengan log roll,
memiringkan penderita dengan tetap menjaga kesegarisan tubuh). Pada
saat ini dapat dilakukan pemeriksaan punggung (Tim YAGD 118, 2010).
Periksa`adanya perdarahan, lecet, luka, hematoma, ecchymosis, ruam,
lesi, dan edema serta nyeri, begitu pula pada kolumna vertebra periksa
adanya deformitas.
i. Neurologis
Pemeriksaan neurologis yang diteliti meliputi pemeriksaan
tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil, oemeriksaan motorik dan
sendorik. Peubahan dalam status neirologis dapat dikenal dengan
pemakaian GCS. Adanya paralisis dapat disebabakan oleh kerusakan
kolumna vertebralis atau saraf perifer. Imobilisasi penderita dengan
short atau long spine board, kolar servikal, dan alat imobilisasi
dilakukan samapai terbukti tidak ada fraktur servikal. Kesalahan yang
sering dilakukan adalah untuk melakukan fiksasai terbatas kepada kepala
dan leher saja, sehingga penderita masih dapat bergerak dengan leher
sebagai sumbu. Jelsalah bahwa seluruh tubuh penderita memerlukan
imobilisasi. Bila ada trauma kepala, diperlukan konsultasi neurologis.
Harus dipantau tingkat kesadaran penderita, karena merupakan
gambaran perlukaan intra cranial. Bila terjadi penurunan kesadaran
akibat gangguan neurologis, harus diteliti ulang perfusi oksigenasi, dan
ventilasi (ABC). Perlu adanya tindakan bila ada perdarahan epidural
subdural atau fraktur kompresi ditentukan ahli bedah syaraf (Diklat
RSUP Dr. M.Djamil, 2006).
Pada pemeriksaan neurologis, inspeksi adanya kejang, twitching,
parese, hemiplegi atau hemiparese (ganggguan pergerakan), distaksia
( kesukaran dalam mengkoordinasi otot), rangsangan meningeal dan kaji
pula adanya vertigo dan respon sensori
B. Diagnosa Keperawatan

1. Syok hipovolemik berhubungan dengan perdarahan


2. ketidakefektifan perfusi jaringan berhubungan dengan terbatasnya
ruangan kompartemen osteofasial
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologis

C. Rencana Keperawatan

Diagnosa Noc Nic


Risiko Syok Setelah di lakukan Manajemen
hipovolemik tindakan keperawatan Hipovolemi
berhubungan dengan selama 2x 24 jam, (2N – 4180)
perdarahan (00205) Aktivitas-aktiivitas :
diharapkan pasien
Definisi  Monitor tekanan
Rentan mengalami dapat memenuhi
ketidakcukupan aliran dengan kriteria hasil : darah, nadi
darah ke jaringan Keparahan Syok :  Monitor adanya
tubuh, yang dapat Hipovolemik (0419) tanda-tanda
mengakibatkan  Penurunan tekanan
disfungsi seluler yang dehidrasi
nadi perifer  Monitor adanya
mengancam jia, yang
1 2 3 4 5
dapat mengganggu bukti laboratorium
 Penurunan tekanan
kesehatan.
darah terkait kehilangan
1 2 3 4 5 darah
 Akral dingin, kulit  Lakukan transfusi
lembab/basah darah
1 2 3 45  Posisikan untuk
 Penurunan tingkat
perfusi perifer
kesadaran  Berikan
1 2 3 4 5
 Pucat vasodilator yang
1 2 3 4 5 sudah diresepkan
 Penurunan oksigen  Instruksikan pada
arteri pasien/keluarga
1 2 3 4 5
tindakan-tindakan
yang dilakukan
untuk mengatasi
hipovolemia
ketidakefektifan Setelah dilakukan
perfusi jaringan tindakan keperawatan Manajemen
perifer berhubungan selama 2x 24 jam, Hipovolemi (2N- 4180
dengan terbatasnya
diharpkan pasien dapat
ruangan kompartemen Aktivitas –aktivitas :
osteofasial (00204) memenuhi dengan
Definisi kriteria hasil :  Monitor adanya
Penurunan sirkulasi Perfusi jaringan :
darah ke perifer yang perifer (0407) sumber-sumber
dapt mengganggu  Suhu kulit ujung kehilangan cairan
kesehatan.
kaki dan tangan
1 2 3 4 5  Sediakan cairan
 Kekuatan denyut
oral sesering
nadi
mungkin untuk
1 2 3 4 5
 Tekanan darah memelihara
1 2 3 4 5
integritas
 Muka pucat
1 2 3 4 5 membran mukosa
 Kelemahan otot mulut
1 2 3 4 5

 Instruksikan
kepada keluarga
untuk mencatat
intake dan output

Perawatan Gawat
darurat (4U – 6200)

Aktivitas –aktivitas :

7) Pantau tanda-tanda
vital

8) Pantau tingkat
kesadaran

9) Berikan obat
sesuai dengan
kebutuhan pasien
Nyeri akut Setelah dilakukan Manajemen Nyeri
berhubungan dengan tindakan keperawatan (1E -1400)
agen cedera biologis selama 3x 24 jam Aktivitas –aktivitas :
(00132)
diharapkan pasien  Lakukan
Definisi
dapat memenuhi pengkajian nyeri
Pengalaman sensori
dengan emosional dengan kriteria hasil : secara
tidak menyenangkan Tingkat Nyeri (2102)
 Nyeri yang di komperhensif
berkaitan dengan
kerusakan jaringan  Pastikan perawatan
laporkan
aktual atau potensial, 1 2 3 4 5 analgesik
atau yang  Panjangnya  Pertimbangkan
digambarkan sebagai
kerusakan episode nyeri pengaruh budaya
(international 1 2 3 4 5 terhadap respon
association for study  Ekspresi wajah
of pain) , lambat nyeri
nyeri  Berikan informasi
dengan intensitas 1 2 3 4 5
ringan hingga berat, kepada
 Frekuensi nafas
dengan berakhirnya
1 2 3 4 5 keluarga/pasien
dapat diantisipasi atau
 Tekanan darah
diprediksi, dan mengenai nyeri
1 2 3 4 5
dengan durasi kurang
Kontrol Nyeri seperti penyebab
dari 3 bulan.
(1605)
nyeri, berapa nyeri
 Mengenali kapan
lama nyeri yang
nyeri terjadi
1 2 3 4 5 dirasakan
 Menggunakan  Gunakan tindakan
analgesik yang pengontrol nyeri
telah diresepkan sebelum nyeri
1 2 3 4 5
bertambah berat
 Melaporkan gejala
 Dukung istirahat
yang tidak
yang cukup
terkontrol pada  Libatkan keluarga
profesional dalam modalitas
kesehatan penurun nyeri
1 2 3 4 5
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Fraktur adalah patah tulang, biasanya disebabkan oleh trauma atau
tenaga fisik kekuatan dan sudut dari tenaga tersebut, keadaan tulang itu
sendiri, dan jaringan lunak disekitar tulang akan menentukan apakah
fraktur yang terjadi itu lengkap atau tidak lengkap.

Etiologi

1. Cedera dan benturan seperti pukulan langsung, gaya meremuk,


gerakan punter mendadak, kontraksi otot ekstrim.
2. Letih karena otot tidak dapat mengabsorbsi energi seperti berjalan
kaki terlalu jauh.
3. Kelemahan tulang akibat penyakit kanker atau osteoporosis pada
fraktur patologis.
B. Saran
1. Sebaiknya pasien dibantu keluarga dalam melakukan aktivitas pasca
operasi.
2. Sebaiknya pasien mengkonsumsi nutrisi tinggi protein untuk
mempercepat penyembuhan luka

TINJAUAN TEORI TRAUMA MUSKULOSKLETAL

A. Mekanisme Trauma
Menentukan mekanisme terjadinya trauma merupakan hal yang
penting karena dapatmembantu kita dalam menduga kemungkinan trauma
yang mungkin saja tidak segera timbulsetelah kejadian. Trauma
musculoskeletal bisa saja dikarenakan oleh berbagai mekanisme.Ada
beberapa macam mekanisme trauma diantaranya:

1. Direct injury

Dimana terjadi fraktur pada saat tulang berbenturan langsung dengan


benda kerasseperti dashboard atau bumper mobil.

2. Indirect injury

Terjadi fraktur atau dislokasi karena tulang mengalami benturan yang


tidak langsungseperti frkatur pelpis yang disebabkan oleh lutut
membentur dashboard mobil padasaat terjadi tabrakan.

3. Twisting injury

Menyebabkan fraktur, sprain, dan dislokasi, biasa terjadi pada pemain


sepak bola dan pemain sky, yaitu bagian distal kaki tertinggal ketika
seseorang menahan kaki ketanah sementara kekuatan bagian
proksimal kaki meningkat sehingga kekuatan yangdihasilkan
menyebabkan fraktur.

4. Powerfull muscle contraction

Seperti terjadinya kejang pada tetanus yang mungkin bisa merobek


otot dari tulangatau bisa juga membuat fraktur.

5. Fatique fracture

Disebabkan oleh penekanan yang berulang-ulang dan umumnya


terjadi pada telapak kaki setelah berjalan terlalu lama atau berjalan
dengan jarak yang sangat jauh

6. Pathologic fracture
Dapat dilihat pada pasien dengan penyakit kelemahan pada tulang
seperti kanker yang sudah metastase.

B. Definisi
h. Fraktur
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas korteks tulang menjadi dua
bagianatau lebih sehingga menimbulkan gerakan yang abnormal
disertai krepitasi dannyeri.Apabila terjadi fraktur maka tulang harus
diimobilisasi untuk mengurangiterjadinya cedera berkelanjutan dan
untuk mengurangi rasa sakit pasien.
Fraktur adalah setiap retak atau patah pada tulang yang
utuh.Kebanyakanfraktur disebabkan oleh trauma dimana terdapat
tekanan yang berlebihan padatulang, baik berupa trauma langsung dan
trauma tidak langsung (Sjamsuhidajat &Jong, 2005). Fraktur lebih
sering terjadi pada laki-laki daripada perempuandengan umur dibawah
45 tahun dan sering berhubungan dengan olah-raga, pekerjaan, atau
luka yang disebabkan oleh kecelakaan kendaraan bermotor.Sedangkan
pada orang tua, wanita lebih sering mengalami fraktur
daripadalakilaki yang berhubungan dengan meningkatnya insiden
osteoporosis yangterkait dengan perubahan hormon pada monopouse
(Reeves, Roux, Lockhart,2001).
Fraktur merupakan ancaman potensial atau aktual kepada
integritasseseorang akan mengalami gangguan fisiologis maupun
psikologis yang dapatmenimbulkan respon berupa nyeri. Nyeri
tersebut adalah keadaan subjektif dimanaseseorang memperlihatkan
ketidak nyamanan secara verbal maupun non verbal.Respon seseorang
terhadap nyeri dipengaruhi oleh emosi, tingkat kesadaran, latar
belakang budaya, pengalaman masa lalu tentang nyeri dan pengertian
nyeri. Nyerimengganggu kemampuan seseorang untuk beristirahat,
konsentrasi, dan kegiatanyang biasa dilakukan (Engram, 1999).
i. Etiologi

a. Fraktur terjadi karena tekanan yang menimpa tulang kebih besar


daripadadaya tulang akibar trauma
b. Fraktur karena penyakit tulang seperti Tumor Osteoporosis yang
disebutFraktur Patologis.c. Fraktur Stress/ Fatique (akibat dari
penggunaan tulang yang berulang-ulang).

j. Manifestasi Klinis
Gejala yang paling umum pada fraktur adalah rasa nyeri yang
terlokalisir pada bagian fraktur. Biasanya pasien mengatakan ada
yang menggigitnya ataumerasakan ada tulang yang patah.Apa yang
dikatakan pasien merupakansumber informasi yang akurat.Pada
pasien dengan multiple trauma, fraktur adalah trauma yang
palingnyata dan dramatis juga hal yang paling serius. Oleh karena itu
lakukan primary survey dan lakukan tindakan penanganan trauma dan
lakukanstabilisasi jika memungkinkan.

a. Swelling

Terjadi karena kebocoran cairan ekstra seluler dan darah dari


pembuluh darah yang telah rupture pada fraktur pangkal tulang.

b. Deformitas, Pada kaki dapat menandakan adanya trauma skeletal.

c. Tenderness

Sampai palpitasi biasanya terlokalisir diatasbare trauma skeletal


yangdapat dirasakan dengan penekanan secara halus di sepanjang
tulang.

d. Krepitasi

Terjadi bila bagian tulang yang patah bergesekan dengan tulang


yanglainnya.Hal ini dapat dikaji selama pemasangan splin.Jangan
berusaha untuk mereposisi karena dapat menyebabkan nyeri
traumalebih lanjut.

e. Disability
Juga termasuk karakteristik dari kebanyakan trauma skeletal
pasiendengan fraktur akan berusaha menahan lokasi trauma tetap
pada posisiyang nyaman dan akan menolak menggerakannya.
Bahkan pada pasiendengan dislokasi akan menolak untuk
menggerakkan ekstremitas yangmengalami dislokasi.

f. Exposed bone ends

Didiagnosa sebagai trauma terbuka atau compound fraktur. Periksa


pulsasi, gerakan dan sensori di bagian distal pada setiap pasien
dengantrauma musculoskeletal.

k. Jenis Fraktur

 Fraktur Tertutup (Simple Fracture)

Fraktur tertutup adalah keadaan patah tulang tanpa disertai


hilangnyaintegritas kulit. Fraktur tertutup dapat menjadi salah satu
pencetus terjadinya perdarahan internal kekompartemen jaringan
dan dapat menyebabkan kehilangandarah sekitar 500 cc tiap
fraktur. Setiap sisi patahan memiliki potensi untuk menyebabkan
kehilangan darah dalam jumlah besar akibat laserasi
pembuluhdarah di dekat sisi patahan.Fraktur tertutup biasanya
disertai dengan pembengkakan dan hematom.Strain dan sprain
mungkin akan memberikan gejala seperti fraktur tertutup.
Dankarena diagnosis pasti terjadinya fraktur hanya dapat
dilakukan dengan pemeriksaan radiologi, maka berilah
penanganan strain dan sprain seperti penanganan tehadap fraktur
tertutup.

 Fraktur Terbuka (Compound Fracture)

Fraktur terbuka adalah keadaan patah tulang yang disertai


gangguanintegritas kulit.Hal ini biasanya disebabkan oleh ujung
tulang yang menembuskulit atau akibat laserasi kulit yang terkena
benda-benda dari luar pada saat cedera.Komplikasi yang dapat
terjadi pada fraktur terbuka adalah perdarahaneksternal, kerusakan
lebih lanjut pada otot-otot dan saraf serta
terjadinyakontaminasi.Sangat penting untuk mengenal adanya luka
didekat fraktur karena bisa menjadi pintu masuk dari kontaminasi
kuman.Fraktur terbuka dapat ditemukan dengan mudah pada
penderita trauma.Adanya luka terbuka didekat daerah yang diduga
terjadi fraktur, harusdipertimbangkan sebagai fraktur terbuka dan
harus diberikan penanganan sepertifraktur terbuka.Denyut nadi,
pergerakan, sensasi dan warna kulit harus segeradinilai dan terus
dilakukan penilaian ulang secara berkala.

l. Tipe Fraktur

3. Fraktur Trasversal

Garis frakturnya memotong melintang dari arah luar


sampai menembus bagian tengah secara tegak lurus dari tulang
biasanya disebabkan olehkecelakaan langsung.

4. Fraktur Greenstick

Terjadi pada anak dimana tulang masih bisa dibengkokan


seperti dahan yangmasih muda dan garis frakturnya melintang
lurus pada bagian luar dari tulang perpendicular sampai batas
tengah tulang.

5. Fraktur Spiral

Biasanya terjadi karena kecelakaan memutar (terpelintir)


dan garis frakturnyatidak rata

6. Fraktur Oblique

Garis fraktur melintang pada tulang tegak lurus dan oblik.

7. Fraktur Comminuted
Dimana tulang terbagi menjadi lebih dari dua bagian.

m. Prinsip Penatalaksanaan Fraktur


Kejadian fraktur jarang yang mengancam nyawa, meskipun
demikian penanganan pada kejadian yang mengancam nyawa telah
dilaksanakan sampaikondisi pasien stabil.Pertahankan jalan napas,
control perdarahan, tutup lukaterbuka pada dada dan lakukan
resusitasi cairan.Jika telah selesai barulahidentifikasi dan imobilisasi
semua fraktur dan siapkan untuk transportasia.Penatalaksanaan
Fraktur :

a. Stabilkan jalan napas saat pemantauan kondisi cidera pada


penanganan langsung.

b. Kontrol perdarahan.

-gunakan tekanan langsung dengan penutup luka (menggunakan


sarung tangan).

-tekan sampai perdarahan terkendali

-pertahankan penutup luka dan balut

-sebaiknya jangan melepas penutup luka atau balutan pertama


perdarahan

-baringkan dan istirahatkan penderita

c. Tutup sucking chest wound (luka terbuka pada dada).

d. Resusitasi cairan

Pemilihan cairan sebaiknya di dasarkan atas status hidrasi


pasien,konsentrasi elektrolit dan kelainan metabolik yang ada.

e. Jika ada fraktur terbuka, balut luka sebelum melakukan


pembidaiandan jangan mendorong kembali tulang yang terlihat
f. Jangan pernah berusaha untuk meluruskan fraktur termasuk sendi-
sendi, meskipun ada beberapa tulang pada fraktur yang
dapatdiluruskan.

g. Tourniket tidak dianjurkan pada fraktur terbuka kecuali pada


traumaamputasi atau anggota gerak yang sudah tidak dapat
diselamatkan lagi.

h. Imobilisasi ekstremitas sebelum memindahkan pasien dan


imobilisasisendi bagian atas dan bawah dari tulang yang
fraktur.Tujuan Imobilisasi

1) Untuk menjaga fraktur tertutup agar jangan menjadi fraktur


terbuka.Hal ini mungkin terjadi jika ujung tulang yang fraktur
masih dapat bergerak bebas ketika pasien dipindahkan.

2) Untuk mencegah kerusakan sekitar nervus, pembuluh darah


dan jaringan yang lain dari ujung tulang yang fraktur.

3) Untuk meminimalkan perdarahan dan bengkak.

4) Untuk mengurangi nyeri.

C. Dislokasi
1. Definisi
Dislokasi adalah keluarnya pangkal tulang dari permukaan
articular, kadang-kadang disertai dengan robeknya ligament yang
seharusnya menahan pangkaltulang agar tetap berada pada
tempatnya.Persendian yang biasanya terkenal adalah bahu, siku,
panggul dan pergelangan.
2. Etiologi
Etiologi tidak diketahui dengan jelas tetapi ada beberapa faktor
predisposisi, diantaranya :

10) Akibat kelainan pertumbuhan sejak lahir.

11) Trauma akibat kecelakaan

12) Trauma akibat pembedahan ortoped


13) Terjadi infeksi di sekitar sendi

3. Klasifikasi
Dislokasi dapat diklasifikasikan sebagai berikut :

a. Dislokasi congenital

Terjadi sejak lahir akibat kesalahan pertumbuhan.

b. Dislokasi patologik:

Akibat penyakit sendi dan atau jaringan sekitar sendi.Misalnya


tumor, infeksi, atau osteoporosis tulang. Ini disebabkan
olehkekuatan tulang yang berkurang.

c. Dislokasi traumati

kedaruratan ortopedi (pasokan darah, susunan saraf rusak dan


mengalami stress berat, kematian jaringan akibat anoksia)
akibatoedema (karena mengalami pengerasan). Terjadi karena
trauma yang kuatsehingga dapat mengeluarkan tulang dari
jaringan disekeilingnya danmungkin juga merusak struktur sendi,
ligamen, syaraf, dan system vaskular.Kebanyakan terjadi pada
orang dewasa. Berdasarkan tipe kliniknya dibagimenjadi :

d. Dislokasi Akut

Umumnya terjadi pada shoulder, elbow, dan hip.Disertai nyeriakut


dan pembengkakan di sekitar sendi.

e. Dislokasi Berulang.

Jika suatu trauma Dislokasi pada sendi diikuti oleh


frekuensidislokasi yang berlanjut dengan trauma yang minimal,
makadisebut dislokasi berulang. Umumnya terjadi pada shoulder
jointdan patello femoral joint.Dislokasi biasanya sering
dikaitkandengan patah tulang / fraktur yang disebabkan oleh
berpindahnyaujung tulang yang patah oleh karena kuatnya trauma,
tonus ataukontraksi otot dan tarikan.

4. Manifestasi Klinis

K. Nyeri

L. Deformitas

M. Paralisis

N. Hilangnya pulsasi (jika tekan nervus dan pembuluh darah

Pada kebanyakan kasus padapasien dengan fraktur atau dislokasi


selalucek nadi, kekuatan otot dan sensasi (pulsasi, motorik dan
sensorik) pada bagiandistal daerah yang terluka. Hilangnya pulsasi
berarti ekstremitas dalam keadaanyang membahayakan dan
transportasi ke rumah sakit seharusnya tidak ditunda.Informasikan
terlebih dahulu ke rumah sakit yang akan dituju agar petugas
dandokter bedah tulang telah siap ketika pasien tiba.

5. Patofisiologi
Dislokasi biasanya disebabkan oleh jatuh pada tangan .Humerus
terdorongkedepan ,merobek kapsul atau menyebabkan tepi glenoid
teravulsi.Kadang-kadang bagian posterolateral kaput hancur.Mesti
jarang prosesus akromium dapatmengungkit kaput ke bawah dan
menimbulkan luksasio erekta (dengan tanganmengarah ;lengan ini
hampir selalu jatuh membawa kaput ke posisi dan bawahkarakoid).
6. Komplikasi

a. Komplikasi Dini

1) Cedera saraf : saraf aksila dapat cedera ; pasien tidak


dapatmengkerutkan otot deltoid dan mungkin terdapat daerah
kecil yangmati rasa pada otot tesebut.

2) Cedera pembuluh darah : Arteri aksilla dapat rusak.\

3) Fraktur disloksi
b. Komplikasi lanjut.

1) Kekakuan sendi bahu:Immobilisasi yang lama


dapatmengakibatkan kekakuan sendi bahu, terutama pada
pasien yang berumur 40 tahun.Terjadinya kehilangan rotasi
lateral, yang secaraotomatis membatasi abduksi.

2) Dislokasi yang berulang:terjadi kalau labrum glenoid robek


atau

3) Kapsul terlepas dari bagian depan leher glenoid

4) Kelemahan otot

7. Penatalaksanaan Dislokasi
Penatalaksanaan pada pasien dengan dislokasi adalah imobilisasi
pasien pada posisinya saat pertama kali ditemukan.Jangan coba
meluruskan atau mengurangidislokasi kecuali jika ada seorang ahli.
Lakukan imobilisasi pada bagian atas dan bawah sendi yang dislokasi
untuk menjaga kestabilan waktu transport.Mungkin satu-satunya
dislokasi yang paling berbahaya pada ektremitas bawahadalah
dislokasi pada lutut, sedangkan dislokasi pada pergelangan, siku,
bahu, panggul an pergelangan kaki masih dapat ditoleransi 2 atau 3
jam tanpa adanya bahaya kerusakan permanen.Bagaimanapun juga
ketika menolong pasien dengan dislokasi lutut dantidak ada pulsasi
pada bagian distal. Maka harus dikoreksi dalam waktu 1 atau 2 jam
setelah terjadi trauma. Dan seharusnya waktu sejak terjadinya
kecelakaanhingga sampai ke rumah sakit tidak lebih dari 1 jam.
D. Sprain
1. Definis
Sprain adalah injuri dimana sebagian ligament robek, biasanya
disebabkanmemutar secara mendadak dimana sendi bergerak melebihi
batas normal. Organyang sering terkena biasanya lutut, dan
pergelangan kaki, cirri utamanya adalahnyeri, bengkak dan kebiruan
pada daerah injuri
Untuk membedakan fraktur dan dislokasi, sprain biasanya tidak
disertaideformitas. Bagaimanapun juga lebih bail lakukan penanganan
sprain seperti penanganan fraktur lalu imobilisasi. Biarkan sendi yang
mengalami sprain pada posisi elevasi dan berikan kompres dingin jika
mungkin.
2. Etiologi

a. Sprain terjadi ketika sendi dipaksa melebihi lingkup gerak sendi


yangnormal, seperti melingkar atau memutar pergelangan kaki.

b. Sprain dapat terjadi di saat persendian anda terpaksa bergeser dari


posisinormalnya karena anda terjatuh, terpukul atau terkilir.

3. Manifestasi klinis

b. Nyeri

c. Inflamasi/peradangan

d. Ketidakmampuan menggerakkan tungkai.

4. Manifestasi Klinis

a. Sama dengan strain (kram) tetapi lebih parah.

b. Edema, perdarahan dan perubahan warna yang lebih nyata.

c. Ketidakmampuan untuk menggunakan sendi, otot dan tendon.

d. Tidak dapat menyangga beban, nyeri lebih hebat dan konstan

5. Patofisiologi
Kekoyakan ( avulsion ) seluruh atau sebagian dari dan disekeliling
sendi,yang disebabkan oleh daya yang tidak semestinya, pemelintiran
atau mendorong /mendesak pada saat berolah raga atau aktivitas kerja.
Kebanyakan keseleo terjadi pada pergelangan tangan dan kaki, jari-
jari tangan dan kaki.Pada trauma olahraga (sepak bola) sering terjadi
robekan ligament pada sendi lutut. Sendi-sendilain juga dapat terkilir
jika diterapkan daya tekanan atau tarikan yang tidak semestinya tanpa
diselingi peredaan (Brunner & Suddart,2001: 2357)
6. Pemeriksaan Diagnostik

a. Riwayat

1) Tekanan

2) Tarikan tanpa peredaan

3) Daya yang tidak semestinya

b. Pemeriksaan Fisik :

1) Tanda-tanda pada kulit, sistem sirkulasi dan muskuloskeletal .

7. Penatalaksanaan

a. Pembedahan.Mungkin diperlukan agar sendi dapat berfungsi


sepenuhnya; pengurangan- pengurangan perbaikan terbuka
terhadap jaringan yang terkoyak.

b. KemotherapiDengan analgetik Aspirin (100-300 mg setiap 4 jam)


untuk meredakan nyeridan peradangan. Kadang diperlukan
Narkotik (codeine 30-60 mg peroralsetiap 4 jam) untuk nyeri
hebat.

c. Elektromekanis.

a. Penerapan dingin dengan kantong es 240C

b. Pembalutan / wrapping eksternal. Dengan pembalutan, cast


atau pengendongan (sung)

c. Posisi ditinggikan. Jika yang sakit adalah bagian ekstremitas.

d. Latihan ROM. Tidak dilakukan latihan pada saat terjadi nyeri


hebat dan perdarahan. Latihan pelan-pelan dimulai setelah 7-
10 hari tergantung jaringan yang sakit.
e. Penyangga beban. Menghentikan penyangga beban dengan
penggunaankruk selama 7 hari atau lebih tergantung jaringan
yang sakit.

E. Strain
i. Definisi
Strain adalah “tarikan otot” akibat penggunaan berlabihan,
peregangan berlebihan, atay stres yang berlebihan. Strain adalah
robekan mikroskopis tidak komplet dengan perdarahan kedalam
jaringan (Brunner & Suddart, 2001: 2355 ).
Strain adalah trauma pada jaringan yang halus atau spasme otot di
sekitar sendi dan nyeri pada waktu digerakkan, pada strain tidak ada
deformitas atau bengkak. Strain lebih baik ditangani dengan
menghilangkan beban pada daerahyang mengalami injuri.
Jika tidak ada keraguan pada injuri diatas, imobilisasi ekstremitas
danevaluasi dilanjutkan di ruang gawat darurat.
ii. Etiologi

a. Strain terjadi ketika otot terulur dan berkontraksi secara


mendadak,seperti pada pelari atau pelompat.

b. Pada strain akut : Ketika otot keluar dan berkontraksi secara


mendadak

c. Pada strain kronis : Terjadi secara berkala oleh karena


penggunaaan yang berlebihan/tekanan berulang-
ulang,menghasilkan tendonitis (peradangan pada tendon).

iii. Manifestasi Klinis


Gejala pada strain otot yang akut bisa berupa:

a. Nyeri

b. Spasme otot

c. Kehilangan kekuatan

d. Keterbatasan lingkup gerak sendi.


e. Strain kronis adalah cidera yang terjadi secara berkala oleh
karena penggunaan berlebihan atau tekakan berulang-ulang,
menghasilkan :

f. Tendonitis (peradangan pada tendon). Sebagai contoh, pemain


tennis bisamendapatkan tendonitis pada bahunya sebagai hasil
tekanan yang terus-menerus dari servis yang berulang-ulang.

iv. Patofisiologi
Strain adalah kerusakan pada jaringan otot karena trauma
langsung(impact) atau tidak langsung (overloading). Cedera ini
terjadi akibat otot tertarik pada arah yang salah,kontraksi otot
yang berlebihan atau ketika terjadi kontraksi,otot belum
siap,terjadi pada bagian groin muscles (otot pada kunci
paha),hamstring(otot paha bagian bawah),dan otot guadriceps.
Fleksibilitas otot yang baik bisamenghindarkan daerah sekitar
cedera kontusio dan membengkak (ChairudinRasjad,1998).
v. Klasifikasi Strain

a. Derajat I/Mild Strain (Ringan)Derajat i/mild strain (ringan)


yaitu adanya cidera akibat penggunaan yang berlebihan pada
penguluran unit muskulotendinous yang ringan
berupastretching/kerobekan ringan pada otot/ligament
(Chairudin Rasjad,1998).

1) Gejala yang timbul :

a) nyeri local

b) Meningkat apabila bergerak/bila ada beban pada otot

2) Tanda-tandanya :

a) Adanya spasme otot ringan

b) Bengkak

c) Gangguan kekuatan otot


d) Fungsi yang sangat ringan

3) Komplikasi
a) Strain dapat berulang
b) Tendonitis
c) Perioritis
4) Perubahan patologi
Adanya inflamasi ringan dan mengganggu jaringan otot
dan tendon namuntanda perdarahan yang besar.
5) Terapi
Biasanya sembuh dengan cepat dan pemberian
istirahat,kompresidan elevasi,terapi latihan yang dapat
membantu mengembalikan kekuatian otot.

b. Derajat II/Medorate Strain (Ringan)Derajat ii/medorate strain


(ringan) yaitu adanya cidera pada unit muskulotendinousakibat
kontraksi/pengukur yang berlebihan.

1) Gejala yang timbul

a) Nyeri local

b) Meningkat apabila bergerak/apabila ada tekanan otot

c) Spasme otot sedang

d) Bengkak

e) Tenderness

f) Gangguan kekuatan otot dan fungsi sedang

2) Komplikasi sama seperti pada derajat I :

a) Strain dapat berulang

b) Tendonitis

c) Perioritis

3) Terapi :
a) Immobilisasi pada daerah cidera

b) Istirahat

c) Kompresi

d) Elevasi

4) Perubahan patologi :

Adanya robekan serabut otot

c. Derajat III/Strain Severe (Berat)Derajat III/Strain Severe


(Berat) yaitu adanya tekanan/penguluran mendadakyangcukup
berat. Berupa robekan penuh pada otot dan ligament yang
menghasilkanketidakstabilan sendi.

1) Gejala :

a) Nyeri yang berat

b) Adanya stabilitas

c) Spasme

d) Kuat

e) Bengkak

f) Tenderness

g) Gangguan fungsi otot

2) Komplikasi :

Distabilitas yang sama

3) Perubahan patologi :
Adanya robekan/tendon dengan terpisahnya otot dengan
tendon.

4) Terapi

Imobilisasi dengan kemungkinan pembedahan untuk


mengembalikanfungsinya.

vi. Manifestasi Klinis

a. Biasanya perdarahan dalam otot, bengkak, nyeri ketika


kontraksi otot

b. Nyeri mendadak

c. Edema

d. pasme otot

e. Haematoma

vii. Komplikasi

a. Strain yang berulang

b. Tendonitis

viii. Penatalaksanaan

a. Istirahat. Akan mencegah cidera tambah dan mempercepat


penyembuhan

b. Meninggikan bagian yang sakit,tujuannya peninggian akan


mengontrol pembengkakan.

c. Pemberian kompres dingin. Kompres dingin basah atau kering


diberikansecara intermioten 2-48 jam pertama yang akan
mengurangi perdarahanedema dan ketidaknyamanan.
d. Kelemahan biasanya berakhir sekitar 24–72 jam sedangkan
mati rasa biasanya menghilang dalam 1 jam. Perdarahan
biasanya berlangsung selama30 menit atau lebih kecuali jika
diterapkan tekanan atau dingin untuk menghentikannya. Otot,
ligament atau tendon yang kram akan memperolehkembali
fungsinya secara penuh setelah diberikan perawatan
konservatif.

F. Kontusio
1. .Definisi
Kontusio adalah cedera jaringan lunak, akibat kekerasan
tumpul,mis : pukulan,tendangan atau jatuh (Brunner & Suddart,2001:
2355).Kontusio adalah cedera yang disebabkan oleh benturan atau
pukulan pada kulit.Jaringan di bawah permukaan kulit rusak dan
pembuluh darah kecil pecah, sehinggadarah dan cairan seluler
merembes ke jaringan sekitarnya (Morgan, 1993: 63)
2. Etiologi

a. Benturan benda keras.

b. Pukulan

c. Tendangan/jatuh

3. Manifestasi Klinis

a. Perdarahan pada daerah injury (ecchymosis) karena rupture


pembuluh darahkecil, juga berhubungan dengan fraktur.

b. Nyeri, bengkak dan perubahan warna.

c. Hiperkalemia mungkin terjadi pada kerusakan jaringan yang luas


dankehilangan darah yang banyak (Brunner & Suddart,2001:
2355).\

4. Gejala

a. Nyeri
b. Bengkak

c. Perubahan warna

d. Kompres dingin intermitten kulit berubah menjadi hijau/kuning,


sekitar satu minggukemudian, begkak yang merata, sakit, nyeri dan
pergerakan terbatas.

e. Kontusio kecil mudah dikenali karena karakteristik warna biru atau


ungunya beberapa hari setelah terjadinya cedera.

f. Kontusio ini menimbulkan daerah kebiru-biruan atau kehitaman


pada kulit. \

g. Bila terjadi pendarahan yang cukup, timbulnya pendarahan


didaerah yang terbatasdisebut hematoma.

h. Nyeri pada kontusio biasanya ringan sampai sedang dan


pembengkakan yangmenyertai sedang sampai berat (Hartono
Satmoko, 1993:191)

5. Patofisiologi
Kontusio terjadi akibat perdarahan di dalam jaringan kulit, tanpa
ada kerusakankulit. Kontusio dapat juga terjadi di mana pembuluh
darah lebih rentan rusak dibandingorang lain. Saat pembuluh darah
pecah maka darah akan keluar dari pembuluhnya ke jaringan,
kemudian menggumpal, menjadi Kontusio atau biru. Kontusio memang
dapatterjadi jika sedang stres, atau terlalu lelah. Faktor usia juga bisa
membuat darah mudahmenggumpal. Semakin tua, fungsi pembuluh
darah ikut menurun (Hartono Satmoko,1993: 192).
Endapan sel darah pada jaringan kemudian
mengalamifagositosisdan didaur ulang
olehmakrofag.Warnabiruatauunguyang terdapat pada kontusio
merupakan hasilreaksi konversi darihemoglobinmenjadibilirubin.Lebih
lanjut bilirubin akan dikonversimenjadihemosiderinyang berwarna
kecoklatan.
Tubuh harus mempertahankan agar darah tetap berbentuk cairan
dan tetapmengalir dalam sirkulasi darah.Hal tersebut dipengaruhi oleh
kondisi pembuluh darah, jumlah dan kondisi sel darah trombosit, serta
mekanisme pembekuan darah yang harus baik. Pada purpura simplex,
penggumpalan darah atau pendarahan akan terjadi bilafungsi salah satu
atau lebih dari ketiga hal tersebut terganggu (Hartono Satmoko,
1993:192).

PATHWAY
6. Penatalaksanaan

a. Mengurangi/menghilangkan rasa tidak nyaman.

b. Tinggikan daerah injury.

c. Berikan kompres dingin selama 24 jam pertama (20-30 menit setiap


pemberian)untuk vasokonstriksi, menurunkan edema, dan
menurunkan rasa tidak nyaman.

d. Berikan kompres hangat disekitar area injury setelah 24 jam prtama


(20-30menit) 4 kali sehari untuk melancarkan sirkulasi dan
absorpsi.

e. Lakukan pembalutan untuk mengontrol perdarahan dan bengkak.

f. Kaji status neurovaskuler pada daerah extremitas setiap 4 jam bila


ada indikasi(Brunner & Suddart,2001: 2355).

g. Menurut Agung Nugroho (1995: 53) penatalaksanaan pada cedera


kontusioadalah sebagai berikut:

h. Kompres dengan es selama 12-24 jam untuk menghentikan


pendarahan kapiler.

i. Istirahat untuk mencegah cedera lebih lanjut dan mempercepat


pemulihan jaringan-jaringan lunak yang rusak.

j. Hindari benturan di daerah cedera pada saat latihan maupun


pertandingan berikutnya.
ASUHAN KEPERAWATAN PADA KLIEN TRAUMA
MUSKULOSKELETAL

A. PENGKAJIAN
1. Primary survey
A. Airway
Penilaian kelancaran airway pada klien yang mengalami
fraktur,meliputi pemeriksaan adanya obstruksi jalan nafas yang dapat
disebabkan benda asing,fraktur wajah,fraktur mandibula atau
maksila,fraktur laring atau trachea.
B. Breathing
Jalan nafas yang baik tidak menjamin ventilasi yang baik. Pertukaran
gas yang terjadi pada saat bernafas mutlak untuk pertukaran oksigen dan
pengeluaran karbondioksida dari tubuh.
C. Circulation
Control perdarahan dengan menekan langsung sisi area perdarahan
bersama dengan tekanan jari pada arteri paling dekat dengan area
perdarahan. Kaji tanda-tanda syok yaitu penurunan tekanan darah,kulit
dingin,lembab dan nadi halus. Pertahankan tekanan darah dengan infuse
IV,plasma. Berikan transfuse untuk terapi komponen darah sesuai
ketentuan setelah tersedia darah.
D. Disability
Dievaluasikan keadaan neurologinya secara cepat,yaitu tingkat
kesadaran ukuran dan reaksi pupil. Penurunan kesadaran dapat
disebabkan penurunan oksigen atau penurunan perfusi ke otak atau
erlukaan pada otak. Erubahan kesadaran menuntut dilakukannya
pemeriksaan terhadap keadaan ventilasi,perfusi dan oksigenasi.
E. Exporsur
Di rumah sakit pasien harus dibuka keseluruhan pakaiannya untuk
evaluasi klien. Setelah pakaian dibuka penting agar pasien tidak
kedinginan harus diberikan selimut hangan dan diberikan cairan
intravena yang sudah dihangatkan.

2. Secoundary survey
a. Kaji riwayat trauma,mengetahui riwayat trauma,karena penampilan luka
kadang tidak sesuai dengan parahnya cidera.
b. Kaji seluruh tubuh dengan pemeriksaan fisik dari kepala sampai kaki
secara sistematis,inspeksi adanya laserasi bengkak dan deformitas.
c. Kaji kemungkinan adanya fraktur multiple : trauma pada tungkai akibat
jatuh dari ketinggian sering disertai trauma pada lumbal ,trauma pada
lutut saat pasien jatuh dengan posisi duduk dapat disertai dengan trauma
panggul,trauma lengan sering menyebabkan trauma pada siku sehingga
lengan dan siku harus dievakuasi bersamaan ,trauma proksimal fibula
dan lutut sering menyebabkan trauma ada tingkai bawah.
d. Kaji adanya nyeri ada area fraktur dan dislokasi
e. Kaji adanya krepitasi pada area fraktur
f. Kaji adanya perdarahan dan syok terutama pada fraktur pelvis dan
vemur
g. Kaji adanya sindrom kompartemen,fraktur terbuka,tertutup dapat
menyebabkan perdarahan atau hematoma pada daerah yang tertutup
sehingga menyebabkan penekanan saraf
h. Kaji TTV secara continue

2. Diagnosa Keperawatan

a. Gangguan rasa nyaman,berhubungan dengan trauma jaringan.


b. Hambatan mobilitas fisik,berhubungan dengan nyeri.
c. Resiko kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan fraktur.
3.Rencana keperawatan

Diagnosa NOC NIC


1.Gangguan rasa Setelah dilakukan tindakan Pengurangan kecemasan
nyaman berhubungan keperawatan selama 2x24 (5820)
dengan trauma jaringan jam,diharapkan kebutuhan pasien Aktivitas-aktivitas :
(00214) dapat terpenuhi dengan criteria 1.Melakukan pendekatan
Definisi : hasil : yang tenang dan
Merasa kurang Status kenyamanan (2008) meyakinkan
nyaman,lega,dan  Kontrol terhadap gejala 2.Mengajak keluarga untuk
1 2 3 4 5
sempurna dalam dimensi mendampingi klien dengan
 Kesejahteraan sikologis
fisik,psikospiritual,lingku 1 2 3 4 5 cara yang tepat
ngan,budaya,dan atau  Dukungan social dari 3.Menciptakan rasa aman
social. keluarga untuk meningkatkan
1 2 3 4 5
 Perawatan sesuai dengan kepercayaan

kebutuhan 4.mendampingi klien


1 2 3 4 5 mengidentifikasi situasi
 Mampu
yang memicu kecemasan
mengkomunikasikan
5.memberikan teknik
kebutuhan
1 2 3 4 5 relaksasi kepada klien

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2x24
jam,diharapkan kebutuhan pasien
2.Hambatan mobilitas dapat terpenuhi dengan criteria Terapi latihan : mobilitas
fisik berhubungan hasil : (pergerakan) sendi (0220)
dengan nyeri (00085) Konsekuensi imobilitas : fisiologi Aktivitas-aktivitas :
Definisi : (0204) 1.Menentukan batasan
Keterbatasan dalam  Nyeri tekan pergerakan sendi dan efek
1 2 3 4 5
gerakan fisik atau satu terhadap fungsi sendi
 Fraktur tulang
atau lebih ekstremitas 1 2 3 4 5 2.Melakukan kolaborasi
secara mandiri dan  Kekuatan otot dengan ahli terapi fisik
1 2 3 4 5
terarah  Pergerakan sendi dalam pengembangan dan
1 2 3 4 5 menerapkan sebuah
 Kapasitas vital
1 2 3 4 5 program latihan
3.Menjelaskan manfaat dan
tujuan latihan sendi
4.Melakukan pengontrolan
nyeri sebelum memulai
latihan sendi
5.Memberikan dukungan
positif dalam melakukan
latihan sendi

Setelah dilakukan tindakan


keperawatan selama 2x24
jam,diharapkan kebutuhan pasien
dapat terpenuhi dengan criteria
hasil :
Integritas jaringan : kulit &
3.Resiko kerusakan membran mukosa (1101) Perawatan luka (3660)
integritas jaringan  Suhu kulit Aktivitas-aktivitas :
1 2 3 4 5
berhubungan dengan 1.Memonitor karakteristik
 Hidrasi
fraktur (00248) 1 2 3 4 5 luka,termasuk
Definisi :  Perfusi jaringan drainase,warna,ukuran dan
1 2 3 4 5
Rentan terhadap cedera  Integritas kulit bau
pada membrane 1 2 3 4 5 2.Memberikan perawatan
 Pigmentasi abnormal
mukosa,koenea,sistem 1 2 3 4 5 luka sesuai yang diperlukan
integumen,fascia 3.Memberikan balutan
muscular,otot,tendon,tul sesuai dengan jenis luka
ang,kartilago,kapsul 4.Melakukan teknik balutan
sendi,dan atau steril ketika melakukan
ligament,yang perawatan luka dengan tepat
menganggu kesehatan 5.mendokumentasi lokasi
luka,ukuran dan tampilan
DAFTAR PUSTAKA

Andri Andreas.Dr. 2012. Basic Trauma Cardiac Life Support . Jakarta: AGD
DinkesProvinsi DKI Jakarta.

Doengoes, Marylin E. 2000. Rencana Asuhan Dan Dokumentasi Keperawatan


(Edisi 3)Jakarta: EGC.

Brunner & Suddart. 2011. Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta : EGC.

http://zillyannurse.blogspot.com/2011/11/askep-trauma-muskuloskeletal.html
Nurarif.A.M dan Kusuma. H. 2015. Aplikasi asuhan keperawatan berdasarkan
diagnosa medis & Nanda NIC-NOC.Jogjakarta : Mediaction

Ignatavicius, Donna D, MedicalSurgicalNursing : A NursingProcessApproach,


W.B. Saunder Company, 1995.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah dari Brunner
& Suddarth, Edisi 8.EGC : Jakarta.

Keliat, Budi Anna, Proses Perawatan, EGC, Jakarta, 1994.

Oswari, E, Bedah dan Perawatannya, PT Gramedia Pustaka Utama, Jakarta,


1993.

Brunner dan Suddarth, 2002, Keperawatan Medikal Bedah, Edisi 3, EGC, Jakarta

Sjamsuhidajat, R. dan Wim de Jong. 1998. Buku Ajar Imu Bedah, Edisi revisi.
EGC : Jakarta

FKUI. 1995. Kumpulan Kuliah Ilmu Bedah. Binarupa Aksara : Jakarta


Emergency Nurses Association. 2005. Sheehy’s Manual Of Emergency Care.
Edisi ke-6. Philadelphia: Elsevier Mosby

Paula, Richard MD. 2009. Abdominal Compartment Syndrome.

Smeltzer, Suzanne C.2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth.Edisi 8.Volume 1.EGC.Jakarta .

Sjamsuhidajat, R. Wim de Jong. Buku Ajar Ilmu Bedah.Edisi kedua. 2006.


Jakarta : EGC.

Snell, Richard S.Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran.Edisi keenam.


2006. Jakarta : EGC.

Salter R B. Textbook of Disorders and Injuries of the Musculoskeletal System;


edisi ke-3. Maryland: Lippincott Williams & Wilkins, 2009: 464, 468-47.

Anda mungkin juga menyukai