Anda di halaman 1dari 14

KASUS UROLOGI

INFEKSI SALURAN KEMIH

Penyusun:
dr. Permata Ayuning Tyas

Pendamping:
dr. Fajar Kurniawan

PROGRAM INTERNSIP DOKTER INDONESIA


RUMAH SAKIT TINGKAT III CIREMAI
KOTA CIREBON – JAWA BARAT
2019
BERITA ACARA PRESENTASI PORTOFOLIO

Pada hari Sabtu, 5 Agustus 2019 telah dipresentasikan portofolio oleh:


Nama : dr. Permata Ayuning Tyas
Judul/Topik : Infeksi Saluran Kemih
Nama Pendamping : dr. Fajar Kurniawan
Nama Wahana : Rumah Sakit Tingkat III Ciremai

Berita acara ini ditulis dan disampaikan sesuai dengan yang sesungguhnya.

Dokter Pendamping Presentan

dr. Fajar Kurniawan dr. Permata Ayuning Tyas


Nama Peserta : dr. Permata Ayuning Tyas

Nama Wahana : Rumah Sakit Tingkat III Ciremai Kota Cirebon

Topik : Infeksi Saluran Kemih

Tanggal Kasus : 15 Juni 2019

Nama Pasien : Ny. P No. RM : 15506

Tanggal Presentasi : 5 Agustus 2019 Pendamping : dr. Fajar Kurniawan

Tempat Presentasi : Rumah sakit tingkat iii Ciremai kota Cirebon

Objektif Presentasi :

 Keilmuan  Keterampilan  Penyegaran  Tinjauan Pustaka

 Diagnostik  Manajemen  Masalah  Istimewa

 Neonatus  Bayi  Anak  Remaja  Dewasa  Lansia  Bumil

Deskripsi : Seorang perempuan, 22 tahun datang dengan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari
yang lalu, nyeri saat BAK, demam, mual, muntah 3 kali, BAK warna merah
disangkal, BAK keluar batu disangkal, BAB tidak ada keluhan.
Tujuan : Menegakkan diagnosis dan penatalaksanaan dari Infeksi Saluran Kemih

Bahan Bahasan :  Tinjauan Pustaka  Riset  Kasus  Audit

Cara Membahas :  Diskusi  Presentasi dan Diskusi  Email  Pos

Data Pasien : Ny. P No. RM : 15506

Nama RS :

Rumah Sakit Tingkat III Ciremai


Data utama untuk bahan diskusi :
1. Diagnosis/Gambaran Klinis :
Pasien datang dengan keluhan nyeri pinggang kiri sejak 2 hari yang lalu disertai nyeri saat
buang air kecil, nyeri dirasakan seperti panas saat BAK. Pasien juga mengeluhkan demam
sejak 1 minggu yang lalu yang disertai rasa nyeri di perut bawah. Keluhan disertai frekuensi
BAK yang lebih sering namun keluar sedikit-sedikit, BAK keluar batu dan darah disangkal,
BAB tidak ada keluhan. Riwayat keputihan disangkal.

2. Riwayat Pengobatan : Tidak ada.


3. Riwayat Kesehatan/Penyakit :
Riwayat penyakit yang sama : Disangkal
Riwayat penyakit darah tinggi : Disangkal
Riwayat penyakit gula : Disangkal
Riwayat trauma sebelumnya : Disangkal
4. Riwayat Keluarga :
Keluarga pasien tidak ada yang memiliki keluhan yang sama.
5. Riwayat Pekerjaan :
Pasien adalah seorang ibu rumah tangga
6. Kondisi lingkungan sosial dan fisik :
Pasien tinggal di perumnas dengan suaminya. Pasien jarang meminum air putih dan
punya kebiasaan menunda buang air kecil.
7. Lain-lain :
Pemeriksaan Fisik
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Vital Sign :
TD : 120/80 mmHg
N : 98 x/m
R : 24 x/m
S : 38,5C
SpO2 : 98%
Kepala :
Mata : Konjungtiva anemis -/-, sklera ikterik -/-, RC +/+ normal, pupil bulat isokor
3mm/3mm
Telinga : Darah -/-
Hidung : Epitaksis -/-
Leher : Tidak ada pembesaran kelenjar getah bening
Thoraks :
Dada : Vulnus (-), hematom (-).
Pulmo : Inspeksi : bentuk dada datar, simetris kanan dan kiri, tidak ada pelebaran sela iga.
Palpasi : tidak ada nyeri tekan, fremitus taktil simetris kanan dan kiri
Perkusi : sonor seluruh lapang paru
Auskultasi : VBS +/+ rhonki -/- wheezing -/-
Jantung : inspeksi : ictus cordis terlihat di ICS V 2 jari ke medial dari linea aksilaris
anterior sinistra
Palpasi : ictus cordis teraba di ICS V 2 jari ke medial dari linea aksilaris
anterior sinistra, kuat angkat (+)
Perkusi : batas kanan jantung di ICS IV linea parasternalis dextra, batas
pinggang jantung di ICS III linea parasternalis sinistra, apex jantung di
ICS V 2 jari ke medial dari linea aksilaris anterior sinistra.
Auskultasi : Bunyi Jantung I dan II reguler murni. Murmur Gallop (-)
Abdomen :
Datar, vulnus (-), hematom (-), bising usus (+) normal, timpani, supel, nyeri tekan (+)
suprapubis. Nyeri ketok CVA +/+
Genitalia : Vulnus (-), hematom (-), perdarahan (-).
Ekstremitas : Akral hangat, refilling kapiler baik.

Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan Laboratorium :
Darah rutin : Urin rutin :
Leukosit : 21.790 (N: 4500-11.000) Warna : kuning
Eritrosit : 4,62x106 (N: 4,2-5,4x106) Kekeruhan : keruh (N: jernih)
Hemoglobin : 11,4 (N: 12-16) pH : 5,0 (N: 4,8-7,4)
Hematokrit : 32,3 (N: 38-47) BJ : 1,05 (N: 1,016-1,022)
MCV : 69,9 (N: 79-99) Protein : +1 (N: negatif)
MCH : 24,7 (N: 33-37) Reduksi : - (N: negatif)
MCHC : 35,3 (N: 33-37) Bilirubin : - (N: negatif)
Trombosit : 216.000 (N: 150.000-440.000) Keton : - (N: negatif)
Nitrit : - (N: negatif)
Urobilinogen : - (N: negatif)
Leukosit : +1 (N: 1-15)
Eritrosit : +2 (N: 0-3)
Epitel : squamous kompleks (N: negatif)
Silinder : - (N: negatif)
Kristal : - (N: negatif)

USG Abdomen
Dalam batas normal
Diagnosis
Infeksi Saluran Kemih

Terapi
- Infus RL 20 tpm
- Inj. Ceftriaxon 2x1gr
- Inj. Omeprazole 2x1amp
- Paracetamol infus 3x1000mg
Pembahasan
Definisi Infeksi Saluran Kemih
Infeksi saluran kemih atau ISK merupakan istilah umum yang menunjukkan keberadaan
mikroorganisme dalam urin. Adanya bakteri dalam urin disebut bakteriuria. Bakteriuria
bermakna (significant bacteriuria) : bakteriuria bermakna menunjukkan pertumbuhan
mikroorganisme murni lebih dari sama dengan 105 colony forming units pada biakan urin.
Bakteriuria bermakna mungkin tanpa disertai presentasi klinis ISK dinamakan bakteriuria
asimtomatik (covert bacteriuria). Sebaliknya bakteriuria bermakna disertai presentasi klinis
ISK dinamakan bakteriuria bermakna simtomatik. Pada beberapa keadaan pasien dengan
presentasi klinis ISK tanpa bakteriuria bermakna.1
Etiologi
Pada keadaan normal urin adalah steril. Umumnya ISK disebabkan oleh kuman gram
negatif. Escherichia coli merupakan penyebab terbanyak baik pada yang simtomatik maupun
yang asimtomatik yaitu 70 - 90%. Enterobakteria seperti Proteus mirabilis (30 % dari infeksi
saluran kemih pada anak laki-laki tetapi kurang dari 5 % pada anak perempuan ), Klebsiella
pneumonia dan Pseudomonas aeruginosa dapat juga sebagai penyebab. Organisme gram positif
seperti Streptococcus faecalis (enterokokus), Staphylococcus epidermidis dan Streptococcus
viridans jarang ditemukan. Pada uropati obstruktif dan kelainan struktur saluran kemih pada
anak laki-laki sering ditemukan Proteus species. Pada ISK nosokomial atau ISK kompleks
lebih sering ditemukan kuman Proteus dan Pseudomonas.2
Tabel 1. Famili, genus dan spesies mikroorganisme yang paling sering sebagai
penyebab ISK1
Klasifikasi
1. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Bawah
Presentasi klinis ISK bawah tergantung dari gender.1
Pada perempuan, terdapat dua jenis ISK bawah pada perempuan yaitu :1
- Sistitis adalah presentasi klinis infeksi kandung kemih disertai bakteriuria bermakna.
- Sindrom Uretra Akut (SUA) adalah presentasi klinis sistitis tanpa ditemukan
mikroorganisme (steril), sering dinamakan sistitis bakterialis. Penelitian terkini SUA
disebabkan mikroorganisme anaerob.
Pada pria, presentasi klinis ISK bawah mungkin sistitis, prostatitis, epidimidis, dan uretritis.1
2. Infeksi Saluran Kemih (ISK) Atas1
a. Pielonefritis akut (PNA). Pielonefritis akut adalah proses inflamasi parenkim ginjal yang
disebabkan infeksi bakteri.
b. Pielonefritis kronik (PNK). Pielonefritis kronik mungkin akibat lanjut dari infeksi bakteri
berkepanjangan atau infeksi sejak masa kecil. Obstruksi saluran kemih dan refluks
vesikoureter dengan atau tanpa bakteriuria kronik sering diikuti pembentukan jaringan
ikat parenkim ginjal yang ditandai pielonefritis kronik yang spesifik. Bakteriuria
asimtomatik kronik pada orang dewasa tanpa faktor predisposisi tidak pernah
menyebabkan pembentukan jaringan ikat parenkim ginjal.
Pathogenesis
Pathogenesis bakteriuria asimtomatik dengan presentasi klinis ISK tergantung dari patogenitas
dan status pasien sendiri (host).1
a. Peran patogenisitas bakteri. Sejumlah flora saluran cerna termasuk Escherichia coli diduga
terkait dengan etiologi ISK. Patogenisitaas E.coli terkait dengan bagian permukaan sel
polisakarida dari lipopolisakarin (LPS). Hanya IG serotype dari 170 serotipe O/ E.coli yang
berhasil diisolasi rutin dari pasien ISK klinis, diduga strain E.coli ini mempunyai
patogenisitas khusus.1
b. Peran bacterial attachment of mucosa. Penelitian membuktikan bahwa fimbriae merupakan
satu pelengkap patogenesis yang mempunyai kemampuan untuk melekat pada permukaan
mukosa saluran kemih. Pada umumnya fimbriae akan terikat pada blood group antigen yang
terdpat pada sel epitel saluran kemih atas dan bawah.1
c. Peranan faktor virulensi lainnya. Sifat patogenisitas lain dari E.coli berhubungan dengan
toksin. Dikenal beberapa toksin seperti α-hemolisin, cytotoxic necrotizing factor-1(CNF-1),
dan iron reuptake system (aerobactin dan enterobactin). Hampir 95% α-hemolisin terikat
pada kromosom dan berhubungan degan pathogenicity island (PAIS) dan hanya 5% terikat
pada gen plasmio. Virulensi bakteri ditandai dengan kemampuan untuk mengalami
perubahan bergantung pada dari respon faktor luar. Konsep variasi fase MO ini menunjukan
ini menunjukkan peranan beberapa penentu virulensi bervariasi di antara individu dan lokasi
saluran kemih. Oleh karena itu, ketahanan hidup bakteri berbeda dalam kandung kemih dan
ginjal. 1
d. Peranan Faktor Tuan Rumah (host)
- Faktor Predisposisi Pencetus ISK. Penelitian epidemiologi klinik mendukung hipotensi
peranan status saluran kemih merupakan faktor risiko atau pencetus ISK. Jadi faktor bakteri
dan status saluran kemih pasien mempunyai peranan penting untuk kolonisasi bakteri pada
saluran kemih. Kolonisasi bacteria sering mengalami kambuh (eksasebasi) bila sudah
terdapat kelainan struktur anatomi saluran kemih. Dilatasi saluran kemih termasuk pelvis
ginjal tanpa obstruksi saluran kemih dapat menyebabkan gangguan proses klirens normal
dan sangat peka terhadap infeksi. Endotoksin (lipid A) dapat menghambat peristaltik ureter.
Refluks vesikoureter ini sifatnya sementara dan hilang sendiri bila mendapat terapi
antibiotika. Proses pembentukan jaringan parenkim ginjal sangat berat bila refluks
visikoureter terjadi sejak anak-anak. Pada usia dewasa muda tidak jarang dijumpai di klinik
gagal ginjal terminal (GGT) tipe kering, artinya tanpa edema dengan/tanpa hipertensi.1
- Status Imunologi Pasien (host). Penelitian laboratorium mengungkapkan bahwa golongan
darah dan status sekretor mempunyai konstribusi untuk kepekaan terhadap ISK. Prevalensi
ISK juga meningkat terkait dengan golongan darah AB, B dan PI (antigen terhadap tipe
fimbriae bakteri) dan dengan fenotipe golongan darah Lewis.1

Gambaran Klinis
a. Pielonefritis Akut (PNA). Presentasi klinis PNA seperti panas tinggi (39,5-40,5 °C), disertai
mengigil dan sekit pinggang. Presentasi klinis PNA ini sering didahului gejala ISK bawah
(sistitis).1
b. ISK bawah (sistitis). Presentasi klinis sistitis seperti sakit suprapubik, polakisuria, nokturia,
disuria, dan stanguria.1
c. Sindroma Uretra Akut (SUA). Presentasi klinis SUA sulit dibedakan dengan sistitis. SUA
sering ditemukan pada perempuan usia antara 20-50 thun. Presentasi klinis SUA sangat minimal
(hanya disuri dan sering kencing) disertai cfu/ml urin <10 ; sering disebut sistitis abakterialis. 1
5

d. ISK rekuren. ISK rekuren terdiri 2 kelompok; yaitu: 1


a). Re-infeksi (re-infections). Pada umumnya episode infeksi dengan interval >6 minggu
mikroorganisme (MO) yang berlainan.
b). Relapsing infection. Setiap kali infeksi disebabkan MO yang sama, disebabkan sumber
infeksi tidak mendapat terapi yang adekuat.
Diagnosis
Pemeriksaan yang paling ideal untuk deteksi adanya ISK adalah kultur urin. Untuk
menegakkan diagnosis ISK bergejala (sistitis akut dan pielonefritis), nilai ambang batas yang
digunakan adalah 103 colony forming units/ml (cfu/mL). Untuk ISK tak bergejala (bakteriuria
asimtomatik), nilai ambang batas yang digunakan adalah 105 cfu/mL. Dalam diagnosis
bakteriuria asimtomatik pada perempuan, termasuk ibu hamil, harus digunakan sampel yang
berasal dari urin pancar tengah yang diambil secara bersih (midstream, clean-catch urine
sample). Masalah yang ada di negara yang sedang berkembang umumnya adalah layanan
kesehatan dengan fasilitas yang terbatas. Pada layanan tersebut, umumnya fasilitas untuk kultur
urin tidak ada. Masalah lain dalam penggunaan kultur urin sebagai teknik skrining bakteriuria
asimtomatik adalah biaya yang cukup tinggi dan waktu yang cukup lama untuk mendapatkan
hasil. Diagnosis ISK dapat ditegakkan dengan metode tidak langsung untuk deteksi bakteri atau
hasil reaksi inflamasi. Metode yang sering dipakai adalah tes celup urin, yang dapat digunakan
untuk deteksi nitrit, esterase leukosit, protein, dan darah di dalam urin.3
Investigasi lanjutan terutama renal imaging procedures tidak boleh rutin, harus
berdasarkan indikasi yang kuat. Pemeriksaan radiologis dimaksudkan untuk mengetahui adanya
batu atau kelainan anatomis yang merupakan faktor predisposisi ISK. Renal imaging
procedures untuk investigasi faktor predisposisi ISK, antara lain : ultrasonogram (USG),
radiografi (foto polos perut, pielografi IV, micturating cystogram), dan isotop scanning.1
Penatalaksanaan
Infeksi saluran kemih bawah
Prinsip manajemen ISK bawah meliputi intake cairan yang banyak, antibiotika yang adekuat,
dan kalau perlu terapi asimtomatik untuk alkalinisasi urin:1
 Hampir 80% pasien akan memberikan respon setelah 48 jam dengan antibiotika tunggal;
seperti ampisilin 3 gram, trimetoprim 200mg.
 Bila infeksi menetap disertai kelainan urinalisi (lekositoria) diperlukan terapi konvensional
selama 5-10 hari.
 Pemeriksaan mikroskopik urin dan biakan urin tidak diperlukan bila semua gejala hilang
dan tanpa lekositoria.
Reinfeksi berulang (frequent re-infection)
 Disertai faktor predisposisi. Terapi antimikroba yang intensif diikuti koreksi faktor resiko.
 Tanpa faktor predisposisi
- Asupan cairan banyak
- Cuci setelah melakukan senggama diikuti terapi antimikroba takaran tunggal (misal
trimetroprim 200mg)
- Terapi antimikroba jangka lama sampai 6 bulan.
Sindroma uretra akut (SUA). Pasien dengan SUA dengan hitungan kuman 10 3-
105memerlukan antibiotika yang adekuat. Infeksi klamidia memberikan hasil yang baik dengan
tetrasiklin. Infeksi disebabkan MO anaerobic diperlukan antimikroba yang serasi, misal
golongan kuinolon. 1
Table 2. rekomendasi terapi antibiotic pada sistitis akut tanpa komlikasi pada wanita4

Infeksi saluran kemih atas


Pielonefritis akut. Pada umumnya pasien dengan pielonefritis akut memerlukan rawat inap
untuk memlihara status hidrasi dan terapi antibiotika parenteral paling sedikit 48 jam. Indikasi
rawat inap pielonefritis akut adalah seperti berikut: 1
- Kegagalan mempertahankan hidrasi normal atau toleransi terhadap antibiotika oral.
- Pasien sakit berat atau debilitasi.
- Terapi antibiotika oral selama rawat jalan mengalami kegagalan.
- Diperlukan invesstigasi lanjutan.
- Faktor predisposisi untuk ISK tipe berkomplikasi.
- Komorbiditas seperti kehamilan, diabetes mellitus, usia lanjut.
The Infection Disease of America menganjurkan satu dari tiga alternatif terapi antibiotik
IV sebagai terapi awal selama 48-72 jam sebelum diketahui MO sebagai penyebabnya yaitu
fluorokuinolon, amiglikosida dengan atau tanpa ampisilin dan sefalosporin dengan spectrum
luas dengan atau tanpa aminoglikosida.1
Table 3. rekomendasi terapi antibiotik empiris pada pielonefritis akut tanpa komlikasi
pada wanita.4
Pencegahan
Sebagian kuman yang berbahaya hanya dapat hidup dalam tubuh manusia. Untuk
melangsungkan kehidupannya, kuman tersebut harus pindah dari orang yang telah kena infeksi
kepada orang sehat yang belum kebal terhadap kuman tersebut. Kuman mempunyai banyak
cara atau jalan agar dapat keluar dari orang yang terkena infeksi untuk pindah dan masuk ke
dalam seseorang yang sehat. Kalau kita dapat memotong atau membendung jalan ini, kita dapat
mencegah penyakit menular. Kadang kita dapat mencegah kuman itu masuk maupun keluar
tubuh kita. Kadang kita dapat pula mencegah kuman tersebut pindah ke orang lain.5
Pada dasarnya ada tiga tingkatan pencegahan penyakit secara umum, yaitu pencegahan
tingkat pertama (primary prevention) yang meliputi promosi kesehatan dan pencegahan khusus,
pencegahan tingkat kedua (secondary prevention) yang meliputi diagnosis dini serta
pengobatan yang tepat, dan pencegahan tingkat ketiga (tertiary prevention) meliputi
pencegahan terhadap cacat dan rehabilitasi. Ketiga tingkatan pencegahan tersebut saling
berhubungan erat sehingga dalam pelaksanaannya sering dijumpai keadaan tumpang tindih.5
Beberapa pencegahan infeksi saluran kemih dan mencegah terulang kembali, yaitu: 6
1. Jangan menunda buang air kecil, sebab menahan buang air seni merupakan sebab terbesar
dari infeksi saluran kemih.
2. Perhatikan kebersihan secara baik, misalnya setiap buang air seni, bersihkanlah dari depan ke
belakang. Hal ini akan mengurangi kemungkinan bakteri masuk ke saluran urin dari rektum.
3. Ganti selalu pakaian dalam setiap hari, karena bila tidak diganti, bakteri akan berkembang
biak secara cepat dalam pakaian dalam.
4. Pakailah bahan katun sebagai bahan pakaian dalam, bahan katun dapat memperlancar
sirkulasi udara.
5. Hindari memakai celana ketat yang dapat mengurangi ventilasi udara, dan dapat mendorong
perkembangbiakan bakteri.
6. Minum air yang banyak.

Plan
Diagnosis : berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang pasien ini
didiagnosis infeksi saluran kemih.
Pengobatan : pengobatan dengan inf RL 20 tpm, inj. Ceftriaxon 2x1gr, inj. Ranitidine 2x1amp,
paracetamol infus 3x1000mg.
Pendidikan : diberikan pemahaman pada pasien dan keluarganya bahwa penyakit ini perlu
ditangani secara menyeluruh oleh dokter ahli.
Konsultasi : perlunya konsultasi dengan spesialis penyakit dalam untuk upaya penanganan
kuratif.
Rujukan : direncakan jika proses berlanjut atau timbul komplikasi dan memerlukan tindakan
pembedahan, dapat dirujuk ke RS yang lebih memadai dan memiliki dokter spesialis bedah
urologi.
Daftar Pustaka:

1. Sukandar E. Infeksi saluran kemih pada pasien dewasa dalam Buku Ajar Ilmu Penyakit
Dalam. Jilid I. Edisi IV. Jakarta : Balai Penerbit FKUI; 2007.
2. Lumbanbatu, S.M., 2003; Bakteriuria Asimptomatik pada Anak Sekolah Dasar Usia 9-12
tahun. Bagian Ilmu Kesehatan Anak Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara; 1-
17.
3. Schmiemann G, Kniehl E, Gebhardt K, Matejczyk MM, Hummers-Pradier E. The diagnosis
of urinary tract infection: a systematic review. Dtsch Arztebl Int. 2010;107(21):361-7.
4. Grabe M, Bjerklund-Johansen TE, Botto H, Wullt B, Cek M, Naber KG, et al. Guidelines
on urological infections. EAU Guidelines. Arnhem. The Netherlands: European Association
of Urology (EAU); 2015.
5. Noor, Nur Narsy, 2006. Pengantar Epidemiologi Penyakit Menular. Jakarta : Rineka Cipta;
39-40,82-83.
6. Schoenstadt, Arthur, 2008. Urinary Tract Infection Prevention. Available from :
http://www.honafrica.org.

Anda mungkin juga menyukai