ABSTRAK
Produksi jagung seringkali tidak optimal karena gangguan hama dan penyakit. Penyakit busuk
pelepah yang disebabkan oleh Rhizoctonia solani adalah salah satu penyakit penting setelah
penyakit bulai dan dapat menurunkan produksi hingga 100% apabila menyerang varietas
rentan. Pengendalian dengan cendawan antagonis adalah salah satu alternatif dalam menekan
penyakit busuk pelepah, sedangkan penggunaan formulasi biofungisida adalah mudah
dilakukan pada perbanyakan, penyimpanan dan aplikasi di lapangan. Penelitian ini
dilaksanakan pada tahun 2014 di laboratorium dan KP Bajeng. Tujuan penelitian adalah
menguji dua formulasi biofungisida pada dua jenis cendawan antagonis yang telah disimpan
selama 2,4 dan 6 bulan. Formulasi biofungisida Trichoderma dan Gliocladium yang disimpan 2-
6 bulan ternyata viabilitas spora tidak terjadi penurunan yang significant. Formulasi biofungisida
Trichoderma dan Gliocladium dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk pelepah,
formulasi dari cendawan Trichoderma terjadi penekanan penyakit busuk pelepah 33,38-
63,26%, sedangkan formulasi dari cendawan Gliocladium dapat menekan intensitas serangan
penyakit busuk pelepah 21,57-49,6%. Produksi jagung setelah diaplikasi dengan formulasi
biofungisida Trichoderma dan Gliocladium ternyata menunjukkan adanya peningkatan
produksi. Untuk pertanaman yang diinokulasi dengan formulasi Trichoderma peningkatan
produksi mencapai 20,2-28,4% sedangkan yang diinokulasi dengan Gliocladium dapat
meningkatkan produksi 12,3-21,3%
PENDAHULUAN
Cendawan Rhizoctonia solani merupakan patogen tular yang memiliki kisaran
inang yang luas sehingga sulit dikendalikan, cendawan ini dapat menyebabkan
penyakit busuk pelepah pada jagung. Pengendalian penyakit ini bisa dilakukan dengan
penggunaan varietas tahan dan penggunakan fungisida. Sejauh ini pemakaian
pestisida (fungisida) sintetis yang kurang bijaksana seringkali menimbulkan masalah
kesehatan, pencemaran lingkungan dan terganggunya keseimbangan ekologis seperti
munculnya strain-strain baru dari pathogen (Hasanuddin 2003)
Beberapa tahun terakhir pengendalian penyakit tanaman dengan memanfaatkan
mikroorganisme antagonis telah banyak dilakukan. Beberapa cendawan antagonis yang
menunjukkan hasil yang cukup baik dalam mengendalikan patogen adalah jenis
Trichoderma dan Gliocladium. Dari uji antagonis di laboratorium, rumah kaca dan
lapangan kedua cendawan ini mempunyai kemampuan menghambat pertumbuhan
patogen tular tanah diantaranya adalah Sclerotium rolfsii, R. solani dan Fusarium sp.
(Sri Hardaningsih 2000; Soenartiningsih et al. 2014). Sedangkan menurut Schisler
457
Soenartiningsih et al.: Penggunaan Formulasi Biopestisida ...
Formulasi 1 :
Beras jagung + Talk + Kaolin (2:1:1)
Campuran bahan disterilkan terlebih dahulu (2 X sterilisasi), Sterilisasi 1 setelah
24 jam disterilkan lagi. Mikroorganisme antagonis dengan kerapatan spora 10 6
konidia/ ml dan setiap 100 ml cendawan antagonis dicampurkan dengan 1 kg bahan
dan dicampur sampai rata. Setelah tercampur dikeringkan dalam inkubtor pada suhu
30 – 320C atau dikeringkan pada sinar matahari sampai produk kering, produk sudah
cukup kering dengan tingkat kelembaban < 15oC. Kemudian masing-masing formula
disimpan dalam botol selama 2, 4 dan 6 bulan, masing-masing sebanyak 100 gram
tiap kemasan. Setelah proses pengemasan dilakukan pencatatan tanggal produksi dan
dilakukan pengamatan terhadap kualitas produk secara berkala setiap dua bulan untuk
melihat kestabilan kualitas produk. Kriteria penilaian meliputi tampilan produk akhir dan
pemantauan viabilitas sel cendawan.
Formulasi 2 :
Formulasi tepung kaolin :
- Larutan gliserin 37,5 ml
- Gelatin 3 g
- Twen 20 0,625 ml + aquades hingga 100 ml
458
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
a. Pengujian di Laboratorium
Setelah terbentuk formulasi dimasukkan ke dalam botol dan diberi label
tanggal produksinya kemudian disimpan pada suhu 4oC selama 2, 4 dan 6 bulan
masing-masing formula diamati viabilitas sporanya. Caranya sebagai berikut media
PDA yang telah dicampur dengan Clorampenicol dan disterilkan kemudian diteteskan 1
ml pada obyek glass ditambahkan larutan formulasi 0,5 ml dengan pengenceran 10-4
ditutup dengan cover glass, kemudian dimasukkan dalam cawan petri yang telah
dialasi dengan kertas saring lembab, diinkubasi selama 48 jam kemudian diamati
dibawah mikroskop untuk menghitung viabilitas sporannya.
∑ (n x V)
I = ------------- x 100%
ZN
Keterangan :
I = intensitas serangan
n = jumlah tanaman dalam nilai
katergori tertentu
v = nilai kategori serangan
Z = nilai kategori serangan tertinggi
N = jumlah tanaman yang diamati.
459
Soenartiningsih et al.: Penggunaan Formulasi Biopestisida ...
460
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
Pada formulasi 1 hasilnya lebih baik maka yang digunakan untuk aplikasi
dilapangan adalah formulasi 1. Hasil pengamatan di lapangan pada 2 MSI, intensitas
serangan masih rendah, tetapi setelah 4 MSI intensitas serangan mencapai 15,5-
29,5% sedang pada kontrol mencapai 38,6%. Pada pengamatan 6 MSI intensitas
serangan penyakit busuk pelepah antara 25,2-53,8% sedang pada kontrol 68,6%
(Tabel 1). Dari hasil pengamatan maka dapat dikatakan bahwa formulasi biofungisida
Trichoderma dan Gliocladium dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk
pelepah, formulasi dari cendawan Trichoderma terjadi penekanan penyakit busuk
pelepah 33,38-63,26%, sedangkan formulasi dari cendawan Gliocladium dapat
menekan intensitas serangan penyakit busuk pelepah 21,57-49,6%.
461
Soenartiningsih et al.: Penggunaan Formulasi Biopestisida ...
462
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
KESIMPULAN
Formulasi biofungisida Trichoderma dan Gliocladium yang disimpan 2 – 6 bulan
ternyata viabilitas spora tidak terjadi penurunan yang significant. Formulasi
biofungisida Trichoderma dan Gliocladium dapat menekan intensitas serangan
penyakit busuk pelepah, formulasi dari cendawan Trichoderma terjadi penekanan
penyakit busuk pelepah 33,38-63,26%, sedangkan formulasi dari cendawan
Gliocladium dapat menekan intensitas serangan penyakit busuk pelepah 21,57-49,6%.
Produksi jagung setelah diaplikasi dengan formulasi biofungisida Trichoderma dan
Gliocladium ternyata menunjukkan adanya peningkatan produksi. Untuk pertanaman
yang diinokulasi dengan Trichoderma peningkatan produksi mencapai 20,2-28,4%
sedangkan yang diinokulasi dengan Gliocladium dapat meningkatkan produksi 12,3-
21,3%
463
Soenartiningsih et al.: Penggunaan Formulasi Biopestisida ...
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2002. Pedoman penerapan agen hayati dalam pengendalian OPT
tanaman sayuran. Direktorat Jenderal Bina Produksi Hortikultura. Direktorat
Perlindungan Hortikultura. Jakarta. 49 hal.
Arwiyanto. 2000. Pengembangan Agens Hayati untuk Tanaman Hortikultura.
Departemen Pertanian Jakarta.
Cook. R. J., and K. F. Baker, 1989. The Nature and of Practice Biological Control Of
Plant Pathogens. American Phytopath. Coc. St. pa
Elad,Y. 2000. Biological control of foliar pathogens by means of Trichoderma
harzianum and potential modes of action. Crop Protection. 19: 709-714.
Hasanuddin. 2003. Peningkatan peranan mikroorganisme dalam sistem pengendalian
penyakit tumbuhan secara terpadu. http//library.usu.ac.id/ download/fp/fp-
hasanuddin.pdf
Ilyas, M. 2006. Isolasi dan identifikasi kapang pada relung rhizosfer tanaman di
kawasan cagar alam gunung Mutis, Nusa Tenggara Timur. Biodeversitas 7(2):
216-220.
Nick, S. 2009. Applied the Trichoderma product Eco- T to seed potatoes and
maize. http://www plant-health.co.za/testimonial_nick_snaith.html (Diakses 28
Juli 2014)
Panahian,G.H., K. Rahnama, and M. Jafari. 2012. Mass production of Trichoderma
spp. and application. International Research Journal of applied and Basic
Sciences. 3 (2) : 292- 298
Papavizas, G.C. 1985. Trichoderma and Gliocladium Biology, Ecology and
potential for Biocontrol. Phytopathology. 23 : 23-54.
Purwantisari, S. 2008. Biofungisida ramah lingkungan. http://www.wawasan digital.
com/index.php?option=com_content&task=view&id=18020&Itemid=62.
(Diakses Agustus 2014)
Schisler, D.A., N.I. Khan, M.J. Boehm, and Slininger. 2002. Greenhouse and field
evaluation of biological control of Fusarium head blight on durum wheat. Plant
Disease. 86: 1350-1356
Singh, R., B. K. Singh, R. S. Upadhyay, Rai, Bharat and Y. Su Lee. 2002.
Biological Control of Fusarium wilt disease of pigeon pea. J. Plant Pathol
18(5): 279-283.
Suharna, N. 2003. Interaksi antara Trichoderma harzianum, Penicillium sp. dan
Pseudomonas serta kapasitas antagonismenya terhadap Phytophthora
capsici in vitro. Berita Biologi 6(6): 747-753.
Susiana P., R. S. Ferniah dan B. Raharjo. 2008. Pengendalian penyakit lodoh
(Busuk umbi kentang dengan agen hayati jamur-jamur antagonis lokal.
Bioma 10(2): 13- 19.
Soenartiningsih, Nur Asia dan M. Sujak Saenong. 2014. Efektivitas Trichoderma sp.
dan Gliocladium sp. sebagai agen biokontrol hayati penyakit busuk
pelepah pada jagung. Jurnal Penelitian Pertanian Tanaman Pangan 33(2): 129-
135
464
Prosiding Seminar Nasional Serealia, 2015
465