Anda di halaman 1dari 23

LAPORAN PENDAHULUAN DAN ASUHAN KEPERAWATAN

DENGAN THYROID DISOLDER

DI SUSUN OLEH :

Kelompok 3

Aspiansyah 11194561920082

Azna Yuliana 11194561920083

Hifzi Fadliannor 11194561920095

Ivana Itasia Putri 11194561920096

Made Aditya Affanda 11194561920124

Normaliyanti 11194561920109

PROGRAM STUDI SARJANA KEPERAWATAN


FAKULTAS KESEHATAN
UNIVERSITAS SARI MULIA
2019
BAB I
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi

Tiroid merupakan kelenjar endokrin murni terbesar dalam tubuh


manusia yang terletak di leher bagian depan, terdiri atas dua bagian
(louskanan dan lobuskiri). Panjang kedua lobus masing-masing 5 cm dan
menyatu di garis tengaah, berentuk seperti kupu-kupu. Penyakit atau
gangguan tiroid adalah suatu kondisi kelainan pada seseorang akibat
adanya gangguan kelenjar tiroid, baik berupa perubahan bentuk kelenjar
maupun perubahan fungsi (berlebihan, berkurangatau normal) (Kemenkes
RI, 2015).

Kelenjar tiroid menghasilkan hormone tiroid yaitu tiroksin (T4) dan


triiodotironin (T3). Pembentukan hormone tiroid dipengaruhi oleh
mekanisme umpan balik yang melibatkan hormone Thyroid Stimulating
Hormon (TSH). Bila Produksi hormone tiroid meningkat makaproduksi TSH
menurun dan sebaliknya jika produksi hormone tiroid tidak mencukupi
kebutuhan maka produksi TSH meningkat (Kemenkes RI, 2015).

Jenis Penyakit / Gangguan Tiroid menurut kelainan bentuknya, gangguan


tiroid dapat dibedakan dalam 2 bentuk :

a. Difus

Pembesarankelenjar yang merata, bagiankanan dan kirikelenjarsama-


samamembesar dan disebutstrumadifusa( tiroiddifus ).

b. Nodul

Terdapatbenjolanseperti bola, bias tunggal (mononodosa) ataubanyak


(multinodosa), bias padatatauberisicairan (kista) dan bias berupa tumor
jinak/ganas.

Menurut kelainan fungsinya, gangguan tiroid dibedakan dalam 3 jenis :

a. Hipotiroid
Kumpulan manifestasi klinis akibat berkurang / berhentinya produksi
hormone tiroid

b. Hipertiroid

Disebut juga tirotoksikosis, merupakan kumpulan manifestasi klinis akibat


kelebihan hormone tiroid

c. Eutiroid

Keadaan tiroid yang berbentuk tidak normal tapi fungsinya normal


(Kemenkes RI, 2015).

B. ETIOLOGI
Penyakit gondok sangat erat kaitannya dengan kekurangan iodium.
Hubungan antara penyakit ini dengan kurangnya konsumsi iodium telah
diketahui lebih dari 130 tahun yang lalu, iodium merupakan bahan baku dalam
pembentukan hormone tiroksin dan trilodotironin. Iodium berinteraksi dengan
protein yang disebut dengan thyroglobulin, dan cincin aromatic dari protein ter-
iodinisasi. Dua darimolekulter-iodinisasi tersebut berinteraksi, membentuk suatu
unit tiroksin sedangkan duam olekul teriodinisasi dan satu molekul teriodinisasi
membentuk triiodotironin. Unit aromatik ini kemudian lepask dan menghasilkan
hormone tiroksin ataupun triiodotironin. Apabila ketersediaan iodium dalam
tubuh rendah maka produksi kedua hormone dalam kelenjar tiroid juge rendah.
Iodium merupakan unsur zat gizi mikro yang sangat dibutuhkan manusia,
walaupun relative sedikit untuk mensintesis hormone tiroksin (WHO,2011).
Hormon tiroksin berfunsi mengatur proses kimiawi yang terjadi pada sel-sel
organ tubuh; berperan metabolism umum; system kardiovaskuler; system
pencernaan; system otot; SSp dan hormone pertumbuhan (granner,2013)

C. Manifestasi klinis
Penyakit gondok biasanya dapat dilihat secara kasat mata dengan
munculnya pembengkakan pada leher bagian depan bawah, pada posisi
dimana kelenjar tiroid berada. Pada bayi dan anak-anak gejala tambahan yang
dapat dilihat adalah gangguan tumbuh kembang dan kretinisme (kekerdilan).
Gejala yang timbul akibat kekurangan iodium secara terus menerus dalam
jangka waktu lama disebut sebagai GAKY (Gangguan Akibat Kekurangan
Yodium). Penderita kurang iodium ringan dapat tidak menunjukkan gejala apa-
apa sehingga tidak disadari. Disamping itu karena tak terasa sakit, kadang
penyakit gondok seringd iabaikan. Padahal hasil penelitian diberbagai daerah di
Indonesia menunjukkan bahwa sekitar 42 juta penduduk di Indonesia tinggal
didaerah endemis gondok, yaitu daerah yang tanahnya kekurangan iodium.
Perkembangan penyakit gondok dapat dikatergorikan dalam lima tahapan yaitu:
1. Grade 0= Normal
Dengan inspeksi tidak terlihat, baik data rmaupun tengadah maksimal, dan
dengan palpasi tidak teraba.
2. Grade IA
Kelenjar gondok tidak terlihat, baik datar maupun penderita tengadah
maksimal, dan palpasi teraba lebih besar dari ruas terakhir ibu jari penderita.
3. Grade IB
Kelenjar gondok dengan inspeksi datar tidak terlihat, tetapi terlihat dengan
tengadah maksimal dan dengan palpasi terabalebih besar dari grade IA.
4. Grade II
Kelenjar gondok dengan inspeksi terlihat dalam posisi datar dan dengan
inspeksi teraba lebih besar dari grade IB .
5. Grade III
Kelenjar gondok cukup besar, dapat terlihat pada jarak 6 meter atau lebih.
(Duarsa,2013)

D. Patofisiologi
Kelenjar tiroid dikendalikan oleh thyroid stimulating hormone (TSH) yang juga
dikenal sebagai thyrotropin. TSH disekresi dari kelenjar hipofisis, yang pada
gilirannya dipengaruhi oleh hormonthyrotropin releasing hormon (TRH) dari
hipotalamus. Thyrotropin bekerja pada reseptor TSH terletak pada kelenjar
tiroid. Serum hormon tiroid levothyroxine dan triiodothyronine umpan balik ke
hipofisis, mengatur produksi TSH.. Stimulasi dari reseptor TSH dari tiroid oleh
TSH, TSH reseptor antibodi, atau agonis reseptor TSH, seperti chorionic
gonadotropin, dapat mengakibatkan gondok difus. Ketika sebuah kelompok kecil
sel tiroid, sel inflamasi, atau sel ganas metastasis untuk tiroid terlibat, suatu
nodul tiroid dapat berkembang.
Kekurangan dalam sintesis hormon tiroid atau asupan menyebabkan produksi
TSH meningkat. Peningkatan TSH menyebabkan peningkatan cellularity dan
hiperplasia kelenjar tiroid dalam upaya untuk menormalkan kadar hormon tiroid.
Jika proses ini berkelanjutan, maka akan mengakibatkan gondok. Penyebab
kekurangan hormon tiroid termasuk kesalahan bawaan sintesis hormon tiroid,
defisiensi yodium, dan goitrogens. Goiter dapat juga terjadi hasil dari sejumlah
agonis reseptor TSH. Pendorong reseptor TSH termasuk antibodi reseptor TSH,
resistensi terhadap hormon tiroid hipofisis, adenoma kelenjar hipofisis
hipotalamus atau, dan tumor memproduksi human chorionic gonadotropin.
Pemasukan iodium yang kurang, gangguan berbagai enzim dalam tubuh,
hiposekresi TSH, glukosil goitrogenik (bahan yang dapat menekan sekresi
hormone tiroid), gangguan pada kelenjar tiroid sendiri serta factor pengikat
dalam plasma sangat menentukan adekuat tidaknya sekresi hormone tiroid. Bila
kadar – kadar hormone tiroid kurang maka akan terjadi mekanisme umpan balik
terhadap kelenjar tiroid sehingga aktifitas kelenjar meningkat dan terjadi
pembesaran.
Dampak goiter terhadap tubuh terletak pada pembesaran kelenjar tiroid yang
dapat mempengaruhi kedudukan organ-organ lain di sekitarnya. Di bagian
posterior medial kelenjar tiroid terdapat trakea dan esophagus. Goiter dapat
mengarah ke dalam sehingga mendorong trakea, esophagus dan pita suara
sehingga terjadi kesulitan bernapas dan disfagia yang akan berdampak
terhadap gangguan pemenuhan oksigen, nutrisi serta cairan dan elektrolit.
Penekanan pada pita suara akan menyebabkan suara menjadi serak atau
parau. Bila pembesaran keluar, maka akan memberi bentuk leher yang besar
dapat simetris atau tidak, jarang disertai kesulitan bernapas dan disfagia.
(Rahza, 2010)
E. Komplikasi
Penyakit Graves yang tidak segera ditangani dapat berujung kepada komplikasi
yang bias membahayakan, yaitu:
1 Gangguan jantung.
Bila dibiarkan tanpa penanganan, penyakit Graves dapat mengakibatkan
aritmia, perubahan pada struktur dan fungsi jantung, serta menurunnya
kemampuan jantung untuk memompa darah keseluruh tubuh.
2 Keropos tulang atau osteoporosis.
Jumlah hormone tiroid yang terlalu banyak dapat memengaruhi kemampuan
tubuh dalam menyerap kalsium kedalam tulang. Hal ini menyebabkan
kekuatan tulang menjadi berkurang sehingga menjadi mudah rapuh.
3 Gangguan kehamilan.
Beberapa komplikasi penyakit Graves yang bias terjadi pada masa
kehamilan, antara lain kelahiran prematur, disfungsi tiroid pada janin,
menurunnya perkembangan janin, tekanan darah tinggi pada ibu
(preeklamsia), gagal jantung pada ibu, hingga keguguran.
4. Krisistiroid (thyroid storm),
Yaitu kondisi di mana hormone tiroid diproduksi secara cepat dan
berlebihan. Kondisi ini disebabkan oleh hipertiroidisme yang tidak segera
ditangani, dan tergolong kondisi yang sangat berbahaya. Beberapa gejala
krisistiroid, antara lain diare, keringat berlebih, demam, muntah, kejang,
mengigau, tekanan darah rendah, jantung berdebar, sakit kuning, hingga
koma.
5. Koma miksedema adalah situasi yang mengancam nyawa yang ditandai
oleh eksa serbasi (perburukan) semua gejala hipotiroidisme termasuk
hipotermi tanpa menggigil, hipotensi, hipoglikemia, hipoventilasi, dan
penurunan kesadaran hingga koma (Corwin, 2009:296). Kematian dapat
terjadi apabila tidak diberikan hormone tiroid dan stabilisasi semua gejala.
Dalam keadaan darurat (misalnya koma miksedema), hormone tiroid bias
diberikan secara intravena.
6. Gangguan Kardiovaskuler. Penurunan hormone tiroid akan mengganngu
metabolisme lemak disebabkan oleh peningkatan kada rkolesterol dan
trigliserida sehingga klien berpotensi mengalami atherosclerosis. (Corwin,
2014)

F. Pemeriksaan diagnostik
1. Serum T4 dan T3 dalam darah : meningkat
2. TSH : tertekan dan tidak berespon terhadap TRH (tiroid releasing hormon)
yodium radio aktif.
3. Protein Bound Iodine (PBI). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur
iodium yang terikat dengan protein plasma. Pada penderita goiter biasanya
terjadi peningkatan.
4. 4.Tes pengambilan RAI (Up take Radioaktif): bertujuan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida. Hasil pemeriksaan
meningkat pada goiternoduler.
5. Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid
tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak
berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
Sedangkan nodul dingin adalah ganas.
6. CT scan/foto rontgen leher jika timbul penekanan yang menimbulkan
pergeseran trakhea dan esofagus akibat dari goiter.
7. Ultrasonografi untuk memperlihatkan ukuran goiter dan membedakan
massa solid atau kistik, soliter atau multipel.
(Rubeinstein, David, dkk, 2017)

G. Penatalaksanaan
Banyak penyakit goiter ini mereda setelah gangguan keseimbangan
iodium diperbaiki. Preparat suplemen iodium, seperti larutan jenuh kalium
iodida, diresepkan untuk menekan aktivitas kelenjar hipofisis yang menstimulasi
tiroid.
Apabila tindakan bedah dianjurkan, komplikasi pasca operatif dapat
dikurangi dengan menciptakan keadaan eutiroid praoperatif yang ditimbulkan
oleh pengobatan dengan preparat antitiroid dan pemberian senyawa iodida
praoperatif untuk mengurangi ukuran serta vaskularisasi goiter tersebut.
Tiroidektomi dilakukan apabila goiternya besar dan menekan jaringan sekitar.
Tekanan pada trakhea dan esofagus dapat mengakibatkan inspirasi stridor dan
disfagia. Tekanan pada laring dapat mengakibatkan suara serak.
BAB II
TINJAUAN KASUS

A. Pengkajian
1. Identitas
Kaji nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan, agama, suku/bangsa,
pendidikan, pekerjaan, alamat, dan nomor register.
2. Riwayat Kesehatan
- Keluhan Utama
Kaji apa yang dirasakan klien pada saat pengkajian
- Riwayat Kesehatan Sekarang
Kaji bagaimana kondisi klien saat dilakukan pengkajian. Klien dengan
penyakit tiroid biasanya mengeluhkan susah makan dan menelan.
- Riwayat Kesehatan Dahulu
Kaji riwayat alergi makanan maupun obat-obatan klien, riwayat
konsumsi obat-obatan dahulu, riwayat penyakit yang sebelumnya
dialami klien.
- Riwayat Kesehatan Keluarga
Kaji apakah di dalam keluarga klien, ada yang mengalami penyakit
yang sama.

B. Pola Fungsional Gordon


- Pola persepsi kesehatan – manajemen kesehatan
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pandangan klien terhadap penyakitnya?
b. Apakah klien memiliki riwayat merokok, alkohol, dan konsumsi obat-
obatan tertentu?
c. Bagaimakah pandangan klien terhadap pentingnya kesehatan?

C. Pemeriksaan Psikososial
Kaji apakah Pasien terlihat cemas kalau penyakitnya tidak dapat sembuh dan
malu bertemu dengan orang lain dengan kondisinya yang sekarang
- Pola nutrisi –metabolic
Pada pola ini kita mengkaji :
a. Bagaimanakah pola makan dan minum klien sebelum dan selama dirawat
di rumah sakit?
b. Kaji apakah klien alergi terhadap makanan tertentu?
c. Apakah klien menghabiskan makanan yang diberikan oleh rumah sakit?
d. Kaji makanan dan minuman kesukaan klien?
e. Apakah klien mengalami mual dan muntah?
f. Bagaimana dengan BB klien, apakah mengalami penurunan atau
sebaliknya?

Pada klien dengan penyakit tiroid, biasanya mengalami penurunan nafsu


makan dan kesulitan menelan.

- Pola eliminasi
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah pola BAB dan BAK klien ?
b. Apakah klien menggunakan alat bantu untuk eliminasi?
c. Kaji konsistensi BAB dan BAK klien
d. Apakah klien merasakan nyeri saat BAB dan BAK?

- Pola aktivitas – latihan


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah perubahan pola aktivitas klien ketika dirawat di rumahs
akit?
b. Kaji aktivitas yang dapat dilakukan klien secara mandiri
c. Kaji tingkat ketergantungan klien

0 = mandiri

1 = membutuhkanalat bantu

2 = membutuhkanpengawasan

3 = membutuhkanbantuandari orang lain


4 = ketergantungan

d. Apakah klien mengeluh mudah lelah?

- Pola istirahat – tidur


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami gangguang tidur?
b. Apakah klien mengkonsumsi obat tidur/penenang?
c. Apakah klien memiliki kebiasaan tertentu sebelum tidur?

- Pola kognitif – persepsi


- Pada pola ini kita mengkaji:
a. Kaji tingkat kesadaran klien
b. Bagaimanakah fungsi penglihatan dan pendengaran klien, apakah
mengalami perubahan?
c. Bagaimanakah kondisi kenyamanan klien?
d. Bagaimanakah fungsi kognitif dan komunikasi klien?

- Pola persepsidiri - konsepdiri


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah klien memandang dirinya terhadap penyakit yang
dialaminya?
b. Apakah klien mengalami perubahan citra pada diri klien?
c. Apakah klien merasa rendah diri?

- Pola peran – hubungan


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah peran klien di dalam keluarganya?
b. Apakah terjadi perubahan peran dalam keluarga klien?
c. Bagaimanakah hubungan social klien terhadap masyarakat sekitarnya?
- Pola reproduksi dan seksualitas
Pada pola ini kita mengkaji:
a. Bagaimanakah status reproduksi klien?
b. Apakah klien masih mengalami siklus menstrusi (jika wanita)?

- Pola koping dan toleransi stress


Pada pola ini kita mengkaji:
a. Apakah klien mengalami stress terhadapkondisinya saat ini?
b. Bagaimanakah cara klien menghilangkan stress yang dialaminya?
c. Apakah klien mengkonsumsi obat penenang?

- Pola nilai dan kepercayaan


Pada pola ini kita mengakaji:
a. Kaji agama dan kepercayaan yang dianut klien
b. Apakah terjadi perubahan pola dalam beribadah klien?

D. Pemeriksaan Fisik
1. Inspeksi bentuk leher membesar dan tidak simetris.
2. Palpasi kelenjar tiroid dengan posisi kepala pasien fleksi. Terjadi
pembesaran, nodul tunggal di sisi kanan, terjadi deviasi trakhea ke kiri.
3. Auskultasi bunyi pada arteri tiroidea. Pada keadaan normal bunyi ini tidak
terdengar, bunyi dapat terdengar jika terjadi peningkatan sirkulasi darah ke
kelenjar tiroid sebagai dampak peningkatan aktivitas kelenjar tiroid

a. Pemeriksaan Persistem
1. B1 (Breathing): pasien mengeluh sesak napas, ada pernapasan cuping
hidung, terdapat benda asing di jalan napas (goiter), RR: x/menit.
MK: ketidakefektifan bersihan jalan napas.
2. B2 (Blood): TD: mmHg, HR: x/menit.
Tidak ditemukan masalah.
3. B3 (Brain): kesadaran: kompos mentis.
Tidak ditemukan masalah.
4. B4 (Bladder): -
Tidak ditemukan masalah.
5. B5 (Bowel):
A. Antropometri:
- BB: kg.
- TB: cm.
- IMT: Berat Badan (kg)/(Tinggi Badan (cm)/100)2

Status gizi: Gizi kurang, Kategori: kurus


B. Biokimia:
- Hb: gr/dL
- HCT: %
- Albumin: gr/dL
C. Clinical sign:
Turgor kulit menurun, pasien mengeluh kesulitan saat menelan,
nafsu makan menurun, klien merasa nyeri dan tidak nyaman
pada daerah leher.
D. Diet:
Klien hanya makan dengan porsi setengah piring, pasien tidak
menghabiskan makanan, pola makan pasien tidak teratur.
MK: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan.
MK: Gangguan menelan.

6. B6 (Bone): -
Tidak ditemukan masalah.

E. Pemeriksaan Penunjang
1. Serum T4 dan T3 dalam darah : meningkat
2. TSH : tertekan dan tidak berespon terhadap TRH (tiroid releasing hormon)
yodium radio aktif.
3. Protein Bound Iodine (PBI). Pemeriksaan ini bertujuan untuk mengukur
iodium yang terikat dengan protein plasma. Pada penderita goiter biasanya
terjadi peningkatan.
4. Tes pengambilan RAI (Up take Radioaktif): bertujuan untuk mengukur
kemampuan kelenjar tiroid dalam menangkap iodida. Hasil pemeriksaan
meningkat pada goiternoduler.
5. Radio Iodine Scanning. Digunakan untuk menentukan apakah nodul tiroid
tunggal atau majemuk dan apakah panas atau dingin (berfungsi atau tidak
berfungsi). Nodul panas menyebabkan hipersekresi jarang bersifat ganas.
Sedangkan nodul dingin adalah ganas.
6. CT scan/foto rontgen leher jika timbul penekanan yang menimbulkan
pergeseran trakhea dan esofagus akibat dari goiter.
7. Ultrasonografi untuk memperlihatkan ukuran goiter dan membedakan massa
solid atau kistik, soliter atau multipel.
(Rubeinstein, David, dkk, 2016)

F. Diagnosa Keperawatan
1. Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan goiter yang tumbuh
membesar dan mendesak trakhea.
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
kesulitan menelan makanan akibat kompres/penekanan esophagus.
3. Gangguan citra tubuh berhubungan dengan nodular goiter.
4. Gangguan menelan berhubungan dengan nodular goiter yang mendesak
esofagus.

G. Intervensi
Ketidakefektifan bersihan jalan napas berhubungan dengan goiter yang tumbuh membesar dan
mendesak trakhea.
Tujuan dan Kriteria Hasil NIC Rasional
NOC: 1. Lakukan pemberian 1. Membantu pasien untuk
Setelah dilakukan tindakan oksigenasi. memenuhi kebutuhan
keperawatan selama 4x24 2. Anjurkan pasien oksigen dan
jam, pasien menunjukkan untuk istirahat dan meningkatkan pola
keefektifan status ventilasi napas dalam. pernapasan spontan yang
jalan napas dibuktikan 3. Posisikan pasien optimal.
dengan kriteria hasil: untuk 2. Meningkatkan
memaksimalkan pernapasan yang
1. Tidak ada sesak napas ventilasi dengan adekuat.
(dispnea) semifowler atau 3. Memudahkan pasien
2. Menunjukkan jalan napas fowler dengan posisi untuk bernapas dan
yang paten (klien tidak leher tidak tertekuk / mencegah terjadinya
merasa tercekik, irama tidak ekstensi. kesulitan saat bernapas
napas reguler, frekuensi 4. Auskultasi suara akibat dari pendesakan
pernapasan dalam nafas, catat adanya trakhea oleh nodul.
rentang normal (16-20 suara tambahan. 4. Menentukan ada tidaknya
x/menit), tidak ada suara 5. Monitor respirasi dan kelainan pada jalan
abnormal). status oksigen. napas.
3. Saturasi oksigen dalam 6. Jelaskan pada pasien 5. Memantau perkembangan
batas normal (95-100%). dan keluarga tentang bila terjadi perubahan.
penggunaan 6. Menambah pengetahuan
peralatan seperti pasien dan keluarga
oksigen. tentang alat yang
7. Kolaborasi digunakan.
pemberian obat- 7. Deksametason
obatan seperti merupakan glukokortikoid
deksametason. dengan sintetik aktivitas
8. Kolaborasi dengan antiinflamasi, mencegah
tindakan operatif jika respon jaringan terhadap
dengan konseratif proses inflamasi,
gejala tidak hilang. diberikan pada goiter
akibat reaksi peradangan.
8. Tindakan operatif untuk
mengangkat nodul-nodul
pembesaran kelenjar
tiroid jika sudah tidak
dapat ditangani dengan
metode lain.

Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan kesulitan


menelan makanan akibat kompres/penekanan esofagus.
Tujuan dan Kriteria Hasil NIC Rasional
NOC: 1. Monitor intake dan 1. Pemantauan nutrisi
Setelah dilakukan tindakan output nutrisi. mencegah dan
keperawatan selama 2x24 2. Monitor adanya meminimalkan risiko
jam, pasien menunjukkan penurunan berat malnutrisi.
pemenuhan nutrisi yang badan dan turgor 2. Berat badan meningkat
adekuat dengan kriteria kulit. dan turgor kulit yang
hasil: 3. Monitor lingkungan membaik merupakan
1. Albumin serum normal: yang tenang dan tanda asupan nutrisi
3,5-5 gr/dL. menyenangkan selama terpenuhi.
2. Hemoglobin normal: 12- dan menjelang jam 3. Lingkungan yang
16 gr/dL. makan. menyenangkan dan tenang
3. Hematokrit normal: 37- 4. Motivasi dan bantu dapat menciptakan suasana
47%. menyediakan asupan yang nyaman yang dapat
4. Turgor kulit baik. nutrisi pasien. meningkatkan asupan nutrisi.
5. Berat badan meningkat 5. Jadwalkan 4. Mendorong pasien
secara bertahap. pengobatan dan memenuhi pemenuhan
tindakan tidak selama nutrisi.
jam makan. 5. Tindakan yang dilakukan saat
6. Monitor kadar jam makan akan
albumin, hemoglobin, mengganggu waktu klien
hematokrit. untuk makan.
7. Monitor mual dan 6. Pemeriksaan laboratorium
muntah. yang digunakan untuk
8. Informasikan pada menentukan kebutuhan nutrisi
klien dan keluarga dalam tubuh terpenuhi
manfaat pemenuhan 7. Mual dan muntah dapat
nutrisi. mengurangi asupan nutrisi
9. Atur posisi semi yang masuk dalam tubuh.
fowler atau fowler 8. Meningkatkan pengetahuan
selama makan dan pasien tentang pentingnya
30 menit setelah pemenuhan kebutuhan nutrisi.
makan. 9. Mencegah terjadinya
10. Pertahankan terapi IV aspirasi.
line dan parenteral. 10. Memenuhi kebutuhan
11. Kolaborasi dengan nutrisi klien jika asupan
ahli gizi untuk nutrisi melalui oral belum
menentukan jumlah mencukupi.
kalori dan nutrisi yang 11. Memenuhi nutrisi klien
dibutuhkan klien. dengan komposisi
makanan yang tepat.

Gangguan citra tubuh berhubungan dengan nodular goiter.


Tujuan dan Kriteria Hasil NIC Rasional
NOC: 1. Kaji secara verbal dan 1. Mengetahui persepsi klien
Setelah dilakukan tindakan non verbal respon terhadap perubahan
keperawatan selama 2x24 klien terhadap fungsi tubuhnya.
jam, gangguan citra tubuh perubahan fungsi 2. Membuat klien
pasien teratasi dibuktikan tubuhnya. mengetahui kondisi
dengan kriteria hasil: 2. Jelaskan tentang penyakit dan
1. Citra tubuh positif. perjalanan penyakit, pengobatannya sehingga
2. Mampu beradaptasi pengobatan, klien mengetahui cara
dengan kekuatan perawatan dan untuk sembuh dan dapat
personal terhadap prognosis penyakit. menerima perubahan
perubahan fungsi tubuh. 3. Dorong klien yang terjadi sehingga
3. Mendiskripsikan secara mengungkapkan membuat pandangan
faktual perubahan fungsi perasaan tentang positif terhadap diri
tubuh. perubahan bentuk sendiri.
4. Mempertahankan leher yang mengalami 3. Mengurangi beban pasien
interaksi sosial. pembesaran. dan membantu pasien
4. Motivasi pasien untuk mengungkapkan apa
meningkatkan yang pasien rasakan
kepercayaan diri dan mengenai kondisi
penampilan diri. penyakitnya.
4. Membantu pasien
5. Bantu pasien untuk menguatkan rasa positif
bertahap menjadi dan percaya diri untuk
terbiasa dengan menerima kondisi
perubahan pada penyakitnya.
tubuhnya. 5. Membantu pasien untuk
beradaptasi dengan
6. Beri dorongan kepada perubahan situasi dan
pasien untuk kondisi tubuh.
melakukan kegiatan 6. Meningkatkan percaya diri
berhias rutin sehari- saat bersosialisasi dan
hari. membantu pasien tetap
melakukan aktivitas
7. Fasilitasi pasien untuk sehari-hari. dengan orang
latihan pengungkapan lain.
diri untuk dengan 7. Pertemuan dan motivasi
teman-teman dekat dengan teman-teman
dan keluarganya. dekat dan keluarga dapat
meningkatkan rasa positif
dan percaya diri.
Gangguan menelan berhubungan dengan nodular goiter yang mendesak esofagus.
Tujuan dan Kriteria Hasil NIC Rasional
NOC: 1. Kaji adanya 1. Kesulitan menelan akan
Setelah dilakukan tindakan kesulitan menelan berpengaruh pada nafsu
keperawatan selama 6x24 dan nafsu makan. makan sehingga dapat
jam, pasien menunjukkan 2. Posisikan klien semi menentukan asupan makan
status menelan: fase fowler atau fowler. pasien.
esofagus klien membaik 3. Monitor refleks batuk, 2. Meminimalkan risiko
ditunjukkan dengan kriteria refleks muntah, dan pasien mengalami
hasil: kemampuan aspirasi.
1. Peningkatan upaya menelan. 3. Mengetahui
menelan. 4. Bantu menyediakan perkembangan pasien
2. Peningkatkan makanan asupan makanan yang selama makan.
melalui mulut. lunak atau cair sesuai 4. Makanan lunak dapat
3. Pengiriman bolus ke kondisi pasien. mengurangi kontraksi
faring selaras dengan 5. Bantu klien untuk esophagus dalam
reflek menelan. menempatkan mendorong makanan ke
makanan pada lambung.
bagian yang tidak 5. Memudahkan klien untuk
sakit. menelan makanan.
6. Berikan perawatan 6. Meningkatkan nafsu
mulut jika perlu. makan pasien selama
7. Posisikan pasien makan.
dengan posisi leher 7. Posisi leher tertekuk /
tidak tertekuk / tidak ekstensi menyebabkan
ekstensi pasien semakin sulit
8. Posisikan klien pada menelan karena akibat
lingkungan yang dari pendesakan esofagus
tenang. oleh nodul.
8. Lingkungan yang tenang
membuat pasien merasa
nyaman selama makan.
H. Implementasi Keperawatan
No No Implementasi
Dx
1 1 1. Melakukan pemberian oksigenasi.
2. Menganjurkan pasien untuk istirahat dan napas dalam.
3. Memposisikan pasien untuk memaksimalkan ventilasi dengan
semifowler atau fowler dengan posisi leher tidak tertekuk / tidak
ekstensi.
4. Mengauskultasi suara nafas, catat adanya suara tambahan.
5. Memonitor respirasi dan status oksigen.
6. Menjelaskan pada pasien dan keluarga tentang penggunaan
peralatan seperti oksigen.
7. Berkolaborasi pemberian obat-obatan seperti deksametason.
8. Berkolaborasi dengan tindakan operatif jika dengan konseratif
gejala tidak hilang.

2 2 1. Memonitor intake dan output nutrisi.


2. Memonitor adanya penurunan berat badan dan turgor kulit.
3. Memonitor lingkungan yang tenang dan menyenangkan selama dan
menjelang jam makan.
4. Menjadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan.
5. Memonitor mual dan muntah.
6. Menginformasikan pada klien dan keluarga manfaat pemenuhan
nutrisi.
7. Mengatur posisi semi fowler atau fowler selama makan dan 30
menit setelah makan.
8. Berkolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan
nutrisi yang dibutuhkan klien.
3 3 1. Mengkaji secara verbal dan non verbal respon klien terhadap
perubahan fungsi tubuhnya.
2. Menjelaskan tentang perjalanan penyakit, pengobatan, perawatan
dan prognosis penyakit.
3. Mendorong klien mengungkapkan perasaan tentang perubahan
bentuk leher yang mengalami pembesaran.
4. Memotivasi pasien untuk meningkatkan kepercayaan diri dan
penampilan diri.
5. Membantu pasien untuk bertahap menjadi terbiasa dengan
perubahan pada tubuhnya.
6. Memberi dorongan kepada pasien untuk melakukan kegiatan
berhias rutin sehari-hari.
7. Memfasilitasi pasien untuk latihan pengungkapan diri untuk
dengan teman-teman dekat dan keluarganya.

4 4 1. Mengkaji adanya kesulitan menelan dan nafsu makan.


2. Memposisikan klien semi fowler atau fowler.
3. Memonitor refleks batuk, refleks muntah, dan kemampuan
menelan.
4. Membantu menyediakan asupan makanan yang lunak atau cair sesuai
kondisi pasien.
5. Membantu klien untuk menempatkan makanan pada bagian yang
tidak sakit.
6. Memberikan perawatan mulut jika perlu.
7. Memposisikan pasien dengan posisi leher tidak tertekuk / tidak
ekstensi
8. Memposisikan klien pada lingkungan yang tenang.

I. Evaluasi
1. Klien tidak lagi mengeluh sesak napas, pola pernapasan adekuat, tidak
terdapat suara napas tambahan.
2. Nafsu makan klien kembali normal sehingga porsi makan klien bertambah
dan pola makan klien teratur.
3. Pasien dapat menerima kondisi fisik akibat penyakitnya saat ini dan
kepercayaan diri pasien meningkat.
4. Gangguan menelan pada klien berkurang sehingga klien tidak merasa
kesulitan saat makan.
(Murwani, 2015).
DAFTAR PUSTAKA

Dipiro. JT., 2017, Pharmacoterapy Handbook 7th edition, Mc Graw Hill, New York.
Dipiro, Cecily V., Barbara G. Wells, Joseph T DiPiro, and Terry L. Schwinghammer.
2015. Pharmacotherapy Handbook 9th Ed. United States: McGraw-Hill
Education.
Kemenkes RI. 2015. Situasi dan Analisis Penyakit Tiroid. Pusat Data dan Informasi
Kementrian Kesehatan RI 2442-7659
Luiz H, Pereira B, Silva T, Veloza A, Matos C, Manita I, et al. Thyroid Tuberculosis
with Abnormal Thyroid Function-Case Report and Review of the Literature.
Endocrine Practice. 2013;19(2):e44-e9
Ross, Douglas. et. al. 2016. American Thyroid Association Guidelines for Diagnosis
and Management of Hyperthyroidism and Other Causes of Thyrotoxicosis.
THYROID. American Thyroid Association. Mary Ann Liebert, Inc.:Volume
26:10.
Schteingart DE. Gangguan Kelenjar Tiroid In: Price SA, Wilson LM, editors.
Patofisiologi Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit. 2. 6 ed. Jakarta:
Penerbit Buku Kedokteran EGC; 2006:1225-36
Wartofsky L. Penyakit TiroidIn: Asdie AH, editor. Harrison Prinsip - Prinsip
Ilmu Penyakit Dalam 5. 13 ed. Jakarta: PenerbitBukuKedokteran EGC;
2013:2144-68

Anda mungkin juga menyukai