Anda di halaman 1dari 6

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Tuberkulosis (TB) adalah penyakit yang disebabkan oleh
mycobacterium tuberculosis. Bakteri ini terutama menginfeksi paru-paru,
meskipun juga dapat mempengaruhi organ-organ lain. TB dapat berkembang
dan tersebar di seluruh paru-paru (TBC progresif) atau ke organ lain tubuh.
Tuberkulosis merupakan masalah kesehatan masyarakat yang serius
menyebabkan meningkatnya angka kesakitan dan kematian serta menjadi
perhatian dunia. (Mendri dan Prayogi, 2018).
Menurut World Health Organization (WHO) menyatakan bahwa
jumlah penderita tuberkulosis di dunia tahun 2017 diperkiraan sebanyak 10
juta orang (kisaran, 9,0-11,1 juta), dari jumlah tersebut terdapat 5,8 juta laki-
laki, 3,2 juta wanita dan 1,0 juta anak. Kasus tuberkulosis paru ada pada
semua kelompok umur, tetapi secara keseluruhan 90% terjadi pada orang
dewasa (berusia ≥15 tahun), 9% pada penderita HIV (72% di Afrika) dan dua
pertiganya tersebar pada delapan negara yaitu India (27%), Cina (9%),
Indonesia (8%), Filipina (6%), Pakistan (5%), Nigeria (4%), Bangladesh (4%)
dan Afrika Selatan (3%) (WHO, 2018).
Data Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) tahun 2018 menunjukkan
prevalensi penderita tuberkulosis di Indonesia sebesar 0,42%. Provinsi
tertinggi penderita tuberkulosis terdapat di Papua sebesar 0,77%, disusul
Provinsi Banten sebesar 0,76% dan provinsi yang terendah penderita
tuberkulosis terdapat di Bangka Belitus sebesar 0,09% sedangkan di Provinsi
Kalimantan Selatan sebesar 0,36% (Kemenkes RI, 2018).
Jumlah seluruh kasus penderita tuberkulosis di Provinsi Kalimantan
Selatan tahun 2017 sebanyak 6.055 kasus. Menurut Kabupaten/Kota jumlah
kasus terendah berada di Kabupaten Tapin yaitu mencapai 207 kasus
sedangkan jumlah seluruh kasus TB tertinggi berada di Kabupaten Banjar
yaitu sebesar 1.064 kasus kemudian terbesar kedua berada di Kota
Banjarmasin sebanyak 1.015 kasus (Dinkes Prov. Kalimantan Selatan, 2018)

1
2

Salah satu upaya mengendalikan tuberkulosis yaitu dengan terapi


pengobatan. Terapi ini perlu dilakukan sekian lama untuk memusnahkan
seluruh sumber infeksi dan kuman yang berada dalam keadaan tidur
intraseluler (dormant) untuk menghindari kambuhnya penyakit. Tetapi faktor
terpenting untuk berhasilnya pengobatan adalah kesetiaan terapi dari
penderita untuk secara teratur dan terus menerus minum obatnya selama 6
bulan. Sering kali penderita yang berobat baru separuh jalan sudah merasa
sembuh sehingga mengabaikan kewajiban menyelesaikan pengobatan.
Kurangnya patient compliance tersebut merupakan sebab utama gagalnya
pengobatan bagi 5% dari jumlah penderita. Hal ini mengakibatkan basil TB
menjadi kebal terhadap TB (Tjay dan Raharja, 2015).
Ketidakteraturan minum obat pada pasien bisa menyebabkan
terjadinya Multi Drug Resistance Tuberculosis (MDR TB). Penularan TB
disebabkan oleh masih rendahnya kesadaran penderita dalam menjalani
proses pengobatan dan penyembuhan sehingga tidak jarang menimbulkan
kasus putus berobat. Pengobatan terhadap penyakit infeksi TB adalah jenis
pengobatan penyakit jangka panjang. Biasanya, lama pengobatan bisa
berlangsung 3-9 bulan. Selama pengobatan penderita harus tekun dan disiplin
dalam meminum obat (Rimbi, 2014).
Upaya pengendalian TB dilakukan dengan menerapkan strategi
DOTS. Salah satu dari komponen DOTS (Directly Observed Treatment
Short-course) adalah paduan OAT (Obat Anti Tuberkulosis) jangka pendek
dengan pengawasan langsung. Untuk menjamin keteraturan pengobatan
diperlukan seorang Pengawas Minum Obat (PMO). Keluarga dapat dijadikan
sebagai PMO, karena dikenal, dipercaya dan disetujui, baik oleh petugas
kesehatan maupun penderita, selain itu harus disegani, dihormati dan tinggal
dekat dengan penderita serta bersedia membantu penderita dengan sukarela
(Febrina, 2018).
Keberhasilan pengobatan TB tergantung dari kepatuhan penderita
untuk minum obat yang teratur, dalam hal ini pengawas minum obat (PMO)
dalam hal ini keluarga akan sangat membantu kesuksesan penaggulangan TB.
PMO adalah seseorang yang mengawasi penderita TB paru selama
3

pengobatan agar dapat dipastikkan bahwa penderita tersebut menyelesaikan


pengobatannya dengan lengkap dan teratur (Sukartiningsih, 2016).
Berdasarkan uraian latar belakang tersebut maka dilakukan penelitian
yang berjudul “Gambaran Pengawas Menelan Obat (PMO) dari Anggota
Keluarga terhadap Kepatuhan Pasien TB dalam Menelan Obat di Puskesmas
x Banjarmasin”.

B. Rumusan Masalah
Rumusan masalah yang dapat dikemukakan adalah “Bagaimana
gambaran pengawas menelan obat (PMO) dari anggota keluarga terhadap
kepatuhan pasien TB dalam menelan obat di Puskesmas x Banjarmasin?

C. Tujuan Penelitian
Tujuan penelitian mengetahui gambaran pengawas menelan obat
(PMO) dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien TB dalam menelan
obat di Puskesmas x Banjarmasin

D. Manfaat Penelitian
1. Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat bermanfaat perkembangan
ilmu keperawatan hingga nantinya dapat memperkaya teori asuhan
keperawatan pada klien TB khususnya mengenai pengawas menelan obat
(PMO) terhadap kepatuhan pasien TB dalam menelan obat.
2. Praktis
a. Bagi Puskesmas x Banjarmasin
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menjaring data pengawas
menelan obat (PMO) dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien
TB dalam menelan obat sehingga dapat diterapkan sebagai bahan
masukan dalam meningkatkan pendidikan dan pelayanan kesehatan
pada klien TB.
4

b. Bagi perawat
Hasil penelitian ini dapat meningkatkan pengetahuan perawat
komunitas dalam mengidentifikasi pengawas menelan obat (PMO) dari
anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien TB dalam menelan obat.
Pengetahuan tersebut dapat mendasari perawat komunitas dalam
memberikan motivasi pada keluarga sebagai pengawas menelan obat
(PMO) dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien TB dalam
menelan obat.
c. Bagi Institusi Pendidikan
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan kontribusi bagi
perkembangan ilmu keperawatan terkait pengawas menelan obat
(PMO) dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien TB dalam
menelan obat serta menambah bahan pembelajaran mengenai pengawas
menelan obat (PMO) terhadap kepatuhan pasien TB dalam menelan
obat.
d. Bagi peneliti
Penelitian ini dapat menambah pengalaman dan pengetahuan
peneliti serta dapat memberikan informasi dasar bagi pengembangan
penelitian selanjutnya terkait dengan pengawas menelan obat (PMO)
dari anggota keluarga terhadap kepatuhan pasien TB dalam menelan
obat

E. Keaslian Penelitian
Tabel 1.1 Keaslian Penelitian
Nama/Judul dan
No Metode Penelitian Hasil Penelitian
Tahun Penelitian
1 Pengalaman Kualititatif dengan metode Tema yang dihasilkan dalam
Keluarga PMO pendekatan fenomenalogi penelitian ini yaitu Tingkat
dalam Pengobatan deskriptif. Pemilihan Perasaan, Jenis Peran dan Faktor
TB di Puskesmas partisipan dilakukan Hambatan. Tema Tingkat
Nggoa Kabupaten dengan strategi purposive. Perasaan terdiri yaitu Perasaan
Sumba Timur Pengumpulan data Sensoris dan Perasaan Psikis.
(Sukartiningsih, dilakukan dengan metode Tema Jenis Peran terdiri Peran
2016) wawancara terstruktur sebagai PMO, Pemenuhan
Kebutuhan dan Kebersihan
Lingkungan, sedangkan Tema
Faktor Hambatan terdiri dari
Internal dan Eksternal.
5

2 Analisis Peran Penelitian kualitatif dengan Hasil penelitian ini didapatkan


Keluarga sebagai pendekatan fenomenologi adanya empat tema yaitu peran
Pengawas Menelan yang dilakukan di sebagai motivator sudah optimal,
Obat (PMO) Pasien Puskesmas Ophir. Penelitian peran dalam mengingatkan
TB Paru di ini dilakukan dengan pemeriksaan ulang sputum sudah
Puskesmas Ophir wawancara mendalam optimal, peran pengawasan
(Febrina, 2018). terhadap partisipan untuk pengobatan sudah maksimal,
mengeksplor peran keluarga sedangkan peran sebagai
sebagai Pengawas Minum edukator belum maksimal
Obat (PMO). Partisipan
diambil secara purposive
sampling berjumlah 8 orang
terdiri dari 3 orang PMO, 3
Orang Pasien TB Paru, 1
Orang petugas TB Paru
Puskesmas, 1 Orang Kepala
Puskesmas.
3 Hubungan Tingkat Desain penelitian cross Tingkat pengetahuan PMO
Pengetahuan sectional. Subjek penelitian berhubungan signifikan secara
Pengawas Menelan PMO pasien tuberkulosis statistik dengan keberhasilan
Obat dengan yang tercatat dalam register pengobatan pasien tuberkulosis
Keberhasilan TB Dinas Kesehatan (PR = 13,333; 95% CI = 3,583 –
Pengobatan Pasien Kabupaten Klaten pada tri 49,612 dengan nilai p = 0,004)
Tuberkulosis Paru di bulan I dan tri bulan II tahun
Kabupaten Klaten 2013 yang dapat dievaluasi
(Atmojo, 2016) pengobatannya pada tri
bulan I dan tri bulan II tahun
2014 yang berasal dari 34
puskesmas. Subjek
berjumlah 97 orang..
Analisis data menggunakan
uji korelasi kendall tau
4 The Prevalensi and This was a cross sectional The prevalence of non-
Factors Associated survey using both adherence towards anti-Tb
for Anti-Tuberkulosis quantitative and qualitative treatment was 24.5%. Multiple
Patients in Public methods. The quantitative logistic regression analysis
Health Care study was conducted among demonstrated that poor
Facilities in South 261 Tb patients from 17 knowledge towards tuberculosis
Ethiphia health centers and one and its treatment (AOR = 4.6,
(Woimo, 2017). general hospital. The 95%CI: 1.4-15.6), cost of
qualitative aspect included medication other than Tb (AOR
an in-depth interview of 14 = 4.7, 95%CI: 1.7-13.4), having
key informants. For of health information at every
quantitative data, the visit (AOR = 3, 95% CI: 1.1-8.4)
analysis of descriptive and distance of DOTS center
statistics, bivariate and from individual home (AOR =
multiple logistic regression 5.7, 95%CI: 1.9-16.8) showed
was carried out, while statistically significant
thematic framework analysis association with non-adherence
was applied for the towards anti- tuberculosis
qualitative data. treatment. Qualitative study also
revealed that distance, lack of
awareness about importance of
treatment completion and cost of
transportation were the major
barriers for adherence.
6

5 Are Tuberculosis A prospective cohort of 481 A total of 173 (36.0 %) patients


Patients Adherent to newly confirmed TB patients experienced non-adherence and
Prescribed from three counties in the loss to follow-up cases
Treathment in western China were enrolled reached 136 (28.2 %). Only 13.9
China?Resulth of a during June to December % of patients took drugs under
Prosfective Cohort 2012 and was followed until direct observation, and 60.5 %
Study June 2013. Patients who of patients were supervised by
(Lei, 2017) missed at least one dose of phone calls. Factor analyses
drugs or one follow-up re- suggested that patients who were
examination during the observed by family members
treatment course were (OR:5.54, 95 % CI:2.87–10.69)
deemed as non-adherent. and paying monthly service
Influencing factors were expenses above 450 RMB
identified using a logistic (OR:2.08, 95 % CI:1.35–3.19)
regression model. were more likely to be non-
adherent, while supervision by
home visit (OR:0.06, 95 %
CI:0.01–0.28) and phone calls
(OR:0.27, 95 % CI:0.17–0.44)
were protective factors.

Perbedaaan penelitian ini dengan kelima penelitian tersebut diatas terletak


pada variabel, tempat dan tahun penelitian.
1. Metode penelitian ini adalah kualitatif.
2. Variabel penelitian ini terdiri dari dua variabel yaitu pengawas menelan
obat (PMO) dari anggota keluarga dan kepatuhan pasien TB dalam
menelan obat.
3. Penelitian ini dilakukan di Puskesmas x Banjarmasin tahun 2020.

Anda mungkin juga menyukai