Anda di halaman 1dari 20

A.

Anatomi dan Fisiologi

1. Anatomi Paru
Paru-paru terletak pada rongga dada, berbentuk kerucut yang
ujungnya berada di atas tulang iga pertama dan dasarnya berada pada
diafragma. Paru terbagi menjadi dua yaitu, paru kanan dan paru kiri.
Paru-paru kanan mempunyai tiga lobus sedangkan paruparu kiri
mempunyai dua lobus. Kelima lobus tersebut dapat terlihat dengan jelas.
Setiap paru-paru terbagi lagi menjadi beberapa subbagian menjadi
sekitar sepuluh unit terkecil yang disebut bronchopulmonary segments.
Paru-paru kanan dan kiri dipisahkan oleh ruang yang disebut
mediastinum (Sherwood, 2012)
Paru-paru dibungkus oleh selaput tipis yaitu pleura. Pleura terbagi
menjadi pleura viseralis dan pleura pariental. Pleura viseralis yaitu
selaput yang langsung membungkus paru, sedangkan pleura parietal
yaitu selaput yang menempel pada rongga dada. Diantara kedua pleura
terdapat rongga yang disebut kavum pleura (Guyton, 2013).
Paru manusia terbentuk setelah embrio mempunyai panjang 3
mm. Pembentukan paru di mulai dari sebuah Groove yang berasal dari
Foregut. Pada Groove terbentuk dua kantung yang dilapisi oleh suatu
jaringan yang disebut Primary Lung Bud. Bagian proksimal foregut
membagi diri menjadi 2 yaitu esophagus dan trakea. Pada
perkembangan selanjutnya trakea akan bergabung dengan primary lung
bud. Primary lung bud merupakan cikal bakal bronchi dan cabang-
cabangnya. Bronchial-tree terbentuk setelah embrio berumur 16 minggu,
sedangkan alveoli baru berkembang setelah bayi lahir dan jumlahnya
terus meningkat hingga anak berumur 8 tahun. Alveoli bertambah besar
sesuai dengan perkembangan dinding toraks. Jadi, pertumbuhan dan
perkembangan paru berjalan terus menerus tanpa terputus sampai
pertumbuhan somatic berhenti (Evelyn, 2012).
Sitem pernafasan dapat dibagi ke dalam sitem pernafasan bagian
atas dan pernafasan bagian bawah
a. Pernafasan bagian atas meliputi, hidung, rongga hidung, sinus
paranasal, dan faring
b. Pernafasan bagian bawah meliputi, laring, trakea, bronkus,
bronkiolus dan alveolus paru (Guyton, 2013)
Pergerakan dari dalam ke luar paru terdiri dari dua proses, yaitu
inspirasi dan ekspirasi. Inspirasi adalah pergerakan dari atmosfer ke
dalam paru, sedangkan ekspirasi adalah pergerakan dari dalam paru ke
atmosfer. Agar proses ventilasi dapat berjalan lancar dibutuhkan fungsi
yang baik pada otot pernafasan dan elastisitas jaringan paru.
Otot-otot pernafasan dibagi menjadi dua yaitu :
a. Otot inspirasi yang terdiri atas, otot interkostalis eksterna,
sternokleidomastoideus, skalenus dan diafragma
b. Otot-otot ekspirasi adalah rektus abdominis dan interkostalis internus
(Alsagaff dkk, 2012).

2. Fisiologi Paru
Paru-paru dan dinding dada adalah struktur yang elastis. Dalam
keadaan normal terdapat lapisan cairan tipis antara paru-paru dan dinding
dada sehingga paru-paru dengan mudah bergeser pada dinding dada.
Tekanan pada ruangan antara paru-paru dan dinding dada berada di
bawah tekanan atmosfer (Guyton, 2013). Fungsi utama paru-paru yaitu
untuk pertukaran gas antara darah dan atmosfer. Pertukaran gas tersebut
bertujuan untuk menyediakan oksigen bagi jaringan dan mengeluarkan
karbon dioksida. Kebutuhan oksigen dan karbon dioksida terus berubah
sesuai dengan tingkat aktivitas dan metabolisme seseorang, tapi
pernafasan harus tetap dapat memelihara kandungan oksigen dan karbon
dioksida tersebut (West, 2011).
Udara masuk ke paru-paru melalui sistem berupa pipa yang
menyempit (bronchi dan bronkiolus) yang bercabang di kedua belah paru-
paru utama (trachea). Pipa tersebut berakhir di gelembung-gelembung
paru-paru (alveoli) yang merupakan kantong udara terakhir dimana
oksigen dan karbondioksida dipindahkan dari tempat dimana darah
mengalir. Ada lebih dari 300 juta alveoli di dalam paru-paru manusia
bersifat elastis. Ruang udara tersebut dipelihara dalam keadaan terbuka
oleh bahan kimia surfaktan yang dapat menetralkan kecenderungan
alveoli untuk mengempis (McArdle, 2012).
Untuk melaksanakan fungsi tersebut, pernafasan dapat dibagi menjadi
empat mekanisme dasar, yaitu:
a. Ventilasi paru, yang berarti masuk dan keluarnya udara antara alveoli
dan atmosfer
b. Difusi dari oksigen dan karbon dioksida antara alveoli dan darah
c. Transport dari oksigen dan karbon dioksida dalam darah dan cairan
tubuh ke dan dari sel
d. Pengaturan ventilasi (Guyton, 2013)
Pada waktu menarik nafas dalam, maka otot berkontraksi, tetapi
pengeluaran pernafasan dalam proses yang pasif. Ketika diafragma
menutup dalam, penarikan nafas melalui isi rongga dada kembali
memperbesar paru-paru dan dinding badan bergerak hingga diafragma
dan tulang dada menutup ke posisi semula. Aktivitas bernafas merupakan
dasar yang meliputi gerak tulang rusuk sewaktu bernafas dalam dan
volume udara bertambah (Syaifuddin, 2012).
Inspirasi merupakan proses aktif kontraksi otot-otot. Inspirasi
menaikkan volume intratoraks. Selama bernafas tenang, tekanan
intrapleura kira-kira 2,5 mmHg relatif lebih tinggi terhadap atmosfer. Pada
permulaan, inspirasi menurun sampai -6mmHg dan paru-paru ditarik ke
posisi yang lebih mengembang dan tertanam dalam jalan udara sehingga
menjadi sedikit negatif dan udara mengalir ke dalam paru-paru. Pada
akhir inspirasi, recoil menarik dada kembali ke posisi ekspirasi dimana
tekanan recoil paru-paru dan dinding dada seimbang. Tekanan dalam
jalan pernafasan seimbang menjadi sedikit positif sehingga udara
mengalir ke luar dari paru-paru (Syaifuddin, 2012).
Selama pernafasan tenang, ekspirasi merupakan gerakan pasif
akibat elastisitas dinding dada dan paru-paru. Pada waktu otot
interkostalis eksternus relaksasi, dinding dada turun dan lengkung
diafragma naik ke atas ke dalam rongga toraks, menyebabkan volume
toraks berkurang. Pengurangan volume toraks ini meningkatkan tekanan
intrapleura maupun tekanan intrapulmonal. Selisih tekanan antara saluran
udara dan atmosfir menjadi terbalik, sehingga udara mengalir keluar dari
paru-paru sampai udara dan tekanan atmosfir menjadi sama kembali
pada akhir ekspirasi (Price, 2011).
Proses setelah ventilasi adalah difusi yaitu, perpindahan oksigen
dari alveol ke dalam pembuluh darah dan berlaku sebaliknya untuk
karbondioksida. Difusi dapat terjadi dari daerah yang bertekanan tinggi ke
tekanan rendah. Ada beberapa faktor yang berpengaruh pada difusi gas
dalam paru yaitu, faktor membran, faktor darah dan faktor sirkulasi.
Selanjutnya adalah proses transportasi, yaitu perpindahan gas dari paru
ke jaringan dan dari jaringan ke paru dengan bantuan aliran darah
(Guyton, 2013).
Faktor-faktor yang dapat mempengaruhi fungsi paru adalah
a. Usia
Kekuatan otot maksimal pada usia 20-40 tahun dan dapat berkurang
sebanyak 20% setelah usia 40 tahun. Selama proses penuan terjadi
penurunan elastisitas alveoli, penebalan kelenjar bronkial, penurunan
kapasitas paru
b. Jenis kelamin
Fungsi ventilasi pada laki-laki lebih tinggi 20-25% dari pada wanita,
karena ukuran anatomi paru laki-laki lebih besar dibandingkan wanita.
Selain itu, aktivitas laki-laki lebih tinggi sehingga recoil dan
compliance paru sudah terlatih
c. Tinggi badan dan berat badan
Seorang yang memiliki tubuh tinggi dan besar, fungsi ventilasi
parunya lebih tinggi daripada orang yang bertubuh kecil pendek
(Guyton, 2013).
B. Pengertian
Kanker paru adalah tumor ganas paru primer yang berasal dari
saluran napas atau epitel bronkus. Terjadinya kanker ditandai dengan
pertumbuhan sel yang tidak normal, tidak terbatas, dan merusak sel-sel
jaringan yang normal. Proses keganasan pada epitel bronkus didahului oleh
masa pra kanker. Perubahan pertama yang terjadi pada masa prakanker
disebut metaplasia skuamosa yang ditandai dengan perubahan bentuk epitel
dan menghilangnya silia (Robbin & Kumar, 2012).
Kanker paru adalah pertumbuhan sel kanker yang tidak terkendali
dalam jaringan paru-paru, dapat disebabkan oleh sejumlah karsinogen,
lingkungn, terutama asap rokok (Suryo, 2011).

C. Etiologi
Seperti kanker pada umumnya, etiologi yang pasti dari kanker paru
masih belum diketahui, namun diperkirakan bahwa inhalasi jangka panjang
dari bahan – bahan karsiogenik merupakan faktor utama, tanpa
mengesampingkan kemungkinan perana predisposisi hubungan keluarga
ataupun suku bangsa atau ras serta status imunologis.
Sedangan faktor risiko yang menjadi penyebab terjadinya kanker paru,
antara lain :
1. Merokok
Merokok merupakan salah satu yang mempunyai dampak buruk
terhadap kesehtaan. Rokok mengandung lebih dari 4000 bahan kimia,
diantaranya telah diidentifikasi dapat menyebabkan kanker. Kejadian
kanker paru pada perokok dipengaruhi oleh usia mulai merokok, jumlah
batang rokok yang diisap setiap hari, lamanya kebiasaan merokok, dan
lamanya berhenti merokok (Stoppler, 2011). Merokok merupakan
penyebab utama Ca paru. Suatu hubungan statistik yang defenitif telah
ditegakkan antara perokok berat (lebih dari dua puluh batang sehari) dari
kanker paru (karsinoma bronkogenik). Perokok seperti ini mempunyai
kecenderung sepuluh kali lebih besar dari pada perokok ringan.
Selanjutnya orang perokok berat yang sebelumnya dan telah
meninggalkan kebiasaannya akan kembali ke pola resiko bukan perokok
dalam waktu sekitar 10 tahun. Hidrokarbon karsinogenik telah ditemukan
dalam ter dari tembakau rokok yang jika dikenakan pada kulit hewan,
menimbulkan tumor.
2. Perokok pasif
Perokok pasif mempunyai efek yang lebih buruk dari pada perokok aktif,
karena perorok pasif menghirup asap dua kali lipat lebih banyak dari
perokok aktif. Semakin banyak orang yang berhubungan dekat antara
perokok aktif dan pasif, maka risiko terjadinya kanker paru akan semakin
meningkat. Beberapa penelitian telah menunjukkan bahwa pada orang-
orang yang tidak merokok, tetapi mengisap asap dari orang lain, risiko
mendapat kanker paru meningkat dua kali (Wilson, 2008). Diduga ada
3.000 kematian akibat kanker paru tiap tahun di Amerika Serikat terjadi
pada perokok pasif (Stoppler, 2011).
3. Paparan zat karsinogen .
Terdapat insiden yang tinggi dari pekerja yang terpapar dengan karbonil
nikel (pelebur nikel) dan arsenic (pembasmi rumput). Pekerja pemecah
hematite (paru – paru hematite) dan orang – orang yang bekerja dengan
asbestos dan dengan kromat juga mengalami peningkatan insiden.
Contoh : radon, nikel, radiasi dan arsen.
4. Polusi Udara
Polusi udara terutama di daerah kota-kota besar akan sangat
mempunyai dampak yang sangat tinggi terhadap kejadian kanker paru,
namun polusi udara mempunyai pengaruh kecil bila dibandingkan
dengan merokok. Kematian akibat kanker paru jumlahnya dua kali lebih
banyak di daerah perkotaan dibandingkan dengan daerah pedesaan.
Karena banyak didaerah perkotaan sangat kurang lahan hijau untuk
dapat menyaring polusi-polusi udara akibat banyaknya kendaraan
bermotor. Kurangnya lahan hijau di daerah perkotaan dapat disebabkan
karena pembangunan yang sangat besar dan tidak diimbangi dengan
lahan hijau sebagai keseimbangan lingkungan.
5. Genetik
Pengaruh dari faktor genetik berisiko lebih besar terkena penyakit ini.
Penelitian sitogenik dan genetik molekuler memperlihatkan bahwa
mutasi gen-gen penekan tumor memiliki arti penting dalam timbul dan
berkembangnya kanker paru.
6. Penyakit paru
Penyakit paru seperti tuberkulosis dan penyakit paru obstruktif kronik
dapat menjadi risiko terjadinya kanker paru. Seseorang dengan penyakit
paru obstruktif kronik berisiko empat sampai enam kali lebih besar
terkena kanker paru ketika efek dari merokok dihilangkan (Stoppler,
2011).

D. Klasifikasi Kanker Paru


Kanker paru dibagi menjadi kanker paru sel kecil (small cell lung cancer,
SCLC) dan kanker paru sel tidak kecil (non-small lung cancer, NSCLC).
Klasifikasi ini digunakan untuk menentukan terapi. Termasuk didalam
golongan kanker paru sel tidak kecil adalah epidermoid, adenokarsinoma,
tipe-tipe sel besar, atau campuran dari ketiganya.
1. Karsinoma sel skuamosa (epidermoid)
Merupakan tipe histologik kanker paru yang paling sering ditemukan,
berasal dari permukaan epitel bronkus. Perubahan epitel termasuk
metaplasia, atau displasia akibat merokok jangka panjang, secara khas
mendahului timbulnya tumor. Karsinoma sel skuamosa biasanya terletak
sentral di sekitar hilus, dan menonjol ke dalam bronki besar. Diameter
tumor jarang melampaui beberapa sentimeter dan cenderung menyebar
secara langsung ke kelenjar getah bening hilus, dinding dada, dan
mediastinum. Karsinoma ini lebih sering pada laki-laki daripada
perempuan (Wilson, 2012).
2. Adenokarsinoma
Memperlihatkan susunan selular seperti kelenjar bronkus dan dapat
mengandung mukus. Kebanyakan jenis tumor ini timbul di bagian perifer
segmen bronkus dan kadang-kadang dapat dikaitkan dengan jaringan
parut lokal pada paru dan fibrosis interstisial kronik. Lesi sering kali
meluas ke pembuluh darah dan limfe pada stadium dini dan sering
bermetastasis jauh sebelum lesi primer menyebabkan gejala-gejala.
3. Karsinoma bronkoalveolus
Dimasukkan sebagai subtipe adenokarsinoma dalam klasifikasi terbaru
tumor paru dari WHO. Karsinoma ini adalah sel-sel ganas yang besar
dan berdiferensiasi sangat buruk dengan sitoplasma yang besar dan
ukuran inti bermacam-macam. Sel-sel ini cenderung timbul pada jaringan
paru perifer, tumbuh cepat dengan penyebaran ekstensif dan cepat ke
tempat-tempat yang jauh.
4. Karsinoma sel kecil
Umumnya tampak sebagai massa abu-abu pucat yang terletak di sentral
dengan perluasan ke dalam parenkim paru dan keterlibatan dini kelenjar
getah bening hilus dan mediastinum. Kanker ini terdiri atas sel tumor
dengan bentuk bulat hingga lonjong, sedikit sitoplasma, dan kromatin
granular. Gambaran mitotik sering ditemukan. Biasanya ditemukan
nekrosis dan mungkin luas. Sel tumor sangat rapuh dan sering
memperlihatkan fragmentasi dan “crush artifact” pada sediaan biopsi.
Gambaran lain pada karsinoma sel kecil, yang paling jelas pada
pemeriksaan sitologik, adalah berlipatnya nukleus akibat letak sel tumor
dengan sedikit sitoplasma yang saling berdekatan (Kumar, 2012).
5. Karsinoma sel besar
Adalah sel-sel ganas yang besar dan berdiferensiasi sangat buruk
dengan sitoplasma yang besar dan ukuran inti bermacam-macam. Sel-
sel ini cenderung timbul pada jaringan paru perifer, tumbuh cepat dengan
penyebaran ekstensif dan cepat ke tempat-tempat yang jauh (Wilson,
2012).

E. Manifestasi Klinis
Gejala-gejala kanker paru yaitu:
1. Gejala awal
Stridor lokal dan dispnea ringan yang mungkin disebabkan oleh obstruksi
pada bronkus
2. Gejala umum.
a) Batuk : Kemungkinan akibat iritasi yang disebabkan oleh massa
tumor. Batuk mulai sebagai batuk kering tanpa membentuk sputum,
tetapi berkembang sampai titik dimana dibentuk sputum yang kental
dan purulen dalam berespon terhadap infeksi sekunder
b) Hemoptisis : Sputum bersemu darah karena sputum melalui
permukaan tumor yang mengalami ulserasi
c) Anoreksia, lelah, berkurangnya berat badan
F. Patofisiologi
Kanker paru bervariasi sesuai tipe sel, daerah asal, dan kecepatan
pertumbuhan. Empat tipe sel primer pada kanker paru adalah karsinoma
epidermoid (sel skuamosa), karsinoma sel kecil (sel oat), karsinoma sel
besar (tak terdeferensiasi) dan adenokarsinoma. Sel skuamosa dan
karsinoma sel kecil umumnya terbentuk di jalan napas utama bronkial.
Karsinoma sel besar dan adenokarsinoma umumnya tumbuh di cabang
bronkus perifer dan alveoli. Karsinoma sel besar dan karsinoma sel oat
tumbuh sangat cepat sehingga mempunyai prognosis buruk. Sedangkan
pada sel skuamosa dan adenokarsinoma prognosis baik karena sel ini
pertumbuhan lambat.
Dari etiologi yang menyerang percabangan segmen/ sub bronkus
menyebabkan cilia hilang dan deskuamasi sehingga terjadi pengendapan
karsinogen. Dengan adanya pengendapan karsinogen maka menyebabkan
metaplasia,hyperplasia dan displasia. Bila lesi perifer yang disebabkan oleh
metaplasia, hyperplasia dan displasia menembus ruang pleura, biasa timbul
efusi pleura, dan bisa diikuti invasi langsung pada kosta dan korpus vertebra.
Lesi yang letaknya sentral berasal dari salah satu cabang bronkus
yang terbesar. Lesi ini menyebabkan obstuksi dan ulserasi bronkus dengan
diikuti dengan supurasi di bagian distal. Gejala – gejala yang timbul dapat
berupa batuk, hemoptysis, dispneu, demam, dan dingin.Wheezing unilateral
dapat terdengan pada auskultasi.
H. Komplikasi
Komplikasi yang mungkin muncul pada pasien dengan penyakit karsinoma
paru antara lain:
1. Hematotorak (darah pada rongga pleura)
2. Empiema (nanah pada rongga pleura )
3. Pneumotorak (udara pada rongga pleura )
4. Abses paru
5. Atelektasis (paru-paru mengerut )

I. Pemeriksaan Diagnostik
1. Radiologi
a. Foto thorax posterior – anterior (PA) dan leteral serta Tomografi
dada
Merupakan pemeriksaan awal sederhana yang dapat mendeteksi
adanya kanker paru. Menggambarkan bentuk, ukuran dan lokasi lesi.
Dapat menyatakan massa udara pada bagian hilus, effuse pleural,
atelektasis erosi tulang rusuk atau vertebra.
b. Bronkhografi
Untuk melihat tumor di percabangan bronkus.
2. Laboratorium
a. Sitologi
- Cairan pleura
- EGFR
- CEA
b. Pemeriksaan fungsi paru dan GDA
Dapat dilakukan untuk mengkaji kapasitas untuk memenuhi
kebutuhan ventilasi.
c. Tes kulit, jumlah absolute limfosit
Dapat dilakukan untuk mengevaluasi kompetensi imun (umum pada
kanker paru).
3. Histopatologi
a. Bronkoskopi
Memungkinkan visualisasi, pencucian bagian,dan pembersihan
sitologi lesi (besarnya karsinoma bronkogenik dapat diketahui).
b. Biopsi Trans Torakal (TTB)
Biopsi dengan TTB terutama untuk lesi yang letaknya perifer dengan
ukuran < 2 cm, sensitivitasnya mencapai 90 – 95 %
- FNAB
- CT Scan Guiding
c. Torakoskopi
Biopsi tumor didaerah pleura memberikan hasil yang lebih baik
dengan cara torakoskopi.
d. Mediastinosopi
Untuk mendapatkan tumor metastasis atau kelenjar getah bening
yang terlibat.
e. Torakotomi
Totakotomi untuk diagnostic kanker paru dikerjakan bila bermacam –
macam prosedur non invasif dan invasif sebelumnya gagal
mendapatkan sel tumor.
4. Pencitraan
a. CT-Scanning, untuk mengevaluasi jaringan parenkim paru dan pleura
b. MRI

J. Penatalaksanaan Medis
1. Pembedahan
Tujuan pada pembedahan kanker paru sama seperti penyakit paru lain,
untuk mengangkat semua jaringan yang sakit sementara
mempertahankan sebanyak mungkin fungsi paru – paru yang tidak
terkena kanker. Dapat dilakukan dengan cara :
a. Toraktomi eksplorasi
Untuk mengkonfirmasi diagnosa tersangka penyakit paru atau toraks
khususnya karsinoma, untuk melakukan biopsy.
b. Pneumonektomi (pengangkatan paru)
Karsinoma bronkogenik bilamana dengan lobektomi tidak semua lesi
bisa diangkat
c. Lobektomi (pengangkatan lobus paru)
Karsinoma bronkogenik yang terbatas pada satu lobus, bronkiaktesis
bleb atau bula emfisematosa; abses paru; infeksi jamur; tumor jinak
tuberkulois
d. Resesi segmental
Merupakan pengangkatan satu atau lebih segmen paru
e. Resesi baji
Tumor jinak dengan batas tegas, tumor metas metik, atau
penyakit peradangan yang terlokalisir. Merupakan pengangkatan dari
permukaan paru – paru berbentuk baji (potongan es)
2. Kemoterapi
Kemoterapi digunakan untuk mengganggu pola pertumbuhan tumor,
untuk menangani pasien dengan tumor paru sel kecil atau dengan
metastasi luas serta untuk melengkapi bedah atau terapi radiasi.
Kemoterapi merupakan pilihan pengobatan pada klien dengan kanker
paru, terutama pada SCLC karena metastasis. Kemoterapi dapat juga
diberikan bersamaan dengan terapi bedah.
Obat-obat kemoterapi yang biasanya diberikan untuk menangani kanker,
termasuk kombinasi dari obat-obat berikut : Cyclophosphamide,
Dexorubicin, Methrotexate, dan Procarbazine. Etoposide dan Cisplatin.
Mitomycin, Vinblastine, dan Cisplatin.
3. Radioterapi / Radiasi
Radioterapi atau disebut juga terapi radiasi adalah terapi menggunakan
radiasi yang bersumber dari energi radioaktif. Cukup banyak dari
penderita kanker yang berobat dengan terapi radiasi. Kadang radiasi
yang diterima merupakan terapi tunggal, kadang dikombinasikan dengan
kemoterapi dan atau operasi pembedahan. Tidak jarang pula seorang
penderita kanker menerima lebih dari satu jenis terapi
K. Penatalaksanaan Keperawatan
1. Anamnesis
Anamnesis yang lengkap serta pemeriksaan fisik merupakan kunci untuk
diagnosis tepat. Keluhan dan gejala klinis permulaan merupakan tanda
awal penyakit kanker paru. Batuk disertai dahak yang banyak dan
kadang-kadang bercampur darah, sesak nafas dengan suara pernafasan
nyaring (wheezing), nyeri dada, lemah, berat badan menurun, dan
anoreksia merupakan keadaan yang mendukung. Beberapa faktor yang
perlu diperhatikan pada pasien tersangka kanker paru adalah faktor usia,
jenis kelamin, keniasaan merokok, dan terpapar zat karsinogen yang
dapat menyebabkan nodul soliter paru.
2. Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menemukan kelainan-kelainan berupa
perubahan bentuk dinding toraks dan trakea, pembesaran kelenjar getah
bening dan tanda-tanda obstruksi parsial, infiltrat dan pleuritis dengan
cairan pleura.
3. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium ditujukan untuk :
b) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru.
Kerusakan pada paru dapat dinilai dengan pemeriksaan faal paru
atau pemeriksaan analisis gas.
c) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada organ-organ lainnya.
d) Menilai seberapa jauh kerusakan yang ditimbulkan oleh kanker paru
pada jaringan tubuh baik oleh karena tumor primernya maupun oleh
karena metastasis.
4. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi adalah pemeriksaan yang paling utama
dipergunakan untuk kanker paru. Kanker paru memiliki gambaran
radiologi yang bervariasi. Pemeriksaan ini dilakukan untuk menentukan
keganasan tumor dengan melihat ukuran tumor, kelenjar getah bening,
dan metastasis ke organ lain.
Pemeriksaan radiologi dapat dilakukan dengan metode tomografi
komputer. Pada pemeriksaan tomografi komputer dapat dilihat hubungan
kanker paru dengan dinding toraks, bronkus, dan pembuluh darah
secara jelas. Keuntungan tomografi komputer tidak hanya
memperlihatkan bronkus, tetapi juga struktur di sekitar lesi serta invasi
tumor ke dinding toraks. Tomografi komputer juga mempunyai resolusi
yang lebih tinggi, dapat mendeteksi lesi kecil dan tumor yang
tersembunyi oleh struktur normal yang berdekatan.
5. Sitologi
Sitologi merupakan metode pemeriksaan kanker paru yang mempunyai
nilai diagnostik yang tinggi dengan komplikasi yang rendah. Pemeriksaan
dilakukan dengan mempelajari sel pada jaringan. Pemeriksaan sitologi
dapat menunjukkan gambaran perubahan sel, baik pada stadium
prakanker maupun kanker. Selain itu dapat juga menunjukkan proses
dan sebab peradangan.
Pemeriksaan sputum adalah salah satu teknik pemeriksaan yang dipakai
untuk mendapatkan bahan sitologik. Pemeriksaan sputum adalah
pemeriksaan yang paling sederhana dan murah untuk mendeteksi
kanker paru stadium preinvasif maupun invasif. Pemeriksaan ini akan
memberi hasil yang baik terutama untuk kanker paru yang letaknya
sentral. Pemeriksaan ini juga sering digunakan untuk skrining terhadap
kanker paru pada golongan risiko tinggi.
6. Bronkoskopi
Setiap pasien yang dicurigai menderita tumor bronkus merupakan
indikasi untuk bronkoskopi. Dengan menggunakan bronkoskop fiber
optik, perubahan mikroskopik mukosa bronkus dapat dilihat berupa nodul
atau gumpalan daging. Bronkoskopi akan lebih mudah dilakukan pada
tumor yang letaknya di sentral. Tumor yang letaknya di perifer sulit
dicapai oleh ujung bronkoskop.
7. Biopsi Transtorakal
Biopsi aspirasi jarum halus transtorakal banyak digunakan untuk
mendiagnosis tumor pada paru terutama yang terletak di perifer. Dalam
hal ini diperlukan peranan radiologi untuk menentukan ukuran dan letak,
juga menuntun jarum mencapai massa tumor. Penentuan letak tumor
bertujuan untuk memilih titik insersi jarum di dinding kulit toraks yang
berdekatan dengan tumor.
8. Torakoskopi
Torakoskopi adalah cara lain untuk mendapatkan bahan guna
pemeriksaan histopatologik untuk kanker paru. Torakoskopi adalah
pemeriksaan dengan alat torakoskop yang ditusukkan dari kulit dada ke
dalam rongga dada untuk melihat dan mengambil sebahagian jaringan
paru yang tampak. Pengambilan jaringan dapat juga dilakukan secara
langsung ke dalam paru dengan menusukkan jarum yang lebih panjang
dari jarum suntik biasa kemudian dilakukan pengisapan jaringan tumor
yang ada
L. Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif b.d adanya eksudat di alveolus
2. Pola nafas tidak efektif b.d sindrom hipoventilasi
3. Nyeri b.d agen injury biologis
4. Hipertermi b.d proses inflamasi
5. Gangguan pola tidur b.d perubahan status kesehatan

Diagnosa Keperawatan/
Masalah Kolaborasi Rencana keperawatan

Tujuan dan Kriteria Hasil Intervensi

Bersihan Jalan Nafas NOC:


tidak efektif  Respiratory status : Ventilation  Pastikan kebutuhan
berhubungan dengan:  Respiratory status : Airway oral / tracheal
 Infeksi, disfungsi patency suctioning.
neuromuskular,  Aspiration Control  Berikan O2 ……l/mnt,
hiperplasia dinding Setelah dilakukan tindakan metode………
bronkus, alergi jalan keperawatan selama  Anjurkan pasien untuk
nafas, asma, trauma …………..pasien menunjukkan istirahat dan napas
 Obstruksi jalan nafas keefektifan jalan nafas dalam
: spasme jalan nafas, dibuktikan dengan kriteria hasil  Posisikan pasien untuk
sekresi tertahan, : memaksimalkan
banyaknya mukus,  Mendemonstrasikan ventilasi
adanya jalan nafas batuk efektif dan suara  Lakukan fisioterapi
buatan, sekresi nafas yang bersih, tidak dada jika perlu
bronkus, adanya ada sianosis dan  Keluarkan sekret
eksudat di alveolus, dyspneu (mampu dengan batuk atau
adanya benda asing mengeluarkan sputum, suction
di jalan nafas. bernafas dengan  Auskultasi suara nafas,
DS: mudah, tidak ada catat adanya suara
 Dispneu pursed lips) tambahan
DO:  Menunjukkan jalan  Berikan bronkodilator :
 Penurunan suara nafas yang paten (klien  ………………………
nafas tidak merasa tercekik,  ……………………….
 Orthopneu irama nafas, frekuensi  ………………………
 Cyanosis pernafasan dalam  Monitor status
 Kelainan suara nafas rentang normal, tidak hemodinamik
(rales, wheezing) ada suara nafas
 Berikan pelembab
 Kesulitan berbicara abnormal)
udara Kassa basah
 Batuk, tidak efektif  Mampu NaCl Lembab
atau tidak ada mengidentifikasikan
 Berikan antibiotik :
 Produksi sputum dan mencegah faktor
…………………….
 Gelisah yang penyebab.
…………………….
 Perubahan frekuensi  Saturasi O2 dalam
 Atur intake untuk cairan
dan irama nafas batas normal
mengoptimalkan
 Foto thorak dalam keseimbangan.
batas normal
 Monitor respirasi dan
status O2
 Pertahankan hidrasi
yang adekuat untuk
mengencerkan sekret
 Jelaskan pada pasien
dan keluarga tentang
penggunaan
peralatan : O2, Suction,
Inhalasi.

Pola Nafas tidak efektif NOC: NIC:


berhubungan dengan :  Respiratory status : Ventilation  Posisikan pasien untuk
 Hiperventilasi  Respiratory status : Airway memaksimalkan
 Penurunan patency ventilasi
energi/kelelahan  Vital sign Status  Pasang mayo bila
 Perusakan/pelemaha perlu
n muskulo-skeletal Setelah dilakukan tindakan  Lakukan fisioterapi
 Kelelahan otot keperawatan selama dada jika perlu
pernafasan ………..pasien menunjukkan  Keluarkan sekret
 Hipoventilasi sindrom keefektifan pola nafas, dengan batuk atau
 Nyeri dibuktikan dengan kriteria suction
 Kecemasan hasil:  Auskultasi suara
 Disfungsi  Mendemonstrasikan nafas, catat adanya
Neuromuskuler batuk efektif dan suara suara tambahan
 Obesitas nafas yang bersih,  Berikan bronkodilator :
 Injuri tulang belakang tidak ada sianosis dan -…………………..
dyspneu (mampu …………………….
DS: mengeluarkan sputum,  Berikan pelembab
 Dyspnea mampu bernafas dg udara Kassa basah
mudah, tidakada NaCl Lembab
 Nafas pendek
DO:
pursed lips)  Atur intake untuk
 Menunjukkan jalan cairan
 Penurunan tekanan
nafas yang paten mengoptimalkan
inspirasi/ekspirasi
(klien tidak merasa keseimbangan.
 Penurunan
pertukaran udara
tercekik, irama nafas,  Monitor respirasi dan
frekuensi pernafasan status O2
per menit
dalam rentang normal,  Bersihkan mulut,
 Menggunakan otot tidak ada suara nafas
pernafasan hidung dan secret
abnormal) trakea
tambahan
 Tanda Tanda vital  Pertahankan jalan
 Orthopnea dalam rentang normal
 Pernafasan pursed- nafas yang paten
(tekanan darah, nadi,  Observasi adanya
lip pernafasan)
 Tahap ekspirasi tanda tanda
berlangsung sangat hipoventilasi
lama  Monitor adanya
 Penurunan kecemasan pasien
kapasitas vital terhadap oksigenasi
 Respirasi: < 11 – 24  Monitor vital sign
x /mnt  Informasikan pada
pasien dan keluarga
tentang tehnik relaksasi
untuk memperbaiki pola
nafas.
 Ajarkan bagaimana
batuk efektif
 Monitor pola nafas
Nyeri akut berhubungan NOC : NIC :
dengan:  Pain Level,  Lakukan pengkajian
Agen injuri (biologi,  pain control, nyeri secara
kimia, fisik, psikologis),  comfort level komprehensif termasuk
kerusakan jaringan Setelah dilakukan tinfakan lokasi, karakteristik,
keperawatan selama …. durasi, frekuensi,
DS: Pasien tidak mengalami nyeri, kualitas dan faktor
 Laporan secara dengan kriteria hasil: presipitasi
verbal  Mampu mengontrol nyeri  Observasi reaksi
DO: (tahu penyebab nyeri, nonverbal dari
 Posisi untuk mampu menggunakan tehnik ketidaknyamanan
menahan nyeri nonfarmakologi untuk  Bantu pasien dan
 Tingkah laku berhati- mengurangi nyeri, mencari keluarga untuk mencari
hati bantuan) dan menemukan
 Gangguan tidur  Melaporkan bahwa nyeri dukungan
(mata sayu, tampak berkurang dengan  Kontrol lingkungan
capek, sulit atau menggunakan manajemen yang dapat
gerakan kacau, nyeri mempengaruhi nyeri
menyeringai)  Mampu mengenali nyeri seperti suhu ruangan,
 Terfokus pada diri (skala, intensitas, frekuensi pencahayaan dan
sendiri dan tanda nyeri) kebisingan
 Fokus menyempit  Menyatakan rasa nyaman  Kurangi faktor
(penurunan persepsi setelah nyeri berkurang presipitasi nyeri
waktu, kerusakan  Tanda vital dalam rentang  Kaji tipe dan sumber
proses berpikir, normal nyeri untuk
penurunan interaksi  Tidak mengalami gangguan menentukan intervensi
dengan orang dan tidur  Ajarkan tentang teknik
lingkungan) non farmakologi: napas
 Tingkah laku dala, relaksasi,
distraksi, contoh : distraksi, kompres
jalan-jalan, menemui hangat/ dingin
orang lain dan/atau  Berikan analgetik untuk
aktivitas, aktivitas mengurangi nyeri:
berulang-ulang) ……...
 Respon autonom  Tingkatkan istirahat
(seperti diaphoresis,  Berikan informasi
perubahan tekanan tentang nyeri seperti
darah, perubahan penyebab nyeri, berapa
nafas, nadi dan lama nyeri akan
dilatasi pupil) berkurang dan
 Perubahan antisipasi
autonomic dalam ketidaknyamanan dari
tonus otot (mungkin prosedur
dalam rentang dari  Monitor vital sign
lemah ke kaku) sebelum dan sesudah
 Tingkah laku pemberian analgesik
ekspresif (contoh : pertama kali
gelisah, merintih,
menangis, waspada,
iritabel, nafas
panjang/berkeluh
kesah)
 Perubahan dalam
nafsu makan dan
minum
Hipertermia NOC: NIC :
Berhubungan dengan : Thermoregulasi  Monitor suhu sesering
 penyakit/ trauma mungkin
 peningkatan Setelah dilakukan tindakan  Monitor warna dan suhu
metabolisme keperawatan kulit
 aktivitas yang selama………..pasien  Monitor tekanan darah,
berlebih menunjukkan : nadi dan RR
 dehidrasi Suhu tubuh dalam batas  Monitor penurunan tingkat
normal dengan kreiteria hasil: kesadaran
DO/DS:  Suhu 36 – 37C  Monitor WBC, Hb, dan
 kenaikan suhu tubuh  Nadi dan RR dalam rentang Hct
diatas rentang normal normal  Monitor intake dan output
 serangan atau konvulsi  Tidak ada perubahan warna  Berikan anti piretik:
(kejang) kulit dan tidak ada pusing,  Kelola
 kulit kemerahan merasa nyaman Antibiotik:…………………
 pertambahan RR ……..
 takikardi  Selimuti pasien
 Kulit teraba panas/  Berikan cairan intravena
hangat  Kompres pasien pada
lipat paha dan aksila
 Tingkatkan sirkulasi udara
 Tingkatkan intake cairan
dan nutrisi
 Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
 Catat adanya
fluktuasi tekanan
darah
 Monitor hidrasi seperti
turgor kulit,
kelembaban
membran mukosa)
Gangguan pola tidur NOC: NIC :
berhubungan dengan:  Anxiety Control Sleep Enhancement
 Psikologis : usia tua,  Comfort Level  Determinasi efek-
kecemasan, agen  Pain Level efek medikasi
biokimia, suhu tubuh,  Rest : Extent and Pattern terhadap pola tidur
pola aktivitas,  Sleep : Extent ang Pattern  Jelaskan pentingnya
depresi, kelelahan, Setelah dilakukan tindakan tidur yang adekuat
takut, kesendirian. keperawatan selama ….  Fasilitasi untuk
 Lingkungan : gangguan pola tidur pasien mempertahankan
kelembaban, teratasi dengan kriteria hasil: aktivitas sebelum
kurangnya  Jumlah jam tidur dalam tidur (membaca)
privacy/kontrol tidur, batas normal  Ciptakan lingkungan
pencahayaan,  Pola tidur,kualitas dalam yang nyaman
medikasi (depresan, batas normal  Kolaburasi
stimulan),kebisingan.  Perasaan fresh sesudah pemberian obat tidur
Fisiologis : Demam, tidur/istirahat
mual, posisi, urgensi  Mampu mengidentifikasi hal-
urin. hal yang meningkatkan tidur
DS:
 Bangun lebih
awal/lebih lambat
 Secara verbal
menyatakan tidak
fresh sesudah tidur
DO :
 Penurunan
kemempuan fungsi
 Penurunan proporsi
tidur REM
 Penurunan proporsi
pada tahap 3 dan 4
tidur.
 Peningkatan proporsi
pada tahap 1 tidur
 Jumlah tidur kurang
dari normal sesuai
usia
LAPORAN PENDAHULUAN CA PARU
DI RUANG DAHLIA RSUD ULIN
BANJARMASIN

Disusun oleh:

KHAIRUNNISA
17.NS.215

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA BANJARMASIN


PROGRAM STUDI PROFESI NERS
2017

Anda mungkin juga menyukai