Anda di halaman 1dari 22

MAKALAH

KEWAJIBAN DAN PELANGGARAN KEWAJIBAN KEPERAWATAN


PALIATIF

DI SUSUN OLEH :
KELOMPOK 5

IFA FAZIRA
INRY RUBEN NATHANIEL
JEIN TOPOLEGA
MOH YASIN
RIDWAN M. AL-MAHDALI
RISKA HINAYA
UUN PRAYOGI
YUNI CYNTHIA AKBAR

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN
WIDYA NUSANTARA
PALU

1
2
KATA PENGANTAR
Dengan memanjatkan puji syukur kehadirat Allah Swt atas rahmat
dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas makalah
yang berjudul “ KEWAJIBAN DAN PELANGGARAN KEWAJIBAN
KEPERAWATAN PALIATIF”

Semoga dengan adanya tugas makalah ini dapat menunjang dalam


proses pembelajaran. Penulis pun menyadari bahwa makalah ini masih
jauh dari sempurna baik dalam hal penyusunan maupun tulisan. Oleh
karena itu, kami harap kritik dan saran yang membangun dari pembaca
tentang makalah ini.
Akhirnya penulis memohon petunjuk dan perlindungan kepada
Allah SWT, semoga tugas makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis
khususnya dan bagi pembaca pada umumnya.

3
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Hak Dan Kewajiban
B. Pengertian Hak Dan Kewajiban

C. Hak Dan Kewajiban Pasien Dalam Pelayanan Kesehatan

D. Hak Pasien

E. Kewajiban Pasien

F. Hak Dan Kewajiban Pasien

G. Sanksi Hukum Dalam Keperawatan

BAB III PENUTUP


A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA

4
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Perawat wajib untuk merahasiakan segala sesuatu yang diketahuinya
tentang klien dan atau pasien, kecuali untuk kepentingan hukum. Hal ini
menyangkut privasi klien yang berada dalam asuhan keperawatan karena
disisi lain perawat juga wajib menghormati hak-hak klien dan atau pasien dan
profesi lain sesuai dengan ketentuan dan peraturan yang berlaku. Perawat
wajib melakukan pertolongan darurat atas dasar perikemanusiaan, kecuali bila
ia yakin ada orang lain yang bertugas dan mampu melakukannya.
Pelaksanaan gawat darurat yang sangat membutuhkan pertolongan segera
dapat dilaksanakan dengan baik yaitu di rumah sakit yang tercipta kerja sama
antara perawat serta tenaga kesehatan lain yang berhubungan langsung,
sedangkan untuk daerah yang jauh dari pelayanan kesehatan modern tentunya
perawat kebanyakan menggunakan seluruh kemampuannya untuk melakukan
tindakan pertolongan, demi keselamatan jiwa klien.
Kewajiban lain yang jarang diperhatikan dengan serius yaitu menambah
ilmu pengetahuan dan mengikuti perkembangan ilmu keperawatan dalam
meningkatkan profesionalsme. Beberapa faktor-faktor yang membuat kita
malas mengembangkan ilmu keperawata banyak sekali.
Beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa hak dan kewajiban
merupakan sesuatu yang harus diketahui dan di implementasikan oleh
perawat, selain itu perawat harus mempunyai etika karena etika merupakan
pengetahuan moral dan susila, falsafah hidup, kekuatan moral, sistem nilai,
kesepakatan, serta himpunan hal-hal yang diwajibkan, larangan untuk suatu
kelompok/masyarakat dan bukan merupakan hukum atau undang-undang.
Dan hal ini menegaskan bahwa moral merupakan bagian dari etik, dan etika
merupakan ilmu tentang moral sedangkan moral satu kesatuan nilai yang
dipakai manusia sebagai dasar prilakunnya. Maka etika keperawatan (nursing
ethics) merupakan bentuk ekspresi bagaimana perawat seharusnya mengatur
diri sendiri, dan etika keperawatan diatur dalam kode etik keperawatan.

5
Jadi di dalam makalah ini akan membahas hak dan kewajiban seorang
perawat dalam menjalankan kewajibannya terhadap klien/pasien. Agar dalam
pelayanan kesehatan perawat bisa mengurangi kelalaian.

B. Tujuan
Membantu Perawat untuk melakukan tindakan keperawatan sesuai
dengan Standart Praktek Keperawatan sehingga terhindar dari kelalaian
dalam menjalankan profesinya.
Tujuan Khusus
1. Mahasiswa keperawatan mengetahui dan mampu menerapkan Standart
Praktek Keperawatan
2. Mahasiswa Keperawatan mengetahui Hukum-hukum tentang Malpraktik
Keperawatan
3. Mahasiswa / Perawat dapat menghindari sedini mungkin kelalaian dalam
menjalankan profesinya

6
BAB II
PEMBAHASAN

A. HAK DAN KEWAJIBAN

UNDANG-UNDANG NO 36 TAHUN 2009 TENTANG KESEHATAN

Bagian Ke-satu
Hak
Pasal 4
Setiap orang berhak atas kesehatan.

Pasal 5
(1) Setiap orang mempunyai hak yang sama dalam
memperoleh akses atas sumber daya di bidang kesehatan.
(2) Setiap orang mempunyai hak dalam memperoleh
pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, dan
terjangkau.
(3) Setiap orang berhak secara mandiri dan bertanggung
jawab menentukan sendiri pelayanan kesehatan yang
diperlukan bagi dirinya.

Pasal 6
Setiap orang berhak mendapatkan lingkungan yang sehat bagi
pencapaian derajat kesehatan.

Pasal 7
Setiap orang berhak untuk mendapatkan informasi dan
edukasi tentang kesehatan yang seimbang dan bertanggung
jawab.

7
Pasal 8
Setiap orang berhak memperoleh informasi tentang data
kesehatan dirinya termasuk tindakan dan pengobatan yang
telah maupun yang akan diterimanya dari tenaga kesehatan.

Bagian Ke-dua
Kewajiban

Pasal 9
(1) Setiap orang berkewajiban ikut mewujudkan,
mempertahankan, dan meningkatkan derajat kesehatan
masyarakat yang setinggi-tingginya.
(2) Kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (1),
pelaksanaannya meliputi upaya kesehatan perseorangan,
upaya kesehatan masyarakat, dan pembangunan
berwawasan kesehatan.

Pasal 10
Setiap orang berkewajiban menghormati hak orang lain dalam
upaya memperoleh lingkungan yang sehat, baik fisik, biologi,
maupun sosial.

Pasal 11
Setiap orang berkewajiban berperilaku hidup sehat untuk
mewujudkan, mempertahankan, dan memajukan kesehatan
yang setinggi-tingginya.

Pasal 12
Setiap orang berkewajiban menjaga dan meningkatkan derajat
kesehatan bagi orang lain yang menjadi tanggung jawabnya.

8
Pasal 13
(1) Setiap orang berkewajiban turut serta dalam program
jaminan kesehatan sosial.
(2) Program jaminan kesehatan sosial sebagaimana
dimaksud pada ayat (1) diatur sesuai dengan ketentuanperaturan perundang-
undangan.

B. PENGERTIAN HAK DAN KEWAJIBAN

1. Hak adalah kekuasaan/kewenangan yang dimiliki oleh seseorang atau


suatu badan hokum untuk mendapatkan atau memutuskan untuk berbuat
sesuatu.

2. Kewajiban adalah sesuatu yang harus diperbuat atau harus dilakukan


seseorang atau suatu badan hukum.

C. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN DALAM PELAYANAN KESEHATAN


Hak pasien dalam memperoleh pelayanan kesehatan termasuk
perawatan tercantum pada UU Kesehatan no 23 tahun 1992 yaitu :
1. Pasal 14 mengungkapkan bahwa setiap orang berhak untuk mendapatkan
kesehatan optimal.
2. Pasal 53 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia
kedokteran, dan hak opini kedua.
3. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti
rugi
karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

D. HAK PASIEN
1. Mendapatkan pelayanan kesehatan optimal /sebaik-baiknya sesuai dengan
standar profesi kedokteran.

9
2. Hak atas informasi yang jelas dan benar tentang penyakit dan tindakan
medis yang akan dilakukan dokter/ suster.
3. Hak memilih dokter dan rumah sakit yang akan merawat sang pasien.
4. Hak atas rahasia kedokteran / data penyakit, status, diagnosis dll.
5. Hak untuk memberi persetujuan / menolak atas tindakan medis yang akan
dilakukan pada pasien.
6. Hak untuk menghentikan pengobatan.
7. Hak untuk mencari pendapat kedua / pendapat dari dokter lain / Rumah
Sakit lain.
8. Hak atas isi rekaman medis / data medis.
9. Hak untuk didampingi anggota keluarga dalam keadaan kritis.
10. Hak untuk memeriksa dan menerima penjelasan tentang biaya yang
dikenakan / dokumen pembayaran / bon /bill.
11. Hak untuk mendapatkan ganti rugi kalau terjadi kelalaian dan tindakan
yang tidak mengikuti standar operasi profesi kesehatan.

E. KEWAJIBAN PASIEN
1. Memberi keterangan yang jujur tentang penyakit dan perjalanan
penyakit kepada petugas kesehatan.
2. Mematuhi nasihat dokter dan perawat
3. Harus ikut menjaga kesehatan dirinya.
4. Memenuhi imbalan jasa pelayanan.

Sedangkan menurut Surat edaran DirJen Yan Medik No:


YM.02.04.3.5.2504 Tentang Pedoman Hak dan Kewajiban Pasien, Dokter dan
Rumah Sakit, th.1997; UU.Republik Indonesia No. 29 Tahun 2004 Tentang
Praktek Kedokteran dan Pernyataan/SK PB. IDI, sebagai berikut :
Hak pasien adalah hak-hak pribadi yang dimiliki manusia sebagai pasien,
yaitu :
1. Hak memperoleh informasi mengenai tata tertib dan peraturan yang
berlaku di rumah sakit. Hak atas pelayanan yang manusiawi, adil dan
jujur.
2. Hak untuk mendapatkan pelayanan medis yang bermutu sesuai dengan
standar profesi kedokteran/kedokteran gigi dan tanpa diskriminasi.
3. Hak memperoleh asuhan keperawatan sesuai dengan standar profesi
keperawatan.
4. Hak untuk memilih dokter dan kelas perawatan sesuai dengan
keinginannya dan sesuai dengan peraturan yang berlaku di rumah sakit.

10
5. Hak dirawat oleh dokter yang secara bebas menentukan pendapat klinik
dan pendapat etisnya tanpa campur tangan dari pihak luar.
6. Hak atas ”privacy” dan kerahasiaan penyakit yang diderita termasuk
data-data medisnya kecuali apabila ditentukan berbeda menurut peraturan
yang berlaku.
7. Hak untuk memperoleh informasi /penjelasan secara lengkap tentang
tindakan medik yg akan dilakukan thd dirinya.
8. Hak untuk memberikan persetujuan atas tindakan yang akan dilakukan
oleh dokter sehubungan dengan penyakit yang dideritanya.
9. Hak untuk menolak tindakan yang hendak dilakukan terhadap dirinya
dan mengakhiri pengobatan serta perawatan atas tanggung jawab sendiri
sesudah memperoleh informasi yang jelas tentang penyakitnya.
10. Hak didampingi keluarga dan atau penasehatnya dalam beribad dan atau
masalah lainya (dalam keadaan kritis atau menjelang kematian).
11. Hak beribadat menurut agama dan kepercayaannya selama tidak
mengganggu ketertiban & ketenangan umum/pasien lainya.
12. Hak atas keamanan dan keselamatan selama dalam perawatan di rumah
sakit
13. Hak untuk mengajukan usul, saran, perbaikan atas pelayanan rumah sakit
terhadap dirinya
14. Hak transparansi biaya pengobatan/tindakan medis yang akan dilakukan
terhadap dirinya (memeriksa dan mendapatkan penjelasan pembayaran).
15. Hak akses /’inzage’ kepada rekam medis/ hak atas kandungan ISI rekam
medis miliknya.
16. Memberikan informasi yang lengkap dan jujur tentang masalah
kesehatannya kepada dokter yang merawat.
17. Mematuhi nasihat dan petunjuk dokter atau dokter gigi dan perawat
dalam pengobatanya.
18. Memberikan imbalan jasa atas pelayanan yang diterima. Berkewajiban
memenuhi hal-hal yang telah disepakati/perjanjian yang telah dibuatnya.

11
F. HAK DAN KEWAJIBAN PASIEN

Seringkali ketika Anda menjadi pasien dari seorang dokter hanya bisa
menerima apa yang disampaikan oleh dokter tentang penyakit kita serta
tindakan yang akan diambil untuk penyembuhan penyakit tersebut. Namun
apakah lantas dokter dan tenaga medis lain dapat bertindak semena-mena
terhadap tubuh Anda ? Apakah Anda mempunyai hak dan kewajiban sebagai
pasien ? Bagaimana Anda mendapatkannya ?

Tentu saja jawabnya adalah tidak. Karena pada dasarnya para dokter
dalam melakukan praktek kedokteran berada di bawah sumpah dokter dan
kode etik kedokteran yang mengharuskan mereka memberikan pelayanan
terbaik bagi pasien sebagai umat manusia.

Di samping itu, kepentingan dan hak-hak pasien juga terlindungi sejak


diberlakukannya Undang-undang nomo 8 tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen. Pasien sebagai konsumen kesehatan memiliki perlindungan diri
dari kemungkinan upaya kesehatan yang tidak bertanggungjawab seperti
penelantaran. Pasien juga berhak atas keselamatan, keamanan, dan
kenyamanan terhadap pelayanan jasa kesehatan yang diterima. Dengan hak
tersebut maka konsumen akan terlindungi dari praktik profesi yang
mengancam keselamatan atau kesehatan.

Hak pasien yang lainnya sebagai konsumen adalah hak untuk didengar dan
mendapatkan ganti rugi apabila pelayanan yang didapatkan tidak
sebagaimana mestinya. Masyarakat sebagai konsumen dapat menyampaikan
keluhannya kepada pihak rumah sakit sebagai upaya perbaikan rumah sakit
dalam pelayanannya. Selain itu konsumen berhak untuk memilih dokter yang
diinginkan dan berhak untuk mendapatkan opini kedua (second opinion), juga
berhak untuk mendapatkan rekam medik (medical record) yang berisikan
riwayat penyakit pasien.

12
Hak-hak pasien juga dijelaskan pada Undang-undang nomor 23 tahun
1992 tentang Kesehatan. Pasal 14 UU tersebut mengungkapkan bahwa setiap
orang berhak untuk mendapatkan kesehatan optimal. Pasal 53 menyebutkan
bahwa setiap pasien berhak atas informasi, rahasia kedokteran, dan hak opini
kedua. Pasal 55 menyebutkan bahwa setiap pasien berhak mendapatkan ganti
rugi karena kesalahan dan kelalaian petugas kesehatan.

Ikatan Dokter Indonesia (IDI) pada akhir Oktober 2000 juga telah berikrar
tentang hak dan kewajiban pasien dan dokter, yang wajib untuk diketahui dan
dipatuhi oleh seluruh dokter di Indonesia. Salah satu hak pasien yang utama
dalam ikrar tersebut adalah hak untuk menentukan nasibnya sendiri, yang
merupakan bagian dari hak asasi manusia, serta hak atas rahasia kedokteran
terhadap riwayat penyakit yang dideritanya.

Hak menentukan nasibnya sendiri berarti hak memilih dokter, perawat dan
sarana kesehatannya dan hak untuk menerima, menolak atau menghentikan
pengobatan atau perawatan atas dirinya, tentu saja setelah menerima
informasi yang lengkap mengenai keadaan kesehatan atau penyakitnya.

Sementara itu, pasien juga memiliki kewajiban, yaitu memberikan


informasi yang benar kepada dokter dengan i’tikad baik, mematuhi
anjuran dokter atau perawat -baik dalam rangka diagnosis, pengobatan
maupun perawatannya-, dan kewajiban memberi imbalan jasa yang layak.
Pasien juga mempunyai kewajiban untuk tidak memaksakan keinginannya
agar dilaksanakan oleh dokter apabila ternyata berlawanan dengan kebebasan
dan keluhuran profesi dokter. Proses untuk ikut menentukan tindakan apa
yang akan dilakukan terhadap tubuh kita sendiri sebagai pasien setelah
mendapatkan cukup informasi, dalam dunia kedokteran dikenal dengan istilah
kesepakatan yang jelas (informed consent). Di Indonesia ketentuan tentang
informed consent ini diatur lewat Peraturan Pemerintah nomor 18 tahun 1981
dan Surat Keputusan Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia nomor
319/PB/A4/88. Pernyataan IDI tentang informed consent ini adalah :

13
1. Manusia dewasa sehat jasmani dan rohani berhak sepenuhnya
menentukan apa yang hendak dilakukan terhadap tubuhnya. Dokter
tidak berhak melakukan tindakan medis yang bertentangan dengan
kemauan pasien, walaupun untuk kepentingan pasien sendiri.

2. Semua tindakan medis memerlukan informed consent secara lisan


maupun tertulis.

3. Setiap tindakan medis yang mempunyai risiko cukup besar,


mengharuskan adanya persetujuan tertulis yang ditandatangani pasien,
setelah sebelumnya pasien memperoleh informasi yang cukup tentang
perlunya tindakan medis yang bersangkutan serta risikonya.

4. Untuk tindakan yang tidak termasuk dalam butir 3, hanya dibutuhkan


persetujuan lisan atau sikap diam.

5. Informasi tentang tindakan medis harus diberikan kepada pasien, baik


diminta maupun tidak diminta oleh pasien. Tidak boleh menahan
informasi, kecuali bila dokter menilai bahwa informasi tersebut dapat
merugikan kepentingan kesehatan pasien. Dalam hal ini dokter dapat
memberikan informasi kepada keluarga terdekat pasien. Dalam
memberi informasi kepada keluarga terdekat dengan pasien, kehadiran
seorang perawat atau paramedik lain sebagai saksi adalah penting.

6. Isi informasi mencakup keuntungan dan kerugian tindakan medis yang


direncanakan akan diambil. Informasi biasanya diberikan secara lisan,
tetapi dapat pula secara tertulis.

14
G. Sanksi Hukum Dalam Keperawatan

1. Hukum dalam keperawatan


Hukum adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah hukum,
sedangkan etika adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-kaidah non
hukum, yaitu kaidah-kaidah tingkah laku (etika) (Supriadi, 2001).
Banyak sekali definisi-definisi yang berkaitan dengan hukum, tetapi
yang penting adalah hukum itu sifatnya rasionalogic, sedangkan tentang
hukum dalam keperawatan adalah kumpulan peraturan yang berisi kaidah-
kaidah hukum keperawatan yang rasionalogic dan dapat dipertanggung
jawabkan.
Fungsi hukum dalam keperawatan, sebagai berikut:
a. Memberi kerangka kerja untuk menetapkan kegiatan praktek
perawatan apa yang legal dalam merawat pasien.
b. Membedakan tanggung jawab perawat dari profesi kesehatan lain
c. Membantu menetapkan batasan yang independen tentang kegiatan
keperawatan
d. Membantu mempertahankan standar praktek keperawatan dengan
membuat perawat akontabilitas dibawah hukum yang berlaku.

2. Kelalaian (Negligence)
Kelalaian tidak sama dengan malpraktek, tetapi kelalaian termasuk
dalam arti malpraktik, artinya bahwa dalam malpraktek tidak selalu ada
unsur kelalaian.
Kelalaian adalah segala tindakan yang dilakukan dan dapat melanggar
standar sehingga mengakibatkan cidera/kerugian orang lain (Sampurno,
2005). Sedangkan menurut amir dan hanafiah (1998) yang dimaksud
dengan kelalaian adalah sikap kurang hati-hati, yaitu tidak melakukan apa
yang seseorang dengan sikap hati-hati melakukannya dengan wajar, atau
sebaliknya melakukan apa yang seseorang dengan sikap hati-hati tidak
akan melakukannya dalam situasi tersebut.

15
Negligence, dapat berupa Omission (kelalaian untuk melakukan
sesuatu yang seharusnya dilakukan) atau Commission (melakukan sesuatu
secara tidak hati-hati). (Tonia, 1994).
Dapat disimpulkan bahwa kelalaian adalah melakukan sesuatu yang
harusnya dilakukan pada tingkatan keilmuannya tetapi tidak dilakukan
atau melakukan tindakan dibawah standar yang telah ditentukan. Kelalaian
praktek keperawatan adalah seorang perawat tidak mempergunakan tingkat
ketrampilan dan ilmu pengetahuan keperawatan yang lazim dipergunakan
dalam merawat pasien atau orang yang terluka menurut ukuran
dilingkungan yang sama.

3. Jenis-jenis kelalaian
Bentuk-bentuk dari kelalaian menurut sampurno (2005), sebagai berikut:
1. Malfeasance : yaitu melakukan tindakan yang menlanggar hukum
atau tidak tepat/layak, misal: melakukan tindakan keperawatan tanpa
indikasi yang memadai/tepat
2. Misfeasance : yaitu melakukan pilihan tindakan keperawatan yang
tepat tetapi dilaksanakan dengan tidak tepat. Misal: melakukan
tindakan keperawatan dengan menyalahi prosedur
3. Nonfeasance : Adalah tidak melakukan tindakan keperawatan yang
merupakan kewajibannya. Misal: Pasien seharusnya dipasang
pengaman tempat tidur tapi tidak dilakukan.

Sampurno (2005), menyampaikan bahwa suatu perbuatan atau sikap


tenaga kesehatan dianggap lalai, bila memenuhi empat (4) unsur, yaitu:

1. Duty atau kewajiban tenaga kesehatan untuk melakukan tindakan


atau untuk tidak melakukan tindakan tertentu terhadap pasien tertentu
pada situasi dan kondisi tertentu.
2. Dereliction of the duty atau penyimpanagan kewajiban
3. Damage atau kerugian, yaitu segala sesuatu yang dirasakan oleh
pasien sebagai kerugian akibat dari layanan kesehatan yang diberikan
oleh pemberi pelayanan.

16
4. Direct cause relationship atau hubungan sebab akibat yang nyata,
dalam hal ini harus terdapat hubungan sebab akibat antara
penyimpangan kewajiban dengan kerugian yang setidaknya
menurunkan “Proximate cause”
5. Liabilitas dalam praktek keperawatan
Liabilitas adalah tanggungan yang dimiliki oleh seseorang terhadap
setiap tindakan atau kegagalan melakukan tindakan. Perawat
profesional, seperti halnya tenaga kesehatan lain mempunyai tanggung
jawab terhadap setiap bahaya yang timbulkan dari kesalahan
tindakannya. Tanggungan yang dibebankan perawat dapat berasal dari
kesalahan yang dilakukan oleh perawat baik berupa tindakan kriminal
kecerobohan dan kelalaian.
Seperti telah didefinisikan diatas bahwa kelalaian merupakan
kegagalan melakukan sesuatu yang oleh orang lain dengan klasifikasi
yang sama, seharusnya dapat dilakukan dalam situasi yang sama, hal
ini merupakan masalah hukum yang paling lazim terjadi dalam
keperawatan. Terjadi akibat kegagalan menerapkan pengetahuan
dalam praktek antara lain disebabkan kurang pengetahuan. Dan
dampak kelalaian ini dapat merugikan pasien.
Sedangkan akuntabilitas adalah konsep yang sangat penting dalam
praktik keperawatan. Akuntabilitas mengandung arti dapat
mempertaggung jawabkan suatu tindakan yang dilakukan dan dapat
menerima konsekuensi dari tindakan tersebut (Kozier, 1991).
6. Dasar hukum perundang-undangan praktek keperawatan.
Beberapa perundang-undangan yang melindungi bagi pelaku dan
penerima praktek keperawatan yang ada di Indonesia, adalah sebagai
berikut:

a. Undang – undang No.23 tahun 1992 tentang kesehatan,


bagian kesembilan pasal 32 (penyembuhan penyakit dan
pemulihan)

17
b. Undang – undang No.8 tahun 1999 tentang perlindungan
konsumen
c. Peraturan menteri kesehatan No.159b/Men.Kes/II/1998 tentang
Rumah Sakit
d. Peraturan Menkes No.660/MenKes/SK/IX/1987 yang
dilengkapi surat ederan Direktur Jendral Pelayanan Medik
No.105/Yan.Med/RS.Umdik/Raw/I/88 tentang penerapan
standard praktek keperawatan bagi perawat kesehatan di
Rumah Sakit.
e. Kepmenkes No.647/SK/IV/2000 tentang registrasi dan praktik
perawat dan direvisi dengan SK Kepmenkes
No.1239/Menkes/SK/XI/2001 tentang registrasi dan praktik
perawat.

7. Tanggung jawab profesi perawat


Perawat adalah salah satu pekerjaan yang memiliki ciri atau sifat
yang sesuai dengan ciri-ciri profesi. Saat ini Indonesia sudah memiliki
pendidikan profesi keperawatan yang sesuai dengan undang-undang
sisdiknas, yaitu pendidikan keprofesian yang diberikan pada orang
yang telah memiliki jenjang S1 di bidang keperawatan, bahkan sudah
ada pendidikan spesialis keperawatan. Organisasi profesi keperawatan
telah memiliki standar profesi walaupun secara luas sosialisasi masih
berjalan lamban. Karena Tanggung jawab dapat dipandang dalam
suatu kerangka sistem hirarki, dimulai dati tingkat individu, tingkat
institusi/profesional dan tingkat sosial (Kozier,1991)
Profesi perawat telah juga memiliki aturan tentang kewenangan
profesi, yang memiliki dua aspek, yaitu kewenangan material dan
kewenangan formil. Kewenagan material diperoleh sejak seseorang
memperoleh kompetensi dan kemudian ter-registrasi, yang disebut
sebagai Surat ijin perawat (SIP) dalam kepmenkes 1239. sedangkan
kewenangan formil adalah ijin yang memberikan kewenangan kepada

18
perawat (penerimanya) untuk melakukan praktek profesi perawat,
yaitu Surat Ijin Kerja (SIK) bila bekerja didalam suatu institusi dan
Surat Ijin Praktik Perawat (SIPP) bila bekerja secara perorangan atau
kelompok. (Kepmenkes 1239, 2001).
Kewenangan profesi haruslah berkaitan dengan kompetensi
profesi, tidak boleh keluar dari kompetensi profesi. Kewenangan
perawat melakukan tindakan diluar kewenangan sebagaimana
disebutkan dalam pasal 20 Kepmenkes 1239 adalah bagian dari good
samaritan law yang memang diakui diseluruh dunia. Otonomi kerja
perawat dimanifestasikan ke dalam adanya organisasi profesi, etika
profesi dan standar pelayanan profesi. Oragnisasi profesi atau
representatif dari masyrakat profesi harus mampu melaksanakan self-
regulating, self-goverming dan self-disciplining, dalam rangka
memberikan jaminan kepada masyarakat bahwa perawat berpraktek
adalah perawat yang telah kmpeten dan memenuhi standar.
Etika profesi dibuat oleh organisasi profesi/masyrakat profesi,
untuk mengatur sikap dan tingkah laku para anggotanya, terutama
berkaitan dengan moralitas. Etika profesi perawat mendasarkan
ketentuan-ketentuan didalamnya kepada etika umum dan sifat-sifat
khusus moralitas profesi perawat, seperti autonomy, beneficence,
nonmalefience, justice, truth telling, privacy, confidentiality, loyality,
dan lalin-lain. Etika profesi bertujuan mempertahankan keluhuran
profesi umumnya dituliskan dalam bentuk kode etik dan
pelaksanaannya diawasi oleh sebuah majelis atau dewan kehormatan
etik.
Sedangkan standar pelayanan Kepmenkes 1239 disebut sebagai
standar profesi, dan diartikan sebagai pedoman yang harus
dipergunakan sebagai petunjuk dalam menjalanankan profesi secara
baik dan benar.
Tanggung jawab hukum pidana profesi perawat jelas merupakan
tanggung jawab perorangan atas perbuatan pelanggaran hukum

19
pidana yang dilakukannya. Jenis pidana yang mungkin dituntutkan
kepada perawat adalah pidana kelalaian yang mengakibatkan luka
(pasal 360 KUHP), atau luka berat atau mati (pasal 359 KUHP),
yang dikualifikasikan dengan pemberatan ancaman pidananya bila
dilakukan dalam rangka melakukan pekerjaannya (pasal 361
KUHP). Sedangkan pidana lain yang bukan kelalaian yang
mungkin dituntutkan adalah pembuatan keterangan palsu (pasal
267-268 KUHP).
Didalam setting Rumah Sakit, pidana kelallaian yang dapat
dituntutkan kepada profesi perawat dapat berupa kelalaian dalam
melakukan asuhan keperawatan maupun kelalaian dalam
melakukan tindakan medis sebagai pelaksana delegasi tindakan
medis. Kelalaian dapat berupa kelalaian dalam mencegah
kecelakaan di Rumah Sakit (jatuh), kelalaian dalam mencegah
terjadinya decubitus atau pencegahan infeksi, kelalaian dalam
melakukan pemantauan keadaan pasien, kelalaian dalam merespon
suatu kedaruratan, dan bentuk kelalaian lainnya yang juga dapat
terjadi pada pelayanan profesi perorangan.

20
BAB III
PENUTUPAN
A. Kesimpulan
Dengan perubahan paradigma perawat dari yang dulunya vokasional
menjadi professional maka perawat dan mahasiswa sebagai calon perawat
harus memahami betapa pentingnya standart praktik keperawatan sehingga
membantu dalam kelancaran memberikan asuhan keperawatan
Dan dengan konsekuensi tersebut perawat dan mahasiswa harus mampu
mengembangkan kemampuan kognitif maupun psikomotornya serta juga
mengerti dengan hokum – hokum yang berkaitan dengan pelayanan
keperawatan, sehingga bias terhindar dari kesalahan dan dapat melaksanakan
pelayanan sesuai dengan standart, sehingga menghasilkan pelayann yang
bermutu.

B. Saran
Perawat dan mahasiswa harus lebih mampu untuk megembangkan
dirinya sehingga dapat memberikan pelayanan yang terbaik serta mampu
melaksanakan standart praktik dengan baik sehingga dengna perubahan
paradigma tersebut dan pembagian tugas dan tanggung jaawab membuat
seorang perawaat selalu siap.

DAFTAR PUSTAKA

21
Nila, Hj. Ismani (2001). Etika Keperawatan. Jakarta: Widya Medika.

Potter, Patricia A. (2005). Fundamental of Nursing: Concepts, Proses adn Practice


1st Edition. Jakarta: EGC.

http://addy1571.files.wordpress.com/2008/12/tanggung-jawab-dan-tanggung-
gugat-perawat-dalam-sudut-pandan.pdf

22

Anda mungkin juga menyukai