Anda di halaman 1dari 34

LAPORAN PENDAHULUAN ASUHAN KEPERAWATAN

PENYAKIT HIPERTENSI (TEKANAN DARAH TINGGI)

1. KONSEP DASAR PENYAKIT

A. DEFINISI/PENGERTIAN

Tekanan darah tinggi atau hipertensi adalah kondisi medis dimana terjadi
peningkatan tekanan darah secara kronis (dalam jangka waktu lama). Penderita yang
mempunyai sekurang – kurangnya tiga bacaan tekanan darah yang melebihi 140/90
mmHg saat istirahat diperkirakan mempunyai keadaan darah tinggi. (Price, 2005)

Hipertensi adalah tekanan darah persisten dimana tekanan sistoliknya diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg. Pada populasi manula, hipertensi
didefinisikan sebagai tekanan sistolik 160 mmHg dan tekanan diastolik 90 mmHg.
(Smeltzer, 2001)

Penyakit Hipertensi merupakan peningkatan tekanan sistolik lebih besar atau sama
dengan 160 mmHg dan atau tekanan diastolik sama atau lebih besar 95 mmHg.
WHO (Kodim Nasrin, 2003)

Hipertensi dikategorikan ringan apabila tekanan diastoliknya antara 95 – 104


mmHg, hipertensi sedang jika tekanan diastoliknya antara 105 dan 114 mmHg, dan
hipertensi berat bila tekanan diastoliknya 115 mmHg atau lebih.
Pembagian ini berdasarkan peningkatan tekanan diastolik karena dianggap lebih
serius dari peningkatan sistolik. (Smith Tom, 1995)

Hipertensi didefinisikan sebagai suatu peningkatan tekanan darah


sistolik dan/atau distolik yang tidak normal. (Sylvia A. Price (1995),
hal. 533)

Hipertensi didefinisikan peningkatan tekanan sistolik diatas standar


dihubungkan dengan usia. Tekanan darah dipengaruhi oleh kece patan

1
denyut jantung, volume sekuncup dan tahanan dindin g vaskuler (TD =
SVX HR X TPR). Batasan nilai sistole dan diastole dikatakan
hipertensi.

a) Menurut WHO 1978


Tekanan Tekanan

Sistole (mmHg) Distole (mmHg)

Normal  140  90
Hipertensi 141 – 159 91 – 94
Borderline

Hipertensi  160  95
Difinite

b) INCV (1992)
Tekanan Tekanan

Sistole (mmHg) Distole (mmHg)

Normal < 130 < 85


Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi TK I 140 – 159 90 – 99
(Ringan)

TK II (Sedang ) 160 – 179 100 – 109

TK III (Berat) 180 – 209 110 – 119

TK IV (Sangat Berat)  210  120

Dari pengertian diatas, dapat disimpulkan bahwa hipertensi adalah “Peningkatan


tekanan darah secara kronis dan persisten dimana tekanan sistolik diatas 140
mmHg dan tekanan diastoliknya di atas 90 mmHg”.

2
B. ETIOLOGI
Sekitar 20% populasi dewasa mengalami hipertensi, lebih dari 90% diantara mereka
menderita hipertensi essensial (primer), dimana tidak dapat ditentukan penyebab
medisnya. Sisanya mengalami kenaikan tekanan darah dengan penyebab tertentu
(hipertensi sekunder).

Hipertensi berdasarkan penyebabnya dibagi menjadi 2 jenis, yaitu :

1. Hipertensi primer atau esensial adalah hipertensi yang tidak/belum diketahui


penyebabnya (terdapat pada kurang lebih 90% dari seluruh hipertensi).
2. Hipertensi sekunder adalah hipertensi yang disebabkan/sebagai akibat dari
adanya penyakit lain.

Hipertensi primer kemungkinan memiliki banyak penyebab, seperti :


beberapa perubahan pada jantung dan pembuluh darah kemungkinan bersama –
sama menyebabkan meningkatnya tekanan darah.

Jika penyebabnya diketahui, maka disebut hipertensi sekunder. Pada sekitar


5 – 10% penderita hipertensi, penyebabnya adalah penyakit ginjal. Pada sekitar 1 –
2%, penyebabnya adalah kelainan hormonal atau pemakaian obat tertentu (misalnya
pil KB).

Penyebab hipertensi lainnya yang jarang adalah feokromositoma, yaitu tumor


pada kelenjar adrenal yang menghasilkan hormon epinefrin (adrenalin) atau
norepinefrin (noradrenalin).

Beberapa penyebab terjadinya hipertensi sekunder :


1. Penyakit Ginjal
a. Stenosis arteri renalis.
b. Pielonefritis.
c. Glomerulonefritis akut (GNA).
d. Glomerulonefritis kronis (GNC).
e. Tumor – tumor ginjal.
f. Penyakit ginjal polikista (biasanya diturunkan).

3
g. Trauma pada ginjal (luka yang mengenai ginjal).
h. Terapi penyinaran yang mengenai ginjal.

2. Kelainan Hormonal
a. Hiperaldosteronism.
b. Sindroma Cushing.
c. Feokromositoma.

3. Obat – Obatan
a. Pil KB.
b. Kortikosteroid.
c. Siklosporin.
d. Eritropoietin.
e. Kokain.
f. Penyalahgunaan alkohol.
g. Kayu manis (dalam jumlah sangat besar).

4. Penyebab Lainnya
a. Koartasio aorta.
b. Preeklamsi pada kehamilan.
c. Porfiria intermiten akut.
d. Keracunan timbal akut.

Adapun penyebab lain dari hipertensi yaitu :


a. Peningkatan kecepatan denyut jantung.
b. Peningkatan volume sekuncup yang berlangsung lama.
c. Peningkatan TPR yang berlangsung lama.

Penyebab hipertensi menurut Lany Gunawan, 2001, yaitu Hipertensi berdasarkan


penyebabnya dapat dibedakan menjadi 2 golongan besar, yaitu :

1. Hipertensi essensial (hipertensi primer) yaitu hipertensi yang tidak diketahui


penyebabnya.

4
2. Hipertensi sekunder yaitu hipertensi yang disebabkan oleh penyakit lain.

Hiperrtensi primer terdapat pada lebih dari 90% penderita hipertensi, sedangkan
10% sisanya disebabkan oleh hipertensi sekunder. Meskipun hipertensi primer
belum diketahui dengan pasti penyebabnya, data – data penelitian telah menemukan
beberapa faktor yang sering menyebabkan terjadinya hipertensi. Faktor tersebut
adalah sebagai berikut :

a. Faktor Keturunan (Genetik)


Dari data statistik terbukti bahwa seseorang akan memiliki kemungkinan lebih
besar untuk mendapatkan hipertensi jika orang tuanya adalah penderita
hipertensi.

b. Ciri Perseorangan
Ciri perseorangan yang mempengaruhi timbulnya hipertensi adalah umur (jika
umur bertambah maka tekanan darah meningkat), jenis kelamin (laki – laki lebih
tinggi dari perempuan) dan ras (ras kulit hitam lebih banyak dari kulit putih).

c. Kebiasaan Hidup
Kebiasaan hidup yang sering menyebabkan timbulnya hipertensi adalah
konsumsi garam yang tinggi (melebihi dari 30 gr), kegemukan atau makan
berlebihan, stress dan pengaruh lain, misalnya merokok, minum alcohol, minum
obat – obatan (ephedrine, prednison, epineprin).

Faktor Predisposisi
Berdasarkan faktor pemicu, Hipertensi dapat disebabkan oleh beberapa hal
seperti umur, jenis kelamin, dan keturunan. Hipertensi juga banyak dijumpai pada
penderita kembar monozigot (satu telur), apabila salah satunya menderita Hipertensi.
Dugaan ini menyokong bahwa faktor genetik mempunyai peran di dalam terjadinya
Hipertensi.
Sedangkan yang dapat dikontrol seperti kegemukan/obesitas, stress, kurang
olahraga, merokok, serta konsumsi alkohol dan garam. Faktor lingkungan ini juga
berpengaruh terhadap timbulnya hipertensi esensial. Hubungan antara stress dengan
Hipertensi, diduga melalui aktivasi saraf simpatis. Saraf simpatis adalah saraf yang

5
bekerja pada saat kita beraktivitas, saraf parasimpatis adalah saraf yang bekerja pada
saat kita tidak beraktivitas.
Peningkatan aktivitas saraf simpatis dapat meningkatkan tekanan darah
secara intermitten (tidak menentu). Apabila stress berkepanjangan, dapat
mengakibatkan tekanan darah menetap tinggi. Walaupun hal ini belum terbukti,
akan tetapi angka kejadian di masyarakat perkotaan lebih tinggi dibandingkan
dengan di pedesaan. Hal ini dapat dihubungkan dengan pengaruh stress yang dialami
kelompok masyarakat yang tinggal di kota.
Berdasarkan penyelidikan, kegemukan merupakan ciri khas dari populasi
Hipertensi dan dibuktikan bahwa faktor ini mempunyai kaitan yang erat dengan
terjadinya Hipertensi dikemudian hari. Walaupun belum dapat dijelaskan hubungan
antara obesitas dan hipertensi esensial, tetapi penyelidikan membuktikan bahwa
daya pompa jantung dan sirkulasi volume darah penderita obesitas dengan hipertensi
lebih tinggi dibandingkan dengan penderita yang mempunyai berat badan normal.

C. EPIDEMIOLOGI/INSIDEN KASUS

Penyakit ini telah menjadi masalah utama dalam kesehatan. Diperkirakan


sekitar 80% kenaikan kasus hipertensi terutama di negara berkembang pada tahun
2025 dari sejumlah 639 juta kasus di tahun 2000, di perkirakan menjadi 1,15 milyar
kasus di tahun 2025. Prediksi ini didasarkan pada angka penderita hipertensi saat ini
dan pertambahan penduduk saat ini. Hipertensi sering dijumpai pada individu
diabetes mellitus (DM) dimana diperkirakan prevalensinya mencapai 50 – 70%.
Modifikasi gaya hidup sangat penting dalam mencegah tekanan darah tinggi dan
merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dalam mengobati tekanan darah
tinggi. Merokok adalah faktor risiko utama untuk mobilitas dan mortalitas
Kardiovaskuler.
Di Indonesia banyaknya penderita Hipertensi diperkirakan 15 juta orang
tetapi hanya 4% yang merupakan hipertensi terkontrol. Prevalensi 6 – 15% pada
orang dewasa, 50% diantaranya tidak menyadari sebagai penderita hipertensi
sehingga mereka cenderung untuk menjadi hipertensi berat karena tidak
menghindari dan tidak mengetahui faktor risikonya, dan 90% merupakan hipertensi
esensial.
6
Saat ini penyakit degeneratif dan kardiovaskuler sudah merupakan salah satu
masalah kesehatan masyarakat di Indonesia. Hasil survey Kesehatan Rumah Tangga
(SKRT) tahun 1972, 1986, dan 1992 menunjukkan peningkatan prevalensi penyakit
kardiovaskuler yang menyolok sebagai penyebab kematian dan sejak tahun 1993
diduga sebagai penyebab kematian nomor satu.

D. PATHOFISIOLOGI

Mekanisme yang mengontrol konstriksi dan relaksasi pembuluh darah


terletak di pusat vasomotor, pada medulla di otak. Dari pusat vasomotor ini bermula
jaras saraf simpatis, yang berlanjut ke bawah ke korda spinalis dan keluar dari
kolumna medulla spinalis ke ganglia simpatis di torak dan abdomen.
Rangsangan pusat vasomotor dihantarkan dalam bentuk impuls yang
bergerak ke bawah melalui sistem saraf simpatis ke ganglia simpatis. Pada titik ini,
neuron preganglion melepaskan asetilkolin, yang merangsang serabut saraf pasca
ganglion ke pembuluh darah, dimana dengan dilepaskannya norepinefrin
mengakibatkan konstriksi pembuluh darah. Berbagai faktor seperti kecemasan dan
ketakutan dapat mempengaruhi respon pembuluh darah terhadap rangsangan
vasokonstriktor. Individu dengan hipertensi sangat sensitive terhadap norepinefrin,
meskipun tidak diketahui dengan jelas mengapa hal tersebut bisa terjadi.
Pada saat bersamaan dimana sistem simpatis merangsang pembuluh darah
sebagai respon rangsang emosi. Kelenjar adrenal juga terangsang, mengakibatkan
tambahan aktivitas vasokonstriksi. Medulla adrenal mensekresi epinefrin, yang
menyebabkan vasokonstriksi. Korteks adrenal mensekresi kortisol dan steroid
lainnya, yang dapat memperkuat respon vasokonstriktor pembuluh darah.
Vasokonstriksi yang mengakibatkan penurunan aliran darah ke ginjal,
mengakibatkan pelepasan renin. Renin merangsang pembentukan angiotensin I yang
kemudian diubah menjadi angiotensin II, saat vasokonstriktor kuat, yang pada
gilirannya merangsang sekresi aldosteron oleh korteks adrenal. Hormon ini
menyebabkan retensi natrium dan air oleh tubulus ginjal, menyebabkan peningkatan
volume intravaskuler. Semua faktor tersebut cenderung mencetuskan keadaan
hipertensi.

7
Untuk pertimbangan gerontology. Perubahan structural dan fungsional pada
sistem pembuluh perifer bertanggungjawab pada perubahan tekanan darah yang
terjadi pada usia lanjut. Perubahan tersebut meliputi aterosklerosis, hilangnya
elastisitas jaringan ikat dan penurunan dalam relaksasi otot polos pembuluh darah,
yang pada gilirannya menurunkan kemampuan distensi dan daya regang pembuluh
darah. Konsekuensinya, aorta dan arteri besar berkurang kemampuannya dalam
mengakomodasi volume darah yang dipompa oleh jantung (volume sekuncup),
mengakibatkan penurunan curang jantung dan peningkatan tahanan perifer.
(Brunner & Suddarth, 2002)

E. GEJALA KLINIS

Pada sebagian besar penderita, hipertensi tidak menimbulkan gejala, meskipun


secara tidak sengaja beberapa gejala terjadi bersamaan dan dipercaya berhubungan
dengan tekanan darah tinggi (padahal sesungguhnya tidak). Gejala yang dimaksud
adalah sakit kepala, perdarahan dari hidung, pusing, wajah kemerahan dan
kelelahan, yang bisa saja terjadi baik pada penderita hipertensi, maupun pada
seseorang dengan tekanan darah yang normal.
Jika hipertensinya berat atau menahun dan tidak diobati, bisa timbul gejala sebagai
berikut :
1. Sakit kepala.
2. Kelelahan.
3. Mual.
4. Muntah.
5. Sesak nafas.
6. Gelisah.
7. Pandangan menjadi kabur yang terjadi karena adanya kerusakan pada otak, mata,
jantung dan ginjal.
Kadang penderita hipertensi berat mengalami penurunan kesadaran dan bahkan
koma karena terjadi pembengkakan otak. Keadaan ini disebut ensefalopati
hipertensif, yang memerlukan penanganan segera.

8
F. KLASIFIKASI
The Joint National Committee on Detection, Evaluation and Treatment of High
Blood Pressure membuat suatu klasifikasi baru yaitu :

Klasifikasi Tekanan Darah untuk Dewasa Usia 18 Tahun atau Lebih *


Kategori Sistolik (mmhg) Diastolik (mmhg)
Normal < 130 <85
Normal tinggi 130 – 139 85 – 89
Hipertensi †
Tingkat 1 (ringan) 140 – 159 90 – 99
Tingkat 2 (sedang) 160 – 179 100 – 109
Tingkat 3 (berat) ≥180 ≥110

Tidak minum obat antihipertensi dan tidak sakit akut. Apabila tekanan
sistolik dan diastolik turun dalam kategori yang berbeda, maka yang dipilih adalah
kategori yang lebih tinggi. Berdasarkan pada rata – rata dari dua kali pembacaan
atau lebih yang dilakukan pada setiap dua kali kunjungan atau lebih setelah skrining
awal.
Pada pemeriksaan tekanan darah akan didapat dua angka. Angka yang lebih
tinggi diperoleh pada saat jantung berkontraksi (sistolik), angka yang lebih rendah
diperoleh pada saat jantung berelaksasi (diastolik). Tekanan darah kurang dari
120/80 mmHg didefinisikan sebagai "normal". Pada tekanan darah tinggi, biasanya
terjadi kenaikan tekanan sistolik dan diastolik. Hipertensi biasanya terjadi pada
tekanan darah 140/90 mmHg atau ke atas, diukur di kedua lengan tiga kali dalam
jangka beberapa minggu.
Pada hipertensi sistolik terisolasi, tekanan sistolik mencapai 140 mmHg atau
lebih, tetapi tekanan diastolik kurang dari 90 mmHg dan tekanan diastolik masih
dalam kisaran normal. Hipertensi ini sering ditemukan pada usia lanjut. Sejalan
dengan bertambahnya usia, hampir setiap orang mengalami kenaikan tekanan darah,
tekanan sistolik terus meningkat sampai usia 80 tahun dan tekanan diastolik terus
meningkat sampai usia 55 – 60 tahun, kemudian berkurang secara perlahan atau
bahkan menurun drastis.

9
Disamping itu juga, terdapat hipertensi pada kehamilan (pregnancy –
induced hypertension (PIH) ) PIH adalah jenis hipertensi sekunder karena
hipertensinya reversible setelah bayi lahir. PIH tampaknya terjadi akibat dari
kombinasi peningkatan curah jantung dan TPR. Selama kehamilan normal volume
darah meningkat secara drastis. Pada wanita sehat, peningkatan volume darah
diakomodasikan oleh penurunan responsifitas vascular terhadap hormon – hormon
vasoaktif, misalnya angiotensin II. Hal ini menyebabkan TPR berkurang pada
kehamilan normal dan tekanan darah rendah. Pada wanita dengan PIH, tidak terjadi
penurunan sensitivitas terhadap vasopeptida – vasopeptida tersebut, sehingga
peningkatan besar volume darah secara langsung meningkatkan curah jantung dan
tekanan darah. PIH dapat timbul sebagai akibat dari gangguan imunologik yang
mengganggu perkembangan plasenta. PIH sangat berbahaya bagi wanita dan dapat
menyebabkan kejang, koma, dan kematian.

G. KOMPLIKASI

Adapun komplikasi yang dapat terjadi pada penyakit hipertensi menurut TIM
POKJA RS Harapan Kita (2003:64) dan Dr. Budhi Setianto (Depkes, 2007) adalah
diantaranya :
1. Penyakit pembuluh darah otak seperti stroke, perdarahan otak, transient ischemic
attack (TIA).
2. Penyakit jantung seperti gagal jantung, angina pectoris, infark miocard acut
(IMA).
3. Penyakit ginjal seperti gagal ginjal.
4. Penyakit mata seperti perdarahan retina, penebalan retina, oedema pupil.

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang menurut FKUI (2003 : 64) dan Dosen Fakultas Kedokteran
USU, Abdul Madjid (2004), meliputi :
1. Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium rutin yang dilakukan sebelum memulai terapi
bertujuan menentukan adanya kerusakan organ dan faktor risiko lain atau
mencari penyebab hipertensi. Biasanya diperiksa urin analisa, darah perifer
10
lengkap, kimia darah (kalium, natrium, kreatinin, gula darah puasa, kolesterol
total, HDL, LDL).
Pemeriksaan Laboratorium, meliputi :
1) Hemoglobin/hematokrit : bukan diagnostik tetapi mengkaji
hubungan dari sel – sel terhadap volume caian – cairan
(viskositas) dan dapat mengindikasikan faktor – faktor risi ko
seperti hiperkoagulabilitas, anemia.
2) BUN/kreatinin : memberikan informasi tentang perfusi/fungsi
ginjal.
3) Glukosa: hiperglikemia.
4) Kalium serum : hipokalemia.
5) Kalsium serum : peningkatan kadar kalsium.
6) Kolesterol dan trigeliselida serum mengalami peningka tan.
7) Kadar aldosteron urin/serum .
8) Urinalisa : darah, protein, glukosa .
9) Asam urat : hiperurisemia .

2. Pemeriksaan EKG
EKG (pembesaran jantung, gangguan konduksi), IVP dapat mengidentifikasi
hipertensi, sebagai tambahan dapat dilakukan pemeriksaan lain, seperti klirens
kreatinin, protein, asam urat, TSH dan ekordiografi.

3. Ekokardiogram
Tampak penebalan dinding ventrikel kiri, kemungkinan juga sudah
terjadi dilatasi dan gangguan fungsi sistol ik dan diastolik.

4. Pemeriksaan Diagnostik
Pemeriksaan diagnostik meliputi BUN/creatinin (fungsi ginjal), glucose (DM)
kalium serum (meningkat menunjukkan aldosteron yang meningkat), kalsium
serum (peningkatan dapat menyebabkan hipertensi : kolesterol dan tri gliserit
(indikasi pencetus hipertensi), pemeriksaan tiroid (menyebabkan vasokonstrisi),
urinalisa protein, gula (menunjukkan disfungsi ginjal), asam urat (faktor
penyebab hipertensi).
11
5. Pemeriksaan Radiologi
Pemeriksaan radiologi meliputi : Foto Dada dan CT-Scan.

6. Diagnosis/kriteria diagnosis
Pasien dikatakan menderita hipertensi apabila memiliki tekanan
darah lebih dari 140/90 mmHg.

I. PENATALAKSANAAN

Olahraga lebih banyak dihubungkan dengan pengobatan hipertensi, karena olahraga


isotonic (seperti : bersepeda, jogging, aerobic) yang teratur dapat memperlancar
peredaran darah, sehingga dapat menurunkan tekanan darah. Olahraga juga dapat
digunakan untuk mengurangi/mencegah obesitas dan mengurangi asupan garam ke
dalam tubuh (tubuh yang berkeringat akan mengeluarkan garam lewat kulit).

Pengobatan hipertensi secara garis besar dibagi menjadi 2 jenis yaitu :

1. Pengobatan Non-Obat (Non Farmakologis).


2. Pengobatan dengan Obat – Obatan (Farmakologis).

1. Pengobatan Non-Obat (Non Farmakologis)

Pengobatan non farmakologis kadang – kadang dapat mengontrol tekanan darah,


sehingga pengobatan farmakologis menjadi tidak diperlukan atau sekurang –
kurangnya ditunda. Sedangkan pada keadaan dimana obat anti hipertensi
diperlukan, pengobatan non farmakologis dapat dipakai sebagai pelengkap untuk
mendapatkan efek pengobatan yang lebih baik.

Pengobatan non farmakologis diantaranya adalah :


a. Diet rendah garam/kolesterol/lemak jenuh.
b. Mengurangi asupan garam ke dalam tubuh.
Nasehat pengurangan garam, harus memperhatikan kebiasaan makan
penderita. Pengurangan asupan garam secara drastis akan sulit dilaksanakan.
Cara pengobatan ini hendaknya tidak dipakai sebagai pengobatan tunggal,

12
tetapi lebih baik digunakan sebagai pelengkap pada pengobatan
farmakologis.
c. Ciptakan keadaan rileks
Berbagai cara relaksasi seperti meditasi, yoga atau hipnosis dapat
mengontrol sistem saraf yang akhirnya dapat menurunkan tekanan darah.
d. Melakukan olah raga seperti senam aerobik atau jalan cepat selama 30 – 45
menit sebanyak 3 – 4 kali seminggu.
e. Berhenti merokok dan mengurangi konsumsi alkohol.

2. Pengobatan dengan Obat-Obatan (Farmakologis)


Obat – obatan antihipertensi. Terdapat banyak jenis obat antihipertensi yang
beredar saat ini. Untuk pemilihan obat yang tepat diharapkan menghubungi
dokter.
a. Diuretik
Obat – obatan jenis diuretik bekerja dengan cara mengeluarkan cairan tubuh
(lewat kencing), sehingga volume cairan di tubuh berkurang yang
mengakibatkan daya pompa jantung menjadi lebih ringan. Contoh obatnya
adalah Hidroklorotiazid.

b. Penghambat Simpatetik
Golongan obat ini bekerja dengan menghambat aktivitas saraf simpatis (saraf
yang bekerja pada saat kita beraktivitas ). Contoh obatnya adalah :
Metildopa, Klonidin dan Reserpin.

c. Betabloker
Mekanisme kerja anti-hipertensi obat ini adalah melalui penurunan daya
pompa jantung. Jenis betabloker tidak dianjurkan pada penderita yang telah
diketahui mengidap gangguan pernapasan seperti asma bronkial. Contoh
obatnya adalah : Metoprolol, Propranolol dan Atenolol. Pada penderita
diabetes melitus harus hati – hati, karena dapat menutupi gejala hipoglikemia
(kondisi dimana kadar gula dalam darah turun menjadi sangat rendah yang
bisa berakibat bahaya bagi penderitanya). Pada orang tua terdapat gejala

13
bronkospasme (penyempitan saluran pernapasan), sehingga pemberian obat
harus hati – hati.

d. Vasodilator
Obat golongan ini bekerja langsung pada pembuluh darah dengan relaksasi
otot polos (otot pembuluh darah). Yang termasuk dalam golongan ini adalah
: Prasosin, Hidralasin. Efek samping yang kemungkinan akan terjadi dari
pemberian obat ini adalah : sakit kepala dan pusing.

e. Penghambat Ensim Konversi Angiotensin


Cara kerja obat golongan ini adalah menghambat pembentukan zat
Angiotensin II (zat yang dapat menyebabkan peningkatan tekanan darah).
Contoh obat yang termasuk golongan ini adalah Kaptopril. Efek samping
yang mungkin timbul adalah : batuk kering, pusing, sakit kepala dan lemas.

f. Antagonis Kalsium
Golongan obat ini menurunkan daya pompa jantung dengan cara
menghambat kontraksi jantung (kontraktilitas). Yang termasuk golongan
obat ini adalah : Nifedipin, Diltiasem dan Verapamil. Efek samping yang
mungkin timbul adalah : sembelit, pusing, sakit kepala dan muntah.

g. Penghambat Reseptor Angiotensin II


Cara kerja obat ini adalah dengan menghalangi penempelan zat Angiotensin
II pada reseptornya yang mengakibatkan ringannya daya pompa jantung.
Obat – obatan yang termasuk dalam golongan ini adalah Valsartan (Diovan).
Efek samping yang mungkin timbul adalah : sakit kepala, pusing, lemas dan
mual.

Dengan pengobatan dan kontrol yang teratur, serta menghindari faktor risiko
terjadinya hipertensi, maka angka kematian akibat penyakit ini bisa ditekan.

14
WOC Faktor predisposisi : usia, jenis kelamin, merokok, stress, kurang olah raga,
genetic, alcohol,konsumsi garam, obesitas

Norefineprin
Tek.sistemik darah ↑
HIPERTENSI Perubahan situasi gelisah

Sering
Beban kerja jantung ↑ bertanya
Kerusakan vaskuler pembuluh darah

Kontraksi ventrikel Informasi yg minim Krisis situasional


hipertropi
kiri
Cemas
Kelainan kontraktilitas Perubahan struktur
Misinterpretasi Metode koping
miokardium kiri PK : gagal
jantung
informasi tidak efektif
Penyumbatan pembuluh darah
Pe sirkulasi paru
Koping individu
Pe tekanan onkotik Kurang tidak efektif
Penurunan ekspansi paru pengetahuan
Gangguan sirkulasi
Vasokontriksi
sesak
Pola Nafas
tidak efektif
Ggn.perfusi
Otak serebral Ginjal Pembuluh darah Retina

Vasokontriksi Spasme
Resistensi Suplai O2 pemb.darah ginjal arterial
pembuluh otak ↓ Sistemik Koroner
darah otak ↑
Diplopia
Metabolisma di otak
Vasokontriksi Iskemia
Oedem otak Blood flow miokard
Aktifitas neuronal darah ↓
Gg. Persepsi
TIK me Afterload ↑ Sensori
Pengelihatan
Rangsangan ujung saraf
Penurunan
Kesadaran Respon Renin
Nyeri kepala angiotensin I & II Impuls serabut C
Cardiac output Penurunan
suplai O2 ke
Resiko Jar. Perifer Lamina II & III
Cidera Merangsang Cornu Dorsalis
aldosteron
Energi Tract spinothalamus
Penurunan anterior lateralis
curah jantung Fatique
Retensi Na
Cortex cerebri

Intoleransi
Kelebihan aktivitas Persepsi nyeri
vol. cairan Edema
Nyeri
Nyeri Dada
15
2. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN PENYAKIT HIPERTENSI
(TEKANAN DARAH TINGGI)
A. PENGKAJIAN
Pengkajian menurut Wong (2003), Doenges (1999), Catzel (1995), Betz (2002),
antara lain :
1) Wawancara
Dapatkan riwayat kesehatan dengan cermat khususnya mengenai :
a. Identitas Pasien
Identitas pasien meliputi nama, umur, jenis kelamin, status perkawinan,
agama, suku/bangsa, pendidikan, pekerjaan, pendapatan, alamat, dan nomor
register.

2) Alasan Masuk Rumah Sakit


1) Keluhan Utama
Keluhan utama pasien biasanya merasa sakit kepala, pusing, lemas,
sesak nafas, kelelahan, kesadaran menurun, gelisah, mual,
muntah, kelemahan otot, serta n yeri dada/angina.
2) Riwayat Penyakit

3) Riwayat Kesehatan
b. Riwayat Kesehatan Masa Lalu
Riwayat kesehatan masa lalu biasanya berhubungan dengan masalah
kesehatan pasien sekarang ditanyakan kepada orang tua.
c. Riwayat Kesehatan Keluarga
Perlu dikaji lebih lanjut mengenai apakah ada anggota keluarga dengan
penyakit yang sama dengan pasien dan kebiasaan anggota keluarga mencari
pertolongan bila ada anggota keluarga yang sakit.

4) Analisa Data
Analisa data adalah pemeriksaan dan mengkategorikan informasi untuk
mendapatkan sebuah kesimpulan tentang kebutuhan pasien. (Doenges, 1999)
Ada 2 tipe data, yaitu :

16
1) Data Subjektif adalah data yang didapatkan dari pasien sebagai suatu
pendapat terhadap suatu situasi dan kejadian.
1. Pasien mengatakan punya riwayat hipertensi, penyakit
jantung, kencing manis, riwayat penyakit ginjal.
2. Pasien mengeluh adanya bengkak pada tangan dan kaki.
3. Pasien mengeluh pusing/sakit kepala.
4. Pasien mengeluh adanya gangguan peng lihatan.
5. Pasien mengeluh nyeri pada dada.
6. Pasien mengatakan nyeri yang ada di bagian kepala.
7. Pasien mengatakan bagian kuduk terasa kaku.
8. Pasien mengatakan tidak adanya nafsu makan.
9. Pasien mengatakan muntah pada saat makan.
10.Pasien mengatakan seluruh tubuh terasa lemas.
11.Pasien mengatakan tidak bisa melakukan aktivitas.

2) Data Objektif, adalah data yang dapat diobservasi dan diukur.


1. Adanya peningkatan tekanan darah (pengukuran serial).
2. Kulit pucat, sianosis.
3. Pasien tampak gelisah, otot muka tegang, mata kemerahan.
4. Adanya odema ekstremitas.

DATA BIO-PSIKO-SOSIO-SPIRITUAL
1) Bernapas
Pada pasien hipertensi, umumnya mengalami gejala seperti : dispnea yang berkaitan
dengan aktivitas, takipnea, ortopnea, dispnea nocturnal proksimal, batuk dengan atau
tanpa sputum, riwayat merokok distress. Tanda : respirasi/penggunaan otot aksesoris
pernapasan, bunyi napas tambahan, serta sianosis.

2) Makan/Minum (Cairan)
Pada pasien hipertensi biasanya mengalami gejala : makanan yang disukai, yang
dapat mencakup makanan tinggi garam, tinggi lemak, tinggi kolesterol (seperti
makanan yang digoreng, keju, telur), kandungan tinggi kalori. Mual, muntah.
Perubahan berat badan akhir – akhir ini (meningkat/menurun). Tanda : berat badan
17
normal atau obesitas. Adanya oedema (mungkin umum atau tertentu), kongesti vena,
glukosuria (hampir 10% pasien hipertensi adalah diabetik).

3) Eliminasi
Pada pasien hipertensi, adanya gejala gangguan ginjal dengan tanda infeksi di
bagian perut dan ginjal.

4) Gerak dan Aktivitas


Pada pasien hipertensi biasanya mengalami adanya gejala kelelahan dengan tanda
frekuensi jantung meningkat. Neurosensori adanya gejala keluhan pening/pusing
dengan tanda penurunan kesehatan gangguan tangan dan reflek tendom dalam.

5) Istirahat dan Tidur


Pada pasien hipertensi, pasien mengalami gangguan pada kebutuhan istirahat dan
tidur, karena pada saat istirahat dan tidur pasien merasakan nyeri pada bagian dada,
sakit kepala, mual, muntah, serta sesak napas.

6) Pengaturan Suhu Tubuh


Suhu tubuh pada pasien hipertensi biasanya normal.

7) Kebersihan Diri
Dalam menjaga kebersihan diri, pasien masih memerlukan bantuan orang lain,
seperti oleh keluarga atau perawat.

8) Rasa Nyaman
Pada pasien hipertensi, nyeri ketidaknyamanan dengan gejala nyeri hilang timbul
pada tungkai dan sakit kepala dengan tanda lemas dan pusing, rasa tidak nyaman.

9) Rasa Aman
Keamanan dengan gejala cara berjalan dengan tanda melemasnya anggota gerakan.
Integritas ego dengan gejala ansietas dan depresi dengan tanda suasana hati gelisah,
otot muka tegang. Biasanya pasien hipertensi merasa cemas, gelisah, takut akan
keadaannya yang semakin parah.

18
10) Sosialisasi dan Komunikasi
Pasien biasanya susah untuk berkomunikasi dengan keluarga maupun dengan
perawat, karena tanda dan gejala yang dialami akibat hipertensi yang diderita pasien.

11) Spiritual/Ibadah
Pasien beribadah menurut agama dan kepercayaan masing – masing. Pasien
biasanya masih percaya bahwa tuhan yang menentukan nasib (sehat/sakit)
seseorang. Pasien berharap mendapatkan kesembuhan dari tuhan.

12) Prestasi dan Produktivitas


Menyangkut prestasi dan produktivitas pasien sebelum dan saat sakit.

13) Rekreasi
Kebiasaan rekreasi yang dilakukan pasien sebelum dan saat sakit.

14) Pengetahuan/Belajar
Pasien dan keluarga biasanya ingin tahu cara untuk mengatasi dan mengobati sakit
yang diderita pasien.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

1. Pola nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru akibat
oedem paru.

2. Gangguan perfusi serebral berhubungan dengan penurunan suplai oksigen otak.

3. Penurunan curah jantung berhubungan dengan peningkatan afterload,


vasokontriksi pembuluh darah.

4. Nyeri akut / kronis berhubungan dengan peningkatan tekanan vascular serebral


dan iskemia miokard.

5. Kelebihan volume cairan berhubungan dengan edema, peningkatan cairan


intravaskular

19
6. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan umum dan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

7. Gangguan persepsi sensori : visual berhubungan dengan penekanan saraf


optikus.

8. Risiko cedera berhubungan dengan penurunan kesadaran/penglihatan ganda


(diplopia).

9. PK : Gagal jantung.

10. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan mual dan
muntah.

20
C. INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa Keperawatan Tujuan Intervensi Rasional

1 Pola nafas tidak efektif Setelah diberikan asuhan 1. Kaji frekuensi kedalamam 1.Kedalaman dan kecepatan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pola pernafasan dan ekspansi pernafasan bervariasi tergantung
penurunan ekspansi paru nafas pasien kembali efektif, dada.Catat upaya pernafasan derajat gagal nafas. Ekspansi
akibat oedem paru. dengan kriteria hasil : termasuk penggunaan otot – dada yang terbatas berhubungan
otot bantu. dengan atelektasis / nyeri dada
a. RR 16 – 20 x/menit. pleuritik.
2. Auskultasi bunyi nafas dan
b. Tidak ada pernafasan cuping 2.Penurunan bunyi nafas akibat
catat adanya bunyi nafas
hidung, dan retraksi dada. obstruksi sekunder terhadap
adventisius, seperti :
krekels, mengi, gesekan perdarahan, kolaps jalan nafas
c. Bunyi nafas normal
pleural. serta kegagalan jalan nafas.
(vesikuler) tidak ada bunyi
nafas tambahan seperti :
krakels, ronchi.
3. Berikan posisi semi fowler 3.Memperbaiki jalan dan saturasi
d. Ekspansi dada simetris. bila tidak ada kontra pernafasan.
indikasi.
e. Secara verbal tidak ada 4. Kolaborasi pemberian 4.Memaksimalkan pernafasan dan
keluhan sesak. oksigen. menurunkan kerja otot
pernafasan.

21
2 Gangguan perfusi serebral Setelah diberikan asuhan 1. Pantau TD, catat adanya 1. Normalnya autoregulasi
berhubungan dengan keperawatan diharapkan perfusi hipertensi sistolik secara mempertahankan aliran darah
penurunan suplai oksigen jaringan serebral pasien kembali terus menerus dan tekanan otak yang konstan pada saat ada
otak. efektif, dengan kriteria hasil : nadi yang semakin berat. fluktuasi TD sistemik.
Kehilangan autoregulasi dapat
1. GCS normal (15). mengikuti kerusakan –
kerusakan vaskularisasi serebral
2. Nilai TIK dalam batas
lokal/menyebar.
normal (0 – 15 mmHg).
2. Pantau frekuensi jantung,
2. Perubahan pada ritme (paling
3. TTV normal (RR 16 – 20). catat adanya Bradikardi,
sering Bradikardi) dan Disritmia
Tacikardia atau bentuk
dapat timbul yang
Disritmia lainnya.
mencerminkan adanya
depresi/trauma pada batang otak
pada pasien yang tidak memiliki
kelainan jantung sebelumnya.
3. Pantau pernapasan meliputi 3. Napas yang tidak teratur dapat
pola dan iramanya. menunjukkan lokasi adanya
gangguan serebral dan
memerlukan intervensi yang
lebih lanjut.

4. Catat status neurologis 4. Pengkajian kecenderungan


dengan teratur dan adanya perubahan tingkat
bandingkan dengan keadaan kesadaran adalah sangat
normalnya. berguna dalam menentukan
lokasi penyebaran/luasnya dan
perkembangan dari kerusakan
serebral.

22
5. Berikan obat anti hipertensi 5. Efektif dalam menurunkan
tekanan

23
3 Penurunan curah jantung Setelah diberikan asuhan 1. Pantau TD. Ukur pada 1. Perbandingan dari tekanan
berhubungan dengan keperawatan diharapkan curah kedua tangan untuk memberikan gambaran yang
peningkatan afterload, jantung pasien mulai normal evaluasi awal. Gunakan lebih lengkap tentang
vasokontriksi pembuluh dengan kriteria hasil : ukuran manset yang tepat keterlibatan/bidang masalah
darah. dan teknik yang akurat. vaskular.
1. Tidak adanya sianosis.
2. Catat keberadaan, kualitas 2. Denyutan karotis, jugularis,
2. CRT < 2 detik. denyutan sentral dan radialis dan femoralis mungkin
perifer. terpalpasi. Denyut pada tungkai
3. Akral hangat.
mungkin menurun,
4. RR Normal (16 – 20 x/mnt). mencerminkan efek dari
vasokontriksi(peningkatan SVR )
5. Tidak ada bunyi jantung dan kongesti vena.
tambahan. 3. Auskultasi tonus jantung
3. S4 umum terdengar pada pasien
dan bunyi nafas.
6. GCS normal (E,V,M = 15). hipertensi berat karena adanya
hipertrofi atrium. Adanya krakel,
7. Haluaran urine dalam batas mengi dapat mengindikasikan
normal (400 ml/24 jam) kongesti paru sekunder terhadap
warna kuning jernih. terjadinya atau gagal jantung
kronik.
4. Amati warna kulit, 4. Adanya pucat, dingin, kulit
kelembaban, suhu dan lembab dan masa pengisian
masa pengisian kapiler. kapiler lambat mungkin
berkaitan dengan vasokontriksi
atau mencerminkan
dekompensasi/penurunan curah
jantung.
5. Pertahankan pembatasan
aktivitas seperti istirahat di 5. Menurunkan stres dan

24
tempat tidur/ kursi, jadwal ketegangan yang mempengaruhi
periode istirahat tanpa tekanan darah dan perjalanan
gangguan, bantu pasien penyakit hipertensi.
melakukan aktivitas
perawatan diri sesuai
kebutuhan.
6. Berikan lingkungan tenang,
6. Membantu untuk menurunkan
nyaman, kurangi aktivitas /
rangsang simpatis, meningkatkan
keributan lingkungan.
relaksasi.
Batasi jumlah pengunjung
dan lamanya tinggal.
7. Kolaborasi : 7. Tiazid mungkin digunakan
sendiri atau dicampur dengan
Berikan obat – obat sesuai
obat lain untuk menurunkan TD
indikasi seperti Diuretik
pada pasien dengan fungsi ginjal
dan tiazid.
yang relatif normal. Diuretik ini
memperkuat agen – agen
antihipertensi lain dengan
membatasi retensi cairan.
Vasodilator menurunkan
aktivitas kontriksi arteri dan vena
pada ujung saraf simpatik.

4 Nyeri akut/kronis Setelah diberikan asuhan 1. Kaji derajat nyeri. 1. Mengetahui derajat nyeri yang
berhubungan dengan keperawatan diharapkan Nyeri dirasakan pasien dan
peningkatan tekanan vascular pasien berkurang dengan mempermudah intervensi.
serebral dan iskemia kriteria hasil : 2. Pertahankan tirah baring 2. Meminimalkan
miokard. 1. Mengungkapkan metode selama fase akut. stimulasi/meningkatkan relaksasi
yang memberikan 3. Berikan tindakan 3. Tindakan yang menurunkan
25
pengurangan nonfarmakologi untuk tekanan vaskular serebral dan
2. Mengikuti regimen menghilangkan sakit kepala yang memperlambat/memblok
farmakologi yang atau nyeri dada misalnya, respon simpatis efektif dalam
diresepkan. kompres dingin pada dahi, menghilangkan sakit kepala dan
3. Skala nyeri 0 – 1. pijat punggung dan leher, komplikasinya.
4. Wajah tidak meringis/ teknik relaksasi (panduan
wajah nampak rileks. imajinasi, distraksi) dan
5. Menyatakan nyeri aktivitas waktu senggang.
berkurang. 4. Minimalkan aktivitas 4. Aktivitas yang meningkatkan
vasokontriksi yang dapat vasokontriksi menyebabkan sakit
meningkatkan sakit kepala kepala pada adanya peningkatan
misalnya, mengejan saat tekanan vaskular serebral.
BAB, batuk panjang,
membungkuk.
5. Kaji tanda – tanda vital. 5. Mengetahui keadaan umum
pasien. Peningkatan tanda –
tanda vital mengindikasikan
nyeri belum dapat terkontrol.
6. Kolaborasi : 6. Menurunkan/mengontrol nyeri
Analgesik, Antiansietas dan menurunkan rangsang sistem
misalnya, Lorazepam, saraf simpatis.
diazepam.
5 Kelebihan volume cairan Setelah diberikan asuhan 1. Awasi denyut jantung, TD, 1. Takikardi dan hipertensi terjadi
berhubungan dengan edema. keperawatan diharapkan pasien CVP. karena 1. Kegagalan ginjal untuk
menunjukkan keseimbangan mengeluarkan urine, 2.
volume cairan dengan kriteria : Pembatasan cairan berlebih
selama mengobati
1. Masukan dan haluaran hipovolemia/hipotensi atau
seimbang. perubahan fase oliguri gagal
ginjal dan 3. Perubahan pada

26
2. BB stabil. renin-angiotensin.
3. Tanda vital dalam rentang 2. Catat pemasukan dan 2. Perlu untuk menentukan fungsi
normal (N : 70 – 80 x mnt, pengeluaran secara akurat. ginjal, kebutuhan penggantian
R : 16 – 20 x /mnt, S : 36 – cairan.
37,2ºC, T : 120 / 80 mmHg).
3. Mengukur kemampuan ginjal
4. Oedema tidak ada. 3. Awasi berat jenis urine. untuk mengkonsentrasikan urine.

4. Timbang tiap hari dengan 4. Penimbangan berat badan harian


alat dan pakaian yang adalah pengawasan status cairan
sama. terbaru. Peningkatan berat badan
lebih dari 0,5 kg per hari diduga
ada retensi cairan.
5. Edema terjadi terutama pada
5. Kaji kulit, wajah area
jaringan yang tergantung pada
tergantung untuk edema.
tubuh contoh : tangan, kaki, area
lumbosakral.

6. Berikan obat sesuai 6. Membantu dalam pengeluaran


indikasi (diuretik). cairan.

6 Intoleransi aktivitas Setelah diberikan asuhan 1. Kaji respon pasien terhadap 1. Menyebutkan parameter
berhubungan dengan keperawatan diharapkan pasien aktivitas, perhatikan membantu dalam mengkaji
Kelemahan umum dan dapat berpartisipasi dalam frekuensi nadi lebih dari 20 respons fisiologi terhadap stres
ketidakseimbangan antara aktivitas yang kali per menit di atas aktivitas dan bila ada, merupakan
suplai dan kebutuhan diinginkan/diperlukan dengan frekuensi istirahat, indikator dari kelebihan kerja
oksigen. kriteria hasil : peningkatan tekanan darah yang berkaitan dengan tingkat
yang nyata selama/sesudah
27
1.Melaporkan peningkatan aktivitas, dipsnea atau nyeri aktivitas.
dalam toleransi aktivitas yang dada, keletihan dan
dapat diukur. kelemahan yang berlebihan,
diaforesis, pusing atau
2.Menunjukkan penurunan pingsan.
dalam tanda – tanda
intoleransi fisiologi. 2. Instruksikan pasien tentang
teknik penghematan energi, 2. Teknik menghemat energi
misalnya, menggunakan mengurangi penggunaan energi,
kursi saat mandi, duduk saat juga membantu keseimbangan
menyisir rambut atau antara suplai dan kebutuhan
menggosok gigi, melakukan oksigen.
aktivitas dengan perlahan.
3. Kaji sejauh mana aktivitas
yang dapat ditoleransi. 3. Mengidentifikasi sejauh mana
kemampuan pasien dalam
melakukan aktivitas dan perawat
diri.
4. Berikan dorongan untuk
4. Kemajuan aktivitas bertahap
melakukan aktivitas
mencegah peningkatan kerja
/perawatan diri bertahap jika
jantung tiba – tiba. Memberikan
dapat ditoleransi.
bantuan hanya sebatas kebutuhan
hanya akan mendorong
kemandirian dalam melakukan
aktivitas.

7 Gangguan persepsi sensori : Setelah diberikan tindakan 1. Kaji kemampuan melihat 1.Untuk mengidentifikasi
penglihatan berhubungan keperawatan, diharapkan pasien. kemampuan melihat dan
dengan penekanan saraf pengelihatan pasien semakin menyusun rencana tindakan.

28
optikus. membaik, dengan kriteria hasil :

1. Menyatakan pengelihatan 2. Berikan kompres hangat 2. Meningkatkan vaskularisasi pada


semakin membaik. pada mata. area mata.
2. Visus normal (6/6).
3. Refraksi mata baik. 3. Bantu kebutuhan pasien 3. Menghindari risiko cidera dan
4. Tidak ada disorientasi dalam rentang pasien kesalahan intepretasi yang dapat
waktu, orang dan tempat. mengalami penurunan mengancam jiwa pasien.
pengelihatan.
4. Menghindari disorientasi waktu,
4. Kolaborasi dalam orang dan tempat.
pemeriksaan mata dan
penggunaan alat bantu
pengelihatan.

8 Risiko cedera berhubungan Setelah diberikan asuhan 1. Jauhkan dari benda-benda 1. Meminimalkan risiko cedera.
dengan penurunan keperawatan diharapkan pasien tajam.
2. Meminimalkan terjadinya
kesadaran, penglihatan ganda tidak mengalami cidera dengan 2. Berikan penerangan yang
(diplopia). kriteria hasil : cukup. benturan.
3. Usahakan lantai tidak licin
3. Meminimalkan pasien jatuh
1. Pasien tidak mengalami dan basah.
cedera. 4. Pasang side rail. 4. Menghindari pasien terjatuh pada
5. Anjurkan pada keluarga
saat istirahat.
pasien untuk selalu
menemani pasien dalam 5. Untuk meningkatkan menjaga
beraktivitas.
keamanan.

9 PK : Gagal Jantung. Setelah diberikan tindakan 1. Pantau adanya tanda – 1. Pemantauan, penanganan sedini

29
keperawatan, diharapkan pasien tanda gagal jantung. mungkin dan mencegah
tidak mengalami gagal jantung, kerusakan lebih lanjut.
dengan kriteria hasil : 2. Kolaborasi dengan dokter 2. Pemberian therapi sedini
bagian dalam (jantung). mungkin dengan pertimbangan
1. Nadi 70 – 80 x/menit. therapi yang tepat akan mampu
2. Nyeri tidak ada. menyelamatkan jiwa pasien.
3. Sianosis tidak ada.
10 Perubahan nutrisi kurang Setelah diberikan asuhan 1. Kaji/catat pemasukan diet. 1. Membantu dalam
keperawatan diharapkan pasien mengidentifikasi defisiensi dan
dari kebutuhan tubuh
tidak mengalami cidera dengan kebutuhan diet. Kondisi fisik
berhubungan dengan mual kriteria hasil : umum, gejala uremik (contoh :
mual, anoreksia, gangguan rasa)
dan muntah.
1. Nafsu makan meningkat. dan pembatasan diet multipel
mempengaruhi pemasukan
2. Tidak mual dan muntah lagi.
makanan.
3. Berat badan ideal. 2. Berikan makan sedikit dan 2. Meminimalkan anoreksia dan
sering. mual sehubungan dengan status
uremik, menurunnya peristaltik.
3. Berikan pasien/orang 3. Memberikan pasien tindakan
terdekat daftar kontrol dalam pembatasan diet.
makanan/cairan yang Makanan dari rumah dapat
diizinkan dan dorong meningkatkan napsu makan.
terlibat pada pilihan menu.
4. Tawarkan perawatan mulut 4. Membran mukosa menjadi
sering/cuci dengan larutan kering dan pecah. Perawatan
(25%) cairan asam asetat. mulut menyejukkan, meminyaki,
dan membantu menyegarkan rasa
mulut, yang sering tidak nyaman
pada uremia dan membatasi
pemasukan oral. Pencucian
dengan asam asetat membantu
30
menetralkan amonia yang
dibentuk oleh perubahan urea.
5. Berikan permen karet, 5. Pasien puasa/katabolik akan
permen keras, penyegar secara normal kehilangan 0,2-0,5
mulut mulut diantara kg/hari. Perubahan kelebihan 0,5
makan. Timbang berat kg dapat menunjukkan
badan tiap hari. perpindahankeseimbangan cairan.

31
D. IMPLEMENTASI KEPERAWATAN

Implementasi / tindakan keperawatan disesuaikan dengan rencana keperawatan


(intervensi) yang sudah disusun.

E. EVALUASI KEPERAWATAN

1. Dx 1 : Pola nafas kembali efektif.


a. RR 16 – 20 x/menit.
b. Tidak ada pernafasan cuping hidung, dan retraksi dada.
c. Bunyi nafas normal (vesikuler) tidak ada bunyi nafas tambahan seperti :
krakels, ronchi.
d. Ekspansi dada simetris.
e. Secara verbal tidak ada keluhan sesak.

2. Dx 2 : Perfusi jaringan serebral kembali efektif.


a. GCS normal (15).
b. Nilai TIK dalam batas normal ( 0 – 15 mmHg).
c. TTV normal (RR 16 – 20).

3. Dx 3 : Curah jantung kembali normal.


a. Tidak adanya sianosis.
b. CRT < 2 detik.
c. Akral hangat.
d. RR Normal (16 – 20 x/menit).
e. Tidak ada bunyi jantung tambahan.
f. GCS normal (E,V,M = 15).
g. Haluaran urine dalam batas normal (400 ml/24 jam) warna kuning jernih.
Menyatakan pemahaman diet individu/pembatasan cairan.

4. Dx.4 : Nyeri berkurang/terkontrol.


a. Mengungkapkan metode yang memberikan pengurangan.
b. Mengikuti regimen farmakologi yang diresepkan.
c. Skala nyeri 0 – 1.
32
d. Wajah tidak meringis / wajah nampak rileks.
e. Menyatakan nyeri berkurang.

5. Dx 5 : Menunjukkan keseimbangan cairan.


a. Masukan dan haluaran lancar.
b. BB stabil.
c. Tanda vital dalam rentang normal ( N : 70 – 80 x menit, R : 16 – 20 x
/menit, S : 36 – 37,2ºC, T : 120 / 80 mmHg ).
d. Oedema tidak ada.

6. Dx 6 : Berpartisipasi dalam aktivitas.


a. Melaporkan peningkatan dalam toleransi aktivitas yang dapat diukur.
b. Menunjukkan penurunan dalam tanda – tanda intoleransi fisiologi.

7. Dx 7 : Pengelihatan semakin baik.


a. Menyatakan pengelihatan semakin membaik.
b. Visus normal (6/6).
c. Refraksi mata baik.
d. Tidak ada disorientasi waktu, orang dan tempat.

8. Dx 8 : Tidak terjadi cidera.


a. Mengenal benda disekitar.
b. Tidak terjadi trauma.

9. Dx 9 : Tidak terjadi gagal jantung.


a. Nadi 70 – 80 x/menit.
b. Nyeri tidak ada.
c. Sianosis tidak ada.

10. Dx 10 : Kebutuhan nutrisi pasien terpenuhi dan tercukupi.


a. Menunjukkan peningkatan berat badan menuju tujuan yang
tepat.
b. Menunjukkan perilaku/perubahan pola hidup untuk
meningkatkan dari/atau mempertahankan berat yang tepat.
33
DAFTAR PUSTAKA

Brunner & Suddarth. 2002. Buku Ajar : Keperawatan Medikal Bedah Vol 2. Jakarta :
EGC.
Chung, E. K. 1995. Penuntun Praktis Penyakit Kardiovaskuler, Edisi III,
diterjemahkan oleh Petrus Andryanto. Jakarta : EGC.
Doenges,M. E. 1999. Rencana Asuhan Keperawatan : Pedoman Untuk Perencanaan
dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi 3. Jakarta : EGC.
Gunawan, Lany. 2001. Hipertensi : Tekanan Darah Tinggi. Yogyakarta : Penerbit
Kanisius.
Marvyn, Leonard. 1995. Hipertensi : Pengendalian Lewat Vitamin, Gizi dan Diet,
Jakarta : Penerbit Arcan.
NANDA. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan Nanda 2005 - 2006 : Definisi dan
Klasifikasi. Jakarta : EGC.
NANDA, 2007 – 2008. Diagnosa Nanda (Nic & Noc), Disertai Dengan Discharge
Planning. Jakarta : EGC.
Price, S, A. 2005. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses – Proses Penyakit Edisi 6
volume 1. Jakarta : EGC.
Smeltzer, Suzanne C. 2001. Keperawatan Medikal-Bedah edisi 8 volume 2. Jakarta :
EGC.
Sobel, Barry J, et all.1999. Hipertensi : Pedoman Klinis Diagnosis dan Terapi,
Jakarta : Penerbit Hipokrates.
Tom, S. 1995. Tekanan Darah Tinggi : Mengapa terjadi, Bagaimana mengatasinya?,
Jakarta : Arcan.
Peter. S. 1996. Tekanan Darah Tinggi, Alih Bahasa : Meitasari Tjandrasa Jakarta :
Arcan.
Tucker, S.M, et all. 1998. Standar Perawatan Pasien : Proses Keperawatan,
Diagnosis dan Evaluasi, Edisi V. Jakarta : EGC.

34

Anda mungkin juga menyukai