Anda di halaman 1dari 10

Nama : Roseana Triyuli Indah Sari

NIM : 175080301111003
Kelas : T03

Penambahan Senyawa Bioaktif Flavonoid dari Rumput Laut Sargassum sp.


pada Masker Anti Jerawat
Dewasa ini kebutuhan akan perawatan tubuh menjadi hal yang lazim
dilakukan oleh setiap orang terutama kaum wanita. Kebersihan dan penampilan
akan mempengaruhi persepsi orang lain terhadap gaya hidup[1]. Kesehatan kulit
menjadi hal penting bagi setiap orang, salah satu masalah kesehatan kulit yang
dapat mengganggu penampilan adalah jerawat[2]. Jerawat (acne vulgaris)
merupakan suatu penyakit peradangan kronik dari unit pilosebaseus yang ditandai
dengan adanya komedo, papula, pustula, nodul, kista, dan skar. Jerawat sering
terjadi pada kulit wajah, leher, dada dan punggung[3]. Jerawat merupakan
gangguan umum yang dapat mempengaruhi fisik dan psikologis seseorang[4].
Penderita jerawat di Indonesia terus meningkat, tahun 2006 sebanyak
60%, tahun 2007 sebanyak 80%, dan tahun 2009 sebanyak 90%. Akne paling
sering ditemui pada remaja dan hampir semua remaja menganggap akne adalah
suatu masalah[4]. Baik di negara maju maupun berkembang, penderita penyakit
jerawat lebih tinggi pada wanita dibandingkan pria[3]. Umumnya terjadi pada
umur sekitar 14-17 tahun pada wanita, 16-19 tahun pada pria dan akan
menghilang dengan sendirinya pada usia sekitar 20-30 tahun. Namun kadang-
kadang terutama pada wanita, jerawat menetap sampai dekade umur 30 tahun
lebih[5].
Salah satu faktor pemicu timbulnya jerawat adalah produksi minyak yang
berlebih pada kulit wajah. Kulit yang berminyak menyebabkan pori-pori
tersumbat, sehingga bakteri anaerobic seperti Staphyloccocus aureus akan
berkembang biak dengan cepat[6] dan apabila timbunan tersebut bercampur
dengan keringat, debu dan kotoran lain, maka akan menyebabkan timbunan lemak
dengan bintik hitam di atasnya yang disebut komedo. Jika pada komedo itu
terdapat infeksi bakteri, maka terjadilah peradangan yang dikenal dengan
jerawat[7]. Faktor perubahan hormonal yang merangsang kelenjar minyak di kulit,
perubahan hormonal lainnya juga dapat menjadi pemicu timbulnya jerawat seperti
masa menstruasi, stres, debu atau kotoran, serta jarangnya membersihkan wajah
setelah memakai riasan[1]. Hormon yang sangat berperan dalam tumbuhnya
jerawat adalah hormon androgen. Hormon androgen merupakan hormon yang
berperan aktif dalam merangsang tubuh untuk berbagai perubahan dan
penyesuaian, termasuk pubertas[8].
Rumput laut memiliki kandungan metabolit primer dan sekunder.
Kandungan metabolit primer seperti vitamin, mineral, serat, alginat, karaginan
dan agar banyak dimanfaatkan sebagai bahan kosmetik untuk pemeliharaan kulit.
Selain kandungan primernya yang bernilai ekonomis, kandungan metabolit
sekunder dari rumput laut berpotensi sebagai produser metabolit bioaktif yang
beragam dengan aktivitas yang sangat luas sebagai antibakteri, antivirus,
antijamur dan sitotastik[9]. Rumput laut cokelat (Sargassum sp.) Mengandung
senyawa fenol seperti flavonoid yang berfungsi sebagai zat antibakteri dan
antioksidan. Zat antibakteri tersebut dapat menjadi penghambat aktivitas dari
bakteri[10]. Fenol, saponin, dan flavonoid pada Sargassum sp. Memiliki aktivitas
antibakteri, dengan diameter daya hambat terhadap bakteri S. Aureus 6,323
mm[11]. Antibakteri sendiri adalah produk metabolik yang dihasilkan suatu
organisme tertentu, yang dalam jumlah tertentu bersifat merusak atau
menghambat mikroorganisme lain. Dengan perkataan lain, antibakteri merupakan
zat kimia yang dihasilkan oleh suatu mikroorganisme yang menghambat
mikroorganisme lain[12].
Produk kosmetik masker wajah dapat menjadi salah satu cara mengatasi
masalah jerawat. Masker wajah merupakan kosmetik yang digunakan untuk
merawat kondisi wajah seseorang agar tetap sehat, mengatasi masalah-masalah
yang dimiliki kulit wajah, sehingga kulit wajah dapat mendekati atau
mendapatkan jenis kulit wajah normal[13]. Pemakaian rumput laut dalam bentuk
masker secara teratur bisa membuat kulit halus dan bercahaya. Kulit pun akan
terlihat segar dan berseri, selain itu akan terlihat awet muda dan terhindar dari
masalah jerawat[14]. Efek yang dirasakan dari pengobatan menggunakan masker
wajah yang mengandung zat anti bakteri adalah revitalisasi, penyembuhan,
penyegaran dan dapat menghasilakan manfaat sementara atau jangka panjang[15].
Penggunaan masker wajah berbahan dasar alami dapat menjadi alternatif
untuk mengganti masker berbahan kimia untuk pengobatan jerawat karena tidak
memiliki efek jangka panjang yang berbahaya. Penggunaan bahan-bahan alami
sebagai bahan baku masker wajah sudah banyak dilakukan, namun penambahan
senyawa flavonoid yang berasal dari rumput laut Sargassum sp. Pada masker anti
jerawat masih belum dilakukan. Tujuan dari penelitian ini yaitu untuk mengetahui
efek penambahan senyawa antibakteri berupa flavonoid pada masker anti jerawat.
[1] Umah, K., Oriza, H. 2017. Masker madu berpengaruh pada penyembuhan
Acne Vulgaris. Journals of Ners Community. 8(2): 179-187.

Abstract
Jerawat atau yang biasanya disebut dengan acne vulgaris adalah
pembentukan komedo, papul, pustul, nodul dan/atau kista yang merupakan akibat
dari sumbatan dan peradangan unit pilosebasea (folikel rambut dan kelenjar
sebasea yang menyertainya). Pada dasarnya jerawat bisa disembuhkan dengan
terapi farmakologi dan non farmakologi (pemberian masker madu). Tujuan dari
penelitian ini yaitu menganalisis pengaruh pemberian masker madu terhadap
penyembuhan acne. Desain penelitian ini menggunakan one-group pre-post-test
design, dengan total sampling. Populasi dalam penelitian ini adalah semua
penderita acne vulgaris di PSIK Universitas Gresik sebanyak 28 orang. Sampel
yang diambil sebanyak 28 responden tanpa pemakaian obat/krem jerawat dengan
rentang usia 18-21 tahun. Tempat penelitian di rumah/ kos masing- masing
mahasiswa PSIK Universitas Gresik. Waktu penelitian pada bulan Februari 2017.
Variabel independennya adalah pemberian masker madu dan variabel
dependennya adalah acne vulgaris. Data penelitian ini diambil dengan melakukan
observasi menurut tingkat keparahan jerawat. Hasil uji statistik Paired Sample
Test didapatkan hasil pemberian masker madu (αhitung) = 000 yang artinya
pemberian masker madu memiliki pengaruh terhadap penyembuhan jerawat pada
mahasiswa PSIK Universitas Gresik. Acne vulgaris dapat diobati dengan terapi
non farmakologi masker madu sebagai terapi penunjang atau alternatif untuk
penyembuhan acne.

[2] Aqsha, A. C., Shafinaz, N. R., Dea, A. P., Nadya, A., Stefany, V. A., Ikhfan,
T. J., Siti, H. H., Ayu, N. A. S., Deva, G. C., Rif’atul, I. E. 2016. Profil
pemilihan dan penggunaan produk anti-jerawat yang tepat pada mahasiswa.
Jurnal Farmasi Komunitas. 3(1): 18-22.

Abstract
Acne vulgaris adalah penyakit kulit obstruktif dan inflmatif kronik pada unit
pilosebasea. Derajat berat acne berdasarkan tipe dan jumlah lesi digolongkan
menjadi acne ringan sedang, berat, dan sangat berat. Pemilihan dan penggunaan
produk perawatan jerawat yang tepat dan aman penting untuk kalangan remaja
dalam mengatasi acne yang dialami. Untuk mengetahui pemilihan dan
penggunaan produk jerawat yang tepat dan aman pada kalangan remaja, maka
dilakukan penyebaran kuesioner di area kampus B Universitas Airlangga.
Penelitian ini menggunakan metode cross sectional dan dianalisa secara
deskriptif. Dari hasil survei terhadap seratus responden mahasiswa Kampus B
Universitas Airlangga, didapatkan hasil responden yang mendapatkan produk
perawatan jerawat dari counter kosmetik sebesar 31%, dari apotek 27%, dan dari
beauty clinic sebesar 19%. Responden mendapatkan informasi tentang produk
dari keluarga dan kerabat sebesar 61%. Hasil untuk keamanan produk obat,
sebanyak 7% responden tidak mengetahui bahwa produk yang dipilih aman. Dari
aspek legalitas, sebanyak 14% responden tidak mengetahui mengenai legalitas
produk, dan responden mengalami efek samping dari produk yang tidak memiliki
legalitas sebesar 14%.
[3] Meilina, N. E., Aliya, N. H. 2018. Review artikel : aktivitas antibakteri
ekstrak kulit buah manggis (Garnicia mangostana L.) terhadap bakteri
penyebab jerawat. 16(2): 322-328.

Abstract
Jerawat merupakan penyakit radang yang dapat terjadi di kulit wajah, leher,
dada dan punggung. Penyakit ini disebabkan oleh aktivitas kelenjar minyak yang
berlebihan dan diperburuk oleh infeksi bakteri. Infeksi bakteri pada penyakit
jerawat dapat diobati dengan antibakteri. Kulit buah manggis mengandung
senyawa -mangostin yang merupakan turunan xanton, dimana senyawa tersebut
memiliki aktivitas sebagai antibakteri. Tujuan literature review ini adalah untuk
mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kulit buah manggis (Garnicia
mangostana L.) terhadap bakteri penyebab jerawat. Ekstrak kulit buah manggis
memiliki aktivitas antibakteri terhadap beberapa bakteri penyebab jerawat, yaitu
Propionibacterium acnes, Staphylococcus aureus, dan Staphylococcus
epidermidis sehingga ekstrak kulit buah manggis berpotensi untuk dijadikan terapi
alternatif dari tumbuhan sebagai antibakteri pada penyakit jerawat.

[4] Pratama, A. N. W., Maulina, H. P., Afifah, M. 2017. Survei pengetahuan


dan pilihan pengobatan jerawat di kalangan mahasiswa kesehatan
Universitas Jember. e-Jurnal Pustaka Kesehatan. 5(2): 389-393.

Abstract
Jerawat adalah gangguan umum yang dapat mempengaruhi fisik dan
psikologis seseorang. Hal ini dapat diobati baik dengan swamedikasi atau bantuan
medis. Studi ini bertujuan untuk menggali pengetahuan dari akne vulgaris dan
pilihan pengobatannya antara mahasiswa kesehatan Universitas Jember. Data
dikumpulkan menggunakan 44 item kuesioner. Sebanyak 193 responden dari
Fakultas Farmasi (34 siswa), Fakultas Kesehatan Masyarakat (59 siswa), Fakultas
Kedokteran Gigi (27 siswa), Fakultas Kedokteran (29 siswa), dan Program Studi
Ilmu Keperawatan (44 siswa) berpartisipasi dalam penelitian setelah memberikan
persetujuan. Semua responden pernah mengalami jerawat dalam hidup mereka.
Rata-rata tingkat pengetahuan adalah 17,3 ± 3,6 (skor maksimum 30) dan terdapat
perbedaan statistik yang signifikan (p = 0,002) antara pengetahuan responden
berdasarkan fakultas mereka. Pengobatan sendiri (n = 49; 58%) lebih disukai
daripada bantuan medis (n = 35; 41.7%). Studi ini menunjukkan bahwa adanya
kebutuhan dalam peningkatan kesadaran di kalangan remaja untuk melakukan
swamedikasi.

[5] Apriani, D., Nur, A., Eni, K. 2014. Efektivitas berbagai konsentrasi infusa
daun salam (Eugenia polyantha Wight) terhadap daya antibakteri
Staphylococcus aureus secara in vitro. Jurnal Teknologi Laboratorium.
3(1): 1-7.

Abstract
Staphylococcus aureus merupakan salah satu bakteri penyebab jerawat.
Kandungan kimia pada daun salam yang tergolong sebagai antibakteri diharapkan
dapat menghambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Mengetahui
adanya pengaruh berbagai konsentrasi infusa daun salam (Eugenia polyantha
Wight) terhadap daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus. Jenis
penelitian ini adalah eksperimen dengan desain penelitian post test with control
metode uji sensitivitas terhadap Staphylococcus aureus yang terbagi dalam lima
kelompok infusa daun salam konsentrasi 60%, 70%, 80%, 90%, dan 100%.
Penelitian ini dilakukan 6 kali pengulangan yang kemudian didapatkan 30 data.
Selanjutnya dianalisis secara deskriptif dan analitik dengan uji Anova
menggunakan SPSS 16.0 for Windows. Infusa daun salam memiliki daya hambat
terhadap bakteri Staphylococcus aureus berdasarkan uji anova yang dilihat dari
nilai signifikansi yaitu 0,000<0,05. Ada pengaruh infusa daun salam terhadap
daya hambat pertumbuhan bakteri Staphylococcus aureus.

[6] Selfie, P.J., Ulaen., Yos, B., Ririn, A. S. 2012. Pembuatan salep anti jerawat
dari ekstrak rimpang temulawak (Curcuma xanthorrhiza Roxb.). Jurnal
Ilmiah Farmasi Poltekkes Manado. 3(2): 1-5.

Abstract
Temulawak merupakan salah satu tanaman yang berkhasiat untuk
mengobati jerawat. Salah satu faktor pemicu timbulnya jerawat adalah produksi
minyak yang berlebih pada kulit wajah. Oleh karena itu dibutuhkan sediaan yang
tidak mengandung bahan dasar yang berlemak yang bisa memicu produksi
minyak berlebih pada wajah. Penelitian ini bertujuan untuk membuat suatu
sediaan salep anti jerawat dari ekstrak rimpang temulawak yang memenuhi syarat
pengujian sediaan salep. Penelitian ini adalah penelitian deskriptif yang dilakukan
di laboratorium. Sampel yang digunakan dalam penelitian ini adalah rimpang
temulawak. Rimpang temulawak dibuat menjadi ekstrak kental menggunakan
metode maserasi. Hasil ekstrak kental yang diperoleh dibuat menjadi salep,
dengan basis salep larut air yang terdiri dari 40% PEG 4000 dan 60% PEG 400
serta nipagin sebagai pengawet. Salep kemudian melewati beberapa uji
diantaranya uji organoleptik, uji homogenitas, uji pH, uji daya sebar, uji
kemampuan proteksi, uji daya serap, uji daya lekat dan uji ukuran partikel.
Berdasarkan hasil penelitian, ekstrak rimpang temulawak dapat dibuat menjadi
sediaan salep yang memenuhi persyaratan pengujian sediaan salep.

[7] Handayani, V. 2015. Pengujian aktivitas antibakteri ekstrak etanol daun


kersen (Muntingia calabura L.) terhadap bakteri penyebab jerawat. Jurnal
Fitofarmaka Indonesia. 2(1): 94-96.

Abstract
Daun kersen (Muntingia calabura L) merupakan tanaman yang banyak
tumbuh di Indonesia,tidak mengenal musim dan digunakan sebagai obat karena
memiliki banyak khasiat salah satunya sebagai obat jerawat. Komponen senyawa
kimia flavonoid, tannin dan saponin yang terdapat pada daun kersen diduga
sebagai antibakteri. Tujuan penelitian ini untuk mengetahui apakah ekstrak etanol
daun kersen mempunyai aktivitas antibakteri terhadap Staphylococcus
epidermidis. Uji aktivitas antibakteri diakukan dengan metode difusi agar. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa ekstrak etanol daun kersen memiliki kemampuan
menghambat pertumbuhan Staphylococcus epidermidis pada konsentrasi 1ppm,
3ppm, 5ppm, 9ppm, ekstrak etanol daun kersen efektif menghambat pertumbuhan
Staphylococcus epidermidis.

[8] Wulandari, M. 2014. Perbedaan hasil pengurangan jerawat dengan


menggunakan masker daun pepaya dan masker daun jambu biji. Jurnal Tata
Rias. 6(1): 1-4.

Abstract
This examination aims to analyze which one is better between the results of
acne reduction using carica papaya L. mask and psidium guajava L. mask.
Population used for study is the women between 19-24 years which has acne skin
face. Sample took based on the population characteristic which has acne skin face.
Sample took based on the population characteristic which was known previously.
Total sample took based on are 10 ladies were divided to be 5 samples using
carica papaya L. mask and the other 5 using psidium guajava L. mask, both with
a treatment as long as 2 times a week with a total of 8 times of treatment. These
results indicate that the research hypothesis of carica papaya L. mask is better
over psidium guajava L. mask in the reduction of acne on the face ski.

[9] Siregar, A. F., Agus, S., Delianis, P. 2012. Potensi antibakteri ekstrak
rumput laut terhadap bakteri penyakit kulit Pseudomonas aeruginosa,
Staphylococcus epidermidis, dan Micrococcus Luteus. Journal Of Marine
Research. 1(2): 152-160.

Abstract
Seiring dengan meningkatnya resistensi bakteri di dunia kesehatan, maka
perlu adanya penemuan obat baru. Sumber antibakteri baru dapat diperoleh dari
senyawa bioaktif yang terkandung dalam rumput laut. Tujuan penelitian yaitu
untuk mengetahui aktivitas antibakteri ekstrak kasar rumput laut terhadap bakteri
penyakit kulit Pseudomonas aeruginosa, Staphylococcus epidermidis dan
Micrococcus luteus; mengidentifikasi golongan senyawa yang terkandung dalam
ekstrak kasar rumput laut dengan menggunakan metode fitokimia. Penelitian ini
dilakukan pada bulan Januari – Mei 2012. Pengambilan sampel rumput laut
(Caulerpa sp, Eucheuma sp, Gracilaria sp dan Sargassum sp) dilakukan di
Perairan Jepara. Proses ekstraksi dan uji fitokimia dilakukan di Laboratorium
Ilmu Kelautan Universitas Diponegoro, Semarang. Uji aktivitas bakteri dilakukan
di Laboratorium Obat, PT Karunia Bahari Ungaran. Metode yang digunakan
dalam penelitian ini adalah metode eksperimental laboratories. Proses ekstraksi
dilakukan dengan metode ekstraksi padat-cair (solid-liquid). Uji aktivitas
antibakteri menggunakan metode difusi agar menurut Kirby-Bauer. Uji golongan
senyawa dalam ekstrak kasar rumput laut menggunakan uji fitokimia. Hasil
penelitian memperlihatkan bahwa terdapat 12 ekstrak rumput laut yang memiliki
aktivitas antibakteri terhadap bakteri uji P. aeruginosa, S. epidermidis dan M.
luteus. Zona hambatan tertinggi berada pada konsentrasi 200 μg/disk yaitu pada
ekstrak etil asetat Sargassum sp merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap
bakteri P. aeruginosa dan M. luteus, sedangkan ekstrak metanol Sargassum sp
merupakan ekstrak yang paling aktif terhadap bakteri S. epidermidis. Golongan
senyawa ke 12 ekstrak rumput laut yang paling dominan adalah steroid.

[10] Asmarani., Amiruddin, E., Sufiah, A. M. 2017. Uji daya hambat fraksi
rumput laut cokelat (sargassum sp.) terhadap pertumbuhan bakteri
Staphylococcus aureus. Majalah Farmasi, Sains, dan Kesehatan. 3(1): 10-
14.

Abstract
This study aimed to find out the inhibitory fraction of brown seaweed
(Sargassum sp.) against the growth of Staphylococcus aureus. This study applied
quasi experimental method which used posttest-only control design. Samples used
in the form of brown seaweed treatment fraction derived from Desa Bungin
Permai Kecamatan Tinanggea Kabupaten Konawe Selatan. The inhibition test was
conducted by diffusion agar method used variant concentration (20%, 40%, 60%,
80%, 100%) with three repetitions. Erythromycin as control (+) and DMSO 10%
as control (-). The result showed that the fraction of brown seaweed extract has
antibacterial properties towards Staphylococcus aureus with the clear zone around
the paper disc. The Minimum Inhibitory Concentration (MIC) of n-hexane and
ethyl acetate fraction was at the concentration of 20%. Fraction of n-hexane and
ethyl acetate have strong inhibition towards Staphylococcus aureus.

[11] Nurjanah., Bintang, E. A., Andika, F., Mutiara, R., Tati, Nurhayati. 2018.
Senyawa bioaktif rumput laut dan ampas teh sebagai antibakteri dalam
formula masker wajah. JPHPI. 21(2): 304-316.

Abstract
Jerawat merupakan penyakit kulit karena adanya sumbatan pada pori-pori
kulit wajah yang disebabkan oleh penumpukan minyak yang mengakibatkan
adanya aktivitas bakteri sehingga terjadi peradangan pada kulit. Pemanfaatan
senyawa bioaktif pada rumput laut dan ampas teh menjadi solusi untuk menangani
P. acnes karena memiliki sifat sebagai antibakteri. Tujuan penelitian adalah
menentukan rasio bubur rumput laut Sargassum sp. dan E. cottonii terbaik dalam
menghambat P. acnes serta mengetahui karakteristik ampas teh dalam
menghambat P. acnes dan S. aureus dengan karakteristik produk masker wajah
yang terbaik. Penelitian ini terdiri atas 3 perlakuan yaitu 1:1 ; 1:2 dan 2:1 untuk
Sargassum sp. dan E. cottonii. Analisis untuk menentukan rasio bubur rumput laut
terbaik yaitu fitokimia, viskositas, pH, kadar air, total fenol, aktivitas antioksidan
dengan metode DPPH, dan uji antibakteri. Rasio terbaik bubur rumput laut
dengan perbandingan 2:1. Hasil yang diperoleh yaitu pH 6,70±0,18, kadar air
95,83±0,01%, viskositas 6523 cp. Komponen bioaktif meliputi alkaloid,
flavonoid, fenol, dan saponin. Komponen bioaktif di dalam ampas teh yaitu tanin,
fenol, dan steroid. Aktivitas antioksidan yaitu 145,89±0,42 ppm dan daya hambat
terhadap P. acnes yaitu 3,62±0,04 mm, total fenol 50,43 mg GAE/g. Ampas teh
memiliki kemampuan menghambat P. acnes 2,44 mm dan S. aureus 8,56 mm.
Analisis karakteristik produk masker yaitu daya sebar, pH, dan antibakteri.
Karakteristik produk masker wajah yang diperoleh yaitu pH 7,09±0,16 dan daya
sebar 5 cm serta diameter daya hambat terhadap P. acnes yaitu 2,60±0,00 mm dan
terhadap S. aureus yaitu 10,67 ± 0.00 mm. Penerimaan konsumen terhadap
produk melalui uji sensori berkisar antara netral sampai suka.

[12] Pangestuti, I. E., Sumardianto dan Ulfah, A. 2017. Skrining senyawa


fitokimia rumput laut Sargassum sp. dan aktivitasnya sebagai antibakteri
terhadap Staphylococcus aureus dan Eschericia coli. Indonesian Journal of
Fisheries Science and Technology. 12(2): 98-102.

Abstract
Bakteri S. aureus dan E. coli merupakan bakteri patogen yang sering
menjadi masalah pada produk makanan terutama pada produk perikanan, sehingga
diperlukan senyawa antibakteri yang efektif untuk menghambat pertumbuhannya.
Rumput laut Sargassum sp. memiliki senyawa bioaktif yang dapat berfungsi
sebagai senyawa antibakteri, seperti flavonoid, saponin, tannin, dan fenol. Tujuan
dari penelitian ini adalah untuk mengetahui kandungan fitokimia pada ekstrak
rumput laut Sargassum sp. dan mengetahui pengaruh penambahan konsentrasi
terhadap pertumbuhan bakteri S. aureus dan E. coli. metode yang digunakan pada
penelitian ini adalah eksperimental laboratoris dengan menggunakan model
Rancangan Acak Lengkap (RAL). Parameter pengujian yang dilakukan adalah uji
fitokimia kuantitatif ekstrak rumput laut Sargassum sp. dan zona hambat ekstrak
rumput laut Sargassum sp. menggunakan metode difusi sumur dengan
penambahan konsentrasi 0%, 5%, 10%, 15% dan dilakukan 3 kali ulangan. Data
hasil uji zona hambat dianalisis menggunakan uji ANOVA (Analysis Of Varians)
dan Beda Nyata Jujur (BNJ). Hasil uji fitokimia kuantitatif ekstrak rumput laut
terbaik diperoleh pada senyawa saponin yaitu sebesar 3,50±0,06 % sedangkan
hasil terendah yaitu fenol 0,09±0,05 %. Hasil penelitian zona hambat
menggunakan metode difusi sumur menghasilkan diameter pada bakteri S. aureus
berkisar 1,527±0,326 mm sampai 6,323±0,27 mm, sedangkan diameter pada
bakteri E.coli berkisar 0±0 mm sampai 3,58±0,33 mm. Berdasarkan hasil tersebut,
penambahan konsentrasi ekstrak rumput laut Sargassum sp. memberikan
pengaruh terhadap diameter zona hambat bakteri S. Aureus dan E. coli.

[13] Melayanti, P. C. 2017. Pengaruh persentase umbi rumput teki dan tepung
beras terhadap kulit wajah hiperpigmentasi. e- Journal. 6(1): 89 – 98.

Abstract
Perawatan kulit dapat dilakukan dengan empat tahapan yaitu pembersihan,
pemijatan, pengelupasan, dan terakhir penggunaan masker. (Kusantati, 2008 :
202). Pembersihan berupa pencucian wajah dan pemakaian masker wajah.Masker
wajah merupakan kosmetik yang digunakan untuk merawat kondisi wajah
seseorang agar tetap sehat, mengatasi masalah-masalah yang dimiliki kulit wajah,
sehingga kulit wajah dapat mendekati atau mendapatkan jenis kulit wajah
normal.Masker wajah dengan bahan alami dapat digunakan untuk meningkatkan
nilai ekonomis bahan yang ada di lingkungan sekitar. Umbi rumput teki memiliki
kandungan flavonoid yang berfungsi sebagai anti radang, dan antioksidan yang
berfungsi untuk melindungi dari reaksi radiasi yang dapat merusak. Penelitian ini
bertujuan untuk mengetahui pengaruh presentase umbi rumput teki dengan 3
persentase yaitu 10%, 20%, 30% pada hasil jadi masker wajah berbahan dasar
tepung beras terhadap kondisi wajah, luas daerah flek, waktu penyembuhan, dan
kecerahan wajah. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen.Teknik
pengumpulan data yang digunakan adalah observasi terhadap 30 mahasiswa tata
rias dan dosen tata rias. Analisis data menggunakan uji Anava tunggal dengan
program SPSS 16 dengan taraf signifikan 5% dan uji lanjutan menggunakan uji
Ducan. Berdasarkankan hasil uji anava yang telah dilakukan terhadap pemakaian
masker umbi rumput teki selama 7 hari oleh 6 sampel memberikan hasil data
meliputi kondisi kulit wajah, luas daerah flek, warna daerah flek, waktu
penyembuhan, dan kecerahan wajah. Hasil akhir menunjukkan bahwa masker
dengan formula 3 (30% umbi rumput teki) berpengaruh terhadap luas daerah
hiperpigmentasi yaitu 3,4 efek pengurangan jumlah flek dalam segi waktu paling
cepat yaitu 3,3.

[14] Wahyuni, Alfrda, L., Dyah, W. A. 2016. Formulasi dan peningkatan mutu
masker wajah dari biji kakao non fermentasi dengan penambahan rumput
laut. Jurnal Industri Hasil Perkebunan. 11(2): 89-95.

Abstract
Penelitian formulasi dan peningkatan mutu masker wajah dari biji kakao
non fermentasi dengan penambahan rumput laut telah dilakukan. Penelitian ini
bertujuan untuk meningkatan mutu formulasi krim masker wajah dari biji kakao
dengan penambahan rumput laut yang mempunyai kestabilan yang paling optimal.
Variasi jumlah Rumput Laut yang ditambahkan, yaitu 15, 20 dan 25g dan propilen
glikol yaitu 10, 7,5, 5 g mengacu pada penelitian pendahuluan dengan
penggunaan pasta kakao yang konstan, yaitu 2,5 gr untuk 250 gr resep krim dan
sedangkan komposis bahan tambahan formula lainnya dibuat tetap. Hasil
penelitian menunjukkan bahwa biji cokelat non fermentasi dapat diolah sebagai
bahan baku produk untuk kesehatan perawatan wajah ( krim masker wajah ). Uji
stabilitas Krim masker wajah dari semua formula dengan konsentrasi pasta
cokelat dan rumput laut untuk uji sentrifuga, uji viskositas, freeze thaw, pH dan
uji homogenitas formula 15 g rumput laut, 10 propilen glikol memiliki kualitas
yang lebih baik yang memenuhi syarat kosmetik sebagai krim masker wajah
dibanding dengan komposisi lainnya dalam hal homogenitas,kestabilan fisik, pH
(7,77) dan viskositas (1,35)x103cp. Uji toksisitas secara in-vitro terhadap krim
masker rumput laut tersebut tidak menyebabkan iritasi pada kulit.

[15] Irawati, L. 2013. Pengaruh komposisi masker kulit buah manggis (Garcinia
Mangostana L) dan pati bengkuang terhadap hasil penyembuhan jerawat
pada kulit wajah berminyak. e-Journal. 2(2): 40-48.

Abstract
Masker wajah merupakan salah satu jenis sediaan kosmetik untuk
mengobati jerawat pada kulit wajah berminyak. Kulit manggis dimanfaatkan
sebagai sumber xanthone berupa ekstrak kulit manggis dan bubur kulit manggis
yang berfungsi sebagai zat aktif dalam masker wajah, dan pati bengkuang
dimanfaatkan sebagai zat aktif berfungsi sebagai antibakteri dalam masker wajah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh sumber xanthone,
perbandingan sumber xanthone dan pati bengkuang, dan sumber xanthone dengan
perbandingan pada produksi minyak pada wajah, ukuran pori-pori wajah, jerawat
mengempis, jerawat mengering, jerawat berubah menjadi kulit mati dan terangkat,
kecerahan kulit wajah. Jenis penelitian ini adalah penelitian eksperimen. Metode
pengumpulan data yang di gunakan adalah observasi dan panduan wawancara
dengan instrumen penelitian berupa lembar observasi dan lembar panduan
wawancara yang dilakukan oleh satu observer dan 30 responden. Teknik analisis
data yang digunakan adalah Anava Ganda menggunakan program SPSS dengan
taraf signifikan 5% (P<0,05) dan dilanjutkan dengan uji Duncan. Hasil penelitian
diperoleh data meliputi sumber xanthone berpengaruh terhadap jerawat
mengempis, jerawat mengering, jerawat berubah menjadi kulit mati dan terangkat,
kecerahan kulit wajah dan kecepatan waktu penyembuhan. Perbandingan sumber
xanthone dan pati bengkuang berpengaruh terhadap jerawat mengempis, jerawat
mengering, jerawat berubah menjadi kulit mati dan terangkat, kecerahan kulit
wajah, perbandingan bahan masker terbaik adalah 2:3. Kecepatan waktu
penyembuhan dengan perbandingan tertinggi 4:1 dan 3:2. Pengaruh komposisi
masker (sumber xanthone dan perbandingan bahan) berpengaruh terhadap
terhadap jerawat mengempis, pada hubungan sumber xanthone bubur dengan
perbandingan 2:3 yaitu 3.68, dan waktu penyembuhan, pada hubungan sumber
xanthone ekstrak dengan perbandingan 2:3 yaitu 3.3.

Anda mungkin juga menyukai