Anda di halaman 1dari 10

TUGAS

FARMASI KOMUNITAS

Nama Anggota Kelompok :


Elfrida Hazna Prahesty Maghfiroh 3351211577
Fadel Yakh Syallah 3351211579
Miftahul Jannah 3351211584
Novianti Batti 3351211597
Dewi Anita 3351211603

Sasmita Noviansari 3351211604


Yusry Fazar Arzaq 3351211607
Hikmah 3351211620
Elriany Belda Patandianan 3351211625

Kelompok :3
Kelas :D

PROGRAM STUDI APOTEKER

FAKULTAS FARMASI UNIVERSITAS JENDERAL ACHMAD YANI


TAHUN AJARAN 2022/2023
 Kondisi Jerawat yang dirujuk kedokter

A. Pengertian
Jerawat adalah gangguan pada kulit yang berkaitan dengan produksi minyak
(sebum) berlebih dan biasanya disertai peradangan pada kulit yang ditandai dengan
beragam jenis jerawat seperti komedo tertutup (white head), komedo terbuka (black
head), bintil (papula atau nodula) atau bintil bernanah pada permukaan kulit berwarna
kemerahan dan berlemak yang disebut seborrhea (Plewig et al, 2012).
Acne vulgaris merupakan masalah kulit yang paling umum. Kondisi ini karena
gangguan pada folikel rambut dan kelenjar sebasea (Harper dan Fulton, 2007). Ada
empat proses yang berhubungan dengan timbulnya jerawat ini yakni produksi sebum
yang meningkat, peluruhan dari keratinosit, pertumbuhan bakteri dan peradangan. Saat
masa pubertas stimulasi androgen meningkat terutama testosteron dimana
metabolismenya dapat menstimulasi aktivitas kelenjar sebaseus yang menyebabkan
produksi sebum meningkat. Saat hiperkeratinisasi, maka keratin yang meluruh akan
bercampur dengan sebum sehingga terjadi penyumbatan pada folikel, sehingga folikel
akan membesar dimana hal ini sangat menguntungkan untuk bakteri penyebab jerawat
yaitu Propionibacterium acnes. Lalu lesi dari awal jerawat muncul sebagai komedo
(open comedos) lalu terjadi peradangan menyebabkan bentuk tersebut menjadi closed
comedos (Billman, 2009). Salah satu bahan aktif yang efektif untuk anti jerawat adalah
asam salisilat dan tea tree oil yang juga mempunyai sedikit efek samping (NCCAM,
2011).

B. Faktor menyebabkan jerawat


Kemunculan jerawat dipengaruhi oleh bermacam faktor, di antaranya sebagai berikut
ini (Novelna, 2019):
- Kelenjar minyak yang terlalu aktif. Produksi minyak berlebih ini akan
menyebabkan sumbatan dan peradangan pada pori-pori kulit.
- Faktor hormonal. Meningkatnya produksi hormon testosteron akan merangsang
kelenjar minyak untuk memproduksi sebum lebih banyak. Misalnya, saat masa
pubertas atau setelah menstruasi, wajah cenderung lebih berminyak dan berjerawat.
- Keturunan. Bila salah satu atau kedua orang tua punya masalah jerawat saat muda,
sangat mungkin Anda pun demikian.
- Bakteri di pori-pori kulit. Bakteri penyebab jerawat, yaitu Cutibacterium acnes,
bisa muncul akibat kurang menjaga kebersihan atau pemakaian kosmetik yang tidak
sesuai.
- Stres, yang secara luas diketahui dapat memicu ketidakseimbangan hormon
dan mood. Akibatnya, bisa terjadi perubahan pola makan dan hidup yang berujung
pada masalah kulit, salah satunya adalah jerawat.
- Penggunaan kosmetik. Zat yang terkandung dalam kosmetik tak selalu cocok
untuk kulit. Biasanya, produk yang mengandung minyak, pewarna, dan parfum
lebih mungkin memicu jerawat.
Oleh karena itu, pencegahan atau pengobatan jerawat butuh kontrol ketat pada
faktor-faktor diatas.

C. Tingkat keparahan Jerawat


Dalam menentukan tingkat keparahan suatu jerawat beberapa dermatologis atau
dokter menggunakan suatu kriteria yang disebut kriteria Lehmann. Kriteria pertama
yakni berdasarkan tingkat perkembangan dan jenis jerawat (Komedo, papula, pustulea,
kista atau nodula). Kriteria kedua berdasarkan jumlah jerawat (lesi) baik didaerah
prediksinya (diwajah, dada bagian atas atau punggung). Contoh kasus jerawat yang
paling ringan keparahannya adalah apabila hanya diterdapat 5-10 komedo diwajah,
namun tidak ditemukan didada dan punggung. Sedangkan contoh kasus yang berat
adalah ditemukan lebih dari 10 papula atau pustula baik diwajah dan dada maupun
punggung. Serta jerawat akan dianggap paling parah apabila ditemukan pustula dan
nodula yang berkelompok baik diwajah, didada maupun punggung (Sutono dkk,
2014).

D. Kriteria penggunaan obat rasional adalah sebagai berikut (Novelna, 2019):


1. Tepat diagnosis artinya obat diberikan sesuai dengan diagnosis. Apabila diagnosis
tidak ditegakkan dengan benar maka pemilihan obat akan salah.
2. Tepat indikasi penyakit artinya obat yang diverikan harus tepat bagi suatu penyakit.
3. Tepat pemilihan obat artinya obat yang dipilih harus memiliki efek terapi sesuai
dengan penyakit.
4. Tepat dosis artinya dosis, jumlah, cara, waktu dan lama pemberian obat harus tepat.
Apabila salah sau dari empat hal tersebut tidak dipenuhi menyebabkan efek terapi
tidak tercapai.
E. Cara Pemilihan obat swamedikasi untuk melakukan pengobatan sendiri secara
benar
Masyarakat harus mampu menentukan jenis obat yang diperlukan untuk
mengatasi penyakitnya. Untuk menetapkan jenis obat yang dibutuhkan perlu
diperhatikan (Novelna, 2019):
a. Gejala atau keluhan penyakitnya.
b. Kondisi khusus misalnya hamil, menyususi, bayi, lanjut usia, diabetes mellitus dan
lain-lain. c. Pengalaman alergi atau reaksi yang tidak diinginkan terhadap obat
tertentu.
c. Nama obat, zat berhasiat, kegunaan, cara pemakaian, efek samping dan iteraksi obat
yang dapat dibaca pada etiket atau brosur obat.
d. Pilih obat yang sesuai dengan gejala penyakit dan tidak ada interaksi obat dengan
obat yang sedang diminum.
e. Berkonsultasi dengan apoteker.
F. Swamedikasi
Beberapa penderita jerawat banyak yang melakukan pengobatan sendiri
(Swamedikasi) untuk mengatasi jerawat yang dialami sebagai alternative pengobatan.
Swamedikasi atau pengobatan sendiri adalah kegiatan atau tindakan mengobati diri
sendiri dengan obat tanpa resep secara tepat dan rasional. Swamedikasi biasanya
dilakukan untuk penyakit yang ringan seperti jerawat. Obat-obat yang termasuk dalam
golongan obat bebas dan bebas terbatas relative aman digunakan untuk pengobatan
sendiri (Binfaralkes, 2007). Meskipun begitu jerawat butuh penanganan yang sesuai
berdasarkan derajat keparahannya. Karena ada jenis jerawat yang tak akan mempan
diobati dengan obat atau produk khusus jerawat biasa. Keterbatasan pengetahuan
tentang obat dan penggunaannya akan menimbulkan kesalahan pengobatan dalam
melakukan swamedikasi, khususnya dalam swamedikasi jerawat. Melakukan tindakan
swamedikasi meskipun pengetahuannya tinggi, swamedikasi tidak tepat dapat terjadi
karena saat melakukan swamedikasi dilakukan secara asal-asalan saat melakukan terapi
hanya terpaku pada pengobatan saja, namun tidak memperhatikan factor-faktor yang
dapat memperparah kondisi jerawat, sehingga dengan ini tindakan swamedikasinya
tidak tepat (Indah, 2019). Masyarakat cenderung hanya mengetahui merek dagang obat
tanpa mengetahui zat berkhasiatnya (Binfaralkes, 2007). Seringkali dijumpai
swamedikasi jerawat menjadi sangat boros dalam mengobati jerawat karena
mengkonsumsi obat-obatan yang sebenarnya tidak dibutuhkan atau menjadi berbahaya.
Sering juga ditemukan pasien jerawat kondisinya memburuk setelah melakukan
pengobatan sendiri.
G. Kondisi Jerawat yang dirujuk kedokter
Berikut kondisi jerawat yang butuh penanganan dokter spesialis kulit atau dermatolog,
seperti berikut ini:
1. Menggunakan Obat Jerawat yang dijual bebas, namun jerawat makin parah
Kasus jerawat yang ringan umumnya bisa diobati dengan obat atau produk yang
dijual bebas. Namun, banyak juga kasus jerawat yang tidak kunjung sembuh setelah
penggunaan bahan aktif obat atau produk tersebut. Bila pemakaiannya sudah lebih
dari tiga bulan, tetapi tidak ada perubahan atau bahkan makin parah, lebih baik temui
dokter. agar diresepkan pengobatan sesuai dengan jenis jerawat atau penyebabnya,
sekaligus mendapat tips seputar perawatan jerawat di rumah.
2. Mengalami Jerawat yang meradang, jerawat nodul atau jerawat kistik dengan
tingkat keparahan ringan hingga sedang.
Bila tingkat keparahan jerawat ringan hingga sedang atau sangat meradang, lebih
baik hentikan pemakaian obat jerawat yang dijual bebas dari pada buang waktu dan
tenaga. Jerawat nodul (berbentuk lebih besar dan terlihat jelas di bawah permukaan
kulit) dan jerawat kistik (disebut juga jerawat batu yang bentuknya kecil-kecil
berwarna kemerahan, tumbuh dalam jumlah banyak, menumpuk pada area wajah
tertentu, dan mengandung nanah) mesti dievaluasi oleh dokter. Pasalnya, kedua jenis
jerawat tersebut bisa dengan mudah menyebabkan jaringan parut, sehingga harus
secepatnya diobati.
3. Curiga munculnya jerawat akibat obat-obatan tertentu
Beberapa jenis obat-obatan seperti steroid dan pil KB dapat menyebabkan
jerawat. Bila setelah mengonsumsinya muncul jerawat, sebaiknya konsultasikan ke
dokter.
Oleh karena itu perlu konsultasi dengan dokter bertujuan untuk mengidentifikasi
tipe jerawat dan mendapatkan pengobatan yang tepat. Apabila pengatasan jerawat
tidak tepat maka dapat memperparah kondisi jerawat tersebut. Oleh karena itu,
penting untuk meningkatkan kesadaran dalam mengetahui jenis jerawat yang
dialami terlebih dahulu yang kemudian diikuti dengan keputusan pemilihan produk
antiacne yang tepat.
Untuk terapi non farmakologis yang dapat dilakukan dalam penyembuhan
jerawat yaitu :
1. Menghindari produk berminyak
2. Pola makan sehat
3. Menghindari stress
4. Tidak menyentuh jerawat
Obat yang digunakan biasnaya untuk swamedikasi jerawat kandungan bahan
aktif obat dapat membantu menyembuhkan jerawat salah satunya yakni:
 Asam salisilat
Asam salisilat bersifat keratolitik, artinya membantu pengelupasan kulit yang
berjerawat agar digantikan dengan sel kulit baru. Obat dengan kandungan bahan
aktif asam salisilat yang beredar di pasaran, antara lain adalah rosal dan verile
(Novelna, 2019).

 Warning yang terdapat pada obat asam salisilat dan solusi untuk mengatasi hal
tersebut!
Asam salisilat merupakan suatu komedolitik karena sifatnya yang lipofilik dan
karena penyebab utama jerawat adalah mikrokomedo, sangatlah jelas untuk memulai
terapi jerawat dengan menggunakan senyawa yang bersifat komedolitik. Komedolitik
meningkatkan deskuamasi dan mempercepat terjadinya inflamasi, melalui pelarutan
lapisan intraseluler yang juga memiliki sel epithel (Swanepoel, 2005).
Asam salisilat sangat iritatif, pemakaian dengan kadar tinggi dalam sediaan
kosmetik dapat menimbulkan dampak bagi kesehatan tubuh, mulai dari dampak yang
ringan hingga berat. Pengetahuan dan informasi akan bahayanya kandungan asam
salisilat yang terkandung dalam produk krim tidak sepenuhnya diketahui oleh
masyarakat luas, karena itu perlu adanya publikasi mengenai pengujian kadar asam
salisilat untuk melindungi masyarakat dari bahaya penggunaan asam salisilat dengan
konsetrasi tinggi dalam kosmetik. BPOM telah menetapkan kadar maksimun yang
diizinkan terkandung dalam produk kosmetik siap pakai pada produk krim tidak boleh
lebih dari 2 % (Feladita dkk., 2019).
Penambahan asam salisilat yang berlebihan efek yang dihasilkan akan memberikan
wajah yang bebas dari jerawat secara cepat namun kondisi wajah akan terkikis yang
akan membuat masalah kulit wajah lainnya seperti peradangan kulit, memerah, panas,
ruam dan dermatitis (Sulistyaningum dkk., 2012).
 Hal yang perlu diperhatikan
Bedak untuk kulit memang relatif aman untuk digunakan, namun tidak semua orang
diperbolehkan untuk menggunakan bedak ini. Penggunaan Salicyl talk tidak
diperbolehkan dalam beberapa kondisi seperti berikut ini :
1. Memiliki hipersensitivitas terhadap asam salisilat.
2. Memiliki hipersensitivitas terhadap talk.
3. Memiliki kondisi kulit sensitif.
4. Memiliki kondisi kulit kering.
5. Terdapat infeksi dan luka terbuka pada kulit.
6. Komposisi sediaan topical ini terdiri dari 2% asam salisilat dan 98% talk. Dosis
yang disarankan untuk penggunaan bedak jerawat adalah 1-2 kali per hari. Jangan
menggunakan bedak ini secara berlebihan dan melebihi dosis yang disarankan tanpa
berkonsultasi ke dokter maupun apoteker (Tranggono, 2007).
 Interaksi Obat
Sediaan topical ini digunakan sebagai obat luar, sebaiknya perhatikan penggunaan
obat topikal lainnya pada kulit. Jika sedang menggunakan obat lain, tanyakan pada
dokter tentang penggunaan bedak ini untuk menghindari interaksi obat (Rambe,
2015).
Agar penggunaannya tetap aman, berikut adalah beberapa hal yang perlu menjadi
perhatian dan peringatan dalam penggunaan bedak ini :
1. Bedak ini tidak untuk digunakan pada anak usia di bawah 3 tahun.
2. Hati-hati penggunaan bedak ini bersamaan dengan produk pembersih kulit,
produk skin care, atau obat topikal yang dapat membuat kulit kering.
3. Hati-hati penggunaan bedak ini dekat dengan area sensitif seperti mata, hidung,
mulut, membran mukosa, dan area genital.
4. Hati-hati penggunaan bedak ini pada penderita diabetes, gangguan ginjal, dan
gangguan hati.
5. Hati-hati penggunaan obat ini pada ibu hamil. Asam salisilat masuk ke dalam
kategori C untuk ibu hamil yang artinya hanya boleh digunakan jika
manfaatnya lebih besar dari efek samping yang mungkin ditimbulkan.
6. Penggunaan obat ini untuk jangka panjang tidak disarankan (Rambe, 2015).

 Efek Toksisitas Asam Salisilat


Asam salisilat mengiritasi kulit pada pemakaian yang lama, dan dari
preparat asam salisilat juga dapat menyebabkan dermatitis, gejela keracunan
secara sistematik dapat terjadi bila pemakaian asam salisilat dalam sediaan pada
daerah yang luas dari tubuh, dengan konsentrasi 2% .Asam salisilat (asam O-
hidroksibenzoat) mempunyai aktifitas antibakteri tetapi isonernya yaitu para
(asam p-hidrosibenzoat) tidak mempunyai aktifitas antibakteri (Sharla, 2012).
Kebalikannya terjadi pada esternya, yaitu metil salisilat yang mempunyai
sifat antibakteri yang sangat kecil, tetape metil p-hidroksibenzoat memberikan
sifat anti bakteri.Sejumlah ester p-hidroksibenzoat (terutama metil dan propil)
digunakan sebagai pengawet, berbagai sediaan farmasi dan kosmetika.
Perbedaan aksi antibakteri dari asam bebas dan esternya dapat dijelaskan
melalui pembentukan ikatan hydrogen. Hanya isomer orto (asam salisilat)
menunjukkan sifat analgetik dan antifiretik (Khopkar, 2008).
Pengelupasan secara mekanik dapat meningkatkan efektivitas kerja asam
salisilat topikal. Pasien dapat diedukasi Penggunaan Asam Salisilat dalam
Dermatologi untuk mengusap kulit dengan spon halus atau handuk basah saat
mandi. Pada terapi kalus, pengelupasan dapat pula dilakukan dengan bantuan
sikat. Bantuan mekanik ini akan menyebabkan pengelupasan setelah kulit
diberikan asam salisilat topikal selama beberapa hari (Ashton, 2013).
Sebagai kosmetika salah satunya bedak yang mengandung asam salisilat
2% pada umumnya relative aman dan dapat di toleransi dengan baik oleh tubuh.
Akan tetapi bedak gatal yang mengandung asam salisilat tidak di anjurkan untuk
pemakaian jangka panjang ataupun untuk anak-anak yang berusia kurang dari
3 tahun dan ibu yang sedang menyandung antara lain:
Asam salisilat yang terkandung pada obat jerawat dan produk anti aging
penggunaan asam salisilat semakin berkembang sebagai bahan untuk
menghilangkan sel kulit mati pada lapisan luar dalam terapi penuaan kulit,
meringankan gatal dan pengobatan jerawat. Penggunaan kosmetik yang
mengandung asam salisilat dapat merusak pembelahan dan pertumbuhan sel
terutama syaraf, dampak nyata yaitu cacat bawaan seperti bibir sumbing,
kembar siam, jumlah jari kurang atau lebih, kelainan jantung bawaan, paru-paru
dan bila menyerang organ dalam dapat merusak pertumbuhan kulit dan
menyebabkan mudah terkena alergi, menimbulkan gangguan reproduksi bila
bahan kimia yang terkandung sangat berbahaya, dan yang paling utama adalah
ancaman keguguran dalam (Ciselia dkk, 2014).
 Solusi dalam mengatasi
1. Hentikan penggunaan asam salisilat dan segera ke dokter jika terjadi iritasi maupun
gatal-gatal.
2. Bisa dicegah dengan pemberian asam salisilat dengan kadar tidak lebih dari 2%.
3. Penggunaan asam salisilat 2-3 kali sehari setiap hari. Namun jika kulit menjadi
semakin kering, kurangi frekuensi penggunaannya menjadi sehari sekali,
DAFTAR PUSTAKA
Anonim, 20122. Drug Interaction Checker. https://www.drugs.com/drug _interactions.php.
Diakses tanggal 21 Maret 2022.
Ashton, Acton. 2013. Salicylic Acids—Advances in Research and Application: 2013 Edition.
USA : Scholarly Edition 6-12.
Binfaralkes, (2007). Pedoman Penggunaan obat bebas dan bebas terbatas, Direktorat Bina
Farmasi Komunitas dan Klinik Ditjen Bina Kefarmasian dan alat kesehatan RI: Jakarta.
Ciselia, D, Arum, S, Sri, N, Dan, S. 2014. Efek Teratogenik Asam Salisilat pada Perkembangan
Morfologi Fetus Mencit ( Mus musculus L.) Swis Webster. Jurnal Penelitian Sains. JPS
Vol. 17 No.1 Halaman 36.
Katzung BG. Farmakologi Dasar dan Klinik. Edisi II. Jakarta: Salemba Medika; 2002. 671,
677–678.
Khopkar, S.M 2008. Konsep Dasar Kimia Analitik. Jakarta : Universitas Indonesia 37
Indah A, Rosaria I, Heni P, (2019). Hubungan antara tingkat pengetahuan dengan Tindakan
swamedikasi jerawat pada remaja desa pedagangan Kecamatan Dukuhwaru.
Novelna T A, (2019). Gambaran penegtahuan dan sikap Tindakan siswa siswi SMA negeri 2
terhadap swamedikasi sediaan farmasi pada jerawat di sidikalang.
Plewig, Gerd & Kligman, Albert (2012). Acne and rosacea 3 rd Edition. Springer Science &
Business Media.
Rambe, Sahrum. 2015. Penetapan Kadar Asam Salisilat Dalam Sediaan Bedak Salicyl Secara
Kromatografi Cair Kinerja Tinggi (KCKT). Medan : Universitas Sumatera Utara 4-8.
Sharla Race. 2012. The Salicylate Handbook: Your Guide to Understanding Salicylate
Sensitivity. USA : Tigmor Book 45-49.
Sutono, Toni, Marissa (2014). Atasi jerawat dengan ekstrak kulit manggis. Jakarta.
Tranggono RI dan Latifah F, 2007, Buku Pegangan Ilmu Pengetahuan Kosmetik, PT. Gramedia
Pustaka Utama, Jakarta; Hal. 11, 90-93, 167.

Anda mungkin juga menyukai