Nonfarmakologi
sehari dan sedikit mungkin dengan
sabun lembut. Dikeringkan dengan
lembut, jangan digosok.
Konsumsi Makanan
Diet makanan berlemak, makan
makanan berserat seperti sayuran
dan buah-buahan.
JERAWAT
(ACNE VULGARIS)
Makalah Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Farmakoterapi & Terminologi
Medik
Dosen Pengampu :Dr. Sri Haryanti, M.Si., Apt.
Disusun Oleh :
1
PROGRAM STUDI PROFESI APOTEKER
SEKOLAH TINGGI ILMU FARMASI “YAYASAN PHARMASI” SEMARANG
2019
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
1. Untuk mengetahui pengertian dari acne vulgaris
2. Untuk mengetahui epidemiologi dan etiologi acne vulgaris
3. Untuk mengetahui faktor resiko dari acne vulgaris
4. Untuk mengetahui patofisiologi dan manifestasi klinis acne vulgaris
5. Untuk mengetahuipemeriksaan penunjang dan diagnosis acne vulgaris
6. Untuk mengetahuitata laksana terapi non farmakologi dan farmakologi acne vulgaris
3
BAB II
ISI
5
Gambar 5. Klasifikasi acne berdasarkan jumlah dan tipe lesi (Dipiro, 2008)
2.2 Epidemiologi
Secara global, Acne vulgaris merupakan penyakit kulit yang paling umum di derita
oleh masyarakat. Saat ini tidak begitu banyak sumber yang memuat mengenai prevalensi
acne vulgaris di seluruh penjuru dunia. Di Inggris, 85 % dari penduduk usia 12-24 tahun
menderita acne vulgaris (Ismail, 2012). Onset acne pada perempuan lebih awal daripada laki-
laki karena masa pubertas perempuan umumnya lebih dulu daripada laki-laki. Prevalensi acne
pada masa remaja cukup tinggi, yaitu berkisar antara 47-90% selama masa remaja maupun
menjelang dewasa. Perempuan ras Afrika Amerika dan Hispanik memiliki prevalensi acne
tinggi, yaitu 37% dan 32%, sedangkan perempuan ras Asia 30%, Kaukasia 24%, dan India
23%. Pada ras Asia, lesi inf amasi lebih sering dibandingkan lesi komedonal, yaitu 20% lesi
inf amasi dan 10% lesi komedonal (Perknis dkk., 2017).
2.3 Etiologi
Penyebab utama acne belum diketahui dengan pasti, tetapi diduga pertumbuhan acne
vulgaris disebabkan oleh berbagai faktor seperti herediter, endokrin (androgen, pituitary
sebotropic), faktor makanan (diet), keaktifan dari kelenjar sebasea, faktor psikis / stres, iklim,
infeksi bakteri (Propionibacterium acnes), kosmetika, dan bahan kimia yang lain (Alexander,
2015). Walaupun banyak literatur yang menyebutkan bahwa terjadinya acne vulgaris karena
multifaktorial, namun faktor kebersihan tidak dapat dipisahkan pada kejadian acne vulgaris.
6
Pemakaian kosmetik seperti krim muka, pelembab, sunscreen, minyak rambut juga
berperan dalam meningkatkan produksi sebum (Cordain et al., 2002).
b. Genetik
Faktor herediter yang sangat berpengaruh pada besar dan aktivitas kelenjar glandula
sebasea. Apabila kedua orang tua mempunyai parut bekas akne, kemungkinan besar
anaknya akan menderita akne (Efendi, 2003).
c. Usia
Umumnya insiden terjadi sekitar umur 14–17 tahun pada wanita, 16–19 tahun pada
pria dan pada masa itu lesi yang predominan adalah komedo dan papula dan jarang
terlihat lesi berat pada penderita (Efendi, 2003).
d. Psikis
Pada beberapa penderita, stres dan gangguan emosi dapat menyebabkan eksaserbasi
akne. Stress akan mengakibatkan teraktivasinya HPA (Hypothalamus Pituitary Axis).
Stresor psikologis menghasilkan perasaan emosional : gelisah, takut, marah, frustasi,
depresi, dan sebagainya, dimana timbulnya dan besarnya perasaan tersebut bergantung
pada penilaian seseorang terhadap suatu keadaan. Kondisi stres tersebut selain dapat
memicu timbulnya akne vulgaris juga dapat memperberat kondisi akne vulgaris yang
sudah ada (Rahmawati, 2012).
e. Hormon endokrin:
1) Androgen
Konsentrasi testosteron dalam plasma penderita akne pria tidak berbeda
dengan yang tidak menderita akne. Berbeda dengan wanita, pada testosteron plasma
sangat meningkat pada penderita akne (Finaly, 2004). Hormon androgen memegang
peranan penting karena hormon ini dapat mempengaruhi aktifitas kelenjar sebasea dan
proliferasi dari sel keratinosit. Hormon androgen dapat meningkatkan produksi sebum
dan hiperkeratinosit pada folikel yang dapat memicu sumbatan pada saluran sebasea.
Hal ini yang dapat memicu timbunnya akne vulgaris.
2) Estrogen
Pada keadaan fisiologi, estrogen tidak berpengaruh terhadap produksi sebum.
Estrogen dapat menurunkan kadar gonadotropin yang berasal dari kelenjar hipofisis.
Hormon gonadotropin mempunyai efek menurunkan produksi sebum (Finaly, 2004).
7
3) Progesteron
Progesteron, dalam jumlah fisiologi tidak mempunyai efek efektivitas
terhadap kelenjar lemak. Pada siklus menstruasi sebum akan tetap diproduksi, akan
tetapi kadang-kadang progesteron dapat menyebabkan akne premenstrual (Folkman,
2001). Pada 60-70% wanita, lesi akne menjadi lebih aktif kurang lebih satu minggu
sebelum haid karena hormon progesteron. Estogen dalam keadaan tertentu seperti
pada saat selesai masa haid dapat menekan pertumbuhan akne vulgaris. Karena pada
saat masa haid selesai terjadi peningkatan kadar hormon estrogen. Peningkatan
hormon androgen dan progesteron secara tidak langsung meningkakan insidensi
timbulnya akne vulgaris sedangkan peningkatan hormon estrogen dapat menurunkan
timbulnya akne vulgaris (Gunawan, 2007).
f. Iklim
Di daerah yang mempunyai empat musim, biasanya akne bertambah hebat pada
musim dingin, sebaliknya kebanyakan membaik pada musim panas. Bertambah hebatnya
akne pada musim panas tidak disebabkan oleh sinar UV melainkan oleh banyaknya
keringat pada keadaan yang sangat lembab dan panas tersebut (Brown dan Burns, 2005).
g. Kosmetika
Pemakaian bahan-bahan kosmetika tertentu seperti, bedak dasar (faundation),
pelembab (moisturiser), krim penahan sinar matahari (sunscreen), dan krim malam secara
terus menerus dalam waktu lama dapat menyebabkan suatu bentuk akne ringan yang
terutama terdiri dari komedo tertutup dan beberapa lesi papulapustular pada pipi dan dagu
(American family physician, 2004).
2.5 Patogenesis
Patogenesis acne meliputi empat faktor, yaitu hiperproliferasi epidermis folikular
sehingga terjadi sumbatan folikel, produksi sebum berlebihan, inflamasi, dan aktivitas
Propionibacterium acnes (P. acnes). Androgen berperan penting pada patogenesis acne
tersebut. Acne mulai terjadi saat adrenarke, yaitu saat kelenjar adrenal aktif menghasilkan
dehidroepiandrosteron sulfat, prekursor testosteron (Movita, 2013). Penderita acne memiliki
kadar androgen serum dan kadar sebum lebih tinggi dibandingkan dengan orang normal,
meskipun kadar androgen serum penderita acne masih dalam batas normal. Androgen akan
meningkatkan ukuran kelenjar sebasea dan merangsang produksi sebum, selain itu juga
merangsang proliferasi keratinosit pada duktus seboglandularis dan akroinfundibulum.
8
Hiperproliferasi epidermis folikular juga diduga akibat penurunan asam linoleat kulit
dan peningkatan aktivitas interleukin 1 alfa. Epitel folikel rambut bagian atas, yaitu
infundibulum, menjadi hiperkeratotik dan kohesi keratinosit bertambah, sehingga terjadi
sumbatan pada muara folikel rambut, selanjutnya di dalam folikel rambut tersebut terjadi
akumulasi keratin, sebum, dan bakteri, dan menyebabkan dilatasi folikel rambut bagian atas,
membentuk mikrokomedo. Mikrokomedo yang berisi keratin, sebum, dan bakteri, akan
membesardan ruptur. Selanjutnya, isi mikrokomedo yang keluar akan menimbulkan respon
inflamasi. Akan tetapi, terdapat bukti bahwa inflamasi dermis telah terjadi mendahului
pembentukan komedo (Movita, 2013).
2.7 Diagnosis
a. Erupsi Akneiformis
Erupsi Akneiformis disebabkan oleh obat (kortikosteroid, INH, barbiturat, yodida,
bromida, difenil hidantoin, dll). Berupa erupsi papulo pustul mendadak tanpa adanya
komedo dihampir seluruh tubuh, dapat disertai demam (Cunliffe dan Gollnick, 2001).
b. Akne Rosasea
9
Akne Rosasea adalah peradangan kronis kulit, terutama wajah dengan predileksi
dihidung dan pipi. Gambaran klinis akne rosasea berupa eritema, papul, pustul, nodul,
kista, talengiektasi dan tanpa komedo (Sukanto, dkk., 2005)
c. Dermatitis Perioral
Dermatitis perioral adalah dermatitis yang terjadi pada daerah sekitar mulut sekitar
mulut dengan gambaran klinis yang lebih monomorf (Baumann dkk., 2009).
d. Moluskulum kontagiosum
Moluskulum kontagiosum Merupakan penyakit virus, bila lesinya di daerah seborea
menyerupai komedo tertutup (Nguyen dkk., 2007).
e. Folikulitis
Folikulitis Peradangan folikel rambut yang disebabkan oleh Staphylococcus sp.
Gejala klinisnya rasa gatal dan rasa gatal di daerah rambut berupa makula eritem disertai
papul atau pustul yang ditembus oleh rambut (Gabrielli dkk., 2012)
Berbagai gambaran klinis pada akne vulgaris dapat dibedakan sebagai berikut :
1. Minyak yang berlebihan pada kulit
2. Lesi non-inflamasi, komedo terbuka (blackhead) dan tertutup komedo (whitehead)
3. Lesi inflamasi, termasuk papula dan pustula
4. Jaringan parut dari berbagai tingkat keparahan
5. Pigmentasi post-inflamasi
10
Gambar 7. Algoritma Acne Treatment (Dipiro, 2008)
1. Terapi Farmakologi
Agen Topikal (First-Line Terapi)
TRETIONIN
Tretinoin (retinoid, topikal asam vitamin A) adalah agen komedolitik yang dapat
meningkatkan pergantian sel di dinding folikel dan mengurangi kekompakan sel,
menyebabkan ekstruksi komedo dan penghambatan pembentukan komedo baru.
Tretinoin tersedia dalam bentuk solutio 0,05%, gel 0,01% dan 0,025%, serta dalam
bentuk krim 0,025%, 0,05%, dan 0,1%.
Efek samping yang dapat terjadi yaitu iritasi kulit, eritema, pengelupasan, alergi
kontak dermatitis (jarang), dan meningkatkan kepekaan terhadap paparan sinar matahari,
angin, dingin, dan penyebab iritasi lainnya. Untuk mengatasi jerawat yang ringan terapi
yang direkomendasikan adalah krim 0,025% pada kulit sensitif dan tidak berminyak.
Untuk jerawat tingkat sedang digunakan gel 0,01% pada kulit yang mudah teritasi dan
berminyak, dan gel 0,025% untuk kulit tidak sensitif dan berminyak.
SIPROTERON ASETAT
11
Indikasi: Pengobatan hormonal untuk jerawat berat pada wanita yang sukar
disembuhkan dengan terapi antibakteri yang panjang, hirsutisme sedang sampai berat
Dosis: sekali sehari 2 mg selama 21 hari dimulai pada hari pertama siklus menstruasi dan
ulangi setelah interval 7 hari, umumnya untuk beberapa bulan; hentikan jika jerawat atau
hirsutisme telah hilang (pemberian kembali dapat dilakukan jika terjadi kekambuhan)
Adapalene
Adapalene merupakan retinoid generasi ketiga dengan fungsi sebagai komedolitik,
keratolitik, dan antiinflamasi. Indikasi: akne vulgaris topikal, menormalkan diferensiasi
sel epitel folikular, sehingga mengurangi pembentukan komedo. Sediaan : Cream: 0.1%,
Gel: 0.1% Dosis: oleskan pada area kulit yang terkena, satu kali sehari pada waktu
malam sebelum tidur dan setelah dicuci/dibersihkan
Tazarotene
Tazarotene (Tazorac) merupakan asetilenik retinoid yang dikonversi menjadi bentuk
aktifnya, asam tazarotenik setelah diaplikasikan secara topikal. Tazarotene memiliki
ikatan selektif terhadap RARs dan dapat merubah ekspresi gen yang berperan dalam
proliferasi sel, diferensasi sel, serta inflamasi. Tarazarotene digunakan pada acne ringan
hingga sedang dengan aktivitas komedolitik, keratolitik, dan antiinflamasi. Produk
tersedia di pasaran dengan konsentrasi 0,05% dan 0,1% baik berupa gel atau krim.
12
Dapson
Dapson topikal memiliki aktivitas antibakteri dan antiinflamasi. Dapson topikal gel
0,5% direkomendasikan oleh FDA sebagai treatment pada pasien acne diatas 12 tahun
Sediaan : gel 5%. Dosis : setiap 12 jam Agen Sistemik (First-Line therapy-severe
nodulaar/ conglobata)
Isotretinoin Sebagai retinoid oral
Isotretinoin merupakan agen sebosupresive paling efektif yang mempengaruhi seluruh
faktor etiologi yang mempengaruhi inflamasi pada acne, termasuk menginduksi
terjadinya atropi kelenjar sebaseus dengan penurunan produksi sebum dan perubahan
komposisi dari sebum, menginhibisi pertumbuhan P. acnes dalam folikel, menginhibisi
inflamasi, dan mengubah susunan kerantinasi dalam folikel (memperkecil ukuran dan
meningkatkan diferensiasi). Oleh karena itu isotretinoin merupakan pengobatan pilihan
pada acne nodulaositik parah, pasien dengan acne scarring, pasien dengan acne kronik,
dan pada pasien acne yang mengalami gangguan psikologi yang parah. Terdapat
beberapa efek samping akibat penggunaan isotretinoin secara oral tergantung jumlah,
frekuensi dan dosis yang digunakan. Dosis isotretinoin yang dianjurkan yaitu pada
rentang 0,5 higga 1 mg/kg per hari dalam 2 dosis terbagi.
13
dikombinasikan dengan obat jerawat topikal adalah antibiotik clindamycin, tetrasikline,
eritromycine, atau doxycycline (Dipiro, et al., 2008)
14
Gambar 8. Kekuatan potensi obat (Dipiro, 2008)
15
BAB III
KASUS DAN ANALISIS SOAP
1. Subjek
Nama : Ny R
Umur : 23 tahun
Berat Badan : -
Keluhan : jerawat di wajah
Riwayat :-
Diagnosis : jerawat di wajah, meradang dan kemerahan
2. Objek : tidak ada tanda-tanda vital dan data lab yang menunjang
3. Assesment
Nama Obat Analisis
4. Plan
Farmakologi
17
• Monitoring penggunaan antibiotik (clindamycin) seperti kemerahan dikulit dan
hipersensitivitas.
• Kortikosteroid monitoring perbaikan inflamasi.
• Stop clindamycin tablet, rekomendasi cukup dengan topikal saja.
Non Farmakologi
• Bersihkan wajah dengan menggunakan air hangat atau uapnya
• Sepulang dari pergi bersihkan wajah dengan milk cleanser
• Mencuci wajah dengan sabun pembersih muka akan memberikan efek yang relatif
kecil terhadap jerawat.
• Menjaga kebersihan
5. KIE
a. Menghindari faktor pencetus timbulnya jerawat
b. Menekan adanya stress karena dapat menjadi sala satu penyebab timbulnya jerawat.
c. Mencuci muka dengan facial wash yang tidak mengandung parfum.
d. Hindari scrubbing untuk mencegah reptur folikular.
e. Tidak menyentuh, menggaruk atau memencet jerawat dengan tangan karena
meningkat risiko infeksi.
f. Tidak menggunakan make up di area jerawat yang terinfeksi.
18
DAFTAR PUSTAKA
Adhi, D., Hamzah, M., Aisyah, S. 2008. Akne vulgaris, Dalam: Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin, Edisi 5. Jakarta: Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia
Alexander, Nick. 2015. Hubungan Stress Dengan Keluhan Akne Vulgaris Pada Mahasiswa
Fakultas Kedokteran. Skripsi. Surabaya: Universitas Katolik Widya Mandala.
American Family Physician. 2004. Acne. USA: American Family Physician, Available
From:http://www.aafp.org/afp/20040501/2135ph.
Brown, G.R., and Burns, T. 2005. Akne, Erupsi, Akneiformis, dan Rosasea. Lecture Notes :
Dermatology . Ed8. Jakarta : Erlangga. 55-65
Baumann L, Sogol S., dan Edmund W. 2009. Cosmetic dermatology principles and practice.
2 nd ed. New York: Mc Graw Hill. 43(1): 121-7.
Cordain, L., Hurtado, M., Eaton, S.B. 2002. Acne vulgaris: A disease of Western Draelos JD,
2009, Skin care maintenance product, Dalam Atlas of cosmetic dermatology, Churcill
Livingston, 77-82
Cunliff W.J., and Gollnick H.P., M. 2001, Clinical features of acne. In: Cunliff e WJ,
Gollnick HPM, eds. Acne diagnosis and management. London: Martin Dunitz Ltd,
49-68.
Dipiro, J.T., Talbert, R.C., Yee, G.C., Matzake, G.R., Wells, B.R., Posey, L.M. 2008.
Pharmacotherapy. Edisi 7. New York: McGraw-Hill.
Djatmiko. 2012. Info Selamat dan Sehat (Kesehatan Kulit). BATAN: Pusat Teknologi Nuklir
Bahan dan Radiometri.
Efendi, Z. 2003. Peranan Kulit dalam Mengatasi Terjadinya Akne Vulgaris. Available from:
http://library.usu.ac.id/download/fk/histologizukesti3.pdf
Finaly, A.Y. 2004. Clinical Efficacy of Adapalene, In: Griffiths, C.E.M.,Ortonne,J.P. (EDS),
2000. Journal of Dermatological Treatment, University of Wales: College of
Medicine, Cardiff: 9-12
Folkman, L., et al., 2001, Psyhososial Impact Of Acne Vulgaris, Evaluation Of Therelation
Between A Change In Clinical Acne Severity And Psychosocial State, Dermatology,
203(2):124-30
Graham-Brown, R., and Burns, T. 2002. Lecture Notes on Dermatologi, Eighth Edition,
Blackwell Science, Penerjemah Zakaria M. A., 2005, Catatan Kuliah Dermatologi,
Edisi Delapan. Jakarta : Erlangga.
19
Gabrielli, A. Svegliati S, Moroncini G, dan Amico D. 2012. New Insights into theRole of
Oxidative Stress in Scleroderma Fibrosis. The Open Rheumatology Journal. 1(4): 87-
95.
Gunawan ,B., 2007, Stres dan Sistem Imun Tubuh : Suatu Pendekatan Psikoneuroimunologi,
Cermin DuniaKedokteran, 154 : 13-16.
Ismail, 2012, High Glycemic Load Diet, Milk And Ice Cream Consumption Are Related To
Acne Vulgaris In Malaysian Young Adults : BMC Dermatology, Available from :
http://www.biomedcentral.com/1471-5945/12/13 Diakses pada tanggal 17 April 2019
Kusantati, H., dkk., 2008, Tata Kecantikan Kulit, Jakarta : Direktorat Pembinaan Sekolah
Menengah Kejuruan, Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan
Menengah, Departemen Pendidikan Nasional
Nguyen, S.H, Dang TP and Maibach HI. 2007. Comedogenicity in rabbit: somecosmetic
ingredients/vehicles. Cutaneous and Ocular Toxicology. USA: University of
California. 26(4):287-92.
Perkins, A.C., Cheng, C.E., Hillebrand, G.G., Miyamoto, K., Kimball, A.B., 2011,
Comparison Of The Epidemiology Of Acne Vulgaris Among Caucasian, Asian,
Continental Indian and African American women. J Eur Acad Dermatol Venerol.
25(9):1054-60.
Prianto, 2014, Cantik panduan lengkap merawat kulit wajah, Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Rahmawati, Dewi., 2012, Hubungan Perawatan Kulit Wajah Dengan Timbulnya Acne
Vulgaris, Skripsi, FK UNDIP, Semarang
Sukanto, H., Martodihardjo, S., dan Zulkarnain, I., 2005, Ilmu Penyakit Kulit Ed.3, RSUD
Dokter Soetomo, Surabaya
Movita, T., 2013, Acne Vulgaris, CDK-203/vol.40, 269-272
Perhimpunan Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin Indonesia. 2017. Panduan Praktis Klinis,
Dokter Spesialis Kulit dan Kelamin, Indonesia
Tjekyan, R., M. 2008, Kejadian dan Faktor Resiko Akne Vulgaris. Jurnal Media Medika
Indonesiana. 43(1): 6-12
20