Anda di halaman 1dari 3

Analisis Situasi Usia Sekolah (6-12 thn)

World Health Organization (WHO) tahun 2015 melaporkan bahwa prevalensi kekurusan
pada anak di dunia sekitar 14,3% dengan jumlah anak yang mengalami kekurusan sebanyak 95,2
juta anak. 1 Masalah gizi pada anak sekolah dasar saat ini masih cukup tinggi.

Dengan data riskesdas 2013 didapatkan status gizi umur 5-12 tahun (menurut IMT/U) di
Indonesia, yaitu prevalensi kurus adalah 11,2%, terdiri dari 4% persen sangat kurus dan 7,2%
kurus. Sedangkan masalah kegemukan pada anak di Indonesia masih tinggi dengan prevalensi
18,8%, terdiri dari gemuk 10,8% dan sangat gemuk (obesitas) 8,8 %, dimana prevalensi pendek
yaitu 30,7% diantaranya 12,3% sangat pendek dan 18,4% pendek. Data dari Kementerian
Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes) 2013, jumlah pendudduk di Indonesia sebesar
248.422.956 jiwa, dimana jumlah anak usia sekolah 29.063.346 jiwa (Supriyanto, 2013).
Berdasarkan data masalah anak usia sekolah menurut Riset Kesehatan Dasar (RisKesDas) tahun
2013, umur ≥10 tahun memiliki kebiasaan merokok setiap hari 0,5 persen, yang mempunyai
kebiasaan mengunyah tembakau setiap hari sebanyak 2 persen. Banyaknya penduduk pada tahap
perkembangan anak usia sekolah, menjadi salah satu penyebab tingginya masalah kenakalan
pada usia sekolah (Herentina & Yusiana, 2012).

Analisis Situasi Usia Remaja (13-18 thn)

Masalah kesehatan yang berisiko pada usia remaja diantaranya adalah kebiasaan
merokok, gizi tidak seimbang, kurang aktivitas fisik, hygiene dan sanitasi individu, depresi atau
stres, konsumsi obat-obatan terlarang, dan konsumsi alkohol. Perokok reguler diantara laki-laki
berusia 15-19 tahun meningkat dari 36,8% pada tahun 1997 menjadi 42,6% pada tahun 2000
(WHO, 2003). Demikian juga dengan konsumsi makanan, sebagian besar jajanan anak sekolah
tidak memenuhi syarat gizi. Makanan jajanan di Indonesia belum menerapkan standar yang
direkomendasikan WHO, sehingga dinilai berkualitas buruk dan tidak memenuhi standar gizi.
Disamping masalah gizi kurang, masalah gizi yang juga muncul pada usia remaja dibeberapa
kota besar adalah kegemukan atau kebiasaan makan makanan sumber lemak yang berlebihan dan
didukung oleh kurangnya aktivitas fisik, yang apabila tidak segera dikendalikan pada usia sedini
mungkin dapat menciptakan kecenderungan kegemukan pada usia dewasa.

Data dari survey tembakau (Global Youth Tobacco Survey/GYTS) pada anak sekolah
dan usia 13-15 tahun yang dilakukan di 50 sekolah menunjukkan prevalensi pelajar yang pernah
merokok sebesar 33%, sedangkan prevalensi perokok saat ini (perokok setiap hari dan kadang-
kadang) diantara pelajar adalah 22%. Data dari Susenas 2001 menunjukkan bahwa persentase
merokok pada usia 10 tahun keatas menunjukkan rata-rata nasional sebesar 27,7%. Sementara
data dari GYTS tahun 2009 menunjukkan proporsi pernah merokok pada laki-laki usia 13-15
tahun sebesar 57,7% di populasi anak sekolah di Jawa dan Sumatera. Faktor risiko perilaku
lainnya yang juga berperan dalam status kesehatan usia remaja adalah pemakaian obat-obatan
terlarang atau penyalahgunaan zat dan konsumsi minuman beralkohol. Hasil SDKI (2012)
menunjukkan bahwa perilaku konsumsi minuman beralkohol cukup tinggi dikalangan remaja
laki-laki usia 15-24 tahun (15,6%) pernah/kadang-kadang mengonsumsi alkohol, dimana angka
ini lebih tinggi dibandingkan dengan angka nasional menurut Riskesdas (2010) yaitu sebesar
5,5%. Persentase konsumsi minuman beralkohol tergolong sangat rendah pada remaja
perempuan, yaitu sebesar 1%. Secara nasional, kebiasaan minum minuman beralkohol cenderung
lebih tinggi di wilayah Indonesia bagian timur. Riskesdas (2007) menunjukkan prevalensi
tertinggi untuk kategori pernah minum alkohol dalam 12 bulan terakhir pada usia 10 tahun keatas
di Nusa Tenggara Timur (17,7%), di Sulawesi Utara (17,4%), dan Gorontalo (12,3%).

Masalah perilaku berisiko lainnya adalah kenakalan remaja yang pada umumnya banyak
dilakukan pada usia 15-19 tahun. Kenakalan remaja yang menonjol diantaranya mengendarai
kendaraan bermotor dengan kecepatan tinggi, dengan persentase sebesar 22,4% di daerah urban
Jawa Barat. Proporsi cedera pada anak usia 7-12 tahun sebesar 9,1%. Sedangkan pada remaja
muda usia 13-15 tahun adalah sebesar 9,2%. Dari cedera yang dialami anak dan remaja tersebut,
sebagian besar adalah karena jatuh (7,1%) diikuti oleh kecelakaan transportasi (19,6%) dan luka
karena benda tajam ataupun benda tumpul (16,9%).

Kesehatan reproduksi juga merupakan salah satu masalah kesehatan diusia remaja.
Penelitian yang dilakukan oleh Suwandono, dkk di Jawa Tengah dan Jawa Timur, dan Bali
menunjukkan bahwa 77,3% remaja memiliki pengetahuan yang kurang dalam hal perkembangan
reproduksi remaja, perubahan psikologis, dan emosional remaja, penyakit menular seksual, dan
abortus.

Untuk permasalahan gangguan kesehatan jiwa pada remaja di Indonesia, anak yang
hampir setiap saat atau selalu merasa kesepian sebesar 6,16%. Siswa laki-laki (5,51%) lebih
sedikit dari siswa perempuan (6,78%) yang hampir setiap saat atau selalu merasa kesepian dalam
12 bulan terakhir. Secara keseluruhan, sebesar 4,57% siswa di Indonesia selalu mengkhawatirkan
sesuatu sehingga membuat tidak bisa tidur malam dengam persentase pada siswa laki-laki
(5,01%) dan pada siswa perempuan (4,17%). Dalam waktu 12 bulan terakhir secara keseluruhan
sebesar 5,14% siswa pernah benar-benar memikirkan keinginan untuk bunuh diri. Sebesar 5,45%
siswa membuat rencana cara akan bunuh diri dalam 12 bulan terakhir, dan sebesar 2,39% siswa
di Indonesia yang 1 kali pernah melakukan percobaan bunuh diri dalam 12 bulan terakhir.

Aktivitas fisik merupakan salah satu perilaku berisiko yang dialami oleh hampir sebagian
dari pelajar SMP dan SMA dengan proporsi lebih tinggi pada pelajar perempuan. Hasil
Riskesdas (2013) menunjukkan proporsi kurangnya aktivitas fisik sebesar 43,5% pada populasi
usia 13-15 tahun dan 34,2% pada usia 16-18 tahun.

Hygiene perorangan atau kebiasaan hidup bersih juga masih menjadi masalah bagi
pelajar SMP dan SMA. Lebih dari sebagian pelajar (61,75%) sudah mempunyai kebiasaan
mencuci tangan sesudah ke kamar mandi pada laki-laki sebesar 57,92% dan perempuan sebesar
65,42%. Sementara itu persentase pelajar yang tidak pernah cuci tangan sesudah dari kamar
mandi lebih tinggi daripada laki-laki sebesar 1,92% dibandingkan pada permepuan sebesar
0,65%. Pada pola kebiasaan mencuci tangan dengan sabun, persentase kebiasaan tidak pernah
pada laki-laki sebesar 3% dan pada perempuan sebesar 1,05%. Persentase pelajar laki-laki yang
selalu mencuci tangan dengan sabun sebesar 36,34% dan persentase pada perempuan sebesar
42,07% (Kusumawardani dkk, 2015).

Rencana pengkajian yang dilaksanakan oleh mahasiswa fakultas keperawatan pada kamis
24 oktober 2019 pada komunitas usia sekolah dan remaja di RW 18 RT 001-004, RW 19 RT 001
Dusun Prapah Desa Panti Kecamatan Panti Kabupaten Jember. Diharapkan seluruh komunitas
anak sekolah dan remaja dapat dikaji masalah kesehatan dan dapat mencapai kesehatan yang
optimal.

Daftar pustaka

Irmilia, E,. Dkk. 2015. Hubungan Peran Orang Tua Terhadap Perkembangan
Psikososial Anak Usia Sekolah. Jurnal Online Mahasiswa. (2)1 : 551-557.

Kusumawardani, N. dkk. 2015. Perilaku Berisiko Kesehatan Pada Pelajar SMP dan
SMA Di Indonesia. Jakarta. Badan Litbangkes Kemenkes RI.

Lestari, I. D,. Dkk. 2016. Gambaran status Gizi Pada Siswa Sekolah Dasar Kecamatan
Bangko Kabupatan Rokan Hilir. Jurnal Online Mahasiswa FK. (3)2 : 1-14.

Anda mungkin juga menyukai