KEPERAWATAN MEDIKAL
oleh :
Stefanie Hapy Lisabella
NIM 172310101173
KEPERAWATAN MEDIKAL
Oleh :
Stefanie Hapy Lisabella
NIM 172310101173
i
KATA PENGANTAR
Penulis juga menerima segala kritik dan saran dari semua pihak demi
kesempurnaan makalah ini. Akhirnya penulis berharap, semoga makalah ini dapat
bermanfaat bagi pembaca.
ii
DAFTAR ISI
iii
BAB 1. TINJAUAN PUSTAKA
1.1 Definisi
Gastroenteritis merupakan suatu kondisi dimana terjadi frekuensi defekasi yang abnormal
atau tidak biasa (lebih dari tiga kali sehari), juga terjadi perubahan dalam jumlah dan
konsistensi (feses cair). Gastroenteritis memiliki pengertian lain yaitu defekasi cair/encer
yang lebih dari tiga kali sehari disertai darah dan lendir maupun tidak didalam tinja. Akan
tetapi, gastroenteritis secara umum mengakibatkan kehilangan cairan dan elektrolit secara
berlebihan, biasanya terjadi karena feses yang cair dan juga merupakan gejala dari banyak
kondisi. Hal ini biasanya disebabkan oleh berbagai penyakit (Kuntoadi, 2019).
1. Rongga Mulut
Rongga mulut merupakan sebuah rongga yang berada di kepala bagian depan. Rongga
mulut berbatas atas dengan rongga hidung, dibelakang berbatas dengan faring, dan
berbatas depan dengan lubang mulut. Terdapat organ pendukung pencernaan di dalam
rongga mulut seperti gigi, lidah, kelenjar ludah dan jaringan-jaringan lunak mulut (gusi
dan langit-langit mulut). Rongga mulut memiliki fungsi utama yaitu menerima makanan
dan minuman dari luar tubuh melalui lubang mulut yang kemudian akan memotong,
4
mencabik dan menggerus makanan sehingga menjadi lunak, lalu yang terakhir menelan
makanan menuju faring. Agar dapat melakukan fungsi tersebut, rongga mulut dilengkapi
oleh organ-organ pendukung pencernaan yaitu:
a. Gigi
Gigi merupakan sebuah organ rongga mulut yang memiliki struktur keras berwarna
putih di permukaannya, berguna untuk memotong, mencabik dan menggerus
makanan. Pada orang dewasa biasanya memiliki 32 buah gigi yang disebut dengan
gigi tetap atau gigi permanen, sementara pada anak-anak memiliki 20 buah gigi yang
disebut dengan gigi susu. Terdapat beberapa macam jenis gigi pada manusia sesuai
dengan fungsinya, yaitu gigi seri (incisivus/incisor) fungsinya untuk memakan
makanan, gigi taring (canius/canine) untuk mencabik makanan, dan gigi geraham
awal (premolar) dan geraham (molar) yang berfungsi untuk menggerus dan
melumatkan makanan (Kuntoadi, 2019).
b. Lidah
Lidah merupakan sebuah organ pencernaan yang berupa otot besar tak bertulang, dan
dibagian permukaan atasnya terdapat banyak papilla-papilla yang memiliki fungsi
untuk sensor indra pengecapan. Lidah terbagi atas dua bagian besar, yaitu pada bagian
dasar lidah (Base) yang berbatasan dengan epiglottis, terdapat dua pasang tonsil yang
terkait system limfatik yaitu tonsil palatine dan tonsil lingualis. Sedangkan pada
bagian bawah lidah (Body) yang permukaan atasnya terdapat papilla-papilla lidah.
Lalu yang terakhir adalah bagian ujung lidah (Apex). Papilla-papilla lidah yang
berada dibagian badan lidah merupakan tempat organ sensor pengecapan, yang terdiri
dari:
1. Papilla circumvalata
Papilla yang letaknya berada disisi belakang dekat dengan dasar lidah.
2. Papilla filiformis
Papilla yang letaknya paling banyak berada pada badan lidah.
3. Papilla fungiformis
Papilla yang bentuknya khas seperti jamur dan biasanya terdapat di badan lidah.
4. Papilla folliata
Papilla yang letaknya disisi lateral pada badan lidah.
5
a. Mendorong makanan agar dapat dihancurkan oleh gigi
b. Mendorong makanan kearah faring agar dapat membantu proses menelan
c. Sebagai indera pengecapan, dan
d. Proses berbicara
c. Kelenjar Ludah
Kelenjar ludah (glandula salivae atau salivary glands) merupakan tiga pasang kelenjar
yang terdapat di sekeliling rongga mulut dan berfungsi untuk memproduksi air liur
(saliva). Setiap harinya, ketiga pasang kelenjar ludah menghasilkan ½ sampai 1 liter
air ludah. Saliva memiliki beberapa fungsi yang berhubungan dengan fungsi rongga
mulut, antara lain:
1) Melembutkan makanan
2) Membantu mempermudah proses menelan
3) Merubah karbohidrat menjadi gula sederhana
Terdapat tiga pasang kelenjar ludah yang berada di rongga mulut, yaitu:
6
esophagus, sedangkan cairan murni dapat turun ke esophagus hanya dalam waktu satu
detik atau delapan kali lebih cepat dibandingkan makanan lunak. Makanan yang turun
melalui esophagus dikarenakan adanya bantuan dari gerakan paristaltik. Paristaltik
merupakan gelombang gerakan yang cukup kuat dan bekerja seperti gaya gravitasi.
3. Lambung
Lambung merupakan suatu organ muscular yang memiliki bentuk seperti kantong.
Secara anatomis, lambung dibagi menjadi beberapa segmen. Segmen pertama adalah
kardia, yaitu yang membatasi lambung dengan esophagus, fundus, korpus dan
pylorus. Makanan masuk kedalam lambung dengan membukanya orifisium kardia.
Didalam lambung, terjadi proses digesti fisik dan kimia yang akan menghasilkan
chime atau kimus. Lambung memiliki fungsi sebagai berikut:
a. Menghancurkan dan melumatkan bolus sehingga mampu diserap oleh usus.
Lambung menghancurkan makanan dengan cara melakukan mekanisme gerak
paristaltik yang dilakukan oleh beberapa otot lambung, sehingga makanan akan
berubah bentuk dari bolus menjadi bubur makanan yang biasa disebut dengan
chime atau kim.
b. Merupakan tempat penyimpanan sementara bolus.
c. Sebagai pertahanan tubuh terhadap bakteri dan benda asing dengan asam
lambungnya (Kuntoadi, 2019).
1. Sel Goblet
Sel ini bisa disebut juga dengan mucous neck cell, yang memiliki fungsi yaitu
mensekresi mukus. Mukus bersama dengan HCO3 akan membentuk sistem
pertahanan nonspesifik lambung atau gastric mucosal barrier, fungsinya yaitu
untuk melindungi epitel lambung.
2. Sel Parietal
Sel parietal berfungsi untuk memproduksi asam klorida (HCl). Fungsi HCl adalah
untuk membunuh bakteri, denaturasi protein dan membuat susasana lambung
menjadi asam dengan PH 1,5 sampai dengan 3.
3. Sel Chief
Sel chief akan memproduksi pepsinogen yang kemudian diaktifkan oleh HCl
menjadi pepsin. Pepsin memiliki fungsi memecah protein. Selain itu, sel ini juga
yang memproduksi enzim lipase dan berperan dalam proses hidrolisis lemak
dengan cara memecah lemak menjadi asam lemak dan gliserol dan enzim rennin
yang berfungsi untuk mencerna susu.
7
4. Sel G
Sel ini menghasilkan hormon gastrin. Hormon ini kemudian dilepaskan segera
setelah makanan masuk kedalam lambung yang berfungsi untuk memicu sekresi
jus digesti oleh kelenjar gaster.
5. Sel D
Sel D berfungsi untuk menghasilkan hormon somatotastin (bekerja untuk
menghambat asam).
6. Enterrochromaffin-like cell
Berfungsi memproduksi substansi mirip histamine.
4. Usus Halus
Usus halus merupakan organ berbentuk tabung yang memiliki panjang kurang lebih
6-7 meter yang terdiri dari duodenum (20 cm), jejenum (1,8 m), dan juga ileum.
Proses digesti kimia dan absorbs sebagian besar terjadi didalam usus halus. Usus
halus memiliki permukaan luas dengan disertai adanya plika (lipatan mukosa), vili
(tonjolan mukosa seperti jari atau jonjot usus), dan juga mikrovili atau brush border.
Vili mengandung banyak kapiler dan pembuluh limfa (central lacteal) yang memiliki
peran sentral dalam proses absorbsi. Selain itu, vili juga bergerak menyerupai tentakel
gurita yang berperan dalam proses pergerakan zat makanan di dalam rongga usus
halus (Juffrie, 2018).
5. Liver
Liver berfungsi ntuk mensekresi cairan empedu dan memetabolisme zat-zat yang
telah di absorbsi. Cairan empedu yang dihasilkan oleh liver kemudian disimpan dalam
kandung empedu (glar bladder) kemudian disekresikan kedalam duodenum. Garam
empedu berguna dalam proses emulsi/absorbsi lemak. Cairan empedu yang juga
mengandung bilirubin, merupakan hasil dari pemecahan sel darah merah dan akan
dibuang melalui saluran cerna. Selain itu, liver juga berperan dalam proses degradasi
sampah metabolisme, hormon, obat, dan lain-lain. liver mensintesis protein plasma
dan kemudian menjadi tempat penyimpanan glukosa yang berlebih dalam bentuk
glikogen, penyimpanan cadangan lemak, mineral, dan juga vitamin. Kemudian
glikogen akan dipecah lagi menjadi glukosa untuk mempertahankan kadar gula darah
dalam rentang normal dan menyuplai kebutuhan energi pada saat diperlukan oleh
tubuh (Juffrie, 2018).
6. Usus besar
8
Usus besar tediri dari kolon, sekum, apendiks, dan juga rektum yang semuanya
memiliki panjang kurang lebih lima kaki. Kolon sendiri terdiri dari tiga segmen, yaitu
kolon asenden, transversum, dan desenden. Usus besar terhubung dengan usus halus
melalui katup ileosekal yang memiliki fungsi yaitu mengendalikan kecepatan
masuknya makanan dari usus halus ke usus besar dan mencegah refluks sisa makanan
dari usus besar ke usus halus. Fungsi utama usus besar adalah untuk menampung zat-
zat yang tidak terdigesti dan tidak diabsorbsi atau disebut dengan feses (Juffrie, 2018).
1.3 Epidemiologi
Gastroenteritis akut merupakan masalah yang banyak terjadi pada negara berkembang
dibandingkan dengan negara maju karena tingkat higienitas dan sanitasi negara maju
lebih baik. Menurut data dari World Health Organization (WHO) dan UNICEF, terdapat
1,87 juta orang yang meninggal karena diakibatkan oleh kasus gastroenteritis setiap
tahunnya di seluruh dunia. Secara global, tiap tahunnya diperkirakan terdapat
179.000.000 insiden gastroenteritis akut pada orang dewasa dengan angka pasien yang
dirawat inap sebanyak 500.000 dan lebih dari 5000 pasien mengalami kematian. Menurut
data dari The American Journal of Gastroenterology, di Amerika serikat tercatat sebanyak
8.000.000 pasien gastroenteritis akut yang berobat ke dokter dan lebih dari 250.000
pasien dirawat di rumah sakit. Sedangkan menurut hasil survey yang dilakukan di
Indonesia, insiden dari masalah gastroenteritis akut akibat infeksi mencapai 96.278 dan
masih menjadi peringkat pertama sebagai penyakit rawat inap di Indonesia. Sedangkan
angka kematian pada gastroenteritis akut (Case Fatality Rate) sebesar 1,92%.
1.4 Etiologi
Menurut dari World Gastroenterology Organisation, gastroenteritis akut dapat disebabkan
oleh berbagai faktor, ada beberapa agen yang dapat menyebabkan terjadinya gastroenteritis
akut, yaitu agen infeksi dan non-infeksi. Lebih dari 90% diare akut disebabkan oleh infeksi,
sedangkan sekitar 10% dikarenakan oleh sebab lain yaitu:
a) Virus yang ada di negara berkembang dan industrial merupakan penyebab tersering dari
gastroenteritis akut. Beberapa virus penyebabnya antara lain:
1. Rotavirus, merupakan salah satu penyebab terbanyak dari kasus rawat inap di rumah
sakit, dan telah mengakibatkan 500.000 kematian di dunia tiap tahunnya. Biasanya
diare akibat rotavirus ini memiliki derajat keparahan diatas rata-rata diare pada
umumnya, dan akan menyebabkan dehidrasi. Pada anak-anak sering tidak terdapat
gejala, dan umur 3 – 5 tahun adalah umur tersering dari infeksi virus ini.
9
2. Human Caliciviruses (HuCVs,) termasuk dalam famili Calciviridae. Dua bentuk
umumnya adalah Norwalk-like viruses (NLVs) dan Sapporo-like viruses (SLVs) yang
saat ini disebut Norovirus dan sapovirus. Norovirus merupakan penyebab utama
terbanyak diare pada pasien dewasa dan telah menyebabkan 21 juta kasus per tahun.
Norovirius merupakan penyebab tersering gastroenteritis pada orang dewasa dan sering
menimbulkan wabah serta menginfeksi semua umur. Sapoviruses umumnya
menginfeksi anak – anak dan merupakan infeksi virus tersering kedua selain Rotavirus.
3. Adenovirus,biasanya menyerang anak – anak dan menyebabkan penyakit pada sistem
respiratori. Adenovirus adalah family dari Adenoviridae dan merupakan virus DNA
tanpa kapsul, diameter 70 nm, dan bentuk icosahedral simetris. Ada 4 genus yaitu
Mastadenovirus, Aviadenovirus, Atadenovirus, dan Siadenovirus (Suriadi, 2010).
b) Bakteri Infeksi yang sering menjadi penyebabnya adalah Diarrheagenic Escherichia coli,
Shigella species, Vibrio cholera, dan Salmonella. Beberapa bakteri yang juga dapat
menyebabkan gastroenteritis akut adalah:
1. Diarrheagenic Escherichia-coli
Penyebarannya bervariasi di setiap negara dan yang paling sering adalah di negara yang
masih berkembang. Pada umumnya bakteri jenis ini tidak mengakibatkan bahaya.
Berikut ini adalah jenis dari bakteri tersebut:
- Enterotoxigenic E. coli (ETEC)
- Enteropathogenic E. coli (EPEC)
- Enteroinvasive E. coli (EIEC)
- Enterohemorrhagic E. coli (EHEC)
2. Campylobacter
Bakteri jenis ini biasanya banyak terjadi pada orang yang sering berhubungan dengan
perternakan, selain dapat menginfeksi akibat masakan yang tidak matang dan dapat
menimbulkan gejala diare yang sangat cair serta menimbulkan disentri.
3. Shigella species
Gejala yang diakibatkan dari infeksi bakteri Shigella dapat berupa hipoglikemia, dan
tingkat kematiannya sangatlah tinggi. Terdapat beberapa jenis dari bakteri Shigella
yaitu S. sonnei, S. flexneri, dan S. dysenteriae.
4. Vibrio cholera
10
Vibrio cholera memiliki lebih dari 2000 serotipe dan semuanya dapat menjadi
patogen pada manusia. Gejala yang paling banyak terjadi adalah muntah tidak dengan
panas dan feses yang konsistensinya sangat berair. Jika pasien tidak terhidrasi dengan
baik maka dapat menyebabkan syok hipovolemik dalam waktu 12 – 18 jam dari
timbulnya gejala awal.
5. Salmonella
Salmonella menyebabkan terjadinya diare melalui beberapa mekanisme. Beberapa
toksin telah diidentifikasi dan prostaglandin yang menstimulasi sekresi aktif cairan
dan elektrolit mungkin dihasilkan. Pada onset akut memiliki gejala yang berupa mual,
muntah, diare berair dan terkadang disentri pada beberapa kasus (Muttaqin, 2011).
c) Non –Infeksi
3. Asam amino
4. Protein
c. Terapi Obat, orang yang mengkonsumsi obat- obatan antibiotik, antasida dan masih
kemoterapi juga bisa menyebabkan gastroenteritis akut.
1.5 Klasifikasi
11
1. Dilihat berdasarkan ada atau tidaknya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan
yaitu:
a. Diare infeksi spesifik: tifus dan para tifus, staphylococcus disentri basiler, dan
Enterotolitis nektrotikans.
b. Diare non spesifik: diare dietetic
2. Ditinjau dari organ yang terkena infeksi diare:
a. Diare infeksi anteral atau infeksi di usus, misalnya diare yang ditimbulkan oleh
bakteri, virus dan parasit.
b. Diare dan infeksi parenteral atau diare akibat infeksi dari luar usus misalnya diare
karena bronchitis.
3. Dilihat dari lamanya infeksi, diare dibagi menjadi dua golongan yaitu:
a. Diare akut: diare yang terjadi karena infeksi usus yang bersifat mendadak,
berlangsung cepat dan berakhir dalam waktu tiga sampai lima hari. Hanya sebesar
25- 30% pasien yang berakhir melebihi waktu satu minggu dan hanya 5-15%
yang berakhir dalam 14 hari.
b. Diare kronik: diare yang berlangsung 2 minggu atau lebih.
1.6 Patofisiologi
Menurut (Arfin, 2000), mekanisme dasar yang menyebabkan terjadinya diare yaitu:
Penyebab gastroenteritis akut adalah saat virus masuk (rotravirus, Adenovirus enteris,
patogen ini dapat mengakibatkan infeksi terhadap sel-sel, memproduksi enterotoksin atau
Cytotoksin yang bisa merusak sel-sel , atau melekat pada dinding usus pada
gastroenteritis akut.
Didapatkan dari beberapa kasus penyebaran patogen disebabkan karena makanan dan
transfor aktif akibat rangsangan toksin bakteri terhadap elektrolit kedalam usus halus. Sel
12
dalam mukosa intestinal mengalami iritasi dan meningkatnya sekresi cairan elektrolit.
cairan elektrolit.
a. Gangguan Osmotik
Jika terdapat makanan atau zat yang tidak dapat diserap, maka akan menyebabkan
elektrolit kedalam rongga usus yang berlebihan sehingga merangsang usus untuk
b. Gangguan Sekresi
Akibat dari rangsangan tertentu (misal toksin) pada dinding usus dapat
mengakibatkan terjadinya peningkatan sekresi air dan elektrolit ke dalam rongga usus
salah satu hasil penelitian yang dilakukan pada orang dewasa, didapatkan data sebanyak
93% mengalami mual, 81% muntah, diare 89%, dan nyeri abdomen 76%. Pada
umumnya hal ini merupakan gejala yang paling banyak dilaporkan oleh pasien
gastroenteritis. Selain itu terdapat beberapa tanda-tanda dehidrasi sedang sampai berat,
13
seperti membran mukosa yang kering, penururan turgor kulit, atau perubahan status
Sedangkan gastroenteritis akut yang terjadi karena infeksi bakteri yang mengandung
diarrhea) dengan gejala mual, muntah, dengan atau tanpa demam yang umumnya ringan,
disertai atau tanpa nyeri/kejang perut, dengan feses lembek atau cair. Biasanya gejala
diare sekterorik terjadi dalam beberapa jam sesaat setelah makanan atau minuman yang
terkontaminasi.
kehilangan Diare sekretorik (watery diarrhea) yang terjadi dalam beberapa waktu
biokomiawi berupa asidosis metabolic yang lanjut. Karena cairan, seseorang akan merasa
cepat haus, berat badan menurun, mata menjadi cekung, lidah kering, dan tulang pipi
menonjol. Keluhan dan gejala ini diakibatkan dari deplesi air yang isotonik. Sedangkan
darah. Penurunan ini akan merangsang pusat pernapasan sehingga frekuensi nafas lebih
cepat dan lebih dalam (pernafasan Kussmaul). Reaksi ini merupakan usaha badan untuk
kardiovaskuler pada tahap hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan dengan tanda-
tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tdak dapat diukur. Pasien
terlihat selalu gelisah, muka pucat, ujung-ujung ektremitas dingin dan kadang sianosis
14
1. Tes darah lengkap, anemia atau trombositosis mengarahkan dugaan adanya penyakit
kronis. Albumim yang rendah dapat menjadi acuan dalam menentukan tingkat keparahan
penyakit walaupun tidak spesifik.
2. Kultur tinja bisa mengidentifikasi organisme penyebab. Bakteri C.difficile telah banyak
ditemukan pada 5% orang sehat, oleh karena itu diagnosis di tegakkan berdasarkan adanya
gejala disertai dengan ditemukannya toksin, bukan berdasar ditemukannya organisme saja.
3. Foto polos abdomen, pada foto polos abdomen dapat terlihat klasifikasi pankreas,
walaupun diduga terjadi insufiensi pankreas, sebaiknya diperiksa dengan endoscopic
retrograde cholangiopancreatography (ERCP) atau CT pankreas.
Menurut Davey (2005), langkah penatalaksanaan rehidrasi adalah mengistirahatkan usus dan
memberi rehidrasi secara parenteral. Setelah itu mengobati penyakit yang mendasari seperti
pemberian antibiotik atau steroid, bisa diberikan jika pada pemeriksaan penunjang ditemukan
patogen spesifik atau bukti adanya penyakit inflamasi usus. Metronidazol atau vankomisin
juga dapat digunakan pada kolitis pseudomembranosa.
15
BAB 2. ASUHAN KEPERAWATAN BERDASAR TEORI
Kasus:
Seorang wanita bernama Ny. A berumur 46 tahun datang ke Rumah Sakit diantar oleh
anaknya pada 26 Agustus 2019 pukul 08.00 WIB. Klien mengeluh mengalami diare sejak 4
hari yang lalu. BAB lebih dari tujuh kali dalam 24 jam, tidak nafsu makan, mual dan muntah,
berat badan menurun. Klien mengatakan perutnya terasa sakit seperti sedang dipelintir. Saat
dilakukan pengukuran TTV didapatkan: TD 90/100 mmhg, RR 18x/menit, Suhu 38,5 C dan
Nadi 100x/menit.
2.1 Pengkajian
a. identitas pasien
Nama / umur : Ny.A / 46 Tahun
Tanggal / Jam MRS : 26 Agustus 2019 / 08.00 WIB
Alamat : Jl. Cempaka No.23
Jenis kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Agama : Islam
Suku : Jawa
Pendidikan : SMA
Diagnosa medis : Gastroenteritis
Tanggal / Jam pengkajian : 26 Agustus / 08.00 WIB
b. Riwayat kesehatan
1) Keluhan utama
Klien mengatakan nyeri perut, mual dan muntah
2) Riwayat penyakit sekarang
Klien mengatakan sebelum dibawa kerumah sakit, sudah lebih dari 5 hari
mengalami diare. Dalam satu hari klien sudah BAB lebih dari 10 kali dan juga
muntah. Lalu keluarga membawa klien kerumah sakit pada tanggal 26 Agustus
2019, setelah diperiksa oleh dokter dan disarankan untuk rawat inap.
3) Riwayat penyakit terdahulu
Klien mengatakan tidak pernah mengalami gastroenteritis sebelumnya.
16
4) Riwayat penyakit keluarga
Tidak ada riwayat penyakit gastroenteritis.
c. Pola fungsi kesehatan
1) Pola persepsi dan pemeliharaan kesehatan
Klien berupaya untuk mempertahankan kesehatannya yaitu dengan
mengkonsumsi makanan yang bergizi serta nutrisi yang cukup dan juga selalu
menjaga lingkungan tempat tinggalnya.
2) Pola nutrisi dan metabolisme
BB Sebelum MRS : 60 kg
BB Saat MRS : 55 kg
Porsi makan sebelum MRS : 15 sendok makan
Porsi makan saat MRS : 5 sendok makan
3) Pola aktivitas
Klien mengatakan saat ini lemah dan lebih banyak beraktifitas di tempat tidur.
4) Pola istirahat dan tidur
Klien mengatakan sebelum sakit tidurnya selalu nyenyak, namun selama sakit
klien sering mengalami gangguan karena diarenya.
5) Pola eliminasi
Klien mengatakan sebelum sakit BAB secara normal dan tidak ada gangguan,
dalam satu hari kurang lebih 1 kali dengan konsistensi padat kuning kecoklatan.
Selama sakit klien mengalami BAB lebih dari tujuh kali dalam 24 jam dengan
konsistensi cair. Untuk BAK klien tidak mengalami masalah, dalam satu hari
kurang lebih 2 kali BAK.
6) Pola hubungan peran
Klien mengatakan klien tidak dapat mengurus anaknya karena kondisinya saat ini
7) Pola penanggulangan stres
Jika ada masalah klien selalu bercerita kepada suaminya
8) Pola tata nilai dan kepercayaan
Klien terganggu dalam beribadah karena sering mengalami diare.
9) Pola seksualitas
Klien tidak dapat melakukan hubungan seksual.
1) Keadaan umum
Pasien tampak lemas
2) Tanda-tanda vital
17
TD : 90/100 mmHg
N : 110x/menit
RR : 36x/menit
S : 38,5
3) Pemeriksaan kepala dan leher
Kepala : Inspeksi → keadaan rambut dan kulit kepala bersih, penyebaran rambut
merata dan tidak ada lesi
Palpasi → tidak ada nyeri tekan pada kedua bola mata, kedua bola mata teraba lunak
Hidung : Inspeksi → simetris kiri dan kanan, tidak nampak adanya septum deviasi
Palpasi → tidak ada nyeri tekan pada hidung
Mulut : Inspeksi → gigi depan utuh, lidah agak berwarna putih
Leher : Inspeksi → tidak ada pembesaran kelenjar tiroid
Palpasi → tidak ada nyeri tekan
4) Pemeriksaan thorax
Inspeksi : bentuk dada normal, tidak nampak penggunaan alat bantu pernafasan.
Palpasi : ekspansi dada kanan dan kiri seimbang, getaran vocal fremitus teraba,
tidak ada masa , tidak ada nyeri tekan.
Perkusi : Sonor pada semua lapang paru, tidak terdengar adanya penimbunan
cairan.
Auskultasi : bunyi nafas vesikuler, tidak ada suara nafas tambahan
5) Pemeriksaan ekstremitas
Ekstremitas atas : terpasang infus
Ekstremitas bawah : Kekuatan otot 4, pasien dalam beraktivitas dibantu keluarga
6) Pemeriksaan abdomen
Inspeksi : tidak ada luka, bentuk simetris
Perkusi : Kembung
Palpasi : tidak ada nyeri tekan
18
Auskultasi : Peristaltik usus (≥ 30 kali/menit)
7) Pemeriksaan ekstremitas
a. Ekstremitas atas
Bentuk tangan simetris kanan dan kiri, tidak ada llesi dan pembengkakan,
hasil tes alergi ditangan kiri, serta terdapat infusan ditangan kiri. Kekuatan
otot 5.
b. Ektremitas bawah
Bentuk tangan simetris kanan dan kiri, tidak ada llesi dan pembengkakan,
hasil tes alergi ditangan kiri, serta terdapat infusan ditangan kiri. Kekuatan
otot 5.
8) Pemeriksaan integumen
Persebaran warna kulit merata
9) Data penunjang/pemeriksaan diagnostik
Hemoglobin : 12,3 %
Leukosit : 8.400 rb/mm3
Eritrosit : 4.24
Hematokrit : 3,86 %
Trombosit : 438.000
2.2 Diagnosa
19
sekresi cairan
elektrolit meningkat
gangguan kebutuhan
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh
ketika beraktivitas.
Dan nyeri berkurang
sel dalam mukosa
saat istirahat. nyeri
mengalami iritasi
yang dirasakan seperti
diperas.
20
DO: klien tampak nyeri akut
meringis, nyeri tekan
pada bagian perut
bawah kanan dan kiri.
Klientampak meringis
dan kesakitan. Skala
nyeri 4 (1-4).
21
2.3 Intervensi
1. Kekurangan Tujuan:
volume cairan b.d dilakukan
setelah Manajemen
diare (0460)
1.
mengontrol
untuk
β
output cairan yang perawatan selama asupan nutrisi
1. evaluasi
berlebih d.d diare 3x24 jam pasien.
kandungan
diharapkan cairan
nutrisi dari 2. untuk
tubuh dapat
makanan yang mengetahui
terpenuhi.
sudah di penyebab diare
Kriteria hasil: konsumsi yang dialami
sebelumnya. pasien.
Keseimbangan
cairan (0601) 2. identifikasi 3. untuk
faktor yang bisa membantu pasien
1. keseimbangan
menyebabkan dalam memilih
intake dan output
diare (misalnya makanan yang
cairan
medikasi, sesuai.
ditingkatkan
bakteri, dan
dmari skala 2 4. untuk
pemberian
(banyak mengetahui
makanan lewat
terganggu) ke makanan yang
selang).
skala 5 (tidak aman bagi pasien.
terganggu) 3. ajari pasien
5. untuk
cara menuliskan
2. berat badan menambah
diari makanan.
stabil ditingkatkan asupan cairan
dari skala 2 4. monitor pasien.
(banyak persiapan
6. untuk
terganggu) ke makanan yang
membantu pasien
skala 5 (tidak aman.
meningkatkan
tergangggu)
Manajemen asupan cairan.
3. kehausan elektrolit/cairan
7. untuk
22
ditingkatkan dari (2080) mengontrol berat
skala 2 (cukup badan pasien.
1. Tingkatkan
berat) ke skala 5
intake/asupan 8. untuk
(tidak ada)
cairan per oral membantu pasien
Eliminasi usus (misalnya memenuhi
(0501) memberikan kebutuhan cairan.
cairan oral sesuai
1. pola eliminasi 9. untuk
preferensi
ditingkatkan dari mengontrol
pasien).
skala 2 (banyak kebutuhan cairan
terganggu) ke 2. berikan pasien.
skala 5 (tidak [cairan]
10. untuk
terganggu) pengganti
mengontrol berat
nasogastrik yang
2. diare badan pasien.
diresepkan
ditingkatkan dari
berdasarkan 11. untuk
skala 2 (cukup
output, yang mengetahui
berat) ke skala 5
sesuai. jumlah nutrisi
(tidak ada)
yang dibutuhkan
3. berikan serat
3. nyeri pada saat pasien.
yang diresepkan
BAB ditingkatkan
untuk pasien
dari skala 2
dengan selang
(cukup berat) ke
makan untuk
skala 5 (tidak ada)
mengurangi
Hidrasi (0602) kehilangan
23
ditingkatkan dari intake/asupan
skala 3 (sedang) cairan serta
ke skala 5 (tidak kebiasaan
terganggu) eliminasi.
2. ketidakseimbangan Tujuan:
nutrisi kurang dari dilakukan
setelah Manajemen
nutrisi (1100)
1. Untuk
mengetahui
β
kebutuhan tubuh perawatan selama kebutuhan
1. Tentukan
b.d mual dan 3x24 jam gizi pasien.
jumlah kalori dan
muntah d.d diharapkan 2. Untuk
jenis nutrisi yang
penurunan berat kebutuhan nutrisi membantu
dibutuhkan untuk
badan, penurunan pasien terpenuhi. pasien merasa
memenuhi
nafsu makan nyaman saat
Kriteria hasil: persyaratan gizi.
makan.
Status nutrisi 2. ciptakan 3. Untuk
0913 lingkungan yang mengontrol
optimal pada saat jumlah asupan
1. asupan gizi
mengkonsumsi makanan
ditingkatkan dari
makan (misalnya pasien.
skala 3 (cukup
bersih, 4. Untuk
menyimpang dari
berventilasi, mengontrol
rentang normal)
santai, dan bebas berat badan
ke skala 5 (tidak
dari bau). pasien.
menyimpang dari
3. monitor kalori 5. Untuk
rentang normal)
dan asupan mengetahui
2. asupan berat badan
makanan.
makanan pasien.
24
ditingkatkan dari Monitor nutrisi 6. Untuk
skala 3 (cukup (1160) membantu
menyimpang dari pasien
1. timbang berat
rentang normal) memenuhi
badan pasien.
ke skala 5 (tidak nutrisinya.
menyimpang dari 2. monitor 7. Untuk
rentang normal) kecenderungan mengontrol
turun dan pasien saat
3. rasio berat
naiknya berat buang air
badan
badan. besar.
ditingkatkan dari
8. Untuk
skala 4 (sedikit 3. tentukan pola
membantu
menyimpang dari makan.
keteraturan
rentang normal) Manajemen
aktivitas usus
ke skala 5 (tidak saluran cerna
pasien.
menyimpang dari (0430)
rentang normal)
1. monitor
Fungsi buang air
gastrointestinal besar
(1015) termasuk
1. toleransi frekuensi,
(terhadap) konsistensi,
makanan bentuk,
terganggu) 2. Ajarkan
pasien
2. nafsu makan
mengenai
ditingkatkan dari
makanan-
skala 3 (cukup
makanan
terganggu) ke
tertentu yang
skala 5 (tidak
25
terganggu) membantu
mendukung
3. frekuensi BAB
keteraturan
ditingkatkan dari
[aktivitas]
skala 3 (cukup
usus.
terganggu) ke
skala 5 (tidak
terganggu)
Keparahan mual
dan muntah
(2107)
1. intensitas mual
di tingkatkan dari
skala 3 (sedang)
ke skala 5 (tidak
ada)
2. frekuensi
muntah di
tingkatkan dari
skala 3 (sedang)
ke skala 5 (tidak
ada)
3. kehilangan
berat badan di
tingkatkan dari
skala 3 (sedang)
ke skala 5 (tidak
ada)
1.
3. Nyeri
agen
akut b.d Tujuan : setelah Pemberian
cedera dilakukan analgesik (2210)
1. Untuk
mengetahui
β
26
biologis d.d tindakan 1. Tentukan ketepatan
ekspresi wajah keperawatan lokasi, pengobatan
tampak meringis selama 3x24 jam kualitas, dan pasien.
skala nyeri 4 diharapkap keparahan 2. Untuk
Kriteria hasil : nyeri sebelum mencegah
Tingkat nyeri mengobati kesalahan
(2102) pasien. pemberian
2. Cek perintah analgesik
1. nyeri yang
pengobatan 3. Untuk
dilaporkan
meliputi obat, memfasilitasi
ditingkatkan dari
dosis, dan penurunan
skala 3 (sedang)
frekuensi obat nyeri.
ke skala 5 (tidak
analgesik 4. Untuk
ada).
yang mengetahui
2. Panjang diresepkan. karakteristik
episode nyeri 3. Berikan nyeri.
ditingkatkan dari kebutuhan 5. Untuk
skala 3 (sedang) kenyamanan megetahui
ke skala 5 (tidak dan aktivitas ketidaknyama
ada). lain yang nan yang
27
kadang durasi,
menunjukkan) frekuensi,
ke skala 5 kualitas,
(secara intensitas atau
konsisten beratnya nyeri
menunjukan). dan faktor
2. Menggunakan pencetus).
tindakan 2. Observasi
pengurangan reaksi non
[nyeri] tanpa verbal pasien
analgesik terhadap
ditingkatkan nyeri.
dari skala 3 3. Gunakan
(kadang- teknik
kadang komunikasi
menunjukkan) terapeutik
ke skala 5 untuk
(secara mengetahui
konsisten pengalaman
menunjukan) nyeri dan
3. Menggunakan sampaikan
analgesik yang penerimaan
direkomendasi pasien
kan terhadap
ditingkatkan nyeri.
dari skala 3 4. Ajarkan
(kadang- penggunaan
kadang tehnik non
menunjukkan) fakmakologi
ke skala 5 (seperti,
(secara biofeedback,
konsisten TENS,
menunjukan). hypnosis,
28
4. Melaporkan relaksasi,
gejala yang bimbingan
tidak antisipatif,
terkontrol terapi musik,
pada terapi
profesional bermain,
kesehatan terapin
ditingkatkan aktivitas,
dari skala 3 akupressur,
(kadang- aplikasi
kadang panas/dingin
menunjukkan) dan pijatan,
ke skala 5 sebelum,
(secara sesudah dan
konsisten jika memang
menunjukan). memungkinka
n, ketika
Nyeri: Efek melakukan
yang aktivitas yang
mengganggu menimbulkan
(2101) nyeri;
1. sebelum nyeri
Ketidaknyama terjadi atau
nan meningkat;
ditingkatkan dan
dari skala 3 bersamaan
(sedang) ke dengan
skala 5 (tidak tindakan
ada) penurunan
2. Gangguan rasa nyeri
pada aktivitas lainnya.
sehari-hari
ditingkatkan
29
dari skala 3
(sedang) ke
skala 5 (tidak
ada).
3. Gangguan
aktivitas fisik
ditingkatkan dari
skala 3 (sedang)
ke skala 5 (tidak
ada).
30
2.4 Evaluasi
Tanggal dan Diagnosa Evaluasi Paraf
jam
26 agustus Kekurangan volume cairan S: pasien mengatakan
2019 b.d output cairan yang BAB satu kali dalam
Pukul 08.00 berlebih d.d diare sehari .
O: bentuk feses padat
kecoklatan
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
26 agustus ketidakseimbangan nutrisi S: pasien mengatakan
2019 kurang dari kebutuhan makan selalu habis, tidak
Pukul 08.00 tubuh b.d mual dan muntah mengalami mual dan
d.d penurunan berat badan, muntah
penurunan nafsu makan O: porsi makan 15
sendok
A: masalah teratasi
P: hentikan intervensi
26 agustus Nyeri akut b.d agen cedera S : Pasien mengatakan
2019 biologis d.d ekspresi wajah nyeri sudah tidak terasa
Pukul 08.00 tampak meringis skala lagi.
nyeri 4 O : meringis (-) skala
nyeri (-)
A : masalah teratasi
P : hentikan intervensi
31
BAB 3. PATHWAYS
32
DAFTAR PUSTAKA
Juffry, Mohammad. (2018). Saluran Cerna yang Sehat: Anatomi Fisiologi. Jakarta: Penerbit
Universitas Indonesia (UI-Press).
Suriadi dan Yuliani, Rita.(2010). Asuhan Keperawatan Pada Anak: Edisi 2. Jakarta: Sagung
Seto.
Tjokroprawiro, Askandar. (2015). Buku Ajar Penyakit Dalam. Surabaya: Pusat Percetakan
Universitas Anair (AIP).
Wong, Donna L, dkk. (2009). Buku Ajar Keperawatan Pediatrik, Volume 2. Edisi 6. Jakarta:
EGC.
33