Anda di halaman 1dari 14

BAB II

TINJAUAN TEORI

1. DEFINISI
Spondilitis tuberkulosa atau tuberkulosis tulang belakang adalah
peradangan granulomatosa yang bersifat kronis destruktif oleh Mycobacterium
tuberculosis. Dikenal pula dengan nama Pott’s disease of the spine atau
tuberculous vertebral osteomyelitis. Spondilitis ini paling sering ditemukan pada
vertebra T8 - L3 dan paling jarang pada vertebra C1 – 2. Spondilitis tuberkulosis
biasanya mengenai korpus vertebra, tetapi jarang menyerang arkus vertebrae.
2. ETIOLOGI
Mycobacterium tuberculosis merupakan bakteri berbentuk batang yg
bersifat acid-fastnon-motile (tahan terhadap asam pada pewarnaan, sehingga
sering disebut juga sebagai Basil/bakteri Tahan Asam [BTA]) dan tidak dapat
diwarnai dengan baik melalui cara yang konvensional. Dipergunakan teknik
Ziehl-Nielson untuk memvisualisasikannya. Bakteri tumbuh secara lambat
dalam media egg-enriched dengan periode 6-8 minggu. Produksi niasin
merupakan karakteristik Mycobacterium tuberculosis dan dapat membantu
untuk membedakannnya dengan spesies lain.
Spondilitis tuberkulosa merupakan infeksi sekunder dari tuberkulosis di
tempat lain di tubuh, 95 % disebabkan oleh mikobakterium tuberkulosis tipik
( 2/3 dari tipe human dan 1/3 dari tipe bovin ) dan 10 % oleh mikobakterium
tuberkulosa atipik.
Lokalisasi spondilitis tuberkulosa terutama pada daerah vertebra torakal
bawah dan lumbal atas, sehingga diduga adanya infeksi sekunder dari suatu
tuberkulosa traktus urinarius, yg penyebarannya melalui pleksus Batson pada
vena paravertebralis.
Meskipun menular, tetapi orang tertular tuberculosis tidak semudah
tertular flu. Penularan penyakit ini memerlukan waktu pemaparan yg cukup
lama dan intensif dengan sumber penyakit (penular). Menurut Mayoclinic,
seseorang yg kesehatan fisiknya baik, memerlukan kontak dengan penderita TB
aktif setidaknya 8 jam sehari selama 6 bulan, untuk dapat terinfeksi. Sementara
masa inkubasi TB sendiri, yaitu waktu yg diperlukan dari mula terinfeksi sampai
menjadi sakit, diperkirakan sekitar 6 bulan. Bakteri TB akan cepat mati bila
terkena sinar matahari langsung. Tetapi dalam tempat yg lembab, gelap, dan
4
pada suhu kamar, kuman dapat bertahan hidup selama beberapa jam. Dalam
tubuh, kuman ini dapat tertidur lama (dorman) selama beberapa tahun.
3. ANATOMI VERTEBRAE (Anatomi Klinis (Snell, Richard S., 2006)
Columna vertebralis terdiri atas 33 vertebra yaitu sebagai berikut :
1. 7 vertebra cervicalis
2. 12 vertebra thoracicus
3. 5 vertebra lumbalis
4. 5 vertebra sacralis
5. 4 vertebra coccygis

Vertebra lumbalis yang tipikal mempunyai ciri sebagai berikut.


 Corpus besar dan berbentuk ginjal.
 Pediculus kuat dan mengarah ke belakang.
 Lamina tebal.
 Foramina vertebrale berbentuk segitiga.
 Processus transversum panjang dan langsing.
 Processus spinosus pendek, rata, berbentuk segiempat, dan mengarah
ke belakang.
 Fascies articularis processus articularis superior menghadap ke medial
dan yang inferior menghadap ke lateral.

a. Ligamentum Columna Vertebralis


Ligamentum longitudinale anterior dan posterior berjalan turun pada
permukaan anterior dan posterior columna vertebralis dari cranium
sampai sacrum. Ligamentum longitudinale anterior lebar dan melekat
dengan kuat pada pinggir depan di samping corpus vertebra dan pada

5
discus intervertebralis. Ligamentum longitudinale anterior membantu
mencegah hiperekstensi columna vertebralis. Ligamentum longitudinale
posterior lemah, sempit, dan melekat pada pinggir posterior discus.
Ligamentum longitudinale posterior membantu mencegah terjadinya
hiperfleksi columna vertebralis dan menonjolnya discus intervertebralis
ke dorsal. Ligamentum –ligamentum ini mengikat dengan kuat seluruh
vertebra, tetapi tetap memungkinkan sedikit pergerakan diantaranya.

b. Discus Intervertebralis
Sendi – sendi corpus vertebra termasuk jenis sendi kondral sekunder
(simfisis) yang dirancang untuk menanggung beban dan kekuatan.
Permukaan vertebra –vertebra berdekatan memperoleh hubungan melalui
sebuah diskus intervertebralis dan ligamentum.
Discus intervertebralis menyusun seperempat dari panjang columna
vertebralis. Discus ini paling tebal di daerah cervical dan lumbal, tempat
banyak terjadinya gerakan columna vertebralis. Discus bersifat
semielastis. Ciri fisik ini memungkinkannya berfungsi sebagai peredam
benturan bila beban pada columna vertebralis mendadak bertambah dan
kelenturan daya pegas memungkinkan vertebra yang kaku dapat bergerak
satu dengan yang lain. Daya pegas ini berangsur menghilang dengan
bertambahnya usia. Discus intervertebralis tidak ditemukan di antara
vertebra C1 -C2, di dalam os sacrum, dan di dalam os coccygeus.
Menurut Snell, Richard S. (2006),discus intervertebralis antara lain terdiri
dari :
 Annulus fibrosus
Terdiri atas jaringan fibrokartilago, di dalamnya serabut –
serabut kolagen tersusun dalam lamel – lamel yang konsentris,
dimana lamel –lamel yang lain berjalan dalam arah sebaliknya.

6
Serabut –serabut yang lebih perifer melekat erat pada ligamentum
longitudinale anterius dan posterius columna vertebralis.
 Nucleus pulposus
Pada anak –anak dan remaja terdiri dari zat gelatin yang
banyak mengandung air, sedikit serabut kolagen, dan sedikit tulang
rawan. Biasanya berada dalam tekanan dan terletak sedikit lebih dekat
ke pinggir posterior daripada pinggir anterior discus. Sifat nucleus
pulposus yang setengah cair memungkinkan berubah bentuk dan
vertebra dapat menjungkit ke depan dan ke belakang di atas yang lain,
seperti gerakan fleksi dan ekstensi columna vertebralis. Permukaan
atas dan bawah corpus vertebra yang berdekatan yang menempel pada
discus diliputi oleh cartilagohialin yang tipis.
Peningkatan beban kompresi yang mendadak pada columna
vertebralis menyebabkan nucleus pulposus yang semicair menjadi
gepeng. Dorongan keluar nucleus ini dapat ditahan oleh daya pegas
annulus fibrosus disekelilingnya. Kadang, dorongan ini terlalu kuat
bagi annulus, sehingga annulus menjadi robek dan nucleus pulposus
keluar dan menonjol ke dalam canalis vertebralis serta dapat menekan
radix saraf spinalis, nervus spinalis, atau bahkan medulla
spinalis.Dengan bertambahnya usia, kandungan air di dalam nucleus
pulposus berkurang dan digantikan oleh fibrokartilago. Serabut –
serabut kolagen annulus berdegenerasi dan sebagai akibatnya annulus
tidak lagi berada dalam tekanan. Pada usia lanjut, discus ini tipis,
kurang lentur, dan tidak dapat dibedakan lagi antara nucleus dengan
annulus.

c. Susunan Saraf Spinal


Di sepanjang medulla spinalis melekat 31 pasang nervus spinalis
melalui radix anterior atau motorik dan radix posterior atau sensorik.
7
Masing –masing radix melekat pada medulla spinalis melalui sederetan
radices (radix kecil), yang terdapat di sepanjang segmen medulla spinalis
yang sesuai. Setiap radix mempunyai sebuah ganglion radix posterior,
yang axon sel – selnya memberikan serabut –serabut saraf perifer dan
pusat.
Radix nervus spinalis berjalan dari masing – masing segmen medulla
spinalis ke foramen intervertebralis yang sesuai, tempat keduanya
menyatu membentuk nervus spinalis. Di sini serabut –serabut motorik
dan sensorik bercampur, sehingga setiap saraf spinal terdiri atas
campuran serabut motorik dan sensorik. Karena pertumbuhan memanjang
columna vertebralis tidak sebanding dengan pertumbuhan medulla
spinalis, panjang radix n.spinalis bertambah panjang dari atas kebawah.
Di daerah cervical atas, radix nervus spinalis pendek dan berjalan hampir
horizontal, tetapi di bawah ujung medulla (pada orang dewasa setinggi
pinggir bawah vertebra L1) membentuk seberkas saraf vertical di sekitar
filum terminale. Berkas saraf vertical ini disebut cauda equine.
Setelah keluar dari foramen intervertebrale, masing –masing nervus
spinalis segera bercabang dua menjadi ramus anterior yang besar dan
ramus posterior yang lebih kecil, yang keduanya mengandung serabut –
serabut motorik dan sensorik.

8
4. MANIFESTASI KLINIS
Gambaran klinis spondilitis tuberkulosa yaitu:
a. Badan lemah, lesu, nafsu makan berkurang, dan berat badan menurun.
b. Suhu subfebril terutama pada malam hari dan sakit (kaku) pada punggung.
Pada anak-anak sering disertai dengan menangis pada malam hari.
c. Pada awal dijumpai nyeri interkostal, nyeri yang menjalar dari tulang
belakang ke garis tengah atas dada melalui ruang interkostal. Hal ini
disebabkan oleh tertekannya radiks dorsalis di tingkat torakal.
d. Nyeri spinal menetap dan terbatasnya pergerakan spinal
e. Deformitas pada punggung (gibbus)
f. Pembengkakan setempat (abses)
g. Adanya proses tbc (Tachdjian, 2005).
Kelainan neurologis yang terjadi pada 50 % kasus spondilitis tuberkulosa karena
proses destruksi lanjut berupa:
a. Paraplegia, paraparesis, atau nyeri radix saraf akibat penekanan medula
spinalis yang menyebabkan kekakuan pada gerakan berjalan dan nyeri.
b. Gambaran paraplegia inferior kedua tungkai yang bersifat UMN dan adanya
batas defisit sensorik setinggi tempat gibbus atau lokalisasi nyeri interkostal
(Tachdjian, 2005).
5. PATOFISIOLOGI
Spondilitis tuberkulosa merupakan suatu tuberkulosis tulang yang
sifatnya sekunder dari TBC tempat lain di dalam tubuh. Penyebarannya secara
hematogen, diduga terjadinya penyakit ini sering karena penyebaran hematogen
dari infeksi traktus urinarius melalui pleksus Batson. Infeksi TBC vertebra
ditandai dengan proses destruksi tulang progresif tetapi lambat di bagian depan
(anterior vertebral body). Penyebaran dari jaringan yang mengalami perkejuan
akan menghalangi proses pembentukan tulang sehingga berbentuk tuberculos
squestra. Sedang jaringan granulasi TBC akan penetrasi ke korteks dan
terbentuk abses paravertebral yang dapat menjalar ke atas atau bawah lewat
ligamentum longitudinal anterior dan posterior. Sedangkan diskus
intervertebralis karena avaskular lebih resisten tetapi akan mengalami dehidrasi
dan penyempitan karena dirusak oleh jaringan granulasi TBC. Kerusakan
progresif bagian anterior vertebra akan menimbulkan kifosis (Savant, 2007).

9
Perjalanan penyakit spondilitis tuberkulosa terdiri dari lima stadium
yaitu:
1. Stadium implantasi
Setelah bakteri berada dalam tulang, apabila daya tahan tubuh penderita
menurun, bakteri akan berduplikasi membentuk koloni yang berlangsung
selama 6-8 minggu. Keadaan ini umumnya terjadi pada daerah paradiskus
dan pada anak-anak pada daerah sentral vertebra.
2. Stadium destruksi awal
Selanjutnya terjadi destruksi korpus vertebra dan penyempitan yang ringan
pada diskus. Proses ini berlangsung selama 3-6 minggu.
3. Stadium destruksi lanjut
Pada stadium ini terjadi destruksi yang massif, kolaps vertebra, dan
terbentuk massa kaseosa serta pus yang berbentuk cold abses, yang tejadi 2-
3 bulan setelah stadium destruksi awal. Selanjutnya dapat terbentuk
sekuestrum dan kerusakan diskus intervertebralis. Pada saat ini terbentuk
tulang baji terutama di depan (wedging anterior) akibat kerusakan korpus
vertebra sehingga menyebabkan terjadinya kifosis atau gibbus.
4. Stadium gangguan neurologis
Gangguan neurologis tidak berkaitan dengan beratnya kifosis yang terjadi
tetapi ditentukan oleh tekanan abses ke kanalis spinalis. Vertebra torakalis
mempunyai kanalis spinalis yang kecil sehingga gangguan neurologis lebih
mudah terjadi di daerah ini. Apabila terjadi gangguan neurologis, perlu
dicatat derajat kerusakan paraplegia yaitu:
i. Derajat I
Kelemahan pada anggota gerak bawah setelah beraktivitas atau
berjalan jauh. Pada tahap ini belum terjadi gangguan saraf
sensoris.
ii. Derajat II
Kelemahan pada anggota gerak bawah tetapi penderita masih
dapat melakukan pekerjaannya.
iii. Derajat III
Kelemahan pada anggota gerak bawah yang membatasi gerak
atau aktivitas penderita disertai dengan hipoestesia atau anestesia.
iv. Derajat IV
Gangguan saraf sensoris dan motoris disertai dengan gangguan
defekasi dan miksi.
TBC paraplegia atau Pott paraplegia dapat terjadi secara dini atau
lambat tergantung dari keadaan penyakitnya. Pada penyakit yang masih aktif,
paraplegia terjadi karena tekanan ekstradural dari abses paravertebral atau

10
kerusakan langsung sumsum tulang belakang oleh adanya granulasi jaringan.
Paraplegia pada penyakit yang tidak aktif atau sembuh terjadi karena tekanan
pada jembatan tulang kanalis spinalis atau pembentukan jaringan fibrosis
yang progresif dari jaringan granulasi tuberkulosa. TBC paraplegia terjadi
secara perlahan dan dapat terjadi destruksi tulang disertai dengan angulasi
dan gangguan vaskuler vertebra.
5. Stadium deformitas residual
Stadium ini terjadi kurang lebih 3-5 tahun setelah stadium implantasi.
Kifosis atau gibbus bersifat permanen karena kerusakan vertebra yang
massif di depan (Savant, 2007).
Tuberkulosa pada tulang belakang dapat terjadi karena penyebaran
hematogen atau penyebaran langsung nodus limfatikus para aorta atau melalui
jalur limfatik ke tulang dari fokus tuberkulosa yang sudah ada sebelumnya di
luar tulang belakang. Pada penampakannya, fokus infeksi primer tuberkulosa
dapat bersifat tenang. Sumber infeksi yang paling sering adalah berasal dari
sistem pulmoner dan genitourinarius.
Pada anak-anak biasanya infeksi tuberkulosa tulang belakang berasal
dari fokus primer di paru-paru sementara pada orang dewasa penyebaran terjadi
dari fokus ekstrapulmoner (usus, ginjal, tonsil). Penyebaran basil dapat terjadi
melalui arteri intercostal atau lumbar yang memberikan suplai darah ke dua
vertebrae yang berdekatan, yaitu setengah bagian bawah vertebra diatasnya dan
bagian atas vertebra di bawahnya atau melalui pleksus Batson’s yang
mengelilingi columna vertebralis yang menyebabkan banyak vertebra yang
terkena. Hal inilah yang menyebabkan pada kurang lebih 70% kasus, penyakit
ini diawali dengan terkenanya dua vertebra yang berdekatan, sementara pada
20% kasus melibatkan tiga atau lebih vertebra. Berdasarkan lokasi infeksi awal
pada korpus vertebra dikenal tiga bentuk spondilitis:
1. Peridiskal / paradiskal
Infeksi pada daerah yang bersebelahan dengan diskus (di area metafise di
bawah ligamentum longitudinal anterior / area subkondral). Banyak
ditemukan pada orang dewasa. Dapat menimbulkan kompresi, iskemia dan
nekrosis diskus. Terbanyak ditemukan di regio lumbal.
2. Sentral
Infeksi terjadi pada bagian sentral korpus vertebra, terisolasi sehingga
disalahartikan sebagai tumor. Sering terjadi pada anak-anak. Keadaan ini

11
sering menimbulkan kolaps vertebra lebih dini dibandingkan dengan tipe
lain sehingga menghasilkan deformitas spinal yang lebih hebat. Dapat terjadi
kompresi yang bersifat spontan atau akibat trauma. Terbanyak di temukan di
regio torakal.
3. Anterior
Infeksi yang terjadi karena perjalanan perkontinuitatum dari vertebra di atas
dan dibawahnya. Gambaran radiologisnya mencakup adanya scalloped
karena erosi di bagian anterior dari sejumlah vertebra (berbentuk baji). Pola
ini diduga disebabkan karena adanya pulsasi aortik yang ditransmisikan
melalui abses prevertebral dibawah ligamentum longitudinal anterior atau
karena adanya perubahan lokal dari suplai darah vertebral.
4. Bentuk atipikal
Dikatakan atipikal karena terlalu tersebar luas dan fokus primernya tidak
dapat diidentifikasikan. Termasuk didalamnya adalah tuberkulosa spinal
dengan keterlibatan lengkung syaraf saja dan granuloma yang terjadi di
canalis spinalis tanpa keterlibatan tulang (tuberkuloma), lesi di pedikel,
lamina, prosesus transversus dan spinosus, serta lesi artikuler yang berada di
sendi intervertebral posterior. Insidensi tuberkulosa yang melibatkan elemen
posterior tidak diketahui tetapi diperkirakan berkisar antara 2%-10%.

12
6. PATHWAY
Udara tercemar bakteri
Mycobacterium Tuberculosa

Terhirup lewat saluran nafas

Masuk ke paru (alveoli)

Fagositosis bakteri oleh makrofag gagal

Tuberculosis Paru

Penyebaran basil melalui arteri intercostal

Menyebar ke korpus vertebra diskus intervertebralis

Perusakan tulang dan penjalaran infeksi keruang


diskus vertebre yang berdekatan

SPONDILITIS TUBERKULOSIS

Eksudasi

Osteoporosis dan perlunakan

Perubahan pada Perubahan pada Menyebar dibawah Perubahan pada vertebra servikal
vertebra torakal vertebra lumbalis ligamentum
longitudinal anterior
Eksudat menumpuk di
Kerusakan pada korteks belakang fasia paravertebralis
epifises & discuss Kompresi saraf Ligament tertembus
vertebra sekitar
Menyebar ke lateral dibelakang
MK : NYERI AKUT Menyebar ke muskulus sternokledomastoideus
Abses vertebra torakal ligament yang lemah

Kifosis RISIKO Faring menonjol


Paraplegi Abses vertebra lumbal
INJURY
Gibbus Abses faringeal
Perubahan Abses mengikuti muskulus psoas
respon psikologi
MK : GANGGUAN Esophagus tersumbat
CITRA TUBUH Muncul dibawah ligament inguinal eksudat
MK : ANSIETAS
Gangguan menelan
MK : GANGGUAN Menyebar ke pembuluh darah femuralis
13
MOBILITAS FISIK
MK : NUTRISI KURANG DARI
KEBUTUHAN TUBUH
7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang pada spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan darah lengkap didapatkan leukositosis dan LED meningkat.
b. Uji mantoux positif tuberkulosis.
c. Uji kultur biakan bakteri dan BTA ditemukan Mycobacterium.
d. Biopsi jaringan granulasi atau kelenjar limfe regional.
e. Pemeriksaan hispatologis ditemukan tuberkel.
f. Pungsi lumbal didapati tekanan cairan serebrospinalis rendah.
g. Peningkatan CRP (C-Reaktif Protein).
h. Pemeriksaan serologi dengan deteksi antibodi spesifik dalam sirkulasi.
i. Pemeriksaan ELISA (Enzyme-Linked Immunoadsorbent Assay) tetapi
menghasilkan negatif palsu pada penderita dengan alergi.
j. Identifikasi PCR (Polymerase Chain Reaction) meliputi denaturasi DNA
kuman tuberkulosis melekatkan nukleotida tertentu pada fragmen DNA
dan amplifikasi menggunakan DNA polimerase sampai terbentuk rantai
DNA utuh yang diidentifikasi dengan gel.
2. Pemeriksaan radiologis
a. Foto toraks atau X-ray untuk melihat adanya tuberculosis pada paru.
Abses dingin tampak sebagai suatu bayangan yang berbentuk spindle.
b. Pemeriksaan foto dengan zat kontras.
c. Foto polos vertebra ditemukan osteoporosis, osteolitik, destruksi korpus
vertebra, penyempitan diskus intervertebralis, dan mungkin ditemukan
adanya massa abses paravertebral.
d. Pemeriksaan mielografi.
e. CT scan memberi gambaran tulang secara lebih detail dari lesi irreguler,
skelerosis, kolaps diskus, dan gangguan sirkumferensi tulang.
f. MRI mengevaluasi infeksi diskus intervertebralis dan osteomielitis tulang
belakang serta menunjukkan adanya penekanan saraf (Lauerman, 2006).

8. PENATALAKSANAAN
Pada prinsipnya pengobatan spondilitis tuberkulosa harus dilakukan
segera untuk menghentikan progresivitas penyakit dan mencegah atau

14
mengkoreksi paraplegia atau defisit neurologis. Prinsip pengobatan Pott’s
paraplegia yaitu:

1. Pemberian obat antituberkulosis.

2. Dekompresi medula spinalis.

3. Menghilangkan atau menyingkirkan produk infeksi.

4. Stabilisasi vertebra dengan graft tulang (bone graft) (Graham, 2007).

Pengobatan pada spondilitis tuberkulosa terdiri dari:

1. Terapi konservatif

a. Tirah baring (bed rest).

b. Memberi korset yang mencegah atau membatasi gerak vertebra.

c. Memperbaiki keadaan umum penderita.

d. Pengobatan antituberkulosa.

Standar pengobatan berdasarkan program P2TB paru yaitu:

i. Kategori I untuk penderita baru BTA (+/-) atau rontgen (+).

a) Tahap 1 diberikan Rifampisin 450 mg, Etambutol 750 mg, INH


300 mg, dan Pirazinamid 1.500 mg setiap hari selama 2 bulan
pertama (60 kali).

b) Tahap 2 diberikan Rifampisin 450 mg dan INH 600 mg 3 kali


seminggu selama 4 bulan (54 kali).

ii. Kategori II untuk penderita BTA (+) yang sudah pernah minum obat
selama sebulan, termasuk penderita yang kambuh.

1. Tahap 1 diberikan Streptomisin 750 mg, INH 300 mg,


Rifampisin 450 mg, Pirazinamid 1500 mg, dan Etambutol 750 mg
setiap hari. Streptomisin injeksi hanya 2 bulan pertama (60 kali)
dan obat lainnya selama 3 bulan (90 kali).

2. Tahap 2 diberikan INH 600 mg, Rifampisin 450 mg, dan


Etambutol 1250 mg 3 kali seminggu selama 5 bulan (66 kali).

15
Kriteria penghentian pengobatan yaitu apabila keadaan umum
penderita bertambah baik, LED menurun dan menetap, gejala-gejala
klinis berupa nyeri dan spasme berkurang, serta gambaran radiologis
ditemukan adanya union pada vertebra.

2. Terapi operatif

a. Apabila dengan terapi konservatif tidak terjadi perbaikan paraplegia


atau malah semakin berat. Biasanya 3 minggu sebelum operasi,
penderita diberikan obat tuberkulostatik.

b. Adanya abses yang besar sehingga diperlukan drainase abses secara


terbuka, debrideman, dan bone graft.

c. Pada pemeriksaan radiologis baik foto polos, mielografi, CT, atau


MRI ditemukan adanya penekanan pada medula spinalis (Ombregt,
2005).

Walaupun pengobatan kemoterapi merupakan pengobatan utama bagi


penderita spondilitis tuberkulosa tetapi operasi masih memegang peranan
penting dalam beberapa hal seperti apabila terdapat cold absces (abses
dingin), lesi tuberkulosa, paraplegia, dan kifosis.

a. Cold absces
Cold absces yang kecil tidak memerlukan operasi karena dapat terjadi
resorbsi spontan dengan pemberian tuberkulostatik. Pada abses yang besar
dilakukan drainase bedah
b. Lesi Tuberkulosa
1) Debrideman fokal.
2) Kosto-transveresektomi.
3) Debrideman fokal radikal yang disertai bone graft di bagian depan.
c. Kifosis

1. Pengobatan dengan kemoterapi.

2. Laminektomi.

3. Kosto-transveresektomi.

4. Operasi radikal.

5. Osteotomi pada tulang baji secara tertutup dari belakang.

16
Operasi kifosis dilakukan apabila terjadi deformitas hebat. Kifosis
bertendensi untuk bertambah berat, terutama pada anak. Tindakan
operatif berupa fusi posterior atau operasi radikal (Graham, 2007).

9. KOMPLIKASI
Komplikasi yang dapat ditimbulkan oleh spondilitis tuberkulosa yaitu:
1. Pott’s paraplegia

a. Muncul pada stadium awal disebabkan tekanan ekstradural oleh pus


maupun sequester atau invasi jaringan granulasi pada medula spinalis.
Paraplegia ini membutuhkan tindakan operatif dengan cara dekompresi
medula spinalis dan saraf.

b. Muncul pada stadium lanjut disebabkan oleh terbentuknya fibrosis dari


jaringan granulasi atau perlekatan tulang (ankilosing) di atas kanalis
spinalis.

2. Ruptur abses paravertebra

a. Pada vertebra torakal maka nanah akan turun ke dalam pleura sehingga
menyebabkan empiema tuberkulosis.
b. Pada vertebra lumbal maka nanah akan turun ke otot iliopsoas
membentuk psoas abses yang merupakan cold absces (Lindsay, 2008).

3. Cedera corda spinalis (spinal cord injury).


Dapat terjadi karena adanya tekanan ekstradural sekunder karena pus
tuberkulosa, sekuestra tulang, sekuester dari diskus intervertebralis (contoh:
Pott’s paraplegia – prognosa baik) atau dapat juga langsung karena
keterlibatan korda spinalis oleh jaringan granulasi tuberkulosa (contoh:
menigomyelitis – prognosa buruk). Jika cepat diterapi sering berespon baik
(berbeda dengan kondisi paralisis pada tumor). MRI dan mielografi dapat
membantu membedakan paraplegi karena tekanan atau karena invasi dura
dan corda spinalis.

17

Anda mungkin juga menyukai